2. Membersihkan Kotoran
Membersihkan kotoran. Istinja’ maknanya lebih umum yaitu
membersihkan kotoran sehabis buang hajat dengan menggunakan air
dan batu. Sedangkan istijmar adalah membersihkan kotoran dengan
menggunakan batu saja.
3. Tiga Batu
Beristijmar dengan batu tidak boleh kurang dari tiga batu. Karena tiga
batu umumnya akan lebih bersih. Namun jika batu masih belum
menghilangkan kotoran, maka boleh ditambah lebih dari tiga batu
hingga kotorannya bersih. Hadits yang dijadikan dalil dalam hal ini,
ْنَعَْانَملَسَْلاَقَْليِقْهَلْدَقْمكَمَّلَعْمكُّيِبَن - صلىهللاعليهوسلم - َّْلكْءَىشىَّتَحَْةَءاَر ِخال . َْلاَقَْلاَقَفْلَجَأْدَقَلَاناَهَن
ْنَأَْلِبقَتَسنَْةَلبِقالْطِئَاغِلْوَأْلوَبْوَأْنَأَْى ِجنَتَسنِْمَيالِبِْينْوَأْنَأَْى ِجنَتَسنَّْلَقَأِبْنِمِْةَثَالَثْارَجحَأْوَأْنَأَْى ِجنَتَسن
ْيع ِجَرِبْوَأْمظَعِب
4. Salman
Dari Salman, ia berkata bahwa ada yang bertanya padanya, “Apakah nabi
kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun dalam hal
buang kotoran?” Salman menjawab, “Iya. Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar
maupun air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan tangan
kanan. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan kurang dari tiga batu.
Begitu pula kami dilarang beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan
tulang.” (HR. Muslim, no. 262)
5. Istijmar dulu….
Yang lebih afdhal adalah istijmar lalu istinja’. Dikarenakan istijmar
dengan batu atau penggantinya menghilangkan kotoran tanpa
menyentuhnya secara langsung. Lalu setelah itu air yang akan
membersihkan kotoran yang tersisa.
6. Allah suka yang bersih
Boleh memilih antara istijmar dengan batu atau istinja’ dengan air. Namun beristinja’ dengan
air lebih utama karena lebih membersihkan kotoran. Alasan lainnya adalah hadits dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang penduduk Quba’ yang menjadi sebab turunnya ayat
berikut,
ِْهيِفْالَج ِرَْونُّب ِحيْنَأوارَّهَطَتَيَّْاّلل َوُّْب ِحيَْين ِرِهَّطمال
“Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah: 108). Dahulu mereka terbiasa
beristinja’ dengan air lantas turunlah ayat ini.” (HR. Tirmidzi, no. 3100; Abu Daud, no. 44; Ibnu
Majah, no. 355. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
7. Tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang karena dilarang
dalam hadits Salman di atas.
Boleh mengganti batu untuk membersihkan kotoran saat buang hajat dengan
yang lainnya asalkan memenuhi tiga syarat:
(a) bendanya suci,
(b) bisa membersihkan atau mengangkat kotoran,
(c) bukan sesuatu yang berharga (dimuliakan) seperti istinja’ dengan makanan
atau dengan ekor hewan. Sehingga dari syarat sini dapat disimpulkan bahwa tisu
toilet boleh digunakan untuk beristinja’.
8. Istinja
Istinja adalah membersihkan apa-apa yang telah keluar dari suatu
jalan (di antara dua jalan : qubul atau dubur) dengan menggunakan air
atau dengan batu atau yang sejenisnya (benda yang bersih dan suci
Yang Secara hukum dianggap cukup bisa menghilangkan bekas najis
9. Hukumnya Wajib
Adapun hukumnya adalah wajib berdasarkan sebuah hadits dari Aisyah
Radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.: “Apabila salah seorang di antara kamu pergi ke tempat buang hajat
besar, maka bersihkanlah dengan menggunakan tiga batu karena
sesungguhnya dengan tiga batu itu bisa membersihkannya”
[Hadits Riwayat Ahmad VI/108, Nasa’i no. 44, dan Abu Dawud no 40. Dan asal
perintah menggunakan tiga batu ada dalam riwayat Bukhari dari Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu hadits no. 155]
10. Dengan Air
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dia berkata. “Artinya : Adalah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat buang hajat lalu saya
dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air
dan satu tombak kecil lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu”
[Hadits Shahih Riwayat Bukhari no. 151 dan Muslim no. 271]
11. Doa Masuk Toilet
Adab buang hajat adalah apa-apa yang sepatutnya dilakukan ketika buang
hajat, ketika akan masuk WC, dan ketika keluar dari WC. Dan disunnahkan
membaca doa ketika akan masuk WC sebagaimana yang disebutkan dalam
sebuah hadits riwayat Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam apabila akan masuk WC membaca do’a.Allahumma innii a’uudzu
bika minal-khubusi wal-khabaaits.“Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan”
[Hadits Riwayat Bukhari no.142,5963 dan Muslim no.375]
12. Berlindung
Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu telah meriwayatkan sebuah hadits bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan lemah salah
seorang di antara kamu apabila masuk WC dari membaca do’a.
Allahumma innii a’uudzu bika min ar-rijsi an-najisi asy-syaithan ar-
rajiim“Artinya : Ya Allah, aku mohon perlindungan-Mu dari kotoran najis
syetan yang terkutuk”
[Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 299]
13. Ta’awudz
Dan dari Zaid bin Arqom Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya WC ini telah didiami (oleh syetan),
maka apabila salah seorang di antara kamu akan ke WC hendaklah membaca
do’a. ‘Auudzu billahi minal khubusyi wal-khabaaits “Artinya : Aku mohon
perlindungan kepada Allah dari syetan laki-laki dan syetan perempuan”
[Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 296]
14. Keluar Toilet
Disunnahkan membaca do’a sebagaimana yang disebutkan dalam
riwayat Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Adalah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah keluar dari WC beliau
membaca do’a’: “Ghufraanaka”
“Artinya : Aku mohon ampun kepadaMu” [Hadits Riwayat Ahmad
VI/155, Abu Dawud no.30, Tirmidzi no.7 dan Ibnu Majah no.300]
15. Doa Lainnya
Begitu pula riwayat dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ‘Adalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah keluar dari WC
beliau membaca do’a’. “Allhamduillahi al-ladzii adzhaba ‘annii al-adzaa
wa ‘aafanii”. Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan
gangguan (kotoran) dariku dan telah menjadikan diriku dalam keadaan
sehat”
[Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 301]
16. Adab Berhajat
Ketika masuk WC mendahulukan kaki kiri dan ketika keluar mendahulukan kaki kanan, berlawanan
dengan ketika masuk atau keluar masjid dan ketika memakai atau melepas sandal. Ketika duduk
hendaklah mengangkat kainnya sedikit saja, bersandar di atas kaki kirinya, dan tidak berdiam (tinggal
di WC) kecuali seperlunya saja. Adapun alasan mengapa kaki kiri yang didahulukan ketika masuk dan
kaki kanan ketika keluar adalah karena kaki kiri untuk yang kotor dan kanan untuk yang lainnya.
Begitu pula, karena kaki kanan itu lebih berhak untuk mendahulukan untuk menuju tempat-tempat
yang baik dan lebih berhak untuk diakhirkan apabila menuju tempat-tempat yang kotor. Adapun
mengangkat kainnya sedikit demi sedikit itu berdasarkan riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu.
“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila ingin buang hajat tidak mengangkat kainnya
kecuali setelah dekat dengan tanah (tempat duduknya)” [Hadits Riwayat Abu Dawud no. 14, Tirmidzi
no. 14 dan yang lain secara mursal. Abu Dawud berkata, “Hadits ini Dhaif”]
17. Adapun posisi duduknya bersandar di atas kaki kiri adalah berdasarkan hadits
Suraqah bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata. “Artinya : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kami supaya bersandar di atas
kaki kiri dan menegakkan kaki kanan” [Hadits Riwayat Thabrani dalam Al-Mu’ajm Al-
Kabir VII/136. Kami belum menemukan dalam Sunan Al-Baihaqi. Al-Haitsami
berkata, “Di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak disebut namanya
(mubham)]
Adapun posisi duduknya bersandar di atas kaki kiri adalah berdasarkan hadits
Suraqah bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata. “Artinya : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kami supaya bersandar di atas
kaki kiri dan menegakkan kaki kanan”
[Hadits Riwayat Thabrani dalam Al-Mu’ajm Al-Kabir VII/136.
18. Fadhilah
Dan dengan posisi ini kotoran lebih mudah keluar. Adapun tidak boleh
berdiam di WC kecuali seperlunya saja karena adanya pendapat dari
para dokter yang menyatakan berdiam di WC tanpa seperlunya itu
membahayakan yaitu bisa menyebabkan sakit liver dan wasir.
Editor's Notes
Wallahu a’lam, wa Shallallahu a’la Muhammad.
[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 03/I/Dzulqa’adah 1423H -2002M]_________Foote Note[2]. Kami tidak menemukannya dalam Mushannaf Abdurrazzaq, melainkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah I/12, hadits no.9
Read more https://almanhaj.or.id/606-istinja-dan-adab-adab-buang-hajat-hukum-dan-dalilnya.html
[1]. Yang Secara hukum dianggap cukup bisa menghilangkan bekas najis
Dan dalam Mushannaf Abdurrazzaq [2] diriwayatkan bahwa Nuh ketika keluar (dari buang hajat) ia berkata.
“Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah memberiku kelezatannya, menyisakan kemanfaatannya, dan menghilangkan gangguan kotorannya”
Kami belum menemukan dalam Sunan Al-Baihaqi. Al-Haitsami berkata, “Di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak disebut namanya (mubham)]
Hindari menggunakan HP saat berhajat, karena bisa berlama lama tidak sesuai dengan kebutuhan