kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
FOR-HEALTHCARE-CHAPTER
1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus di
wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksudkan
dalam pembangunan UUD 1945 melalui pembangunan Nasional yang
berkesinambungan.
Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi
komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker
melakukan praktik kefarmasian pada farmasi komunitas. Sebanyak 70% apoteker
yang terdaftar di Kanada bekerja pada farmasi komunitas. Menurut Bureau of
Health Proffesionals tahun 2001, dari 195.000 apoteker yang terdaftar di Amerika
Serikat, 120.000 melakukan praktik kefarmasian pada farmasi komunitas (Tindall
dan Millonig, 2003), sedangkan di Indonesia sekitar 80% apoteker bekerja di
farmasi komunitas (Sampurno, 2010).
Keberadaaan apoteker di apotek tidak hanya terkait dengan permasalahan
obat, namun apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan perilaku agar dapat menjalankan profesi secara professional dan berinteraksi
langsung dengan pasien, termasuk untuk pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien yang membutuhkan. Apoteker harus juga memahami dan
menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error),
mengidentifikasi, mencegah, mengatasi masalah farmakoekonomi, dan farmasi
sosial (sociopharmacoeconomy). Hal ini bila dikaitkan dengan standar pelayanan
2. kefarmasian di apotek menjadikan peranan apoteker di apotek sangatlah penting
(Permenkes RI, 2014).
Rumah sakit harus memberikan pelayanan kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial/pengelolaan obat
maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara
memanfaatkan sistem informasi rumah sakit secara maksimal pada fungsi 2
manajemen kefarmasian, agar tenaga dan waktu efisien. Sehingga efisiensi yang
diperoleh dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi
klinik secara intensif. Pelayanan farmasi klinik, merupakan salah satu aspek
pelayanan farmasi rumah sakit yang diberikan secara langsung oleh apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan
risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien
(pattient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin
(Kemenkes RI, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
a. Pelayanan apa saja yang diberikan oleh apoteker?
b. Bagaimana tugas dan fungsi apoteker di berbagai pelayanan
kefarmasian?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pelayanan yang diberikan apoteker.
b. Untuk mengetahui tugas dan fungsi apoteker.
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Adapun yang melakukan pekerjaan kefarmasian meliputi:
Apoteker
Tenaga Teknis Kefarmasian
2.2 Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker Pendamping adalah
Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek. Sedangkan
Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker pengelola
Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih
dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak
bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
4. 2.3 Tugas dan Fungsi Apoteker
2.3.1 Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat.
2.3.1.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau
fasilitas dirumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.
Fungsi Apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes
1197/Menkes/SK/X/2004 yaitu sebagai pengelola perbekalan farmasi dan
pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Berikut
penjelasannya :
1 Fungsi Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan RS merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara
optimal. Contoh kegiatan fungsi apoteker sebagai pengelolaan
Farmasi antara lain:
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pelayan kesehatan di RS, menerima perbekalan
farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi
dan persyaratan kefarmasian
Mendistribusikan perbekalan kefarmasian ke unit-unit
pelayanan di RS.
b. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
2 Fungsi pelayanan kefarmasian dalam pengelolaan obat dan alat kesehatan.
Fungsi pelayanan kefarmasian diantaranya:
a. Mengkaji intruksi pengobatan/resep pasien. Contohnya melakukan
pencampuran obat suntik, penentuan kadar obat dalam darah.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunan obat
dan alat kesehatan
c. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
d. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
3 Fungsi pelayanan klinik
Peraturan Menterei Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016
tentang Standar pelayanan kefarmasian di RS pelayanan farmasi klinik
meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian infromasi.
6. b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi menganai seluruh obat/ sediaan farmasi
lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari wawancara atau rekam medik.
c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat adalah proses membandingkan intruksi
pengobatan dengan obat yang didapat oleh pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication
error) seperti obat tifak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi obat.
d. Pelayanan Infomasi Obat (PIO)
Pelayan infomasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker
kepada dokter, apoteker, perawat dan profesi kesehatan lainnya
serta pasien dan pihak lain di luar RS.
e. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terpai obat dari apoteker kepada pasien dan atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
7. f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung
dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan
reaksi obat yang tidak dikehendaki.
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat merupakan suatu proses mencangkup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien.
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon obat terhadap obat yang tidak di
kehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan program evaluasi penggunaan obat untuk mendapatkan
gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat.
j. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di IFRS untuk menjamin
sterilitas dan stabilitas produk yang melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghidari terjadinya kesalahan
pemberian obat.
8. k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Merupakan interorestasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang
sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.
2.3.2 Industri Farmasi
Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 1799 MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi adalah badan
usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Peran apoteker di industri farmasi seperti yang disarankan oleh
World Health Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist
yang meliputi :
a. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk
informasi obat, efek samping obat dan lain-lain kepada profesi
kesehatan. Perlu ada interaksi dengan individu/kelompok di
dalam industri (regulatory, QA/QC, produksi dll) dan
individu/kelompok di luar industri.
b. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang
tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya
yang ada di industri.
c. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tulisan.
9. d. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil
keputusan dalam mengatasi berbagai permasalahan di industri
dan memberikan bimbingan ke bawahannya dalam mencapai
sasaran industri.
e. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang
ada di industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk
meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu.
f. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan.
g. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan
pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri
kepada sejawat apoteker atau lainnya.
h. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu
melakukan riset dan mengetahui perkembangan obat baru yang
lebih baik dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakat.
Peran tersebut diterapkan di dalam fungsi-fungsi industrial
yang diperlukan, yaitu manajemen produksi, pemastian/manajemen
mutu (Quality Assurance), registrasi produk, pemasaran produk
(Product Manager), dan pengembangan produk (Research and
Development).
a. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi
Penanggungjawab produksi (kepala bagian produksi/
manajer produksi) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar
10. dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis paling sedikit 5 tahun bekerja di bagian
produksi pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan pengetahuan
di bagian pembuatan obat dan perencanaan produksi,
pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam
pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa asing yang baik,
serta keterampilan dalam kepemimpinan yanag dibuktikan
dengan sertifikasi lembaga yang ditunjuk.
Manajer produksi bertanggungjawab atas terselenggaranya
pembuatan obat agar obat tersebut memenuhi persyaratan
kualitas yang ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan
pelaksanaan CPOB, dalam batas waktu dan biaya produksi yang
ditetapkan.
Secara rinci, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab
seorang penanggungjawab produksi adalah sebagai berikut:
1) Bertanggungjawab dalam memastikan bahwa obat
diproduksi dan disimpan sesuai prosedur sehingga
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
2) Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat dari
perolehan bahan, pengolahan, pengemasan, sampai
pengiriman obat ke gudang jadi.
3) Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk
semua pelaksanaan operasi di gudang, penimbangan,
pengolahan, dan pengemasan.
11. 4) Bersama-sama dengan manajer perencanaan dan pengadaan
bahan menyusun rencana produksi.
5) Bertanggung jawab memeriksa catatan pengolahan bets dan
catatan pengemasan bets serta menjamin bahwa produksi
dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengolahan bets dan
prosedur pengemasan bets.
6) Berdiskusi dengan manajer pengawasan mutu jika ada
kegagalan. Bertanggung jawab atas peralatan yang
digunakan dalam proses produksi, peralatan yang digunakan
harus selalu dikualifikasi dan divalidasi dengan benar.
7) Ikut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga
pelaksanaan serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.
8) Bertanggung jawab atas kebersihan di daerah produksi.
9) Bertanggung jawab untuk menjaga moral kerja yang tinggi,
kemampuan pengembangan, dan pelatihan serta melakukan
evaluasi tahunan atas semua karyawan yang dibawahinya.
10) Membuat laporan bulanan.
11) Membuat anggaran tahunan untuk bagian produksi.
12) Mengusahakan perbaikan biaya produksi.
13) Menjaga hubungan kerja yang baik dengan
Penanggungjawab Pengawasan Mutu, Teknik dan
Perencanaan dan Pengadaan Bahan serta Pemasaran.
14) Berhubungan dengan pemerintah, dalam hal ini Pengawas
Obat dan Makanan berkaitan dengan kualitas obat.
12. Kepala Bagian Produksi hendaknya selalu menjaga
hubungan kerja yang baik dengan Manajer Pengawasan Mutu,
Manajer Pemastian Mutu, Manajer Teknik, Manajer
Perencanaan dan Pengadaan Bahan serta Manajer Pemasaran.
Berhubungan baik dengan pemerintah, dalam hal ini Pengawas
Obat dan Makanan sehubungan dengan kualitas obat.
.1
b. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu
(Quality Control)
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari
CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua
kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium, termasuk
pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga
mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,
pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan
sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi
bahan, produk serta metode pengujiaannya.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa :
13. 1) Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas,
dan keamanannya;
2) Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur
yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain
melalui evaluasi, dokumentasi, produksi terlebih dahulu;
3) Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan
laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan
dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
sebelum didistribusikan;
4) Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama
waktu peredaran yang ditetapkan.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan
bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian
yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan
dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan.
Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan
penyelidikan bila diperlukan.
Seorang penanggung jawab pengawasan mutu (Kepala
Bagian Pengawasan Mutu / Manajer Pengawasan Mutu) adalah
seorang apoteker yang terkualifikasi, memperoleh pelatihan
yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam
14. bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.
Penanggung jawab pengawasan mutu harus seorang apoteker
dengan pengalaman praktis minimal 2 tahun bekerja di bagian
pengawasan mutu pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan
pengetahuan di bidang analisis kimia dan mikrobiologi,
pemeriksaan bahan pengemas, CPOB dan keterampilan dalam
kepemimpinan.
Seorang penanggung jawab pengawasan mutu memiliki
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan
mutu, termasuk:
1) Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas,
produk.
2) Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah
dilaksanakan.
3) Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja
pengambilan contoh, metode pengujian dan prosedur
pengawasan mutu lain.
4) Memberikan persetujuan dan memantau semua kontrak
analisis.
5) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta
peralatan di bagian pengawasan mutu.
6) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
15. 7) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan
bagi personil didepartemennya dilaksanakan dan diterapkan
sesuai kebutuhan.
c. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu
(Quality Assurance)
Seorang penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen
Mutu (Quality Assurance) adalah seorang apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang
pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu
harus seorang apoteker atau Magister Sains atau Doktor Sains
dan memiliki pengalaman paling sedikit 5 tahun sebagai
apoteker dalam suatu perusahaan farmasi, pengalaman praktek
dalam analisis fisika dan kimia, pengalaman dalam
menggunakan metode dan peralatan laboratorium modern,
kemampuan untuk menguraikan metode analisis serta fasih
berbahasa inggris, kesanggupan dalam manajemen dan motivasi
personalia serta memiliki pengetahuan yang baik dalam proses
pembuatan obat dan CPOB baik nasional maupun internasional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki kewenangan
dan tanggung jawab penuh dalam sistem mutu, termasuk:
16. 1) Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk)
sistem mutu.
2) Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan
mutu perusahaan.
3) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi
diri berkala.
4) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan
mutu.
5) Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit
terhadap pemasok).
6) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.
7) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan
Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan
mutu produk jadi.
8) Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.
9) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan
dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.
10) Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai
efektifitasnya. Penekanan difokuskan pada pencegahan
kerugian/cacat dan realisasi peluang perbaikan yang
berkesinambungan.
11) Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam
pembuatan obat, pengemasan, penyimpanan dan
pengawasan mutu.
17. 12) Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar
perusahaan.
13) Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan
pelatihan CPOB.
14) Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem
protap.
15) Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan
mengambil keputusan serta tindakan atas hasil penilaian,
bila perlu bekerja sama dengan bagian lain.
16) Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan
dan sistem pelayanan.
17) Memantau penyimpangan bets.
18) Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui
perubahan.
19) Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur
pengemasan induk.
20) Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku.
21) Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat
jadi sesuai Protap terkait.
d. Apoteker dalam Proses Registrasi Obat dan Desain
Kemasan
Unit ini dikepalai oleh seorang apoteker yang membawahi
Packaging Specialist and Documentation and Registration
18. Officer. Unit ini bertanggung jawab terhadap pengembangan
kemasan (baik untuk produk baru dan produk lama) serta
menyiapkan dokumen-dokumen untuk registrasi. Selain itu juga
bertugas membuat spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan
kemas, dan membuat Master batch bekerja sama dengan kepala
unit formulasi.
Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE)
sebelum dapat dipasarkan. Untuk memperoleh NIE sebuah
industri farmasi harus mendaftarkan produknya ke BPOM dan
melalui prosedur registrasi yang berlaku. Dalam hal inilah
seorang apoteker sebagai seseorang yang kompeten di bidang
obat berperan penting. Selain itu, apoteker sebagai seseorang
yang mengetahui peraturan mengenai kemasan dan label harus
mampu dalam mengatur desain kemasan yang benar. Uraian
tugas dan tanggung jawab bagian registrasi dan desain kemasan:
1) Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan pendaftaran semua produk /
obat. Baik pendaftaran produk baru, atau pendaftaran ulang
suatu produk.
2) Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen registrasi
dengan data valid dan data yang sebenarnya.
3) Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan yang
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
19. e. Apoteker sebagai Tenaga Pemasaran
Dalam pelaksanaan peran apoteker sebagai tenaga
pemasaran/ritel perlu diakukan studi kelayakan terlebih dahulu.
Studi kelayakan merupakan suatu kajian sebagai bagian dari
perencanaan yang dilakukan menyeluruh mengenai suatu usaha
dalam proses pengambilan keputusan investasi yang mengawali
resiko yang belum jelas. Melalui studi kelayakan berbagai hal
yang diperkirakan dapat menyebabkan kegagalan, dapat
diantisipasi lebih awal.
Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait
dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen
untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi
maupun keluarga. Agar sukses di dunia ritel maka ritel harus
dapat menawarkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat,
di tempat yang tepat, dan waktu yang tepat.
Fungsi Ritel adalah sebagai berikut :
1) Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa
Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap
bebagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya
sebagai peritel, mereka menyediakan beraneka ragan
produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen.
2) Memecah
Memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih
kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan
20. konsumen. Jika produsen memproduksi barang dan jasa
dalam ukuran besar, maka harga barang dan jasa tersebut
menjadi tinggi. Sementara konsumen juga membutuhkan
barang dan jasa tersebut dalam ukuran yang lebih kecil dan
harga yang lebih rendah. Kemudian peritel menawarkan
produk-produk tersebut dalam jumlah kecil yang
disesuaikan dengan pola konsumsi para konsumen secara
individual.
3) Penyimpanan Persediaan
Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang
menyimpan persediaan dengan ukuran yang lebih kecil.
Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat
jaminan ketersediaan barang dan jasa yang disimpan peritel.
4) Penyedia Jasa
Dengan adanya ritel, maka konsumen akan
mendapatkan kemudahan dalam mengonsumsi produk-
produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat
mengantar hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan
jasa yang memudahkan konsumen dalam membeli dan
menggunakan produk dengan segera dan membayar
belakangan.
5) Meningkatkan Nilai Produk dan Jasa
Dengan adanya beberapa jenis produk dan jasa, maka
untuk suatu aktivitas pelanggan mungkin memerlukan
21. beberapa barang. Dengan menjalankanfungsi-fungsi
tersebut, peritel dapat berinteraksi dengan konsumen akhir
dengan memberikan nilai tambah bagi produk atau barang.
Kemajuan industri farmasi sangat ditentukan oleh
strategi dan tenaga pemasaran yang dimiliki perusahaan.
Apoteker sebagai seorang yang kompeten di bidang obat
dapat berperan sebagai Product Manager. Apoteker sangat
potensial dalam memperkenalkan produk industri pada
masyarakat (obat bebas/OTC) atau pada para dokter (obat
ethical) karena ilmu kefarmasian dan managemen yang
dikuasainya.
f. Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Produk
Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan
produk harus seorang apoteker yang memiliki pengetahuan
memadai mengenai zat aktif dan berbagai zat pembantu yang
akan digunakan dalam pengembangan formula. Uraian tugas
dan tanggung jawab penanggung jawab riset dan pengembangan
produk adalah:
1) Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru
sesuai dengan permintaan marketing.
2) Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya
produksi dengan membuat formulasi bahan yang
memerlukan biaya rendah tetapi tetap menjaga kualitas.
22. 3) Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat jika
ditemukan permasalahan dalam produksi.
4) Bertanggung jawab untuk pengembangan sarana penunjang
yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi (seperti sistem
tata udara, sistem pengolahan air, sistem pengolahan
limbah, dan lain-lain).
2.3.3 Apotek
Apotek adalah salah satu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian,
penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Adapun uraian tugas apoteker di apotek yaitu sebagai berikut:
1. Memimpin, merencanakan, mengkordinasi, melaksanakan dan mengawasi
kegiatan dalam lingkungan Apotek
2. Membuat laporan rugi laba apotek
3. Membuat laporan kegiatan di apotek
4. Mengatur, mengecek dan mengawasi keuangan hasil penjualan perbekalan
farmasi setiap hari
5. Menyusun pembagian tugas dan tanggung jawab petugas apotek
6. Melaporkan penggunan obat dan alat habis pakai di apotek
7. Membuat visi dan misi.
8. Membuat strategi, kebijakan, program kerja dan sasarannya.
23. 9. Membuat dan menetapkan peraturam atau SOP pada setiap fungsi kegiatan
di apotek.
10. Membuat dan menentukan standar format evaluasi (form record) pada
setiap fungsi kegiatan di apotek.
11. Membuat sistim pengawasan dan pengendalian SOP dan program kerja
pada setiap fungsi kegiatan di apotek
Adapun pengertian apotek dan tugas kefarmasian. Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (PP
No. 51 tahun 2009).
a. Membuat visi dan misi.
b. Membuat strategi, kebijakan, program kerja dan sasarannya.
c. Membuat dan menetapkan peraturam atau SOP pada setiap fungsi
kegiatan di apotek.
d. Membuat dan menentukan standar format evaluasi (form record) pada
setiap fungsi kegiatan di apotek.
e. Membuat sistim pengawasan dan pengendalian SOP dan program kerja
pada setiap fungsi kegiatan di apotek (Umar, M. 2012).
2.3.4 Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelayanan teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).
g. Perencanaan dan Permintaan Obat
24. Perencanaan pengadaan obat dan alkes di Puskesmas
difasilitasi oleh dokumen Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Dokumen penunjang dalam
pengadaan obat dan alkes di Puskesmas antara lain adalah Buku
Pemakaian Obat harian; Buku Register Obat; dan Kartu Stok
Obat. Penggunaan obat dalam pelayanan harian dicatat dalam
Buku Pemakaian Obat Harian. Buku ini mencakup informasi
tentang item obat dan jumlah obat yang digunakan setiap
harinya. Jumlah pemakaian obat harian kemudian
diakumulasikan dalam Buku Register Obat. Buku ini berisi
informasi tentang item dan jumlah obat yang dipakai tiap bulan.
Jumlah obat yang terpakai tiap bulan kemudian di rekapitulasi
dalam Kartu Stok tiap item obat. Dari pengisian Kartu Stok akan
didapatkan informasi tentang item obat, jumlah obat yang
terpakai, dan sisa obat yang ada di gudang Puskesmas. Hasil
pengisian Kartu Stok merupakan dasar untuk perencanaan
pengadaan menggunakan LPLPO. Dari informasi yang ada pada
Kartu Stok tiap-tiap item obat dapat diketahui ketersediaan obat
di Puskesmas, dan jumlah pemakaiannya tiap bulan, sehingga
dapat dijadikan sebagai dasar untuk permintaan akan item obat
beserta jumlah yang diminta.
h. Penerimaan Obat
LPLPO terdiri atas rangkap tiga, satu lembar yang
berwarna putih dikirimkan unuk Dinas Kesehatan
25. Kota/Kabupaten, dua lembar yang berwarna kuning dan merah
dikirimkan pada Gudang Farmasi Kota/Kabupaten sebagai
laporan penggunaan obat dan permintaan atas obat. Item-item
obat yang disetujui pengadaannya oleh Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten akan dikirimkan pada Puskesmas yang
bersangkutan setiap dua bulan sekali melalui Gudang Farmasi
Kota/Kabupaten. Lembar LPLPO yang berwarna kuning akan
dikembalikan pada Puskesmas sebagai arsip. Item-item obat
yang diminta tetapi tidak dapat terpenuhi pengadaannya akan
disertakan keterangannya pada LPLPO.
Item obat dan alkes yang diterima dicocokkan dengan
LPLPO, kemudian dilakukan pengecekan terhadap tanggal
kadaluarsa dan kondisi item. Obat dan alkes yang telah dicek
disimpan dalam gudang dengan kondisi First In first Out
(FIFO). Penerimaan item obat dan alkes dicatat dalam Kartu
Stok.
c. Manajemen SDM
Apoteker berkoordinasi dengan kepala puskesmas
berperan dalam pengaturan jadwal serta job descripton dari
masing-masing SDM di kamar obat Puskesmas. Dalam hal
pengaturan jadwal misalnya, karena jam layanan Puskesmas
pagi dan sore, maka perlu adanya rolling SDM untuk
ditempatkan pada jam pelayanan sore. Selain itu perlu diatur
26. jadwal penempatan SDM di kamar obat Puskesmas Pembantu di
Kelurahan Kemayoran.
d. Pembuatan Protap Pelayanan Kefarmasian
Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian maka
apoteker bisa membuat prosedur penerimaan resep, peracikan
obat, penyerahan obat, dan pelayanan informasi obat. Prosedur
tetap ini bisa dilihat di Pedoman Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas
2.3.5 Pemerintahan
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Unsur Organisasi Balai POM terdiri dari :
a. Bidang Pengujian Produk Teurapetik, Narkotika, Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Bidang Pengujian Produk Teurapetik, Narkotika, Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang
produk teurapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen.
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan
program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
27. pemeriksaan secara laboratorium, pengujian mutu di bidang
pangan dan bahan berbahaya.
c. Bidang Pengujian Mikrobiologi
Bidang Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi
dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara
mikrobiologi.
d. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi
dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan setempat,
pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana
produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan
kasus pelanggaran hukum di bidang produk teurapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
menyelenggarakan fungsi :
1) Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan
penyidikan obat dan makanan.
2) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh
dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instansi
kesehatan di bidang produk teurapetik, narkotika,
28. psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen.
3) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh
dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi di bidang
pangan dan bahan berbahaya.
4) Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran
hukum.
5) Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan, penyidikan
obat dan makanan.
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan ini terdiri dari :
1) Seksi Pemeriksaan, mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk
pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
produk teurapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lain, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
2) Seksi Penyidikan, mempunyai tugas melakukan penyidikan
terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk
teurapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan
bahan berbahaya.
2. Dinas Kesehatan
29. Apoteker mempunyai tugas pokok melaksanakan pekerjaan
kefarmasian yang meliputi penyiapan rencana kefarmasian dan
pengelolaan perbekalan farmasi.
Fungsi apoteker antara lain:
a. Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan rencana
kegiatan kefarmasian.
b. Mengklasifikasikan perbekalan farmasi dalam rangka
pemilihan perbekalan farmasi.
c. Inventarisasi pemasok perbekalan farmasi dalam rangka
pemilihan perbekalan farmasi.
d. Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi.
e. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan
perbekalan farmasi.
f. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka
penghapusan perbekalan farmasi.
(Permenkes RI No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Apoteker dan angka kredit).
30. BAB III
PEMBAHASANA
REALITA TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI LAPANGAN
DIBANDINGKAN DENGAN TEORITISNYA
Berdasarkan Kepmenkes 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Fungsi
Apoteker Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit maka dapat dilihat realita tugas dan
fungsi apoteker di lapangan apakah telah berjalan sesuai dengan teoritiknya dan
seperti apa hasil yang diperoleh dalam menjalakan tugas tersebut langsung di
lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian Max Joseph Herman et, al maka dapat dilihat
hasilnya senagai berikut;
3.1 KULIFIKASI APOTEKER
Berdasarkan farmasi klinik, Program farmasi klinis masih ada yang
belum berjalan sebagaimana mestinya atau sedang diupayakan karena
kendala kapasitas sumber daya manusia dan beban pekerjaan.
Sementara itu, kegiatan kunjungan ke pasien belum dilaksanakan dan
status obat belum ada, meskipun dalam struktur telah ada farmasi
31. klinis dan apoteker sebagai koordinator. Farmasi klinis yang telah
berjalan dan ada apoteker yang bertanggung jawab antara lain
melakukan informasi obat, konseling, kunjungan mandiri untuk pasien
ginjal, hati dan pada penggunaan obat dengan indeks terapi sempit,
ward pharmacist (baru sebagian kecil), drug utilization review,
penanganan sitostatika, monitoring efek Samping obat telah sampai
laporan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kegiatan farmasi klinis telah didokumentasikan, meskipun ada
yang belum atau kurang tertib dan dievaluasi setiap tiga bulan.
Evaluasi meliputi efek samping obat. Data yang dievaluasi oleh panitia
farmasi dan terapi sebagai masukan untuk periode berikutnya,
misalnya pemberian ketoprofen ke pasien. Jika timbul alergi, akan
didiskusikan dalam forum. Di samping itu, secara internal setiap dua
minggu dipresentasikan kasus untuk dipelajari, juga kasus menarik
dari sisi manajemen, dievaluasi dan mengacu pada jurnal terbaru.
Kegiatan kunjungan pasien telah dilakukan oleh apoteker, misal
kunjungan pasien stroke, intensive care unit, jamkesmas. Contoh kasus
yang pernah dihadapi adalah pemberian klopidogrel untuk pasien
stroke dengan empat dosis, ternyata menurut jurnal terbaru belum
terbukti. Seperti halnya pemberian angkak untuk menaikkan trombosit
pasien dengue high fever (DHF), pemberian simvastatin pada pasien
kolesterol selama satu minggu, kolesterol malah naik; Efek samping
obat terutama pada pemakaian obat injeksi seperti kasus melepuh pada
pasien yang disuntik injeksi natrium bikarbonat atau polifarmasi.
32. 3.2 PRAKTEK KEFARMASIAN DI PELAYANAN RUMAH SAKIT
Berdasarkan hasil pengamatan praktek kefarmasian dan data
sekunder di fasilitas pelayanan kefarmasian rumah sakit, berbagai kegiatan
yang tidak dilakukan antara lain dokumentasi pemantauan dan evaluasi
pengelolaan sediaan farmasi, wawancara riwayat obat secara rutin dan
terdokumentasi, dokumentasi survei kepuasan pasien dalam pelayanan
obat, dispensing khusus, kunjungan secara rutin dan terdokumentasi dalam
sistem dispensing khusus (obat steril, sitostatika) dan kunjungan,
pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat secara rutin,
kajian penggunaan obat secara rutin dan terdokumentasi, laporan evaluasi
kepatuhan terhadap formularium, pemantauan kadar obat dalam darah
dalam pemantauan dan evaluasi, konseling pasien rawat inap maupun
rawat jalan secara rutin terjadwal dan terdokumentasi, ruang khusus untuk
konseling dan informasi obat, serta dokumentasi dan laporan evaluasi
konseling dan informasi obat dalam konseling dan informasi obat.
3.3 PENDAPAT INSTITUSI TERKAIT
Dalam aspek pengelolaan/administrasi obat dan farmasi, apoteker
telah mempunyai pengetahuan yang baik dan mampu melakukan fungsi
penyimpanan dan distribusi obat serta pengendalian mutu obat, tetapi
dalam pengetahuan dan pelaksanaan farmasi klinis terutama mengenai
konsep drug related problem interaksi obat dan farmako-kinetika klinik,
therapeutic drug monitoring, total parenteral nutrition dan analisa data
laboratorium serta drug safety masih harus banyak ditingkatkan. Ada
33. sedikit perbedaan ekspektasi antara manajemen rumah sakit dan apoteker.
Manajemen rumah sakit berpendapat pelayanan obat ke pasien cepat dan
baik adalah yang utama, apabila hal tersebut telah berjalan baik, baru
menjalankan program farmasi klinis dan pelayanan informasi obat.
Manajemen rumah sakit juga berharap apoteker mempunyai pengetahuan
manajemen rumah sakit dan tidak hanya terfokus pada pekerjaan farmasi.
Sementara, apoteker masih fokus pada pelaksanaan pelayanan kefarmasian
yang seharusnya termasuk pelayanan farmasi klinis dan tidak direpotkan
oleh urusan administrasi rumah sakit. Hasil wawancara mendalam dengan
perguruan tinggi farmasi menunjukkan beberapa materi telah sesuai
dengan kebutuhan, khususnya pada perguruan tinggi negeri yang
terakreditasi A, program sarjana telah terpisah untuk peminatan industri
dan rumah sakit. Perusahaan farmasi tertentu memisahkan secara lebih
tegas program sarjana dan apoteker untuk farmasi komunitas dan klinis,
farmasi industri dan farmasi bahan alam sehingga hampir seluruh materi
yang diberikan telah mengacu kepada peminatan tersebut. Apabila mereka
memilih program studi farmasi klinik dan komunitas, materi yang
diberikan sudah spesifik, contohnya: farmakoterapi sistem saraf, sistem
renal, sistem kardiovaskuler, sistem hormon dan endokrin, sistem
pencernaan dan pernapasan, nutrisi, konseling dan lain sebagainya.
Kemudian mereka melanjutkan ke program profesi apoteker dengan materi
yang seluruhnya terkait farmasi klinik dan komunitas dan tidak ada materi
terkait industri atau bahan alam. Pada perguruan tinggi farmasi lain,
pemisahan baru terjadi pada tugas akhir. Proses pengendalian mutu
34. pelayanan farmasi pada umumnya belum berjalan rutin dan sebagian
masih melekat pada program rumah sakit. Umumnya survei kepuasan
pelanggan rumah sakit termasuk di instalasi farmasi rumah sakit
mencakup waktu tunggu, kenyamanan, keramahan dan kejelasan
informasi. Aspek ketepatan pemberian obat, kesalahan racik atau aspek
kesalahan medis masih sangat kurang Dalam aspek
pengelolaan/administrasi obat dan farmasi,apoteker telah mempunyai
pengetahuan yang baik dan mampu melakukan fungsi penyimpanan dan
distribusi obat serta pengendalian mutu obat, tetapi dalam pengetahuan
dan pelaksanaan farmasi klinis terutama mengenai konsep drug related
problem interaksi obat dan farmako-kinetika klinik, therapeutic drug
monitoring, total parenteral nutrition dan analisa data laboratorium serta
drug safety masih harus banyak ditingkatkan. Ada sedikit perbedaan
ekspektasi antara manajemen rumah sakit dan apoteker. Manajemen rumah
sakit berpendapat pelayanan obat ke pasien cepat dan baik adalah yang
utama, apabila hal tersebut telah berjalan baik, baru menjalankan program
farmasi klinis dan pelayanan informasi obat. Manajemen rumah sakit juga
berharap apoteker mempunyai pengetahuan manajemen rumah sakit dan
tidak hanya terfokus pada pekerjaan farmasi. Sementara, apoteker masih
fokus pada pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang seharusnya termasuk
pelayanan farmasi klinis dan tidak direpotkan oleh urusan administrasi
rumah sakit. Hasil wawancara mendalam dengan perguruan tinggi farmasi
menunjukkan beberapa materi telah sesuai dengan kebutuhan, khususnya
pada perguruan tinggi negeri yang terakreditasi A, program sarjana telah
35. terpisah untuk peminatan industri dan rumah sakit. Perusahaan farmasi
tertentu memisahkan secara lebih tegas program sarjana dan apoteker
untuk farmasi komunitas dan klinis, farmasi industri dan farmasi bahan
alam sehingga hampir seluruh materi yang diberikan telah mengacu
kepada peminatan tersebut. Apabila mereka memilih program studi
farmasi klinik dan komunitas, materi yang diberikan sudah spesifik,
contohnya: farmakoterapi sistem saraf, sistem renal, sistem
kardiovaskuler, sistem hormon dan endokrin, sistem pencernaan dan
pernapasan, nutrisi, konseling dan lain sebagainya. Kemudian mereka
melanjutkan ke program profesi apoteker dengan materi yang seluruhnya
terkait farmasi klinik dan komunitas dan tidak ada materi terkait industri
atau bahan alam. Pada perguruan tinggi farmasi lain, pemisahan baru
terjadi pada tugas akhir. Proses pengendalian mutu pelayanan farmasi pada
umumnya belum berjalan rutin dan sebagian masih melekat pada program
rumah sakit. Umumnya survei kepuasan pelanggan rumah sakit termasuk
di instalasi farmasi rumah sakit mencakup waktu tunggu, kenyamanan,
keramahan dan kejelasan informasi. Aspek ketepatan pemberian obat,
kesalahan racik atau aspek kesalahan medis masih sangat kurang
36. BAB IV
KESIMPULAN
Selain apotek dan rumah sakit, apoteker juga banyak tugas dan fungsinya
dipedagang besar farmasi, puskesmas, Badan Pengawasan Obat dan Makanan,
Departemen kesehatan baik pusat maupun daerah, industri obat, industri obat
tradisional, industri kosmetika dan di beberapa tempat lainnya.
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi,
memberikan konseling, membantu penderita mencegah dan mengendalikan
komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping
obat, menyesuaikan regimen dan dosis obat.
Tugas maupun apoteker merupakan salah satu kegiatan yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang apoteker masuk dalam kegiatan
upaya kesehatan, yang terdiri atas diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian
dan evaluasi kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi ( bahan baku
obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat kesehatan
rumah tangga ) sangat berguna bagi masyarakat.
37. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Fungsi apoteker di instalasi farmasi rumah sakit, Kepmenkes
RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004.
Anonim, 2009, Petunjuk teksnis jabatan fungsional apoteker dan angka
kredit, Kepmenkes RI No. 377/Menkes/PER/V/2009.
Anonim, 2010, Fungsi apoteker di industri farmasi, Kepmenkes RI No.
1199/Menkes/PER/XII/2010.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004. Puskesmas
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014. Rumah Sakit
Peraturan Pemerintah No. 51. Tahun 2009. Pekerjaan Kefarmasian.
Permenkes Republik indonesia Tahun 2014. Apoteker
Siregar dan Amalia, 2004, Penerbit buku kedokteran EGC .Farmasi Rumah
Sakit, Jakarta
Herman, handayani dan siahaan. (2013). Kajian Praktek Kefarmasian
Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit. Kesmas; Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasioanal. Vol. 7, No. 8.