Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi umur simpan crackers menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing dengan pendekatan Arrhenius;
(2) Metode ini mempercepat proses penurunan mutu dengan menyimpan produk pada suhu yang lebih tinggi;
(3) Hasilnya menunjukkan umur simpan crackers 179,92 hari pada suhu ruang dan 250,03 hari pada suhu supermarket.
1. PREDIKSI UMUR SIMPAN CRACKERS MENGGUNAKAN METODE
ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) DENGAN PENDEKATAN
ARRHENIUS.
Shelf Life Prediction of Crackers Using Accelerated Shelf Life Testing
(ASLT) Method by Arrhenius Equation Approach
Steffy Marcella Fransisca1
, Teti Estiasih2
1) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
*Pwenulis Koresponsdensi: email steffy.marcella@yahoo.com
ABSTRAK
Secara alamiah suatu produk pangan akan mengalami penurunan mutu seiring
dengan bertambahnya waktu sehingga akan ada batas waktu akhir dimana suatu produk
menjadi tidak dapat diterima (masa kadaluwarsa). Pencantuman informasi umur simpan
menjadi sangat penting bagi produsen, konsumen, dan distributor karena terkait dengan
keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk
sampai ke tangan konsumen. Oleh karena itu industri pangan, termasuk PT. Arnott’s
Indonesia wajib menentukan umur simpan yang tepat pada produknya. Penelitian ini
dilakukan dengan dua tahap, yaitu penentuan karakteristik mutu kritis crackers dan
penentuan umur simpan dengan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan
pendekatan Arrhenius. Evaluasi sensoris dengan uji scoring oleh 10 panelis terlatih
digunakan untuk mengetahui penerimaan konsumen dan waktu penolakan terhadap
produk crackers yang disimpan pada suhu kritis 50o
C. Penolakan panelis yang paling
tinggi didapatkan dari penurunan mutu intensitas aroma keseluruhan dan bau
menyimpang dari nilai 1 ke 3,9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai energi aktivasi
terkecil dihasilkan dari parameter nilai TBA adalah 11.253 kal/mol dimana laju reaksi
mengikuti orde nol dengan persamaan regresi linier y = -5.666+ 14,22. Hasil perhitungan
umur simpan crackers berdasarkan parameter nilai TBA pada penyimpanan suhu ruang
25o
C adalah 179,92 hari (6 bulan) dan pada suhu 20o
C (pasar swalayan) adalah 250,03
hari (8,3 bulan).
Kata kunci: crackers, umur simpan, Accelerated Shelf Life Testing (ASLT), Arrhenius
ABSTRACT
Naturally, food products will experience the decreasing of quality as the
increasing of storage time so there will be a time limit that the product is rejected
(expired date). Information and labeling about shelf life becomes very important for
manufactories, consumers, and distributors related on food safety and to provide quality
assurance until the product arrives at the consumers. In this research there are two
steps which consist of critical quality attribute selection and shelf life determination using
Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) method with Arrhenius approach. The score
testing of sensory evaluation was done by 10 trained panelists in order to collect
information of consumers acceptability and rejection time towards crackers that had
been kept in critical temperature (50o
C). The highest panelist rejection occurred on
aroma intensity parameter and off-odor as much as 1,0 to 3,9. The results showed that
TBA value provided the lowest activation energy which was 11.253 cal/mol whereas the
2. reaction rate followed zero ordo with the value of linier regression was obtained at y = -
5.666+ 14,22. The shelf life of crackers was 179,92 days (6 months) at 25o
C
temperature storage and 250,03 days (8,3 months) at 20o
C temperature (supermarket)
Keywords: crackers, shelf life, Accelerated Shelf Life Testing (ASLT), Arrhenius
PENDAHULUAN
Secara alamiah suatu produk pangan
akan mengalami penurunan mutu seiring
dengan bertambahnya waktu. Hal ini
menunjukkan bahwa akan ada batas waktu
akhir dimana suatu produk menjadi tidak
dapat diterima (masa kadaluwarsa) (Syarief
dan Halid, 1993). Pencantuman informasi
umur simpan menjadi sangat penting bagi
banyak pihak, baik produsen, konsumen,
dan distributor karena terkait dengan
keamanan produk pangan dan untuk
memberikan jaminan mutu pada saat
produk sampai ke tangan konsumen. Oleh
karena itu industri pangan, termasuk PT.
Arnott’s Indonesia wajib menentukan umur
simpan yang tepat pada suatu produk
pangan untuk memenuhi tuntutan
konsumen dan peraturan pemerintah, serta
bagian dari konsep pemasaran produk. PT.
Arnott’s Indonesia dikenal sebagai produsen
biskuit yang memiliki beragam jenis produk
seperti wafer stick, cookies, choco-coated
biscuit, baby biscuit, dipping stick, dan
crackers.
Crackers merupakan salah satu jenis
biskuit yang dibuat dari adonan tepung
terigu dengan kandungan protein 11,13%
melalui proses fermentasi maupun non
fermentasi dengan orientasi rasa asin,
renyah, dan memiliki penampang potongan
yang berlapis-lapis (Manley, 2000).
Crackers dengan jenis yang sama (rice
crackers) dengan umur simpan 8 bulan,
netto 90 g telah diekspor di beberapa
negara dan mendapat respon yang baik dari
konsumen. Oleh karena itu crackers ini juga
akan dipasarkan di Indonesia dengan
kemasan yang lebih rendah kualitasnya dan
netto yang berbeda (200 g) sehingga perlu
ditentukan ulang umur simpannya.
Komposisi kimia crackers dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia crackers produksi
PT. Arnott’s Indonesia
Komposisi Kimia Kadar (%)
Air < 2
Abu 3,3 ± 0,3
Lemak 12,1 ± 1,5
Protein 9,5 ± 1,9
Total karbohidrat 75,8 ± 7,6
Sumber: Fransisca (2012)
Pendugaan umur simpan crackers
dilakukan dengan metode ASLT. Metode
ASLT adalah metode pendugaan umur
simpan dengan mempercepat reaksi
penurunan mutu melalui cara
mengkondisikan produk makanan diatas
kondisi penyimpanan normal (Labuza,
2007). Dalam metode ASLT suhu berperan
sebagai parameter kunci penentu
kerusakan makanan, karena semakin tinggi
suhu, kerusakan makanan akan semakin
cepat. Hubungan antara suhu dengan
kecepatan penurunan mutu dapat dilihat
menggunakan persamaan Arrhenius.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Research and Development dan
laboratorium Quality Assurance PT. Arnott’s
Indonesia, Bekasi, Jawa Barat;
Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Biokimia dan Nutrisi, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang, Jawa Timur. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan
September 2012 dan bulan Desember 2012
sampai bulan Januari 2013.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk uji
penentuan umur simpan adalah sampel
crackers (rice crackers) tanpa fermentasi
dan tanpa laminasi lemak yang dikemas
menggunakan metallized PET masing-
masing 200 g. Sampel diperoleh dari PT.
Arnott’s Indonesia, Bekasi, Jawa Barat.
3. Bahan-bahan untuk analisis kimia meliputi
asam asetat glasial 90%, kloroform,
metanol, kalium iodida jenuh, larutan pati
1%, natrium tiosulfat 0,1 N, aquades, HCl 4
M, TBA (Thiobarbituric Acid), aquades,
asam klorida pekat, asam asetat, Na2S2O4.
Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu
neraca analitik “Mettler 2400”, penangas air
“Memmert”, termometer, erlenmeyer 250 ml,
buret “Duran”, stirer/shaker, pipet tetes,
pipet ukur 1mL, 5mL, 10mL, bola hisap,
beaker glass, labu distilasi “Duran”, waring
blender, tabung reaksi bertutup,
spektrofotometer “Spectro 20 D plus”, oven
listrik “Memmert”, spatula kaca, spatula
besi, cawan petri, desikator, penjepit cawan,
gelas arloji, kuvet, unit distilasi “Behr”, pH
meter “Ezodo”, gelas ukur, labu ukur, color
reader “Minolta CR-100”.
Tahap Penelitian
Tahapan penelitian crackers dilakukan
dengan dua tahapan yaitu:
Penentuan Karakteristik Mutu Awal dan
Mutu Kritis Crackers
Crackers dengan berat bersih 200 g
dikemas dengan metallized PET dan
disimpan pada suhu kritis 50o
C dan
dilakukan analisa awal sebelum masa
penyimpanan nilai TBA, kadar air, angka
peroksida, warna (L*, a*, b*), dan evaluasi
sensoris dengan uji scoring (kerenyahan,
penampakan (warna), intensitas flavor
keseluruhan, intensitas aroma keseluruhan,
bau menyimpang, dan rasa menyimpang).
Penentuan karakteristik mutu kritis
dilakukan dengan mengamati crackers
secara berkala setiap 5 hari sekali. Sampel
diambil pada kemasan yang berbeda setiap
kali dilakukan pengamatan mulai dari hari
ke-0 sampai ≥ 75% panelis menolak melalui
evaluasi sensoris yaitu kerenyahan,
penampakan (warna), intensitas flavor
keseluruhan, intensitas aroma keseluruhan,
bau menyimpang, dan rasa menyimpang
yang dilakukan dengan uji scoring oleh 10
panelis terlatih PT. Arnott’s Indonesia.
Dalam uji scoring digunakan skala 1-5 (1
merupakan mutu produk awal/standar, 2-5
menunjukkan tingkat penurunan mutu yang
semakin besar). Pada saat crackers ditolak,
dilakukan analisis nilai TBA, kadar air,
angka peroksida, warna (L*, a*, b*), dan
evaluasi sensoris (kerenyahan,
penampakan (warna), intensitas flavor
keseluruhan, intensitas aroma keseluruhan,
bau menyimpang, dan rasa menyimpang).
Penentuan Laju Penurunan Mutu
Crackers dengan berat bersih 200 g
dikemas dengan metallized PET disimpan
dalam inkubator pada setiap level suhu
30o
C, 40o
C, dan 50o
C. Pengamatan
dilakukan dengan dua kali ulangan dan
diamati secara berkala pada hari yang telah
ditentukan, dimana untuk suhu 30o
C
dilakukan pengamatan tiap 9 hari sekali
mulai hari ke-0 sampai hari ke-45, suhu
40o
C dilakukan pengamatan setiap 7 hari
sekali mulai hari ke-0 sampai hari ke-35,
dan suhu 50o
C dilakukan pengamatan
setiap 5 hari sekali mulai hari ke-0 sampai
hari ke-25 sehingga didapatkan 6 titik
pengamatan. Parameter yang dianalisis
yaitu nilai TBA, kadar air, angka peroksida,
warna (L*, a*, b*), serta evaluasi sensoris
(kerenyahan, penampakan (warna),
intensitas flavor keseluruhan, intensitas
aroma keseluruhan, bau menyimpang, dan
rasa menyimpang).
Perhitungan Umur Simpan Crackers
Data dari analisis setiap parameter
diplotkan terhadap waktu (hari) dan
didapatkan persamaan regresi liniernya
sehingga diperoleh tiga persamaaan untuk
tiga kondisi suhu penyimpanan produk y
=bx+a. Dimana y=nilai karakteristik
crackers, x=waktu penyimpanan (hari),
b=laju perubahan karakteristik (slope=laju
penurunan mutu=k), dan a = nilai
karakteristik awal crackers. Pemilihan orde
reaksi untuk suatu parameter dilakukan
dengan cara membandingkan koefisien
determinasi (R2
) tiap persamaan regresi
linier pada suhu yang sama). Orde reaksi
dengan nilai R2
yang lebih besar merupakan
orde reaksi yang digunakan oleh parameter
tersebut.
4. Nilai ln k dan 1/T (K-1
) yang
merupakan parameter Arrhenius
ditabulasikan, selanjutnya nilai ln k diplotkan
terhadap 1/T(K-1
) dan didapatkan nilai
intersep dan slope dari persamaan regresi
linier ln k = ln k0 – (Ea/R)(1/T) dimana ln k0 =
intersep, Ea/R = slope, Ea= energi aktivasi,
dan R = konstanta gas ideal (1,986 kal/mol).
Dari persamaan tersebut diperoleh
nilai konstanta k0 yang merupakan faktor
eksponensial dan nilai energi aktivasi (Ea)
reaksi perubahan karakteristik bumbu
balado kemudian ditentukan model
persamaan laju reaksi (k) perubahan
karakteristik bumbu balado siap pakai
dengan k = k0.e-E/RT
.
Penentuan parameter kunci dengan
melihat parameter yang mempunyai energi
aktivasi terendah. Umur simpan bumbu
balado siap pakai dihitung dengan
persamaan kinetika reaksi berdasarkan
orde reaksinya.
t = (A0-At)/k ..................... (Pers. Orde Nol)
t = ln (A0-At)/k................. (Pers. Orde Satu)
dengan :
t = umur simpan produk (hari)
A0 = nilai atribut mutu di awal (hari ke- 0)
At = nilai atribut mutu di akhir (hari ke- t)
k = konstanta penurunan mutu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Mutu Crackers
Penentuan mutu awal dan akhir
crackers (At) dilakukan dengan menyimpan
produk pada suhu 50o
C dan diamati secara
berkala setiap 5 hari sekali dengan
parameter yag elah disebutkan pada
metodologi penelitian oleh 10 orang panelis
terlatih PT. Arnott’s Indonesia sampai
minimal 75% panelis terlatih menolak
produk crackers. Karakteristik mutu produk
crackers awal penyimpanan dan akhir
penyimpanan pada suhu kritis dapat dilihat
pada Tabel 2.
Evaluasi Sensoris
Evaluasi sensoris crackers
menggunakan uji scoring. Produk crackers
ditolak pada hari ke–30 dimana 90% panelis
terlatih telah menyatakan bahwa produk
ditolak, terutama dari parameter bau
menyimpang dan intensitas aroma
keseluruhan. Nilai rata-rata setiap
karakteristik mutu yang dihasilkan melalui
uji scoring dapat dilihat pada Tabel 3.
Laju Penurunan Mutu Crackers
Laju reaksi ditunjukkan oleh massa
produk yang dihasilkan yang digunakan tiap
satuan waktu. Pada umumnya, laju reaksi
dapat ditunjukan dengan mengamati
konsentrasi reaktan dan hasil reaksi (Man
and Jones, 2000). Kinetika reaksi dasar
dihitung dari masing-masing produk yang
disimpan pada suhu 30o
C, 40o
C dan 50o
C
melalui analisis nilai TBA, kadar air, angka
peroksida, warna (L*, a*, b*), dan evaluasi
sensoris (kerenyahan, penampakan
(warna), intensitas flavor keseluruhan,
intensitas aroma keseluruhan, bau
menyimpang, dan rasa menyimpang.
Nilai Asam Thiobarbiturat (TBA)
Semakin lama penyimpanan, nilai
TBA crackers semakin meningkat.
Peningkatan nilai TBA selama penyimpanan
disebabkan karena terjadinya kerusakan
lemak yang menyebabkan timbulnya bau
dan rasa tengik akibat reaksi oksidasi
antara asam lemak tidak jenuh yang
terdapat dalam produk pangan dengan
udara (Winarno, 2004). Perubahan nilai
TBA selama penyimpanan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Rerata perubahan nilai TBA yang
disimpan pada tiga kondisi suhu
Rerata Nilai TBA (mg malonaldehid/kg
sampel)
Waktu
(hari)
30o
C
Waktu
(hari)
40o
C
Waktu
(hari)
50o
C
3 0,19 3 0,19 3 0,19
12 0,28 10 0,44 8 0,43
21 0,41 17 0,52 13 0,49
30 0,52 24 0,73 18 0,76
39 0,64 31 0,77 23 0,93
48 0,67 38 0,95 28 1,10
5. Tabel 2 Karakteristik mutu produk crackers awal penyimpanan dan akhir penyimpanan pada
suhu kritis 50o
C
No. Parameter
Rerata Nilai
Awal*
Rerata Nilai
Akhir**
1. Nilai TBA (mg malonaldehid/kg
sampel)
0,19 1,7
2. Kadar air (%) 0,88 0,55
3. Angka peroksida (mEq/ kg sampel) 1,46 24,70
4. Warna
L*
a*
b*
75,40
3,80
19,10
64,75
5,45
21,25
5. Evaluasi sensoris
Kerenyahan
Penampakan
Intensitas flavor keseluruhan
Intensitas aroma keseluruhan
Bau menyimpang
Rasa menyimpang
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
2,19
1,70
3,80
3,90
3,90
3,40
Keterangan:
*Nilai TBA dan warna dianalisis 3 hari setelah produksi (A3); kadar air, angka peroksida,
evaluasi sensoris dianalisis pada hari ke-0 (A0).
** Nilai TBA dan warna dianalisis pada hari ke-33; kadar air, angka peroksida, evaluasi
sensoris dianalisis pada hari ke-30
Tabel 3 Rerata nilai evaluasi sensoris crackers selama penyimpanan pada suhu kritis (50o
C)
hari ke-30
Hari
ke-
Parameter (skala 1-5)* %
Menerima
%
MenolakA B C D E F
0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 100 0
5 1,00 1,00 1,00 1,15 1,06 1,00 100 0
10 1,10 1,00 1,00 1,30 1,73 1,10 100 0
15 1,27 1,30 1,72 1,62 1,74 1,42 100 0
20 1,60 1,32 2,70 2,55 2,25 2,00 80 20
25 1,80 1,75 3,40 3,37 2,85 2,40 50 50
30 2,19 1,70 3,80 3,90 3,90 3,40 10 90
*Keterangan: A=Kerenyahan; B=Penampakan (warna), C=Intensitas flavor keseluruhan;
D=Intensitas aroma keseluruhan; E=Bau menyimpang; F=Rasa menyimpang
Pemilihan orde reaksi peningkatan
nilai TBA crackers dilakukan dengan cara
membandingkan koefisien determinasi (R2
)
tiap persamaan regresi linier pada suhu
yang sama dari reaksi orde nol dengan
reaksi orde satu (Tabel 5). Orde reaksi
dengan nilai koefisien determinasi paling
besar merupakan orde reaksi yang
digunakan.
Laju reaksi nilai TBA mengikuti orde
nol dimana laju reaksi nilai TBA konstan
(laju reaksi tidak bergantung pada
konsentrasi pereaksi). Hariyadi et al. (2006)
membenarkan bahwa pada produk pangan
6. kering, reaksi oksidasi lemak akan mengikuti
orde nol. Penentuan persamaan Arrhenius
pada Gambar 1 dilakukan dengan membuat
plot nilai ln k dan 1/T pada reaksi perubahan
nilai TBA crackers.
Tabel 5 Persamaan regresi linier untuk
parameter nilai TBA orde nol dan orde satu
pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan
Regresi Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0.0114x
+
0.1590
y =
0.0664x
- 1.6088
0,981
8
0,940
4
40
y =
0.0204x
+
0.1817
y =
0.0413x
- 1.4758
0,966
7
0,861
1
50
y =
0.0363x
+
0.0886
y =
0.0288x
- 1.6297
0,987
0
0,919
8
Gambar 1 Plot Arrhenius perubahan nilai
TBA crackers selama penyimpanan
Kadar Air
Semakin lama waktu penyimpanan,
terjadi penurunan kadar air pada crackers
(Tabel 6). Penurunan kadar air pada produk
crackers dapat disebabkan karena adanya
interaksi antara produk dengan
lingkungannya dimana terjadi proses
penguapan akibat perbedaan suhu produk
dengan suhu lingkungan. Proses ini
merupakan proses perpindahan uap air dari
produk ke lingkungan. Menurut Adawiyah
(2006), uap air akan berpindah dari
lingkungan ke produk atau sebaliknya
sampai tercapai kondisi kesetimbangan.
Perpindahan uap air ini terjadi sebagai
akibat perbedaan RH lingkungan dan
produk, dimana uap air akan berpindah dari
RH tinggi ke RH rendah.
Pemilihan orde reaksi penurunan
kadar air crackers dilakukan dengan cara
membandingkan koefisien determinasi (R2
)
tiap persamaan regresi linier (Tabel 7) pada
suhu yang sama dari reaksi orde nol dengan
reaksi orde satu. Orde reaksi dengan nilai
koefisien determinasi paling besar
merupakan orde reaksi yang digunakan.
Tabel 6 Rerata perubahan kadar air yang
disimpan pada tiga kondisi suhu
penyimpanan
Rerata Kadar Air (%)
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0
0,8
8
0
0,8
8
0 0,88
9
0,8
5
7
0,8
3
5 0,80
18
0,8
0
14
0,7
2
10 0,73
27
0,8
3
21
0,6
9
15 0,69
36
0,7
6
28
0,6
8
20 0,63
45
0,7
5
35
0,5
9
25 0,56
Tabel 7 Persamaan regresi linier untuk
parameter kadar air orde nol dan orde satu
pada crackers
Suhu
(°C)
Persamaan Regresi
Linier
R²
Orde Nol Orde Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y = -
0,0027x +
0,8729
y = -
0,0033x -
0,1347
0,8859 0,8860
40
y = -
0,0077x +
0,8665
y = -
0,0105x -
0,1366
0,9378 0,9406
50
y = -
0,0124x +
0,8717
y = -
0,0175x -
0,1256
0,9940 0,9912
y = -5.666x + 14,22
R² = 0,999
-5.00
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
0.0030 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
lnk
1/T
7. Kinetika penurunan kadar air crackers
yang terdapat pada Tabel 7 mengikuti
kinetika reaksi orde satu pada suhu 30o
C
sampai 50o
C. Hal ini menunjukkan bahwa
laju reaksi kadar air crackers berbanding
lurus dengan konsentrasi pereaksi.
Penentuan persamaan Arrhenius dilakukan
dengan membuat plot nilai ln k dan 1/T pada
reaksi perubahan kadar air crackers.
Gambar 2 Plot Arrhenius perubahan kadar
air crackers selama penyimpanan
Angka Peroksida
Semakin lama waktu penyimpanan,
terjadi peningkatan angka peroksida
crackers. Hal tersebut didukung oleh
Raharjo (2004) dimana kecepatan oksidasi
lemak akan bertambah dengan kenaikan
suhu dan akan berkurang dengan
penurunan suhu. Ketengikan bukan
dibentuk oleh peroksida, kenaikan angka
peroksida hanya sebagai indikator dan
peringatan bahwa minyak mulai akan bau
tengik (Ketaren, 2005).
Tabel 8 Rerata perubahan angka peroksida
yang disimpan pada tiga kondisi suhu
penyimpanan
Rerata Angka Peroksida (mEq/kg sampel)
Waktu
(hari)
30o
C
Waktu
(hari)
40o
C
Waktu
(hari)
50o
C
0 1,46 0 1,46 0 1,46
9 1,69 7 3,83 5 4,70
18 3,18 14 9,96 10 5,88
27 3,97 21 11,33 15 14,75
36 4,67 28 19,22 20 26,00
45 4,83 35 18,93 25 26,45
Pemilihan orde reaksi peningkatan
angka peroksida crackers dilakukan dengan
cara membandingkan koefisien determinasi
(R2
) tiap persamaan regresi linier pada suhu
yang sama dari reaksi orde nol dengan
reaksi orde satu. Orde reaksi dengan nilai
koefisien determinasi paling besar
merupakan orde reaksi yang digunakan.
Laju reaksi angka peroksida crackers yang
terdapat pada Tabel 9 mengikuti kinetika
reaksi orde nol pada suhu 30o
C dan 40o
C,
sedangkan pada suhu 50o
C mengikuti orde
satu. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu
30o
C dan 40o
C, laju reaksi angka peroksida
akan konstan (laju reaksi tidak tergantung
pada konsentrasi pereaksi) tetapi pada suhu
50o
C, laju reaksi angka peroksida akan
berbanding lurus dengan konsentrasi
pereaksi. Penentuan persamaan Arrhenius
dilakukan dengan membuat plot nilai ln k
dan 1/T pada reaksi perubahan angka
peroksida crackers (Gambar 3).
Tabel 9 Persamaan regresi linier untuk
parameter angka peroksida orde nol dan
orde satu pada crackers
y = -8194.x + 21.42
R² = 0.959
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
0.003050.003100.003150.003200.003250.003300.00335
lnk
1/T
Suh
u
(°C)
Persamaan
Regresi Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0842x
+ 1,4037
y =
0,0353x
+
0,3615
0,947
2
0,942
2
40
y =
0,5505x
+ 1,1564
y =
0,0891x
+
0,6334
0,949
4
0,932
3
50
y =
1,1300x -
0,9164
y =
0,1173x
+
0,6873
0,922
3
0,936
7
8. Gambar 3 Plot Arrhenius perubahan angka
peroksida crackers selama penyimpanan
Perubahan Warna (∆E)
Perubahan warna (∆E) semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya
suhu dan lama penyimpanan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama
penyimpanan, warna crackers akan semakin
gelap/kecoklatan karena terjadi degradasi
warna akibat oksidasi lemak (Akoh and Min,
2008). Selain itu menurut Ketaren (2005),
lemak yang bergabung dengan pigmen
dalam bahan pangan akan rusak akibat
reaksi oksidasi.
Tabel 10 Rerata perubahan warna yang
disimpan pada tiga kondisi suhu
penyimpanan
Rerata Perubahan Warna (ΔΕ)
Wakt
u
30o
C
Wakt
u
40o
C
Wakt
u
50o
C
(hari
)
(hari) (hari)
3 0,00 3 0,00 3 0,00
12 2,74 10 1,17 8 2,30
21 1,78 17 2,78 13 3,87
30 3,33 24 3,21 18 5,07
39 3,58 32 4,95 23 5,58
48 3,65 38 4,25 28 6,23
Pemilihan orde reaksi peningkatan
perubahan warna (∆E) crackers dilakukan
dengan cara membandingkan koefisien
determinasi (R2
) tiap persamaan regresi
linier pada suhu yang sama dari reaksi orde
nol dengan reaksi orde satu. Orde reaksi
dengan nilai koefisien determinasi paling
besar merupakan orde reaksi yang
digunakan. Tabel 11 menunjukkan bahwa
perubahan warna pada crackers pada suhu
30o
C sampai 50o
C mengikuti reaksi orde nol.
Hal ini menunjukkan bahwa reaksi
perubahan warna pada crackers mengikuti
kinetika linier. Penentuan persamaan
Arrhenius dilakukan dengan membuat plot
nilai ln k dan 1/T pada reaksi perubahan
warna (∆E) crackers (Gambar 4).
Tabel 11 Persamaan regresi linier untuk
parameter warna orde nol dan orde satu
pada crackers
Gambar 4 Plot Arrhenius perubahan warna
(ΔE) crackers selama penyimpanan
Nilai Kerenyahan
Semakin lama penyimpanan, semakin
meningkat rerata nilai kerenyahan crackers
pada uji skoring. Meningkatnya nilai
kerenyahan berarti semakin meningkat pula
penurunan kerenyahan crackers. Pada
parameter ini, sebagian besar panelis
y = -12763x + 39.82
R² = 0.946
-3
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
0.0030 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
lnk
1/T
y = -5990.x + 17.12
R² = 0.999
-3
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.00300 0.00310 0.00320 0.00330 0.00340
lnk
1/T
Suh
u
(°C)
Persamaan
Regresi Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0709x
+
0,7058
y =
0,0142x
+
0,6476
0,712
7
0,455
5
40
y =
0,1349x
+
0,0378
y =
0,0452x
+
0,0061
0,898
1
0,786
6
50
y =
0,2411x
+
0,1071
y =
0,0471x
+
0,6241
0,928
7
0,876
8
9. menyatakan bahwa crackers semakin keras.
Menurunnya tingkat kerenyahan crackers
berkaitan erat dengan adanya perubahan
kadar air dalam produk tersebut. Semakin
kerasnya crackers mengindikasikan bahwa
kandungan air yang terdapat dalam produk
tersebut telah mengalami penurunan.
Tabel 12 Rerata perubahan nilai
kerenyahan yang disimpan pada tiga kondisi
suhu penyimpanan
Rerata Nilai Kerenyahan
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0 1,00 0 1,00 0 1,00
9 1,05 7 1,10 5 1,00
18 1,11 14 1,15 10 1,10
27 1,23 21 1,44 15 1,27
36 1,37 28 1,60 20 1,60
45 1,49 35 2,00 25 2,19
Peningkatan nilai kerenyahan crackers
yang terdapat pada Tabel 13 mengikuti
kinetika reaksi orde satu dari suhu 30o
C
sampai dengan 50o
C. Hal ini menunjukkan
bahwa laju reaksi nilai kerenyahan
berbanding lurus dengan konsentrasi
pereaksi. Penentuan persamaan Arrhenius
dilakukan dengan membuat plot nilai ln k
dan 1/T pada reaksi perubahan nilai
kerenyahan crackers (Gambar 5).
Tabel 13 Persamaan regresi linier untuk
parameter nilai kerenyahan orde nol dan
orde satu pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan
Regresi Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0112x
+
0,9562
y =
0,0092x
- 0,0278
0,967
0
0,980
3
40
y =
0,0277x
+
0,8967
y =
0,0197x
- 0,0501
0,924
9
0,959
9
50
y =
0,0453x
+
0,7943
y =
0,0313x
- 0,1262
0,828
6
0,889
3
Gambar 5 Plot Arrhenius perubahan nilai
kerenyahan crackers selama penyimpanan
Nilai Penampakan (Warna)
Tabel 14 menunjukkan bahwa
semakin lama penyimpanan, semakin
meningkat rerata nilai penampakan (warna)
crackers. Panelis menyatakan bahwa pada
parameter ini, produk semakin gelap jika
dibandingkan dengan kontrol. Warna yang
semakin gelap dapat diartikan sebagai
menurunnya intensitas kecerahan crackers.
Hal itu disebabkan karena adanya
penurunan kadar air selama penyimpanan
dan terjadinya reaksi Maillard.
Tabel 14 Rerata perubahan nilai
penampakan (warna) yang disimpan pada
tiga kondisi suhu penyimpanan
Rerata Skor Penampakan (Warna)
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0 1,00 0 1,00 0 1,00
9 1,00 7 1,00 5 1,00
18 1,02 14 1,08 10 1,00
27 1,09 21 1,12 15 1,30
36 1,17 28 1,36 20 1,32
45 1,28 35 1,48 25 1,75
Perubahan nilai penampakan (warna)
pada crackers pada suhu 30o
C sampai 50o
C
mengikuti reaksi orde satu (Tabel 15). Hal
ini menunjukkan bahwa laju reaksi nilai
penampakan (warna) berbanding lurus
dengan konsentrasi pereaksi. Penentuan
persamaan Arrhenius dilakukan dengan
y = -6005.x + 15.17
R² = 0.985
-5
-4
-3
-2
-1
0
0.00300 0.00310 0.00320 0.00330 0.00340
lnk
1/T
10. membuat plot nilai ln k dan 1/T pada reaksi
nilai penampakan (warna) crackers (Gambar
6).
Tabel 15 Persamaan regresi linier untuk
parameter penampakan (warna) orde nol
dan orde satu pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan
Regresi Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0063x
+ 0,9519
y =
0,0056x
- 0,0416
0,881
5
0,895
3
40
y =
0,0144x
+ 0,9219
y =
0,0119x
- 0,0602
0,882
7
0,901
3
50
y =
0,0286x
+ 0,8705
y =
0,0222x
- 0,0948
0,811
1
0,840
8
Gambar 6 Plot Arrhenius perubahan nilai
penampakan (warna) crackers selama
penyimpanan
Nilai Intensitas Flavor Keseluruhan
Semakin lama penyimpanan, semakin
meningkat rerata nilai intensitas flavor
keseluruhan crackers, artinya mutu crackers
semakin menurun (Tabel 16). Flavor tengik
ini disebabkan oleh adanya reaksi
autooksidasi dan oksidasi asam lemak tidak
jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan
asam linolenat (Nawar, 1996). Flavor yang
tengik menyebabkan flavor khas dari
crackers mengalami penurunan dan tertutup
flavor yang tidak diinginkan.
Tabel 16 Rerata perubahan nilai intensitas
flavor keseluruhan yang disimpan pada tiga
kondisi suhu penyimpanan
Rerata Nilai Intensitas Flavor
Keseluruhan
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0 1,00 0 1,00 0 1,00
9 1,00 7 1,03 5 1,00
18 1,22 14 1,35 10 1,00
27 1,52 21 2,10 15 1,72
36 1,77 28 2,40 20 2,70
45 1,86 35 2,80 25 3,40
Peningkatan nilai intensitas flavor
keseluruhan crackers yang terdapat pada
Tabel 17 mengikuti kinetika reaksi orde satu
dari suhu 30o
C sampai dengan 50o
C. Hal ini
menunjukkan bahwa laju reaksi nilai
intensitas flavor keseluruhan berbanding
lurus dengan konsentrasi pereaksi.
Penentuan persamaan Arrhenius dilakukan
dengan membuat plot nilai ln k dan 1/T pada
reaksi nilai intensitas flavor keseluruhan
crackers (Gambar 7).
Tabel 17 Persamaan regresi linier untuk
parameter intensitas flavor keseluruhan orde
nol dan orde satu pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan Regresi
Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0234x
+ 0,8876
y =
0,0168x -
0,0655
0,952
4
0,954
4
40
y =
0,0566x
+ 0,7900
y =
0,0332x -
0,0844
0,951
9
0,952
1
50
y =
0,1018x
+ 0,5305
y =
0,0551x -
0,2287
0,856
5
0,879
8
Gambar 7 Plot Arrhenius perubahan nilai
nilai intensitas flavor keseluruhan crackers
selama penyimpanan
y = -6744.x + 17.08
R² = 0.998
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
0.003050.003100.003150.003200.003250.003300.00335
lnk
1/T
y = -6060.x + 15.89
R² = 0.992
-5.00
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
0.003050.003100.003150.003200.003250.003300.00335
lnk
1/T
11. Nilai Intensitas Aroma Keseluruhan
Tabel 18 menunjukkan bahwa
semakin lama penyimpanan, semakin
meningkat rerata nilai intensitas aroma
keseluruhan crackers. Meningkatnya nilai
intensitas aroma berarti meningkat pula
penurunan mutu (aroma) crackers.
Penurunan mutu tersebut terjadi karena
adanya senyawa volatil hasil oksidasi lemak
dalam produk crackers sehingga
menurunkan aroma khas crackers.
Tabel 18 Rerata perubahan nilai intensitas
aroma keseluruhan yang disimpan pada 3
kondisi suhu penyimpanan (30o
C, 40o
C,
50o
C)
Rerata Nilai Intensitas Aroma
Keseluruhan
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0 1,00 0 1,00 0 1,00
9 1,00 7 1,10 5 1,15
18 1,17 14 1,40 10 1,30
27 1,41 21 2,45 15 1,62
36 1,71 28 2,55 20 2,55
45 1,84 35 3,10 25 3,37
Peningkatan nilai intensitas aroma
keseluruhan crackers yang terdapat pada
Tabel 19 mengikuti kinetika reaksi orde nol
(laju reaksi tidak tergantung pada
konsentrasi pereaksi) pada suhu 30o
C,
sedangkan pada suhu 40o
C dan 50o
C
mengikuti orde satu (laju reaksi bergantung
pada konsentrasi pereaksi). Penentuan
persamaan Arrhenius dilakukan dengan
membuat plot nilai ln k dan 1/T pada reaksi
nilai intensitas aroma keseluruhan crackers
(Gambar 8).
Tabel 19 Persamaan regresi linier untuk
parameter intensitas aroma keseluruhan
orde nol dan orde satu pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan Regresi
Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0209x
+ 0,8857
y =
0,0168x -
0,0655
0,947
9
0,946
9
40 y = y = 0,936 0,940
0,0649x
+ 0,7976
0,0357x -
0,0583
0 4
50
y =
0,0935x
+ 0,6624
y =
0,0154x -
0,0716
0,876
8
0,957
2
Gambar 8 Plot Arrhenius perubahan nilai
intensitas aroma keseluruhan crackers
selama penyimpanan
Nilai Bau Menyimpang
Tabel 20 menunjukkan bahwa
semakin lama penyimpanan, semakin
meningkat rerata nilai bau menyimpang
crackers. Bau yang menonjol pada
pengamatan ini adalah timbulnya bau
tengik. Bau tengik disebabkan oleh adanya
senyawa volatil terutama aldehid dan keton
(Sudarmadji, 1989). Senyawa tersebut
merupakan hasil degradasi peroksida dan
hidroperoksida akibat oksidasi lemak dalam
produk.
Tabel 20 Rerata perubahan nilai bau
menyimpang yang disimpan pada tiga
kondisi suhu penyimpanan
Rerata Nilai Bau Menyimpang
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0 1,00 0 1,00 0 1,00
9 1,00 7 1,02 5 1,06
18 1,14 14 1,02 10 1,73
27 1,44 21 1,42 15 1,74
36 1,53 28 2,10 20 2,25
45 1,66 35 2,45 25 2,85
Peningkatan nilai bau menyimpang
crackers yang terdapat pada Tabel 21
mengikuti kinetika reaksi orde nol (laju
reaksi akan cenderung konstan dimana laju
reaksi tidak tergantung pada konsentrasi
y = -5748.x + 14.87
R² = 0.948
-5.00
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
0.003050.003100.003150.003200.003250.003300.00335
lnk
1/T
12. pereaksi) pada suhu 30o
C, sedangkan pada
suhu 40o
C dan 50o
C mengikuti orde satu
(laju reaksi nilai bau menyimpang
bergantung pada konsentrasi pereaksi).
Penentuan persamaan Arrhenius dilakukan
dengan membuat plot nilai ln k dan 1/T pada
reaksi nilai bau menyimpang crackers
(Gambar 9).
Tabel 21 Persamaan regresi linier untuk
parameter nilai bau menyimpang orde nol
dan orde satu pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan Regresi
Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0165x
+ 0,9243
y =
0,0128x -
0,0509
0,942
0
0,941
4
40
y =
0,0444x
+ 0,7238
y =
0,0285x -
0,1604
0,855
8
0,878
7
50
y =
0,0733x
+ 0,8552
y =
0,0429x -
0,0327
0,944
2
0,949
3
Gambar 9 Plot Arrhenius perubahan nilai
bau menyimpang crackers selama
penyimpanan
Nilai Rasa Menyimpang
Tabel 22 menunjukkan bahwa
semakin lama penyimpanan, semakin
meningkat rerata nilai rasa menyimpang
crackers. Rasa yang menyimpang
disebabkan karena pengaruh berbagai
penurunan parameter mutu seperti bau,
aroma, dan flavor sehingga berpengaruh
terhadap rasa crackers.
Tabel 22 Rerata perubahan nilai rasa
menyimpang yang disimpan pada tiga
kondisi suhu penyimpanan
Rerata Skor Rasa Menyimpang
Wakt
u
(hari)
30o
C
Wakt
u
(hari)
40o
C
Wakt
u
(hari)
50o
C
0 1,00 0 1,00 0 1,00
9 1,00 7 1,10 5 1,00
18 1,12 14 1,10 10 1,10
27 1,32 21 1,52 15 1,42
36 1,30 28 2,07 20 2,00
45 1,47 35 2,25 25 2,40
Perubahan nilai rasa menyimpang
pada crackers pada suhu 30o
C sampai 50o
C
mengikuti reaksi orde satu dimana laju
reaksi nilai rasa menyimpang pada crackers
berbanding lurus dengan konsentrasi
pereaksi (Tabel 23). Penentuan persamaan
Arrhenius dilakukan dengan membuat plot
nilai ln k dan 1/T pada reaksi nilai bau
menyimpang crackers (Gambar 10).
Tabel 23 Persamaan regresi linier untuk
parameter rasa menyimpang orde nol dan
orde satu pada crackers
Suh
u
(°C)
Persamaan Regresi
Linier
R²
Orde
Nol
Orde
Satu
Orde
Nol
Orde
Satu
30
y =
0,0110x
+ 0,9552
y =
0,0091x -
0,0325
0,925
7
0,928
5
40
y =
0,0391x
+ 0,8224
y =
0,0256x -
0,0902
0,899
5
0,919
7
50
y =
0,0590x
+ 0,7495
y =
0,0384x -
0,1437
0,881
8
0,916
1
Gambar 10 Plot Arrhenius perubahan nilai
rasa menyimpang crackers selama
penyimpanan
y = -5936x + 15,29
R² = 0,9726
-5
-4
-3
-2
-1
0
0.00300 0.00310 0.00320 0.00330 0.00340
lnk
1/T
y = -7075x + 18,74
R² = 0,9487
-5
-4
-3
-2
-1
0
0.00300 0.00310 0.00320 0.00330 0.00340
lnk
1/T
13. Perhitungan Umur Simpan Crackers
Menurut Kusnandar (2011), kriteria-
kriteria dalam pemilihan parameter mutu
untuk menentukan umur simpan suatu
produk, yaitu: 1). Parameter mutu yang
paling cepat mengalami penurunan selama
penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai
koefisien k mutlak atau nilai koefisien
korelasi (R2
) paling besar; 2). Parameter
mutu yang paling sensitif terhadap
perubahan suhu yang dilihat dari energi
aktivasi (Ea) yang paling rendah; 3). Bila
terdapat lebih dari satu parameter mutu
yang memenuhi kriteria, maka dipilih
parameter mutu yang memiliki umur simpan
lebih pendek. Berdasarkan ketentuan
tersebut, tingkat sensitivitas beberapa
parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel
24.
Tabel 24 menunjukkan bahwa
parameter yang memiliki energi aktivasi
paling rendah dan nilai R2
yang besar
adalah nilai TBA dengan energi aktivasi
11.253 kal/mol den R2
=0,9998. Oleh karena
itu, parameter utama dalam penentuan umur
simpan crackers diukur dengan parameter
nilai TBA.
Penentuan umur simpan crackers
dihitung menggunakan persamaan regresi
linier dari parameter yang memiliki energi
aktivasi yang paling rendah. Dari masing-
masing persamaan tersebut dapat diperoleh
nilai k yang dapat digunakan untuk
menghitung umur simpan crackers.
Tabel 24 Persamaan Arrhenius, nilai koefisien korelasi (R2
) dan nilai energi aktivasi tiap
parameter
No. Parameter Persamaan Arrhenius R2
Energi
Aktivasi
(kal/mol)
1. Nilai TBA
ln k = -5.666(1/T) +
14,22
0,9998 11.253
2. Kadar air
ln k = -8.194(1/T) +
21,43
0,9599 16.273
3. Angka peroksida
ln k = -12.763(1/T) +
39,82
0,9464 25.347
4. Perubahan warna
ln k = -5.990(1/T) +
17,13
0,9999 11.896
5.
Evaluasi sensoris
a. Kerenyahan
b. Penampakan
(warna)
c. Intensitas flavor
keseluruhan
d. Intensitas aroma
keseluruhan
e. Bau menyimpang
f. Rasa
menyimpang
ln k = -6.005(1/T) +
15,17
ln k = -6.744(1/T) +
17,08
ln k = -6.060(1/T) +
15,90
ln k = -5.748(1/T) +
14,87
ln k = -5.937(1/T) +
14,29
ln k = -7.076(1/T) +
18,75
0,9853
0,9987
0,9927
0,9484
0,9726
0,9487
11.925
13.393
12.035
11.416
11.789
14.051
Nilai k diperoleh dari ln k = ln k0 –
(Ea/R)(1/T) Ln k = Ln ko - EA/R (1/T),
dimana ln k0 = intersep, Ea/R = slope. Nilai k
yang diperoleh kemudian dimasukkan ke
dalam persamaan kinetika reaksi
berdasarkan orde reaksinya. Parameter nilai
TBA mengikuti kinetika reaksi orde nol,
sehingga persamaan umur simpannya yaitu
𝑨 𝒕 = 𝑨 𝟎 + 𝒌. 𝒕
Keterangan:
14. A0 = Nilai atribut mutu pada awal
penyimpanan
At = Nilai atribut mutu pada akhir
penyimpanan
k = konstanta kecepatan reaksi
t = waktu simpan (hari)
Hasil perhitungan umur simpan crackers
pada berbagai suhu penyimpanan dapat
dilihat pada Tabel 25. Semakin tinggi suhu
penyimpanan, maka umur simpan crackers
akan semakin pendek.
Tabel 25 Hasil perhitungan umur simpan
crackers di berbagai suhu dengan
parameter nilai thiobarbituric acid (TBA)
Suhu
Nilai k
Umur simpan
°C K Hari Bulan
20 293 0,00600 250,03 8,30
25 298 0,00828 179,57 6,00
30 303 0,01134 130,66 4,40
40 313 0,02060 70,54 2,40
50 323 0,03609 38,99 1,30
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju
kerusakan crackers akan semakin cepat
sehingga akan mempersingkat umur
simpannya. Pada suhu 50o
C laju kerusakan
crackers terjadi paling cepat sedangkan
pada suhu 30o
C laju kerusakannya paling
lambat.
Energi aktivasi untuk parameter nilai
TBA adalah 11.253 kal/mol, kadar air 16.273
kal/mol, angka peroksida 25.347 kal/mol,
perubahan warna 11.896 kal/mol,
kerenyahan 11.925 kal/mol, penampakan
(warna) 13.393 kal/mol, intensitas flavor
keseluruhan 12.035 kal/mol, intensitas
aroma keseluruhan 11.416 kal/mol, bau
menyimpang 11.789 kal/mol, rasa
menyimpang 14.051 kal/mol. Nilai energi
aktivasi terendah terdapat pada parameter
nilai TBA (parameter mutu kritis) yang
digunakan untuk menghitung umur simpan
crackers dengan persamaan Arrhenius y = -
5.666 + 14,22.
Hasil perhitungan umur simpan
crackers berdasarkan parameter nilai TBA
melalui pendekatan Arrhenius pada
penyimpanan suhu ruang 25o
C terbukti lebih
dari 5 bulan, yaitu 6 bulan atau 8,3 bulan
pada suhu 20o
C (pasar swalayan yang
menggunakan AC).
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu
Transisi Gelas, dan Mobilitas Air Serta
Pengaruhnya terhadap Stabilitas
Produk pada Model Pangan. Disertasi.
Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Akoh, C.C and D.B Min. 2008. Food Lipids:
Chemistry, Nutrition, and
Biotechnology. CRC Press. New York
Fransisca, S.M. 2012. Metode Penentuan
Umur Simpan Biskuit di PT. Arnott’s
Indonesia-Bekasi. Laporan Praktek
Kerja Lapang. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang
Haryadi Y, N. Wulandari, dan D. Indrasti.
2006. Penuntun Praktikum Teknologi
Penyimpanan Pangan. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan.
FakultasTeknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta
Labuza, T. P. 2007. Reaction Kinetics of
Food Deterioration. Department of
food science and nutrition. Dilihat 6
Oktober 2012.
<http://fscn.cfans.umn.edu/people/facu
lty/theodorelabuza/>
Man, D and A. Jones. 2000. Shelf Life
Evaluation of Food. Aspen Publiser,
Inc. Maryland
Manley, D. 2000. Technology of Biscuits,
Crackers, and Cookies 3rd
Edition.
Woodhead Publishing Limited.
Cambridge
Raharjo, S. 2004. Kerusakan Oksidatif pada
Makanan. Pusat Studi Pangan Dan
Gizi. UGM. Yogyakarta
15. Sudarmadji, 1989. Analisis Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarata
Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi
Penyimpanan Pangan. Penerbit
ARCAN. Jakarta
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta