1. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/cara-para-khalifah-menjaga-supremasi-hukum/ 1/3
HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP
Cara Para Khalifah Menjaga Supremasi Hukum
May 3rd, 2013 by kafi
Oleh: Roni Ruslan
Hukum adalah panglima. Siapapun harus tunduk dan patuh
pada hukum yang berlaku tak terkecuali seorang khalifah
dan para pejabatnya. Sikap tunduk dan patuh pada hukum
ini benar-benar kita temukan dalam sejarah panjang
Khilafah Islamiyah. Untuk kepentingan peradilan, para
hakim berhak menghadirkan para khalifah dan pejabat
negara di persidangan. Dengan lapang dada, para khalifah
dan pejabat negara pun menerima hal ini. Mereka patuh pada perintah hakim kecuali yang
menyimpang dari mereka. Dan itu hanya sedikit.
Pernah terjadi sengketa antara Khalifah Abu Ja’far al Manshur dan para petugas pengangkut
barang. Khalifah ingin mereka membawakan barang-barangnya ke Syam. Namun mereka tidak
suka dengan tugas ini karena terlalu berat bagi mereka. Akhirnya, mereka pun memperadilkan
sang Khalifah. Menerima pengaduaan tersebut, Hakim Madinah, Imran bin at Thalhi segera
memanggil Khalifah. Ia pun memenuhi panggilan sang hakim. Sebelum berangkat ke pengadilan,
al Ma’mun berpesan kepada sekretarisnya untuk tidak memanggilnya dengan sebutan khalifah,
akan tetapi nama aslinya saja. Saat al Mamun tiba di pengadilan, Hakim Imran pun tidak berdiri
untuk menyambutnya. Ia memperlakukannya sebagaimana orang lain selainnya. Setelah
melakukan persidangan, hakim memberikan keputusan hukum dengan memenangkan para
petugas pengangkut barang.
Usai persidangan, hakim berdiri untuk memberikan salam kepada Khalifah al Manshur sebagai
Khalifah kaum muslimin dan Amirul Mukminin. Khalifah pun mendukung semua tindakan hakim
dan mendoakan keberkahan terhadapnya serta memberinya hadiah sepuluh dinar. Tidak sedikit
pun tampak sikap arogan pada diri Khalifah al Ma’mun. Ia menghormati seluruh putusan hakim
VIDEO FOTO KEGIATAN
2. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/cara-para-khalifah-menjaga-supremasi-hukum/ 2/3
dan mengikuti aturan-aturan formal saat beracara di persidangan.
Sebuah riwayat menceritakan bahwa usai beracara di persidangan, Khalifah al Mahdi (w. 169 H),
berkata kepada hakimnya di Bashrah, Abdullah bin Al Hasan al Anbari, ”Demi Allah, jika kamu
berdiri ketika aku datang kepadamu, pasti aku akan memecatmu. Dan jika kamu tidak berdiri
ketika persidangan selesai, pasti aku akan memecatmu”. Dengan begitu, al Mahdi mengingatkan
hakimnya untuk memperalakukan semua orang sama di depan hukum, termasuk dirinya.
Ketundukan pada lembaga peradilan ini juga dicontohkan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib kw,
yang legowo menerima keputusan Qadhi Syuraih yang memenangkan seorang Nasrani yang
telah mengklaim kepemilikan baju besi milik sang Khalifah. Sikap legowo khalifah Ali pada
hakikatnya adalah sikap takwa dan ketundukan pada hukum Islam. Karena apa yang diminta
Qadhi Syuraih darinya adalah mendatangkan saksi sebagaimana diperintahkan Alquran. Alquran
memerintahkan untuk tidak menerima pengakuan atau tuduhan seseorang tanpa disertai saksi.
Pada saat Sayyidina Ali menyadari tidak dapat mendatangkan saksi, ia pun menerima apa yang
diputuskan Qadhi Syuraih, seraya tersenyum, ia berkata,”Syuraih benar, aku tidak memiliki bukti”.
Sikap koperatif para khalifah dan pejabat negara saat di peradilan, mempercepat selesainya
sengketa perkara di pengadilan. Banyak kasus pada masa khilafah selesai dalam sehari, hari itu
diperkarakan hari itu juga diputuskan dengan putusan yang adil.
Misalnya, saat terjadi sengketa antara seorang rakyat jelata dengan Amir bin Muhammad,
seorang pejabat Khilafah di Cordoba. Melalui proses pengadilan sehari, si jelata kembali
memperoleh haknya atas kepemilikan rumah yang telah terbukti diambil pejabat Amir dengan
cara tidak sah. (Al Khasyani dalam kitab Qudhah Qurthubah).
Demikianlah para hakim mampu memaksa para khalifah, amir dan orang-orang yang
berkedudukan tinggi di masyarakat untuk datang ke pengadilan ketika mereka bersalah. Dan
demikian pula para khalifah telah memberi teladan kepatuhan pada hukum dan peradilan. Semua
ini wajar terjadi dalam sistem Khilafah karena Khilafah adalah negara yang berdiri diatas asas
akidah Islam dan pelaksana hukum-hukum syariah Islam. Para khalifah dan pejabatnya selalu
berusaha berjalan di atas jalan ketakwaan.
Ketundukan pada hukum bukan sekedar dorongan etika bernegara semata, namun jauh dari itu
sebagai ketundukan seorang hamba pada Rabbnya, Allah SWT dan buah keimanan mereka
akan hari penghisaban kelak di akhirat. Gambaran ideal seperti ini tidak akan pernah terjadi
dalam sistem sekuler manapun di dunia. Karena sejak awal agama sudah di nihilkan dalam
aturan negara, ketaqwaan tidaklah menjadi asas negara dan tempat berpijak para pejabatnya.
Oleh karena itu, hanya dalam khilafah supremasi hukum bisa diwujudkan dan ditegakkan.
Wallahu ‘alam bi ash shawab. (mediaumat.com, 3/5)
Baca juga :
3. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/cara-para-khalifah-menjaga-supremasi-hukum/ 3/3
1. Cara Khilafah Menjaga Keutuhan Wilayah
2. Khalifah Tidak Mengadopsi Hukum-hukum Ibadah dan Ide-ide Yang Terkait Akidah
3. Para Penegak Hukum RI Belum Sepenuh Hati Berantas Korupsi
4. Hukum Shalat Jum’at Tanpa Adanya Khalifah
5. CARA ISLAM MEMBABAT MAFIA HUKUM
TweetTweet 0
Posted in Syari'ah | No comments
Previous post: Kartini Tanpa Konde
Next post: Keutamaan Ahli Ilmu
Leave a comment
Name (required)
Mail (required, but not published)
Website
http://
Comment
Submit comment
HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP
Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia:
Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390
Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372, Email: info@hizbut-tahrir.or.id
Like 0