SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
39
KEPATUHAN MINUM OBAT MEMPENGARUHI RELAPS PASIEN SKIZOFRENIA
Jesika Pasaribu1,
Roslince Hasibuan2
1,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus Jakarta
2
Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit Jakarta
pasariboe.jesika@gmail.com
ABSTRAK
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat yang ditandai dengan gejala positif, gejala
negatif dan gangguan kognitif. Kondisi kronis yang dialami pasien berpotensi mengalami relaps.
Penelitian ini dilakukan di RSKD Duren Sawit bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan
minum obat terhadap relaps pasien Skizofrenia. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain penelitian longitudinal yakni cross-sectional berulang (time-series). Jumlah sampel sebanyak
48 responden yang diperoleh dengan teknik total sampling. Hipotesis di uji dengan mengguanakan uji
chi square. Alat ukur penelitian : PANSS dan lembar observasi pemantauan minum obat. Pengambilan
data dilakukan setiap bulan (selama 3 bulan) saat responden kontrol ke poliklinik. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan kepatuhan minum obat terhadap relaps pasien Skizofrenia (p value
=0,043). Diharapkan perawat dan keluarga pasien tetap melanjutkan pemantauan minum obat kepada
pasien dengan lembar observasi. Penelitian ini juga merekomendasikan kepada perawat agar
memberikan psikoedukasi keluarga tentang psikofarmaka pada pasien.
Kata kunci: relaps, kepatuhan minum obat, Skizofrenia
MEDICATION ADHERENCE INDUCED RELAPSE IN SCHIZOPHRENIC PATIENT
ABSTRACT
Schizophrenia is a very severe mental disorder characterized by positive symptoms, negative
symptoms, and cognitive impairment. Chronic conditions experienced by patients potentially lead to
an experience of recurrence. The study was conducted at RSKD Duren Sawit to reveal the relationship
of medication adherence to recurrence of schizophrenic patients.This study type of quantitative
research using a longitudinal research design: cross-sectional (time-series). The number of samples
was 48 respondents obtained by the total sampling technique. The hypothesis was tested using the chi-
square test. The instruments used in this study were PANSS and an observation sheet of taking the
medication. Data retrieval was taken every month (for 3 months). The results showed that there was a
relationship between medication adherence to Schizophrenia relapse (p-value = 0.043). It is well
expected that nurses and families keep observing of taking medication with an observation sheet. This
study also recommends that nurses give family psycho-education about medication to patients.
Keywords: Schizophrenia, Relapse, Compliance
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa kronik
yang mempengaruhi bagaimana seseorang
berpikir, merasa, dan berperilaku. Menurut
data WHO (2016), terdapat sekitar 21 juta
mengalami Skizofrenia (Kementerian
Kesehatan RI, 2016). Prevalensi Skizofrenia di
Indonesia pada tahun 2013 yakni sebesar 1,7
per mil secara nasional dan mengalami
peningkatan signifikan menjadi 6,7 per mil
menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Skizofrenia adalah sindrom perilaku dan
kognitif yang kompleks, heterogen yang
diakibatkan oleh gangguan perkembangan otak
karena faktor genetik/biologik atau
lingkungan, atau keduanya (Owen, Sawa, dan
Mortensen, 2016). Secara biologik, diketahui
terdapat disfungsi neurotransmisi
dopaminergik yang berkontribusi pada
pembentukan awal gejala psikotik. (Stuart,
2016). Faktor lingkungan dapat meliputi
masalah psikologis dan juga sosial seperti
masalah pada tumbuh kembang, masalah
Jurnal Keperawatan Jiwa 7No 1, Hal 39 - 46, Mei 2019 e-ISSN 2655-8106
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah p-ISSN2338-2090
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
40
ekonomi, pekerjaan serta penggunaan koping
maladaptif.
Manifestasi klinis Skizofrenia ditandai oleh
gejala psikopatologi; gejala positif (delusi dan
halusinasi), gejala negatif (gangguan motivasi,
pengurangan kata-kata secara spontan, dan
sosial sosial), serta gangguan kognitif. Secara
umum penderita Skizofrenia menampilkan
distorsi cara berpikir, persepsi, emosi, bahasa,
dan perilaku. Gejala positif cenderung kambuh
dan timbul sedangkan gejala negatif dan
kognitif cenderung bersifat kronis dan
dikaitkan dengan efek jangka panjang pada
sosial fungsi penderita (Owen, Sawa, dan
Mortensen, 2016).
Penanganan Skizofrenia membutuhkan waktu
yang lama dan kepatuhan pengobatan.
Kepatuhan pengobatan menjadi poin penting
yang harus diwaspadai penderita, keluarga dan
petugas kesehatan. Masalah yang sering
muncul dalam pengobatan Skizofrenia adalah
relaps atau kambuh. Penyebab relaps
Skizofrenia menurut Keltner dan Steele (2015)
adalah ketidakpatuhan pengobatan dan
munculnya stressor yang sangat signifikan
mengganggu. Relaps akibat ketidakpatuhan
pengobatan juga ditemukan melalui survey
Riskesdas tahun 2018 yakni sebesar 36,1 %
tidak minum obat karena merasa sudah sehat
dan 33,7% tidak rutin berobat ke fasyankes
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Selanjutnya dari hasil survei Riskesdas
ditemukan populasi minum obat rutin hanya
sebesar obat rutin 48.9 %. Angka statistik
tersebut sudah menunjukkan bahwa penderita
Skizofrenia di Indonesia sangat berisiko
mengalami relaps.
Kejadian relaps mengalami peningkatan jika
tidak memiliki pengetahuan tentang
Skizofrenia atau tidak patuh dalam minum
obat dan tidak mendapat dukungan keluarga.
Penelitian Eticha, Teklu, Ali, Solomon,
Alemayehu (2015) menyatakan salah satu yang
mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah
daya tilik diri (insight) dan efek samping obat.
Daya tilik diri pasien yang baik diperoleh dari
pendapingan dan pengetahuan keluarga
tentang kepatuhan minum obat yang baik.
Pasien yang kambuh membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk kembali pada kondisi
semula. Relaps berulang juga memiliki efek
buruk pada otak dalam hal kemunduran
kognitif dan pemulihan menjadi lambat pada
relaps berikutnya.
Selain relaps, kondisi yang mengancam
penderita Skizofrenia yakni mortalitas
Skizofrenia yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan gangguan psikiatrik
lainnya (Walker, McGee, dan Druss 2015).
Saat ini, pengobatan terutama terdiri dari obat-
obatan antipsikotik yang dikombinasikan
dengan psikologis terapi, dukungan sosial, dan
rehabilitasi, tetapi kebutuhan mendesak untuk
perawatan yang lebih efektif dan pemberian
layanan ada. Oleh karena itu pengobatan
skizofrenia harus dilakukan terus menerus
sehingga relaps Skizofrenia dapat dicegah serta
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui hubungan kepatuhan minum obat
terhadap relaps pasien skizofrenia? Diharapkan
pencegahan relaps dapat dilakukan secara
kontinu dengan kepatuhan minum obat.
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
metode kuantitatif dengan rancangan
penelitian longitudinal yakni cross-sectional
berulang (time-series). Penelitian ini dilakukan
untuk mengukur tingkat kepatuhan minum
obat dan relaps penderita Skizofrenia.
Pengukuran dilakukan selama 3 kali yakni
pada bulan ke-1, bulan ke-2, dan bulan ke-3
(Skema 1). Populasi dalam peneliti ini adalah
penderita Skizofrenia pasien pernah
mengalami relaps. Diagnosis Skizofrenia
ditegakkan oleh psikiater berdasarkan riwayat
terdahulu dan melalui pemeriksaan status
mental sesuai dengan kriteria ( American
Psychiatric Association, 2013). Sampel
diperoleh sejumlah 48 pasien dengan
menggunakan teknik total sampling. Kriteria
pemilihan sampel sbb: penderita Skizofrenia
yang sudah pernah mengalami relaps
sebelumnya, sedang menjalani rawat jalan,
kooperatif, bisa membaca dan menulis,
memiliki caregiver di rumah.
X0 X1 X2 X3
Awal Bulan I Bulan II Bulan III
PANSS I PANSS II PANSS III
Kepatuhan I Kepatuhan II Kepatuhan III
Skema 1. Alur pengumpulan data
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
41
Instrumen penelitian untuk mengukur relaps
penderita Skizofrenia berupa kuesioner
PANSS (Positive and Negative Syndrome
Scale For Schizophrenia). PANSS terdiri dari
30 pertanyaan berdasarkan 3 gejala, yaitu 7
pertanyaan gejala positif, 7 pertanyaan gejala
negatif, dan 16 pertanyaan gejala psikopatologi
umum. Skor PANSS 30- 210 dengan skala 1-7
(1 : tidak ditemukan – 7 : sangat parah).
PANSS digunakan untuk mengidentifikasi
gejala psikotik terkait target pengobatan dan
memprediksi secara akurat respon pasien
terhadap pengobatan yang diberikan. PANSS
diukur setiap bulan selama 3 bulan berturut-
turut saat responden datang kontrol kembali ke
poliklinik.
PANSS diterbitkan pada tahun 1987 oleh
Stanley Kay, Lewis Opler, dan Abraham
Fiszbein dan banyak digunakan dalam studi
terapi antipsikotik (Kay, Opler, dan Fiszbein,
1987). Kuesioner PANSS pada penelitian ini
diisi oleh psikiater. Kuesioner PANSS ini telah
baku dan menjadi standar penilaian kepada
pasien Skizofrenia yang digunakan pada
institusi kesehatan di seluruh dunia dan juga
pada RSKD Duren Sawit dan mengacu pada
definisi operasional di Indonesia (Departemen
Psikiatri FKUI, 2008).
Instrumen kedua yakni lembar observasi
pemantauan minum obat untuk mengukur
tingkat kepatuhan minum obat dirumah yang
diisi oleh pengawas minum obat
(keluarga/caregiver). Lembar pemantauan
minum obat dievaluasi setiap bulan saat
responden datang kontrol. Keluarga telah di
ajarkan terlebih dahulu cara dan pengisian
penggunaan dari lembar observasi pemantauan
minum obat. Sebelum dilakukan
pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu
menjelaskan cara pengisian lembar observasi
pemantauan minum obat dirumah. Lembar
observasi ini berisi nama pasien, nama obat,
dosis, cara pemberian, tanggal dan paraf
pemberi obat. Lembar ini sudah dilengkapi
dengan cara pemberian obat secara 6 benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar
dosis obat, benar cara pemberian, benar waktu
pemberian, dan benar dokumentasi).
HASIL
Adapun karakteristik responden sebagai
berikut:
Tabel 1.
Karakteristik Responden (n=48)
Karakteristik f %
Usia
17-25 tahun
26-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
>60 tahun
10
16
5
14
3
20,8
33,3
10,4
29,2
6,3
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
30
18
62,5
37,5
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
17
12
11
8
35,4
25
22,9
16,7
Berdasarkan tabel 1, persebaran karakteristik
berdasarkan usia menunjukkan bahwa
persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun
sebanyak 33,3% dan mayoritas pendidikan
responden adalah pendidikan rendah (SD dan
SMP) sebesar 60,4%. Tabel 2 menunjukkan
tingkat kepatuhan minum obat mengalami
penurunan. Pada bulan pertama terdapat
ketidakpatuhan minum obat sebesar 6,3%,
bulan kedua menjadi 16,7 % dan bulan ketiga
naik menjadi 37,5%. Berdasarkan tabel 3,
didapatkan data bahwa relaps pasien
skizofrenia pada bulan kedua sebesar 4,2 %
sedangkan pada bulan ketiga persentase
kambuh sebesar 12,5%.
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
42
Tabel 2.
Tingkat Kepatuhan Pasien Skizofrenia Selama III Bulan (n=48)
Variabel f %
Kepatuhan minum obat bulan I
Tidak patuh
Patuh
3
45
6,3
93,8
Kepatuhan minum obat bulan II
Tidak patuh
Patuh
8
40
16,7
83,3
Kepatuhan minum obat bulan III
Tidak patuh
Patuh
18
30
37,5
62,5
Tabel 3.
Tingkat Relaps Pasien Skizofrenia Selama III Bulan (n=48)
Variabel f %
Relaps pasien skizofrenia bulan I
Kambuh
Tidak kambuh
0
48
0
100
Relaps pasien skizofrenia bulan II
Kambuh
Tidak kambuh
2
46
4,2
95,8
Relaps pasien skizofrenia bulan III
Kambuh
Tidak kambuh
6
42
12,5
87,5
Tabel 4.
Hubungan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Relaps Pasien Skizofrenia (n=48)
Kepatuhan Minum
Obat
Relaps Pasien Skizofrenia
Total
p value
Kambuh Tidak Kambuh
f % f % f %
Tidak patuh 5 27,8 13 72,2 18 100 0,043
Patuh 1 3,3 29 96,7 30 100
Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,043
(tabel 3), maka hipotesisi gagal ditolak, yakni
ada hubungan antara kepatuhan minum obat
dengan relaps pasien skizofrenia.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa
persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun
sebanyak 33,3% dan pendidikan responden
adalah pendidikan rendah (SD dan SMP)
sebesar 60,4%. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa gejala
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja
akhir atau dewasa muda. Mulai timbul gejala
(onset) pada penderita skizofrenia antara 15-25
tahun. Hasil uraian sistematik review Gabriela,
Larissa, Ferreira, dan Kátia (2018) menemukan
berbagai macam faktor yang berhubungan
dengan relaps penderita Skizo antara lain:
pendidikan rendah, belum bekerja, dan status
single. Sementara temuan terkait usia beberapa
menemukan tidak ada kaitan usia dengan
relaps Skizofrenia.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa
responden yang paling banyak ditemui yakni
laki-laki sebesar 62,5%. Laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan pada usia
onset, gejala, tingkat keparahan penyakit, dan
lamanya pengobatan. Laki-laki memiliki onset
yang lebih dini untuk terjadinya Skizofrenia,
kecenderungan yang lebih tinggi terhadap
gejala negatif, fungsi sosial yang lebih rendah,
dan penyalahgunaan zat komorbiditas
dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan
perempuan menunjukkan onset penyakit yang
relatif terlambat dengan menampilkan gejala
yang menyerang afektif (Li, Ma,Wang, Yang,
dan Wang, 2016). Selain itu, faktor hormonal
juga memengaruhi prevalensi Skizofrenia.
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
43
Kaplan, Sadock, Grebb (2010) menguraikan
bahwa hormon estrogen memiliki efek
protektif terhadap skizofrenia. Estrogen
mempengaruhi pelepasan dopamin melalui
neuron GABA melalui pengikatan reseptor
dopamine D2.
Ketidakpatuhan pengobatan dinilai sebagai
prediktor utama kekambuhan. Berbagai
penelitian menyebutkan penyebab
relaps/eksaserbasi penderita Skizofrenia
memiliki banyak faktor antara lain :
penyalahgunaan zat, ketidakpatuhan
pengobatan, efek samping pengobatan
(Chaurotia, Verma, Baniya, 2016); tinggal
tanpa keluarga, tidak patuh pada pengobatan,
dukungan sosial rendah, religiusitas rendah,
efek samping obat (Fikreyesus, Feyissa, dan
Soboka, 2016); usia saat onset penyakit,
pengaturan hidup, latar belakang keluarga,
kelas sosial, status pekerjaan, status
pendidikan, durasi penyakit dan kepatuhan
obat (Adebiyi, Mosaku, Irinoye, Oyelade,
2018). Penelitian tersebut mengarah pada
kepatuhan pengobatan. Di Indonesia, hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
Gemilang, Lesmana, dan Aryani (2017)
menyimpulkan bahwa ketaatan atau kepatuhan
pengobatan menjadi salah satu faktor risiko
relaps.
Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah
mengapa ketidakpatuhan pengobatan dialami
oleh penderita Skizofrenia. Penelitian Eticha,
Teklu, Ali, Solomon, & Alemayehu (2015)
menemukan jawaban bahwa ketidakpatuhan
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan pasien,
sikap terhadap penyakit yang diderita dan
obat-obatan yang dikonsumsi. Sikap positif
terhadap pengobatan menampilkan kepatuhan
yang lebih baik, sebaliknya sikap negatif
membawa ketidakpatuhan-sebagai presipitasi
relaps. Temuan ini menunjukkan intervensi
yang mengeksplorasi dan meningkatkan sikap
pasien terhadap pengobatan mereka dapat
meningkat kepatuhan pengobatan.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa terjadi
peningkatan relaps Skizofrenia pada bulan
selanjutnya. Olivares, Sermon, Hemels, dan
Schreiner (2013) menguraikan beberapa
kriteria yang mendefinisikan relaps dari
berbagai temuan penelitian sebelumnya, antara
lain : hospitalisasi, hasil skor PANSS, hasil
skor Clinical Global Impression (CGI), serta
munculnya kembali tanda dan gejala
Skizofrenia. Hospitalisasi merujuk pada
pengertian bahwa penderita dirawat kembali.
Sementara hasil pengukuran PANSS dan CGI
menunjukkan manifestasi klinis yang dialami
penderita sehingga dikategorikan mengalami
relaps. Pada penelitian ini, responden
dikategorikan kambuh jika skor PANSS > 80
dan responden langsung dilakukan rawat inap
sesuai dengan prosedur yang berlaku di RSKD
Duren Sawit-Jakarta.
Hasil studi Sullivan, Northstone, Gadd,
Walker, Margelyte, et.al (2017) menyatakan
tingkat relaps kumulatif lima tahun setelah
pemulihan awal dari psikosis adalah 82%.
Selanjutnya, sistematik review Gabriela Lemos
de, Larissa, Ferreira, dan Kátia, (2018)
menemukan bahwa relaps dapat terjadi pada
bulan pertama berkisar antara 9,5 - 31%, bulan
ketiga sekitar 49,5%, dan bulan keenam antara
15,3-31,2 %. Ancaman terhadap kekambuhan
senantiasa mengintai penderita Skizofrenia
setelah hospitalisasi. Semakin sering pasien
mengalami relaps, maka semakin pendek pula
jarak relaps berikutnya. Hal ini yang membuat
seolah pasien tidak pernah lepas dari
hospitalisasi dan rehospitalisasi.
Gabriela Lemos de, Larissa, Ferreira, & Kátia.
(2018) menggambarkan relaps sebagai
fenomena pintu putar (the revolving door
phenomenon), yakni masalah psikiatrik yang
berulang sesudah pulang perawatan dan segera
masuk kembali untuk dirawat. Relaps akan
mengurangi fungsi sosial, meningkatkan
pengeluaran, meningkatkan stigma, bahkan
penurunan kognitif. Setiap relaps akan
membawa dampak kemunduran fungi kognitif
pada relaps selanjutnya (Owen, Sawa, dan
Mortensen, 2016). Masuk kembali untuk
dirawat (rehospitalisasi) mengisyaratkan
sulitnya kontinuitas perawatan diluar rumah
sakit dan pelayanan kesehatan mental
dikomunitas yang kurang.
Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,043
(tabel 3), maka hipotesisi gagal ditolak, yakni
ada hubungan antara kepatuhan minum obat
dengan relaps pasien skizofrenia. Berdasarkan
studi Owen, Sawa, dan Mortensen (2016);
Sullivan, Northstone, Gadd, Walker,
Margelyte, et.al (2017) ditemukan bahwa
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
44
antipsikotik generasi kedua lebih efektif dalam
mencegah relaps. Sesuai dengan beberapa
penelitian dan review sistematik yang
menyatakan bahwa antipsikotik generasi kedua
lebih baik menurunkan relaps pada psikosis.
Namun temuan menarik diuraikan oleh
Stępnicki, Kondej dan Kaczor (2018),
menyatakan bahwa antipsikotik saat ini
memang masih memiliki keterbatasan sebagai
terapi mengatasi gejala Skizofrenia.
Keterbatasan tersebut antara lain : antipsikotik
efektif hanya bagi setengah populasi pasien
yang mendapat pengobatan; sebagian besar
antipsikotik lebih mengatasi gejala positif,
namun gejala negatif dan kognitif masih belum
teratasi; efek samping pengobatan memiliki
efek pada neurologis dan metabolik yang dapat
mengakibatkan disfungsi seksual atau
agranulositosis. Biasanya psikofarmaka akan
bekerja pada reseptor neurotransmitter utama
seperti dopamin, serotonin dan adrenalin.
Sesuai dengan fungsi neurotransmitter tersebut
yang memiliki dampak utama terhadap gejala
positif sehingga pemberian antipsikotik
memiliki kecenderungan mengatasi gejala
positif Skizofrenia.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengukur
efek samping pengobatan maupun jenis obat
yang dipakai. Pada beberapa penelitian
terdahulu, efek samping obat menjadi
kontributor penting untuk masalah kepatuhan.
Besarnya dampak negatif yang dialami
membuat penderita menghentikan pengobatan
sendiri atau merubah dosis obat tanpa
persetujuan medis.
Meskipun obat antipsikotik menjadi
penanganan utama, manajemen/
penatalaksanaan yang efektif membutuhkan
farmakoterapi yang terintegrasi pada dukungan
psikologis dan sosial yang kuat, misalnya
pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan,
kegiatan vokasional dan pendidikan kesehatan
serta dan rehabilitasi. Sejalan dengan
penelitian Olivares, Sermon, Hemels, dan
Schreiner (2013) merekomendasikan intervensi
non-farmakologis, seperti psikoedukasi dan
terapi perilaku kognitif (TPK) untuk mengatasi
relaps dikikuti dengan pemberian
psikofarmaka.
Pemberian psikoedukasi keluarga (family
psychoeducation/FPE) untuk mempercepat
proses penyembuhan dan meminimalkan
relaps menjadi penting menjadi bagian dari
intervensi keperawatan. Penelitian Aldersey
dan Whitley (2015) menemukan peran
keluarga yang mendukung kesebuhan dan
menghambat kesembuhan. Keluarga dapat
memfasilitasi dan mempercepat proses
penyembuhan pasien melalui dukungan moral,
dukungan praktis, sebagai motivator bagi
penyembuhan pasien. Namun disisi lain
ternyata keluarga juga berperan sebagai
penghambat dalam kesembuhan pasien
dengan cara menjadi stressor bagi pasien,
menunjukkan stigma dan ketidakpahaman
terhadap kondisi pasien serta memaksa pasien
agar dirawat saja di RS.
Psikoedukasi dapat diberikan meliputi cara
perawatan pasien dirumah, pengobatan, dan
rujukan pasien. Pemberian pendidikan
kesehatan yang memadai tentang efek samping
obat serta penanganannya sangat penting untuk
meningkatkan kepatuhan pengobatan.
Pendidikan kesehatan dilakukna kepada pasien
serta keluarga bertujuan untuk meningkatkan
wawasan tentang pengobatan serta
meningkatkan kesadaran diri (insight),
khususnya bagi pasien. Dengan demikian,
diperlukan kolaborasi/ pendekatan
multidisiplin yang melibatkan berbagai
profesional perawatan kesehatan dan lembaga,
termasuk kegiatan perawatan komunitas.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara kepatuhan minum obat
dengan relaps pasien skizofrenia dengan nilai
p-value 0,043.
Saran
Penelitian merekomendasikan kepada perawat
agar memberikan psikoedukasi keluarga
tentang psikofarmaka pada pasien. Bagi
pelayanan kesehatan diharapkan lembar
observasi pemantauan minum obat dapat
dijadikan masukan untuk memonitoring
kepatuhan minum obat pada pasien yang
berobat rawat jalan. Bagi keluarga pasien tetap
melanjutkan pemantauan minum obat kepada
pasien dengan lembar observasi yang telah
dibuatkan oleh peneliti.
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
45
DAFTAR PUSTAKA
Adebiyi, M.O., Mosaku, S.K., Irinoye, O.O.,
Oyelade, O.O (2018) Socio-
demographic and clinical factors
associated with relapse in mental illness.
International Journal of Africa Nursing
Sciences
Aldersey, H. M., & Whitley, R. (2015). Family
influence in recovery from severe
mental illness. Community Mental
Health Journal, 51(4), 467-476.
doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1007/
s10597-014-9783-y
American Psychiatric Association (APA),
2013. Diagnostic and statistical manual
of mental disorders—fifth edition:
DSM-5. Arlington, VA: American
Psychiatric Association.
Chaurotia, V.K., Verma , Baniya, G.C (2016).
A Study of Psychosocial Factor Related
with Relapse in Schizophrenia. IOSR
Journal of Dental and Medical Sciences
(IOSR-JDMS) e-ISSN: 2279-0853, p-
ISSN: 2279-0861.Volume 15, Issue 4
Ver. XIV. DOI: 10.9790/0853-
1504142634
Departemen Psikiatri FKUI. 2008. Pedoman
definisi PANSS (Positive and Negative
Syndrome Scale For Schizophrenia).
RSCM.
Eticha, T., Teklu, A., Ali, D., Solomon, G., &
Alemayehu, A. (2015). Factors
Associated With Medication Adherence
Among Patients With Schizophrenia In
Mekelle, Northern Ethiopia. PLoS
One, 10(3) doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1371/
journal.pone.0120560
Fikreyesus, G.T. Feyissa, M. Soboka (2016).
Psychotic relapse and associated
factors among patients attending
health services in Southwest Ethiopia:
A cross sectional study. BMC
Psychiatry, 16 (2016),
p. 354, 10.1186/s12888-016-1076-2
Gabriela Lemos de, P. Z., Larissa, M. M.,
Ferreira, G. S., &Kátia, B. R. (2018).
Factors associated with psychiatric
readmissions: A systematic
review.Paideía, 28 doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1590/
1982-4327e2814
Gemilang, B.M., Lesmana, C.B., Aryani, L.N
(2017). Karakteristik Pasien Relapse
pada Pasien Skizofrenia dan Faktor
Pencetusnya di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Provinsi Bali. E-Jurnal Medika, Vol. 6
No. 10, Oktober, 2017 : 61 – 65. ISSN:
2303-1395
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Tangerang : Binarupa
Aksara; 2010
Kay, S., Opler, L and Fiszbein, A. (1987). The
Positive and Negative Syndrome Scale
(PANSS) for Schizophrenia.
Schizophrenia Bulletin Vol. 13, No. 2
Keltner dan Steele (2015). Psychiatric Nursing.
Seventh Edition. Sint Louis, Missouri.
Elsevier
1. Kementerian Kesehatan RI (2016).
Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/article/print/16
100700005/peran-keluarga-dukung-
kesehatan-jiwa-masyarakat.html
Kementerian Kesehatan RI (2018). Riset
Kesehatan Dasar. Riskesdas 2018.
Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Li,R.,Ma,X., Wang,G., Yang.G., dan Wang, C.
(2016). Why sex differences in
schizophrenia? J Transl Neurosci
(Beijing). 16 September ; 1(1): 37–42.
2. Olivares, J. M., Sermon, J., Hemels, M.,
& Schreiner, A. (2013). Definitions and
drivers of relapse in patients with
schizophrenia: a systematic literature
review.Annals of general
psychiatry, 12(1), 32. doi:10.1186/1744-
859X-12-32
Owen, M. J., Sawa, A., & Mortensen, P. B.
(2016).Schizophrenia. The
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
46
Lancet,388(10039), 86-97. doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1016/
S0140-6736(15)01121-6
Stępnicki, P., Kondej, M., & Kaczor, A. A.
(2018). Current concepts and treatments
of schizophrenia. Molecules, 23(8)
doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.3390/
molecules23082087
Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik
Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Elsevier: Singapura. Editor : Budi
Anna Keliat dan Jesika Pasaribu
Sullivan, S., Northstone, K., Gadd, C., Walker,
J., Margelyte, R., Richards, A., &
Whiting, P. (2017). Models to predict
relapse in psychosis: A systematic
review. PLoS One, 12(9) doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1371/
journal.pone.0183998
Walker E, McGee R, Druss B (2015).
Mortality in mental disorders andglobal
disease burden implications: a
systematic review and meta-analysis.
JAMA Psychiatry 72, 334–341.

More Related Content

What's hot

Draft Pedoman Konseling Adiksi Napza
Draft Pedoman Konseling Adiksi NapzaDraft Pedoman Konseling Adiksi Napza
Draft Pedoman Konseling Adiksi NapzaPersonal
 
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...gex'z windha suardika
 
Kp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmakaKp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmakaAhmad Muhtar
 
Slide depresi bag puji
Slide depresi bag pujiSlide depresi bag puji
Slide depresi bag pujiAgung Yihuu
 
Obat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusatObat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusatbarkah1933
 
Obat obatan sistem ssp
Obat obatan sistem sspObat obatan sistem ssp
Obat obatan sistem sspPutri Cavaluna
 
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)riizqii
 
pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01
pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01
pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01Amphie Yuurisman
 
Tatalaksana gangguan cemas
Tatalaksana gangguan cemasTatalaksana gangguan cemas
Tatalaksana gangguan cemasSuharti Wairagya
 
Farmakologi Sistem Saraf
Farmakologi Sistem SarafFarmakologi Sistem Saraf
Farmakologi Sistem SarafDedi Kun
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...pjj_kemenkes
 
Standar operasional prosedur
Standar operasional prosedurStandar operasional prosedur
Standar operasional prosedurDevy Permata Sari
 
Obat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan Antibiotik
Obat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan AntibiotikObat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan Antibiotik
Obat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan Antibiotikpjj_kemenkes
 
Kepmen kes no420 narkoba
Kepmen kes no420 narkobaKepmen kes no420 narkoba
Kepmen kes no420 narkobacubeg
 

What's hot (20)

Draft Pedoman Konseling Adiksi Napza
Draft Pedoman Konseling Adiksi NapzaDraft Pedoman Konseling Adiksi Napza
Draft Pedoman Konseling Adiksi Napza
 
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
 
Kp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmakaKp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmaka
 
Slide depresi bag puji
Slide depresi bag pujiSlide depresi bag puji
Slide depresi bag puji
 
Hipnotik sedativ
Hipnotik sedativHipnotik sedativ
Hipnotik sedativ
 
Ppt
PptPpt
Ppt
 
Obat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusatObat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusat
 
Obat obatan sistem ssp
Obat obatan sistem sspObat obatan sistem ssp
Obat obatan sistem ssp
 
Obat sistem saraf
Obat sistem sarafObat sistem saraf
Obat sistem saraf
 
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
 
pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01
pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01
pedoman konseling adiksi napza 100622051249-phpapp01
 
Tatalaksana gangguan cemas
Tatalaksana gangguan cemasTatalaksana gangguan cemas
Tatalaksana gangguan cemas
 
Farmakologi Sistem Saraf
Farmakologi Sistem SarafFarmakologi Sistem Saraf
Farmakologi Sistem Saraf
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
 
Obat susunan saraf
Obat susunan sarafObat susunan saraf
Obat susunan saraf
 
SIstem Saraf Pusat II
SIstem Saraf Pusat IISIstem Saraf Pusat II
SIstem Saraf Pusat II
 
Standar operasional prosedur
Standar operasional prosedurStandar operasional prosedur
Standar operasional prosedur
 
Terapi somatik
Terapi somatik Terapi somatik
Terapi somatik
 
Obat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan Antibiotik
Obat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan AntibiotikObat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan Antibiotik
Obat Syaraf Pusat, Syaraf Otonom, dan Antibiotik
 
Kepmen kes no420 narkoba
Kepmen kes no420 narkobaKepmen kes no420 narkoba
Kepmen kes no420 narkoba
 

Similar to Kepatuhan minum obat schizoprenia

Vol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdf
Vol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdfVol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdf
Vol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdfssuser1e99ef
 
Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang
Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi YangKualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang
Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi YangSabhan Dinata
 
CEA Kelompok 4.pptx
CEA Kelompok 4.pptxCEA Kelompok 4.pptx
CEA Kelompok 4.pptxAlyaFarmasi
 
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...Dinamika Penelitian
 
Seminar hasil hikom ysf 1
Seminar hasil hikom ysf 1Seminar hasil hikom ysf 1
Seminar hasil hikom ysf 1Ah Yusuf
 
PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS DI POLI OBGYN RSI JEMUR...
PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS  DI POLI OBGYN RSI JEMUR...PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS  DI POLI OBGYN RSI JEMUR...
PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS DI POLI OBGYN RSI JEMUR...Yolly Finolla
 
Studi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasien
Studi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasienStudi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasien
Studi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasienRiskadewi Agatha
 
490-882-1-SM.pdf
490-882-1-SM.pdf490-882-1-SM.pdf
490-882-1-SM.pdfridzwanali
 
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...Ratih Aini
 
PP SKRIPSI (1).pptx
PP SKRIPSI (1).pptxPP SKRIPSI (1).pptx
PP SKRIPSI (1).pptxMUCHLISChLIS
 
Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...
Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...
Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...Panser HuLu
 

Similar to Kepatuhan minum obat schizoprenia (20)

723 1413-1-sm
723 1413-1-sm723 1413-1-sm
723 1413-1-sm
 
Vol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdf
Vol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdfVol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdf
Vol.-1-No.-1-2018-LKA-1.pdf
 
Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang
Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi YangKualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang
Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang
 
Metode penelitian dalam psikologi klinis
Metode penelitian dalam psikologi klinisMetode penelitian dalam psikologi klinis
Metode penelitian dalam psikologi klinis
 
684 741-1-pb
684 741-1-pb684 741-1-pb
684 741-1-pb
 
Ppt proposal amelia
Ppt proposal ameliaPpt proposal amelia
Ppt proposal amelia
 
Ipi186703
Ipi186703Ipi186703
Ipi186703
 
CEA Kelompok 4.pptx
CEA Kelompok 4.pptxCEA Kelompok 4.pptx
CEA Kelompok 4.pptx
 
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
 
735 1437-1-sm
735 1437-1-sm735 1437-1-sm
735 1437-1-sm
 
PPT LAMBOK.pptx
PPT LAMBOK.pptxPPT LAMBOK.pptx
PPT LAMBOK.pptx
 
Seminar hasil hikom ysf 1
Seminar hasil hikom ysf 1Seminar hasil hikom ysf 1
Seminar hasil hikom ysf 1
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS DI POLI OBGYN RSI JEMUR...
PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS  DI POLI OBGYN RSI JEMUR...PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS  DI POLI OBGYN RSI JEMUR...
PERUBAHAN PSIKOLOGIS FASE TAKING HOLD PADA IBU NIFAS DI POLI OBGYN RSI JEMUR...
 
Studi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasien
Studi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasienStudi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasien
Studi observasional faktor risiko bunuh diri pada pasien
 
219 218-1-pb
219 218-1-pb219 218-1-pb
219 218-1-pb
 
490-882-1-SM.pdf
490-882-1-SM.pdf490-882-1-SM.pdf
490-882-1-SM.pdf
 
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA ...
 
PP SKRIPSI (1).pptx
PP SKRIPSI (1).pptxPP SKRIPSI (1).pptx
PP SKRIPSI (1).pptx
 
Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...
Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...
Abstrak PERILAKU PERAWAT DALAM PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN SKIZOFRENIA DI R...
 

Recently uploaded

penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 

Recently uploaded (18)

penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 

Kepatuhan minum obat schizoprenia

  • 1. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 39 KEPATUHAN MINUM OBAT MEMPENGARUHI RELAPS PASIEN SKIZOFRENIA Jesika Pasaribu1, Roslince Hasibuan2 1, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus Jakarta 2 Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit Jakarta pasariboe.jesika@gmail.com ABSTRAK Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat yang ditandai dengan gejala positif, gejala negatif dan gangguan kognitif. Kondisi kronis yang dialami pasien berpotensi mengalami relaps. Penelitian ini dilakukan di RSKD Duren Sawit bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat terhadap relaps pasien Skizofrenia. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian longitudinal yakni cross-sectional berulang (time-series). Jumlah sampel sebanyak 48 responden yang diperoleh dengan teknik total sampling. Hipotesis di uji dengan mengguanakan uji chi square. Alat ukur penelitian : PANSS dan lembar observasi pemantauan minum obat. Pengambilan data dilakukan setiap bulan (selama 3 bulan) saat responden kontrol ke poliklinik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan kepatuhan minum obat terhadap relaps pasien Skizofrenia (p value =0,043). Diharapkan perawat dan keluarga pasien tetap melanjutkan pemantauan minum obat kepada pasien dengan lembar observasi. Penelitian ini juga merekomendasikan kepada perawat agar memberikan psikoedukasi keluarga tentang psikofarmaka pada pasien. Kata kunci: relaps, kepatuhan minum obat, Skizofrenia MEDICATION ADHERENCE INDUCED RELAPSE IN SCHIZOPHRENIC PATIENT ABSTRACT Schizophrenia is a very severe mental disorder characterized by positive symptoms, negative symptoms, and cognitive impairment. Chronic conditions experienced by patients potentially lead to an experience of recurrence. The study was conducted at RSKD Duren Sawit to reveal the relationship of medication adherence to recurrence of schizophrenic patients.This study type of quantitative research using a longitudinal research design: cross-sectional (time-series). The number of samples was 48 respondents obtained by the total sampling technique. The hypothesis was tested using the chi- square test. The instruments used in this study were PANSS and an observation sheet of taking the medication. Data retrieval was taken every month (for 3 months). The results showed that there was a relationship between medication adherence to Schizophrenia relapse (p-value = 0.043). It is well expected that nurses and families keep observing of taking medication with an observation sheet. This study also recommends that nurses give family psycho-education about medication to patients. Keywords: Schizophrenia, Relapse, Compliance PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan gangguan jiwa kronik yang mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 21 juta mengalami Skizofrenia (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Prevalensi Skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 yakni sebesar 1,7 per mil secara nasional dan mengalami peningkatan signifikan menjadi 6,7 per mil menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Skizofrenia adalah sindrom perilaku dan kognitif yang kompleks, heterogen yang diakibatkan oleh gangguan perkembangan otak karena faktor genetik/biologik atau lingkungan, atau keduanya (Owen, Sawa, dan Mortensen, 2016). Secara biologik, diketahui terdapat disfungsi neurotransmisi dopaminergik yang berkontribusi pada pembentukan awal gejala psikotik. (Stuart, 2016). Faktor lingkungan dapat meliputi masalah psikologis dan juga sosial seperti masalah pada tumbuh kembang, masalah Jurnal Keperawatan Jiwa 7No 1, Hal 39 - 46, Mei 2019 e-ISSN 2655-8106 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah p-ISSN2338-2090
  • 2. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 40 ekonomi, pekerjaan serta penggunaan koping maladaptif. Manifestasi klinis Skizofrenia ditandai oleh gejala psikopatologi; gejala positif (delusi dan halusinasi), gejala negatif (gangguan motivasi, pengurangan kata-kata secara spontan, dan sosial sosial), serta gangguan kognitif. Secara umum penderita Skizofrenia menampilkan distorsi cara berpikir, persepsi, emosi, bahasa, dan perilaku. Gejala positif cenderung kambuh dan timbul sedangkan gejala negatif dan kognitif cenderung bersifat kronis dan dikaitkan dengan efek jangka panjang pada sosial fungsi penderita (Owen, Sawa, dan Mortensen, 2016). Penanganan Skizofrenia membutuhkan waktu yang lama dan kepatuhan pengobatan. Kepatuhan pengobatan menjadi poin penting yang harus diwaspadai penderita, keluarga dan petugas kesehatan. Masalah yang sering muncul dalam pengobatan Skizofrenia adalah relaps atau kambuh. Penyebab relaps Skizofrenia menurut Keltner dan Steele (2015) adalah ketidakpatuhan pengobatan dan munculnya stressor yang sangat signifikan mengganggu. Relaps akibat ketidakpatuhan pengobatan juga ditemukan melalui survey Riskesdas tahun 2018 yakni sebesar 36,1 % tidak minum obat karena merasa sudah sehat dan 33,7% tidak rutin berobat ke fasyankes (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Selanjutnya dari hasil survei Riskesdas ditemukan populasi minum obat rutin hanya sebesar obat rutin 48.9 %. Angka statistik tersebut sudah menunjukkan bahwa penderita Skizofrenia di Indonesia sangat berisiko mengalami relaps. Kejadian relaps mengalami peningkatan jika tidak memiliki pengetahuan tentang Skizofrenia atau tidak patuh dalam minum obat dan tidak mendapat dukungan keluarga. Penelitian Eticha, Teklu, Ali, Solomon, Alemayehu (2015) menyatakan salah satu yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah daya tilik diri (insight) dan efek samping obat. Daya tilik diri pasien yang baik diperoleh dari pendapingan dan pengetahuan keluarga tentang kepatuhan minum obat yang baik. Pasien yang kambuh membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali pada kondisi semula. Relaps berulang juga memiliki efek buruk pada otak dalam hal kemunduran kognitif dan pemulihan menjadi lambat pada relaps berikutnya. Selain relaps, kondisi yang mengancam penderita Skizofrenia yakni mortalitas Skizofrenia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan gangguan psikiatrik lainnya (Walker, McGee, dan Druss 2015). Saat ini, pengobatan terutama terdiri dari obat- obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan psikologis terapi, dukungan sosial, dan rehabilitasi, tetapi kebutuhan mendesak untuk perawatan yang lebih efektif dan pemberian layanan ada. Oleh karena itu pengobatan skizofrenia harus dilakukan terus menerus sehingga relaps Skizofrenia dapat dicegah serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat terhadap relaps pasien skizofrenia? Diharapkan pencegahan relaps dapat dilakukan secara kontinu dengan kepatuhan minum obat. METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kuantitatif dengan rancangan penelitian longitudinal yakni cross-sectional berulang (time-series). Penelitian ini dilakukan untuk mengukur tingkat kepatuhan minum obat dan relaps penderita Skizofrenia. Pengukuran dilakukan selama 3 kali yakni pada bulan ke-1, bulan ke-2, dan bulan ke-3 (Skema 1). Populasi dalam peneliti ini adalah penderita Skizofrenia pasien pernah mengalami relaps. Diagnosis Skizofrenia ditegakkan oleh psikiater berdasarkan riwayat terdahulu dan melalui pemeriksaan status mental sesuai dengan kriteria ( American Psychiatric Association, 2013). Sampel diperoleh sejumlah 48 pasien dengan menggunakan teknik total sampling. Kriteria pemilihan sampel sbb: penderita Skizofrenia yang sudah pernah mengalami relaps sebelumnya, sedang menjalani rawat jalan, kooperatif, bisa membaca dan menulis, memiliki caregiver di rumah. X0 X1 X2 X3 Awal Bulan I Bulan II Bulan III PANSS I PANSS II PANSS III Kepatuhan I Kepatuhan II Kepatuhan III Skema 1. Alur pengumpulan data
  • 3. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 41 Instrumen penelitian untuk mengukur relaps penderita Skizofrenia berupa kuesioner PANSS (Positive and Negative Syndrome Scale For Schizophrenia). PANSS terdiri dari 30 pertanyaan berdasarkan 3 gejala, yaitu 7 pertanyaan gejala positif, 7 pertanyaan gejala negatif, dan 16 pertanyaan gejala psikopatologi umum. Skor PANSS 30- 210 dengan skala 1-7 (1 : tidak ditemukan – 7 : sangat parah). PANSS digunakan untuk mengidentifikasi gejala psikotik terkait target pengobatan dan memprediksi secara akurat respon pasien terhadap pengobatan yang diberikan. PANSS diukur setiap bulan selama 3 bulan berturut- turut saat responden datang kontrol kembali ke poliklinik. PANSS diterbitkan pada tahun 1987 oleh Stanley Kay, Lewis Opler, dan Abraham Fiszbein dan banyak digunakan dalam studi terapi antipsikotik (Kay, Opler, dan Fiszbein, 1987). Kuesioner PANSS pada penelitian ini diisi oleh psikiater. Kuesioner PANSS ini telah baku dan menjadi standar penilaian kepada pasien Skizofrenia yang digunakan pada institusi kesehatan di seluruh dunia dan juga pada RSKD Duren Sawit dan mengacu pada definisi operasional di Indonesia (Departemen Psikiatri FKUI, 2008). Instrumen kedua yakni lembar observasi pemantauan minum obat untuk mengukur tingkat kepatuhan minum obat dirumah yang diisi oleh pengawas minum obat (keluarga/caregiver). Lembar pemantauan minum obat dievaluasi setiap bulan saat responden datang kontrol. Keluarga telah di ajarkan terlebih dahulu cara dan pengisian penggunaan dari lembar observasi pemantauan minum obat. Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian lembar observasi pemantauan minum obat dirumah. Lembar observasi ini berisi nama pasien, nama obat, dosis, cara pemberian, tanggal dan paraf pemberi obat. Lembar ini sudah dilengkapi dengan cara pemberian obat secara 6 benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar dosis obat, benar cara pemberian, benar waktu pemberian, dan benar dokumentasi). HASIL Adapun karakteristik responden sebagai berikut: Tabel 1. Karakteristik Responden (n=48) Karakteristik f % Usia 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun >60 tahun 10 16 5 14 3 20,8 33,3 10,4 29,2 6,3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 30 18 62,5 37,5 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi 17 12 11 8 35,4 25 22,9 16,7 Berdasarkan tabel 1, persebaran karakteristik berdasarkan usia menunjukkan bahwa persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun sebanyak 33,3% dan mayoritas pendidikan responden adalah pendidikan rendah (SD dan SMP) sebesar 60,4%. Tabel 2 menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat mengalami penurunan. Pada bulan pertama terdapat ketidakpatuhan minum obat sebesar 6,3%, bulan kedua menjadi 16,7 % dan bulan ketiga naik menjadi 37,5%. Berdasarkan tabel 3, didapatkan data bahwa relaps pasien skizofrenia pada bulan kedua sebesar 4,2 % sedangkan pada bulan ketiga persentase kambuh sebesar 12,5%.
  • 4. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 42 Tabel 2. Tingkat Kepatuhan Pasien Skizofrenia Selama III Bulan (n=48) Variabel f % Kepatuhan minum obat bulan I Tidak patuh Patuh 3 45 6,3 93,8 Kepatuhan minum obat bulan II Tidak patuh Patuh 8 40 16,7 83,3 Kepatuhan minum obat bulan III Tidak patuh Patuh 18 30 37,5 62,5 Tabel 3. Tingkat Relaps Pasien Skizofrenia Selama III Bulan (n=48) Variabel f % Relaps pasien skizofrenia bulan I Kambuh Tidak kambuh 0 48 0 100 Relaps pasien skizofrenia bulan II Kambuh Tidak kambuh 2 46 4,2 95,8 Relaps pasien skizofrenia bulan III Kambuh Tidak kambuh 6 42 12,5 87,5 Tabel 4. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Relaps Pasien Skizofrenia (n=48) Kepatuhan Minum Obat Relaps Pasien Skizofrenia Total p value Kambuh Tidak Kambuh f % f % f % Tidak patuh 5 27,8 13 72,2 18 100 0,043 Patuh 1 3,3 29 96,7 30 100 Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,043 (tabel 3), maka hipotesisi gagal ditolak, yakni ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan relaps pasien skizofrenia. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun sebanyak 33,3% dan pendidikan responden adalah pendidikan rendah (SD dan SMP) sebesar 60,4%. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Mulai timbul gejala (onset) pada penderita skizofrenia antara 15-25 tahun. Hasil uraian sistematik review Gabriela, Larissa, Ferreira, dan Kátia (2018) menemukan berbagai macam faktor yang berhubungan dengan relaps penderita Skizo antara lain: pendidikan rendah, belum bekerja, dan status single. Sementara temuan terkait usia beberapa menemukan tidak ada kaitan usia dengan relaps Skizofrenia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa responden yang paling banyak ditemui yakni laki-laki sebesar 62,5%. Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan pada usia onset, gejala, tingkat keparahan penyakit, dan lamanya pengobatan. Laki-laki memiliki onset yang lebih dini untuk terjadinya Skizofrenia, kecenderungan yang lebih tinggi terhadap gejala negatif, fungsi sosial yang lebih rendah, dan penyalahgunaan zat komorbiditas dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan perempuan menunjukkan onset penyakit yang relatif terlambat dengan menampilkan gejala yang menyerang afektif (Li, Ma,Wang, Yang, dan Wang, 2016). Selain itu, faktor hormonal juga memengaruhi prevalensi Skizofrenia.
  • 5. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 43 Kaplan, Sadock, Grebb (2010) menguraikan bahwa hormon estrogen memiliki efek protektif terhadap skizofrenia. Estrogen mempengaruhi pelepasan dopamin melalui neuron GABA melalui pengikatan reseptor dopamine D2. Ketidakpatuhan pengobatan dinilai sebagai prediktor utama kekambuhan. Berbagai penelitian menyebutkan penyebab relaps/eksaserbasi penderita Skizofrenia memiliki banyak faktor antara lain : penyalahgunaan zat, ketidakpatuhan pengobatan, efek samping pengobatan (Chaurotia, Verma, Baniya, 2016); tinggal tanpa keluarga, tidak patuh pada pengobatan, dukungan sosial rendah, religiusitas rendah, efek samping obat (Fikreyesus, Feyissa, dan Soboka, 2016); usia saat onset penyakit, pengaturan hidup, latar belakang keluarga, kelas sosial, status pekerjaan, status pendidikan, durasi penyakit dan kepatuhan obat (Adebiyi, Mosaku, Irinoye, Oyelade, 2018). Penelitian tersebut mengarah pada kepatuhan pengobatan. Di Indonesia, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gemilang, Lesmana, dan Aryani (2017) menyimpulkan bahwa ketaatan atau kepatuhan pengobatan menjadi salah satu faktor risiko relaps. Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah mengapa ketidakpatuhan pengobatan dialami oleh penderita Skizofrenia. Penelitian Eticha, Teklu, Ali, Solomon, & Alemayehu (2015) menemukan jawaban bahwa ketidakpatuhan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan pasien, sikap terhadap penyakit yang diderita dan obat-obatan yang dikonsumsi. Sikap positif terhadap pengobatan menampilkan kepatuhan yang lebih baik, sebaliknya sikap negatif membawa ketidakpatuhan-sebagai presipitasi relaps. Temuan ini menunjukkan intervensi yang mengeksplorasi dan meningkatkan sikap pasien terhadap pengobatan mereka dapat meningkat kepatuhan pengobatan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa terjadi peningkatan relaps Skizofrenia pada bulan selanjutnya. Olivares, Sermon, Hemels, dan Schreiner (2013) menguraikan beberapa kriteria yang mendefinisikan relaps dari berbagai temuan penelitian sebelumnya, antara lain : hospitalisasi, hasil skor PANSS, hasil skor Clinical Global Impression (CGI), serta munculnya kembali tanda dan gejala Skizofrenia. Hospitalisasi merujuk pada pengertian bahwa penderita dirawat kembali. Sementara hasil pengukuran PANSS dan CGI menunjukkan manifestasi klinis yang dialami penderita sehingga dikategorikan mengalami relaps. Pada penelitian ini, responden dikategorikan kambuh jika skor PANSS > 80 dan responden langsung dilakukan rawat inap sesuai dengan prosedur yang berlaku di RSKD Duren Sawit-Jakarta. Hasil studi Sullivan, Northstone, Gadd, Walker, Margelyte, et.al (2017) menyatakan tingkat relaps kumulatif lima tahun setelah pemulihan awal dari psikosis adalah 82%. Selanjutnya, sistematik review Gabriela Lemos de, Larissa, Ferreira, dan Kátia, (2018) menemukan bahwa relaps dapat terjadi pada bulan pertama berkisar antara 9,5 - 31%, bulan ketiga sekitar 49,5%, dan bulan keenam antara 15,3-31,2 %. Ancaman terhadap kekambuhan senantiasa mengintai penderita Skizofrenia setelah hospitalisasi. Semakin sering pasien mengalami relaps, maka semakin pendek pula jarak relaps berikutnya. Hal ini yang membuat seolah pasien tidak pernah lepas dari hospitalisasi dan rehospitalisasi. Gabriela Lemos de, Larissa, Ferreira, & Kátia. (2018) menggambarkan relaps sebagai fenomena pintu putar (the revolving door phenomenon), yakni masalah psikiatrik yang berulang sesudah pulang perawatan dan segera masuk kembali untuk dirawat. Relaps akan mengurangi fungsi sosial, meningkatkan pengeluaran, meningkatkan stigma, bahkan penurunan kognitif. Setiap relaps akan membawa dampak kemunduran fungi kognitif pada relaps selanjutnya (Owen, Sawa, dan Mortensen, 2016). Masuk kembali untuk dirawat (rehospitalisasi) mengisyaratkan sulitnya kontinuitas perawatan diluar rumah sakit dan pelayanan kesehatan mental dikomunitas yang kurang. Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,043 (tabel 3), maka hipotesisi gagal ditolak, yakni ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan relaps pasien skizofrenia. Berdasarkan studi Owen, Sawa, dan Mortensen (2016); Sullivan, Northstone, Gadd, Walker, Margelyte, et.al (2017) ditemukan bahwa
  • 6. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 44 antipsikotik generasi kedua lebih efektif dalam mencegah relaps. Sesuai dengan beberapa penelitian dan review sistematik yang menyatakan bahwa antipsikotik generasi kedua lebih baik menurunkan relaps pada psikosis. Namun temuan menarik diuraikan oleh Stępnicki, Kondej dan Kaczor (2018), menyatakan bahwa antipsikotik saat ini memang masih memiliki keterbatasan sebagai terapi mengatasi gejala Skizofrenia. Keterbatasan tersebut antara lain : antipsikotik efektif hanya bagi setengah populasi pasien yang mendapat pengobatan; sebagian besar antipsikotik lebih mengatasi gejala positif, namun gejala negatif dan kognitif masih belum teratasi; efek samping pengobatan memiliki efek pada neurologis dan metabolik yang dapat mengakibatkan disfungsi seksual atau agranulositosis. Biasanya psikofarmaka akan bekerja pada reseptor neurotransmitter utama seperti dopamin, serotonin dan adrenalin. Sesuai dengan fungsi neurotransmitter tersebut yang memiliki dampak utama terhadap gejala positif sehingga pemberian antipsikotik memiliki kecenderungan mengatasi gejala positif Skizofrenia. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengukur efek samping pengobatan maupun jenis obat yang dipakai. Pada beberapa penelitian terdahulu, efek samping obat menjadi kontributor penting untuk masalah kepatuhan. Besarnya dampak negatif yang dialami membuat penderita menghentikan pengobatan sendiri atau merubah dosis obat tanpa persetujuan medis. Meskipun obat antipsikotik menjadi penanganan utama, manajemen/ penatalaksanaan yang efektif membutuhkan farmakoterapi yang terintegrasi pada dukungan psikologis dan sosial yang kuat, misalnya pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan, kegiatan vokasional dan pendidikan kesehatan serta dan rehabilitasi. Sejalan dengan penelitian Olivares, Sermon, Hemels, dan Schreiner (2013) merekomendasikan intervensi non-farmakologis, seperti psikoedukasi dan terapi perilaku kognitif (TPK) untuk mengatasi relaps dikikuti dengan pemberian psikofarmaka. Pemberian psikoedukasi keluarga (family psychoeducation/FPE) untuk mempercepat proses penyembuhan dan meminimalkan relaps menjadi penting menjadi bagian dari intervensi keperawatan. Penelitian Aldersey dan Whitley (2015) menemukan peran keluarga yang mendukung kesebuhan dan menghambat kesembuhan. Keluarga dapat memfasilitasi dan mempercepat proses penyembuhan pasien melalui dukungan moral, dukungan praktis, sebagai motivator bagi penyembuhan pasien. Namun disisi lain ternyata keluarga juga berperan sebagai penghambat dalam kesembuhan pasien dengan cara menjadi stressor bagi pasien, menunjukkan stigma dan ketidakpahaman terhadap kondisi pasien serta memaksa pasien agar dirawat saja di RS. Psikoedukasi dapat diberikan meliputi cara perawatan pasien dirumah, pengobatan, dan rujukan pasien. Pemberian pendidikan kesehatan yang memadai tentang efek samping obat serta penanganannya sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan. Pendidikan kesehatan dilakukna kepada pasien serta keluarga bertujuan untuk meningkatkan wawasan tentang pengobatan serta meningkatkan kesadaran diri (insight), khususnya bagi pasien. Dengan demikian, diperlukan kolaborasi/ pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai profesional perawatan kesehatan dan lembaga, termasuk kegiatan perawatan komunitas. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan relaps pasien skizofrenia dengan nilai p-value 0,043. Saran Penelitian merekomendasikan kepada perawat agar memberikan psikoedukasi keluarga tentang psikofarmaka pada pasien. Bagi pelayanan kesehatan diharapkan lembar observasi pemantauan minum obat dapat dijadikan masukan untuk memonitoring kepatuhan minum obat pada pasien yang berobat rawat jalan. Bagi keluarga pasien tetap melanjutkan pemantauan minum obat kepada pasien dengan lembar observasi yang telah dibuatkan oleh peneliti.
  • 7. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 45 DAFTAR PUSTAKA Adebiyi, M.O., Mosaku, S.K., Irinoye, O.O., Oyelade, O.O (2018) Socio- demographic and clinical factors associated with relapse in mental illness. International Journal of Africa Nursing Sciences Aldersey, H. M., & Whitley, R. (2015). Family influence in recovery from severe mental illness. Community Mental Health Journal, 51(4), 467-476. doi:http://e- resources.perpusnas.go.id:2130/10.1007/ s10597-014-9783-y American Psychiatric Association (APA), 2013. Diagnostic and statistical manual of mental disorders—fifth edition: DSM-5. Arlington, VA: American Psychiatric Association. Chaurotia, V.K., Verma , Baniya, G.C (2016). A Study of Psychosocial Factor Related with Relapse in Schizophrenia. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS) e-ISSN: 2279-0853, p- ISSN: 2279-0861.Volume 15, Issue 4 Ver. XIV. DOI: 10.9790/0853- 1504142634 Departemen Psikiatri FKUI. 2008. Pedoman definisi PANSS (Positive and Negative Syndrome Scale For Schizophrenia). RSCM. Eticha, T., Teklu, A., Ali, D., Solomon, G., & Alemayehu, A. (2015). Factors Associated With Medication Adherence Among Patients With Schizophrenia In Mekelle, Northern Ethiopia. PLoS One, 10(3) doi:http://e- resources.perpusnas.go.id:2130/10.1371/ journal.pone.0120560 Fikreyesus, G.T. Feyissa, M. Soboka (2016). Psychotic relapse and associated factors among patients attending health services in Southwest Ethiopia: A cross sectional study. BMC Psychiatry, 16 (2016), p. 354, 10.1186/s12888-016-1076-2 Gabriela Lemos de, P. Z., Larissa, M. M., Ferreira, G. S., &Kátia, B. R. (2018). Factors associated with psychiatric readmissions: A systematic review.Paideía, 28 doi:http://e- resources.perpusnas.go.id:2130/10.1590/ 1982-4327e2814 Gemilang, B.M., Lesmana, C.B., Aryani, L.N (2017). Karakteristik Pasien Relapse pada Pasien Skizofrenia dan Faktor Pencetusnya di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali. E-Jurnal Medika, Vol. 6 No. 10, Oktober, 2017 : 61 – 65. ISSN: 2303-1395 Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Binarupa Aksara; 2010 Kay, S., Opler, L and Fiszbein, A. (1987). The Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) for Schizophrenia. Schizophrenia Bulletin Vol. 13, No. 2 Keltner dan Steele (2015). Psychiatric Nursing. Seventh Edition. Sint Louis, Missouri. Elsevier 1. Kementerian Kesehatan RI (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/article/print/16 100700005/peran-keluarga-dukung- kesehatan-jiwa-masyarakat.html Kementerian Kesehatan RI (2018). Riset Kesehatan Dasar. Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Li,R.,Ma,X., Wang,G., Yang.G., dan Wang, C. (2016). Why sex differences in schizophrenia? J Transl Neurosci (Beijing). 16 September ; 1(1): 37–42. 2. Olivares, J. M., Sermon, J., Hemels, M., & Schreiner, A. (2013). Definitions and drivers of relapse in patients with schizophrenia: a systematic literature review.Annals of general psychiatry, 12(1), 32. doi:10.1186/1744- 859X-12-32 Owen, M. J., Sawa, A., & Mortensen, P. B. (2016).Schizophrenia. The
  • 8. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah 46 Lancet,388(10039), 86-97. doi:http://e- resources.perpusnas.go.id:2130/10.1016/ S0140-6736(15)01121-6 Stępnicki, P., Kondej, M., & Kaczor, A. A. (2018). Current concepts and treatments of schizophrenia. Molecules, 23(8) doi:http://e- resources.perpusnas.go.id:2130/10.3390/ molecules23082087 Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Elsevier: Singapura. Editor : Budi Anna Keliat dan Jesika Pasaribu Sullivan, S., Northstone, K., Gadd, C., Walker, J., Margelyte, R., Richards, A., & Whiting, P. (2017). Models to predict relapse in psychosis: A systematic review. PLoS One, 12(9) doi:http://e- resources.perpusnas.go.id:2130/10.1371/ journal.pone.0183998 Walker E, McGee R, Druss B (2015). Mortality in mental disorders andglobal disease burden implications: a systematic review and meta-analysis. JAMA Psychiatry 72, 334–341.