1. MAKALAH “EKOLOGI RAJUNGAN”
DOSEN PENGAMPU : WIWET TEGUH TAUFANI, SPi,MSi
DISUSUN OLEH :
AYU LUVITASARI (26010117140005)
ERICA SIMANGUNSONG (26010117120013)
MSP A
MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Potensi perikanan di Indonesia sangat berlimpah, namun sampai saat ini belum
dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat, karena hasil perikanan laut tersebut
terkuras oleh “illegal fishing” yang nyaris sama dengan hutan yang gundul oleh “illegal logging”.
Untuk itu informasi perikanan sangat diperlukan demi penyelamatan potensi perikanan agar
tetap lestari. Hasil perikanan (ikan, udang, kepiting, cumi-cumi dan lainnya) sebagai sumber
makanan protein hewani tidak akan pernah terlepas dari konsumsi perikanan dunia. Indonesia
yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (81.000 km) setelah Kanada dan
kekayaan alam laut yang besar dan beranekaragam telah menjadikan Indonesia sebagai salah
satu negara yang berpotensi besar dalam perikanan. Namun, seiring dengan pertumbuhan
populasi penduduk dunia, konsumsi hasil perikananpun semakin meningkat dari tahun ke
tahun, tetapi seperti halnya kondisi perikanan dunia, kondisi perikanan tangkap Indonesia juga
semakin menurun dari tahun ke tahun, sehingga hal ini mendorong upaya peningkatan aktivitas
di bidang budidaya. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang
menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar pula. Salah satunya adalah
sumberdaya krustasea yang belum dieksplorasi secara optimal (Pratiwi, 2008).
Krustasea adalah anggota dari kelas besar hewan dengan tubuh beruas-ruas. Tubuh
krustasea terdiri dari sefalotoraks (kepala dan dada bersatu) dan abdomen (perut). Sefalotoraks
ditutupi oleh karapas dibagian dorsalnya. Bagian anterior karapas lancip seperti duri, disebut
rostrum. Pada bagian kepala terdapat sepasang antenula pendek, sepasang antenna panjang,
dan sepasang maksila (rahang atas). Mata majemuk tersusun dari banyak omatidium.
Statosista terdapat pada dasar antenula dan terdapat kemoreseptor pada antenna. Mandibular
(rahang bawah) pendek dan tebal untuk menggigit dan menggiling makanan dan maksila untuk
membantu proses makan. Pada bagian dada terdapat maksiliped, sepasang keliped (kaki
capit), dan empat pasang periopod (kaki jalan). Maksiliped berfungsi menyaring dan
memasukkan makanan ke mulut, sedangkan keliped untuk menangkap makanan dan alat
pertahanan diri dari musuh. Kebanyakan krustasea hidup di dasar laut. Berdasarkan siklus
hidupnya, fase larva dan juvenile akan hidup di perairan yang dangkal dan seiring dengan
perkembangan tubuhya, maka akan menyebar ke perairan yang lebih dalam serta akan memilih
suatu kawasan yang substrat dasarnya sesuai dengan kehidupannya. Sehingga kemungkinan
pada kedalaman yang berbeda dan substrat dasar yang berbeda akan terdapat perbedaan
ukuran dan kepadatan krustasea yang ada pada kawasan tersebut (Wijaya dan Pratiwi, 2011).
Krustasea secara ekologis merupakan sumber makanan penting bagi ikan dan predator
lain, sebaliknya krustasea juga sering menjadi predator bagi makhluk kecil lainnya. Larva
krustasea yang merupakan komponen utama zooplankton sangat penting dalam rantai
makanan biota laut lainnya. Jenis krustasea yang menguntungkan manusia dalam beberapa
hal, antara lain (1). Sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi, misalnya udang, lobster,
dan kepiting. (2). Dalam bidang ekologi, hewan yang tergolong zooplankton menjadi sumber
makanan ikan. Misalnya anggota Branchiopoda, Ostracoda, dan Copepoda. Sedangkan
beberapa krustasea yang merugikan antara lain (1). Merusak galangan kapal oleh anggota
Isopoda. (2). Parasit pada ikan, mislanya oleh anggota Cirripedia dan (3). Merusak pematang
sawah atau saluran irigasi, misalnya ketam (Pratiwi dan Astuti, 2012).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahu bagaimana manfaat ekologis
dari salah satu spesies krustasea, yaitu rajungan.
3. BAB II
PEMBAHASAN
Rajungan (Portunus sp) merupakan kepiting laut yang banyak terdapat di perairan
Indonesia. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar
negeri. Rajungan adalah hewan yang hidup di habitat yang beranekaragam seperti pantai
berpasir, berpasir, dan laut terbuka. Dalam keadaan biasa, rajungan hidup dengan berdiam di
dasar laut sampai kedalaman lebih dari 65 meter, tetapi sesekali dapat juga terlihat berenang
dekat ke permukaan laut (Ningrum et al., 2015).
Rajungan memiliki karakter umum antara lain memiliki karapas berbentuk bulat pipih
dengan warna yang sangat menarik kiri dan kanan dari karapas terdiri atas duri besar, jumlah
duri-duri sisi belakang matanya 9 buah. Rajungan dapat dibedakan dengan adanya beberapa
tanda-tanda khusus, diantaranya adalah pinggiran depan di belakang mata. Rajungan
mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) yang berfungsi sebagai
pemegang dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan
dan sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi
pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukkan kedalam golongan
kepiting renang (swimming crab) (Nontji, 1986).
Rajungan merupakan binatang yang aktif, namun ketika sedang tidak aktif atau dalam
keadaan sedang tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar perairan sampai
kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur,
hutan bakau, batu karang tetapi sekali-kali dapat juga terlihat berenang dekat permukaan.
Rajungan akan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umur
dan menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan. Rajungan sering berganti kulit secara
teratur. Kulit kerangka tubuhnya terdiri dari bahan berkapur dan karenanya tidak terus
bertumbuh. Jika akan tumbuh lebih besar maka kulitnya akan retak pecah dan dari situ akan
keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak (Indriyani, 2006).
Habitat rajungan adalah pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur, dan di pulau berkarang,
juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 meter) sampai kedalaman 56 meter.
Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih
tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke
estuaria. Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di
permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata
lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa (Nybakken, 1986).
Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau (Scylla serrata), dimana
rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang
lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada
kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Dengan melihat warna dari karapas
dan jumlah duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting
4. bakau. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi
tanpa air (Devanda, 2007).
Bagian tubuh Rajungan (Portunus pelagicus) Kepiting (Scylla serrata)
1.Cangkang/karapas
2.Kaki bercapit
3.Capit
4.Warna karapas
5. Tempat hidup
Melebar ke samping
Panjang dan ramping
Tidak begitu kuat
*Jantan : warna dasar biru dengan
bercak-bercak putih
*Betina : warna dasar hijau kotor
dengan bercak-bercak putih
Laut
Bulat
Pendek dan gemuk
Sangat kuat
Jantan dan Betina memiliki warna
sama yaitu polos, hijau kecoklat-
coklatan.
Hutan bakau, di lubang-lubang
pematang tambak, pantai
Sumber : Juwana dan Romimaohtarto (2000)
Namun demikian rajungan juga memiliki kesamaan-kesamaan dengan kepiting, antara lain
:
1. Merupakan satu family atau satu suku yaitu Portunidae
2. Karapasnya mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah giginya
Sembilan buah
3. Perut atau abdomen terlipat ke depan di bawah karapas. Perbedaan antara abdomen
jantan dan betina adalah :
Abdomen jantan : sempit dan meruncing ke depan
Abdomen betina : melebar dan membulat penuh dengan embelan yang berguna untuk
menyimpan telur
4. Cara berkembang biak dengan bertelur, telur yang sudah dibuahi disimpan di dalam lipatan
abdomen.
Secara ekologi, rajungan berperan penting sebagai biota yang menjaga keseimbangan
ekologi di daerah perairan pesisir. Peran rajungan di ekosistem perairan adalah mengkonversi
nutrient, mempertinggi mineralisasi, meningkatkan distribusi oksigen di dalam tanah dan
membantu daur karbon. Peran rajungan dalam meningkatkan distribusi oksigen di dalam tanah
yaitu dalam hal ini berkaitan dengan aktivitas rajungan yang seringkali menggali lubang di
dalam tanah. Dalam proses penggalian lubang tersebut, terjadilah distribusi oksigen dari tanah
lapisan atas ke lapisan tanah berikutnya (Erlinda et al., 2016).
5. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara ekologi, rajungan berperan penting sebagai biota yang menjaga keseimbangan
ekologi di daerah perairan pesisir. Peran rajungan di ekosistem perairan adalah
mengkonversi nutrient, mempertinggi mineralisasi, meningkatkan distribusi oksigen di
dalam tanah dan membantu daur karbon. Peran rajungan dalam meningkatkan distribusi
oksigen di dalam tanah yaitu dalam hal ini berkaitan dengan aktivitas rajungan yang
seringkali menggali lubang di dalam tanah. Dalam proses penggalian lubang tersebut,
terjadilah distribusi oksigen dari tanah lapisan atas ke lapisan tanah berikutnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan dalam kesimpulan di atas.
6. DAFTAR PUSTAKA
Devananda. 2007. Analisis Strategi Bisnis Pengalengan Rajungan di PT. Tonga Tiur Putra Plant
Pandangan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Bogor : Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Erlinda, S., L. Sara dan N. Irawati. 2016. Makanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan
Lakara Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Jurnal Manajemen Sumber Daya
Perairan, 1 (2) : 131-140.
Indriyani A. 2006. Mengkaji Pengaruh Penyimpanan Rajungan (Portunus pelagicus Linn) Mentah
dan Matang di Mini Plant terhadap Mutu Daging di Plant. Semarang : Sekolah Pascasarjana,
Universitas Diponegoro.
Juwana, S dan K. Romimaohtarto. 2000. Mempersiapkan Kepiting Rajungan menjadi Komoditas
Andalan.
Ningrum, V.P., A. Ghofar dan C. Ain. 2015. Beberapa Aspek Biologi Perikanan Rajungan
(Portunus pelagicus) di Perairan Betahwalang dan sekitarnya. Journal of Fisheries Science
and Technology, 11 (1) : 62-71.
Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 105 hlm.
Nybakken, 1986. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknik Pembenihannya.
www.ikanmania.wordpress.com.