Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembenihan rajungan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar, termasuk sejarah, bidang usaha, dan struktur organisasi BPBAP Takalar.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rajungan (Portunus pelagicus) kini telah menjadi salah satu
komoditas perikanan yang bernilai tinggi. Hasil olahan komoditas tersebut
menjadi salah satu makanan kegemaran di Amerika dan negara Eropa.
Rasa yang lezat dan kandungan nutrisi cukup tinggi menyebabkan
permintaan akan komoditas ini semakin meningkat. Hingga saat ini, bahan
baku untuk olahan rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari
alam. Usaha budidaya di tambak atau karamba telah mulai dirintis, namun
belum pemberian kontribusi terhadap penambahan volume ekspor. Harga
yang semakin meningkat dan permintaan pasar yang semakin banyak
mendorong terjadinya penangkapan rajungan secara besar - besaran
(Juwana dan R. Kasijan., 2000).
Hasil tangkapan rajungan di Sulawesi Selatan pada tahun 2003
telah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Penurunan ini
kemungkinan disebabkan oleh turunnya stok populasi jika hal ini tidak
diantisipasi, akan berpotensi menurunkan kontribusi bagi pendapatan asli
daerah dan menghilangkan kesempatan kerja khususnya di daerah
pesisir. Salah satu upaya untuk mengurangi eksploitasi rajungan melalui
usaha penangkapan adalah usaha budidaya di tambak (Effendy dkk.,
2005).
2. 2
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan budidaya adalah
ketersediaan benih. Masalah ketersedian benih dapat diatasi dengan cara
usaha pembenihan. Keberhasilan pembenihan rajungan ditentukan oleh
kualitas dan kuantitas produksi benih. Kondisi benih itu sendiri ditentukan
oleh kondisi awal stadia serta kemampuan larva menjelang stadia pasca
larva.
Pembenihan rajungan merupakan sebuah rangkaian kegiatan,
mulai dari seleksi induk, pemeliharaan induk rajungan matang gonad dan
penanganan larva. Kematian larva pada stadia awal diduga merupakan
interaksi antara faktor genetik, lingkungan dan nutrisi. Induk yang
berkualitas baik, pada umumnya akan mampu untuk menghasilkan larva
rajungan yang mampu mengatasi tekanan lingkungan pemeliharaan. Saat
ini telah dilakukan pembenihan rajungan di beberapa Unit Pelaksana
Teknis (UPT) pusat seperti di BPBAP Takalar. Untuk itu karena kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang pembenihan rajungan, sehingga
prakerin dilakukan. Hal ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang teknologi pembenihan rajungan.
B. Tujuan Prakerin
Praktek Kerja Industri ini bertujuan untuk mengetahui secara
langsung teknik pembenihan Rajungan (Portunus pelagicus), dan
permasalahan yang dihadapi dalam pemeliharaan induk Rajungan
(Portunus pelagicus) Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)
Takalar.
3. 3
C. Manfaat Prakerin
Manfaat dari Praktek Kerja Industri ini adalah untuk menambah
wawasan, pengetehuan serta keterampilan siswa sehingga nantinya
diharapkan dapat menangani suatu unit usaha pembenihan Rajungan
(Portunus pelegicus) dan sebagai bahan studi perbandingan antara teori
dan praktek yang dapat di aplikasikan kemasyarakat dan sebagai bahan
informasi bagi usaha pembenihan rajungan.
4. 4
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Klasifikasi Rajungan
Menurut Greezimek (Nontji 1987), rajungan merupakan biota laut
dan termasuk dalam:
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Branchyura
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus
B. Morfologi Rajungan
Menurut Afrianto dan Liviawaty., (1995), menyatakan bahwa jenis
kelamin kepiting sangat mudah ditentukan yaitu dengan mengamati alat
kelaminnya yang ada pada bagian perut (dada). Pada bagian perut (dada)
kepiting jantan berbentuk segitiga yang sempit dan agak meruncing di
bagian depan, sedangkan kelamin kepiting betina berbentuk segitiga yang
relatif lebar dan dibagian depannya agak tumpul. Menurut Warner.,
5. 5
(1977), menyatakan bahwa abdomen jantan bentuknya lebih runcing
menyurupai stupa, sedangkan pada betina bentuknya menyerupai
lonceng. Juwana dan R. Kasijan., (2000), mengatakan bahwa kepiting
jantan memiliki abdomen yang lebih sempit dan meruncing ke depan,
sedangkan betina memiliki abdomen yang lebih melebar dan membulat
penuh dengan embelan yang berguna untuk menyimpan telur.
Berdasarkan Bowman (1972 dan Soesani 1963 dalam Nontji 1987),
ciri - ciri morfologi rajungan mempunyai karapaks berbentuk bulat pipih
dengan warna yang sangat menarik. Pada kiri kanan karapaksnya
terdapat duri besar dengan berjumlah sembilan buah dan empat buah
antara kedua matanya. Mempunyai lima pasang kaki jalan, kaki jalan
pertama besar, disebut dengan capit yang mempunyai fungsi untuk
memegang, sedangkan kaki jalan yang terakhir mengalami modifikasi
sebagai alat renang. Menurut Juwana dan R. Kasijan (2000), bahwa
rajungan dalam suku portunidae mempunyai pasangan kaki terakhir
(pasangan kaki lima) yang pipih dan pada dua ruas terakhir. Salah satu
fungsi kaki pipih tersebut adalah untuk berenang. Oleh karena itu suku
portunidae sering juga disebut sebagai kepiting yang pandai berenang
(Swimming crab).
Jenis kelamin rajungan dapat dibedakan secara eksternal.
Rajungan jantan organ kelaminnya menempel pada bagian perut
berbentuk segi tiga dan agak meruncing. Betina bentuknya cenderung
membulat berbentuk huruf V atau U terbalik. Perbedaan jenis kelamin juga
6. 6
dapat dilakukan dengan membandingkan berat capit terhadap berat
tubuh. Pada perkembangan awal saat lebar karapaks antara 3 - 10 cm,
berat capit mencapai kisaran 22% dari berat tubuh. Setelah ukuran
karapaksnya mencapai 10 - 15 cm, capit kepiting jantan menjadi lebih
besar, yaitu 30 - 35% dari berat tubuh, sementara capit betina tetap sama
22% dari berat tubuh (Afrianto dan Liviawaty, 1995).
Morfologi rajungan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Morfologi rajungan
C. Habitat dan Penyebaran
Habitat rajungan cukup variatif, mulai dari daerah pantai dengan
dasar pasir bercampur dengan rumput – rumput laut, di pulau – pulau
karang dan juga di laut terbuka. Rajungan juga terdapat di daerah bakau
dan tambak – tambak air payau yang berdekatan dengan laut. Rajungan
sering terlihat berenang dekat permukaan dan dapat ditemukan pada
kedalaman kurang dari satu meter sampai kedalaman lebih dari enam
7. 7
puluh lima meter. Rajungan sering bersama - sama dengan binatang lain
serta hidup bebas dari dasar laut (Moosa., 1980 dalam Juwana., 1997).
Hampir semua jenis suku rajungan hidup bersama dengan binatang
lainnya seperti teripang dan bulu babi, sehingga dapat disebut bahwa
jenis portunidae hidup di laut bebas dan berenang di permukaan
(Delsman dan De Man., 1925 dalam Jaenab., 1993). Lebih lanjut
dikatakan bahwa habitat jenis portunidae menyebar di perairan yang
dangkal dan berlumpur atau lumpur berpasir serta membenamkan diri.
Menurut Juwana dan R. Kasijan., (2000), bahwa rajungan hidup di
daerah pantai berpasir campur lumpur dan di perairan depan hutan
mangrove. Kedalaman perairan tempat rajungan ditemukan berkisar
antara 0 – 60 meter, dengan substrat mulai dari pasir kasar, pasir halus,
pasir bercampur lumpur, sampai perairan yang ditumbuhi lamun.
Rudiana., (1985), mengatakan bahwa rajungan hidup pada habitat pantai
dengan dasar berpasir, pasir lumpur, pasir putih atau pasir lumpur dengan
rumput laut dipulau – pulau karang dan dilaut terbuka. Jenis ini juga
ditemukan di daerah bakau, di tambak – tambak air payau yang
berdekatan dengan laut. Lebih lanjut dikatakan bahwa pada umumnya
kepiting cenderung menyenangi perairan dangkal dengan kedalaman
berkisar antara 1 - 4 meter.
8. 8
D. Makanan dan Kebiasaan Makan
Pakan mempunyai peranan sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Pakan yang
baik adalah yang mengandung komponen protein, karbohidrat, lemak,
mineral dan vitamin. Kekurangan salah satu komponen tersebut dapat
menyebabkan terganggunya pertumbuhan kepiting (Afrianto dan
Liviawaty., 1995).
Pada fase awal, larva akan memanfaatkan nutrien dan energi
pakan yang tersedia dalam tubuhnya yaitu kuning telur dan butiran
minyak. Setelah larva dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
perkembangan alat pencernaan sudah memadai, larva akan mulai
mengkomsumsi pakan dari luar tubuhnya. Meskipun kuning telur dan
butiran minyak masih tersedia, namun pakan dari luar sudah dapat di
berikan, sehingga akan diperoleh energi siap pakai. Dengan tersedianya
energi siap pakai maka kebutuhan energi untuk kebutuhan dasar dapat
dipenuhi sehingga larva dapat mempertahankan kelangsungan hidup
pada fase tersebut. Pemberian pakan yang tepat akan mempengaruhi
peningkatan energi sehingga menjadi efesien (Karim., 1998).
Larva kepiting membutuhkan pakan dalam jumlah tertentu untuk
menunjang aktivitas pertumbuhannya. Jenis pakan yang dikonsumsi
bervariasi, tergantung pada ukuran kepiting yang dipelihara. Kepiting yang
masih berbentuk larva menyukai pakan berupa plankton yang berukuran
kecil sesuai dengan ukuran bukaan mulut larva. Pada fase megalopa
9. 9
menyukai organisme yang berukuran relatif lebih besar dan setelah
dewasa memakan daging bahkan bangkai (Afrianto dan Liviawaty., 1995).
Menurut Hanafi., (1994), bahwa jenis pakan yang dikonsumsi
kepiting tergantung pada stadia atau ukuran kepiting. Sejak fase
megalopa sampai dewasa kepiting suka membenamkan diri di dalam pasir
berlumpur. Pada fase zoea bersifat pemakan plankton setelah megalopa
bersifat karnifora dan pada stadia kepiting muda dan dewasa bersifat
omnivor.
Juwana., (1997), mengatakan bahwa makanan yang dapat
diberikan pada tingkat perkembangan zoea adalah zooplankton yang
berukuran lebih kecil dari pada ukuran larva, pergerakannya lamban
sehingga mudah ditangkap serta mempunyai tekstur tubuh yang mudah
dicerna. Pada fase megalopa dapat diberikan pakan hidup dan ditambah
pakan yang mempunyai tekstur tubuh yang lebih padat. Lebih lanjut
dikatakan bahwa megalopa yang bersifat kanibal maka harus diberi porsi
makanan yang cukup atau lebih banyak sehingga tidak ada kecendrungan
untuk memakan sesamanya.
10. 10
BAB III
URAIAN UMUM
A. Profil Industri
1. Sejarah Tempat Prakerin
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar adalah
Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Budidaya
Kementerian Kelautan dan Perikanan, terletak di Desa Mapakalompo
Kecamatan Galesong Selatan Kab. Takalar Sulawesi Selatan. BPBAP
Takalar didirikan pada tahun 1983, di atas tanah seluas 2 Ha dengan
dua lokasi dan mulai beroperasi pada tahun 1986. BPBAP Takalar
selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan,
berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 264/KPTS/OT.210/94 tanggal 8
April 1984 mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Sebagai pelaksana teknik pembenihan dan budidaya air payau.
2. Penerapan teknik dan peningkatan dalam usaha pembenihan
dan budidaya ikan dan udang air payau.
3. Penyuluhan atau penyebaran teknologi kepada masyarakat.
4. Memproduksi induk dan benih yang bermutu.
5. Melaksanakan pelestarian melalui restocking.
11. 11
2. Bidang Usaha
Memasuki tahun 2004 bidang tugas yang telah dicapai atau
dilaksanakan dengan tingkat keberhasilan oleh BPBAP Takalar adalah
sebagai berikut :
1. Tekhnologi Pembenihan dan Pembesaran Udang
2. Tekhnologi Pembenihan Kepiting
3. Tekhnologi Pembenihan Budidaya Rumput Laut
4. Tekhnologi Pembenihan dan Budidaya Ikan Bandeng
5. Tekhnologi Pembenihan dan Budidaya di Karamba Jaring
Apung Ikan Kerapu Macan dan Kerapu tikus.
6. Teknologi pembenihan Ikan Beronang
7. Laboratorium Pakan Alami
8. Laboratorium Pakan Buatan
3. Struktur Organisasi
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar merupakan unit
pelayanan teknis dari pelayanan teknis dari Direktorat Jenderal
Perikanan sebagai Pusat Pengembangan Budidaya Air Payau sesuai
dengan paraturan yang ditetapkan.
Dalam rangka pelaksanaan tugas - tugas sebagai unit
pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perikanan dan Kelautan BPBAP
Takalar dilengkapi dengan wadah dan struktur organisasi BPBAP
Takalar dalam kegiatannya berpedoman pada SK Menteri Kelautan
12. 12
dan Perikanan No.KEP.26 D/MEN/2001 tentang struktur Organisasi
BPBAP Takalar yang terdiri dari :
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi BPBAP Takalar
Untuk melaksanakan tugas - tugas sebagai unit pelaksana
teknis kepala BPBAP yang bertanggung jawab kepada Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. BPBAP Takalar mengembang tugas
masing - masing bagian sesuai dengan struktur organisasi.
a. Kepala BPBAP Takalar
Kepala BPBAP Takalar selaku penanggung jawab
fungsional, melakukan fungsinya dalam bidang pelaksanaan
administrasi, perencanaan dan pengendalian. Untuk menjalankan
fungsinya tersebut, kepala balai melakukan koordinasi ke pusat,
KEPALA BPBAP
TAKALAR
TATA USAHA
SEKSI
PELAYANAN
SEKSI STANDARISASI
DAN INFORMASI
JABATAN
FUNGSIONAL
PEMBUDIDAYARANCANG BANGUN
& PERALATAN
LINGKUNGAN &
HAMA PENYAKIT
NUTRISI
/PAKAN
PEMBENIHAN
13. 13
dalam lingkungan unit balai sendiri ataupun antara instansi terkait.
Dalam rangka pengendalian dan pengawasan, kepala balai
mengadakan rapat mingguan, bulanan dan tahunan.
b. Tata Usaha
Tata usaha mempunyai tugas melakukan administrasi
keuangan, kepegawaiaan, persuratan, perlengkapan, rumah
tangga pelaporan.
c. Seksi Pelayanan Teknik
Seksi ini berperan memberi pelayanan teknis kegiatan
pengembangan, penerapan serta pengawasan teknik pembenihan
dan pembudidayaan ikan air laut.
d. Seksi Standarisasi dan Informasi
Seksi ini mengemban peran dalam menyiapkan bahan
standar teknik dan pengawasan pembenihan dan pembudidayaan
ikan air payau, pengendalian hama dan penyakit ikan, lingkungan,
sumber daya induk dan benih serta pengolahan jaringan dan
perpustakaan.
e. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional di lingkungan BPBAP Takalar
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perekayasa, pengujian,
penerapan dan bimbingan penerapan standar/sertifikasi
pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau, pengendalian
14. 14
hama dan penyakit ikan, pengawasan benih, budidaya dan
penyuluhan serta kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing -
masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang -
undangan yang berlaku.
4. Tata Letak Lokasi
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar terletak di Desa
Mappakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar
kurang lebih 30 km ke arah Selatan Kota Makassar. Berdasarkan letak
geografisnya pantai BPBAP Takalar, berada pada pesisir pantai
selatan selat Makassar.
Keadaaan perairan disekitarnya berupa struktur dasar perairan
berpasir, pantai struktur dasar perairan lahannya tidak terjangkau
pasang tertinggi, tidak mengalami erosi air laut terlindung dari bahaya
banjir serta angin ribut, kualitas air laut bersalinitas 30 ppt, pH 7 - 8,5
dan suhu antara 27 - 300 C. BPBAP terdiri atas Tiga lokasi yang
berjarak kurang lebih 1 km satu dengan yang lainnya. Lokasi satu
terdiri atas bangunan kantor, asrama, rumah jaga, perumahan
karyawan, aula, sarana olahraga dan sarana pembenihan. Lokasi dua
terdiri atas sarana pembenihan, perumahan pegawai, tambak serta
laboratorium dan lokasi tiga terdiri atas sarana pembenihan dan
perumahan pegawai. Secara umum lokasi BPBAP Takalar mudah
dijangkau dengan sarana transportasi yang lancar.
15. 15
5. Sarana dan Prasarana
Dalam melaksanakan kegiatan operasional di unit pembenihan
Kepiting Rajungan, maka BPBAP Takalar ditunjang berbagai sarana
dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium
1) Laboratorium Basah
2) Laboratorium Uji
3) Laboratorium Hama dan Penyakit
4) Laboratorium Nutrisi
2. Unit Pelayanan Teknik dan Administrasi
1) Kantor
2) Auditorium
3) Asrama
4) Perpustakaan
5) Pos jaga
6) Rumah Operator
7) Alat transportasi
8) Lapangan Olah raga
16. 16
6. Visi dan Misi BPBAP Takalar
Sebagai organisasi di bawah Kementrian Kelautan dan Perikanan,
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Perikanan Budidaya Air
Payau (BPBAP) Takalar. Memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi
“Visi terwujudnya Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP),
sebagai pusat pelayanan masyarakat dan penyedia teknologi terapan
dalam pengembangan budidaya air payau di Kawasan Timur
Indonesia”.
Misi
1. Pengembangan teknologi budidaya air payau, berbasis agribisnis
yang
2. berdaya saing ramah lingkungan dan berkelanjutan.
3. Percepatan alih teknologi budidaya air payau pada masyarakat dan
pembudidaya.
4. Penciptaan dan peningkatan jumlah paket - paket teknologi
budidaya efisien, efektif, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
5. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan.
7. Tugas dan Fungsi
Pada tahun 2001 Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar
mengalami perubahan status menjadi Balai Perikanan Budidaya Air
Payau (BPBAP) berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan
17. 17
No.KEP26 D/Men/2001 tanggal 1 Mei 2001, dengan fungsi
melaksanakan penerangan sumber daya perikanan dan lingkungan
meliputi wilayah perairan payau di kawasan timur Indonesia.
BPBAP Takalar juga berfungsi sebagai tempat pelatihan dan
peningkatan tenaga teknis produksi dan pengelolaan lingkungan
terhadap pembangunan dan kegiatan operasional pembenihan melalui
dana APBN dan beberapa peralatan mendapat bantuan dari Badan
Dunia UNDP - FAO.
Pelayanan teknik dan informasi
Dalam bidang ini telah dikembangkan sistem
pelayanan berupa pemagangan, pelatihan dan kursus, bantuan
tenaga teknis lapangan, konsultasi, diseminasi, buku petunjuk
teknis, brosur dan pelayanan perpustakaan.
Pelestarian sumber daya atau pelestarian lingkungan
Kegiatan perlindungan yang dilaksanakan dan
dikembangkan adalah identifikasi dampak lingkungan,
monitoring lingkungan dan parasit yang menyerang pada panti
pembenihan dan budidaya, kegiatan pelestarian berupa
Restocking benih pada alam.
18. 18
B. Lokasi dan Waktu Prakerin
1. Lokasi Prakerin
Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar, Desa
Mappakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten
Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan.
2. Waktu Prakerin
Praktek Kerja Industri ini dilaksanakan selama 3 bulan,
dimulai pada tanggal 6 Maret 2015 sampai 6 Juni 2015.
C. Kegiatan di Industri
Adapun kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Industri
pada unit pembenihan kepiting rajungan adalah:
Persiapan bak pemeliharaan
Seleksi induk
Pemeliharaan larva kepiting
Penyiponan
Pergantian air
Pemberian pakan
Panen
Packing
19. 19
1. Metode Praktek
Metode pelaksanaan Praktek Kerja Industri untuk memperoleh
data harian meliputi:
1. Pengamatan (observasi) langsung pada unit pembenihan rajungan.
2.Konsultasi dan wawancara/diskusi dengan teknisi dan staf BPBAP
yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan rajungan baik
secara teknis maupun non teknis.
3. Ikut serta secara langsung melaksanakan proses kegiatan harian di
unit pembenihan rajungan.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam prakerin.yaitu :
Tabel 1. Alat - alat yang digunakan dalam prakerin.
No Alat Spesifikasi Kegunaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Peralatan Aerasi
Saringan Pakan
Ember Pakan
Pompa Dab
Filter Bag
Thermometer
Hendrefraktometer
Gayung
Gelas Ukur
Batu aerasi, krang aerasi,
selang aerasi, dan pemberat
150 mess
Volume 10 ltr
Lakoni
250 mess
Air Raksa (10 - 100 °C)
Atago (0 - 100 ppt )
Volume 2 ltr
100 ml
Suplai oksigen
Menyaring pakan
Tempat pemberian pakan
Transfer air
Menyaring Air
Mengukur suhu
Mengukur salinitas
Menebar pakan alami
Sampling larva
20. 20
bahan yang digunakan saat prakerin yaitu:
Tabel 2. Bahan - bahan yang digunakan dalam Prakerin.
No Bahan Spesifikasi Kegunaan
1
2
3
4
5
6
Induk rajungan
Branchionus plicatilis
Artemia salina
Multivitamin
Kaporit
Natrium Thiosulfat
Uk. 200-250 gr
Tipe L dan S
Produk inve
Kurkuma
Drum 20 kg
Teknis
Menghasilkan larva
Pakan larva
Pakan larva
Pengkayaan zooplankton
Sterilisasi wadah
Sterilisasi wadah
21. 21
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Persiapan Pembenihan
Bak yang akan digunakan sebagai wadah tempat penampungan
air, wadah media bagi organisme juga tempat pemeliharaan induk dan
larva. Dibersihkan dengan detergen dicampur oksalid digosok dengan
sikat/shelter setelah itu dibilas dengan air laut lalu dikeringkan. Pada bak
penampungan yang telah diisi air laut pemberian kaporit dan aerasi yang
kuat selama 24 jam. Pada bak induk dan bak larva yang telah dibersihkan
dan dikeringkan difasilitasi dengan aerasi. Pemberian substrat pasir serta
sekat pada bak induk supaya dapat memanipulasi lingkungan sesuai
dengan alam tempat hidupnya.
1. Persiapan Bak Induk
Persiapan bak induk bertujuan agar tercipta kondisi fisik dan
biologi lingkungan yang sesuai dengan habitat rajungan sehingga
dapat mendukung keberhasilan pembenihan rajungan. Persiapan
untuk pemeliharaan dilakukan dengan cara membersihkan dinding
dan dasar bak agar lumut atau kotoran yang melengket bisa hilang
dengan menyiram kaporit pada dinding dan dasar bak, kemudian
dibilas dengan menggunakan deterjen dan oksalid. Setelah itu
dibilas lagi dengan menggunakan air bersih sampai merata dan
dibiarkan mengering selama 1 hari. Selanjutnya substrat (pasir laut)
22. 22
yang akan difungsikan induk rajungan sebagai tempat
membenamkan dirinya, terlebih dahulu dicuci kemudian
dikeringkan. Adapun ketebalan substrat didalam bak pemeliharaan
berkisar antara 5 - 7 cm.
Bak pemeliharaan induk rajungan dilengkapi dengan sekat
yang bertujuan untuk mengurangi kematian induk akibat sifat saling
memangsa (kanibalisme) pada saat molting. Pergantian air bak
induk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Pergantian air bak Induk Rajungan (Portunus pelagicus)
2. Persiapan Air Media
Persiapan air untuk larva dilakukan dengan memasukkan air
laut kedalam bak penampungan yang sebelumnya telah
dipersiapkan dengan menggunakan saringan air (filer bag),
kemudian diberi aerasi yang kuat lalu dilarutkan kaporit 15 ppm / 5
ton selama 24 jam, kemudian natrium thiosulfat 5 ppm ditambahkan
23. 23
untuk menetralisir pengaruh kaporit ± 30 - 45 Menit. Selama
sterilisasi aerasi tetap dijalankan dengan bukaan udara maksimum.
Teknik sterilisasi air penampungan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 4. Sterilisasi air penampungan
3. Persiapan Bak Larva
Larva rajungan dipelihara dalam bak berbentuk kerucut
walaupun larva juga dapat dipelihara pada berbagai bentuk bak
(salah satunya bentuk segi empat), tetapi yang lebih sesuai untuk
pemeliharaan larva rajungan adalah bentuk bak kerucut yang
ditempatkan dalam ruangan yang memiliki intensitas cahaya dan
suhu yang cukup. Bak pemeliharaan ini dilengkapi dengan aerasi,
dimana fungsinya untuk meningkatkan kandungan oksigen dalam
air dan menciptakan sirkulasi air dalam media pemeliharaan serta
mempercepat penguapan gas beracun yang terakumulasi sebagai
hasil dari pembusukan sisa - sisa makanan. Pengaerasian bak
24. 24
pemeliharaan larva harus selalu dikontrol agar tidak terlalu kuat
sebab dapat mengakibatkan larva menjadi stress, bila aerasi terlalu
kuat maka kemungkinan besar larva mati karena ikut teraduk.
Hal itu juga membuat larva menjadi stress sehingga mudah
terkena penyakit. Bak pemeliharaan dibersihkan dari kotoran serta
organisme yang dapat menghambat pertumbuhan. Bak fiber yang
akan digunakan sebagai wadah pemeliharaan larva terlebih dahulu
dibersihkan dengan cara disikat dengan campuran deterjen dan
oksalit 10 ppm, setelah itu dibersihkan (dibilas) dengan cara
menyemprotkan air steril. Bak tersebut dibiarkan mengering selama
kurang lebih 1 hari. Teknik persiapan bak larva rajungan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5. Teknik persiapan bak larva rajungan.
25. 25
B. Seleksi Induk
Induk yang digunakan pada pembenihan rajungan adalah induk
alam hasil tangkapan nelayan yang diperoleh dari pengumpul. Induk -
induk tersebut kemudian diseleksi. Induk yang diambil adalah induk yang
mempunyai organ tubuh lengkap, tidak cacat, gerakan lincah, berat induk
antara 200 - 250 gram dengan panjang karapas 5 - 8 cm dan lebar
karapas 10 - 13 cm, setidaknya telah mencapai tingkat kematangan gonad
(TKG) II berwarna putih buram diamati dengan melihat sambungan antara
karapas dengan abdomen terakhir. Induk yang telah diseleksi kemudian
dibawah ke lokasi pembenihan.
C. Pemeliharaan Induk
Induk rajungan dipelihara dalam bak beton ukuran 5 m x 2 m x 1,25
m. Di dalam bak beton diberi sekat - sekat sebanyak 18 sekat, masing -
masing sekat berisi satu ekor. Ukuran induk rajungan berkisar antara 200 -
250 gr/ekor. Ketinggian air berkisar 25 - 30 cm. Air yang digunakan pada
pemeliharaan induk adalah air laut dengan kadar garam 32 ppt. Dasar bak
diberi substrat pasir putih setinggi 5 - 7 cm. Hal ini diberikan untuk
menekan tingkat kanibalisme pada induk rajungan.
Induk rajungan diberi pakan segar terdiri dari kombinasi cumi -
cumi, ikan rucah dan kerang. Jenis pakan yang diberikan dapat
mempengaruhi tingkat kematangan gonad induk rajungan. Frekuensi
pemberian pakan dilakukan 2x/hari yaitu pada pagi dan sore menjelang
malam. Dosis pakan yang diberikan lebih banyak pada sore hari. Hal ini
26. 26
disebabkan karena rajungan aktif makan pada malam hari atau bersifat
nokturnal. Sisa pakan yang tidak termakan diangkat keluar dari bak
pemeliharaan. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 100% dan
pencucian substrat pasir .
Pengontrolan induk yang bertelur yaitu dilakukan dengan cara
pengamatan secara visual, terhadap perubahan warna telur yang terdapat
pada bagian abdomen yaitu dengan cara induk tersebut ditangkap dengan
menggunakan serok dan diamati perubahan warna abdomen pada induk
betina yang berwarna orange hingga kehitaman.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari induk rajungan yang
tingkat kematangan gonad (TKG) I sampai menetas memerlukan waktu 7 -
10 hari. Tingkat kematangan gonad induk rajungan dipengaruhi oleh
jumlah pakan yang diberikan dan jumlah pergantian air. Selain itu
dipengaruhi oleh salinitas dan suhu air media pemeliharaan. Menurut
kisaran salinitas dan suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menyebabkan embrio mati. Embrio yang mati ditandai dengan hilangnya
pergerakan pada telur atau tidak terbentuknya bintik mata (Juwana dan R.
Kasijan., 2000).
27. 27
Bak pemeliharaan induk rajungan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 6. Bak pemeliharaan induk rajungan.
D. Penetasan Telur
Induk yang akan menetas ditandai dengan telur yang berwana
hitam legam pada bagian abdomennya. Selanjutnya induk dipindahkan ke
dalam fiber berwarna hitam untuk penetasan telurnya. Telur rajungan
akan menetas pada malam hari antara jam 12 malam – jam 5 pagi.
Jumlah larva/zoea yang dihasilkan dipengaruhi oleh ukuran dan berat
induk rajungan, dimana semakin besar ukuran dan berat, maka semakin
banyak pula larva yang akan dihasilkan. Rata - rata induk rajungan
memperoleh larva rajungan berkisar antara 800.000 - 1.000.000
larva/induk. Tingkat perkembangan embrio telur rajungan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini
28. 28
Tabel 3. Tingkat perkembangan embrio telur rajungan.
Hari Tingkat Warna Telur Pengamatan Mikroskopik
Perkembangan
1 I (pagi) Kuning telur Telur dipenuhi dengan kuning
telur, tidak ada perbedaan sel - sel.
I (sore) Kuning Daerah bebas kuning telur
mulai tampak.
2 II Kuning pucat Daerah bebas kuning telur
semakin meluas.
3 III Coklat pucat
Mulai tampak bintik mata.
4 IV Coklat Mata makin terbentuk dan tampak
Lajur - lajur pigmen pada abdomen.
5 V Coklat tua
Pewarnaan dan perkembangan bagian –
bagian tubuh telah lengkap. Mulai tampak
denyut dalam embrio.
6 VI Hitam
Denyut semakin kuat mulai Nampak,
pergerakan embrio dalam kulit telur.
7 VII Hitam Legam
Gerakan embrio semakin kuat dan embrio
mulai keluar dari kulit telur.
Menetas sebagai prezoea atau zoea.
29. 29
Jumlah telur yang tidak terbuahi atau gagal menetas berada pada
kisaran 15 - 20%. Telur yang tidak terbuahi atau larva yang lemah
cenderung berada pada dasar wadah bak penetasan. Larva yang sehat
akan bersifat phototaksis positif dan aktif berenang di daerah pemukaan
air. Semakin besar induk yang digunakan, maka diameter telur dan jumlah
larva yang dihasilkan cenderung lebih besar dan lebih banyak.
Berdasarkan data empiris, larva layak dipelihara bila jumlah larva
mengapung lebih dari 80% dari total yang dihasilkan. Telur yang tidak
terbuahi atau larva yang gagal menetas umumnya disebabkan oleh
rendahnya asupan nutrisi saat proses pematangan gonad atau adanya
infeksi jamur seperti Lagenedium sp dan protozoa (Djunaidah 2004).
Tingkat perkembangan telur rajungan dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
A (TKG II) B (TKG V) C (TKG VII)
Gambar 7. Tingkat perkembangan telur rajungan
30. 30
E. Penebaran Larva
Zoea yang telah dipanen dari bak penetasan dipindahkan ke bak
pemeliharaan larva. Pemindahan larva dilakukan secepatnya untuk
menghindari stress pada larva rajungan akibat larva yang terlalu padat
pada wadah penampungan larva. Padat penebaran larva berkisar antara
50 - 60 ekor/liter. Untuk menghindari stres pada larva akibat perbedaan
lingkungan pemeliharaan dan bak penetasan dilakukan aklimatisasi
sebelum larva ditebar. Larva ditebar secara perlahan - lahan dengan
memasukkan air media pemeliharaan larva kedalam wadah larva selama
kurang lebih 1 menit. Setelah proses adaptasi larva cukup segera
dilakukan penebaran pada bak pemeliharaan larva.
F. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva rajungan dilakukan selama ±12 hari.
Pemeliharaan larva di mulai dari stadia Zoea sampai Megalopa dipelihara
di fiber kerucut berkapasitas 250 liter. Pemberian pakan pada larva
rajungan menggunakan pakan alami. Pakan alami sebelum diberikan
pada larva rajungan terlebih dahulu dilakukan pengkayaan. Pengkayaan
ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi pada Branchionus
plicatilis dan Artemia salina. Menurut Sorgeloos dkk., (1991 dan Wiliam
dkk., 1999 dalam Effendy 2005), menyatakan bahwa Branchionus plicatilis
dan naupli Artemia salina tidak mempunyai kandungan asam lemak EPA
dan DHA yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan larva. Upaya
31. 31
optimalisasi nutrisi pada pakan alami perlu dilakukan untuk meningkatkan
nutrisi pada pakan alami.
Selama masa pemeliharaan larva rajungan pemberian pakan
menggunakan pakan alami. Dosis pemberian pakan alami pada larva
rajungan jenis Branchionus plicatilis diberikan dengan kepadatan 10 - 15
ekor/ml mulai stadia zoea I. Memasuki stadia Zoea III naupli Artemia
salina mulai diberikan dengan kepadatan 0,5 - 3 ekor/ml dan meningkat
seiring pertumbuhan dan pergantian stadia pada larva. Frekuensi
pemberian pakan dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada jam 8 pagi, jam 12
siang, jam 4 sore dan jam 8 malam.
Dosis dan frekuensi pemberian pakan pada pemeliharaan larva
rajungan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Dosis dan frekuensi pakan selama pemeliharaan larva rajungan.
Stadia
Larva
Frekuensi
Pemberian (kali/hari)
Kepadatan
Branchionus plicatilis
(ind/ml)
Kepadatan
Artemia salina
(ind/ml)
Pakan Buatan
(ppm)
Zoea I
Zoea II
Zoea III
Zoea IV
Megalopa
2
4
4
4
2
10 – 15
10 – 15
10 – 15
10 – 15
-
-
-
0,5 – 3
0,5 – 3
3 – 5
0,3
0,4
0,5
0,6
1
Zoea yang telah berubah menjadi megalopa dipindah ke bak
pemeliharaan berkapasitas 5 ton. Sebelum dipindah ke bak pemeliharaan
skala 5 ton. Shelter dasar dipasang pada bak sebelum megalopa ditebar.
Megalopa dipelihara dengan kepadatan 0,5/ml, pemeliharaan dilakukan
32. 32
selama 10 hari. Perkembangan larva rajungan dari stadia zoea ke Crab
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
A (Zoea) B (Megalopa) C (Crab)
Gambar 8. Perkembangan larva dari stadia zoea – megalopa - crab.
Setelah memasuki stadia megalopa pakan yang diberikan adalah
naupli Artemia salina yang dikayakan. Pemberian Branchionus plicatilis
dihentikan karena sudah tidak sesuai dengan ukuran mulut megalopa.
Artemia salina diberikan dengan kepadatan 3-5 ekor/liter. Setelah larva
mencapai stadia megalopa pelindung (shelter) segera dipasang. Shelter
dipasang pada dasar bak pemelihraan. Pemberian shelter ini
berhubungan dengan sifat megalopa yang kanibalisme. Dengan
pemberian shelter diharapkan dapat menjadi tempat sembunyi dari
pemangsaan temannya dan juga untuk memperluas dasar permukaan.
Shelter yang digunakan adalah waring hitam dan warna biru yang
dipotong beruntai.
33. 33
Teknik pemasangan shelter dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 9. Shelter rajungan
G. Perkembangan Larva
Telur rajungan yang sudah dibuahi akan menjadi zoea, megalopa,
kepiting muda dan kepiting dewasa. Selama fase pertumbuhan kepiting
akan mengalami beberapa kali pergantian kulit. Hal ini terjadi karena
rangka luar pembungkus tubuhnya tidak dapat membesar sehingga perlu
dibuang dan diganti kulitnya yang lebih besar (Afrianto dan Liviawaty.,
1992).
Sebagai fase awal larva adalah stadia zoea yang terdiri dari empat
substadia. Setiap sub stadia dapat dibedakan dengan adanya
penambahan/perkembangan organ tubuhnya baik organ tubuh yang
menunjang kemampuan bergerak maupun untuk aktivitas makan. Menurut
Juwana dan R. Kasijan., (2000), mengatakan bahwa perkembangan larva
dari tingkat zoea – I ke zoea – II membutuhkan waktu dua sampai tiga
34. 34
hari. Zoea – II, zoea – III dan zoea – IV berturut – turut berkembang dalam
selang waktu dua hari. Setelah melalui empat fase zoea dengan 4 - 7 kali
molting (ganti kulit) terbentuklah fase megalopa dan tahap perkembangan
selanjutnya fase juvenil atau kepiting muda (Nontji., 1987).
Megalopa bermetamorfose menjadi rajungan anak - I (crab - 1)
dalam waktu 5 - 7 hari. Fase megalopa bentuknya sudah mulai mirip
rajungan, tubuhnya makin melebar, kaki dan capitnya sudah jelas
wujudnya. Matanya menjadi sangat besar bahkan lebih besar dari pada
mata dewasa. Bentuk rajungan muda (crab – 1) sudah menyerupai
rajungan dewasa, telah terbentuk karapaks yang jelas wujudnya dan
dapat disebut sebagai benih rajungan (Juwana dan R. Kasijan., 2000).
Menurut Afrianto dkk, (1995 dalam Faidar 2005), menyatakan bahwa
secara umum siklus hidup rajungan sebahagian berlangsung di laut dan
sebahagian terjadi didaerah estuaria.
Untuk lebih jelasnya siklus hidup rajungan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
Gambar 10. Siklus hidup rajungan.
35. 35
H. Pakan
Pertama – tama pada prosedur ini fase zoea 1 pakan yang
diberikan berupa Branchionus plicatilis yang telah diperkaya dengan
multivitamin lalu pada fase zoea 2 sampai pada zoea 4 pakan alami yang
diberikan berupa rotifera dan Artemia salina, serta pada fase megalopa
cukup diberi artemia yang diperkaya dengan multivitamin dan pada fase
crab diberi flake, jamret / udang kecil, dan udang rebon.
Kebutuhan akan zooplankton adalah sesuatu yang mutlak sebagai
sumber energi pada pemeliharaan larva rajungan. Pakan yang diberikan
sangat berpengaruh untuk menunjang aktifitas pertumbuhan larva. Pakan
alami yang diberikan selama stadia zoea adalah rotifera (Branchionus
plicatilis), Artemia salina dan pakan buatan. Pakan buatan diberikan
sebagai penunjang untuk melengkapi nutrisi yang dibutuhkan larva
rajungan ataupun sebagai pengganti pakan alami. Hal yang perlu
diperhatikan pada penggunaan pakan buatan adalah disesuaikan dengan
kebutuhan nutrisi, bukaan mulut dan nafsu makan larva. Pakan buatan
yang tidak termakan akan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan
media pemeliharaan dan menyebabkan stres pada larva. Berikut ini
adalah jenis – jenis pakan yang diberikan pada larva rajungan yaitu :
1. Artemia salina
Artemia salina diperjual belikan dalam bentuk telur istirahat
yang disebut dengan kista. Kista ini apabila dilihat dengan mata
telanjang berbentuk bulatan - bulatan kecil berwarna kelabu
36. 36
kecoklatan dengan diameter berkisar antara 200 - 350 mikron.
Artemia salina yang baru menetas disebut dengan nauplius.
Nauplius berwarna oranye, berbentuk bulat lonjong dengan panjang
sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan berat 0,002 mg. Sifat
ekologi Artemia salina bervariasi. Secara umum Artemia salina
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 °C – 30 °C. Akan tetapi
kista Artemia salina yang kering sangat tahan terhadap suhu yang
ekstrim. pH yang optimal untuk pertumbuhan berkisar antara 7,5 -
8,5. Sedangkan untuk pertumbuhan biomassa yang baik
membutuhkan kadar garam 30 - 50 ppt (Isnansetyo dan
Kurniastuty., 1995).
2. Dekapsulasi, Kultur dan Pengkayaan Artemia salina
Untuk memudahkan pemanenan Artemia salina dan
meningkatkan daya tetas kista Artemia salina dilakukan
dekapsulasi untuk menghilangkan lapisan luar (khorion) yang keras
sebelum penetasan. Proses dekapsulasi memerlukan waktu ± 30
menit. Bahan yang diperlukan dalam metode dekapsulasi terdiri
atas 1 gr kista Artemia salina, 14 gr larutan kaporit dan thiosulfat
secukupnya (Ahmad dkk., 1988).
Menetaskan kista Artemia salina pada wadah kerucut
dengan lama kultur 18 - 24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara
mencabut aerasi. Ditunggu beberapa saat agar nauplius turun
kebagian dasar wadah. Panen dilakukan dengan cara menyipon
37. 37
yang ada didasar wadah dan air yang keluar disaring dengan
saringan 150 mikron berbentuk kantong sehingga nauplius tidak
lolos. Nauplius hasil panen dicuci dengan menggunakan air laut
steril sebelum diberikan pada larva.
Kultur Artemia salina dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 11. Teknik kultur Artemia salina.
3. Branchionus plicatilis
Ukuran tubuh Branchionus plicatilis berkisar antara 60 - 80
mikron yang terdiri atas tiga bagian yaitu : kepala, badan dan kaki
atau ekor. Pemisahan bagian kepala dan kaki tidak jelas. Bagian
kaki dan ekor terakhir dengan belahan yang disebut lorika. Pada
bagian kepala terdapat enam duri. Sepasang ditengah sebagai duri
yang panjang. Ujung depan tubuhnya dilengkapi dengan gelang -
gelang silia yang kelihatan melingkar yang berfungsi memasukkan
makanan kedalam mulutnya (Anonimus 2002, Lavens dan
Sorgeloos 1996).
38. 38
4. Pengkayaan Branchionus plicatilis
Branchionus plicatilis sebagai pakan alami bagi larva
rajungan diperoleh dari kultur massal bagian pakan alami. Sebelum
diberikan ke larva, Branchionus plicatilis terlebih dahulu ditampung
pada wadah 10 liter dengan kepadatan 400 - 600 individu/ml.
Kemudian diperkaya dengan multivitamin sebanyak 200 ppm.
Setelah 4 - 6 jam, Branchionus plicatilis yang telah diperkaya
dipanen dengan menggunakan saringan 200 - 250 mikron dan
kemudian dibilas dengan menggunakan air laut steril. Kemudian
diberikan pada masing - masing wadah yang berisi larva.
Panen Branchionus Plicatilis dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 12. Panen Branchionus Plicatilis
39. 39
5. Pakan Buatan
Pemberian pakan buatan dapat menjadi salah satu faktor
pendukung keberhasilan usaha pembenihan rajungan, dengan
asumsi pakan buatan tersebut dibuat dan diformulasikan sesuai
dengan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan larva. Di BPBAP
Takalar, pemberian pakan dilakukan dengan cara menabur sedikit
demi sedikit di tempat larva Crab berkumpul. Jumlah dan frekuensi
pemberian pakan buatan pada setiap harinya semakin meningkat
namun tetap diperhatikan kemampuan larva memangsa pakan
tersebut. Frekuensi pemberian pakan dilakukan dua kali dalam 24
jam. Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara ditebarkan
secara merata pada bak pemeliharaan larva pemberian pakan
harus dilakukan tepat pada waktunya, sebab dapat terjadi saling
memangsa diantara larva akibat kelaparan yang nantinya dapat
menghambat pertumbuhan larva.
Pakan larva yang diberikan di BPBAP Takalar adalah flake
seperti pada Gambar .
Gambar 13. Pakan buatan (flake) untuk larva
40. 40
I. Pengelolaan Kualitas Air
Lingkungan yang optimal pada media pemeliharaan sangat
diperlukan untuk menunjang proses pemeliharaan larva. Sumber air yang
digunakan pada produksi larva adalah air laut yang disaring dengan filter
fisik. Pergantian air dan penyiponan pada larva mulai dilakukan pada
stadia zoea II sebanyak 10 - 20% per hari, dan meningkat sampai 80%
per hari pada stadia megalopa. Monitoring kualitas air dilakukan setiap
tiga hari sekali terhadap perubahan salinitas, pH, alkalinitas, amoniak,
nitrit dan nitrat.
Parameter kualitas air selama pemeliharaan induk dan larva
rajungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Parameter kualitas air selama pemeliharaan induk dan larva
rajungan.
Parameter Nilai Kisaran Pustaka
Salinitas (ppt) 30 – 32 28 - 34 (Juwana., 1997)
Suhu (
0
C) 29 – 30 28 – 34 (Juwana dan R. Kasijan., 2000)
Ph 7,8 - 8,5 7,5 - 8,6 (Juwana dan R. Kasijan., 2000)
O2 (ppm) 4,5 - 5,7 4 (Kasry., 1996)
Amoniak (ppm) 0,038 - 0,065 0,037 - 0,069 (Juwana., 1997)
Dari hasil monitoring kualitas air menunjukkan bahwa nilai
parameter kualitas air induk dan larva rajungan masih layak untuk
kehidupan rajungan.
41. 41
J. Panen
Crab yang telah mencapai ukuran lebar karapas mencapai 1,5 - 2
cm dapat dipanen dan ditebar di tambak. Crab yang akan dipanen terlebih
dahulu dipuasakan, dengan harapan pada saat pengangkutan benih tidak
megeluarkan kotoran. Panen dilakukan dengan menyurutkan air yang ada
di bak. Crab diambil dengan serok panen dan ditampung dalam wadah
berisi air laut yang dilengkapi dengan aerasi. Setelah panen selesai
dilakukan penghitungan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk pengangkutan jarak dekat dapat dilakukan dengan sistem
terbuka, dimana Crab dimasukkan dalam waskom yang diberi potongan
shelter kecil - kecil, Sedangkan untuk transportasi jarak jauh digunakan
kantong plastik ukuran 60 x 30 cm. Dalam satu kantong diisi air 2 liter dan
diberi potongan shelter kecil dengan kepadatan Crab 300 - 500 ekor.
Kemudian ditambahkan oksigen dengan perbandingan oksigen dan air
laut 2:1. Kantong plastik diikat rapat dengan karet gelang, kemudian
dimasukkan kedalam styreoform. Untuk menghindari perubahan suhu
yang drastis selama pengangkutan ditambahkan bongkahan es.
Styreoform ditutup serta diplester rapat.
43. 43
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan Praktek Kerja Industri di unit pembenihan rajungan
dapat disimpulkan bahwa:
1. Sintasan induk rajungan berkisar antara 80 - 90%.
2. Rata - rata induk rajungan memperoleh larva/zoea rajungan
berkisar antara 800.000 - 1.000.000 larva/induk.
3. Sintasan larva rajungan selama pemeliharaan dari stadia zoea ke
megalopa berkisar antara 75 - 80%.
4. Mortalitas larva rajungan dapat dikurangi dengan meningkatkan
frekuensi pemberian pakan, jumlah pakan dan pemberian
pelindung (shelters).
5. Parameter kualitas air selama pemeliharaan induk dan larva
rajungan masih layak untuk kehidupan rajungan.
B. Saran
1. Saran Untuk Sekolah
Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana praktek
sehingga bisa meningkatkan kualitas siswa.
44. 44
2. Saran Untuk Rekan di Sekolah
Tingkatkan jiwa semangat dan mandiri dalam berusaha.
Tingkatkan bakat dan keahlian yang ada.
Berusaha agar tidak mudah putus asa dalam menghadapi
segala persoalan atau masalah.
Jadikan prakerin sebagai ajang penerapan ilmu yang tidak di
peroleh dari sekolah.
45. 45
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1995. Pemeliharaan Kepiting. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Djunaidah, I. S., 2004. Kajian Pola Pemijahan Kepiting Bakau (Scylla
paramamosain Estampador) Dan peningkatan Penampilan
Reproduksinya Melalui Perbaikan Kualitas Pakan Dalam Substrat
Pemeliharaan Teruji. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Disertasi.
Effendy, S., Faidar., Sudirman., dan E. Nurcahyono. 2005. Petunjuk
Teknis Pembenihan Rajungan (Portunus pelagicus). Laporan
Tahunan Balai Budidaya Air Payau Takalar.
Faidar, 2005. Pengaruh Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Sintasan Larva Rajungan (Portunus pelagicus).
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Hanafi, A. 1994. Kepiting Bakau, Primadona. Bulletin. Edisi Bulan
Oktober dan Desember 1994. Jakarta.
Isnansetyo, A., dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.
Jaenab, 1993. Study Terhadap Potensi dan Penyebaran Rajungan
(Portunus pelagicus) di Perairan Pantai Bajoe, Kabupaten Bone.
Sulawesi Selatan.
Juwana, S., 1997. Tinjauan Tentang Perkembangan Penelitian Budidaya
Rajungan (Portunus pelagicus). Oseana. Jurnal. Volume XXII.
46. 46
Juwana, S., dan R. Kasijan. 2000. Rajungan Perikanan, Cara Budidaya
dan Menu Masakan. Djambatan, Jakarta.
Karim, M. Y. 1998. Aplikasi Pakan Alami B.plicatilis yang Diperkaya
dengan Asam lemak Omega 3 dalam Pemeliharaan Kepiting
Bakau (Scylla serrata Forskal). Tesis. Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.
Lavens, P. and Sorgeloos, P. 1996. Manual On The Production And
Use Of Live Foo For Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper
– FAO OF The United Nation. Rome.
Nontji, A. J., 1987. Laut Nusantara. Penerbit. Djambatan Jakarta.
Rudiana, E., 1985. Beberapa Aspek Biologi Rajungan (Portunus
pelagicus) di Perairan Antara Pulau Onrust dan Pulau Bidadari
Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Pertanian Bogor.
48. 48
Lampiran I. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
ABD ASIS, dilahirkan di Bontobila, Limbung
tanggal 01 Maret 1997. Merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara dari pasangan Hasan
dengan Samida. Memasuki pendidikan formal
pada tahun 2005 - 2010 di SDI BONTOBILA.
Pada tahun 2010 - 2013 melanjutkan pendidikan
di SMP PGRI BAJENG. Pada tahun 2013 penulis
terdaftar sebagai siswa SMK Negeri 1 Galesong Selatan, Jurusan
Agribisnis Perikanan.
1. Nama lengkap : ABD ASIS
2. NIS : 13.2481
3. Tempat & Tanggal Lahir : Bontobila, 01 Maret 1997
4. Kelas : XII AP
5. Program Keahlian : Agribisnis Perikanan
6. Alamat : Bontobila, Limbung Kec. Bajeng
Kab. Gowa
49. 49
Lampiran II. Laporan Kegiatan Prakerin
No. Hari/Tgl//Bulan/Tahun Kegiatan Harian
1. 07/03/2015 Pengambilan Larva Kepiting
Pencucian Bak Fiber
Pengisian Bak
2. 08/03/2015 Menyipon
Panen Rotifer
Pemberian Pakan
Mencari Jambret
3. 09/03/2015 Pemberian Pakan Induk Rajungan
Menyipon
Mengisi Bak Fiber
Mengisi Bak Beton
Panen Rotifer
Memberi Pakan
4. 10/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
Memberi Pakan
5. 11/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Saringan
Mencari Jambret
Memberi Pakan
6. 12/03/2015 Mencuci Bak
Mengisi Air
Mennyipon
Pergantian Air
7. 13/03/2015 Panen Crablet
Mencuci Bak
Memasang Shelter
Mengisi Air
8. 14/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Pemindahan Crablet
Mencuci Bak
9. 15/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Panen Rotifera
Mencari Induk
10. 16/03//2015 Menyipon
Pergantian Air
11. 17/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Panen Rotifera
50. 50
Membersihkan
12. 18/03/2015 Pemindahan Larva
Pergantian Air
Menyipon
Mengisi Bak Penampugan
13. 19/03/2015 Menyipon
Pergantian Air Membersihkan
Menumbuk Arang
Panen
Pengemasan
14. 20/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Sterilisasi Air Penampungan
Mencuci Shelter
Menjemur Shelter
15. 21/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
16. 22/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak
Mengisi Tandon
Sterilisasi
17. 23/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Memcuci Bak
18. 24/03/2015 Mencuci Bak
Menyipon
Sterilisasi
19. 25/03/2015 Pergantian Air
Membersihkan
Mencari Induk
20. 26/03/2015 Membersihkan
Memberi Pakan
21. 27/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Membersihkan
Mencari Induk
22. 28/03/2015 Pergantian Air
Membersihkan
Mengisi Bak Tandon
Sterilisasi
23. 29/03/2015 Mencuci Bak
Pergantian Air
Mencuci Bak
Mengisi Tandon
Sterilisasi
51. 51
24. 30/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
25. 31/03/2015 Menyipon
Pergantian Air
26. 01/04/2015 Mengambil Rotifera
Menampung Air
27. 02/04/2015 Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
28. 03/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Membersihkan
29. 04/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Perbaikan Pematang Tambak
30. 05/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
31. 06/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
32. 07/04/2015 Mencuci Bak Fiber
Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak Tandon
Mengisi Bak Tandon
Sterilisasi
33. 08/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Perbaikan Pematang Tambak
34. 09/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Perbaikan Pematang
35.. 10/04/2015 Mencuci Bak
Pergantin Air
Perbaikan Pematang Tambak
36. 11/04/2015 Menyipon
Pergantiann Air
Mengganti Saringan
Perbaikan Pematang Tambak
37. 12/04/2015 Menyipon
Mencari Induk
Perbaikan Pematang Tambak
38. 13/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Perbaikan Pematang Tambak
39. 14/04/2015 Mencuci Bak Fiber
52. 52
Menyipon
Pergantian Air
40. 15/04/2015 Mengisi Bak Fiber
Menyipon
Pergantian Air
Mengisi Bak Tandon
Sterilisasi
Kultur Artemia
41. 16/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Pasang Shelter
42. 17/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak Tandon
Mengisi Bak Tandon
Sterilisasi
43. 18/04/2015 Mencuci Bak Fiber
Mengisi Bak Fiber
Mencuci Bak Tandon
Mencuci Bak Tandon
Sterilisasi
44. 19/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak
Pergantian Air Induk
45. 20/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengisi Bak Tandon
Sterilisasi Bak Tandon
46. 21/04/2015 Menyipon
Mencari Induk
47. 22/04//2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak
48. 23/04/2015 Mencuci Bak Fiber
Menyipon
Pergantian Air
49. 24/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Pasang Shelter
Kultur Artemia
50. 25/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak Tandon
Mengisi Bak Tandon(menampung)
53. 53
Sterilisasi
51. 26/04//2015 Mencuci Bak Fiber
Mengisi Bak Fiber
Mengisi Bak Tandon
Sterilisasi
52. 27/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Membersihkan
53. 28/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
54. 29/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
55. 30/04/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
56. 01/05/2015 Pemindahan Larva
Pencucian Bak Fiber
Pengisian Bak Beton
57. 02/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
Mencari Jambret
58. 03/05/2015 Menberi Pakan Induk
Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
59. 04/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
60. 05/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Jambret
61. 06//05/2015 Mencuci Bak
Mengisi Air
Menyipon
Pergantian Air
62. 07/05/2015 Pemindahan Crab
Mencuci Bak
Memasang Shelter
Mengisi Air
63. 08/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak
54. 54
64. 09/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
Memberi Pakan
65. 10/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
66. 11/05/2015 Pemindahan Larva
Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak
67. 12/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Memberi Pakan
68. 13/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Sterilisasi Air
Mencuci Shelter
69. 14/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
70. 15/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak Fiber
71. 16/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Memberi Pakan
72. 17/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengisi Bak Tandon
Memberi Pakan
73. 18/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
74. 19/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
75. 20/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
76. 21/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
Memberi Pakan
77. 22/05/2015 Mencuci Bak Fiber
55. 55
Menyipon
Pergantian Air
Menampung Air
78. 23/05/2015 Menyipon
Mencari Induk
79. 24/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mencuci Bak Beton
80. 25/05/2015 Mencuci Bak Fiber
Menyipon
Pergantian Air
Memberi Pakan
81. 26/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Memasang Shelter
82. 27/05/2015 Menyipon
Mencuci Bak Fiber
Mencari Induk
83. 28/05/2015 Menyipon
Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
84. 29/05/2015 Menyipon
Mencuci Bak Fiber
Mencari Induk
85. 30/05/2015 Menyipon
Pergantian Air
Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
86. 31/05/2015 Mencuci Bak
Pasang Shelter
Angkat Pasir
87. 01/06/2015 Mencari Induk
Memberi Pakan
Membersihkan
88. 02/06/2015 Pemindahan Larva
Menyipon
Pergantian Air
89. 03/06/2015 Mengambil Rotifera
Menyipon
Pergantian Air
Mencari Induk
90. 04/06/2015 Menebar Larva
Mengambil Rotifera
Memberi Pakan
Mengganti Sarigan
91. 05/06/2015 Menyipon
56. 56
LAMPIRAN III. Gambar Kegiatan Prakerin
Mencuci Bak Beton Mencuci Bak Fiber
Pasang Shelter Kultur Artemia
Mencuci Bak Fiber
Mencari Induk
92.
06/06/2015 Menyipon
Pergantian Air
Memberi Pakan
58. 58
Pergantian Air Induk Bak Larva
Bak Penetasan Larva Yang Baru Menetas
Bak Induk Plake (pakan buatan)
59. 59
Pakan cumi Pakan ikan rucah
LAMPIRAN IV. Perbedaan Morfologi Rajungan Jantan dan Betina
Rajungan Jantan tampak atas Rajungan Betina tampak atas
Rajungan Jantan tampak bawah Rajungan Betina tampak bawah
60. 60
LAMPIRAN V. Lay Out Loka 1 BPBAP Takalar
t
Ket
a
a
a a a
a
acb
jhe
f
g
p
m
n
ot
u
s
r
p
i
k
l
t
a
a
a
v
a
a
v
mv
w
q
T
d
KeteranganGambar:
= masjid
= laut
= lapangan
= taman
= bak induk
= rumah penduduk
= jalan raya
= pagar BBAP
q
61. 61
KeranganHuruf:
a. Rumah Pegawai
b. Aula
c. Asrama
d. Villa/tempatrekreasi
e. Guest House
f. Kantor
g. Perpustakaan
h. Ruang Rapat
i. Rumah Jaga
j. Pos Security
k. PelayananTeknis
l. Maintenance/Genset
m. BakPemeliharaan Outdoor
n. Pompa Air LautdanTawar
o. Ruang Penyimpanan Pakan
p. Bak Larva Indoor
q. Tower
r. Ruang Larva Kepiting
s. Gudang
t. Bak Treatment
u. Laboratorium Kering
v. Bak Induk Indoor
w. Bak Penampungan Air