4. ■ Delirium merupakan suatu gangguan kesadaran yang disebabkan
disfungsi serebral, dengan manifestasi klinik abnormalitas
neuropsikiatri yang bermacam-macam.
■ Delirium bersifat sementara dan biasanya reversibel, dapat
menyerang semua usia, namun lebih sering menyerang orang tua
dan orang dengan compremised mental status.
■ PPDGJ III onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang
timbul sepanjang hari, dan keadaan itu berlangsung kurang dari 6
bulan.
5. Klasifi kasi dan kriteria diagnosis delirium dapat berdasarkan DSM V
(Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition)
DSM V mengklasifi kasi delirium menurut etiologi sebagai berikut:
1. Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum
2. Delirium intoksikasi substansi (penyalahgunaan obat)
3. Delirium penghentian substansi
4. Delirium diinduksi substansi (pengobatan atau toksin)
5. Delirium yang berhubungan dengan etiologi multipel
6. Delirium tidak terklasifi kasi.
6. Kriteria Diagnosis menurut DSM V
a. Gangguan kesadaran
penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan & penurunan kemampuan
fokus
b. Gangguan berkembang
Terjadi dalam periode singkat (biasanya beberapa jam hingga hari) dan cenderung berfluktuasi
dalam perjalanannya.
c. Perubahan kognitif
defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa, atau perkembangan gangguan persepsi yang
tidak dapat dimasukkan ke dalam kondisi demensia.
d. Gangguan pada kriteria (a) dan (c) tidak disebabkan oleh gangguan
neurokognitif lain yang telah ada
e. Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau laboratorium yang
mengindikasikan gangguan terjadi akibat intoksikasi atau penghentian substansi
(seperti penyalahgunaan obat atau pengobatan), pemaparan terhadap toksin, atau
karena etiologi multipel.
12. PP
■ Untuk mencari penyebab
– Hematologi Rutin
– Urinalisis
– Tes obat dalam darah dan urin
– Elektrolit
– Glukosa
– Fungsi Hepar, Fungsi Ginjal, Fungsi Tiroid
– Serum marker for delirium Calcium binding protein S-100 B
– Brain Imaging
13.
14. PENATALAKSANAAN
sesuai etiologi
■ Teknik Reorientasi contoh: menunjukkan foto keluarga
■ Medikamentosa:
– Neuroleptik (Haloperidol, Risperidone) pada delirium dengan gejala
psikotik
– Hipnotik Sedatif (benzodiazepin) pada delirium akibat intoksikasi
alkohol, kejang,
– Tiamine pada intoksikasi alkohol
15.
16. PPDGJ III
Pedoman diagnostik DELIRIUM (BUKAN AKIBAT ALKOHOL/PSIKOAKTIF).
■ Gangguan kesadaran dan perhatian
Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan,
dan mengalihkan perhatian.
■ Gangguan kognitif secara umum
Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi; seringkali visual
Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang
bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan.
Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka
panjang relatif masih utuh
Disorentasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi tempat
dan orang.
17. • Gangguan psikomotor
Hipo- atau hiper-aktivitas dan pengalihan aktivs yang tidak terduga dari
satu ke yang lain
Waktu bereaksi yang lebih panjang
Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
Reaksi terperanjat meningkat
• Gangguan siklus tidur-bangun
Insomnia atau tidak bisa tidur sama sekali
Terbaliknya siklus tidur bangun (mengantuk pada siang hari)
Gejala memburuk pada malam hari
Mimpi yang menganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun.
• Gangguan emosional
Misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau
rasa kehilangan akal
19. DEFINISI
■ Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak bersifat kronik-
progresif.
■ Ditandai gangguan fungsi luhur kortikal multipel yaitu daya ingat,
daya pikir, orientasi, daya tangkap, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya nilai (judgment).
■ Umumnya disertai dan ada kalanya diawali dengan kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau
motivasi hidup.
20. PEDOMAN DIAGNOSTIK
- Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir
mengganggu kegiatan harian seseorang (ADL) : mandi, berpakaian,
makan, kebersihan diri, BAK, BAB.
- Tidak ada gangguan kesadaran.
- Gejala dan disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan.
21. BERDASARKAN ETIOLOGI
■ Demensia pada penyakit alzheimer (50-60%)
■ Demensia vaskular (20-30%)
■ Demensia pada penyakit Pick
■ Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob
■ Demensia pada penyakit Huntington
■ Demensia pada penyakit parkinson
■ Demensia pada penyakit HIV/AIDS
22. DEMENSIA PADA ALZHEIMER
■ Terdapat gejala demensia.
■ Onset bertahap dengan detriorasi lambat.
■ Tidak adanya bukti klinis/temuan dari pemeriksaan khusus bahwa
kondisi tersebut disebabkan oleh penyakit lain yang dapat
menimbulkan demensia (hipotiroidisme, hiperkalsemia, defvit B12,
def niasin, neurosifilis, hidrosefalus, hematoma subdural).
■ Tidak adanya serangan apoplektik mendadak atau gejala neurologik
kerusakan otak fokal (hermiparesis, gangguan sensorik, defek lapang
pandang).
23. ■ Onset Dini:
- Usia <65 tahun
- Perkembangan gejala cepat dan progresif
- Riwayat keluarga penyakit alzheimer
■ Onset lambat:
- Usia >65 tahun
- Perjalan penyakit lambat
- Biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran
utama
24. DEMENSIA VASKULAR
■ Terdapat gejala demensia.
■ Hendaya fungsi kognitif tidak merata. Daya tilik diri (insight) dan daya
nilai (judgment) tetap baik.
■ Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi bertahap, disertai gejala
neurologis fokal kemungkinan demensia vaskular.
■ Dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan atau pemeriksaan
neuropatologis.
25. ■ Demensia vaskular onset akut:
- Terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat
trombosis CVS, embolisme atau perdarahan.
- Infark yang besar dapat sebagai penyebabnya (jarang).
■ Demensia multi infark:
- Onset lambat
- Setelah serangkaian episode iskemik minor yang
menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
26. ■ Demenisa vaskular subkortikal:
- Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di
hemisphere serebri. (CT-scan).
- Cortex cerebri biasanya tetap baik.
■ Demensia vaskular campuran
27. DEMENSIA PADA PENYAKIT PICK
■ Adanya gejala demensia progresif.
■ Gambaran neuropatologis: atrofi selektif lobus frontalis, euforia, emosi
tumpul, perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, apatis, gelisah.
■ Gangguan perilaku mendahului gangguan daya ingat.
28. DEMENSIA PADA PENYAKIT
CREUTZFELDT-JACOB
■ TRIAS:
- Demensia progresif yang merusak.
- Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus.
- Gambaran EEG yang khas (Trifasik).
29. DEMENSIA PADA PENYAKIT
HUNTINGTON
■ Ada kaitan antara gangguan koreiform, demensia dan riwayat
keluarga penyakit Huntington.
■ Gerakan koreiform involunter (terutama wajah, tangan, bahu, cara
berjalan). Gejala ini biasanya mendahului demensia.
■ Gangguan lobus frontalis tahap dini dengan daya ingat relatif masih
terpelihara.
30. DEMENSIA PADA PARKINSON
■ Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit
parkinson.
■ Tidak ada gambaran khusus yang dapat ditampilkan.
31. DEMENSIA PADA HIV/AIDS
■ Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV.
■ Tidak ditemukan penyakit/kondisi lain yang bersamaan selain infeksi
HIV tersebut.
32. PENATALAKSANAAN
■ Tujuan:
- Mempertahankan kemampuan pasien yang masih tersisa.
- Menghambat progresivitas kemunduran fungsi kognitif.
- Mengelola gangguan psikologik dan perilaku yang timbul.
33. PENATALAKSANAAN
■ Psikoedukatif terhadap keluarga.
■ Menghambat kemunduran fungsi kognitif:
- Latihan memori sederhana, latihan orientasi realitas, senam otak.
- Pemberian obat anti demensia (donepezil rivastigmin).
36. Sindroma Amnestik
■ Kehilangan kemampuan mengingat kejadian yang baru berlangsung
beberapa menit yang lalu.
■ Terjadi kerusakan struktur bilateral/unilateral: hipotalamus, lobbus
temporalis (hipokampus, amigdala), lobus frontalis.
37. • Penyebab :
- Defisiensi thiamin, hipoglikemia, hipoksia, ensefalitis,
intoksikasi karbon monoksida terutama pd lobus temporalis
hipokampus
- Tumor, penyakit cerebrovaskuler, tindakan bedah, multipel
sklerosis terutama pd diensefalon temporalis.
- Kerusakan umum otak, kejang, ECT, obat/zat ( alkohol,
benzodiazepin (tu triazolam), barbiturat.
38. • Ggn daya ingat:
- informasi baru (anterograd), hal-hal sebelumnya (retrograd),
- Pada sosial pekerjaan,
- disorientasi waktu dan tempat sering tjd, orang jarang.
• Onset gejala mendadak (trauma, serebrovaskuler, zat kimia,
neurotoksin), perlahan (defisiensi gizi, tumor)
• Perjalanan:
- Singkat (short duration/ transien) </= 1 bln,
- Lama (long duration) > 1 bln
• Gejala lain: perubahan kepribadian samar – jelas, apatis
kurang inisiatif, agitasi, bersahabat mudah setuju, bingung,
konfusi, konfabulasi, tilikan kuarng.
39. ■ DIAGNOSIS (PPDGJ III-DSM 5): F04
- Adanya gangguan daya ingat, berupa berkurangnya daya ingat
jangka pendek (lemahnya kemampuan belajar materi baru),
amnesia antegrad dan retrograd, dan menurunnya kemampuan
untuk mengingat dan mengungkapkan pengalaman yang telah
lalu dalam urutan terbalik menurut kejadiannya.
- Riwayat atau bukti nyata adanya cedera atau penyakit pada
otak (terutama bila mengenai struktur diensephalon dan
temporal medial secara bilateral.
40. - Tidak berkurangnya daya ingat segera (immediate recall),
misalnya diuji untuk mengingat deret angka, tidak ada gangguan
perhatian (attention) dan kesadaran (conciousness) dan tidak
ada gangguan intelektual secara umum.
41. Halusinosis Organik
■ Suatu gangguan halusinasi yang disebabkan oleh gangguan tertentu
pada otak, biasanya berupa visual/auditorik yang terjadi pada
kesadaran penuh.
■ Banyak ditemui pada pecandu alkohol.
42. ■ F06 : Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi
Otak dan Penyakit Fisik.
- Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak atau penyakit
fisik sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu
sindrom mental yang tercantum.
- Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan)
antara perkembangan penyakit yang mendasari dengan
timbulnya sindrom mental
43. - Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya.
- Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab
alternatif dari sindrom mental ini (seperti pengaruh yang
kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai
pencetus).
44. ■ Diagnosis (PPDGJ III-DSM 5): F06.0
- Kriteria umum tersebut (F06)
- Adanya halusinasi dalam segala bentuk (biasanya visual
atau auditorik) yang menetap atau berulang.
- Kesadaran yang jernih (tidak berkabut)
- Tidak ada penurunan fungsi intelek yang bermakna
- Tidak ada gangguan afektif yang menonjol
- Tidak jelas adanya waham (sering kali “insight” masih
utuh)
46. F.06
GANGGUAN MENTAL LAINNYA AKIBAT
KERUSAKAN dan DISFUNGSI OTAK dan
PENYAKIT FISIK
Pedoman Diagnostik:
■ Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik
yang diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang
tercantum;
■ Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan) antara
perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental;
■ Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya
penyebab yang mendasarinya;
■ Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom
mental ini (seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh
stress sebagai pencetus).
47. Pedoman Diagnostik
■ Kriteria umum tersebut diatas (F06)
■ Disertai:
– Waham yang menetap atau berulang (waham kejar, tubuh yang
berubah, cemburu, penyakit, atau kematian dirinya atau orang lain);
– Halusinasi, gangguan proses pikir, atau fenomena katatonik tersendiri,
mungkin ada;
– Kesadaran dan daya ingat tidak terganggu;
48. Diagnosis Banding
■ Gangguan psikotik akut dan sementara (F23)
■ Gangguan psikotik akibat obat (F1x.5)
■ Gangguan waham yang menetap (F22.-)
■ Skizofrenia (F20.-)
49. Penatalaksanaan
■ Singkirkan pasien dari paparan zat yang menyebabkan gangguan.
■ Secara aktif diberikan terapi pada penyakit yang mendasarinya.
■ Intervensi psikofarmakologi untuk mengatasi gejala yang muncul:
– Antipsikotik dengan efek samping ekstra piramidal minimal
(rissperidone, quetiapine).
– Hindari pemberian antikolinergik menurunkan kognitif.
– Bila kesulitan oral berikan haloperidol IM.
■ Psikoterapi: suportif dan psikoedukasi.
51. Gangguan Kepribadian Organik
■ Pedoman diagnostik
– Riwayat yang jelas atau hasil pemeriksaan yang mantap
menunjukan adanya penyakit, kerusakan, atau disfungsi
otak
– Disertai dua atau lebih gambaran berikut
A. Penurunan yang konsisten dalam kemampuan untuk
mempertahankan aktivitas yang bertujuan (goal –directed
activities) terutama yang memakan waktu lebih lama dan
penundaan kepuasan
52. B. Perubahan perilaku emosional, ditandai oleh labilitas emosional,
kegembiraan yang dangkal dan tak beralasan(euforia,
kejenakaan yang tidak sepadan), mudah berubah menjadi
iritabilitas atau cetusan amarah dan agresi yang sejenak; pada
beberapa keadaan, apati dapatmerupakan gambaran yang
menonjol
C. Pengungkapan kebutuhan dan keinginan tanpa
mempertimbangkan konsekuensi atau kelaziman sosial ( pasien
mungkin terlihat dalam tindakan dissosial, seperti mencuri,
bertindak melampaui batas kesopanan seksual, atau makan
secara lahap atau tidak sopan, kurang memperhatikan
kebersihan dirinya)
53. D. Gangguan proses pikir, dalam bentuk curiga atau pikiran
paranoid, dan/atau preokupasi berlebihan pada satu
tema yang biasanya abstrak ( seperti soal agama,
“benar” dan “salah”)
E. Kecepatan dan arus pembicaraan berubah dengan
nyata, dengan gambaran seperti berputar-putar
(circumstantialy), bicara banyak (over-inclusiveness), a
lot (viscosity), dan hipergrafia
F. Perilaku seksual yang berubah ( hiposeksualitas atau
perubahan selera seksual)
54. Diagnosis Banding
■ Perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami
katastrofa
■ Akibat penyakit psikiatrik
■ Sindrom pasca contusio
■ Sindrom pasca ensefalitis
■ Gangguan kepribadian khas
55. Sindrom pasca-ensefalitis
■ Sindrom ini mencakup perubahan perilaku sisa( residual)
setelah kesembuhan dari suatu ensefalitis virus atau
bakterial
■ Gejalanya tidak khas dan berbeda dari satu orang ke
orang lain, dari satu penyebab infeksi ke penyebab infeksi
lainnya, dan yang pasti berkaitan dengan usia pasien
pada saat kena infeksi
56. Sindrom pasca contusio
■ Sindrom ini terjadi sesudah trauma kepala ( biasanya
cukup hebat sampai berakibat hilangnya kesadaran) dan
termasuk beberapa gejala yang beragam seperti nyeri
kepala, pusing(tidak seperti gambaran vertigo yang asli),
kelelahan, iritabilitas, sulit berkonsentrasi dan melakukan
suatu tugas mental, hendaya daya ingat, insomnia,
menurunnya toleransi terhadap stres, gejolak emosional,
atau terlibat alkohol
57. Gangguan keprobadian dan perilaku organik
lain akibat penyakit, kerusakan, dan
disfungsi otak
■ Sindrom tertentu dan terduga daru perubahan kepribadian
dan perilaku akibat kerusakan, penyakit atau disfungsi
otak, diluar yang telah disebutkan di atas; dan kondisi
dengan taraf hendaya fungsi kognitif ringan yang belum
sampai demensia dengan gangguan mental progresif
seperti penyaki Alzheimer, Parkinson, dsb
59. ■Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) adalah setiap bahan kimia/zat yang
bisa masuk ke dalam tubuh yang dapat
memengaruhi susunan saraf pusat dengan
manifestasinya berupa gejala fisik dan psikologis.
■Pasien yang menggunakan NAPZA dapat mengalami
kondisi putus obat atau intoksikasi maupun
gangguan psikiatrik lainnya.
60. ■ F10. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol
■ F11. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Opioida
■ F12. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Kanabionida
■ F13. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Sedativa atau
Hipnotika
■ F14. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Kokain
■ F15. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Stimulansia Lain
Termasuk Kafein
■ F16. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Halusinogenika
■ F17. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Tembakau
■ F18. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Pelarut yang
Mudah Menguap
■ F19. - Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel dan
Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya
61. F1x.0 Intoksikasi Akut
Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan
alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan
kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.
Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu
dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi
penggunaan zat lagi. Dengan demikian, orang tersebut akan
kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang
rusak atau terjadi komplikasi lainnya.
62. ■ F1x.00 Tanpa komplikasi
■ F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
■ F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya
■ F1x.03 Dengan delirium
■ F1x.04 Dengan distorsi persepsi
■ F1x.05 Dengan koma
■ F1x.06 Dengan konvulsi
■ F1x.07 Intoksikasi patologis Hanya pada penggunaan
alkohol. (Onset mendadak, agresi, tindak kekerasan saat
bebas alkohol)
63. Intoksikasi Opioid F11.0
■ Konstriksi atau dilatasi pupil, dengan satu atau lebih gejala di bawah
ini:
– Mengantuk / drowsiness
– Bicara cadel
– Gangguan perhatian atau daya ingat
Diagnosis Banding: Intoksikasi zat psikoaktif lain atau campuran
Komplikasi medis yang dapat terjadi:
Trauma
Konvulsi
Aspirasi
Delirium
Koma
64. ■ Penatalaksanaan:
– Penanganan kondisi gawat darurat
Pemberian antidotum Naloxon HCl (Narcan/Nokoba) atau
Naloxone 0.8 mg IV dan tunggu selama 15 menit. Jika tidak
ada respons, berikan Naloxone 1.6 mg IV dan tunggu 15
menit. Jika masih teteap tidak ada respons, berikan Naloxone
3.2 mg IV dan curigai penyebab lain. Jika pasien berespons
teruskan pemberian 0.4mg/jam IV.
– Memantau dan Evaluasi tanda vital
– Mengatasi penyulit
– Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU
■ Prognosis
Pemberian Naloxone pada waktu yang tepat dan cepat,
dapat mencapai perbaikan sempurna.
65. F1x.3 Keadaan Putus Zat
■ Merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan.
■ Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan.
Gangguan psikologis (anxietas, depresi, dan gangguan
tidur) merupakan gambaran umum.
■ Khas: pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat
akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.
66. Putus Zat Opioid F11.3
■ Terdapat 3 atau lebih gejala yang timbul akibat
penghentian atau pengurangan penggunaan opioida dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa hari, yaitu:
– Mood disforik
– Mual dan muntah
– Nyeri otot
– Lakrimasi atau rinorea
– Dilatasi pupil
– Berkeringat
– Diare
– Insomnia
67. ■ Terapi
– Simptomatik sesuai gejala klinis
– Substitusi golongan opioid: metadon, bufrenorfin yang
diberikan secara tappering of
– Pemberian sedatif-hipnotik, antipsikotropika dapat
diberikan sesuai indikasi.
– Perawatan rumah sakit tidak menjadi keharusan. Bila
gejala sangat berat sebaiknya dirawat inap.
■ Prognosis
Gejala putus zat muncul dalam 6-12 jam setelah dosis akhir.
Untuk zat yang masa kerjanya panjang misalnya metadon,
dapat muncul setelah 2-4 hari. Puncak gejala zat yang waktu
paruhnya pendek, misalnya heroin, adalah 1-3 hari dan
secara berangsur mereda hingga 5-7 hari.
68. F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium
■ Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium.
■ Termasuk: Delirium Tremens, merupakan akibat dari putus
alkohol pada pengguna yang ketergantungan berat dengan
riwayat penggunaan lama. Keadaan gaduh gelisah toksik
yang berlangsung singkat tapi dapat membahayakan jiwa,
disertai gangguan somatik.
■ Gejala prodormal khas: insomnia, gemetar dan ketakutan.
Dapat didahului oleh kejang setelah putus zat.
■ Trias yang klasik dari gejala:
– Kesadaran berkabut dan kebingungan
– Halusinasi dan ilusi
– Tremor berat
69. F1x.5 Gangguan Psikotik
■ Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera
sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalam
waktu 48 jam), bukan merupakan menifestasi dari
keadaan putus zat dengan delirium atau suatu onset
lambat.
70. F1x.6 Sindrom Amnesik
■ Harus memenuhi kriteria umum untuk sindrom amnesik
organik
■ Syarat utama untuk menentukan diagnosis:
– Gangguan daya ingat jangka pendek, gangguan sensasi
waktu
– Tidak ada gangguan daya ingat segera, gangguan
kesadaran, dan gangguan kognitif secara umum
– Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaaan
alkohol atau zat yang kronis (terutama dengan dosis
tinggi)
73. Definisi
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronik atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
74. Ditandai dengan:
■ penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi
■ afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted)
■ Kesadaran yang jernih (clear consciusness)
■ kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
75. Pedoman diagnostik
Min. 1 gejala yang jelas atau >2 bila kurang jelas:
a. - Thought echo
- Thought insertion or withdrawal
-Thought broadcasting
b. - delusion of control
- delusion of influence
-delusion of passivity
-delusion of perception
76. Pedoman diagnostik
c. Halusinasi auditorik
- suara halusinasi yang berkomentar terus menerus terhadap
perilaku pasien
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri
-jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya
77. Pedoman diagnostik
Atau min. 2 gejala yang harus selalu ada secara jelas:
e. halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, bila disertai
waham atau disertai ide berlebihan yang menetap, atau bila terjadi
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau neologisme
g. perilaku katatonik, seperti excitement, posturing, fleksibilitas
cerea, negativisme, mutisme, dan stupor
h. gejala negatif, seperti apatis, bicara jarang, penarikan diri; namun
jelas bukan karena depresi
78. Klasifikasi Perjalanan Gangguan
Skizofrenik
■ F20.x0 Berkelanjutan
■ F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
■ F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
■ F20.x3 Episodik berulang
■ F20.x4 Remisi tak sempurna
■ F20.x5 Remisi sempurna
■ F20.x8 Lainnya
■ F20.x9 Periode pengamatan kurang dari 1 tahun
79. F20.0 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
■ Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
■ Tambahan:
– Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a. Suara halusinasi yang mengancam atau memberiperintah, halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal (bunyi peluit, mendengung, atau tawa)
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atu lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada namun jarang menonjol
c. Waham dapat berupa hampir tiap jenis, yang paling khas: waham dikendalikan,
waham dipengaruhi, “passivity”, dikejar-kejar
– Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol
80. F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
■ Memenuhi kriteria umum diagnostik skizofrenia
■ Onset 15-25 tahun
■ Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
■ Perlu pengamatan 2 artau 3 bulan untuk memastikan gambaran berikut bertahan:
– Perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, mannerisme; ada
kecenderungan menyendiri, hampa tujuan dan hampa perasaan
– Afek dangkal dan tidak wajar, diertai giggling, puas diri, senyum sendiri, tingggi
hati, menyeringai, mannerisme, pranks, hipokondriakal, ungkapan diulang-ulang
■ Gangguan afektif dan dorongqan kehendak serta gangguan proses berfikir
menonjol, halusinasi dan waham tidak menonjol
81. F20.2 Skizofrenia katatonik
Pedoman diagnostik:
■ Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
■ Min 1 perilaku berikut mendominasi:
a. Stupor atau mutisme
b. Gaduh gelisah
c. Menampilkan posisi tubuh tertentu
d. Negtivisme
e. Rigiditas
f. Fleksibilitas cerea / waxy flexibility
g. Gelaja lain seperti: command automatism dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat
■ Pasien yang tidak komunikatif dengan menifestasi perilaku gangguan katatonik, diagnosis
ditunda.
82. F20.3 Skizofrenia Tak terinci
(undiferentiated)
Pedoman diagnostik
■ Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
■ Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebrefenik, atau katatonik
■ Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca-skizofrenia
83. F20.4 Depresi Pasca-skizofrenia
Pedoman diagnostik
■ Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
a. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetap tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya)
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, depresif (F32.-)
dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
■ Bila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
Episode Depresif (F32.-). Bila gejala masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai
84. F20.5 Skizofrenia Residual
Diagnosis harus memenuhi semua persyaratan berikut:
a. Gejala negatif skizofrenia yang menonjol
b. Ada riwayat 1 episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria skizofrenia
c. Min. 1 tahun intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti
waham dan halusinasi telah berkurang dan timbul sindrom negatif
skizofrenia
d. Tidak ada dementia atau penyakit otak organik lain, deprei kronik
85. F20.6 Skizofrenia Simpleks
■ Tergantung pemantapan perkembangaqn yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
– Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa riwayat
haiusinasi, waham atau manifestasi lain episode psikotik
– Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
■ Gangguan kurang jelas gejala psikotiknya dibanding sub tipe lainnya
87. SKIZOAFEKTIF
Definisi :
Kelainan mental yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi yaitu antara gejala skizofrenia
dan gejala gangguan afektif
88. SKIZOAFEKTIF
Epidemiologi :
1. Prevalensi perempuan lebih banyak dibanding pria
2. Pada usia tua skizoafektif tipe depresif
3. Pada usia muda skizoafektif tipe bipolar
89. SKIZOAFEKTIF
Pedoman diagnostik :
Diagnosis dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan, dalam episode yang sama.
90. SKIZOAFEKTIF
Klasifikasi :
1. Skizoafektif tipe manik
a. gejala skizofrenia + manik (menonjol & episode
sama)
b. gejala-gejala afektif
c. aktivitas yang berlebihan
d. waham kebesaran, waham kejar juga mungkin ada
e. gejala skizofrenia
f. onset biasanya akut dan penyembuhannya dapat
sempurna
91. SKIZOAFEKTIF
2. Skizoafektif tipe depresif
a. gejala skizofrenia + depresif (menonjol &
episode sama)
b. gejala depresif : perilaku yang retardasi, putus
asa, insomnia, perubahan nafsu makan, dll
c. gejala skizofrenia : waham, halusinasi
d. episode berlangsung lebih lama daripada tipe
manik sebagian bisa sembuh sempurna,
sebagian lagi bisa menjadi defek skizofrenia
93. SKIZOAFEKTIF
Farmakoterapi
a. gejala manik anti manik
b. gejala depresif anti depresif
c. gejala psikosis anti psikosis
Bila gejala negatif > gejala positif = antipsikosis atipikal
Bila gejala positif > gejala negatif = antipsikosis tipikal
94. SKIZOAFEKTIF
Obat antipsikotik : APG 1 dan APG 2
APG 1 : trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan
pimozide
APG 2 : clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon
95. SKIZOAFEKTIF
Terapi psikososial :
1. Psikoterapi individual
2. Terapi suportif
3. Social skill training
4. Terapi okupasi
5. Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
6. Psikoterapi kelompok
7. Psikoterapi keluarga
8. Manajemen kasus
9. Assertive Community Treatment (ACT)
96. SKIZOAFEKTIF
Prognosis :
1. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa
jauh menonjolnya gejala skizofrenianya, atau gejala
gangguan afektifnya
2. Semakin menonjol dan persisten gejala skizofrenianya
maka prognosis buruk
3. Semakin persisten gejala-gejala gangguan afektifnya,
prognosis semakin baik
98. Definisi
■ Ketidakpercayaan terhadap orang lain bahwa orang lain berniat buruk
kepadanya, berniat pervasive, awitan dewasa muda, nyata dalam
berbagai konteks.
■ Teori kognitif – behavioral : selalu dalam keadaan waspada
99. ■ Yang dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian ini :
– Pola asuh orangtua yang salah
– Pengalaman masa kecil yang buruk
– Lingkungan
100. Epidemiologi
■ 0,5% - 2,5% dari seluruh populasi
■ Insiden lebih tinggi, bila mempunyai saudara yang mengalami
skizofrenia
■ Pria > wanita
102. Gambaran Klinis
■ Terlihat mulai pada masa anak – anak dan remaja, dengan sifat :
– Menyendiri, hubungan antar masyarakat yang kurang, kecemasan
social, hasil yang kurang di sekolah, hipersensitivitas
■ Punya sifat curiga yang menonjol
■ Agresif
■ Pemberontak dan angkuh
■ Menolak untuk memaafkan, walaupun hanya kesalahan kecil
103. ■ Pasien masih berhubungan dengan realitas tidak mempunyai
halusinasi atau delusi
■ Tidak bersahabat, sehingga senang menyendiri
■ Dapat bekerja dengan efisien tetapi tidak fleksible
■ Dapat memenuhi sendiri kebutuhannya
■ Melemparkan kesalahan dan tanggun jawab
■ Sulit bergaul
■ Sikap bermusuhan dan keras kepala (sarkastik)
104. Diagnosis
■ Pemeriksaan psikiatri
– Lihat premorbid pasien dari mulai lahir hingga masa dewasa max
umur 18 tahun
– Pasien cenderung bertindak formal dan membingungkan
– Ketegangan otot, ketidakmampuan bersantai
– Sikap pasien serius tanpa humor
– Kemampuan bicara (arus piker) terarah dan logis
– Isi pikiran adanya proyeksi, menuduh, ide – ide referensi
105. Kriteria DSM VI
■ Sebuah ketidakpercayaan meluas dan kecurigaan orang lain sehingga
motif mereka ditafsirkan sebagai jahat, dimulai dengan awal masa
dewasa dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan
oleh empat (atau lebih) sebagai berikut :
– Kecurigaan, tanpa dasar yang cukup, bawah orang lain
memanfaatkan, membahayakan, atau menipu dia
– Sibuk dengan keraguan yang tidak tepat tentang loyalitas atau
kepercayaan dari teman – teman atau reka
– Enggan untuk menceritakan pada orang lain karena takut yang tidak
beralasan bahwa informasi tersebut akan digunakan jahat terhadap
dia
106. – Membaca arti merendahkan yang tersembunyi atau mengancam dalam
komentar atau peristiwa
– Terus – menerus dendam, menolak memaafkan penghinaan atau
masalah kecil yang menyebabkan hatinya terluka
– Merasakan serangan pada karakter atau reputasinya yang tidak jelas
dan cepat untuk bereaksi dengan marah atau membalas
– Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pembernaran, tentang
kesetiaan pasangan atau pasangan seksual
■ Tidak terjadi secara eksklusif selama skizofrenia, gangguan mood
dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena efek
fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum
107. Kriteria PPDGJ III
■ Kepekaan berlebihan untuk tetap menyimpng terhadap kegagalan
dan penolakan
■ Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak
untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil
■ Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk
mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang
lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan
atau penghinaan
■ Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa
memperhatikan situasi yang ada (actual situation)
108. ■ Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification) tentang
kesetiaan seksual dari pasangannya
■ Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang
bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self
referential attitude)
■ Preokupasi dengan penjelasan – penjelasan yang bersekongkol dan
tidak substansif dari suatu peristiwa baik yang menyangkut diri pasien
sendiri maupun dunia pada umumnya
109. Terapi
■ Tujuan terapi :
– Menghargai dan menerima perasaan mereka sendiri
– Untuk lebih meningkatkan harga diri pasien
– Mengembangkan pandangan untuk lebih percaya dengan orang lain
110. ■ Psikoterapi
– Para ahli terapi harus bersikap professional
– Untuk tidak melakukan kontak fisik
– Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok
■ Farmakoterapi
– Diazepam, dosis 10-30 mg/hari
– Anti-psikoti
111. Prognosis
■ Pada beberapa orang gangguan kepribadian paranoid terjadi seumur
hidup
■ Seringkali menjadi tanda munculnya skizofrenia.