1. Dokumen tersebut membahas tentang takhrij hadis yang berkaitan dengan nikah siri dan pandangan ulama terhadap nikah siri.
2. Beberapa hadis tentang nikah siri hanya diriwayatkan oleh tiga imam hadis, yaitu Imam Ahmad, Ibn Majah, dan At-Turmudzi.
3. Pandangan ulama beragam mengenai keabsahan nikah siri, dari tidak sah hingga boleh tetapi makruh.
1. A. Takhri>j Hadis tentang Nikah Siri
Mengetahui kedudukan hadis sangat penting, namun untuk mengetahui itu yang pertama
yang dilakukan adalah melalukan takhrij hadits agar supaya diketahui letak sebuah hadis. Terkait
dengan permasalahan tentang nikah siri. Maka penulis memakai kata اعلنوا dari kata tersebut
maka penulis mendapati dengan menggunakan penjelasan A.J. Wensinck mengenai letak dari
masing-masing hadis tersebut dalam karyanya "al-Mu'jam al-Mufahrasli Alfa>z} al-h}Adi>s al-
Nabawi>": dari kata ,اعلنوا yaitu:
نكاح ت :النكاح هذا اعلنوا6حم ,نكاح جه , [7] berikut hadis-hadis yang dimaksud:
Imam Ahmad
َالَق ٍوفُرْعَم ُنْب ُنوُارَه اَنَثَّدَحٍبْهَو ُنْب َِّاَّلل ُدْبَع اَنَثَّدَح َالَق َنوُارَه ْنِم اَنَأ ُهُتْعََِسَو َِّاَّلل دْبَع
ِيهِبَأ ْنَع ِْْيَبُّالز ِنْب َِّاَّلل ِدْبَع ِنْب ِرِامَع ْنَع ُّيِشَرُقْلا ِدَوْسَْاْل ُنْب َِّاَّلل ُدْبَع ِِنَثَّدَح َالَقَّ َِِّبنال ََّنأ
ِهْيَلَع َُّاَّلل ىَّلَصَالَق َمَّلَسَوَاحَكِالن واُنِلْعَأ.[8]
2. Imam at-Turmidzi
-عن اْلنصاري ميمون بن عيسى ناربأخ هارون بن يدزي حدثنا منيع بن أمحد حدثنا
عن حممد بن القاسمسلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال : قالت عائشةأعلنواهذا
عليه بوارواض املساجد يف واجعلوه النكاح.بالدفوف[9]
Imam Ibn Majah
واخلليل اجلهضمي علي بن نصر حدثناخالد عن يونس بن عيسى حدثنا قاال . عمرو بن
و عليه هللا صلى النِب عن عائشة عن القاسم عن الرمحن عبد أيب بن بيعةر عن إلياس بن
( قال سلمأعلنوا)بالربالغ عليه بوارواض النكاح هذا[10]
Hadis di atas dalam penelitian penulis hanya diriwayatkan oleh tiga Imam Hadis, yaitu
imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibn Majah serta Imam at-Turmidzi. Sejauh yang penulis pahami
hadis yang tersebut tidak diriwayatkan oleh Imam-Imam hadis yang lain, seperti Bukhari,
Muslim, Abu Daud maupun yang lain.
Hadis yang berbicara tentang nikah siri secara langsung dalam penelitian penulis tidak
mendapati dalam literatur hadis. Oleh karena itu, dipahami adanya nikah siri oleh karenamafhum
mukha>lafah dari hadis ح النكا اواعلن bermakna nikah siri. Jadi, nampaknya pada masa Rasulullah
saw itu tidak ada pernikahan siri. Terlebih lagi jika diperhatikan bahwa hadis tersebut tidak
didapati akan adanya Asbab al-Wurud. Nikah siri dikenal setelah ada negara/pemerintahan yang
mengharuskan pencatatan secara administratif. Sebab pemerintah menganggap orang yang tidak
melakukan pencatatan nikah, maka itu digolongkan sebagai nikah siri. Penulis secara pribadi
memahami bahwa sekiranya tidak adalah aturan negara tentang kewajiban pencatatan nikah
maka mungkin tidak dikenal yang namanya nikah siri.
A’linu> al-Nika>h, berarti tampakkanlah kepada khalayak ramai akan acara pernikahan
yang diselenggarakan, menampakkan kebahagiaan sekaligus membedakan dengan acara-acara
lainnya.[11]
)بالدف الضرب امرواحل احلالل مابني (فصل :حاطب ابن عن وغْيه أمحد وروى
Artinya:
3. “Yang membedakan antara acara pernikahan yang halal dan yang haram, adalah adanya
tabuhan rebana. [12]
Secara mendasar, tidak dilihat dari tabuhan rebananya, melainkan yang menjadi hal
mendasar adalah upaya untuk menyebarluaskan berita tentang acara pernikahan yang
diselenggarakan.[13] Kata A’linu> yang dalam bentuk Amar mengandung kemungkinan makna
wajib atau anjuran saja. Jika dimaknai sebagai amar maka itu berarti bahwa pernikahan harus
diumumkan kepada khalayak ramai sebagai sebuah kewajiban, namun jika dimaknai sebagai
anjuran saja berarti itu bukan sebagai kewajiban ini berarti mengumumkan pernikahan bukanlah
sebuah kewajiban oleh agama.
B. Pandangan Ulama tentang Nikah Siri.
Istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan ulama.
Hanya saja nikah siri di kenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikahsiri dapat
saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri yaitu nikah yang sesuai dengan rukun-rukun
nikah dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya
nikah tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak
ada walimah al-‘Ursy.
Menurut terminologi fikih Maliki, nikahsiri ialah:
منزل اهل ولو عة جما عن او ,امراته عن مكتمه الشهود الزوج فيه صي يو الذي هو
Artinya:
“Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jamaahnya,
sekalipun keluarga setempat.[14]
Mazhab Maliki tidak membolehkan nikah siri. Perkawinannya dapat dibatalkan, dan
kedua pelakunya dapat dilakukan hukuman had (dera rajam), jika telah terjadi hubungan seksual
antara keduanya dan diakuinya atau dengan kesaksian empat orang saksi. Mazhab Syafi’i dan
Hanafi juga tidak membolehkan nikahsiri. Menurut Hambali, nikah yang telah dilangsungkan
menurut ketentuan syariat Islam adalah sah, meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali
dan para saksinya. Hanya saja hukumnya makruh. Menurut suatu riwayat, Khalifah Umar bin
al-Khattab pernah mengancam pelaku nikahsiri dengan hukuman had.[15]
Nikah siri menurut terminologi fikih tersebut adalah tidak sah, sebab selain bisa
mengundang fitnah juga bertentangan dengan hadis nabi saw:
4. م بن انس عن(رواه .بشاة ولو لم او :سلم و عليه صلياهلل هللا رسول ل قا :عنه هللا رضي لك ا
ري البخا
Artinya:
Adakanlah walimah sekalipun dengan hidangan seekor kambing.[16]
Di kalangan ulama sendiri, nikahsiri masih diperdebatkan, sehingga susah untuk
menetapkan bahwa nikahsiri itu sah atau tidak. Hal ini dikarenakan masih banyak ulama dan
juga sebagaian masyarakat yang menganggap bahwa nikah siri lebih baik dari perzinahan.
Padahal kalau dilihat dari berbagai kasus yang ada, nikah siri tampak lebih banyak menimbulkan
kemudharatan daripada manfaatnya.
Dari nikah siri yang mereka lakukan, tidak sedikit yang akhirnya bermasalah terutama
bagi pihak wanita, seperti yang dihadapi oleh pedangdut Machica Muchtar beberapa waktu silam
yang meributkan hak asuh Iqbal, putra dari hubungan antara Machica Muchtar dan Moediono.
Saat itu Machica dan putranya Iqbal 16 tahun tak pernah lagi bertemu dengan Mordiono dan
tidak mendapatkan haknya sebagai anak kandung baik materi maupun kasih sayang. Begitu juga
Annisa Bahar mengaku saat ditanya soal fenomena pernikahan siri yang dilakukan beberapa artis
di tanah air, menurutnya pernikahan siri merugikan, Annisa berujar:
“Jangan mau dinikahi siri deh, menyakitkan banget. Kalau mau ya nikah secara sah sekalian
dari agama dan negara, jangan mau diajak nikah siri meskipun diiming-iming harta, semua itu
palsu”.[17]
Ulama terkemuka yang membolehkan nikah dengan cara siri itu adalah Dr. Yusuf
Qardawi salah seorang pakar muslim kontemporer terkemuka di Islam. Ia berpendapat bahwa
nikah siri itu sah selama ada ijab kabul dan saksi.[18]
Nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah nikah yang
dilakukan oleh wali dan wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan
dihadapan petugas pencatat nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau tidak dicatatkan di
Kantor Urasan Agama bagi yang beragama Islam atau Kantor Catatan Sipil bagi yang bukan
beragama Islam. Bahkan, terdapat pula nikahsiri yang juga tidak diketahui yang menjadi wali
dan saksinya.
Dadang Hawari, mengharamkan nikahsiri, KH. Tochri Tohir berpendapat lain. Ia menilai
nikahsiri sah dan halal, karena islam tidak pernah mewajibkan sebuah nikahharus dicatatkan
secara negara. Menurut Tohir, nikahsiri harus dilihat dari sisi positifnya, yaitu upaya untuk
5. menghindari Zina. Namun ia juga setuju dengan pernyataan Dadang Hawari bahwa saat ini
memang ada upaya penyalahgunaan nikahsiri hanya demi memuaskan hawa nafsu. Menurutnya,
nikahsiri semacam itu, tetap sah secara agama, namun perkawinannya menjadi tidak berkah.[19]
Menurut Prof. Wasit Aulawi seorang pakar hukum Islam Indonesia, mantan Direktur
Pembinaan Badan Peradilan Agama yang juga mantan Dekan Fakultas Syariah UIN Jakarta,
menyatakan bahwa ajaran Islam, nikahtidak hanya merupakan hubungan perdata, tetapi lebih
dari itu nikahharus dilihat dari berbagai aspek. Paling tidak menurutnya ada tiga aspek yang
mendasari perkawinan, yaitu: agama, hukum dan sosial, nikahyang disyariatkan Islam
mengandung ketiga aspek tersebut, sebab jika melihat dari satu aspek saja maka pincang.[20]
Quraish Shihab mengemukakan bahwa betapa pentingnya pencatatan nikahyang
ditetapkan melalui undang-undang di sisi lain nikahyang tidak tercatat-selama ada dua orang
saksi-tetap dinilai sah oleh hukum agama, walaupun nikahtersebut dinilai sah, namun
nikahdibawah tangan dapat mengakibatkan dosa bagi pelakunya, karena melanggar ketentuan
yang ditetapkan oleh pemerintah. Al-Qur’an memerintahkan setiap muslim untuk taat pada u>lul
amri selama tidak bertentangan dengan hukum Allah. Dalam hal pencatatan tersebut, ia bukan
saja tidak bertentangan,tetapi justru sangat sejalan dengan semangat al-Qur’an.[21]
C. Rukun dan Syarat Nikah
Kehidupan bersuami istri yang dibangun melalui lembaga perkawinan, sesungguhnya
bukanlah semanta-mata dalam rangka penyaluran hasrat biologis. Maksud dan tujuan nikahjauh
lebih luas dibandingkan sekedar hubungan seksual. Bahkan apibila dipandang dari aspek
religius,pada hakekatnya nikahadalah salah satu bentuk pengabdian kepada Allah. Karena itu,
nikahyang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah mawaddah wa rahmah, perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan
disyariatkannya nikahtercapai.
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut
dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung
arti yang sama dalam hal keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.[22]
Sahnya suatu nikah dalam Islam adalah dengan terlaksananya akad nikah yang memenuhi
rukun[23] dan syarat-syaratnya[24]. Untuk sahnya perkawinan, para ulama telah merumuskan
sekian banyak rukun dan syarat, yang mereka pahami dari ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis
6. Nabi Swa. Adanya calon suami isteri, wali, dua orang saksi, mahar serta terlaksananya ijab
kabul merupakan rukun atau syarat yang rinciannya dapat berbeda antara seorang ulama/mazhab
dengan mazhab lain.
Imam Malik berpendapat bahwa Rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
a. Wali dari pihak perempuan
b. Mahar (mas kawin)
c. Calon pengantin laki-laki
d. Calon pengantin perempuan
e. Sighat akad nikah.[25]
Menurut Imam Syafi’i bahwa rukun nikah itu lima:
a. Calon pengantin laki-laki
b. Calon pengantin perempuan
c. Dua orang saksi
d. Sighat akad nikah.[26]
Menurut Imam Hanafi bahwa rukun nikah itu hanya ijab kabul saja (yaitu akad yang
dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).[27]
Selanjutnya rukun dan syarat sahnya nikahsecara umum dapat dirinci sebagai berikut:
1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan. Syarat Islam menentukan
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad ulama, syarat-syarat
calon suami meliputi:
a. Calon suami beragama Islam
b. Terang bahwa calon suami itu betul-betul laki-laki
c. Orangnya diketahui dan tertentu
d. Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
e. Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calo istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.
f. Calon suami rela untuk melakukan nikahitu.
g. Tidak sedang melakukan ihram
h. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
i. Tidak sedang mempunyai istri empat.
Syarat-syarat calon istri perempuan:
7. a. Beragama Islam atau ahli kitab
b. Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa
c. Wanita itu tentu orangnya
d. Halal bagi calon suami
e. Wanita itu tidak dalam ikatan nikahdan tidak masih dalam iddah
f. Tidak dipaksa/Ikhtiyar
g. Tidak dalam keadaan ihram hati atau Umrah.
2. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Syarat-syarat wali sebagai berikut:
a. Laki-laki
b. Muslim
c. Baligh
d. Berakal sehat
e. Adil
f. Tidak dipaksa
g. Tidak sedang menunaikan ihram haji
3. Adanya dua orang saksi
Syarat-syarat saksi adalah:
a. Laki-laki
b. Muslim
c. Baligh
d. Berakal sehat
e. Merdeka
f. Adil
g. Tidak dipaksa
h. Dapat mendengar dan melihat
i. Memahami bahasa yang dipergunakan dalam ijab kabul
j. Tidak sedang menunaikan ihram haji
4. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul.
Syarat-syarat ijab kabul meliputi:
8. a. Ada ungkapan penyerahan nikah dari wali (ijab)
b. Ada ungkapan penerimaan nikah dari mempelai laki-laki (kabul)
c. Menggunakan kata-kata/lafaz atau tazwij
d. Diungkapkan dalam satu majelis, dan tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab kabul yang
merusak kesatuan akad
e. Ijab kabul harus tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang bersifat membatasi masa
berlangsungnya perkawinan, karena nikahitu ditujukan untuk seumur hidup.
f. Pelaku ijab kabul tidak sedang melakukan ihram haji.[28]
Semua ulama sependapat dalam hal-hal yang terlibat dan harus ada dalam suatu nikah
adalah: akad nikah, laki-laki dan perempuan yang akan kawin, wali dari mempelai perempuan,
saksi menyaksikan akad perkawinan, mahar atau mas kawin.[29] Ini berarti bahwa nikah siri
menjadi bahan perbedaan ulama tentang status sah tidaknya bagi yang melakukannya.