Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Disusun Oleh Kelompok 3.pptx
1. Disusun Oleh Kelompok 3 :
-Ade Wahyudin
-Royhan
-Aminah
-Zahra Febrianti
Mata Kuliah Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Iti Septi S.Hi.,M.Sh.,P.Hd
NASKH
DAN
MANSUH
2. DEFINISI NASKH DAN MANSUKH
Nasikh menurut bahasa ialah hukum syara’ yang menghapuskan,
menghilangkan, atau memindahkan atau juga yang mengutip serta mengubah dan
mengganti.
Adapun makna Nasikh menurut para Ulama’
• Bermakna izalah atau menghilangkan
• Bermakna tabdil atau mengganti
• Bermakna tahwil atau memalingkan
• Bermakna menukil atau memindah dari satu tempat ke tempat lain
• Bermakna takhsis atau mengkhususkan
3. RUKUN NASKH
1. Nasakh adalah pernyataan yang menunujukkan adanya pembatalan
hukum yang telah ada.
2. Nasakh yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada.
Pada hakikatnya, Nasakh itu berasal dari Allah karena Dialah yang
membuat hukum dan Dia pula yang menghapusnya.
3. Mansukh yaitu hukum yang dibatalkan dihapuskan atau dipindahkan.
4. Mansukh ‘anh yaitu orang yang dibebani hukum.
4. Syarat-Syarat Nasakh
1. Yang dibatalkan adalah hukum syara’
2. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu
pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban
berpuasa tidak berarti di Nasakh setelah selesai melaksanakan
puasa tersebut.
4. Tuntutan yang mengandung Nasakh harus datang kemudian.
5. DASAR PENETAPAN NASAKH DAN MANSUKH
Manna Al Qaththan menetapkan tiga dasar untuk menegaskan
bahwa suatu ayat dikatakan naskh (menghapus) ayat lain mansukh
(dihapus), antara lain:
1. Melalui pentransmisian yang jelas (an-Naql as-Sharih) dari nabi atau
para sahabatnya, seperti hadis: “kuntu nahaitukum ‘anziyarat al-
qubur ala fazuruha” (Aku (dulu) melarang kalian ziarah kubur,
(sekarang) berziarahlah.
2. Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini naskh dan ayat itu
mansukh.
3. Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga
disebut naskh dan mana yang duluan turun, sehingga disebut
mansukh.
6. RUANG LINGKUP NASAKH
Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang
diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan
kalimat berita (khabar) yang bermakna amar (perintah) atau nahi
(larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan
akidah, yang berfokus kepada zat Allah, sifat-sifatnya, kitab-kitabnya,
rasul-rasulnya, dan hari kemudian, serta tidak berkaitan pula dengan
etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah.
7. PEMBAGIAN NASAKH
1. Nasakh al-qur’an dengan al-qur’an
Bagian ini disepakati kebolehannya oleh ulama’ dan telah
terjadi dalm pandangan mereka yang mengatakan adanya
naskh. Misalnya, ayat tentang iddah 4 bulan 10 hari.
8. 2. Nasakh al-qur’an dengan as-sunnah.
Naskh ini ada 2 macam :
•Naskh Al Qur’an dengan hadis ahad.
Jumhur berpendapat Qur’an tidak boleh dinaskh oleh hadis ahad sebab Qur’an adalah mutawatir dan
menunjukkan yakin, sedang hadis ahad zanni (bersifat dugaan). Disamping tidak sah pula menghapuskan
sesuatu yang ma’lum (jelas diketahui) dengan maznun (diduga).
•Naskh Qur’an dengan hadis mutawatir.
Naskh demikian diperbolehkan oleh imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad dalam satu riwayat sebab masing-
masing keduanya adalah wahyu. Namun dalam suatu riwayat lain, as Syafi’i, Ahli Zahir, dan Ahmad menolak
naskh seperti ini, berdasarkan firman Allah QS. Al Baqarah: 106
“Apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding
dengannya.”
9. 3. Naskh Sunnah dengan Al Qur’an.
• Ini dibolehkan oleh jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul
Maqdis yang ditetapkan dengan sunnah dan di dalam Al Qur’an tidak terdapat dalil
yang menunjukkannya.
4. Naskh Sunnah dengan Sunnah
• Dalam kategori ini terdapat 4 bentuk:
• Naskh mutawatir dengan mutawatir
• Naskh ahad dengan ahad
• Naskh ahad dengan mutawatir
• Naskh mutawatir dengan ahad
Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sedang dalam bentuk keempat terjadi
silang pendapat seperti halnya naskh Qur’an dengan hadis ahad, yang tidak
diperbolehkan oleh jumhur.
10. MACAM-MACAM NASKH DALAM AL QUR’AN
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al Qur’an
dibagi menjadi empat macam:
1. Naskh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang
terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang pada
QS. An Nahl: 65 yang mengharuskan satu muslim melawan sepuluh
kafir.
Ayat ini di-naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin
melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama.
11. 2. Naskh dzimmi, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling
bertentangan dan tidak dikompromikan. Serta keduanya turun untuk
sebuah masalah yang sama, keduanya diketahui waktu turunnya,
dan ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu.
Cotohnya, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-
orang yang akan mati, yag terdapat dalam QS. Al baqarah: 180.
Ayat ini menurut pendukung naskh di-naskh oleh hadis la washiyyah
li waris (tidak ada wasiat bagi ahli waris).
3. Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara
keseluruhan. Contohnya, ketentuan iddah empat bulan sepuluh hari
pada QS. Al Baqarah: 234 di naskh oleh ketentuan iddah satu tahun
pada ayat 240 dalam surat yang sama.
12. 4. Naskh juz’iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi
semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian
individu, atau menghapus hukum yang bersfat mutlaq dengan hukum
yang muqoyyad. Contohnya, hukum dera 80 kali bagi orang yang
menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An Nur ayat
4, dihapus oleh ketentuan li’an, yaitu bersumpah empat kali dengan
nama Allah jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam
surat yang sama
13. Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya,
mayoritas ulama membagi naskh tiga macam:
1. Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah)
sekaligus, yaitu bacaan dan tulisan ayatnya pun tidak ada lagi
termasuk hukum ajarannya telah terhapus dan diganti dengan hukum
yang baru. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan
dibaca dan diamalkan. Misalnya, penghapusan ayat tentang
keharaman kawin dengan saudara satu susuan karena sama-sama
menyusu kepada seorang ibu dengan 10 kali susuan dengan 5 kali
susuan saja.
14. 2. Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedang bacaannya tetap
ada. Yaitu tulisan dan bacaannya tetap ada dan boleh dibaca,
sedangkan isi hukumnya sudah dihapus atau tidak boleh diamalkan.
Misalnya, pada surat Al Baqarah ayat 240 tentang istri-istri yang
dicerai suaminya harus beriddah 1 tahun dan masih berhak
mendapat nafkah dan tempat tinggal selama iddah. Kemudian
dihapus ayat 234 surat Al Baqarah, sehingga keharusan iddah 1
tahun tidak berlaku lagi.
3. Penghapusan terhadap bacaanya saja, sedangkan hukumnya
tetap berlaku. Sebagaimaa hadits Umar bin Khattab dan Ubay bin
Ka’ab:
“Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah
keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah.....”
15. HIKMAH KEBERADAAN NASKH
1. Memelihara kepentingan hamba.
2. Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat
kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondidsi
umat manusia.
3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau
tidak.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh
ituu beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat
tambahan pahala. Dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia
mengandung kemudahan dan keringanan.
16. KLASIFIKASI SURAT AL QUR’AN KAITANNYA
DENGAN NASKH
1. Pertama, surat yang tidak terdapat naskh dan mansukh, yaitu 43
surat.
2. Kedua, surat yang mengandung nasikh mansukh, yaitu 25 surat.
3. Ketiga, surat yang mengandung mansukh saja, yaitu 40 surat.
4. Keempat, surat yang mengandung nasikh saja, yaitu 6 surat.
17. CONTOH-CONTOH NASKH
Firman Allah :
“Dan kepunyaan Allahlah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah
Allah ” (QS. Al Baqarah: 115)
Dinasakh oleh :
“maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.”(Al
Baqarah: 144)
18. Firman Allah :
“Diwajibkan atas kamu apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia menunggalkan
harta yang banyak, berwasiat untuk bapak ibu dan karib kerabatnya.....”(QS. Al Baqarah: 180)
Dikatakan, ayat ini mansukh oleh ayat tentang kewarisan dan oleh hadis ke: “Sesungguhnya Allah telah
memberikan pada setiap orang yang mempunyai hak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
19. Firman Allah :
“Dan wajib bagi mereka yang kuat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah......”(Al Baqarah:184)
Ayat ini dinaskh oleh :
“Maka barang siapa yang menyaksikan bulan ramadhan, hendaklah ia berpuasa....”(Al Baqarah:185)
20. NASKH DENGAN PENGGANTI DAN TANPA
PENGGANTI
1. Nasakh tanpa badal. Misalnya penghapusan keharusan bersedekah
sebelum menghadap Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam
firman Allah surah al-Mujadilah ayat 12. Ketentuan ini dinasakh
dengan firman-Nya surat al-Mujadilah ayat 13.
2. Nasakh dengan badal yang lebih ringan. Misalnya surah al-Baqarah
ayat 187. Ayat ini menasakh ayat 183 surah al-Baqarah. Karena
maksud ayat 183 ini adalah agar puasa kita sesuai dengan ketentuan
puasa orang-orang terdahulu; yaitu diharamkan makan, minum dan
becampur dengan istri apabila mereka mengerjakan shalat petang
atau telah tidur, sampai dengan malam berikutnya, sebagaimana
disebutkan oleh para ahli.
21. 3. Nasakh dengan badal yang sepadan. Misalnya penghapusan kiblat
shalat menghadap ke Baitul Maqdis dengan menghadap ke Ka'bah.
Sebagaimana disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 144.
4. Nasakh dengan badal yang lebih berat. Seperti penghapusan
hukuman penahanan di rumah (terhadap wanita yang berzina) dalam
ayat 15 surah an-Nisa' dengan hukuman cambuk dalam surah an-
Nuur ayat 2.
22. KESIMPULAN
Naskh ada dua perkara yakni nasikh dan mansukh. Nasikh adalah
perkara yang menghilangkan perkara lain, sedangkan Mansukh adalah perkara
yang dihilangkan oleh perkara lain dan diperbolehkan menaskhkan ayat Al-
qur’an dengan Al-qur’an, Al-qur’an dengan hadist, hadist dengan Al-qur’an dan
hadist dengan hadist. Dalam Naskh terdapat syarat dan rukun yang harus
dipenuhi. Banyak perbedaan pendapat dari para ulama’ mengenai nasikh
mansukh yang menimbulkan setuju tidaknya naskh diterapkan. Di sisi lain juga
banyak hikmah yang bisa kita ambil dari pengetahuan tentang naskh.
23. “anak kecil ketawa cekikikan
karena dia menonton ninja hatori
Terimakasih saya haturkan
Sudah sabar untuk menyimak materi”