SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
I. PENDAHULUAN
Pemeliharaan sapi potong merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan yang dapat
dikelola secara komersial, sebagai usaha yang bergerak dibidang produksi, usaha
penggemukan sapi potong memerlukan pengelolaan yang profesional untuk mencapai
hasil yang optimal.
Usaha sapi potong berkembang dengan pesat seiring dengan adanya permintaan pasar
yang terus meningkat. Oleh karena itu agar mendapatkan bibit dan bakalan yang baik
sesuai dengan standart yang dipersyaratkan, maka pengusaha akan mendapatkan nilai
tambah sebagai motivasi dari usaha ini.
Penelitian pada sapi potong peranakan lokal dan import dengan proses pemeliharaan
selama 6 bulan sampai dengan 1 tahun di dapatkan pertambahan bobot badan harian
(PBBH) rata-rata sekitar 0,8 kg – 1,5 kg dan anak sapi 1 ekor. Selanjutnya untuk
penyediaan bibit sapi potong yang berstandart Nasional sebaiknya mengacu pada
peraturan pemerintah yang mengatur tentang kebijakan pembibitan sapi potong di
Indonesia, sehingga program swasembada daging mendapatkan dukungan yang
optimal dari pelaku usaha peternakan.
A. Diskripsi Singkat
Upaya peningkatan pencapaian swasembada daging sapi telah direncanakan
oleh pemerintah melalui peningkatan populasi sapi potong dan peningkatan produksi
daging yang dihasilkan oleh setiap ekor sapi yang dipotong. Peningkatan populasi sapi
secara swasembada yaitu meningkatkan kemampuan beranak sapi potong induk dan
sekaligus meningkatkan mutu sapi bakalan untuk dupersiapkan pada generasi sapi
berikutnya
Keberhasilan dalam usaha penggemukan sapi potong intensif ditentukan oleh
berbagai faktor antara lain penentuan tujuan usaha penggemukan sapi potong,
penetapan bakalan dan ras sapi potong yang dipilih dari pengembangan perbibitan,
penyusunan program penyediaan bakalan, pengaturan tenaga kerja dan penyediaan
lingkungan/manajemen sesuai dengan tujuan pemeliharaan.
Faktor-faktor tersebut akan menunjang efektivitas dan effisiensi pelaksanaan
usaha penggemukan sapi potong, dalam satu manajemen pemeliharaan. Dengan
demikian faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha sapi adalah Manajemen
Penyediaan bibit dan bakalan yang baik, dimana sub sistem dari system tersebut terkait
satu dengan yang lainnya, sehingga seorang menejer/ pelaku usaha /peternak yang
professional hendaknya memiliki kompetensi” mampu memahami Konsep Dasar
Manajemen Pemeliharaan Sapi “.
Untuk meningkatkan kompetensi tersebut maka penyuluh peternakan sebagai
peserta pelatihan diberikan mata pelatihan “Manajemen Pemeliharaan sapi ” agar
memahami materi tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan deskripsi singkat mata pelatihan Pemilihan
Bakalan Sapi Potong secara intensiini dapat meningkatkan kompetensi peserta untuk
memiliki peningkatan dan wawasan serta kemampuan, dalam bebisnis penggemukan
sapi potong secara professional..
B. Tujuan Pembelajaran
1.Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah selesai proses pembelajaran peserta diharapkan mampu melakukan
pemilihan bibit dan bakalan sapi potong secara baik dan benar
2.Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah selesai pembelajaran peserta dapat:
a. Menjelaskan secara garis besar pemilihan sapi potong secara baik dan benar
b. Menjelaskan pertimbangan pemilihan bibit - bakalan sapi potong dalam skala
kecil,sedang, besar dengan baik dan benar
c. Menjelaskan Konsep perencanaan pemilihan bibit bakalan sapi potong dengan
baik dan benar
C. Pokok bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1. Sistem Pemilihan Bibit dan Bakalan Sapi Potong
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Manfaat
2. Pertimbangan dalam pemilihan bibit dan bakalan sapi lokal dan import
a. Hal tertentu yang dipertimbangkan dalam memilihbibit dan bakalan sapi potong
b. Mengidentifikasi jenis sapi potong bibit dan bakalan lokal dan import
3. Kelebihan dan kekurangan pemilihan bibit dan bakalan sapi potong
a. Proses dalam manajemen pemeliharaan
a. Usaha untuk penggemukan
b. Program pemberian pakan alternatif
c. Pemberian pakan pokok dan tambahan
II. DISKRIPSI :
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli
Indonesia dan sapi yang diimpor. Sapi yang dijadikan sumber bibit utama adalah sapi
Bali, sapi Madura, sapi PO. Dari jenis-jenis sapi tersebut masing-masing mempunyai
sifat yang khas, baik ditinjau dari penampilan luarnya (ukuran tubuh, warna bulu)
maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).
Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu
untuk dikembangbiakkan. Pembibitan sapi potong saat ini masih berbasis pada
peternakan rakyat yang berciri kala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan
teknologi seadanya, lokasi tidak terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan
usaha agribisnis. Kebijakan pengembangan usaha pembibitan sapi potong diarahkan
pada suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi dengan komoditi
lainnya serta terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan,
bimbingan, dan pengawasan dalam pengembangan usaha pembibitan sapi potong
yang baik (Good breeding practice).
Usaha sapi potong ditingkat peternak dibentuk kawasan pembibitan sapi potong
diwilayah pedesaan ( Village Breeding Centre = VBC) dengan partisipasi masyarakat
atau siten agribisnis dikesatuan wilayah. Kepadatan sapi potong induk = 2-3 ekor per
Ha Wilayah atau Minimal 1,7 indek kapasitas tampung (IKT) yaitu ketersediaan bahan
kering pakan hijauan per hari 1,7 kali dari tingkat kebutuhan bahan kering bagi seluruh
ternak sapi di Wilayah yang bersangkutan.
Kelompok Sapi Induk Pilihan (SIP)
1. Individu Sapi Induk Pilihan
2. Individu Sapi dara Pilihan (Bakalan)
III. TUJUAN BERLATIH
Setelah selesai pelatihan peserta dapat menilai bibit dan bakalan sapi potong secara baik
dengan benar.
IV. POKOK BAHASAN
1. Memilih bibit - bakalan sapi potong
2. Cara memilih bibit bakalan sapi potong
3. Kriteria penilaian bibit sapi potong
1. Memilih bakalan sapi potong
Menilai bibit sapi potong adalah suatu tindakan untuk menilai dari hasil
memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk
dikembangbiakkan lebih lanjut. Memeberikan penilaian dari pemilihan bibit sapi
potong berdasarkan eksteriur dalam usaha ternak potong sangat penting. Biasanya
peternak memilih bibit yang sudah memasuki umur siap kawin, tetapi ada juga
peternak yang menginginkan pada umur periode dara. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh bibit calon induk sapi potong betina dewasa ciri-ciri eksteriur yang
baik adalah :
(a) reproduksi baik
(b) tidak cacat tubuh dan sehat,
(b) umur 18 -24 bulan,
(c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan baik
(d) bentuk tubuhnya seperti baji,
(e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau
kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
(f) ambing cukup baik, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat
yang simetris
(g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
(h) tiap tahun beranak.
Sementara calon induk yang baik antara lain:
(a) berasal dari induk yang menghasilkan bibit anak per tahun,
(b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang,
punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
(c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d)
pertkembangan reproduksinya baik,
Sementara calon pejantan yang baik antara lain:
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4-5
tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi
kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar
badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
(f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit
panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada
lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam,
lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular
dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya. 1) Pemilihan Bibit dan Calon
Induk Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan
lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan.
Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit
diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang
bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya. 2) Perawatan Bibit dan Calon
Induk Seluruh sapi potong dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau
belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Bibit harus diberi
kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.
Menyeleksi atau pemilihan bibit sapi potong berdasarkan eksteriur dalam
usaha ternak potong sangat penting. Biasanya peternak memilih bibit yang sudah
memasuki umur siap kawin, tetapi ada juga peternak yang menginginkan ternak
pada umur dara
2.Cara memilih bakalan sapi potong
1) Induk yang dipilih meliputi :
(1) Sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur
(2) Anaknya (Jantan maupun betina) tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih/
weaning weight ratio (umur sapih 105 atau 205 hari) di atas rata-rata
2) Induk yang disingkirkan /afkir meliputi :
(1)Tidak produktif (dua tahun berturut-turut tidak melahirkan)
(2)Sakit (abortus, dll)
(3)Kesulitan beranak dan broyongen (Prolapsus uteri)
(4)Nakal atau galak
(5)Cacat atau mengalami kecelakaan
(5)Tua (telah umur > 8 Th)
(6)Rata-rata berat sapih anak rendah
(7)Anak cacat
3) Calon pejantan yang dipilih meliputi
(1) Bobot sapih terkoreksi terhadap umur 105 atau 205 hari, umur induk dan musim
kelahiran di atas rata-rata
(2) Bobot badan terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata
(3) Pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata
(4) Bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata
(5) Libido dan kualitas spermanya baik
(6) Penampilan fenotipe sesuai dengan bangsa sapi Brahman dengan warna putih
(7) Kaki dan teracak kokoh kuat dan tidak pincang.
4) Calon Induk yang dipilih meliputi
(1) Bobot sapih terkoreksi terhadap umur 105 atau 205 hari, umur induk dan
musim kelahiran di atas rata-rata
(2) Bobot badan terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata
(3) Penampilan fenotipe sesuai dengan bangsa sapi Brahman
(4) Tidak cacat dan sakit
5) Berat Sapih
Berat sapih adalah berat pada saat pedet dipisahkan pemeliharaannya dengan induk. Berat
sapih merupakan salah satu ukuran untuk menentukan tingkat pertumbuhan ternak dari saat
dilahirkan sampai disapih. Standarisasi bobot sapih yang paling umum 205 hari. Berat sapih
merupakan sifat yang paling awal dan murah yang dapat digunakan dalam kriteria seleksi.
Berat Sapih sangat penting dalam melakukan seleksi karena dapat memberikan gambaran
kemampuan produksi induk maupun kemampuan mengasuh anak serta kemampuan tumbuh
pedet itu sendiri.
6) Pengukuran Ternak
Parameter yang diukur dan alat ukurnya adalah sebagai berikut :
a. Berat Badan (BB)
(1) Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan kapasitas 100 Kg
untuk berat badan sampai dengan 50 Kg dan timbangan kapasitas 1.000 Kg untuk berat
badan lebih dari 50 Kg atau menggunakan asumsi dengan pita ukur (measuring tape)
yang ada korelasi antara lingkar dada dan berat badan
(2)Penimbangan dilakukan pagi hari sebelum sapi diberi makan
(3)Hasil penimbangan dinyatakan dalam Kilogram (Kg)
b. Tinggi Gumba (TG)
(1) Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur/pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai
dengan puncak gumba di belakang punuk
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam centimeter (Cm)
c. Lingkar Dada (LD)
(1) Pengukuran menggunakan pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran dilakukan dengan melingkari dada melewati rusuk ke-8 belakang
bahu
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)
d. Panjang Badan (PB)
(1) Pengukuran menggunakan pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tulang bahu dan tulang paha
terjauh
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)
4.Kriteria penilaian
1.Bakalan sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang
mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata;
b. Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar;
c. Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.
2. Standar mutu
Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit
ternak yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong
sebagai berikut:
a. Persyaratan umum
- sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata
(kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak
terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya;
5.Syarat –syarat bakalan sapi potong
Persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk masing-masing rumpun sapi yaitu sebagai
berikut:
1. SAPI BALI
Kualitatif Kuantitatif
Betina:
- Warna bulu merah;
- Lutut ke bawah berwarna putih;
- Pantat warna putih berbentuk
setengah bulan;
- Ujung ekor berwarna hitam;
- Garis belut warna hitam di
punggung;
- Tanduk pendek dan kecil;
- Bentuk kepala panjang dan sempit;
- Leher ramping.
Jantan:
- Warna bulu hitam;
- Lutut ke bawah berwarna putih;
- Pantat putih berbentuk setengah
bulan;
- Ujung ekor hitam;
- Tanduk tumbuh baik warna hitam;
- Bentuk kepala lebar;
- Leher kompak dan kuat.
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 105 cm; Kelas II
minimal 97 cm; Kelas III minimal 94
cm.
Panjang Badan:
Kelas I minimal 104 cm; Kelas II
minimal 93 cm; Kelas III minimal 89
cm.
Jantan umur 24-36 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 119 cm; Kelas II
minimal 111 cm; Kelas III minimal
108 cm.
Panjang badan:
Kelas I minimal 121 cm; Kelas II
minimal 110 cm; Kelas III minimal
106 cm.
2.SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)
Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu putih
keabu-abuan;
- Kipas ekor (bulu
cambuk ekor) dan
bulu sekitar mata
berwarna hitam;
- Badan besar,
gelambir longgar
bergantung;
- Punuk besar;
- Leher pendek;
- Tanduk pendek.
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 116 cm; Kelas II minimal 113 cm; Kelas III
minimal 111 cm.
Panjang badan:
Kelas I minimal 124 cm; Kelas II minimal 117 cm; Kelas III
minimal 115 cm.
Jantan umur 24-36 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 127 cm; Kelas II minimal 125 cm; Kelas III
minimal 124 cm.
Panjang badan:
Kelas I minimal 139 cm; Kelas II minimal 133 cm; Kelas III
minimal 130 cm.
3.SAPI SUMBA ONGOLE
Kualitatif Kuantitatif
- Warna keputih-putihan;
- Kepala, leher, gumba, lutut, warna gelap terutama
pada yang jantan;
- Kulit sekeliling mata, bulu mata,
moncong, kuku kaki dan bulu cambuk ekor warna
hitam;
- Tanduk pendek, kuat, mula-mula mengarah keluar,
lalu ke belakang;
- Badan besar, gelambir longgar dan tergantung;
- Punuk besar persis di atas skapula;
- Leher pendek.
Betina umur 18-24
bulan
Tinggi gumba:
Kelas III minimal 112
cm
Jantan umur 24-36
bulan
Tinggi gumba:
Kelas III minimal 118
cm
4.SAPI MADURA
Kualitatif Kuantitatif
- Warna merah bata atau merah
coklat campur putih dengan batas
tidak jelas pada bagian pantat;
- Tanduk kecil pendek mengarah ke
sebelah luar;
- Tubuh kecil, kaki pendek;
- Gumba pada betina tidak jelas,
pada jantan berkembang baik.
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 108 cm; Kelas II
minimal 105 cm;
Kelas III minimal 102 cm.
Jantan umur 24-36 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 121 cm; Kelas II
minimal 110 cm;
Kelas III minimal 105 cm.
5.SAPI ACEH
Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu coklat muda, coklat merah (merah bata),
coklat hitam, hitam dan putih, abu-abu, kulit hitam
memutih ke arah sentral tubuh;
- Betina berpunuk kecil;
- Jantan punuk terlihat jelas.
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas III minimal 100 cm
Jantan umur 24-36 bulan
Tinggi gumba:
Kelas III minimal 105 cm
6.SAPI BRAHMAN
Kualitatif Kuantitatif
- Warna pada yang jantan putih abuabu, pada
betina putih/abu-abu atau merah;
- Badan besar, kepala relatif besar.
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas III minimal 112 cm
Jantan umur 24-36 bulan
Tinggi gumba:
Kelas III minimal 125 cm
TUGAS
Sapi potong 4 ekor dalam induk setelah melahirkan pertama untuk
dilakukan penilaian
A. Lakukan penilaian eksteriur terhadap 4 ekor sapi potong dalam
B. keadaan laktasi, dari masing-masing individu ternak. Kemudian
C. Masukkan hasilnya ke dalam tabel penilaian!
D. Berdasarkan ekteriur yang telah diisi lengkap tersebut, bandingkan
produktivitas masing-masing ternak!
E. Dari keempat sapi potong tersebut, pilihlah ternak yang paling baik dan paling
jelek kemampuan yang dimiliki sebagai type perah !
F. Dari keempat sapi potong tersebut, pilihlah ternak yang paling baik dan paling
jelek sesuai dengan kriteria masing-masing!
G. Dari keempat sapi potong tersebut, pilihlah ternak yang paling baik untuk
dijadikan bibit!
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmatNya, pada kesempatan ini telah dapat menyusun bahan ajar untuk
pelatihan Integrasi Usaha Sapi Potong Berbasis Tanaman Pangan kerjasama Kabupaten
Boyolali dengan judul: memilih bibit sapi potong sesuai dengan acuan kurikulum yang
direncanakan sebagai proses pembelajaran.
Bahan ajar ini dapat digunakan sebagai bahan acuan pada saat proses berlatih
dalam kegiatan pelatihan yang diikuti oleh 30 peserta pelatihan secara nasional dalam
pengembangan pembibitan sapi potong di wilayah kerja/ usahanya masing-masing, dengan
peserta yang latar belakang potensi wilayah yang berbeda, sehingga perlu perencanaan
yang matang dalam sistem pogram penyediaan bibit sapi potong.
Demikian semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Batu, Agustus 2014
Penyusun,
Ariffien, SP, MSi
BAHAN AJAR
MEMILIH BIBIT SAPI POTONG
OLEH
Ariffien.SP, M.Si.
Disampaikan pada pelatihan Integrasi Usaha Sapi Potong Berbasis Tanaman Pangan
Kerjasama Kabupaten Boyolali pada tanggal, 12-18 Agustus 2014
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN
BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN BATU
Jl. Songgoriti No. 24 Po Box 17 Telp (0341) 591302 Fax. (0341) 597032
BATU – JAWA TIMUR
2014
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008, Prosedur Tetap Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi dan Dwiguna dan
Ayam Sembawa, BPTU Sembawa, Sembawa.
Anonimous, 2007, Pedoman Umum Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Brahman Cross
Ex Impor Tahun 2007. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Anonimous, 2006, Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik. Direktorat Perbibitan,
Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Anonimous, 2002. Performance Ternak di BPTU Sembawa, Palembang, Sumatera Selatan.
Anonimous, 2001, Pedoman Umum Perbibitan Ternak,Direktorat Perbibitan, Direktorat
Jenderal Bina Produksi Peternakan,Jakarta.
Anonimus,1998, Strategies For Greater Productivity, NSW. Agriculture
Banerjee,G.C.1978, Animal Husbandry, Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi.
Djanuar R, 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. GadjahMada
University Press, Jogjakarta.
Hardjopranjoto.S.H. 1995, Ilmu Kemajiran Pada Ternak, Airlangga University Press, Surabaya.
Hardjosubroto W, 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan, Grasindo, Jakarta.
Murtidjo, B.A,1990, Beternak Sapi Potong, kanisius, Yogyakarta.
Santosa,U., 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak sapi, Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar,S.B,M.S, 1996. Penggemukan Sapi, Penebar Swadaya, Jakarta.
Soetarno T,M.S., 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Fakultas Peternakan UGM,
Yogyakarta.
Sudono, A. 2003, Beternak sapi Perah Secara Intensif, PT Agromedia Pustaka,Jakarta.
William E. Kunkle and Robert S. Sand,
2008, Effect of Body Condition on Rebreeding.
Journal
of Animal Sciences 8: 24 – 29.
Williamson G, dkk, 1993, Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis, Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta.
BCS Penglihatan Palpasi
1 Sangat Kurus Ujung tulang pinggang persegi, bagian
pangkal ekor menurun tajam
2 Kurus Tulang punggung dapat dipegang
3 Biasa/ sedang Tulang pinggang bulat, tulang pinggul mulus
4 Gemuk Lemak diantara tulang pinggang bagian kiri
dan kanan rata
5 Sangat Gemuk Lemak diantara tulang ekor banyak

More Related Content

What's hot

MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013
MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013
MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013Gyanti APutry
 
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJAMANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJABBPP_Batu
 
Budidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurBudidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurDisty Ridha H
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Iwan Tea
 
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedagingMengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedagingDiva Syachrani
 
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi TenggaraDinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggarawaodesuriani
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab IIStrategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab IIRandy Chamzah
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)Randy Chamzah
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaOperator Warnet Vast Raha
 
Morfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerMorfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerputri kembar
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1PPGhybrid3
 
PKWu - Unggas Pedaging
PKWu - Unggas PedagingPKWu - Unggas Pedaging
PKWu - Unggas PedagingSiti Farida
 
Wirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas Petelur
Wirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas PetelurWirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas Petelur
Wirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas PetelurTata Adi Nugroho
 
Prakarya dan Kewirausahaan - Unggas Petelur
Prakarya dan Kewirausahaan -  Unggas Petelur Prakarya dan Kewirausahaan -  Unggas Petelur
Prakarya dan Kewirausahaan - Unggas Petelur Siti Farida
 
Budidaya ayam kampung
Budidaya ayam kampungBudidaya ayam kampung
Budidaya ayam kampungAinun Nadhifa
 
Cara menduga bobot badan
Cara menduga bobot badanCara menduga bobot badan
Cara menduga bobot badanAchmad Zakky
 
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur KomersialPemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur KomersialSIlfani Sabila
 

What's hot (19)

Proposal ayam
Proposal ayamProposal ayam
Proposal ayam
 
MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013
MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013
MATERI PRAKARYA KELAS XI SEMESTER 2 (genap) KURIKULUM 2013
 
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJAMANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
MANAJEMEN PENGGEMUKAN KAMBING BOER DI PERUSAHAAN PETERNAKAN CV.BOERJA
 
Budidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurBudidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas Petelur
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
 
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedagingMengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
Mengevaluasi usaha budidaya ayam pedaging
 
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi TenggaraDinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab IIStrategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
Strategi Pengembangan Peternakan Itik Bab II
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
Morfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerMorfologi ayam boiler
Morfologi ayam boiler
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1
 
PKWu - Unggas Pedaging
PKWu - Unggas PedagingPKWu - Unggas Pedaging
PKWu - Unggas Pedaging
 
Wirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas Petelur
Wirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas PetelurWirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas Petelur
Wirausaha Produk Produk Budidaya Ternak Unggas Petelur
 
Makalah wirausaha
Makalah wirausahaMakalah wirausaha
Makalah wirausaha
 
Prakarya dan Kewirausahaan - Unggas Petelur
Prakarya dan Kewirausahaan -  Unggas Petelur Prakarya dan Kewirausahaan -  Unggas Petelur
Prakarya dan Kewirausahaan - Unggas Petelur
 
Budidaya ayam kampung
Budidaya ayam kampungBudidaya ayam kampung
Budidaya ayam kampung
 
Cara menduga bobot badan
Cara menduga bobot badanCara menduga bobot badan
Cara menduga bobot badan
 
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur KomersialPemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Komersial
 

Viewers also liked

Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...
Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...
Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...IIED
 
Promoting legality in timber trade: update from Ghana
Promoting legality in timber trade: update from GhanaPromoting legality in timber trade: update from Ghana
Promoting legality in timber trade: update from GhanaIIED
 
Promoting legality in the China-Zambia timber trade
Promoting legality in the China-Zambia timber tradePromoting legality in the China-Zambia timber trade
Promoting legality in the China-Zambia timber tradeIIED
 
China-Africa timber trade: case study of Senegambia
China-Africa timber trade: case study of SenegambiaChina-Africa timber trade: case study of Senegambia
China-Africa timber trade: case study of SenegambiaIIED
 
Story of the impact of logging on a community in Payo, Cameroon
Story of the impact of logging on a community in Payo, CameroonStory of the impact of logging on a community in Payo, Cameroon
Story of the impact of logging on a community in Payo, CameroonFERN
 
Palm oil and deforestation - conference in the European Parliament
Palm oil and deforestation - conference in the European ParliamentPalm oil and deforestation - conference in the European Parliament
Palm oil and deforestation - conference in the European ParliamentFERN
 

Viewers also liked (7)

Cordillera Sur
Cordillera SurCordillera Sur
Cordillera Sur
 
Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...
Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...
Development and challenges of deep processing by a Chinese timber company bas...
 
Promoting legality in timber trade: update from Ghana
Promoting legality in timber trade: update from GhanaPromoting legality in timber trade: update from Ghana
Promoting legality in timber trade: update from Ghana
 
Promoting legality in the China-Zambia timber trade
Promoting legality in the China-Zambia timber tradePromoting legality in the China-Zambia timber trade
Promoting legality in the China-Zambia timber trade
 
China-Africa timber trade: case study of Senegambia
China-Africa timber trade: case study of SenegambiaChina-Africa timber trade: case study of Senegambia
China-Africa timber trade: case study of Senegambia
 
Story of the impact of logging on a community in Payo, Cameroon
Story of the impact of logging on a community in Payo, CameroonStory of the impact of logging on a community in Payo, Cameroon
Story of the impact of logging on a community in Payo, Cameroon
 
Palm oil and deforestation - conference in the European Parliament
Palm oil and deforestation - conference in the European ParliamentPalm oil and deforestation - conference in the European Parliament
Palm oil and deforestation - conference in the European Parliament
 

Similar to Bakal sapo

AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1PPGhybrid3
 
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptxPembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptxKholilatusSadiyah
 
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptxPPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptxwidyatihasibuan1
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4PPGhybrid3
 
PPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxPPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxfarissandi1
 
Saduran prospek pembibitan sapi
Saduran prospek pembibitan sapiSaduran prospek pembibitan sapi
Saduran prospek pembibitan sapiSang Thothon
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfYuziNosfris
 
Sistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapiSistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapiKrissna Krissna
 
AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1PPGhybrid3
 
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptkuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptbudiresno
 
Sistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapiSistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapiKrissna Krissna
 
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdfPROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdfAfnanFajar
 
Teknis budidaya sapi potong
Teknis budidaya sapi potongTeknis budidaya sapi potong
Teknis budidaya sapi potongsujononasa
 
Bab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianBab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianRMontong
 
Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Maman Fathurrohman
 

Similar to Bakal sapo (20)

AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1
 
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptxPembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
Pembibitan Unggas Kel 7 (Heni Sri Mariati dan Kholilatus Sa'diyah).pptx
 
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptxPPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
PPT WIRAUSAHA DAN BUDIDAYA UNGGAS PETELUR KELAS XII.pptx
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4
 
PPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxPPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptx
 
Saduran prospek pembibitan sapi
Saduran prospek pembibitan sapiSaduran prospek pembibitan sapi
Saduran prospek pembibitan sapi
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
 
Sistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapiSistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapi
 
AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1
 
Wirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayamWirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayam
 
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptkuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
 
PPT Webinar.pptx
PPT Webinar.pptxPPT Webinar.pptx
PPT Webinar.pptx
 
Sistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapiSistem produksi daging sapi
Sistem produksi daging sapi
 
Ayam akn (1)
Ayam akn (1)Ayam akn (1)
Ayam akn (1)
 
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdfPROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura  New.pdf
PROPOSAL PEMBIBITAN sapi madura New.pdf
 
Teknis budidaya sapi potong
Teknis budidaya sapi potongTeknis budidaya sapi potong
Teknis budidaya sapi potong
 
Bab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianBab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberian
 
Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1
 
bertrnak ayam kampung
bertrnak ayam kampungbertrnak ayam kampung
bertrnak ayam kampung
 
Proposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten munaProposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten muna
 

Recently uploaded

PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 

Recently uploaded (9)

PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 

Bakal sapo

  • 1. I. PENDAHULUAN Pemeliharaan sapi potong merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan yang dapat dikelola secara komersial, sebagai usaha yang bergerak dibidang produksi, usaha penggemukan sapi potong memerlukan pengelolaan yang profesional untuk mencapai hasil yang optimal. Usaha sapi potong berkembang dengan pesat seiring dengan adanya permintaan pasar yang terus meningkat. Oleh karena itu agar mendapatkan bibit dan bakalan yang baik sesuai dengan standart yang dipersyaratkan, maka pengusaha akan mendapatkan nilai tambah sebagai motivasi dari usaha ini. Penelitian pada sapi potong peranakan lokal dan import dengan proses pemeliharaan selama 6 bulan sampai dengan 1 tahun di dapatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) rata-rata sekitar 0,8 kg – 1,5 kg dan anak sapi 1 ekor. Selanjutnya untuk penyediaan bibit sapi potong yang berstandart Nasional sebaiknya mengacu pada peraturan pemerintah yang mengatur tentang kebijakan pembibitan sapi potong di Indonesia, sehingga program swasembada daging mendapatkan dukungan yang optimal dari pelaku usaha peternakan. A. Diskripsi Singkat Upaya peningkatan pencapaian swasembada daging sapi telah direncanakan oleh pemerintah melalui peningkatan populasi sapi potong dan peningkatan produksi daging yang dihasilkan oleh setiap ekor sapi yang dipotong. Peningkatan populasi sapi secara swasembada yaitu meningkatkan kemampuan beranak sapi potong induk dan sekaligus meningkatkan mutu sapi bakalan untuk dupersiapkan pada generasi sapi berikutnya Keberhasilan dalam usaha penggemukan sapi potong intensif ditentukan oleh berbagai faktor antara lain penentuan tujuan usaha penggemukan sapi potong, penetapan bakalan dan ras sapi potong yang dipilih dari pengembangan perbibitan, penyusunan program penyediaan bakalan, pengaturan tenaga kerja dan penyediaan lingkungan/manajemen sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Faktor-faktor tersebut akan menunjang efektivitas dan effisiensi pelaksanaan usaha penggemukan sapi potong, dalam satu manajemen pemeliharaan. Dengan demikian faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha sapi adalah Manajemen Penyediaan bibit dan bakalan yang baik, dimana sub sistem dari system tersebut terkait satu dengan yang lainnya, sehingga seorang menejer/ pelaku usaha /peternak yang professional hendaknya memiliki kompetensi” mampu memahami Konsep Dasar Manajemen Pemeliharaan Sapi “.
  • 2. Untuk meningkatkan kompetensi tersebut maka penyuluh peternakan sebagai peserta pelatihan diberikan mata pelatihan “Manajemen Pemeliharaan sapi ” agar memahami materi tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan deskripsi singkat mata pelatihan Pemilihan Bakalan Sapi Potong secara intensiini dapat meningkatkan kompetensi peserta untuk memiliki peningkatan dan wawasan serta kemampuan, dalam bebisnis penggemukan sapi potong secara professional.. B. Tujuan Pembelajaran 1.Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah selesai proses pembelajaran peserta diharapkan mampu melakukan pemilihan bibit dan bakalan sapi potong secara baik dan benar 2.Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah selesai pembelajaran peserta dapat: a. Menjelaskan secara garis besar pemilihan sapi potong secara baik dan benar b. Menjelaskan pertimbangan pemilihan bibit - bakalan sapi potong dalam skala kecil,sedang, besar dengan baik dan benar c. Menjelaskan Konsep perencanaan pemilihan bibit bakalan sapi potong dengan baik dan benar C. Pokok bahasan dan Sub Pokok Bahasan 1. Sistem Pemilihan Bibit dan Bakalan Sapi Potong a. Pengertian b. Tujuan c. Manfaat 2. Pertimbangan dalam pemilihan bibit dan bakalan sapi lokal dan import a. Hal tertentu yang dipertimbangkan dalam memilihbibit dan bakalan sapi potong b. Mengidentifikasi jenis sapi potong bibit dan bakalan lokal dan import 3. Kelebihan dan kekurangan pemilihan bibit dan bakalan sapi potong a. Proses dalam manajemen pemeliharaan a. Usaha untuk penggemukan b. Program pemberian pakan alternatif
  • 3. c. Pemberian pakan pokok dan tambahan II. DISKRIPSI : Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Sapi yang dijadikan sumber bibit utama adalah sapi Bali, sapi Madura, sapi PO. Dari jenis-jenis sapi tersebut masing-masing mempunyai sifat yang khas, baik ditinjau dari penampilan luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Pembibitan sapi potong saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri kala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis. Kebijakan pengembangan usaha pembibitan sapi potong diarahkan pada suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi dengan komoditi lainnya serta terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dalam pengembangan usaha pembibitan sapi potong yang baik (Good breeding practice). Usaha sapi potong ditingkat peternak dibentuk kawasan pembibitan sapi potong diwilayah pedesaan ( Village Breeding Centre = VBC) dengan partisipasi masyarakat atau siten agribisnis dikesatuan wilayah. Kepadatan sapi potong induk = 2-3 ekor per Ha Wilayah atau Minimal 1,7 indek kapasitas tampung (IKT) yaitu ketersediaan bahan kering pakan hijauan per hari 1,7 kali dari tingkat kebutuhan bahan kering bagi seluruh ternak sapi di Wilayah yang bersangkutan. Kelompok Sapi Induk Pilihan (SIP) 1. Individu Sapi Induk Pilihan 2. Individu Sapi dara Pilihan (Bakalan)
  • 4. III. TUJUAN BERLATIH Setelah selesai pelatihan peserta dapat menilai bibit dan bakalan sapi potong secara baik dengan benar. IV. POKOK BAHASAN 1. Memilih bibit - bakalan sapi potong 2. Cara memilih bibit bakalan sapi potong 3. Kriteria penilaian bibit sapi potong 1. Memilih bakalan sapi potong Menilai bibit sapi potong adalah suatu tindakan untuk menilai dari hasil memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut. Memeberikan penilaian dari pemilihan bibit sapi potong berdasarkan eksteriur dalam usaha ternak potong sangat penting. Biasanya peternak memilih bibit yang sudah memasuki umur siap kawin, tetapi ada juga peternak yang menginginkan pada umur periode dara. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit calon induk sapi potong betina dewasa ciri-ciri eksteriur yang baik adalah : (a) reproduksi baik (b) tidak cacat tubuh dan sehat, (b) umur 18 -24 bulan, (c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan baik (d) bentuk tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f) ambing cukup baik, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun beranak. Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan bibit anak per tahun,
  • 5. (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertkembangan reproduksinya baik, Sementara calon pejantan yang baik antara lain: Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4-5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya. 1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya. 2) Perawatan Bibit dan Calon Induk Seluruh sapi potong dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari. Menyeleksi atau pemilihan bibit sapi potong berdasarkan eksteriur dalam usaha ternak potong sangat penting. Biasanya peternak memilih bibit yang sudah memasuki umur siap kawin, tetapi ada juga peternak yang menginginkan ternak pada umur dara 2.Cara memilih bakalan sapi potong 1) Induk yang dipilih meliputi : (1) Sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur (2) Anaknya (Jantan maupun betina) tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih/ weaning weight ratio (umur sapih 105 atau 205 hari) di atas rata-rata
  • 6. 2) Induk yang disingkirkan /afkir meliputi : (1)Tidak produktif (dua tahun berturut-turut tidak melahirkan) (2)Sakit (abortus, dll) (3)Kesulitan beranak dan broyongen (Prolapsus uteri) (4)Nakal atau galak (5)Cacat atau mengalami kecelakaan (5)Tua (telah umur > 8 Th) (6)Rata-rata berat sapih anak rendah (7)Anak cacat 3) Calon pejantan yang dipilih meliputi (1) Bobot sapih terkoreksi terhadap umur 105 atau 205 hari, umur induk dan musim kelahiran di atas rata-rata (2) Bobot badan terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata (3) Pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata (4) Bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata (5) Libido dan kualitas spermanya baik (6) Penampilan fenotipe sesuai dengan bangsa sapi Brahman dengan warna putih (7) Kaki dan teracak kokoh kuat dan tidak pincang. 4) Calon Induk yang dipilih meliputi (1) Bobot sapih terkoreksi terhadap umur 105 atau 205 hari, umur induk dan musim kelahiran di atas rata-rata (2) Bobot badan terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata (3) Penampilan fenotipe sesuai dengan bangsa sapi Brahman (4) Tidak cacat dan sakit 5) Berat Sapih Berat sapih adalah berat pada saat pedet dipisahkan pemeliharaannya dengan induk. Berat sapih merupakan salah satu ukuran untuk menentukan tingkat pertumbuhan ternak dari saat dilahirkan sampai disapih. Standarisasi bobot sapih yang paling umum 205 hari. Berat sapih merupakan sifat yang paling awal dan murah yang dapat digunakan dalam kriteria seleksi. Berat Sapih sangat penting dalam melakukan seleksi karena dapat memberikan gambaran
  • 7. kemampuan produksi induk maupun kemampuan mengasuh anak serta kemampuan tumbuh pedet itu sendiri. 6) Pengukuran Ternak Parameter yang diukur dan alat ukurnya adalah sebagai berikut : a. Berat Badan (BB) (1) Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan kapasitas 100 Kg untuk berat badan sampai dengan 50 Kg dan timbangan kapasitas 1.000 Kg untuk berat badan lebih dari 50 Kg atau menggunakan asumsi dengan pita ukur (measuring tape) yang ada korelasi antara lingkar dada dan berat badan (2)Penimbangan dilakukan pagi hari sebelum sapi diberi makan (3)Hasil penimbangan dinyatakan dalam Kilogram (Kg) b. Tinggi Gumba (TG) (1) Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur/pita ukur 200 Cm (2) Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak gumba di belakang punuk (3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam centimeter (Cm) c. Lingkar Dada (LD) (1) Pengukuran menggunakan pita ukur 200 Cm (2) Pengukuran dilakukan dengan melingkari dada melewati rusuk ke-8 belakang bahu (3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm) d. Panjang Badan (PB) (1) Pengukuran menggunakan pita ukur 200 Cm (2) Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tulang bahu dan tulang paha terjauh (3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm) 4.Kriteria penilaian 1.Bakalan sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: a. Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata; b. Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar; c. Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk. 2. Standar mutu
  • 8. Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit ternak yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong sebagai berikut: a. Persyaratan umum - sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya; 5.Syarat –syarat bakalan sapi potong Persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk masing-masing rumpun sapi yaitu sebagai berikut: 1. SAPI BALI Kualitatif Kuantitatif Betina: - Warna bulu merah; - Lutut ke bawah berwarna putih; - Pantat warna putih berbentuk setengah bulan; - Ujung ekor berwarna hitam; - Garis belut warna hitam di punggung; - Tanduk pendek dan kecil; - Bentuk kepala panjang dan sempit; - Leher ramping. Jantan: - Warna bulu hitam; - Lutut ke bawah berwarna putih; - Pantat putih berbentuk setengah bulan; - Ujung ekor hitam; - Tanduk tumbuh baik warna hitam; - Bentuk kepala lebar; - Leher kompak dan kuat. Betina umur 18-24 bulan Tinggi gumba: Kelas I minimal 105 cm; Kelas II minimal 97 cm; Kelas III minimal 94 cm. Panjang Badan: Kelas I minimal 104 cm; Kelas II minimal 93 cm; Kelas III minimal 89 cm. Jantan umur 24-36 bulan Tinggi gumba: Kelas I minimal 119 cm; Kelas II minimal 111 cm; Kelas III minimal 108 cm. Panjang badan: Kelas I minimal 121 cm; Kelas II minimal 110 cm; Kelas III minimal 106 cm.
  • 9. 2.SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) Kualitatif Kuantitatif - Warna bulu putih keabu-abuan; - Kipas ekor (bulu cambuk ekor) dan bulu sekitar mata berwarna hitam; - Badan besar, gelambir longgar bergantung; - Punuk besar; - Leher pendek; - Tanduk pendek. Betina umur 18-24 bulan Tinggi gumba: Kelas I minimal 116 cm; Kelas II minimal 113 cm; Kelas III minimal 111 cm. Panjang badan: Kelas I minimal 124 cm; Kelas II minimal 117 cm; Kelas III minimal 115 cm. Jantan umur 24-36 bulan Tinggi gumba: Kelas I minimal 127 cm; Kelas II minimal 125 cm; Kelas III minimal 124 cm. Panjang badan: Kelas I minimal 139 cm; Kelas II minimal 133 cm; Kelas III minimal 130 cm. 3.SAPI SUMBA ONGOLE Kualitatif Kuantitatif - Warna keputih-putihan; - Kepala, leher, gumba, lutut, warna gelap terutama pada yang jantan; - Kulit sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku kaki dan bulu cambuk ekor warna hitam; - Tanduk pendek, kuat, mula-mula mengarah keluar, lalu ke belakang; - Badan besar, gelambir longgar dan tergantung; - Punuk besar persis di atas skapula; - Leher pendek. Betina umur 18-24 bulan Tinggi gumba: Kelas III minimal 112 cm Jantan umur 24-36 bulan Tinggi gumba: Kelas III minimal 118 cm 4.SAPI MADURA Kualitatif Kuantitatif - Warna merah bata atau merah coklat campur putih dengan batas tidak jelas pada bagian pantat; - Tanduk kecil pendek mengarah ke sebelah luar; - Tubuh kecil, kaki pendek; - Gumba pada betina tidak jelas, pada jantan berkembang baik. Betina umur 18-24 bulan Tinggi gumba: Kelas I minimal 108 cm; Kelas II minimal 105 cm; Kelas III minimal 102 cm. Jantan umur 24-36 bulan
  • 10. Tinggi gumba: Kelas I minimal 121 cm; Kelas II minimal 110 cm; Kelas III minimal 105 cm. 5.SAPI ACEH Kualitatif Kuantitatif - Warna bulu coklat muda, coklat merah (merah bata), coklat hitam, hitam dan putih, abu-abu, kulit hitam memutih ke arah sentral tubuh; - Betina berpunuk kecil; - Jantan punuk terlihat jelas. Betina umur 18-24 bulan Tinggi gumba: Kelas III minimal 100 cm Jantan umur 24-36 bulan Tinggi gumba: Kelas III minimal 105 cm 6.SAPI BRAHMAN Kualitatif Kuantitatif - Warna pada yang jantan putih abuabu, pada betina putih/abu-abu atau merah; - Badan besar, kepala relatif besar. Betina umur 18-24 bulan Tinggi gumba: Kelas III minimal 112 cm Jantan umur 24-36 bulan Tinggi gumba: Kelas III minimal 125 cm
  • 11. TUGAS Sapi potong 4 ekor dalam induk setelah melahirkan pertama untuk dilakukan penilaian A. Lakukan penilaian eksteriur terhadap 4 ekor sapi potong dalam B. keadaan laktasi, dari masing-masing individu ternak. Kemudian C. Masukkan hasilnya ke dalam tabel penilaian! D. Berdasarkan ekteriur yang telah diisi lengkap tersebut, bandingkan produktivitas masing-masing ternak! E. Dari keempat sapi potong tersebut, pilihlah ternak yang paling baik dan paling jelek kemampuan yang dimiliki sebagai type perah ! F. Dari keempat sapi potong tersebut, pilihlah ternak yang paling baik dan paling jelek sesuai dengan kriteria masing-masing! G. Dari keempat sapi potong tersebut, pilihlah ternak yang paling baik untuk dijadikan bibit!
  • 12. KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmatNya, pada kesempatan ini telah dapat menyusun bahan ajar untuk pelatihan Integrasi Usaha Sapi Potong Berbasis Tanaman Pangan kerjasama Kabupaten Boyolali dengan judul: memilih bibit sapi potong sesuai dengan acuan kurikulum yang direncanakan sebagai proses pembelajaran. Bahan ajar ini dapat digunakan sebagai bahan acuan pada saat proses berlatih dalam kegiatan pelatihan yang diikuti oleh 30 peserta pelatihan secara nasional dalam pengembangan pembibitan sapi potong di wilayah kerja/ usahanya masing-masing, dengan peserta yang latar belakang potensi wilayah yang berbeda, sehingga perlu perencanaan yang matang dalam sistem pogram penyediaan bibit sapi potong. Demikian semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Batu, Agustus 2014 Penyusun, Ariffien, SP, MSi
  • 13. BAHAN AJAR MEMILIH BIBIT SAPI POTONG OLEH Ariffien.SP, M.Si. Disampaikan pada pelatihan Integrasi Usaha Sapi Potong Berbasis Tanaman Pangan Kerjasama Kabupaten Boyolali pada tanggal, 12-18 Agustus 2014 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN BATU Jl. Songgoriti No. 24 Po Box 17 Telp (0341) 591302 Fax. (0341) 597032 BATU – JAWA TIMUR 2014
  • 14. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2008, Prosedur Tetap Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi dan Dwiguna dan Ayam Sembawa, BPTU Sembawa, Sembawa. Anonimous, 2007, Pedoman Umum Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Brahman Cross Ex Impor Tahun 2007. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. Anonimous, 2006, Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik. Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Anonimous, 2002. Performance Ternak di BPTU Sembawa, Palembang, Sumatera Selatan. Anonimous, 2001, Pedoman Umum Perbibitan Ternak,Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan,Jakarta. Anonimus,1998, Strategies For Greater Productivity, NSW. Agriculture Banerjee,G.C.1978, Animal Husbandry, Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi. Djanuar R, 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. GadjahMada University Press, Jogjakarta. Hardjopranjoto.S.H. 1995, Ilmu Kemajiran Pada Ternak, Airlangga University Press, Surabaya. Hardjosubroto W, 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan, Grasindo, Jakarta. Murtidjo, B.A,1990, Beternak Sapi Potong, kanisius, Yogyakarta. Santosa,U., 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak sapi, Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar,S.B,M.S, 1996. Penggemukan Sapi, Penebar Swadaya, Jakarta. Soetarno T,M.S., 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Sudono, A. 2003, Beternak sapi Perah Secara Intensif, PT Agromedia Pustaka,Jakarta. William E. Kunkle and Robert S. Sand, 2008, Effect of Body Condition on Rebreeding. Journal of Animal Sciences 8: 24 – 29. Williamson G, dkk, 1993, Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
  • 15. BCS Penglihatan Palpasi 1 Sangat Kurus Ujung tulang pinggang persegi, bagian pangkal ekor menurun tajam 2 Kurus Tulang punggung dapat dipegang 3 Biasa/ sedang Tulang pinggang bulat, tulang pinggul mulus 4 Gemuk Lemak diantara tulang pinggang bagian kiri dan kanan rata 5 Sangat Gemuk Lemak diantara tulang ekor banyak