Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
ANALISIS KUALITAS
1. ANALISIS KUALITAS PERAIRAN BIRINGKASSI DENGAN
BIOMONITORING DAN SATELIT MODIS: FITOPLANKTON DAN
BENTHOS DI KECAMATAN BUNGORO
KABUPATEN PANGKEP
Nur Indah Sari Arbit, S.Si
Adinda.2013@gmail.com
ABSTRAK
Perairan Biringkassi memiliki banyak peruntukan seperti untuk industri,
tambak perumahan, sehingga kondisi perairan tersebut mengalami perubahan,
sesuai dengan Hukum termodinamika II yaitu setiap terjadi perubahan bentuk
pasti terjadi degradasi dari bentuk yang terpusat menjadi bentuk yang terpencar.
Banyaknya kegitan yang dilakukan di perairan Biringkassi dapat menyebabkan
terjadinya degradasi pada daerah pesisir, sehingga kondisi tersebut
melatarbelakangi dilakukan penelitian ini. Penelitian yang bertujuan untuk
Menganalisa kondisi perairan Biringkassi, Mengevaluasi kondisi penggunaan dan
peruntukan di perairan dan Merumuskan konsep pengelolaan sesuai penggunaan
dan peruntukan di perairan Biringkassi. Pengambilan sampel air dilakukan di
setiap stasiun dan penentukan stasiun dalam penelitian ini sebanyak 10 stasiun
yang merupakan perwakilan setiap daerah yang diindakasikan penyebab
terjadinya perubahan kondisi perairan di Biringkassi. Biomonitoring kualitas
perairan menggunakan fitoplankton dan benthos serta sebagai pendukung
parameter fisika, kimia dan penggunaan satelit modis.
Kata Kunci: Perairan, Biomonitoring, Fitoplankton, Benthos, Satelit Modis.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pendahuluan
Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan (dahulu bernama
Pangkajene Kepulauan, biasa
disingkat Pangkep) adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Ibukotanya
adalah Pangkajene. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 1.112,29 km²,
tetapi setelah diadakan analisis
bersama Bakosurtanal, luas wilayah
tersebut direvisi menjadi 12.362,73
km2
dengan luas wilayah daratan
898,29 km2
dan wilayah laut
11.464,44 km2
. Kabupaten Pangkep
berpenduduk sebanyak ± 250.000
jiwa. Asal kata Pangkajene
dipercaya berasal dari sungai besar
yang membelah kota Pangkep.
Pangka berarti cabang dan Je'ne
berarti air. Ini mengacu pada sungai
yang membelah kota Pangkep yang
membentuk cabang.
1
2. Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan (Pangkep) dicirikan
dengan wilayah perairannya lebih
luas dibandingkan daratannya
dengan perbandingan 1 berbanding
17. Kabupaten Pangkep memiliki
117 pulau dan hanya 80 diantara
yang berpenghuni, terbagi dalam 3
kecamatan yaitu Kecamatan
Tuppabiring, Kecamatan Liukang
Kalmas dan Liukang Tangayya.
Dasar hukum penetapan perairan
Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Kabupaten Pangkep adalah
SK Bupati Pangkep No. 180 tahun
2009 yang ditandatangani pada
tanggal 5 Januari 2009.
Wilayah perairan atau
lautnya, dari perbatasan kabupaten
Maros hingga batas dengan
Kabupaten Barru, merupakan
wilayah dengan presentase luas
terbesar, sehingga dapat dijadikan
sebagai modal utama bagi
masyarakat untuk mengangkat
pendapatan daerah dari sektor
perikanan laut dan darat. Kabupaten
Pangkep yang terletak pada posisi
geografis 110o
BT sampai dengan
113o
dan 4o
,40 LS sampai dengan 8o
LS atau terletak di pantai Barat
Sulawesi Selatan. Kabupaten
Pangkep berbatasan dengan Pulau
Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau
Madura, Pulau Nusa Tenggara dan
Bali di sebelah barat, sebelah utara
dengan Kabupaten Barru, sebelah
timur dengan Kabupaten Bone, dan
sebelah selatan dengan Kabupaten
Maros.
Salah satu perairan di kab.
Pangkep yaitu perairan Biringkassi
yang memiliki banyak peruntukkan
seperti industri, tambak, perumahan,
dan pemukiman. Berbagai kegiatan
tersebut tentu dapat membuat
perubahan di perairan Biringkassi,
sesuai dengan Hukum
termodinamika II yaitu setiap terjadi
perubahan bentuk pasti terjadi
degradasi dari bentuk yang terpusat
menjadi bentuk yang terpencar. dan
hal itu selalu berlangsung dengan
efisiensi yang tidak pernah
mencapai seratus persen, Inilah
yang kemudian menjadi limbah.
Perairan Biringkassi
mempunyai peran penting bagi
masyarakat sekitar karena sangat
mendukung perekonomian sehingga
tercipta kesejahteraan bagi
masyarakat itu sendiri. Mengingat
pentingnya Perairan Biringkassi
maka sangat penting untuk tetap
menjaga kualitas perairan tersebut,
walaupun diindikasikan adanya
pencemaran akibat kegitan
masyarakat di perairan tersebut
tetapi diharapkan masih bisa
diasimilasikan dan dinetralisir oleh
perairan tersebut sesuai KEPMEN
LH No. Kep-51/MENLH/9/2004
tentang Baku Mutu Air Laut.
Permasalahan dan isu yang
ditemukan saat ini di Perairan
Biringkassi adalah limbah yang berada
di perairan terbawa oleh arus dan
kembali ke daratan tepatnya
terakumulasi di daerah pesisir
sehingga terjadi degradasi lingkungan
pesisir, dan dapat menyebabkan biota
di daerah pesisir terganggu.
Pada penelitian ini digunakan
biomonitoring fitoplankton dan benthos,
serta parameter fisika, kimia dan
penggunaan satelit modis sebagai
pendukung. Menurut Rahman (2008)
fitoplankton sebagai sumber makanan
perairan menjadikan kehadiran
fitoplankton di perairan sebagai ukuran
keseluruhan perairan yang
bersangkutan sehingga akan menjadi
dasar penentuan akan tingkat
kesuburan perairan begitu juga dengan
benthos yang hidup relatif menetap,
sehingga baik digunakan sebagai
petunjuk kualitas lingkungan, karena
selalu kontak dengan limbah yang
masuk ke habitatnya.
Berdasarkan uraian
tersebut maka dilakukan penelitian
ini untuk menganalisa kondisi
perairan Biringkassi, Mengevaluasi
kondisi penggunaan dan peruntukan
di perairan dan Merumuskan konsep
2
3. pengelolaan sesuai penggunaan dan
peruntukan di perairan Biringkassi.
I.2 Tujuan Penelitian
1. Menganalisa kondisi perairan
Biringkassi
2. Mengevaluasi kondisi
penggunaan dan peruntukan di
perairan
3. Merumuskan konsep
pengelolaan sesuai penggunaan
dan peruntukan di perairan
Biringkassi
I.3 Masalah Penelitian
1. Apakah kualitas Perairan di
Pelabuhan Biringkassi kec.
Bungoro Kab. Pangkep masih
dalam keadaan baik atau buruk.
2. Apakah pengaruh kegiatan
perindustrian dan domestik
masih bisa
diasimilasikan/dinetralkan oleh
perairan tersebut.
I.4 Hipotesis
Kualitas Perairan di
Pelabuhan Biringkassi kec. Bungoro
Kab. Pangkep dalam keadaan
kurang baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan September sampai
Desember 2012 yang meliputi studi
literatur, survey awal lokasi,
pengambilan data lapangan, analisa
sampel, pengolahan data, analisa
data dan penyusunan laporan hasil
penelitian.
Lokasi penelitian
dilaksanakan di perairan Biringkasi,
Kabupaten Pangkep. Untuk analisis
kualitas air dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air Jurusan
Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Alat tulis, Coolbox, DO,
Global positioning Sistem (GPS),
Grab sampler, Hand refraktometer,
pH, Speed boat, Thermometer, Botol
sampel, Secchi disk, Microsoft Excel
2007, Modis browser, Modis Project,
Surfer 8.0, dan Arc Gis 9.3.
III.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan
yaitu air laut, Asam sulfat pekat
(H2SO4), Natrium nitrat (NaHCO3),
aquades, kalium hidrogen phosphat
(KH2PO4), ammniummoliybdate,
asam Borat 1% (H2BO3), asam
ascorbic 1% dan tissue roll,
plankton, makrozoobenthos, bakteri,
sedimen, data Suhu Permukaan
Laut (SPL) dan data klorofil-a dari
citra MODIS, selain itu digunakan
pula data pendukung berupa data
oseanografi dan data meteorologi
wilayah Perairan Selat Makassar.
III.3 Prosedur Penelitian
III.3.1. Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi studi
literatur dan pengumpulan data yang
berhubungan dengan penelitian,
pada survei lapangan, telah
ditetapkan sepuluh stasiun
pengamatan yang dianggap
representatif untuk dilakukan
pengamatan mengenai kualitas air
yang terdapat di perairan
Biringkassi. Tahap Observasi ini
juga dilakukan untuk mengetahui
kondisi lapangan dan penyiapan
peralatan yang akan dipergunakan
pada saat dilapangan dan di
laboratorium.
III.3.2. Penentuan Stasiun
Pengamatan
Menentukan lokasi stasiun
pengamatan dengan berdasar pada
3
4. data-data hasil observasi awal yang
telah dilakukan. Penentuan stasiun
ini dilakukan dengan memperhatikan
keterwakilan dari lokasi penelitian
secara keseluruhan.
Adapun penentuan
stasiunnya sebagai berikut :
• Stasiun A, di daerah Muara
sungai Pangkajene2 kali
ulangan pengamatan.
• Stasiun B, mewakili air tambak
dekat PLTU Biringkassi
• Stasiun C, mewakili daerah
Power Plan PT Semen Tonasa
• Stasiun D, mewakili daerah
pemukiman
karyawan/penduduk
• Stasiun E, mewakili daerah
sungai bagian hilir (dekat
jembatan Leppangeng)
• Stasiun F, mewakili air laut
bagian tengah dermaga
pelabuhan khusus Biringkassi
• Stasiun G, mewakili air laut
bagian tengah jembatan menuju
dermaga pelabuhan khusus
Biringkassi
• Stasiun H, mewakili air laut
bagian tengah jembatan menuju
dermaga pelabuhan khusus
Biringkassi
• Stasiun I, mewakili air laut pada
bagian ujung dermaga
pelabuhan khusus Biringkassi
4
5. • Stasiun J, mewakili air laut 1 km
dari ujung dermaga pelabuhan
khusus Biringkassi
III.4 Metode Pengambilan Sampel
III.4.1 Pengambilan Parameter
Lingkungan
a. Suhu
Pengukuran suhu air laut
dilakukan langsung di lapangan
dengan menggunakan thermometer.
Dimana thermometer tersebut
dicelupkan dalam air laut pada
masing-masing ulangan
pengamatan.
b. Salinitas
Pengkuran salintas
dilakukan dengan menggunakan
Hadrefraktometer pada setiap
ulangan pengamatan.
c. pH
Pengukuran pH dilakukan
dengan menggunakan pH meter
pada setiap ulangan pengamatan.
d. Kandungan oksigen terlarut
(DO)
Pengukuran kandungan
oksigen terlarut dilakukan dengan
menggunakan metode Titrasi
Winkler (Hutagalung, et al, 1997) air
laut diambil dengan cara
mencelupkan botol gelap (100 ml) ke
dalam permukaan laut (botol diisi
penuh sampai gelembung udara
dipastikan keluar semua ).
Ditambahkan 1 ml MnOH diaduk
dengan cara membolak-balik botol.
Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4,
dengan cara yang sama botol bolak-
balik dengan menggunakan gelas
ukur, sampel yang telah berwarna
kuning tua sebanyak 100 ml
dipindahkan ke Erlemnyer.
Selanjutnya dititrasi larutan Tio-sulfat
sampai sampel berwarna kuning
muda. Diteteskan 5-8 tetes larutan
Amylum sehingga 7sampel berwana
biru. Sampel kemudian dititrasi
kembali dengan larutan Tio-sulfat
hingga tidak berwarna lagi (bening).
Larutan Tio-sulfat yang digunakan
kemudian dicatat. Kandungan
Oksigen terlarut diketahui dengan
rumus berikut ini:
5
6. DO =
100
16.01000xVmx
Dimana:
DO : Kadar oksigen terlarut
(ppm)
1000 : ml air per liter
Vm : jumlah titran yang
digunakan 100 : ml air contoh
yang dititrasi
e. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan
dilakukan di laboratorium dengan
mengambil sampel air di lapangan
dan dimasukkan ke dalam botol
sampel yang telah diberi label
kemudian dimasukan kedalam
coolbox, karena lokasi penilitian
yang agak jauh dari tempat
pengukuran sampel. Pengukuran
kekuruhan air laut dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut
Nephelometrik Turbidity Unit (NTU).
f. Kecerahan
Pengukuran kecerahan
perairan dilakukan dengan
menggunakan tali skala yang
dilengkapi dengan alat secchi disk.
Secchi disk yang diturunkan
kedalam kolom perairan diamati
secara visual dari atas perahu
sampai alat tersebut tidak kelihatan
dan dicatat jarak vertikalnya dengan
satuan meter (m).
III.4.2 Pengambilan Sampel Biota
Laut
A. Pengambilan Sampel Benthos
Pengambilan contoh
makrozoobentos untuk daerah
substrat keras menggunakan jaring
bentos dengan ukuran (20 x 30 cm,
ukuran mata jaring 0.5 mm) dan
untuk daerah substrat lunak
menggunakan Ekman Grab (15 x 15
x 20 cm). Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
(1) contoh makrozoobentos diambil
dengan menggunakan jaring bentos
atau Ekman Grab, dimasukkan
dalam wadah plastik dan diawetkan
dalam alkohol 70%, (2) membawa
ke laboratorium, dipisahkan antara
kotoran dan makrozoobentos
kemudian diidentifikasi sampai
tingkat famili, bila memungkinkan
sampai tingkat genus atau species.
B. Pengambilan Sampel Plankton
Pengambilan sampel
fitoplankton dilakukan dengan
menggunakan botel sampel di
kedalaman 15-30 cm. Sampel yang
terkumpul dalam botel disaring
dengan menggunakan planktonet
no. 25. Jumlah air yang disaring
sebanyak 25 liter. Plankton yang
disaring dari kedalaman tersebut
dimasukkan dalam botol koleksi dan
ditambahkan formalin 4%.
III.5 Analisis Data
III.5.1 Analisis Data Fitoplankton
Data yang diperoleh
dianalisis untuk mengetahui
kepadatan, diversitas dan dominansi
dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
A. Kepadatan Plankton
N =
Dimana :
N = Kepadatan (sel/liter)
n = Jumlah organisme yang didapat
* = jika dilakukan
B. Indeks diversitas dari Shannon
Weaver [8]
H = -
Dimana :
H’ = indeks diversitas
ni = jumlah individu tiap jenis
N = jumlah total individu semua jenis
C. Indeks dominansi formula
Simpson [9]
6
7. Di =
Dimana :
Di = indeks dominansi (%)
ni = jumlah individu tiap jenis
N = jumlah total individu tiap jenis
III.5.2 Analisis Data Benthos
A. Kelimpahan
Pendugaan kepadatan
(kelimpahan) dilakukan berdasarkan
metode area sapuan (swept area).
Prinsip metode ini adalah mengambil
CPUE Catch Per Unit Effort (Kg/jam)
sebagai indeks kelimpahan per
satuan luas yang dilalui (disapu)
oleh trawl ialah dalam satuan
kg/km2
. Dengan beberapa asumsi
yang digunakan, dari kepadatan stok
dikalikan dengan luas daerah
(daerah yang diteliti), maka
besarnya potensi penangkapan
lestari (MSY) dapat diduga.
Jaring trawl akan “menyapu”
suatu alur tertentu, yang luasnya
adalah perkalian antara panjang alur
dengan lebar mulut jaring, yang
kemudian disebut Swept Area atau
alur sapuan efektif (luas sapuan)
berdasarkan metode yang digunakan
oleh Sparre and Venema (1992)
dalam Oceanographical Cruise
Report No. 44 (2000). Untuk
menghitung luas jalur yang dilalui
oleh jaring (an) menggunakan rumus
:
7
8. Diketahui :
an = Luas daerah sapuan (km²)
t = lama penarikan jaring (jam)
V = kecepatan kapal waktu menarik jaring (km/jam)
h = panjang head rope jaring (m)
E = efektifitas membukanya jaring mulut jaring (dianggap =
0,5)
Gambar 5. Swept Area (Area Sapuan) pada Trawling
B. Indeks Keragaman Shannon-Wiener
Indeks keanekaragaman
yang paling umum digunakan adalah
indeks Shanon-Wiener yang
diterapkan pada komunitas acak
dengan ukuran yang besar, dimana
jumlah total spesies diketahui
(Krebs, 1972). Untuk komunitas ikan
digunakan logaritma natural (ln)
karena ikan adalah biota bergerak
(mobile) yang memiliki kelimpahan
relatif tinggi dan memiliki preferensi
tertentu. Indeks tersebut
dikemukakan dengan rumus seperti
dibawah :
s
H’ = ∑ (pi log₂ pi) ; pi = ni/N
i = 1
Diketahui:
H’ = indeks keragaman;
pi = proporsi individu taksa ke i;
ni = jumlah individu taksa- i;
N = total jumlah taksa
Tabel 2. Standar Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dalam
Hubungannya Dengan Produktivitas, Kondisi dan Tekanan suatu
Perairan.
Nilai tolak ukur Keterangan
H’ < 1,0 Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat
rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan
ekosistem tidak stabil
1,0 < H’ < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi
ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang.
H’ > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap,
produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis.
C. Indeks Keseragaman
Untuk mengetahui
keseimbangan komunitas tersebut
digunakan indeks keseragaman,
yaitu ukuran kesamaan jumlah
individu antar spesies dalam suatu
komunitas. Nilai indeks
keseragaman (E’), digunakan untuk
menggambarkan penyebaran
(kemerataan) jumlah taksa yang
8
an = t x V x h x E
9. teramati. Semakin mirip jumlah
individu antar spesies (semakin
merata penyebarannya) maka
semakin besar derajat
keseimbangan. Hal inipun akan
meningkatkan indeks
keanekaragaman karena indeks
Shannon-Wiener (H’) mengandung
baik jumlah spesies maupun
keseragaman jumlah individu antar
spesies. Indeks tersebut dihitung
dengan rumus Krebs (1972) sebagai
berikut:
E’ = H’/log₂ S
H’ maks teori ikan karang = ln S
Diketahui:
E’ = indeks keseragaman (Evennes Index);
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener; dan
S = Jumlah total taksa dalam contoh yang diamati.
Tabel 3. Standar Nilai Indeks Keseragaman Dalam Hubungannya Dengan
Kondisi Komunitas Dalam Menghadapi Resistensi Lingkungan
Sebagaimana Disebutkan Dalam Daget (1976).
0 < E ≤ 0,5 = Komunitas tertekan
0.5 < E ≤ 0,75 = Komunitas labil
0,75 < E ≤ 1,00 = Komunitas stabil
Semakin kecil nilai E’ maka
nilai H’ pun semakin kecil, yang
mengisyaratkan adanya dominasi
suatu spesies terhadap spesies lain.
Dominasi yang cukup besar akan
mengarah pada komunitas yang labil
maupun tertekan.
D. Indeks Dominansi Simpson (D)
Simpson dalam Odum
(1971) menyatakan bahwa nilai
indeks dominansi (D), digunakan
untuk mengetahui tingkat dominasi
jenis taksa tertentu dalam
komunitasnya. Indeks tersebut
dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
S
D = ∑ (pi)² ; pi = ni/N
i = 1
Diketahui :
D = indeks dominansi;
pi = proporsi individu taksa ke i;
S = Jumlah total taksa dalam contoh yang diamati.
ni = jumlah individu taksa- i;dan
N = total jumlah taksa
Tabel 4. Standar Nilai Indeks Dominansi dalam hubungannya dengan derajat
penguasaan dan kuantitas spesies di lingkungan sebagaimana
disebutkan dalam Odum (1971).
0 < D ≤ 0,5 = Dominasi rendah
0.5 < D ≤ 0,75 = Dominasi sedang
0,75 < D ≤ 1,00 = Dominasi tinggi
9
10. III.5.3 Data Analisis Penginderaan
Jauh
Data yang digunakan dalam
penelitian adalah data citra satelit
MODIS level 1 dengan resolusi 1 km
dalam format HDF (Hierarchical
Data Format). Data sebaran SPL
dan Klorofil-a adalah data harian
selama tiga bulan dengan citra SPL
dan klorofil-a untuk mendapatkan
data time series. Pemetaan pola
sebaran SPL dan konsentrasi
klorofil-a sebagai data pendukung
pada Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional Stasiun Pare
Pare Sulawesi Selatan
.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, P., 2008. Wilayah
Kesuburan.
www.lontar.ui.ac.id. Tgl
Akses 29 Mei 2012, pkl
16.16 WITA.
Boschetti L, D Roy, P Barbosa, R
Boca, C Justice. 2008. A
MODIS assessment of the
summer 2007 extent
burned in Greece.
International Journal of
Remote Sensing 29: 2433–
2436.
Chusnia, W., 2010. Pengukuran
Parameter Kualitas
Dengan Bentos.
http://id.shvoong.com/tags/b
entos/. Tgl Akses 28 Mei
2012, pkl 21.50 WITA.
Dahuri, R.J. Rais, S.P. Ginting, dan
M.J. Sitepu. 1996.
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Duarte, G., 2002. Benthos.
http://seagrant.gso.uri.edu/i
mages/benthos.gif. Tgl
Akses 29 Mei 2012, pkl
15.43 WITA.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas
Air Bagi Pengelolaan
Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan.
Kanisus, Yogyakarta.
Handayani S.T., Bambang S., dan
Marsoedi., 2001.
Penentuan Status
Kualitas Perairan Sungai
Brantas Hulu Dengan
Biomonitoring
Makrozoobentos:
Tinjauan Dari
Pencemaran Bahan
Organik. BIOSAIN 1 (1):31-
32.
Haslam, S.M., 1995. River
Pollution and Ecological
Perspective. John Wiley
and Sons, Chichester, UK.
253 p.
Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1985.
Pengantar Oceanografi. UI
Press, Jakarta.
10
11. Inaku, D. F., 2011. Analisis pola
sebaran upwelling secara
spasial dan temporal di
bagian selatan perairan
Selat makassar[Tesis].
IPB, Bogor.
Janssen LFL and C.G Huurneman.
2001. Principles of
Remote Sensing. ITC
Educational Texbooks
Series. ITC, Enshede.
Jeffries, M. dan D. Mills, 1996.
Freswater Ecology,
Principles, and
Aplications. John Wiley
and Sons, Chichester, UK.
285 p.
KNLH, 2009. Kajian Manajemen
Data Spasial dalam Unit
Kerja KNLH. Kementrian
Negara Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Koltunov A, SL Ustin. 2007. Early
fire detection using non-
linear multitemporal
prediction of thermal
imagery. Remote Sensing
of Environment 110: 18–28.
Muhadjir, M. M., 1992.
Keanekaragaman
Invertebrata Bentos
sebagai Indikator Kualitas
Air Sungai Cipinang,
Jakarta [Abstrak].
Universitas Indonesia,
Depok.
Natasasmita, D., 2011.
Fitoplankton.
http://adios19.wordpress.co
m. Tgl Akses 27 Mei 2012,
pkl 13.15 WITA.Nontji, A.
2005. Laut Nusantara.
Penerbit Djambatan,
Jakarta.
Natasasmita, D., 2011. Diatome.
http://1.bp.blogspot.com/dia
tom.jpg. Tgl Akses 27 Mei
2012, pkl 14.05 WITA.
Natasasmita, D., 2011. Ceratium
macroceros.
http://adios19.files.wordpres
s.com/ceratium-e.jpg. Tgl
Akses 27 Mei 2012, pkl
14.05 WITA.
Nebel, A and D. Wright, 2000.
Pengelolaan Pencemaran
Air.
http://www.ut.ac.id/pengelol
aan.htm. Tgl Akses 30 Mei
2012, pkl 03.02 WITA.
Nontji, A., 1986. Rencana
Pengembangan
Puslitbang Limnologi. LIPI
pada Prosiding Expose
Limnologi dan
Pembangunan. Bogor.
Novotny, V and Olem, H., 1994.
Water Quality, Prevention,
Identification and
Management of Diffuse
Pollution. Van Nostrans
Reinhold, New York. 1054
p.
Nybakken, J., W. 1992. Biologi
Laut Suatu Pendekatan
Ekologis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar
Ekologi. Edisi Ketiga. Alih
Bahasa : Samingan, T.
Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Pemda Pangkep, 2012. Industri.
http://www.pangkepkab.go.i
d. Tgl Akses 29 Mei 2012,
pkl 17.58 WITA.
Pratama D.A., 2008. Mengetahui
Kualitas Air Laut.
http://devoav1997.blog.com
11
12. /?p=431. Tgl Akses 26 Mei
2012, pkl 20.06 WITA.
Rahman, A., 2008. Kajian
Kandungan Phospat dan
Nitrat Pengaruhnya
terhadap Kelimpahan
Jenis Plankton di
Perairan Muara Sungai
Nelayan. Kalimantan
Scientis 24(71):33.
Romimohtarto, K., dan J. Sri, 2001.
Biologi Laut Ilmu
Pengetahuan tentang
Biota Laut. Djambatan,
Jakarta.
Saktiyono, 2008. Produksi
Pencemaran lingkungan.
http://jakartahijau.blogspot.c
om. Tgl Akses 29 Mei 2012,
pkl 23.21 WITA.
Sanchez JM, V. Caselles, R. Niclos,
E. Valor, C. Coll, and T.
Laurila. 2007. Evaluation
of the B-method for
determining actual
evapotranspiration in a
boreal forest from MODIS
data. International Journal
of Remote Sensing 28:
1231–1250.
Saru, A., T. Ambo, dan S. Wasir,
2009. Model Mitigasi
Bencana Akibat Pengaruh
Sedimentasi Pantai
Biringkassi Kabupaten
Pangkep. Jurnal Sains &
Teknologi, 9 (2):107.
Soeyasa, N, M Nurhudah, S
Rahardjo. 2001. Ekologi
Perairan (II). Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta.
Suryanti. 2008. Kajian Tingkat
Saprobitas Di Muara
Sungai Morodemak Pada
Saat Pasang Dan Surut.
Jurnal Saintek Perikanan 4
(1): 76 – 83.
Susilo, S. B., 1997. Penginderaan
Jauh Warna Air Laut
(Ocean Color Remote
Sensing) Makalah Ilmiah.
Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 23 hlm.
Tebbut, T.H.Y, 1992. Principles of
Water Quality Control.
Fourth Edition. Pergamon
Press, Oxord. 251 p.
Tuwo, A., 2011. Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan
Laut Pendekatan Ekologi,
Sosiologi-Ekonomi,
Kelembagaan dan Sarana
Wilayah. Brilian
Internasional, Surabaya.
UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Water
Quality Assessments.
Edited by Chapman, D.
Chapman and Hall Ltd.,
London. 585 p.
Wang L, JJ Qu, S Zhang, X Hao,
and S Dasgupta. 2007. Soil
moisture estimation using
MODIS and ground
measurements in eastern
China. International Journal
of Remote Sensing 28:
1413–1418.
Wibowo, A., 2003. Penelitian
Perhitungan Biological
Oxygen Demand (BOD)
Menggunakan Inderaja
pada Limbah Cair
Penambangan Batubara
di Sekitar Sungai
Mahakam, Kalimantan
Timur.
http://www.tekmira.esdm.go
.id. Tgl Akses 27 Mei 2012,
pkl 12.07 WITA.
12