11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
Metafora Zakat dan Akuntansi Syariah
1.
2. Triyuwono,(1997 ; 2000a ; 2000b) telah mengajukan konsep
“metafora amanah” yang kemudian diturunkan menjadi
“realitas organisasi yang dimetaforakan dengan zakat”
(zakat metaporished organisational reality) atau,
singkatnya, “metafora zakat”. Dengan konsep ini,
perusahaan tidak lagi beroreantaso pada profit (profit
oriented), tetapi beroreantassi pada zakat (zakat oriented),
konsekuensi dari ini adalah bahwa manajemen akan
mengelola perusahaan dengan model manajemen amanah.
“Metafora zakat” telah melahirkan dua aliran pemikiran
dalam memformat bentuk akuntansi syariah.
entity theory. pemikiran ini menggunakan pemikiran
modern yang serat dengan nilai-nilai kapitalisme dan
maskulinisme.
enterprise theory. Pemikiran ini menggunakan yang
berbasisi syariah.
3. Metafora Amanah
Bentuk konkret dari metafora ini di dalam organisasi
bisnis adalah “realitas organisasi yang
memetaforrakan dengan zakat” (zakat metaphorised
organisational reality). Dalam benttuk metafora ini
realitas organisasi yang profit-oriented atau
stockholders-oriented bukan lagi orientasi yang tepat
bagi perusahaan yang berbasis nilai syariah, tetapi
sebaliknya menggunakan konsep yang berorientasi
paa zakat (zakat oriented), yaitu berorientasi pada
pelestarian alam (natural environment), berorientasi
pada stakeholders, dan pada Tuhan.
4. “metafora amanah” mengindikasikan bahwa
perusahaan merupakan instrumen yang digunakan
oleh manusia untuk mengekspresikan kehalifahan
manusia di bumi, yaitu: menciptakan dan
menyebarkan kesejahtreaan bagi stakeholders
(manusia) dan lingkungan alam. Konsekuensi dari hal
ini adalah bahwa semua yang dilakukan oleh
manajemen harus pada etika syariah “etika bisnis”.
Orientaso pada Tuhan secara tersirat tampak pada
apliksi nilai-nilai syariah dalam oprasionalisasi
perusahaan.
Metafora amanah ini sebetulnya diturunkan dari
sebuah “akisoma” yang menetapkan pada dasarnya
manusia itu berfungsi sebagi khalifah fill Ardh.
5. Dengan fungsi ini, manusia mengemban “amanh” yang
harus dilakukan sesuai dengan keinginan pemberi
Amanah. Adapun amanah di sini adalah “mengelola bumi
secara bertanggung jawab dengan menggunakan akal yang
telah dianugrahkan Allah.
Singkatnya, manusia memiliki tugas mulia, yaitu:
menciptakan dan mendistrbusikan kesejahteraan (materi
dan nonmateri) bagi seluruh manusia dan alam semesta.
Untuk mempermudah tugas ini, manusia dapat
menciptakan “organisasi” (baik organisasi bisnis maupun
organisasi sosial) untuk digunakan sebagi instrumen
dalam mengemban tugas tersebut. Oleh karena itu, sangat
wajar jika “metafora amanah” digunakan untuk mendesain
bentuk, struktur, dan manajemen organisasi dalam rangka
menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan.
6.
7. Realitas Organisasi yang Dimetaforakan dengan Zakat
Dalam bentuk yang lebih oprasional, metafora “amanah”
bisa diturunkan menjadi metafora “zakat”, atau realitas
organisasi yang dimetaforakan dengan zakat (zakat
metaphorised organisational reality). Ini artinya adalah
bahwa organisasi bisnis orientasinya tidak lagi profit-
oriented, atau “stakeholders-oriented”, tetapi zakat-oriented
dan environment and stakeholders-oriented. Dengan
orientasi zakat ini, perusahaan untuk mencapai “angka”
pembayaran zakat yang optimum. Ddengan demikian lebih
bersih (net profit) tidak lagi menjadi ukuran kinerja
(performance) perusahaan, tetapi sebaliknya zakat,
environment, dan stakeholders menjadi kriteria untuk
kinerja perusahaan.
8. Metafora zakat adalah bahwa secara ideal teori
akuntasi syariah harus dibangun berdasrkan pada
“konsep nilai zakat”. Artinya bahwa akuntansi syariah
tidak terbatas pada mengalihkan orientasi profit
keorientasi zakat, tetapi yang lebih fundamental
adalah penggunaan konsep nilai zakat sebbagi basis
kontruksi teori akuntansi syariah. Konsep nilai zakat
yang dimaksud di sini misalnya dan tidak terbatas
pada yang disebutkan di sini: keseimbangan antara
sifat materialistik dengan sifat spiritualistik, egoistik
dengan altrulistik, miskulin dengan feminin, dan
seterusnya.
9. Penggunaan metafora zakat untuk menciptakan
realitas organisasi dengan beberapa makna.
1. Terdapat transformasi dari pencapaian laba bersih
(yang maksimal) ke pencapaian zakat.
2. Zakat adalah sebagi tujuan utama, maka segala bentuk
oprasi perusahaan harus tunduk pada aturan main
(rules of game) yang ditetapkan pada syari’ah.
3. Zakat mengandung perpaduan karakter kemanusiaan
yang seimbang antar karakter egoistik, dan
alturistik/sosial mementingkan lebih dulu
kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi.
4. Zakat mengandung nilai emansipatoris.
5. Zakat adalah jembatan penghubung antara aktivitas
manusia yang profan dan suci.
10. Secara ideal, organisasi bisnis hendaknya dapat
menciptakan realitas organisasinya berdasarkan pada
metafora zakat. Impilasi dari hal ini adalah bahwa dari
semua perangkat organisasi akan disusun sedemikian
rupa sehingga benar-benar merefleksikan zakat
sebagai metafora. Ini adalah sebuah bentuk
tranformasi. Namun demikian, ini bukan berarti
bahwa bentuk organisasi adalah faktor satu-satunya
yang dapat mempengaruhi bentuk akuntansi.
11. Konsekuensi lain dari “metafora amanah” adalah
“metafora zakat”. Metafora ini berkait erat dengan
(tujuan) perusahaan yang tidak lagi beroerientasi pada
laba (profit), tetapi berorientai pada zakat. Namun
demikian, pengertian “berorientasi pada zakat” ini
tidak bisa diartikan secara sederhana dalam arti
mencapai jumlah angka zakat yang optimum. Tetapi
pengertian yang lebih fundamental adalah
menggunakan konsep nilai zakat sebagi dasar oprasi
manajemen dan kontruksi akuntansi syariah.
12. Wujud konkret “metafora zakat” dalam konteks akuntansi
terlihat pada konsep syariah entreprise theory. Konsep ini
juga terlepas dari nilai khalifatullah fill ardh yang
mendasarinya. Ini terlihat pada kepeduliannya terhadap
stakeholders dan lingkungan alam sebagai menifestari dari
tugas khalifah untuk menciptakan dan menyebarkan
kesejahteraan bagi seluruh stakeholders dan lingkungan
alam sebagai menifestari dari tugas khalifah untuk
menciptakan dan menyebarkan kesejahteraan bagi seluruh
stakeholders (manusia) dan alam. Pada value-added
statement, yang merupakan salah satu unsur laporan
keuangan syari’ah enterprise theory, memberikan informasi
yang lebih transparant tentang pendistribusian nilai
tambah yang diciptakan perusahaan, termasuk pada direct
stakeholders dan indirect stakeholders.