1. Dokumen tersebut membahas proses pembentukan karakter tokoh dalam novel melalui berbagai cara seperti deskripsi fisik, psikologis, interaksi, dan komentar pengarang.
2. Ada dua cara utama yang digunakan pengarang yaitu cara analitis (secara langsung) dan cara dramatis (tidak langsung melalui tindakan tokoh).
3. Tokoh dapat berupa tokoh utama, tokoh pendukung, tokoh protagonis, antagonis, tokoh statis
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
2 proses pembentukan karakter tokoh dalam novel
1. 1
Materi Penulisan Kreatif Sastra “Proses Pembentukan Karakter Tokoh”
Moh. Badrih
Mei 2020
PROSES PEMBENTUKAN KARAKTER TOKOH DALAM NOVEL
Materi Penulisan Kreatif Sastra
Program Studi PBSI FKIP UNISMA Juni 2020
***
Perwatakan pada tokoh tertentu dalam karya sastra dimulai dari bagaimana pengarang novel
memperkenalkan tokoh-tokohnya, peran, dan fungsi peran atau penokohannya tersebut. Tokoh yang
yang ditampilkan akan dapat dianalisis melalui berbagai hal seperti dialog, perilaku, latar, maupun
melalui analisa dari pengarang sendiri melalui tulisannya.
Tokoh cerita menurut Abrams sebagaimana dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, (2005: 165)
menjelaskan, tokoh cerita (character), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu naratif, atau
drama, yang oleh pembaca. ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan adalah
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Fungsi dan peran tokoh dalam cerita bukan hanya sekedar memainkan peran tetapi harus
mampu menyampaikan ide cerita, tema yang terangkai dalam satu jalinan cerita. Jokop Sumarjo
(dalam Zainuddin Fananie, 2000: 86) menjelaskan fungsi dan peran tokoh dalam cerita yaitu:
”Sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh-tokoh rekaan. Kendati berupa rekaan
atau hanya imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan satu bagian penting dalam
membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita,
tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan jiwa, terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alasan pentingnya
peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang”.
Hubungan antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat sekali dengan bagaimana
penerimaan pembaca. Karena pembacalah yang dapat memberi makna yang sebenarnya. Pemaknaan
pembaca dilihat dari bagaimana berdialog dengan kata-kata atau dengan sikap tingkah lakunya dilihat
berdasarkan oleh kwalitas pribadi tokoh bukan hanya secara fisik saja.
Burhan Nurgiantoro, (1995: 165) menyampaikan pengertian yang berbeda antara penokohan
dan tokoh. Pengertian penokohan lebih luas dibandingkan dengan pengertiannya tokoh. Tokoh
berhubungan dengan pemeran sedangkan penokohan berhubugan dengan perwatakan pemeran
sebagai berikut:
”Istilah penokohan berbeda pengertiannya dengan tokoh. Penokohan lebih luas dibandingkan
dengan tokoh. Tokoh hanyalah sosok pemeran dalamcerita sedangkan penokohan mencakup
masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh cerita, bagaimana penempatannya
dalam cerita, dan pelukisan dalam cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas
kepada pembaca”.
2. 2
Materi Penulisan Kreatif Sastra “Proses Pembentukan Karakter Tokoh”
Moh. Badrih
Mei 2020
Wellek & Warren, (1989: 288) menyampaikan pendapatnya tentang adanya perubahan
penokohan. Penokohan yang telah didukung oleh penampilan psikis dan fisik dapat berubah sewaktu-
waktu berdasarkan keadaan karakterologi yang dijadikan acuan. Tokoh dalam novel dapat
menunjukan adanya perubahan tersebut. Ada penokohan statis dan penokohan dinamis atau
penokohan berkembang. Penokohan datar (flat characterization) menampilkan satu kecenderungan,
yang dianggap dominan atau kecenderungan yang paling jelas secara sosial. Penokohan bulat (round
characterization) seperti penokohan dinamik membutuhkan ruang dan penekanan. Tokoh-tokoh
cerita dalam sebuah fiksi memilki peranan yang tidak sama.
Burhan Nurgiantoro, (2005: 176) memberikan kategori ke dalam beberapa jenis yaitu: (1)
dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dibedakan menjadi tokoh utama cerita (central
charakter, main charakter) dan tokoh tambahan (paripheral charakter); (2) dilihat dari fungsi
penampilan tokoh dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis; (3) berdasarkan
perwatakannya tokoh cerita dibedakan ke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan
tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character); (4) berdasarkan kriteria
berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dibedakan ke dalam tokoh statis/tidak
berkembang (static charakter) dan tokoh berkembang (developing charakter); (5) berdasarkan
kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap(sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, tokoh
cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh topikal (typical character) dan tokoh netral (neutral
character).
Hal yang sama disampaikan oleh Aminuddin, (2002: 82) bahwa ragam pelaku penokohan
sebagai berikut:
”Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonis, dan pelaku antagonis juga
terdapat sejumlah ragam pelaku yang lain. Ragam pelaku lain selain ragam pelaku yang telah
diungkapkan itu adalah (1) simple character, (2) complex character, (3) pelaku dinamis ,dan
(4) pelaku statis”.
Simpel karakter adalah jika pelaku tidak banyak menunjukan adanya kompleksitas masalah.
Komplek karakter pelaku yang pemunculannya menunjukan pelaku yang banyak dibebani
permasalahan yang komplek. Pelaku dinamis adalah pelaku yang memiliki perubahan dan
perkembangan batin dalam keseluruhan penampilan. Pelaku statis dalam hal ini adalah pelaku yang
tidak menunjukan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita
berakhir. Sementara itu, Panuti Sudjiman (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 53) menyampaikan
kedudukan tokoh protagonis dalam cerita yaitu:
”Penentuan tokoh protagonis didasarkan pada kriteria sebagai berikut. Pertama tokoh yang
paling tinggi intensitas keterlibatannya dalam peristiwa- peristiwa yang membangun cerita.
3. 3
Materi Penulisan Kreatif Sastra “Proses Pembentukan Karakter Tokoh”
Moh. Badrih
Mei 2020
Waktu yang digunakan untuk menceritakan pengalaman tokoh protagonis lebih banyak
dibandingkan dengan waktu yangdigunakan untuk mengisahkan tokoh-tokoh lain. Kedua
tokoh protagonis berhubungan dengan semua tokoh yang ada di dalam cerita, sedangkan
tokoh-tokoh lain tidak saling berhubungan. Ketiga, protagonis menjadi pusat sorotan di alam
cerita”.
Keberhasilan pengarang dalam menggambarkan atau menampilkan penokohan tergantung
pada kemampuan pengarang menggambarkan watak tokoh- tokoh yang ada yang mewakili karakter-
karakter manusia yang dikehendaki tema dan amanat dalam batas kewajaran realita kehidupan
manusia.
Zainuddin Fananie, (2000: 87) mengungkapkan model mengekspresikan karakter tokoh yang
dipakai pengarang dapat bermacam-macam yaitu: (1) analitik artinya tokoh-tokoh cerita sudah
dideskripsikan sendiri oleh pengarang, dengan kata lain pengaranglah yang menganalisis watak
tokoh-tokohnya; dan (2) dramatik artinya pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan karakter
tokohnya. Karakter dibangun melalui kebiasaan berpikir, cara pengambilan keputusan
dalammenghadapi setiap peristiwa,perjalanan karier, dan hubungan dengan tokoh-toko lain, termasuk
komentar dari tokoh yang satu ke tokoh yang lain.
Lebih lanjut Boulton, (dalam Aminuddin, 2002: 79) mengungkapkan bahwa cara pengarang
menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang
menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di dalam mimpi, pelaku yang memiliki
semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan
kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri
sendiri. Dalam cerita fiksi, pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat
seperti manusia, misalnya kancil, kucing, sepatu, dan lain-lainnya.
Cara penggarang menggambarkan para tokoh dapat di analisis oleh pengarang langsung dan
jelas melalui tulisannya.Analisis lain dapat dilakukan dengan melihat melalui komponen-komponen
yang mendukung dalam rangkaian ceritanya. Secara garis besar ada dua macam cara pendeskripsian
karakter tokoh dalam sastra novel seperti yang disampaikan oleh Mursal Esten, (1990: 27) sebagai
berikut:
”Pertama secara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakanbagaimana watak tokoh-
tokohnya. Kedua secara dramatik, yaitupengarang tidak langsung menceritakan bagaimana
watak-watak para tokohnya. Misalnya melalui penggambaran tempat dan lingkungan tokoh,
bentuk-bentuk lahir (potongan tubuh dan sebagainya), melalui percakapan (dialog), dan
melalui perbuatan tokoh”.
Lebih rinci dan luas lagi Muchtar lubis dalam Henry Guntur Tarigan (1993: 132-133)
menyampaikan tentang cara penggambaran penokohan bukan hanya dari unsur-unsur yang
4. 4
Materi Penulisan Kreatif Sastra “Proses Pembentukan Karakter Tokoh”
Moh. Badrih
Mei 2020
mendukung saja tetapi juga tanggapan dan komentar dari lawan main dan bagaimana tokoh dapat
bereaksi terhadap suatu kejadian sebagai berikut: (1) physical deskription (melukiskan bentuk lahir
tokoh); secara Portryal of thought stream or of concious thought (melukiskan jalan pikiran tokoh
atau siapa saja yang melintas dalam pikirannya); (2) reaction to even (bagaimana reaksi tokoh itu
terhadap kejadian); (3) direct outhor analysis (pengarang langsung menganalisis watak tokohnya.
Menurut M. Saleh Saad (dalam Tengsoe Tjahjono, 1988: 138) menyampaikan cara pengarang
melukiskan keadaan dan watak tokoh-tokohnya dapat melalui dua jalan yaitu: (1) cara analitik; dan
(2) cara dramatik. Dalam cara analitik seorang pengarang akan menjelaskan secara langsung keadaan
dan watak tokoh-tokohnya, sedangkan dalam cara dramatik dalam melukiskan tokoh-tokohnya tidak
dengan cara menganalisis langsung, tetapi melalui hal-hal yang lain. Cara pelukisan keadaan watak
tokoh secara dramatik ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu: (1) dengan cara melukiskan
reaksi tokoh lain.
Lebih rinci dan luas lagi Muchtar lubis dalam Henry Guntur Tarigan (1993: 132-133)
menyampaikan tentang cara penggambaran penokohan bukan hanya dari unsur-unsur yang
mendukung saja tetapi juga tanggapan dan komentar dari lawan main dan bagaimana tokoh dapat
bereaksi terhadap suatu kejadian sebagai berikut: (1) physical deskription (melukiskan bentuk lahir
tokoh); secara Portryal of thought stream or of concious thought (melukiskan jalan pikiran tokoh
atau siapa saja yang melintas dalam pikirannya); (2) reaction to even (bagaimana reaksi tokoh itu
terhadap kejadian); (3) direct outhor analysis (pengarang langsung menganalisis watak tokohnya.
Menurut M. Saleh Saad (dalam Tengsoe Tjahjono, 1988: 138) menyampaikan cara pengarang
melukiskan keadaan dan watak tokoh-tokohnya dapat melalui dua jalan yaitu: (1) cara analitik; dan
(2) cara dramatik. Dalam cara analitik seorang pengarang akan menjelaskan secara langsung keadaan
dan watak tokoh-tokohnya, sedangkan dalam cara dramatik dalam melukiskan tokoh-tokohnya tidak
dengan cara menganalisis langsung, tetapi melalui hal-hal yang lain. Cara pelukisan keadaan watak
tokoh secara dramatik ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu: (1) dengan cara melukiskan
reaksi tokoh lain.
”Pada kasus lain, bunyi yang diartikulasikan dari nama karakter tertentu dapat mengarahkan
kita pada sifat karakter itu seperti nama (karakterkarakter Dickens) Scrooge yang
mensugestikan sifat kikir, pickwick yang humoris, atau Murdstone yang jahat. Bukti lain yang
tidak kalah penting adalah deskripsi eksplisit dan komentar pengarang tentang karakter
bersangkutan. Deskripsi semacam itu selalu membantu kita dalam menvisualisasikan
sekaligus memahami karakter tersebut”.
5. 5
Materi Penulisan Kreatif Sastra “Proses Pembentukan Karakter Tokoh”
Moh. Badrih
Mei 2020
Pada prinsipnya ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh tokohnya
yaitu: (1) metode analisis atau deskriptif atau langsung; (2) metode tidak langsung atau peragaan atau
dramatisasi, ditambah dengan (3) metode kontekstual.
1) Metode analisis atau deskriptif atau langsung yaitu metode yang digunakan
pengarang dalam mendeskripsikan tokoh-tokohnya secara langsung dengan terinci
(analitis). Pendeskripsiannya dapat dilakukan secara fisik (keadaan fisiknya), psikis
(wataknya), dapat juga keadaan sosialnya (kedudukan dan pangkat) akan tetapi
lazimnya adalah ketiga-tiganya.
2) metode tidak langsung atau metode dramatik. Pengarang tidak memaparkan kehidupan
tokoh cerita tetapi pembaca yang menafsirkan karena pengarang ingin memberikan
fakta. Pengarang dalam mengambarkan tokohnya ini biasanya berkenaan dengan
penampilan fisik,hubungan dengan orang lain, cara hidup sehari-hari, dan sebagainya.
3) Metode kontekstual adalah metode yang digunakan pengarang untuk melukiskan
watak tokoh melalui konteks bahasa atau bacaan (Herman J. Waluyo, 2002: 167).
Wellek dan Warren, (1989: 287) menjelaskan cara-cara yang paling sederhana dalam
pendeskripsian perwatakan adalah dengan pemberian nama. Setiap sebutan adalah
sejenis cara memberi kepribadian dan penghidupan. Character atau tokoh adalah
bahan yang paling aktif yang menjadi penggerak jalan cerita. Karakter ini berpribadi,
berwatak, dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang tiga dimensional. Tiga dimensi
yang di maksud adalah:
(A)Dimensi fisiologis ialah ciri-ciri badani, seperti: (a) usia, tingkat kedewasaan, (b)
jenis kelamin , (c) keadaan tubuhnya, (d) ciri-ciri muka.
(B) Dimensi sosiologis ialah latar belakang kemasyarakatan, misalnya: (a) status
sosial, (b) pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat, (c) pendidikan (d)
kehidupan pribadi (e) pandangan hidup (f) aktifitas sosial, organisasi, hobbi, (g)
bangsa, suku, keturunan.
(C) Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, meliputi: (a) mentalitas, ukuran
moral/membedakan antara yang baik dan tidak baik, (b) temperamen, keinginan
dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan, (c) I.Q. (Intelegen Quotient) tingkat
kecerdasan, kecakapan, keahlian khusus dalam bidang-bidang tertentu
(Harymawan, 1988: 25).
6. 6
Materi Penulisan Kreatif Sastra “Proses Pembentukan Karakter Tokoh”
Moh. Badrih
Mei 2020
Tokoh dalam cerita novel seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita,
selalu memiliki berbagai watak-watak tertentu tentang macam apa tokoh yang ditampilkannya itu.
Seorang pengarang seringkali memberikan penjelasan kepada pembaca secara langsung. Seorang
pelaku yang digambarkan melalui gambaran lingkungan. Seringkali lewat tingkah laku seseorang
juga dapat ditentukan bagaimana perwatakannya. Pemahaman watak seseorang juga dapat diketahui
lewat apa yang dibicarakan oleh orang lain terhadapnya. Dalam upaya memahami watak-watak
tokoh pelaku dalam cerita, pembaca dapat penjelasan kepada pembaca secara langsung. seorang
pelaku yang digambarkan melalui gambaran lingkungan. Seringkali lewat tingkah laku seseorang
juga dapat ditentukan bagaimana perwatakannya.
Pemahaman watak seseorang juga dapat diketahui lewat apa yang dibicarakan oleh orang
lain terhadapnya. Dalam upaya memahami watak-watak tokoh pelaku dalam cerita, pembaca dapat
menelusurinya lewat: (1) tuturan pengarang terhadp karakteristik pelakunya; (2) gambaran yang
diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian; (3)
menunjukan bagaimana perilakunya; (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya
sendiri; (5) memahami bagaimana jalan pikirannya; (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara
tentangnya; (7) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya; (8) melihat bagaimana tokoh-
tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya; (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi
tokoh yang lainnya. (Aminuddin, 2002:80).
Daftar Rujukan
Marquab, Reinhard. 1997. Duden Abiturhilfen. Erzählende Prosatexte analysieren, Training für
Klausuren und Abitur (Terjemahan) (12. Und 13. Schuljahr): Dudenverlag.
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pradopo, Rahmat Djoko, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha
Widya.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. Stanton.
Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.