Dokumen tersebut membahas tentang budidaya ikan kuwe (Gnathanodon speciosus) di karamba jaring apung. Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan hias laut yang memiliki pertumbuhan cepat dan potensi untuk dikembangkan secara budidaya. Dokumen tersebut menjelaskan biologi, karakteristik, dan teknik budidaya ikan kuwe.
1. MANAJEMEN KELAUTAN
BAB I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah lautan lebih besar
dibandingkan dengan luas daratan. Pemanfaatan sumber daya laut, khususnya bidang
perikanan saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya
permintaan baik dari dalam maupun luar negeri terhadap produk-produk perikanan seperti:
kerapu, kakap, ikan hias, mutiara dan lain-lain.
Salah satu faktor produk andalan hasil perikanan yang dijadikan target utama dalam upaya
meningkatkan pendapatan dari perikanan adalah ikan hias. Oleh karena itu melalui
Departemen Kelautan dan Perikanan, ikan hias mendapat perhatian pemerintah untuk
menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen utama ikan hias di dunia.
Ikan hias laut termasuk ikan popular di masyarakat baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, karena warna dan bentuknya yang unik dan beraneka ragam. Indonesia terkenal kaya
akan terumbu karang yang merupakan habitat berbagai jenis ikan konsumsi maupun ikan
hias. Sampai saat ini sebagian besar ikan hias laut Indonesia masih mengandalkan hasil
tangkapan untuk diekspor ke luar negeri dan menjadi sumber devisa Negara. Pasar tujuan
ekspor ikan hias laut adalah Singapura, Taiwan, China, dan sebagian Negara Eropa.
Mengantisipasi permintaan terhadap ikan hias yang kian meningkat, maka perlu dengan
segera menguasai teknologi pembenihannya guna menunjang peningkatan produksi benihnya
baik secara kualitas maupun kuantitas. Ikan kuwe jenis golden trevally (Gnathanodon
speciosus) ukuran 5-10 cm, merupakan jenis ikan hias laut yang termasuk dalam family
Carangidae yang tergolong ikan karnivora. Komoditas baru ini merupakan alternatif usaha
budidaya pembenihan selain ikan bandeng, kerapu, dan udang yang telah berhasil dilakukan
di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol.
Ikan kuwe (Gnathanodon speciosus) mulai dibenihkan di BBRPBL Gondol pada tahun 2006
dan sudah menghasilkan benih secara massal. Untuk meningkatkan produksi larva ikan
tersebut secara terus-menerus dilakukan pengembangan usaha budidaya dan menguji dari
berbagai aspek seperti aspek konsumsi oksigen, karena oksigen adalah suatu zat yang sangat
esensial bagi pernapasan dan merupakan komponen yang utama bagi metabolisme ikan dan
organisme perairan lainnya. Bila laju metabolisme cepat, maka organisme menunjukkan
konsumsi oksigen yang lebih banyak (Djawad, 1997)
Gnathanodon speciosus, dikenal dengan nama Golden Trevally atau Ikan Kuwe, ikan ini
dapat digunakan sebagai ikan hias dengan nama ikan pidana kuning. Ikan ini berpeluang
sebagai spesies kandidat yang dapat dikembangkan dalam usaha budidaya. Ikan ini biasanya
hidup pada perairan pantai yang dangkal, karang dan batu karang, termasuk spesies
benthopelagic. Ikan ini dapat hidup pada kedalaman 12 m dan sering ditemukan pada laut
tropis dan sub tropis. Ikan kuwe memiliki warna yang kontras keemasan dan bergaris-garis
hitam. Termasuk famili dari ikan Carangidae. Benih ikan dapat mencapai juvenil pada umur
30 - 35 hari dan pertumbuhannya relatif cepat. Dalam upaya mendukung usaha
pengembangan budidaya ikan hias laut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, maka
2. masih diperlukan riset dan pengembangan teknologi perbenihan dan pembesaran. Produksi
massal benih ikan Pidana Kuning atau Golden Trevally (Gnathanodon speciosus, Forsskall)
untuk komersialisasi sebagai ikan hias laut dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan permukaan (pelagis). Ikan yang sangat digemari
oleh masyarakat ini hidup pada perairan pantai dangkal, karang, dan batu karang. Di beberapa
restoran sea food harga ikan kuwe berukuran 300-400 g berkisar Rp 15.000 - Rp 20.000/ekor
(2005), adapun harga Gnathanodon speciosus saat berukuran kecil (3-5 cm) pada tahun 2007
adalah Rp 3.000 - Rp 5.000 per ekor. Ikan tersebut juga merupakan ikan hias yang diberi
nama pidana kuning.
I.II Rumusan Masalah
1. Apa biologi ikan kuwe
2. Apa saja parameter kualitas air
3. Apa saja sarana dan prasarana budidaya
4. Apa saja teknik budidaya
5. Apa saja pengendalian hama dan penyakit
6. Apa saja teknik panen
I.III Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknik budidaya ikan kuwe di karamba jaring apung.
2. Agar mengetahui permasalahan yang terkait dengan pemeliharaan
3. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.I Biologi Ikan Kuwe
Taksonomi dan Morfologi
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Spesies : Gnathanodon speciosus
Nama dagang : trevally
Nama lokal : bubara, kuwe macan (G. speciosus)
Ikan kuwe yang merupakan salah satu jenis ikan hias yang kini dijadikan ikan konsumsi.
A. Ciri fisik
Tubuh kuwe berbentuk oval dan pipih. Warna tubuhnya bervariasi, yaitu biru bagian atas
dan perak hingga keputih-putihan di bagian bawah. Tubuh ditutupi sisik halus berbentuk
sikloid. Sisiknya kecil dengan gurat sisi yang bercabang. Dibagian dada sisiknya berkurang
atau tidak ada. Terdapat tiga duri, dua yang pertama terpisah dari sirip yang diam. Sirip
ekornya berjagak.
Kuwe putih (Caranx melampygus) mempunyai badan memanjang dan gepeng sekali.
Punggungnya hijau kebiruan dan putih keperakan pada bagian perut. Warna sirip punggung
kedua, sirip perut dan sirip ekor kebiruan dan berubah menjadi gelap dan noda-noda hitam
pada badan ikan-ikan tua. Kepala agak tumpul dan memiliki dua sirip punggung.
A. Pertumbuhan dan perkembangan
Ikan kuwe dapat berenang cepat dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya. Ikan ini bersifat karnivora. Adapun pakan
utamanya, yaitu ikan dan crustasea berukuran kecil. Ikan ini juga efisien memanfaatkan
pakan serta mampu hidup dalam kondisi yang cukup padat. Sebagai ikan ekonomis, sejak
tahun 1993 Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros, Sulawesi Selatan,
telah menjadikan ikan ini sebagai salah satu ikan yang diteliti. Dari hasil penelitian kemudian
diketahui bahwa spesies Gnathanodon melampygus dan Gnathanodon sexfasciatus yang
merupakan jenis cepat bertumbuh. Selain memiliki laju pertumbuhan harian yang cepat, yang
mencapai 1,71%, juga mempunyai konversi pakan yang cukup rendah, yakni 3,31.
Pada kegiatan budidaya dalam keramba jarring apung, jenis ikan yang dipelihara adalah C.
ferdau, C. melampygus, C. talamparoides dan C. uii. Hal ini berkaitan dengan kelimpahan
benihnya yang tertangkap dengan jarring pantai di perairan Teluk Ambon. Hasil pengamatan
dalam keramba jaring apung menunjukkan bahwa jenis ikan kuwe yang dipelihara memiliki
laju pertumbuhan yang lebih tinggi.
B. Kebiasaan Makan
4. Bagi kelangsungan hidup suatu organisme termasuk ikan, makanan merupakan kebutuhan
yang harus dipenuhi. Pada pengamatan pemberian ikan rucah (Stelophorus sp.), ternyata
dalam waktu 12 jam setelah pemberian pakan, sekitar 92% pakan tersebut dicerna.
Diperkirakan ikan kuwe membutuhkan waktu 12 jam untuk mencerna makanannya.
Berdasarkan jenis makanannya dan pengamatan pada percobaan budidaya di keramba jaring
apung, maka ikan kuwe ini tergolong karnivora dan predator terhadap ikan yang berukuran
kecil dengan cara makannya mencaplok dan tipe mulut yang umumnya terminal. Ikan kuwe
bersifat rakus dan aktifitas makannya tidak dipengaruhi oleh periodisitas terang sehingga
meskipun diberikan pakan pada malam hari tetap memberikan respons. Namun demikian
dalam kegiatan budidaya, waktu pemberian pakan merupakan hal yang harus diperhitungkan
karena akan mempengaruhi kebutuhan tenaga yang menciri pada peningkatan biaya
operasional.
C. Jenis-jenis Ikan Kuwe
1. Diamond Trevally (Alectis indicus)
Hidup di terumbu pesisir,pada saat ikan ini masih stadia juvenile memiliki filament sirip jari
yang panjang, namun memiliki bentuk kepala agak lebih sudut/miring dan memiliki jarak
yang lebih jauh antara mata dan mulut, ditemukan di seluruh Indonesia, wilayah barat
pasifik. Panjang ikan ini mencapai 150 cm.
2. Onion Trevally (Carangoides caeruleopinnatus)
Ikan jenis ini hidup diperairan dalam, dengan tubuh relatif pendek, punggung pendek dan
cuping sirip dubur, bercak hitam kecil pada pinggiran atas tutup insang, dan bercak kuning
kecil di badan, ditemukan di seluruh wilayah, indo C. pacific, sampai 400c.
3. Longnose trevally ( Carangoides chrysophrys)
Longnose trevally dapat ditemukan di perairan pantai, dengan memiliki bentuk kepala lebih
moncong ke ujung, sirip dada memanjang sepanjang gurat sisi. Dapat ditemukan di seluruh
wilayah, indo-barat pasifik, ukuran ikan ini mencapai 44 cm.
4. Blue Trevally (Carangoides ferdau)
Ikan jenis banyak ditemukan diperairan pesisir dan terumbu karang pantai lepas, dapat
dibedakan dengan ikan kuwe jenis lainnya dengan terpisahnya di dada dan pangkal sirip
dada, memiliki moncong bulat yang terang, dan memiliki 5-6 garis kehitaman pada sisi,
ditemukan di seluruh wilayah, indo-pasifik, ukuran mencapai 70 cm.
5. Gold Spotted Trevally ( Carangoides fulvoguttatus)
Jenis ikan kuwe ini hidup di perairan pantai, mulut relatif berbentuk panjang bentuk dan
terdapat banyak bintik emas (terutama di belakang), memiliki mata lebih tinggi di atas mulut,
moncong lebih runcing, dan bintik-bintik kuning lebih banyak, juga dikenal sebagai Turrum
dan kuning-bercak selar, ditemukan seluruh wilayah, indo-W. pacific, panjang ikan ini
mencapai 130 cm dan berat 12 kg.
6. Bludger Trevally (Carangoides gymnostethus)
Ikan ini banyak ditemukan di wilayah pesisir di sekitar terumbu karang atau berbatu, dapat
dibedakan dengan badan yang relatif memanjang dan bercak coklat serta terdapat berwarna
emas pada sisi, namun memiliki mata dekat ke mulut, bintik-bintik kuning lebih sedikit, dan
bentuk moncong tajam, ditemukan di seluruh wilayah, indo-W.pacific, panjang ikan ini
mencapai 90 cm dan berat 11 kg.
5. 7. Malabar trevally (Carangoides malabaricus)
Ikan kuwe jenis Malabar trevally banyak terdapat di perairan pantai, bentuk badan lebih
oval, bentuk kepala agak tajam, sirip punggung berwarna lebih pucat, memiliki garis-garis
hitam pada tubuh/badan ikan ini. Ditemukan di seluruh daerah, Indo-Pasifik, panjang ikan ini
mencapai 28 cm.
8. Thicklip Trevally (Carangoides orthogrammus)
Banyak terdapat di wilayah pesisir, dapat dibedakan dengan beberapa bintik kuning bulat
telur di tengah sisi dan terpisah antar pangkal sirip dada, juga dikenal sebagai selar palsu sirip
biru, ditemukan di seluruh daerah, Indo - C. Pasifik, panjang mencapai 70 cm (Allen, 2000).
9. Golden Trevally (Gnathanodon specious)
Ikan ini dapat tumbuh sampai 120 cm dengan berat 15 kg. Hidup di pantai dengan
kedalaman antara 1-5 meter atau di tempat yang dangkal. Tersebar di pantai California,
Mexico, Teluk California sampai Ekuador. Perairan pasifik di Indonesia, Philipina dan utara
Australia. Daya berbiaknya sangat rendah karena membutuhkan waktu sekitar 4,5 - 14 tahun
untuk menggandakan populasinya. Suka berada dipantai berpasir dengan mengaduk-aduk
pasir mencari udang dan ikan kecil yang bersembunyi. Kadang berkelompok dalam jumlah
kecil di dekat ikan besar seperti ikan hiu dan paus. Bahkan mengikuti penyelam. Ikan ini
menjadi ikan konsumsi yang laku di pasar tradisional. Sering pula dijual sebagai ikan hias
yang masih kecil (10-15 cm).
10. Giant Trevally (Caranx ignobilis)
Dapat tumbuh sampai 170 cm dengan berat 80 kg. Tubuh berwarna perak keabuan dan sisik
mengkilap. Ikan ini terdapat sepanjang khatulistiwa, dari daerah tropis dan subtropics. Ikan
yang kecil masuk ke muara sungai sedangkan ikan yang besar banyak terdapat di laut sampai
kedalaman 100 meter. Waktu penggandaan populasi/reproduksi sekitar 1,4 – 4,4 tahun. Ikan
ini biasa digunakan sebagai target memancing, terutama dengan teknik poping atau
menggunakan umpan buatan dari kayu yang menyerupai ikan atau cumi. Ikan ini laku keras
dipasaran sebagai ikan konsumsi dengan harga yang sedang. Hidup di sekitar tubiran atau
daerah yang kedalamannya menikung tajam dari pantai. Merupakan ikan oportunis yang
makan apapun yang masuk ke bukaan mulutnya, seperti udang, kepiting, ikan, cumi-cumi
bahkan ular laut dan anak penyu.
11. Bluefin Trevally (Caranx melampygus)
Kuwe putih (Caranx melampygus) mempunyai badan memanjang dan gepeng sekali.
Punggungnya hijau kebiruan dan putih keperakan pada bagian perut. Warna sirip punggung
kedua, sirip ekor perut dan sirip ekor kebiruan dan berubah menjadi gelap dan noda-noda
hitam pada badan ikan-ikan tua. Kepala agak tumpul dan memiliki dua sirip punggung. Pada
sirip punggung yang pertama terdapat 9 jari-jari keras (1 terbenam menghadap kearah muka),
sedangkan sirip punggung yang kedua memiliki 2 jari-jari keras dan 20-24 jari-jari lunak.
Sirip dubur memiliki 1 jari-jari keras dan 19-20 jari-jari lunak. Memiliki scute (sisik kaku
yang mengeras) pada garis rusuk bagian belakang sebanyak 30-40 sisik (Allen, 2000). Kuwe
putih dapat tumbuh sampai 100 cm, tetapi umumnya berkisar 30-60 cm. ikan ini suka tinggal
di daerah karang dan batu-batuan. Mulutnya dilengkapi gigi-gigi kecil, menunjukkan bahwa
ini tergolong ikan buas (pemangsa) yang memangsa ikan-ikan kecil dan binatang-binatang
kecil.
6. Untuk berbiak butuh waktu sekitar 1,4 – 4,4 tahun untuk menggandakan populasi. Hidup
berkelompok dalam jumlah kecil sampai besar. Hidup dengan memakan ikan-ikan kecil dan
udang. Ikan yang panjangnya di atas 50 cm ini sering menyebabkan ciguatera. Ikan ini telah
dibudidayakan di Jepang dan Hawai. Dijual sebagai ikan konsumsi dan sering menjadi target
memancing di laut dalam.
12. Bigeye Travelly (Caranx sexfasciatus)
Caranx sexfasciatus atau kuwe terkulu memiliki banyak persamaan dengan kuwe putih,
namun ada beberapa ciri yang membedakannya. Ciri yang dimiliki kuwe terkulu yang
membedakannya dari kuwe putih antara lain, jumlah jari-jari keras pada sirip punggung
kedua hanya 1 serta 18-21 jari-jari lunak. Pada sirip dubur terdapat 14-16 jari-jari lunak dan
jumlah sisik keras (scute)-nya hanya 23-24. Badan ikan yang masih muda dilengkapi dengan
sabuk, 4-7 buah. Kuwe terkulu adalah penghuni perairan dangkal berkarang, dapat juga hidup
di perairan payau dan kadang-kadang masuk ke muara sungai. Kuwe terkulu juga tergolong
ikan pemangsa yang memakan ikan-ikan kecil dan hewan-hewan lainnya. Ikan ini dapat
tumbuh hingga mencapai ukuran 80 cm, namun yang banyak tertangkap dan dipasarkan
umunya berukuran 50-60 cm. Hidup berkelompok sekitar 10-20 ekor dalam satu wilayah
terbuka. Biasa memakan ikan-ikan kecil, udang kepiting dan moluska. Menjadi target
memancing di pantai dan laut lepas. Populasinya melimpah di Indonesia. Dijual dengan harga
sedang, menjadi komoditas penting perikanan di Indonesia.
7. BAB III. PEMBAHASAN
III.I Parameter Kualitas Air
A. Parameter Fisika
1. Angin dan gelombang
Tinggi gelombang yang disarankan untuk pembesaran ikan kuwe tidak lebih dari 0,5 meter.
Tempat pemeliharaan harus terhindar dari angin dan gelombang yang keras. Gelombang
besar yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan stres pada ikan budidaya, sehingga
mengurangi selera makan. Gelombang besar juga akan merusak konstruksi KJA, merubah
posisi KJA dan menghanyutkan KJA, jadi dalam pemasangan KJA harus dipilih lokasi
perairan yang terlindung dari badai dan gelombang. Lokasi dengan pulau-pulau kecil
biasanya dipilih sebagai pelindung dari ancaman gangguan tersebut.
2. Kedalaman
Kedalaman air sebaiknya antara 15-30 meter pada waktu pasang dan surut. Perairan yang
terlalu dangkal, maka lumpur dan kotoran air laut akan dengan mudah terakumulasi oleh
ombak. Perubahan suhu dan salinitas juga akan tinggi yang dapat menyebabkan ikan menjadi
stres. Lokasi perairan yang terlalu dalam sulit untuk penempatan jangkar sebagai tambatan
agar keramba tidak dapat bergerak.
3. Kecepatan Arus
Pembesaran ikan kuwe di karamba jaring apung, arus yang biasanya disebabkan oleh pasang
surut sebaiknya berkisar antara 10-30 cm/detik, harus diketahui jika air mempunyai
kecepatan pergantian yang rendah maka akan cepat terjadi penempelan organisme pada jaring
selain itu juga dapat mempengaruhi pertukaran air keluar-masuk jaring. Tetapi apabila arus
air lebih dari 30 cm/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan jangkar.
4. Suhu
Perairan laut cenderung bersuhu konstan. Perubahan suhu yang tinggi dalam suatu perairan
laut akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas tubuh, dan syaraf ikan. Suhu optimal
untuk pertumbuhan ikan kuwe adalah 270C-290 C.
5. Kecerahan
Kecerahan air merupakan faktor yang sangat penting bagi pemeliharaan ikan kuwe. Ikan
kuwe ini selalu berada pada dasar jaring sepanjang waktu, oleh karena itu, jika kecerahan air
sangat rendah akan sulit untuk melihat kondisi kesehatan ikan. Menurut Akbar dan
Sudaryanto (2002), kecerahan perairan merupakan salah satu indikator untuk menentukan
lokasi. Perairan dengan tingkat kecerahan sangat tinggi (jernih) sangat baik sebagai lokasi
pembesaran, sebaliknya perairan dengan tingkat kecerahan sangat rendah menandakan
tingkat bahan organik sangat tinggi. Perairan demikian dikategorikan cukup subur dan tidak
baik untuk digunakan. Perairan yang sangat subur dapat mempercepat perkembangan
organisme penempel seperti lumut, cacing, dan kerang-kerangan, selain itu jaring juga akan
cepat kotor. Kecerahan perairan yang sangat cocok untuk pembesaran ikan kuwe yang pada
umumnya hamir sama dengan pemeliharaan ikan di KJA adalah lebih dari 2 meter, artinya
secara visual dapat dilihat benda-benda di dalam air yang kedalamannya hingga lebih dari 2
meter.
8. Secara rinci dalam melakukan pemilihan lokasi budidaya, persyaratan yang harus dipenuhi
menurut Kordi (2005),adalah seperti Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan lokasi untuk budidaya karamba jaring apung dilaut
Aspek Nilai ideal Catatan
Teknis
1) Kualitas air
· Suhu
· Salinitas
· Oksigen
· pH
2) Arus air
3) Kedalaman air
4) Gelombang
5) Pencemaran
6) Lalu lintas laut
7) Predator
8) Lingkungan
24 – 32 0
C
33 – 35 g/l
5 – 6 mg/l
7 – 8
0,2 – 0,5 m/dtk
7 – 15 m
-
-
-
-
-
BOD maksimal 5 mg/l, amoniak 0,1 mg/l,
total bakteri 3000 sel/m3
Tidak berada pada jalur lalulintas
Imanto dkk. (1995), menyatakan persyaratan fisika dalam budidaya dikaramba jaring apung
antara lain : salinitas 30 – 34 g/l, suhu 27 – 32 0C, dan kecerahan >3 m serta terlindung dari
arus yang kuat. Arus yang baik dalam budidaya dikaramba jaring apung berkisar antara 0,05
– 0,15 m/detik. Dengan persyaratan fisika dalam budidaya di karamba jaring apung maka
disimpulkan parameter fisika untuk ikan adalah, ombak tidak lebih dari 0,5 m, dengan
kedalaman 15- 30 meter, pasang surut sebaiknya 10-30 cm/dtk, suhu 27-29 C dan kecerahan
kurang lebih 2 meter.
B. PARAMETER KIMIA
1. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen merupakan faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya dalam air tidak
mencukupi kebutuhan ikan budidaya, maka segala aktifitas akan terhambat. Ikan
membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya (makanan) untuk menghasilkan
aktifitas, seperti aktifitas berenang, pertumbuhan, dan reprodukasi, oleh karena itu
ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan lingkaran aktifitas ikan, konversi pakan,
demikian juga dengan laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, dengan ketentuan faktor
9. kondisi lainnya adalah optimum. Pertumbuhan ikan-ikan laut, kandungan oksigen terlarut
dalam air minimal 4 ppm, sedangkan kandungan optimum antara 5-6 ppm.
2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman suatu perairan menunjukan tinggi rendahnya konsenterasi ion hidrogen
perairan tersebut. Kondisi perairan dengan pH netral sampai sedikit basa sangat ideal untuk
kehidupan ikan air laut. Suatu perairan yang memiliki pH rendah dapat mengakibatkan
aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi
penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Ikan air sangat baik
pertumbuhannya bila dipelihara pada air laut dengan pH 8,0-8,2 (Akbar dan Sudaryanto,
2002). Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan air laut yang dapat dipelihara sehingga pH
optimum yang cocok untuk ikan kuwe adalah 8,0-8,2.
3. Salinitas
Secara fisiologis salinitas air mempengaruhi osmoregulasi di tubuh ikan. Perbedaan salinitas
antara air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan kondisi yang tidak seimbang
(hiperotonis dan hipotinis). Kondisi yang tidak isotonis menyebabkan sebagian besar energi
potensial yang tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuaian diri terhadap
lingkungan yang kurang mendukung tersebut. Energi tersebut seharusnya digunakan untuk
pertumbuhan. Perubahan salinitas yang terlalu tajam akan menyebabkan ikan menjadi stres
(Muawanah, dkk., 2003).
Evans menyatakan bahwa penyerapan air oleh ikan laut di air payau berlangsung lebih
cepat daripada air laut, sehingga dengan demikian penambahan berat tubuh lebih cepat pada
salinitas 20 ppt dan 25 ppt. Lokasi yang berdekatan dengan muara tidak dianjurkan untuk
pembesaran ikan kuwe. Lokasi ini salinitasnya sangat berfluktuasi karena dipengaruhi
masuknya air tawar dari sungai. Fluktuasi salinitas tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Lokasi yang berdekatan dengan muara juga sering
terjadi stratifikasi perbedaan salinitas yang dapat menghambat masuknya oksigen dari udara
ke air. Salinitas yang ideal untuk pembesaran ikan kuwe adalah 30-33 ppt.
III.II Sarana dan Prasarana Budidaya
A. Sarana pokok
Sarana yang digunakan untuk membudidayakan ikan kuwe lebih banyak menggunakan
karamba jaring apung seperti yang telah dibudidayakan di BBL Lampung. Sarana pokok
yang digunakan pada budidaya dikaramba jaring apung untuk keberhasilan suatu budidaya
ikan, khususnya budidaya ikan kuwe meliputi kerangka rakit, pelampung, jangkar, dan
kurungan jaring.
1. Kerangka Rakit
Rakit adalah kerangka yang mengapung di permukaan air dan berfungsi sebagai tempat
menggantungkan keramba, dudukan bangunan gudang dan jalan. Pemilihan bahan
disesuaikan dengan ketersediaan di lokasi budidaya, namun secara umum dapat
menggunakan balok kayu, dolken, bambu, pipa PVC, atau besi yang dilapisi bahan anti karat.
Bentuk kerangka rakit sangat bervariasi, namun yang banyak diaplikasikan di Indonesia
adalah berbentuk bujur sangkar.
10. Pengikatan rakit dapat digunakan tali polietilen, ijuk/amit, ataupun kawat. Bambu dan
pelampung dipasang sedemikian rupa sehingga tidak mudah rusak. Pengikatan bambu di
setiap sudut rakit paling luar harus kuat dan kokoh.
Menurut Rahardjo dkk., (1999) menyatakan bahwa untuk memberikan rasa nyaman bagi
petugas, sebuah rakit perlu dilengkapi dengan papan pijakan untuk memperlancar gerakan
petugas di dalam pemberian pakan, ganti jaring, atau memperbaiki posisi jaring serta
mengontrol kondisi rakit secara keseluruhan.
2. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka rakit. Bahan yang dapat digunakan
sebagai pelampung adalah drum plastik, drum besi, styrofoam, dan fiberglass. Bahan
pelampung yang mudah berkarat, misalnya drum besi, sebaiknya dilakukan pelapisan dengan
cat anti karat atau dibungkus plastik untuk memperkuat proses korosi dan menghindari
tumbuhnya fouling (jasad penempel pada bangunan yang terendam air laut, misalnya cacing,
kerang teritip, dan lain-lain).
3. Jangkar
Jangkar atau tapu berfungsi menahan KJA dari pengaruh arus, air, angin, ombak, dan
pasang surut, sehingga KJA tetap di tempatnya yang telah ditetapkan. Satu unit rakit apung
paling sedikit digunakan 4 buah jangkar, namun bila terdiri dari beberapa unit rakit, jumlah
jangkar yang dibutuhkan bukan kelipatan 4 tetapi dapat diatur sedemikiam rupa.
Menurut Rahardjo dkk., (1999) pada daerah terlidung satu unit rakit memerlukan 4 buah
jangkar, dengan berat berkisar 50-75 kg/buah. Daerah yang lebih terbuka memerlukan
jangkar yang beratnya lebih dari 75 kg/buah. Rakit yang digunakan sebanyak dua unit hanya
diperlukan 6 buah jangkar. Pemasangan jangkar perlu dilengkapi dengan tali jangkar yang
berdiameter 18-20 mm. Panjang tali jangkar dapat berpatokan pada 2,5 – 3 kali kedalaman
perairan.
Di perairan yang cukup terlindung (teluk, selat), jangkar yang digunakan berukuran 50
kg/buah sedangkan di perairan berarus kuat ukuran jangkar berkisar antara 150-200 kg/buah
dan bahkan lebih. Perairan lumpur berpasir sebaiknya menggunakan jangkar berbentuk kait
atau kodok, sedangkan perairan pasir berkarang menggunakan jangkar berbentuk pancang,
jarum. Pengikat jangkar yang digunakan adalah tali plastik (polyetylene) berdiameter 3-5 cm,
sedangkan panjangnya 3 kali kedalaman air.
4. Kurungan Jaring
Menurut Mayunar dan Genisa (2000), Kurungan jaring disebut kurung-kurung yang
merupakan wadah atau tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari polyetylene (PE),
polypropylene (PP), dan polyester (PES). Ukuran mata jaring yang digunakan harus sesuai
dengan ukuran ikan, biasanya berkisar antara 0,5 – 3,0 cm. Kurung-kurungan agar tetap
simetris, setiap sudutnya perlu dipasang pemberat. Pemberat yang digunakan biasanya terbuat
dari timah atau semen dengan kisaran berat 2,5 kg/buah. Jaring pemeliharaan dilengkapi
dengan yang disebut cover.
B. Sarana operasional
Menurut Sutarmat, dkk., (2004), selain rakit terdapat beberapa perlengkapan yang harus
disiapkan untuk memudahkan proses kegiatan budidaya. Berikut beberapa perlengkapan
penting yang diperlukan :
11. 1. Perahu, yang digunakan untuk mengangkut ikan/benih, pakan, jaring, hasil panen dan
sebagainya.
2. Freezer dan kulkas digunakan untuk menyimpan pakan, obat-obatan, bahan aditif seperti
vitamin.
3. Generator, digunakan sebagai sumber tenaga listrik untuk keperluan penerangan, aerator,
dan lain-lain.
4. Aerator, diperlukan selama treatmen ikan dengan perendaman air tawar atau obat-obatan
untuk menanggulangi penyakit.
5. Paranet penutup jaring, digunakan untuk mengurangi sinar matahari masuk kedalam jaring.
Hal ini diperlukan karena jika ikan kuwe banyak terkena sinar matahari langsung bisa
menimbulkan stres.
6. Peralatan yang lain, beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan sehari-hari
diantaranya serok dengan berbagai ukuran, timbangan untuk menimbang ikan, sprayer untuk
mencampur obat dan vitamin dengan pakan, tangki untuk perendaman ikan, sikat untuk
mencuci jaring, ember, dan lain-lain.
C. Prasarana
Usaha pemeliharaan ikan Kuwe di KJA lebih mempunyai nilai ekonomis jika didukung
dengan prasarana seperti : jalan, pasar, listrik, air tawar dan telepon. Prasarana jalan akan
memperlancar pengiriman hasil panen ke pasar ataupun untuk mendapatkan kebutuhan
sehari-hari pekerja, baik yang sifatnya konsumtif ataupun peralatan-peralatan kerja untuk
budidaya.
III.III Teknik Budidaya
A. Pemilihan Benih
Benih yang digunakan untuk pembesaran bisa berasal dari tangkapan dari alam maupun
pembenihan. Umumnya tangkapan benih dari alam sangat terbatas, ukurannya tidak seragam
serta sering sudah terserang penyakit akibat luka pada saat penangkapan dan pengangkutan.
Benih yang digunakan lebih baik berasal dari hasil pembenihan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan benih adalah tidak adanya cacat tubuh pada
ikan karena pada saat pemeliharaan biasanya ikan yang cacat kondisinya lemah dan mudah
terserang penyakit, kemudian akan berkembang secara intensif dan kemudian penyakit akan
menular pada ikan yang sehat. Benih yang cacat akan mempengaruhi pada pertumbuhannya
yaitu menjadi lambat. Beberapa hal terpenting dalam pemilihan benih adalah : tidak sakit atau
membawa penyakit khususnya virus, bentuk badan normal, tidak mengkonsumsi pakan
hidup, pakan benih selalu dalam keadaan baik dengan kandungan nutrisi bagus. Hal ini juga
menjadi patokan setiap pemilihan benih ikan untuk dibudidayakan misalnya pada ikan benih
ikan kuwe.
1. Padat Penebaran Benih
Penebaran ikan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Benih dimasukkan ke dalam
karamba secara perlahan-lahan. Sebelum penebaran, kondisi kualitas air harus diperhatikan.
Apabila kualitas air pengangkutan berbeda dengan kualitas air lokasi budidaya, perlu
dilakukan adaptasi secara perlahan-lahan, terutama terhadap salinitas dan suhu.
Benih berukuran 20-25 g dapat ditebar dengan kepadatan sekitar 150 ekor/m3 untuk
pemeliharaan selama 3 bulan. Apabila ikan telah mencapai bobot >250 g/ekor, padat
penebaran harus dikurangi sampai 100 ekor/m3.
12. B. Pakan
Ikan kuwe adalah ikan pelagis yang termasuk ikan aktif dan perenang cepat karena itu
memerlukan pakan dengan kandungan protein yang tinggi seperti menurut Giri dkk. (1999)
kebutuhan protein ikan kuwe adalah 54,2%. Protein merupakan salah satu nutrien yang
diperlukan oleh ikan untuk pertumbuhan. Penggunaan protein untuk pertumbuhan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran, umur, kualitas protein, kandungan
energi pakan, keseimbangan gizi, dan tingkat pemberian pakan (Fumichi, 1988; NRC, 1983).
Menurut Lowell (1980) dan Boonyararatpalin (1999), kebutuhan energi untuk hidup pokok
harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum energi pakan dipakai untuk pertumbuhan.
Beberapa jenis pakan alami dan buatan diaplikasikan untuk meningkatkan sintasan larva
ikan. Salah satu jenis pakan alami terpopuler dan cocok untuk larva ikan adalah rotifer.
Dikatakan Lubzens dkk. (1989) bahwa rotifer ini memiliki banyak keunggulan dan dapat
dengan mudah dikultur secara massal. Delapan tahun sebelumnya Watanabe (1983) dalam
Jurnal yang sama menemukan kandungan protein rotifer sebesar 40%-60% protein dan
lemaknya sebesar 13%-16%. Namun demikian, menurut beberapa ahli, nutrisi rotifer ini
masih perlu ditingkatkan, terutama kandungan asam lemak eikosapentaenoat (EPA), dan
dekosaheksanoat (DHA)-nya. Beberapa peneliti kemudian mendapatkan hasil penelitian
pengkayaan nutrisi rotifer dengan menggunakan aneka bahan pengkaya rotifer, Yunus dkk
(1996) menyatakan bahwa bahan pengkaya yang baik dalam pemeliharaan larva ikan kuwe
adalah 10 g minyak kod ditambah 20 g kuning telur ayam, 5 g ragi roti dalam 100 L air laut
dengan kepadatan rotifer 500 ind/mL dan pengkayaan dilakukan selama 2 jam.
1. Jenis dan Mutu pakan
Aslianti & Prijono (2004), menyatakan bahwa nilai protein, lemak, dan kadar abu rotifer
yang diperkaya dengan pengkaya komersial selama 2 jam meningkat menjadi masing-masing
sebesar 59,34%, 12,92%, dan 17,3% dibandingkan sebelum diperkaya dimana kandungan
protein 40-60% dan lemak 13-16%. Kualitas larva yang dihasilkan juga lebih baik dan sehat
serta mempunyai keragaman yang tinggi yaitu menghasilkan 53,33% ukuran sedang (M),
31,00% ukuran besar (L), dan ukuran kecil (S). dengan tersedianya pakan yang baik, larva
ikan kuwe akan memberikan respon yang tinggi terhadap pakan yang diberikan. Setiaharma
dkk (1999;2002) frekuensi pemberian pakan pada larva ikan delam waktu 24 jam sebanyak 5
kali (pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan 17.00) dan menghasilkan pertumbuhan benih ikan
yang normal dengan sintasan 7,49%.
Larva yang baru menetas, tanpa perlakuan disinfeksi pada telur, dipelihara dalam bak beton
bervolume 6 m3 dan berisi 4.000 liter air laut dengan sistem sirkulasi. Pergantian air dimulai
setelah larva berumur lima hari. Pada awal penebaran (D0), larva diberi pakan berupa
Nannochloropsis. Setelah berumur dua hari, larva diberi pakan rotifer hingga akhir
pengamatan. Pengambilan sampel larva dan sampel air pemeliharaan dilakukan sebelum
pemberian pakan atau pergantian air agar diperoleh kondisi yang seragam. Larva ikan kuwe
mulai aktif makan 35,5–47,5 jam setelah menetas atau saat larva berumur dua hari (D2). Pada
masa tersebut terjadi pergantian pemanfaatan sumber energi dari sumber eksogen. Masa
pergantian ini merupakan periode kritis bagi larva sebab peluang terjadinya kematian sangat
tinggi.
Dalam pemeliharaan larva ikan kuwe, pakan alami yang diberikan adalah plankton jenis
Nannochloropsis, Rotifera, nauplii artemia dan mysid serta pakan buatan. Pemberian naiuplii
13. artemia dilakukan pada umur 8 hari sampai 20 hari, kemudian sebagai pakan tambahan pada
umur 15 hari sampai 40 hari (http://dudulwardani.blogspot.com/2010/08/teknologi-
pembenihan-ikan golden. html). Pemberian pakan awal yang tepat pada stadia awal
pemeliharaan larva sangat berpengaruh terhadap sintasan dan kesiapan larva dalam stadia
selanjutnya. Pemberian pakan awal dimulai saat larva berumur D2 – D10, selanjutnya
diberikan nauplii artemia dan pakan buatan hingga mencapai fase yuwana (D30).
Pada pendederan ikan kuwe (Gnathanodon speciosus Forsskal) pemberian jenis pakan pelet,
ikan rucah, rebon tidak mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan. Pendederan ikan kuwe
(Gnathanodon speciosus Forsskal) sebaiknya menggunakan pakan buatan yaitu pelet karena
kualitas pakan dapat ditentukan, sudah mengandung vitamin, mineral yang lengkap dalam
ransum pakan, dan tahan lama, serta tidak tergantung dari musim atau alam.
2. Pemberian Pakan
Ikan kuwe bersifat karnivora. Ikan ini di alam memakan ikan dan krustasea kecil. Oleh
karena itu, hingga saat ini pakan yang terbaik untuk budidaya ikan kuwe masih berupa ikan
rucah yang dipotong-potong sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya.
Pakan diberikan sekitar 8-6% bobot badan per hari pada pagi dan sore hari. Perubahan
jumlah pemberian pakan dilakukan setiap bulan setelah dilakukan pengukuran pertumbuhan.
Adapun penggunaan pelet komersial juga bisa dilakukan. Pelet yang diberikan berupa pelet
tenggelam dengan frekuensi pemberian pelet dua kali sehari dengan jumlah pemberian
hingga kenyang.
III.IV Pengendalian Hama dan Penyakit
A. Hama
Menurut Kordi (2004), hama adalah organisme yang dapat menimbulkan gangguan pada
ikan budidaya secara langsung maupun tidak langsung. Hama dapat berupa predator,
penyaing, perusak budidaya, dan pencuri. Hama pemangsa adalah organisme yang memangsa
ikan budidaya, seperti ikan buas, ular, burung, katak, belut, dan berang-berang. Sedangkan
hama penyaing adalah hewan yang masuk ke dalam wadah budidaya dan bersifat menyaingi
kehidupan budidaya tersebut. Penyaingan tersebut apat berupa pakan, apabila hama tersebut
memakan jenis pakan yang sama dimakan dengan ikan yang dibudidayakan. Hama perusak
sarana adalah organisme yang dapat menimbulkan kerusakan sarana budidaya, seperti
kepiting, ikan-ikan buas yang dapat merobek keramba jaring apung di laut.
Adapun beberapa cara penanggulangan hama di keramba jarring apung adalah sebagai
berikut :
1. Penanggulangan ikan buas
Ikan-ikan berukuran besar dan buas, seperti ikan hiu dapat menyerang ikan-ikan budidaya
pada keramba jarring apung di laut. Ikan-ikan buas dapat merobek jaring keramba, sehingga
ia dapat memangsa ikan peliharaan, dan ikan-ikan peliharaan pun dapat lolos melalui bagian
jarring yang robek. Penanggulangan hama ikan buas ini dengan merangkap jarring keramba,
juga selalu melakukan control terhadap ikan peliharaan.
2. Penanggulangan siput dan alga
Mata jaring keramba yang kecil akan memudahkan jaring keramba cepat kotor ditempeli
organisme pengganggu, seperti beberapa jenis alga, teritip, dan kerang-kerangan.
14. Menempelnya organisme tersebut akan menghambat pertukaran air. Untuk
menanggulanginya, keramba harus diganti. Keramba yang kotor dicuci dan dikeringkan yang
nantinya untuk mengganti keramba yang kotor. Biasanya untuk keramba berukuran mata
jaring kecil (1 inci) membutuhkan waktu ganti jaring 2 minggu, sedangkan untuk mata jaring
bermata 2 inci membutuhkan waktu ganti 3-4 minggu.
3. Penanggulangan burung dan mamalia
Serangan hama burung dan mamalia pemakan ikan dapat dihentikan dengan cara memasang
perangkap untuk menangkapnya. Perangkap ini hendaknya diikat dengan kuat ke pohon atau
diikat ke patok yang ditanam cukup dalam dan kuat, agar tidak dibawa lari oleh burung atau
mamalia. Untuk penanggulangan burung di KJA dilakukan dengan cara membuat tutup pada
keramba dengan menggunakan jaring.
B. Penyakit
Di lingkungan alam ikan air laut khususnya ikan yang dipelihara di KJA dapat diserang
berbagai macam penyakit. Penyakit tersebut dapat menyerang dalam jumlah yang lebih besar
dan dapat menyebabkan kematian. Pencegahan penyakit dan penanggulangan merupakan
aspek budidaya yang penting.
Budidaya ikan kuwe dalam keramba jaring apung bila tidak dikelola dengan baik, dapat
mengakibatkan kerugian. Pemilihan lokasi yang tidak tepat, kepadatan yang terlalu tinggi,
mutu pakan dan benih yang rendah serta jaring yang dibiarkan kotor dapat menyebabkan
serangan penyakit pada ikan budidaya. Ikan kuwe yang tidak sehat cenderung
berbaring/bersembunyi di dasar keramba atau dibawah naungan namun mampu bergerak
cepat memangsa ikan.
Penyakit yang menyerang budidaya pembesaran ikan kuwe di KJA antara lain:
1. Penyakit Parasitik
2. Kutu kulit
Selama pemeliharaan ikan sering ditemukan parasit eksternal yang umum pada ikan budi
daya laut, yaitu kutu kulit. Ada dua jenis kutu kulit yang ditemukan, yaitu Neobenedenia dan
Benedenia. Jenis yang disebut pertama bersifat lebih patogen dibandingkan jenis kedua.
Neobenedenia tidak hanya menyerang permukaan tubuh, tetapi juga mata yang dapat
menyebabkan kebutaan dengan infeksi sekunder oleh bakteri. Upaya pencegahan dan
pengobatan penyakit tersebut adalah sebagai berikut:
Ø pemberian pakan harus cukup memadai dan tidak berlebihan.
Ø Kepadatan tebar tidak terlalu tinggi.
Ø Perendaman dengan air tawar selama 5—10 menit, tiga hari berturut-turut.
Ø Perendaman dengan hydrogen peroxida 150 ppm selama 30 menit dilakukan sebanyak 2-
3 kali dengan interval waktu 7 hari.
3. Penyakit Bakterial
Menurut Sunyoto (1994) menyatakan ada 2 jenis golongan bakteri yang sering
menyebabkan penyakit pada ikan laut, yaitu bakteri perusak sirip dan Bakteri Vibrio sp.
6.2.2.1 Bakteri Perusak Sirip (Bacterial fin rot)
Sirip-sirip ikan yang mengalami kerusakan biasanya terutama pada ujung-ujungnya. Pada
bagian sirip ekor rusak sehingga hanya tersisa bagian penducle (dekat pangkal ekor).
Penanggulangan bakteri ini adalah dengan menggunakan antibiotik nitrofurazone 15 ppm
selama paling sedikit 4 jam.
15. Menurut Diani (1995), menyatakan bahwa penyakit ini sering ditemukan karena akibat
pengangkutan, penanganan yang kurang baik dan luka-luka atau gigitan dari ikan lain, namun
penyakit ini tidak fatal bagi ikan.
4. Bakteri Vibrio sp
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibriosis sp. Bakteri ini biasanya bertindak sebagai
pathogen sekunder yang timbul akibat infeksi primer protozoa. Gejala yang ditimbulkan
adalah nafsu makan berkurang, lesu, terdapat pembusukan pada sirip, mata menonjol, terjadi
penggumpalan cairan pada perut, serta terdapat radang berwarna merah pada bagian anus.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara merendam ikan pada larutan prefuran 1 ppm selama
1 hari. Selain itu pengobatan bisa dilakukan dengan pakan yang sudah dicampur dengan
oksitetrasiklin 2 - 3 g/kg pakan. Pengobatan dengan pakan dapat dilakukan selama 1 minggu
berturut-turut.
III.V Metode Panen
A. Metode Panen
Teknik pemanenan ikan pada unit karamba jaring apung relatif mudah dilakukan.
Pemanenan dapat dilakukan secara total dan sebagian sesuai dengan permintaan pasar,
terutama pada saat harga jual tinggi (Puja et al., 2001). Setelah pemeliharaan selama 5-6
bulan, ikan kuwe dapat dipanen dengan ukuran konsumsi (300-400 g). Dengan kelangsungan
hidup 70-95%, dapat dihasilkan ikan rata-rata 28 kg/m3. Pemanenan ikan dalam KJA sangat
mudah dilakukan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung
kebutuhan.
Ada 2 metode panen yang dapat dilakukan menurut Dewi dan Putro (1999), yaitu ;
1. Metode Panen Selektif
Metode panen selektif adalah metode memanen ikan-ikan yang sudah mencapai ukuran
yang diinginkan sesuai dengan permintaan pasar, sedangkan ikan-ikan yang ukurannya lebih
kecil dapat terus dipelihara di tempat semula. Panen selektif sering pula dilakukan untuk
memenuhi permintaan dalam skala kecil.
2. Metode Panen Total
Metode ini digunakan apabila permintaan konsumen cukup tinggi dan ikan yang dipelihara
sudah memenuhi syarat untuk dijual, baik dari segi ukuran maupun jumlahnya. Metoda ini
pada prinsipnya dilakukan dengan cara memanen semua ikan yang dipelihara, cara ini
mudah dilakukan karena tidak perlu melakukan seleksi ukuran pada saat panen.
16. BAB IV. PENUTUP
IV.I Kesimpulan
Ciri tubuh kuwe berbentuk oval dan pipih. Warna tubuhnya bervariasi, yaitu biru bagian
atas dan perak hingga keputih-putihan di bagian bawah. Tubuh ditutupi sisik halus berbentuk
sikloid. Sisiknya kecil dengan gurat sisi yang bercabang. Dibagian dada sisiknya berkurang
atau tidak ada. Terdapat tiga duri, dua yang pertama terpisah dari sirip yang diam. Sirip
ekornya berjagak. Ikan kuwe dapat berenang cepat dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya.
Jenis-jenis ikan kowe, Diamond Trevally (Alectis indicus), Onion Trevally (Carangoides
caeruleopinnatus), Longnose trevally ( Carangoides chrysophrys), Blue Trevally
(Carangoides ferdau), Gold Spotted Trevally ( Carangoides fulvoguttatus), Bludger Trevally
(Carangoides gymnostethus), Malabar trevally (Carangoides malabaricus), Thicklip Trevally
(Carangoides orthogrammus), Golden Trevally (Gnathanodon specious) ,Giant Trevally
(Caranx ignobilis), Bluefin Trevally (Caranx melampygus),Bigeye Travelly (Caranx
sexfasciatus).
Dalam budidaya ikan kuwe harus memperhatikan pemilihan benih, pakan, pengendalian
hama dan penyakit, metode panen, dan lain lain agar budidaya ikan kuwe berhasil.
IV.II Saran
Dalam usaha budidaya ikan kuwe, diperlukan keseriusan agar memperoleh keuntungan atau
hasil yang maksimal, memilih bibit ikan yang berkualitas baik, agar hasil yang kita dapatakan
baik pula, dan memperhatikan keadaan kolam, tambak atau keramba jaring apung jangan
sampai ada kebocoran karena kolam yang bocor dapat menyebabkan kerugian.
17. DAFTAR PUSTAKA
Eprints.umm.ac.id.”Biologi Ikan Kowe”. http://eprints.umm.ac.id/43782/3/BAB%20II.pdf
Kaskus. (2012, 10 November). “Jenis-jenis ikan Kuwe
https://www.kaskus.co.id/thread/509dc4ee2675b4b9750000ef/13-jenis-ikan-kuwe-gt-giant-
trevallyrs-serba-13/
Sulaiman. (2017, 21 Oktober). “Teknik Budidaya Ikan Kuwe).
http://teknologiakuakultur.blogspot.com/2011/10/teknik-budidaya-ikan-kuwe-
gnathanodon.html