SlideShare a Scribd company logo
1 of 66
Download to read offline
PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III
DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
MAULINA JUWITA
NIM : 050600141
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2009
Maulina Juwita
Perawatan Maloklusi Klas III Dengan Pesawat Twin Block
xi + 51 halaman
Maloklusi Klas III merupakan salah satu masalah ortodonti yang paling sukar
untuk dirawat. Pada maloklusi Klas III, dijumpai profil wajah pasien cekung. Hal ini
terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah
terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar yang menyebabkan posisi dagu
terlihat lebih menonjol.
Pesawat Twin Block merupakan salah satu alat ortodonti yang diciptakan
untuk memperbaiki maloklusi Klas III. Pesawat Twin Block berupa bite block
sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi
maloklusi lebih cepat, dengan cara meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined
plane terbalik yang menutupi gigi-geligi posterior. Perawatan dengan pesawat Twin
Block mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan pesawat fungsional lain,
yaitu nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Namun, pesawat Twin Block
cenderung meningkatkan vertikal dimensi serta hanya benar-benar efektif untuk
merawat pasien pada masa gigi bercampur.
Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block dapat memberikan
efek terhadap skletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama
Universitas Sumatera Utara
perawatan adalah terjadinya proklinasi insisivus atas, retroklinasi pada insisivus
bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan
sudut SNA serta penurunan sudut SNB. Efek terhadap muskular juga terlihat secara
signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama
beberapa bulan pertama perawatan Twin Block.
Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif untuk merawat maloklusi pseudo
Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah, serta kelainan pertumbuhan maksila
dan mandibulanya minimal.
Daftar Pustaka : 35 ( 1985 - 2008 )
Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN PADA
TANGGAL 05 SEPTEMBER 2009
OLEH :
Pembimbing
NIP. 19520622 198003 1 001
Prof. Nazruddin, drg., Ph.D
Mengetahui
Ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
NIP. 195402120 198102 2 001
Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Universitas Sumatera Utara
Skripsi Berjudul
PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III
DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
050600141
MAULINA JUWITA
Telah dipertahankan di depan tim penguji skripsi
Pada tanggal 05 September 2009
Dan telah memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Tim Penguji Skripsi
Ketua Penguji
NIP. 19520622 198003 1 001
Prof. Nazruddin, drg., Ph.D
Anggota Tim Penguji
Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort
NIP. 19481230 197802 2 002 NIP. 19580828 198803 1 002
Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort
Medan, 5 September 2009
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Ketua,
NIP. 195402120 198102 2 001
Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat
dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana
mestinya untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan penghormatan yang
teristimewa kepada Ibunda tercinta Hj. Nur Asma dan Ayahanda H. Abdullah B.R,
yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memberikan dukungan kepada penulis
dengan sepenuh hati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,
serta Abangnda Abdul Azis, SP., MM. dan Abdul Malik, ST. yang juga turut membantu
dan memberi semangat, doa dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis banyak mendapat pengarahan, bantuan,
bimbingan dan motivasi serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D, Sp.Pros (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., C.Ort, sebagai dosen pembimbing dan penguji
yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing,
membantu serta selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
3. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku Koordinator Skripsi Departemen
Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji.
4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort. sebagai dosen penguji.
5. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort, selaku Ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Gema Nazriyanti, drg. selaku dosen wali yang telah membimbing penulis
dalam menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya Mimi Marina Lubis, drg,
Kak Emi dan Bang Tulus.
8. Keluarga dan kerabat, Kak Siah, Kak Indah, Kak Dian, Tante Tatik, om
Nasrun, Mami, Waled, Mak Po, Kak Ucha, dr. Irzal H dan lain-lain, yang tak henti-
hentinya memberikan motivasi dan doa kepada penulis.
9. D’Zero ( Fantok, Lala, Uput, Lily, dan Beby ) dan Aya, yang selalu bersama
penulis dan selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani hari-hari di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
10. Teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis: Ulfa,
Meilysa, Dian P, Dina, Bang Khadafi, Linni, Ratna, Kak Trixy, Kak Nidya, Def,
Pipit, Ririn, Beby Dona, Opi, Kak Ade, Adi Praja, Nuni, Ivana 70, Reren, Andi, Fiza,
Indri dan teman-teman stambuk 2005 FKG USU yang tidak bisa disebutkan satu-
persatu.
Universitas Sumatera Utara
10. Kepada sahabat penulis sejak kecil hingga kini: Ika Hijriani dan An Nissa
yang senatiasa selalu mendukung penulis dalam doa dan motivasi walau terbentang
jarak yang jauh.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna bagi fakultas,
pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 05 September 2009
Penulis,
NIM: 050600141
( Maulina Juwita )
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI..........................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................ 4
1.5 Ruang Lingkup..................................................................... 4
BAB 2 MALOKLUSI KLAS III
2.1 Pengertian ............................................................................ 5
2.2 Etiologi................................................................................. 7
2.2.1 Faktor Dental...................................................................... 7
2.2.2 Faktor Skeletal.................................................................... 8
2.2.3 Faktor Muskular ................................................................. 10
BAB 3 PESAWAT TWIN BLOCK KLAS III
3.1 Pengertian............................................................................. 12
3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III...................................... 13
3.2.1 Komponen Ekspansi............................................................... 15
3.2.2 Labial Bow.......................................................... ................. 16
3.2.3 Retensi Pesawat...................................................................... 16
3.2.4 Occlusal Inclined Plane...................................................... 17
3.2.5 Komponen Tambahan........................................................... 19
3.2.5.1 Skrup Advancement ........................................................ 19
Universitas Sumatera Utara
3.2.5.2 Kekuatan Magnetik......................................................... 19
3.2.5.3 Face Mask dengan Tarikan Terbalik ............................... 21
3.2.5.4 Lip Pads ......................................................................... 22
3.2.5.5 Incisal Capping................................................................ 22
3.3 Indikasi dan Kontraindikasi .................................................. 23
3.3.1 Indikasi............................................................................... 23
3.3.2 Kontraindikasi .................................................................... 24
3.4 Keuntungan dan Kerugian .................................................... 24
3.4.1 Keuntungan ........................................................................ 25
3.4.2 Kerugian............................................................................. 27
3.5 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan................................ 28
3.5.1 Fase Aktif........................................................................... 28
3.5.2 Fase Pendukung.................................................................. 31
3.5.3 Fase Pendukung.................................................................. 33
BAB 4 EFEK PERAWATAN TWIN BLOCK KLAS III
4.1 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Skeletal... ............. 34
4.2 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Dental .................. 37
4.3 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Pseudo Klas III ................. 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 46
5.2 Saran .................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 48
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Variasi pada profil maloklusi Klas III........................................... 2
2 Profil wajah, dental dan skeletal pada maloklusi Klas III.............. 6
3 Desain Twin Block Klas III........................................................... 14
4 Skrup ekspansi tiga arah pada Twin Block Klas III rahang atas..... 16
5 Klamer Delta................................................................................ 17
6 Kontak oklusal hanya pada inclined plane.................................... 18
7 Skrup advancement diletakkan pada block rahang atas ................. 19
8 Twin Block magnetik pada maloklusi Klas III............................... 20
9 Penggunaan Face Mask sebagai kekuatan tambahan pada Twin
Block Klas III di malam hari........................................................... 21
10 Lip pads harus tidak boleh berkontak dengan gingiva.
Mekanisme kerjanya sama saja seperti pada Frankel’s III............. 22
11 A. Incisal capping pada Twin Block rahang bawah
B. Demineralisasi dan karies yang tejadi pada insisal rahang ba-
wah setelah perawatan.................................................................... 23
12 Rentetan proses grinding pada perawatan deep bite dengan pesawat
Twin Block................................................................................................ 30
13 Perubahan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah perawatan
Twin Block Klas III .................................................................... 31
14 Fase pendukung dengan anterior inclined plane............................ 32
15 Oklusi sebelum perawatan.............................................................. 34
16 A. Lengkung rahang atas sebelum perawatan
B. Oklusi setelah perawatan
C. Lengkung rahang atas setelah perawatan.................................. 35
Universitas Sumatera Utara
17 A,B Oklusi saat follow up............................................................. 36
18 Gambaran sefalometri .................................................................. 36
19 Perubahan profil pasien saat umur 8 tahun 2 bulan (sebelum
perawatan), 10 tahun 1 bulan (setelah perawatan), dan 11 tahun
4 bulan (setelah masa retensi).......................................................... 37
20 A-B Gambaran oklusi sebelum perawatan.................................... 38
21 A. Oklusi setelah 8 bulan perawatan
B. Oklusi 6 tahun kemudian saat follow up (umur 14 tahun
3 bulan)................................................................................... 38
22 A. Sefalometri sebelum perawatan.
B. Sefalometri setelah 5 bulan perawatan.
C. Sefalometri saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).................. 39
23 Perubahan profil wajah sebelum, setelah perawatan,
dan saat 6 tahun kemudian............................................................... 39
24 Foto sebelum perawatan menunjukkan terjadinya atrisi yang berat
pada gigi-geligi maksila................................................................... 41
25 A. Pergeseran fungsional mandibula.
B. Pesawat Twin Block Klas III terlihat secara intaroral..................... 42
26 Perubahan profil wajah pasien......................................................... 43
27 Oklusi setelah dua tahun (follow up)............................................... 43
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi Klas III skeletal........... 37
2 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi Klas III dental.............. 40
3 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi pseudo Klas III............ 44
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2009
Maulina Juwita
Perawatan Maloklusi Klas III Dengan Pesawat Twin Block
xi + 51 halaman
Maloklusi Klas III merupakan salah satu masalah ortodonti yang paling sukar
untuk dirawat. Pada maloklusi Klas III, dijumpai profil wajah pasien cekung. Hal ini
terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah
terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar yang menyebabkan posisi dagu
terlihat lebih menonjol.
Pesawat Twin Block merupakan salah satu alat ortodonti yang diciptakan
untuk memperbaiki maloklusi Klas III. Pesawat Twin Block berupa bite block
sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi
maloklusi lebih cepat, dengan cara meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined
plane terbalik yang menutupi gigi-geligi posterior. Perawatan dengan pesawat Twin
Block mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan pesawat fungsional lain,
yaitu nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Namun, pesawat Twin Block
cenderung meningkatkan vertikal dimensi serta hanya benar-benar efektif untuk
merawat pasien pada masa gigi bercampur.
Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block dapat memberikan
efek terhadap skletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama
Universitas Sumatera Utara
perawatan adalah terjadinya proklinasi insisivus atas, retroklinasi pada insisivus
bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan
sudut SNA serta penurunan sudut SNB. Efek terhadap muskular juga terlihat secara
signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama
beberapa bulan pertama perawatan Twin Block.
Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif untuk merawat maloklusi pseudo
Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah, serta kelainan pertumbuhan maksila
dan mandibulanya minimal.
Daftar Pustaka : 35 ( 1985 - 2008 )
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar
yang diterima sebagai bentuk normal. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak ada
keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan jaringan dentofasial. Keseimbangan
dentofasial disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan, pertumbuhan, perkembangan,
etnik, fungsionil, dan patologi yang saling mempengaruhi.1
Prevalensi maloklusi Klas III bervariasi diantara berbagai etnik suku bangsa. Pada
kawasan Asia, kasus maloklusi Klas III karena kurang berkembangnya maksila mengalami
frekuensi yang lebih tinggi dibanding etnik bangsa lain. Insiden ini terjadi antara 4%
sampai 5% pada masyarakat Jepang, dan 4% sampai 14% pada masyarakat China.2,3,4,5
Prevalensi maloklusi pada anak umur 9 sampai 15 tahun di China mencapai 2,3% untuk
pseudo Klas III dan 1,7% untuk maloklusi Klas III sejati.3
Dengan demikian, perawatan
maloklusi Klas III mempunyai masalah-masalah yang signifikan dalam perawatan secara
ortodontik dan ortopedik pada beberapa negara sepertiJepang, China, Korea dan Indonesia.
Pada maloklusi Klas III Angle dijumpai profil wajah pasien dari samping
terlihat cekung atau konkaf. Hal ini terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III
memiliki kombinasi masalah terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar.
6,7
3,5,8,9
Kombinasi ini menyebabkan variasi diantara maloklusi Klas III, antara lain dapat
terjadi lengkung maksila normal dan mandibulanya prognasi, maksila retrusi dan
mandibulanya normal, maksila dan mandibulanya normal, atau maksila retrognasi dan
Universitas Sumatera Utara
mandibulanya prognasi.3,8
Pada kasus maloklusi Klas III dapat terjadi gangguan
fungsi dan estetis yang disebabkan oleh beberapa kelainan seperti otot dagu yang
tebal, mandibula lebih besar dari maksila, maksila kurang berkembang, gigitan
terbalik anterior, hubungan edge to edge, atau gigitan bersilang.1
Gambar 1. Variasi pada profil maloklusi Klas III: 3,5,36
A. Lengkung maksila normal dan mandibulanya prognasi
B. Maksila retrusi dan mandibulanya normal
C. Maksila dan mandibulanya normal
D. maksila retrognasi dan mandibulanya prognasi
Perawatan maloklusi Klas III adalah salah satu perawatan yang paling sukar
ditangani, baik secara ortodontik maupun ortopedik.7,10
Kunci utama perawatan
maloklusi Klas III skeletal dengan pertumbuhan mandibula yang berlebihan adalah
menghambat atau mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula yang salah dan
mengembalikan posisi mandibula ke posterior serta mendukung pertumbuhan normal
maksila.11,12
Perawatan pada maloklusi Klas III sebaiknya dilakukan pada masa gigi
bercampur karena pada waktu ini anak sedang dalam masa pertumbuhan aktif, sehingga
potensi pertumbuhan wajah dan perkembangan gigi-geligi dapat dimanfaatkan untuk
koreksi kraniodentofasial.10,13,14
Universitas Sumatera Utara
Pesawat fungsional merupakan salah satu perawatan ortodonti paling efektif
dalam mengoreksi maloklusi Klas III.2
Kelainan posisi rahang yang terjadi dalam masa
pertumbuhan akan lebih cepat terkoreksi dengan pesawat fungsional. Hal ini karena
prinsip kerja pesawat fungsional sesuai dengan sifat adaptive response dari tulang
yang mempengaruhi perubahan profil jaringan lunak wajah terutama disekitar bibir,
hidung dan dagu.13,15
Konsep pesawat fungsional didesain sebagai pesawat lepas
dengan tujuan memperoleh perkembangan yang harmonis dari struktur dentofasial,
dengan menghilangkan faktor-faktor myofungsional dan faktor oklusal yang kurang
baik serta memperbaiki lingkungan fungsional dari gigi-geligi yang sedang
berkembang dengan cara mengubah posisi gigi-geligi dan jaringan pendukungnya.
Dengan demikian, kondisi fungsional yang baru menjadi lebih baik untuk mendukung
posisi baru yang lebih seimbang dari kondisi awal.16
Twin Block adalah salah satu pesawat fungsional yang dapat memperbaiki
maloklusi. Pesawat Twin Block merupakan bite block sederhana yang didesain untuk
dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi maloklusi dengan cepat dengan
meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined plane yang menutupi gigi-geligi
posterior.10,16,17,18
Pengembangan pesawat Twin Block untuk perawatan maloklusi bertujuan
untuk mendapatkan suatu teknik yang dapat memaksimalkan respon pertumbuhan ke
fungsional protrusi mandibula dengan menggunakan pesawat sederhana dan
menyenangkan untuk dipakai serta secara estetis dapat diterima oleh pasien.10,16,17
Perawatan maloklusi Klas III dilakukan dengan mengubah posisi occlusal inclined
plane menjadi berlawanan terhadap bentuk occlusal inclined plane pada perawatan
Universitas Sumatera Utara
maloklusi Klas II. Hal ini bertujuan untuk memberikan gaya ke depan pada maksila
serta gaya ke bawah dan ke distal pada regio molar mandibula.10,16
Berdasarkan alasan di atas, penulis ingin mengangkat permasalahan maloklusi
Klas III dan perawatannya dengan pesawat Twin Block menjadi sebuah tulisan skripsi
karena akan sangat bermanfaat sebagai pertimbangan bagi dokter gigi dalam
melakukan perawatan yang efektif dan efisien untuk maloklusi Klas III.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mekanisme kerja dan efek perawatan maloklusi Klas III dengan
pesawat Twin Block ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui mekanisme
kerja dan efek pemakaian Twin Block pada perawatan maloklusi Klas III.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan keilmuan
di bidang ortodonsia, khususnya mengenai mekanisme kerja dan efek perawatan
maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block, sehingga diharapkan dapat menjadi
pertimbangan bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang efektif dan efisien
apabila dijumpai kasus yang sama.
1.5 Ruang Lingkup
Pada tulisan ini akan diuraikan tentang maloklusi Klas III, Twin Block,
mekanisme kerja dan efek pemakaian Twin Block.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
MALOKLUSI KLAS III
2.1 Pengertian
Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan
hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi
apabila tonjol mesio bukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan groove
bukal dari molar pertama permanen bawah.5,30
Maloklusi Klas III ditandai dengan
groove bukal molar pertama permanen mandibula berada di sebelah anterior dari
tonjol mesio bukal molar pertama permanen maksila sebagai hubungan yang mesio-
oklusi.15
Jika mandibula sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke depan dalam
hubungannya dengan maksila, maka sudah dapat digolongkan sebagai maloklusi Klas
III Angle.16
Tweed membagi maloklusi Klas III dalam 2 kategori. Pertama, pseudo Klas
III dengan mandibula normal dan maksila yang kurang berkembang. Kedua,
maloklusi Klas III sejati (true Class III) dengan ukuran mandibula yang besar. Cara
untuk membedakan keduanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan pola penutupan
mandibula pada relasi sentrik normal dan habitual. Pada Pseudo Klas III, saat relasi
sentrik diperoleh overjet yang normal atau posisi insisivus yang edge to edge.
Maloklusi pseudo Klas III dapat ditandai dengan terjadinya gigitan terbalik habitual
dari seluruh gigi anterior, tanpa kelainan skeletal, dan dihasilkan dari pergeseran
fungsional mandibula saat menutup. Hal tersebut menjadi kunci dalam diagnosa
untuk membedakan antara pseudo dan true pada maloklusi Klas III.11
Universitas Sumatera Utara
Pada maloklusi Klas III biasanya dijumpai gambaran klinis berupa:7
a. Pasien mempunyai hubungan molar Klas III.
b. Gigi insisivus dalam hubungan edge to edge atau dapat juga terjadi crossbite
anterior.
c. Maksila biasanya sempit dan pendek sementara mandibula lebar, sehingga
dapat terjadi crossbite posterior.
d. Gigi-geligi pada maksila sering berjejal sedangkan gigi-geligi pada
mandibula sering diastema.
e. Profil wajah pasien cekung karena dagu yang lebih menonjol.
f. Pertumbuhan vertikal yang berlebihan akan meningkatkan ruang intermaksiler
sehingga dapat terjadi anterior open bite. Pada beberapa pasien dapat juga terjadi deep
overbite.
g. Pada maloklusi pseudo Klas III ditandai dengan oklusi yang prematur akibat
kebiasaan menempatkan mandibula ke depan.
Gambar 2. Profil wajah, dental dan skeletal pada maloklusi Klas III.35
Universitas Sumatera Utara
2.2 Etiologi
Moyers membagi maloklusi Klas III berdasarkan faktor etiologi, yaitu: skeletal,
dental, dan muskular.3
Beberapa faktor yang berhubungan dengan maloklusi Klas III
akan diuraikan sebagai berikut:
2.2.1 Faktor Dental
Pada maloklusi Klas III, hubungan dentoalveolar tidak menunjukkan kelainan
sagital-skeletal yang jelas. Sudut ANB tidak melebihi ukuran yang normal. Masalah
utama biasanya karena insisivus maksila miring (tipping) ke lingual dan insisivus
mandibula miring ke labial.3
Gigi-geligi mandibula biasanya tidak berjejal karena
umumnya mandibula berukuran lebih besar dari maksila, sehingga gigi-geligi
cenderung tersusun lebih jarang (spacing) dibandingkan dengan gigi-geligi maksila
yang cenderung berjejal.26,31
Pada mandibula dijumpai hubungan insisivus Klas III seperti insisal edge yang
terletak di depan lereng singulum insisivus maksila. Hal tersebut bertentangan dengan
prinsip oklusi yang ideal seperti pada Klas I Angle.26
Overbite sangat bervariasi antara satu kasus dengan kasus yang lain.
Overbite dipengaruhi oleh tinggi ruang intermaksilaris di bagian anterior.
Apabila ruang intermaksilaris anterior besar, maka akan terjadi open bite
anterior. Sebaliknya jika ruang intermaksilaris kecil, maka akan dijumpai
overbite yang dalam.26
Gigitan silang (crossbite) juga sering terjadi pada maloklusi Klas III
khususnya pada segmen bukal. Gigitan silang dapat terjadi baik secara unilateral
maupun bilateral. Gigitan silang unilateral biasanya berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
pergeseran lateral mandibula untuk mendapat interkuspal maksimal. Gigitan
silang dapat disebabkan karena maksila lebih sempit daripada mandibula atau
karena terdapat hubungan oklusi Klas III. 26
2.2.2 Faktor Skeletal
Berdasarkan dari faktor skeletal, penyebab terjadinya maloklusi Klas III
biasanya karena terdapat pertumbuhan abnormal yang dilihat dari segi ukuran, bentuk
atau karena terdapat prognasi tulang kraniofasial. Apabila bagian tulang wajah
tumbuh tidak normal karena terlambat, terlalu cepat atau karena tidak seimbang,
maka bentuk penyimpangan ini dapat menyebabkan masalah ortodonti. Penyebab lain
dari maloklusi Klas III adalah pertumbuhan mandibula yang berlebihan. Hal ini
tercermin pada kasus prognasi mandibula atau maloklusi Klas III skeletal yang
hingga kini diakui sebagai salah satu kelainan fasial yang paling nyata.4
Pada pasien Klas III skeletal biasanya sudut ANB negatif dengan sudut SNA
yang lebih kecil dari normal. Namun, dapat pula terjadi karena sudut SNB yang
lebih besar dari normal.3
Maloklusi Klas III skeletal jarang disebabkan oleh satu
faktor kelainan saja. Biasanya keadaan tersebut berhubungan dengan kombinasi
beberapa faktor seperti ukuran dan posisi mandibula, maksila, tulang alveolar,
dasar kranial, dan pertumbuhan vertikal yang walaupun masing-masing masih
dalam batas normal, namun dapat bergabung membentuk pola skeletal Klas
III.3,8,25,26
Ada tiga aspek penting bentuk skeletal yang mempengaruhi hubungan oklusi:
a. Hubungan skeletal antero-posterior
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar maloklusi Klas III berhubungan dengan pola skeletal Klas III.
Meskipun demikian, maloklusi Klas III juga dapat berhubungan dengan pola skeletal
Klas I. Pada keadaan tersebut, inklinasi gigi-geligi atau letak dasar skeletal sangat
berpengaruh dalam membentuk malrelasi antero-posterior.26
Penyimpangan skeletal secara antero-posterior umumnya berpengaruh terhadap
hubungan oklusal Klas III dan overjet yang terbalik. Pada beberapa kasus,
penyimpangan skeletal ini berhubungan dengan gigitan yang terbalik pada gigi-geligi
bukal.31
Analisa sefalometri dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antero-
posterior dari maksila dan mandibula.3
c. Lebar relatif dari rahang atas dan bawah
Crossbite unilateral maupun bilateral bisa disebabkan karena ada penyimpangan
pada lebar rahang. Crossbite bilateral biasanya disebabkan oleh sempitnya tulang
basal atau karena terdapat hubungan skeletal Klas III yang simetris dengan lintasan
sentral dari penutupan mandibula. Sedangkan pada crossbite unilateral, ciri asimetris
biasanya berhubungan dengan penyimpangan lateral pada lintasan penutupan
mandibula.31
d. Dimensi vertikal dari wajah
Tinggi wajah bagian bawah dibentuk dari tinggi rahang dan gigi-geligi. Tinggi
wajah juga dipengaruhi oleh sudut gonial mandibula. Sudut gonial yang besar
cenderung menimbulkan wajah yang panjang, sedangkan sudut gonial yang kecil
cenderung menghasilkan wajah yang pendek pada dimensi vertikal. Keadaan ini
tercermin pada hubungan oklusi karena terdapat variasi pada overbite insisal. Wajah
Universitas Sumatera Utara
pendek cenderung memiliki overbite yang dalam, sedangkan wajah yang panjang
cenderung membentuk gigitan terbuka anterior.31
2.2.3 Faktor Muskular
Faktor muskular pada maloklusi Klas III menimbulkan masalah yang
bervariasi, seperti pada bentuk dan fungsi bibir akan sedikit berpengaruh terhadap
oklusi. Kecenderungan bagi insisivus mandibula untuk lebih retroklinasi diduga
karena ada hubungan antara fungsi bibir bawah dengan penyimpangan-
penyimpangan skeletal yang ada.31
Apabila tinggi intermaksilaris anterior besar, maka
fungsi bibir sering kurang sempurna. Pada kasus seperti ini sering terjadi openbite anterior
yang bersifat skeletal dan terjadi variasi adaptasi dari cara menelan yang ditandai dengan
letak lidah lebih anterior dari celah antara gigi-geligi seri.26
Lidah yang melekat pada tepi bagian dalam mandibula, biasanya sesuai
dengan ukuran lengkung gigi mandibula. Jika lengkung maksila lebih kecil daripada
lengkung mandibula, ukuran lidah dan fungsinya akan berpengaruh hingga terbentuk
gigitan terbuka anterior.31
Tujuan utama dilakukan perawatan adalah untuk mendapatkan hubungan serta
adaptasi jaringan lunak, bukan semata-mata untuk mendapatkan oklusi yang ideal.
Kesinambungan jaringan lunak pada dua proporsi yang seimbang antara kulit wajah
dengan gigi-geligi yang berhubungan terhadap bibir dan wajah adalah faktor utama
yang menentukan penampilan wajah seseorang. Oleh karena itu, adaptasi jaringan
lunak terhadap posisi gigi akan menentukan apakah hasil perawatan ortodonti akan
stabil atau tidak.18
Universitas Sumatera Utara
Ketepatan dalam mendiagnosis maloklusi Klas III menjadi hal yang sangat penting
dalam upaya mencapai keberhasilan perawatan.15
Hal tersebut penting karena untuk
memilih perawatan yang paling tepat tergantung dari tingkat maloklusi mana yang dapat
dihubungkan dengan masalah dento-alveolar atau skeletal yang terjadi.32
Penanganan masalah ortodontik meliputi identifikasi dari kemungkinan faktor
etiologinya serta melakukan usaha untuk menghilangkan keadaan yang sama dari
sebelumnya. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang usaha preventif dan
interseptif yang memungkinkan maloklusi dapat dicegah atau dihindari dengan cara
menghilangkan masalah utamanya sedini mungkin.7,9
Jika maloklusi ditangani ketika
masih dalam pertumbuhan tahap dini dan mandibula serta pola pertumbuhan wajah
dikendalikan sebagaimana mestinya, maka resiko untuk melakukan perawatan secara
bedah akan semakin kecil.30
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
PESAWAT TWIN BLOCK KLAS III
Perawatan dengan pesawat fungsional bertujuan untuk memperbaiki
hubungan fungsional struktur dentofasial dengan cara menghilangkan faktor
pertumbuhan yang kurang baik serta memperbaiki lingkungan muskular sebagai
pembungkus oklusi yang sedang berkembang. Twin Block sebagai salah satu pesawat
fungsional, mampu memperbaiki keadaan maloklusi Klas III yang diakui sebagai
salah satu masalah ortodonti yang paling sukar untuk dirawat.10
3.1 Pengertian
Pesawat Twin Block merupakan pesawat fungsional lepasan yang didesain
pada tahun 1982 oleh seorang berkebangsaan Skotlandia bernama William J Clark.
Pesawat Twin Block pada dasarnya terdiri dari bite-block atas dan bite-block bawah.
Kedua bite-block tersebut saling mengunci pada sudut 70°
terhadap dataran oklusal
apabila maksila dan mandibula beroklusi. Twin Block yang terpisah antara rahang
atas dan rahang bawah, saling berkontak pada occlusal inclined plane. Modifikasi
occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke depan atau ke
belakang pada posisi oklusi yang tepat.10,11,16,17,29
Pada saat Twin Block pertama kali diciptakan, alat ini lebih diindikasikan
untuk merawat maloklusi Klas II divisi 1 yang disebabkan oleh retrognasi mandibula
dengan maksila yang normal.10,11,16,17
Tujuan utama pengembangan pesawat Twin
Block pada perawatan maloklusi Klas II divisi 1 adalah untuk menghasilkan suatu
Universitas Sumatera Utara
teknik yang dapat memaksimalkan respon pertumbuhan terhadap fungsional protusi
mandibula dengan menggunakan suatu sistem pesawat yang sederhana, nyaman
dipakai dan secara estetis dapat diterima oleh pasien.10,11,19
Penampilan wajah pasien secara jelas diperbaiki saat Twin Block dipasang.
Efek perawatan dengan pesawat Twin Block dapat memuaskan pasien dan operator,
sehingga alat ini dapat disebut sebagai pesawat fungsional yang paling bersahabat
jika dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya.10
Mekanisme perawatan Twin Block Klas III adalah dengan memanfaatkan
kekuatan oklusal pada mandibula dengan tujuan untuk memberikan gaya ke bawah
dan ke belakang oleh inclined plane yang terbalik. Gerakan tersebut tidak merusak
kondilus, karena gigitan digantung terbuka bersamaan dengan kondilus yang
digerakkan ke bawah dan ke depan di dalam fossa, serta inclined plane pada gigi-
geligi mandibula dituntun ke bawah dan ke belakang secara bersamaan. Arah tekanan
pada mandibula melewati molar bawah ke arah sudut gonial. Area ini merupakan
bagian terbaik dari mandibula untuk menyerap tekanan oklusal yang merugikan.
Sebelum memulai perawatan Twin Block Klas III, sangat penting untuk memastikan
terlebih dahulu letak kondilus pasien tidak lebih superior atau lebih posterior dari
fossa glenoidalis pada saat oklusi penuh. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin
keefektifan dari pesawat Twin Block Klas III.10
3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III
Nyaman dan estetis adalah dua faktor yang paling penting dalam mendisain
suatu pesawat. Pesawat Twin Block rahang atas dan rahang bawah adalah suatu
Universitas Sumatera Utara
komponen yang terpisah, sehingga disain pesawat dapat disesuaikan secara bebas
dalam memecahkan masalah pada kedua lengkung rahang.10
Pesawat Twin Block bekerja di lingkungan gigi-geligi dan jaringan. Pesawat ini
didesain untuk memanfaatkan gigi-geligi sebagai penjangkar sehingga dapat
membatasi pergerakan gigi secara individual dan memaksimalkan reaksi ortopedik
pada perawatan. Pada awalnya, Twin Block didesain dengan komponen dasar sebagai
berikut:10
a. Sebuah skrup midline untuk ekspansi lengkung rahang atas.
b. Occlusal bite blocks.
c. Klamer di Molar dan Premolar atas.
d. Klamer di Molar dan Premolar bawah.
e. Sebuah labial bow untuk meretraksi.
f. Pegas untuk memindahkan gigi secara individual dan untuk memperbaiki
bentuk lengkung rahang seperti semestinya.
g. Penggunaan traksi ekstraoral pada beberapa kasus.
Gambar 3. Desain Twin Block Klas III. A. Twin Block rahang atas. B. Twin Block rahang bawah.19
A B
Klamer Adam
Klamer Ball ended
Bite block
Labial Bow
Universitas Sumatera Utara
3.2.1 Komponen Ekspansi
Pada Twin Block Klas III, skrup ekspansi didesain secara sagital untuk
memajukan insisivus atas sehingga oklusi lingual dapat dikoreksi. Pada banyak kasus,
maksila diekspansi secara lateral untuk memperbaiki hubungan distal dengan
mandibula. Oleh karena itu, desain pesawat pada maksila seharusnya mengikuti
syarat ekspansi tiga arah untuk menambah ukuran maksila pada dimensi sagital dan
transversal. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menggunakan tiga buah skrup
sagital, termasuk skrup midline untuk mengimbangi kerja dari skrup sagital.10
Pemutaran skrup mempunyai efek timbal balik antara pergerakan molar ke
distal dengan gerakan protrusi insisivus. Skrup-skrup sebaiknya diposisikan dengan
baik sehingga dapat dibuka pada arah yang sama. Selain untuk melebarkan maksila,
mekanisme skrup ekspansi tiga arah ini juga sangat efektif untuk mengoreksi oklusi
lingual pada maloklusi Klas III jika dikombinasikan dengan inclined plane terbalik.10
Posisi potongan untuk peletakan skrup akan mempengaruhi kerjanya terhadap
masing-masing gigi. Potongan-potongan tersebut dapat diposisikan di bagian distal
insisivus lateralis untuk memajukan keempat insisivus maksila. Posisi potongan pada
bagian mesial molar atas akan menyebabkan proses distalisasi molar-molar tersebut
semakin meningkat. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya tahanan oklusi dari
bite block bawah sehingga akan memperluas seluruh bagian dari lengkung rahang
atas dari bagian mesial sampai ke bagian molar.10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Skrup ekspansi tiga arah pada Twin Block Klas III rahang atas.10
3.2.2 Labial Bow
Pada tahap awal perkembangan pesawat Twin Block Klas III, pesawat rahang
bawah selalu digabungkan dengan labial bow. Berdasarkan penelitian, labial bow
cenderung lebih dapat mengoreksi angulasi insisivus selama proses perbaikan
fungsional jaringan mulut. Namun, labial bow tidak selalu diperlukan dalam perawatan
kecuali untuk memperbaiki insisivus dengan kasus proklinasi berat. Labial bow tidak
boleh diaktifkan terlebih dahulu sampai perbaikan fungsional seluruhnya selesai dan
didapatkan hubungan Klas I pada segmen bukal.10,19
3.2.3 Retensi Pesawat
Klamer retensi yang sering digunakan pada pesawat ini adalah klamer Adams.
Klamer ini merupakan retensi utama yang diletakkan pada molar pertama permanen
rahang atas. Klamer Delta yang dikembangkan oleh Clark (1985) dapat juga
digunakan sebagai retensi pesawat Twin Block. Klamer Delta mempunyai prinsip
yang sama dengan klamer Adams, tetapi mempunyai keistimewaan dalam
meningkatkan retensi, menghindari kerusakan kawat dan meminimalisir waktu kerja
tiap kontrol. Hal ini disebabkan karena bentuk dari klamer Delta adalah triangle yang
tidak mengalami perubahan meskipun pesawat dilepas dan dipasang secara berulang-
Universitas Sumatera Utara
ulang, sehingga memberikan retensi yang lebih stabil serta mengurangi resiko
kerusakan kawat. Keuntungan lainnya adalah klamer Delta memberikan retensi yang
sangat baik pada premolar bawah dan cocok digunakan untuk semua gigi posterior
pada gigi permanen maupun gigi desidui.10,17
Gambar 5. Klamer Delta10
Klamer ball-ended pada interdental dan klamer jari atau klamer C dapat digunakan
untuk menambah retensi, serta meningkatkan daya tahan gigi-geligi terhadap gerakan
tipping antero-posterior. Klamer ball-ended biasa ditempatkan di mesial kaninus
bawah dan di premolar atas atau pada regio molar desidui untuk memperoleh retensi
interdental pada gigi-geligi yang berdekatan. Klamer C sangat baik digunakan pada
masa gigi bercampur, karena dapat dimanfaatkan sebagai pegangan perifer bagi
molar dan kaninus desidui.10,17
3.2.4 Occlusal Inclined Plane
Occlusal inclined plane merupakan dasar dari mekanisme fungsional gigi-
geligi secara alamiah. Cuspal inclined plane memegang peranan penting dalam
menentukan gigi-geligi hingga gigi tersebut mencapai oklusinya.16
Posisi dan
angulasi yang efisien dari occlusal inclined plane sangat berpengaruh dalam
Universitas Sumatera Utara
mengoreksi hubungan lengkung rahang. Koreksi fungsional pada maloklusi Klas III
dapat dicapai pada perawatan Twin Block dengan cara membalikkan angulasi inclined
plane. Karena jika dibandingkan dengan pesawat Twin Block Klas II, posisi bite
block pada pesawat Twin Block Klas III adalah terbalik. Occlusal block ditempatkan
di seluruh molar desidui atas dan molar pertama permanen bawah. Hal tersebut dapat
diusahakan dengan cara memanfaatkan tekanan oklusal sebagai mekanisme
fungsional.10
Occlusal inclined plane yang bekerja pada angulasi 70°
, menuntun gigi-geligi
rahang atas untuk bergerak ke depan dengan bantuan kekuatan oklusi dan pada saat
yang sama berfungsi untuk membatasi pertumbuhan mandibula ke depan.10,29
Mekanisme
tersebut bertujuan untuk memperbaiki hubungan lengkung rahang dengan cara
memajukan maksila dan mandibula berperan sebagai penjangkar. Pergerakan untuk
mengoreksi oklusi lingual didapatkan dengan cara membuka gigitan dan
menempatkan pesawat sehingga kontak yang terjadi hanya pada inclined plane,
bukan pada permukaan blocks.10
Gambar 6. Kontak oklusal hanya pada inclined plane.10
Universitas Sumatera Utara
3.2.5 Komponen Tambahan
Terdapat beberapa komponen yang dapat ditambahkan untuk menambah efisiensi
kerja Twin Block, yaitu:
3.2.5.1 Skrup Advancement
Sebuah alternatif untuk mengaktivasi pesawat adalah menggunakan skrup
berbentuk kerucut yang dipasang pada upper block atau lebih dikenal sebagai skrup
advancement. Skrup ini juga dapat digunakan pada perawatan pertumbuhan
mandibula yang asimetris. Apabila sudah menggunakan skrup jenis ini, trimming
bagian upper block yang berguna untuk memudahkan proses erupsi molar bawah
pada perawatan deep bite tidak boleh dilakukan. Hal tersebut menjadi kekurangan
dari penggunaan skrup advancement.10,34
Gambar 7. Skrup advancement diletakkan pada block rahang atas.10
3.2.5.2 Kekuatan Magnetik
Peran utama manget pada perawatan Twin Block adalah mepercepat koreksi
hubungan rahang. Magnet berguna untuk memperbesar terjadinya kontak oklusi pada bite block
sehingga dapat memaksimalkan kekuatan fungsional dalam memperbaiki maloklusi.10,20,23,24
Jenis
Universitas Sumatera Utara
magnet yang dapat digunakan pada perawatan Twin Block adalah samarium cobalt
dan neodynium boron.10
Pada kasus maloklusi Klas III skeletal dengan crossbite tetap yang sulit diperbaiki
dengan perawatan mekanik yang konvensional, ternyata dapat berhasil dirawat dengan
Twin Block magnetik.10
Gaya magnet menjadi suatu sumber tarikan yang khas dalam
perawatan ortodonti. Menurut Xu Yun et al, gaya magnet sebesar 2,5 T tidak akan
menimbulkan kerusakan terhadap tubuh manusia.24
Gaya magnetik tidak berpengaruh
buruk terhadap ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Penggunaan gaya
magnetik sangat menguntungkan dalam hal perbaikan jaringan dan pergerakan gigi. Selain
itu, kekuatan magnet dapat memperlancar sistem peredaran darah di sekitar jaringan gigi,
mempercepat proses penghancuran dan pembentukan tulang, serta memperpendek waktu
perawatan.20,24
Twin Block Klas III magnetik yang disertai dengan penambahan komponen ekspansi
sagital, bekerja dengan menggunakan kekuatan ortopedik untuk memperbaikiposisi mandibula
dan melebarkan maksila (Gambar 8). Hal tersebut sangat efektif dalam memperbaiki posisi
mandibula dengan cepat. Prognosis Twin Block magnetik pada koreksi Klas III adalah sangat
baik.10,24
Gambar 8. Twin Block magnetik pada maloklusi Klas III. A. Batangan magnet pada
bite block rahang atas. B. Batangan magnet pada bite block rahang bawah.10
Universitas Sumatera Utara
3.2.5.3 Face Mask dengan Tarikan Terbalik
Face Mask atau Facial Mask dengan tarikan terbalik merupakan komponen
tambahan kekuatan ortopedik untuk memajukan maksila dengan bantuan traksi
elastik. Mekanisme ini dapat juga dilekatkan pada Twin Block rahang atas untuk
memaksimalkan kekuatan komponen yang memajukan maksila, sehingga terjadi
perubahan teknik dari sistem fungsional ke sistem fungsional ortopedik.
Kekuatan elastik yang dipakai harus ditingkatkan secara bertahap sejak Face
Mask dipasang dan sejak pasien sudah beradaptasi terhadap tekanan yang
ditimbulkan. Jika pasien merasakan sakit atau terjadi iritasi pada jaringan lunak,
maka kekuatan elastik harus dikurangi hingga ke level yang lebih nyaman.10,33
Perawatan dengan penambahan Face Mask sangat efektif dan digunakan
hanya dalam periode yang pendek, yaitu selama 4 sampai 6 bulan pemakaian. Alat
tambahan ini tidak wajib dipakai sepanjang hari, melainkan dapat dipakai sebagai
kekuatan tambahan di malam hari.10
Gambar 9. Penggunaan Face Mask sebagai kekuatan tambahan pada Twin Block Klas II di
malam hari.10
Universitas Sumatera Utara
3.2.5.4 Lip Pads
Untuk meningkatkan pergerakan ke depan pada segmen labial atas, lip pads
dapat ditambahkan untuk mendukung bibir atas agar bebas dari insisivus sama seperti
pada Frankel’s III. Lip pads yang berisi kawat berdiameter tebal tidak perlu
diikutsertakan pada bagian midline, agar frenulum terhindar dari iritasi. Penting untuk
melekatkan lip pads ke segmen anterior pesawat, sehingga lip pads akan ikut maju
ketika skrup dibuka. Dalam hal ini, lip pads harus disesuaikan agar bebas ke depan
dari ginggiva ketika insisivus dimajukan untuk menghindari gingiva tertekan pada
segmen labial.10
Gambar 10. A,B Lip pads harus tidak boleh berkontak dengan gingiva.
Mekanisme kerjanya sama seperti pada Frankel’s III.10
3.2.5.5 Incisal Capping
Modifikasi desain pesawat dengan menambahkan insisal capping di seluruh
permukaan insisal gigi insisivus bawah menjadi pilihan sebagian ortodontis.10
Penambahan insisal capping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan
pecahnya Twin Block rahang bawah.22
Twin Block digunakan pada saat makan, oleh
karena itu, oral hygiene merupakan faktor yang sangat penting selama perawatan.10,22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. A. Incisal capping pada Twin Block rahang bawah
B. Demineralisasi dan karies yang tejadi pada insisal rahang bawah
setelah perawatan.22
Pada pasien yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman
berkarbonasi dan disertai dengan oral hygiene yang buruk, penambahan incisal
capping pada Twin Block cekat dapat memungkinkan terjadinya resiko dekalsifikasi
pada gigi. Hal tersebut menjadi kekurangan dari pemakaian incisal capping.10,22
3.3 Indikasi dan Kontraindikasi
Pada setiap awal penggunaan teknik baru, sangat penting untuk menyeleksi
kasus-kasus dan mempelajari dasar-dasar perawatan tanpa menimbulkan komplikasi.
Hal ini sangat penting dilakukan bagi operator yang belum berpengalaman dalam
menangani perawatan fungsional.10
Adapun indikasi dan kontraindikasi perawatan menggunakan Twin Block Klas
III, antara lain:
3.3.1 Indikasi
Seleksi kasus untuk penggunaan Twin Block Klas III pada tahap awal dapat
dilihat dari beberapa kriteria di bawah ini:
A B
Universitas Sumatera Utara
1. Maloklusi pseudo Klas III dengan bentuk lengkung gigi yang normal.
Kasus seperti ini lebih mudah untuk dirawat dibandingkan pada kasus maloklusi yang
disertai crowded.10,11
2. Lengkung rahang dalam keadaan baik atau dapat dikoreksi dengan mudah.10,11
3. Pada pemeriksaan klinis harus terlihat perubahan ketika pasien
memundurkan mandibulanya untuk mengoreksi crossbite.10
4. Untuk memperoleh perubahan skeletal yang baik selama perawatan, pasien
harus sedang dalam masa pertumbuhan.10,11,16
5. Pada perawatan maloklusi kompleks yang disebabkan oleh kombinasi
faktor dental dan skeletal.16
6. Overjet dan deep overbite yang terbalik pada maloklusi Klas III.19
7. Kondisi pasien yang memiliki kekurangan skeletal maksila yang minimal
dan sudut mandibular plane yang tidak terlalu curam.11
3.3.2 Kontraindikasi
Hal-hal yang menjadi kontraindikasi perawatan Twin Block Klas III, yaitu:
1. Pada kasus gigi yang sangat berjejal.10,11,16,17
2. Pasien dengan protrusi mandibula yang sangat parah.24
3. Pasien yang mempunyai sudut gonial yang besar.
4. Pasien yang memiliki sudut mandibular plane yang curam.
3.4 Keuntungan dan Kerugian
Adapun keuntungan dan kerugian pada perawatan menggunakan pesawat
Twin Block, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Keuntungan
Twin Block mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan
pesawat fungsional lainnya, antara lain:
a. Nyaman. Pasien memakai Twin Block selama 24 jam sehari dan dapat makan
dengan nyaman meskipun pesawat sedang dipakai.10,11,16,17,27
b. Estetis. Twin Block dapat didisain dengan kawat yang tidak tampak di bagian
anterior tanpa kehilangan efisiensi dalam mengoreksi hubungan lengkung rahang.10,16
c. Fungsi. Occlusal inclined planes adalah mekanisme yang paling alami daripada
mekanisme yang lain.10
d. Kooperatif pasien. Twin Block dapat dicekatkan ke gigi secara sementara ataupun
permanen untuk menjamin kooperatif pasien. Twin Block lepasan dapat dicekatkan di
dalam mulut pada minggu pertama atau selama 10 hari perawatan untuk memastikan
pasien dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat memakainya sepanjang hari.10,16
e. Perawakan wajah. Sejak Twin Block dipasang, perawakan wajah langsung
diperbaiki. Tidak ada pads pada bibir, pipi ataupun pada lidah seperti yang digunakan pada
beberapa pesawat lainnya, menjadikan tidak ada batasan baginya pada fungsi normal serta
tidak mengganggu perawakan wajah pasien selama perawatan. Pemulihan keseimbangan
wajah tampak membaik dalam tiga bulan pertama perawatan.10,11,16,17
f. Pasien dapat berbicara secara normal. Pesawat Twin Block tidak mengganggu
fungsi fonetik akibat terhalangnya lidah, bibir ataupun mandibula jika dibandingkan
dengan pesawat fungsional lainnya.10,16
Universitas Sumatera Utara
g. Manajemen klinis. Penyesuaian dan aktivasi pesawat sangat sederhana. Pesawat ini
kuat dan tidak mudah patah. Waktu kerja dapat dikurangi dengan melakukan koreksi
ortopedi mayor.10
h. Perkembangan lengkung rahang. Twin Block dapat mengontrol lebar lengkung
rahang atas dan bawah secara tersendiri. Desain pesawat dapat dimodifikasi dengan mudah
dalam perawatan lengkung rahang secara transversal maupun sagital.10
i. Memposisikan mandibula. Pemakaian pesawat seharian penuh dapat memposisikan
mandibula agar tetap stabil setelah masa retensi.10
j. Kontrol vertikal. Twin Block dapat mengontrol dimensi vertikal dengan sangat
baik pada perawatan deep overbite dan openbite anterior. Kontrol vertikal secara signifikan
dapat tercapai dengan pemakaian sepanjang hari.10,28
k. Asimetri wajah. Aktivasi pesawat untuk mengoreksi asimetri wajah dan asimetri
gigi-geligi dapat dilakukan saat anak dalam masa pertumbuhan.10
l. Aman. Twin block dapat dipakai selama berolah raga kecuali berenang dan olah
raga kasar yang diharuskan untuk melepas pesawat demi keamanan.10,16
m. Efisiensi. Twin Block dapat mengoreksi maloklusi lebih cepat dibandingkan
pesawat fungsional lain yang hanya terdiri dari satu unit, karena Twin Block dipakai
sepanjang hari. Keuntungan ini berlaku pada pasien di semua umur.9
n. Lama perawatan. Hubungan lengkung rahang dapat dikoreksi mulai dari masa
kanak-kanak sampai dewasa. Namun, perawatan akan lebih lama pada pasien dewasa dan
hasilnya akan lebih sulit diprediksi.10
o. Kerjasama dengan pesawat cekat. Kerjasama Twin Block dengan pesawat cekat
konvensional lebih sederhana dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya. Dengan
Universitas Sumatera Utara
teknik kombinasi, Twin Block memaksimalkan koreksi skeletal ketika pesawat cekat
digunakan untuk memperbaiki oklusi secara detail. Pesawat Twin Block tidak memerlukan
kawat di bagian anterior sehingga breket dapat dipasang pada gigi bagian anterior untuk
memperbaiki susunan gigi secara bertahap, dengan cara mengoreksi hubungan lengkung
rahang selama fase ortopedik. Selama fase pendukung, suatu transisi dapat mudah
dihasilkan dengan mencekatkan pesawat.10
p. Perawatan terhadap disfungsi TMJ. Twin block dapat difungsikan sebagai splint
yang efektif pada pasien yang mengalami disfungsi TMJ dengan memindahkan kondilus
bagian distal ke disc articulare. Pemakaian sepanjang hari menjadikan disc articulare pada
TMJ yang mungkin bermasalah akan berkurang pada stadium awal dan akan kembali ke
posisi normal. Pada saat yang sama, perkembangan lengkung rahang secara sagital, vertikal
dan transversal menghilangkan kontak oklusi yang tidak baik.10
3.4.2 Kerugian
Adapun beberapa kerugian pada perawatan menggunakan Twin Block Klas
III, antara lain:
1. Alat ini hanya benar-benar efektif jika digunakan untuk merawat anomali
pada pasien dalam masa pertumbuhan aktif.10,11,16,17
2. Hanya benar-benar efektif digunakan pada maloklusi pseudo Klas III,
dimana kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal.6,7
3. Twin Block cenderung meningkatkan tinggi wajah secara vertikal.28
4. Pemakaian Twin Block cekat pada pasien yang mempunyai oral hygiene yang
buruk dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonasi, cenderung
menyebabkan demineralisasi dan karies pada gigi.22
Universitas Sumatera Utara
3.5 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan
Perawatan Twin Block dideskripsikan dalam tiga fase. Twin Block digunakan
pada fase aktif untuk mengoreksi hubungan antero-posterior dan dimensi vertikal.
Pada fase selanjutnya Twin Block diganti dengan pesawat tipe Hawley pada rahang
atas yang terdapat anterior inclined plane untuk membantu mengoreksi posisi seperti
gigi posterior menuju oklusi yang penuh. Perawatan diakhiri dengan fase retensi
untuk mempertahankan posisi gigi yang sudah diperbaiki.10
Mekanisme kerja akan
dijelaskan dalam sub bab di bawah ini.
3.5.1 Fase Aktif
a. Pengepasan pesawat
Hal pertama yang paling penting dilakukan oleh operator adalah memastikan
bahwa pasien dapat menggigit secara nyaman pada gigitan retrusif saat inclined plane
beroklusi. Untuk menghindari iritasi selama pemakaian pesawat pada minggu pertama,
penting untuk membebaskan sedikit bagian palatal gingiva insisivus atas dari pesawat
rahang atas. Klamer-klamer diatur agar dapat meretensikan pesawat dengan aman tanpa
mengenai gingival margin. Jika memakai labial bow, sebaiknya tidak berkontak dengan
inisisvus bawah.10
b. Kontrol pertama, setelah 10 hari
Pasien harus dapat memakai pesawat dengan nyaman termasuk pada saat makan.
Pasien telah dapat beradaptasi dengan baik sehingga ketidaknyamanan dalam memakai
pesawat seperti pertama kali sudah teratasi dan pasien dapat menggigit dengan gigitan
retrusif secara konsisten. Pasien diintruksikan untuk memutar skrup midline pada
pesawat rahang atas satu kali putaran per minggu.10
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini, sangat penting untuk mendeteksi kemampuan pasien dalam
meretrusikan inclined plane secara konstan ketika melakukan oklusi. Apabila pasien
sulit melakukannya, hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa pesawat sudah
diaktifkan melewati tingkat toleransi jaringan muskular. Hal yang perlu dilakukan
adalah mengurangi aktivasi pesawat dengan cara melakukan grinding pada incline
planes sampai didapatkan posisi oklusi yang nyaman bagi pasien. Angulasi inclined
planes dapat dikurangi menjadi 45°
jika pasien gagal untuk mengoklusikan bite
blocks ke belakang secara benar. Hal tersebut dapat menjadi pertanda awal bahwa
progress perawatan akan lebih lambat jika dibandingkan dengan inclined planes
angulasi 70°.10
c. Kontrol setelah 4 minggu
Pada kontrol di bulan pertama, kemajuan perawatan sudah terlihat secara
signifikan yaitu terjadi perubahan keseimbangan wajah menjadi lebih baik. Kemajuan
perawatan juga ditandai dengan berkurangnya overjet yang diukur secara intraoral
ketika mandibula diretraksikan secara penuh.10
Apabila sikap kooporatif pasien diragukan, maka disarankan agar memfiksasi
pesawat pada mulut. Hal tersebut dilakukan agar pasien mudah beradaptasi terhadap
pemakaian pesawat selama 24 jam sehari. Teknik untuk memfiksasi pesawat pada
tempatnya cukup sederhana. Gigi-geligi pertama kali harus di fissure sealent dan
dirawat dengan topical fluoride untuk mencegah kerusakan gigi pada waktu
pemakaian. Ada dua cara untuk memfiksasi Twin Block. Pertama, dengan
memasukkan semen di atas permukaan gigi dari pesawat. Kedua, teknik bonding
langsung ke gigi, dengan cara menaruhkan composite di sekeliling klamer retensi.10,16
Universitas Sumatera Utara
Kontrol pesawat pada tahap ini minimal dilakukan. Dalam memonitor kemajuan
perawatan, hal yang perlu dilakukan adalah memeriksa kerja skrup serta mencocokkan
klamer-klamer yang mendukung retensi jika perlu. Apabila labial bow termasuk sebagai
komponen pesawat, pastikan agar tetap tidak berkontak dengan insisivus bawah.10
Penambahan occlusal inclined plane dilakukan untuk menuntun mandibula
dalam mengoreksi hubungan fungsional yang benar terhadap maksila, yaitu dari Klas
III yang protrusi menjadi relasi rahang Klas I secara skeletal dengan cepat. Pada
semua perawatan fungsional, koreksi sagital dicapai sebelum pertumbuhan vertikal
pada gigi-geligi posterior selesai.10
Pada perawatan deep over bite, bite blocks bawah digrinding secara selektif menjauhi
molar atas sehingga menyisakan ruang sebesar 1-2 mm agar erupsi molar tidak terhambat.
Di sepanjang rentetan proses grinding, penting untuk tidak mengurangi pinggiran penuntun
dari inclined plane, sehingga dukungan fungsional oklusal yang adekuat tetap dapat
diberikan sampai didapatkan kontak oklusi yang baik.10,16
Gambar 12. Rentetan proses grinding pada perawatan deep bite dengan pesawat Twin Block.
A B C
D E
Universitas Sumatera Utara
Pada perawatan open bite anterior dan pola pertumbuhan vertikal, posterior bite
block tidak dikurangi dan tetap utuh selama perawatan. Hal tersebut menghasilkan efek
intrusi pada gigi posterior, sementara gigi anterior dapat erupsi secara utuh. Hal
tersebut dapat membantu mencapai overbite yang normal dan membawa gigi anterior
beroklusi.10,30
d. Kontrol rutin, interval waktu 6 minggu
Pola kontrol alat yang sama seperti sebelumnya tetap terus dilakukan untuk
mengoreksi oklusi mesial dan mengurangi overjet. Lebar lengkung rahang atas selalu
diperiksa tiap kunjungan, sampai proses ekspansi cukup untuk membantu rahang
bawah berada pada posisi yang benar, sehingga tidak diperlukan lagi pemutaran
skrup.10
Pada akhir fase aktif perawatan Twin Block, tujuan selanjutnya adalah
mencapai perbaikan oklusi menjadi oklusi Klas I dan mengontrol dimensi vertikal
hingga mencapai kontak oklusi di tiga titik ketika insisivus dan molar beroklusi. Pada
tahap ini, overjet, overbite, dan oklusi mesial harus seluruhnya diperbaiki.10,16
Gambar 13. A,B,C Perubahan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah perawatan Twin Block Klas III.10
A B C
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Fase Pendukung
Tujuan dari fase pendukung adalah mempertahankan hubungan insisivus yang
sudah terkoreksi sampai oklusi pada segmen bukal berinterdigitasi dengan baik.
Sebuah pesawat fungsional rahang atas lepasan dicocokkan dengan anterior inclined
plane beserta labial bow untuk menjaga posisi insisivus dan caninus bawah.10,16
Pesawat Twin Block bawah dilepaskan pada fase ini. Bite block bagian
posterior dihilangkan untuk memberi jalan erupsi gigi posterior. Pemakaian pesawat
secara rutin sangat penting untuk mendukung terjadinya perubahan tulang internal
dalam memperbaiki oklusi seperti yang telah terjadi pada segmen bukal.10
Kontrol vertikal merupakan hal utama yang dilakukan pada fase ini setelah
pengurangan overbite selesai. Untuk mencapai vertikal dimensi yang baik, sebuah occlusal
stop datar dari akrilik yang bermula dari inclined plane diperluas ke depan untuk menahan
insisivus bawah. Occlusal stop adalah komponen tambahan yang penting untuk mengontrol
tinggi intergingival yang benar saat gigi posterior erupsi mencapai oklusi. Bukal geligi-gigi
pada rahang atas dan bawah harus dituntun mencapai oklusi yang normal dalam 2-6 bulan,
tergantung darikedalaman overbite.10
Gambar 14. Fase pendukung dengan anterior inclined plane.10
Universitas Sumatera Utara
Pasien harus mengerti akan pentingnya pemakaian pesawat pendukung
sepanjang waktu untuk mencegah relapse pada fase kritis perawatan. Kuncinya
adalah pesawat yang nyaman dan didesain dengan baik dapat diterima oleh pasien
tanpa ada keraguan.10
3.5.3 Fase Retensi
Perawatan juga diikuti dengan fase retensi, dengan menggunakan anterior
inclined plane pada rahang atas. Pemakaian pesawat retensi hanya digunakan pada
malam hari ketika oklusi penuh telah dicapai. Pada perawatan dini kelainan skeletal
sejati, pesawat tipe monoblock dapat dipakai sebagai retainer. Pesawat tersebut
berperan sebagai pendukung tambahan dan dapat diaktifkan untuk memperbesar
respon ortopedik terhadap perawatan yang diberikan selama masa transisi gigi-
geligi.10
Lamanya waktu perawatan dengan pesawat Twin Block secara keseluruhan
adalah berkisar 18 bulan. Fase aktif sekitar 6-9 bulan untuk mendapatkan pengurangan
overjet ke hubungan insisivus yang normal dan mengoreksi oklusi bagian distal. Fase
pendukung berkisar 3-6 bulan sampai gigi premolar dan molar mencapai oklusi yang
optimal. Tujuannya adalah untuk membantu mengoreksi posisi mandibula setelah
terjadi perpindahan aktif sampai gigi-geligi bukal beroklusi dengan baik. Oklusi
segmen bukal yang baik ditandai dengan adanya landasan yang stabil setelah
mengoreksi hubungan antar lengkung rahang. Fase retensi lebih kurang 9 bulan dan
pengurangan waktu pemakaian dilakukan hingga posisi keseluruhan stabil.10,16
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
EFEK PERAWATAN TWIN BLOCK KLAS III
Perawatan maloklusi Klas III dengan Twin Block menghasilkan berbagai
perubahan yang signifikan terhadap tercapainya keseimbangan fungsional wajah yang
harmonis.10,11,19,24
Efek tersebut selanjutnya akan lebih dideskripsikan pada kasus-
kasus di bawah ini.
4.1 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Skeletal
Seorang gadis berumur 8 tahun 2 bulan, menderita pola maloklusi Klas III
skeletal ringan dengan konveksitas maksila mencapai -1 mm disertai oklusi lingual
pada keempat insisivus atas. Kedua insisivus lateralis atas linguoversi. Retroklinasi
insisivus atas diduga karena terdapat sudut naso-labial yang tumpul.10
Gambar 15. Oklusi sebelum perawatan.10
Perawatan pada masa gigi bercampur menghasilkan respon pertumbuhan yang
positif. Pada akhir perawatan terjadi perkembangan konveksitas wajah menjadi +5
mm. Lip pads ditambahkan pada Twin Block rahang atas dengan skrup twin sagital
Universitas Sumatera Utara
untuk memperbaiki reaksi terhadap maksila. Hasilnya, proklinasi dari insisivus
meningkat selama perawatan sejauh 6 mm, dari -1 mm menjadi 5 mm.10
Gambar 16. A. Lengkung rahang atas sebelum perawatan
B. Oklusi setelah perawatan
C. Lengkung rahang atas setelah perawatan.10
Perbaikan yang paling menguntungkan pada keseimbangan wajah, sebagian
tergantung pada rotasi mandibula yang searah jarum jam disertai dengan rotasi yang
signifikan dari sumbu fasial. Hal tersebut merubah sudut sumbu fasial dari 26o
saat
sebelum perawatan, menjadi 19o
setelah perawatan, dan 22o
ketika dilakukan follow
up 1 tahun 3 bulan kemudian. Perubahan yang sama juga didapatkan pada sudut
bidang mandibula. Pergerakan mandibula ke bawah yang terjadi dapat memperbaiki
profil wajah. Perawatan dengan menggunakan pesawat Twin Block yang terbalik ini,
oklusi lingual terkoreksi setelah 5 bulan dan perawatan selesai setelah 12 bulan.
Selanjutnya, perawatan juga diikuti dengan fase retensi hingga 12 bulan. Laporan
terakhir menunjukkan keadaan oklusi pasien 1 tahun setelah lepas dari fase retensi,
yaitu saat masa transisi pertumbuhan gigi-geligi permanen selesai.10
A B C
Universitas Sumatera Utara
Gambar 17. A,B Oklusi saat follow up.10
Gambar 18. Gambaran sefalometri:10
A. Sebelum perawatan ( umur 8 tahun 2 bulan)
B. Setelah perawatan (umur 10 tahun 1 bulan)
C. Saat follow up (umur 11 tahun bulan)
A B
A B
C
Universitas Sumatera Utara
Gambar 19. Perubahan profil pasien saat umur 8 tahun 2
bulan (sebelum perawatan), 10 tahun 1 bulan (setelah
perawatan), dan 11 tahun 4 bulan (saat follow up).10
Tabel 1. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MALOKLUSI KLAS III
SKELETAL
Jenis Pengukuran
UMUR ( tahun )
8,2
(sebelum perawatan)
10,1
(sesudah perawatan)
11,4
(Follow Up)
Sudut Basis Kranii
Sudut Fasial (Npog-FH)
MP-FH
Sudut Kraniomandibular
Bidang Palatal/Maksila
Konveksitas
I atas : Vertikal
I bawah : Vertial
I bawah : A/Po (mm)
LI : GRS-E (mm)
Molar atas : Pt Vertikal
30
26
26
56
-1
-1
5
24
4
0
8
29
19
34
63
-2
5
13
27
1
-2
6
30
22
29
59
0
4
14
27
1
-3
7
4.2 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Dental
Gadis berumur 7 tahun 5 bulan menderita maloklusi Klas III dental berat yang
terjadi segera setelah erupsi insisivus permanen. Kedua insisivus lateralis atas
bergerak ke lingual dari kedua insisivus sentaralis di sebelahnya, dan terdapat oklusi
Universitas Sumatera Utara
ke lingual pada segmen labial atas yang ditandai dengan overjet terbalik sejauh 3 mm,
serta tidak terdapat pergerakan mandibula ke depan saat penutupan. Hubungan
skeletal menunjukkan konveksitas wajah -1 dengan mandibula yang normal dan
maksila yang cukup retrusi.10
Gambar 20. A-C Gambaran oklusi sebelum perawatan.10
Perawatan Twin Block periode pendek sukses dilakukan dengan cara
membalikkan kecenderungan pertumbuhan yang ada, serta membentuk oklusi Klas I
yang tetap bertahan selama 6 tahun setelah seluruh fase perawatan selesai dilakukan,
tanpa dibutuhkan perawatan lanjutan.10
Gambar 21. A. Oklusi setelah 8 bulan perawatan. B. Oklusi 6 tahun kemudian saat
follow up (umur 14 tahun 3 bulan).10
A B C
A B
Universitas Sumatera Utara
,
Gambar 22. A. Sefalometri sebelum perawatan. B. Sefalometri setelah 5 bulan perawatan.
C. Sefalometri saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).10
Gambar 23. Perubahan profil wajah sebelum, setelah
perawatan dan saat follow up 6 tahun kemudian.10
A B
C
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MAOLKLUSI KLAS III DENTAL
Jenis Pengukuran
UMUR ( tahun )
7,5
(sebelum perawatan)
7,10
(sesudah perawatan)
14,3
(Follow Up)
Sudut Basis Kranii
Sudut Fasial (Npog-FH)
MP-FH
Sudut Kraniomandibular
Bidang Palatal/Maksila
Konveksitas
I atas : Vertikal
I bawah : Vertial
Sudut Interinsisal
I bawah : A/Po (mm)
LI : GRS-E (mm)
Molar atas : Pt Vertikal
29
28
27
56
-4
-1
11
26
143
3
-5
8
29
27
27
56
-1
0
29
26
125
2
-3
10
30
31
21
52
0
-4
30
18
132
2
-8
20
4.3 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Pseudo Klas III
Seorang pasien perempuan berumur 8 tahun dengan keluhan utama yaitu tidak
teraturnya gigi-geligi anterior atas dan bawah. Pada pemeriksaaan ekstraoral, tampak
profil wajah cekung dan menunjukkan masalah pertumbuhan maksila yang terhambat
( Gambar 25 A ).11
Pada pemeriksaan intraoral menunjukkan bahwa pasien dalam masa awal gigi
bercampur yang ditandai dengan telah erupsinya insisivus sentralis atas dan bawah
serta molar pertama permanen. Seluruh gigi maksila mulai dari kaninus desidui kanan
(53) hingga molar pertama desidui kiri (64) mengalami crossbite dengan molar
pertama desidui rahang bawah pada sisi kanan (84) sampai molar pertama desidui sisi
kiri (74), kecuali insisivus lateralis desidui kanan maksila (52) yang sebagian
terkunci. Relasi molar pada kedua sisi rahang berkembang menjadi maloklusi Klas
Universitas Sumatera Utara
III, dimana molar mandibula berada 3 mm di depan dari ujung tonjol bukal molar
maksila. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita maloklusi Klas III.11
Pada pemeriksaan dengan RS-OS dan penuntun penutupan mandibula, terlihat
adanya pergeseran fungsional. Erupsi gigi 11 berpengaruh terhadap perubahan
fungsional yang terjadi, sehingga menyebabkan oklusi yang prematur pada relasi rahang
(Gambar 24 A). Pertumbuhan maksila tampak terhambat. Hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan postural pada mandibula menjadi posisi Klas III Angle. Pada
foto sefalogram lateral menunjukkan bahwa titik A masih pada kisaran yang normal.
Sebaliknya, pada titik B sedikit lebih besar dari normal. Berdasarkan penemuan-
penemuan tersebut, hasil diagnosa adalah maloklusi pseudo Klas III.11
Gambar 24. Foto sebelum perawatan menunjukkan terjadinya
atrisi yang berat pada gigi-geligi maksila.11
Tujuan perawatan adalah untuk memperbaiki keadaan terkuncinya gigi di
bagian anterior. Karena tidak terdapat hambatan pada pertumbuhan maksila, dan
berdasarkan observasi ternyata mandibula bermasalah pada saat penutupan, maka
dibuat keputusan untuk merawat pasien dengan menggunakan pesawat Twin Block
Klas III. Hal tersebut diharapkan dapat memposisikan mandibula ke belakang dan
memicu pertumbuhan maksila.11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 25. A. Pergeseran fungsional mandibula. B. Pesawat Twin Block Klas III terlihat
secara intaroral.11
Metode perawatan terdiri dari pembuatan gigitan kerja dari wax dalam posisi
retrusi maksimal. Kemudian, bite blocks atas dan bawah dibuat dari bahan heat cured
PMMA, disertai pemakaian klamer-klamer pada molar pertama maksila dan
mandibula. Bite blocks dibuat menutupi molar pertama dan kedua desidui atas dan
molar pertama permanen bawah dengan arah inclined plane yang terbalik. Labial bow
pasif pada rahang bawah juga ditambahkan yang berguna sebagai retensi. Pasien
diinstruksikan untuk menggunakan pesawat sepanjang hari termasuk saat makan.11
Adaptasi pasien terhadap pemakaian pesawat saat makan sangat buruk pada
dua bulan pertama perawatan. Namun, keadaan tersebut teratasi setelah dilakukan
motivasi dan penyuluhan pada pasien dan orang tua. Membaiknya profil wajah pada
saat memakai pesawat juga menjadi salah satu faktor motivasi yang positif.11
Pesawat diaktifkan setiap tiga minggu sekali dengan menambahkan resin
akrilik pada inclined plane bite block.10,34
Selama dua bulan pemakaian pesawat,
pasien telah mampu menghasilkan penutupan yang habitual pada mandibula ke posisi
belakang dan mengoreksi crossbite anterior. Pasien diharuskan untuk melanjutkan
A B
Universitas Sumatera Utara
pemakaian pesawat selama enam bulan berikutnya untuk tujuan retensi. Pada akhir
bulan ke-10, diperoleh perubahan pada profil pasien yang signifikan (gambar 24 B).11
Gambar 26. Perubahan profil wajah pasien. A. Profil sebelum perawatan.
B. Profil setelah perawatan.11
Gambar 27. Oklusi setelah dua tahun (follow up).11
Setelah perawatan, analisa sefalometri menunjukkan terjadinya peningkatan
pada SNA sebesar 2o
, yaitu dari 82o
menjadi 84o
dan tidak terdapat perubahan pada
sudut SNB. Sudut ANB berubah dari -2o
sebelum perawatan, menjadi 0o
pasca
perawatan. Meskipun ANB masih 0o
, namun telah terjadi perbaikan pada profil wajah
yang diharapkan akan meningkat lebih jauh lagi sehingga kemudian berpengaruh
A B
Universitas Sumatera Utara
terhadap sudut ANB. Berdasarkan dari efek-efek yang ditimbulkan, maka terlihat
pertumbuhan maksila tidak mengalami hambatan. Hal tersebut diikuti perbaikan gigi
anterior yang terkunci serta terjadi perubahan posisi mandibula menjadi normal ke
belakang. Pada pembacaan FMA sebelum perawatan dan sesudah perawatan adalah
26o
dan 27o
secara berurutan. Pada pemeriksaan intraoral setelah dua tahun kontrol,
menunjukkan hubungan overjet dan overbite yang normal.11
Tabel3. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MALOKLUSI PSEUDO KLAS III
Jenis Pengukuran Sebelum
Perawatan
Setelah
Perawatan
SNA
SNB
ANB
FMA
IMPA
Interinsisal
Panjang SN
Co-A
Co-Gn
Panjang Corpus (PTM-Pt. A Perpendicular)
Konveksitas wajah
82o
84o
-2o
26o
86o
135o
66,5 mm
69 mm
98 mm
41 mm
-2 mm
84o
84o
0o
27o
80o
135o
67 mm
78 mm
110 mm
45 mm
0 mm
Berdasarkan deskripsi kasus-kasus di atas, tampak jelas bahwa dengan
menggunakan pesawat Twin Block Klas III dapat memberikan efek skeletal dan
dental.10,18,24,29
Hal tersebut dapat terjadi karena pesawat Twin Block menghasilkan
kombinasi reaksi pada mandibular-skeletal dan maksilo-dentoalveolar.21
Perubahan
yang tampak selama perawatan adalah terjadinya proklinasi pada insisivus atas dan
retroklinasi pada insisivus bawah. Perawatan juga menyebabkan penurunan sudut
SNB dengan meningkatnya vertikal dimensi di bagian anterior wajah.19,24
Universitas Sumatera Utara
Perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien terlihat secara konsisten
selama beberapa bulan pertama perawatan Twin Block. Karakteristik perubahan ini
dapat dilihat dari perkembangan bentuk bibir dan perbaikan harmonisasi wajah yang
seimbang.10,16
Hasil analisa sefalometri mengindikasikan bahwa pesawat Twin Block
lebih menunjukkan perubahan yang signifikan pada jaringan lunak jika dibandingkan
dengan hasil perawatan yang menggunakan pesawat fungsional lain.28
Pada anak-
anak yang sedang dalam masa pertumbuhan aktif, otot-otot wajah beradaptasi sangat
cepat terhadap perubahan fungsi oklusal. Hal tersebut sangat menguntungkan karena
pasien sudah merasakan manfaatnya sejak pesawat pertama kali dipakai.10,16
Bentuk bibir yang kompeten selalu diperoleh dari fungsi normal pesawat Twin
Block tanpa diperlukan lagi latihan bibir. Apabila overjet atau crossbite telah
dihilangkan dengan memakai pesawat tetap pada mulutnya pada waktu makan dan
minum, maka pasien akan dengan mudah mengadaptasikan bibirnya. Hal tersebut
sangat membantu untuk mendapatkan posisi bibir yang kompeten, sehingga secara
fungsional dapat mencegah makanan dan cairan keluar dari mulut.16
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perawatan maloklusi Klas III adalah salah satu perawatan yang paling sukar
untuk ditangani, baik secara ortodontik maupun ortopedik. Kunci utama pada
perawatan maloklusi Klas III skeletal dengan pertumbuhan mandibula yang
berlebihan adalah menghambat atau mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula
yang salah dan mengembalikan posisi mandibula ke posterior serta mendukung
pertumbuhan normal maksila. Perawatan pada maloklusi Klas III sebaiknya
dilakukan pada masa gigi bercampur karena pada waktu ini anak sedang dalam masa
pertumbuhan aktif, sehingga potensi pertumbuhan wajah dan perkembangan gigi-gigi
dapat dimanfaatkan untuk koreksi kraniodentofasial.
Salah satu pesawat fungsional yang digunakan untuk merawat maloklusi Klas
III adalah Twin Block. Twin Block terdiri dari bite-block rahang atas dan rahang
bawah. Kedua bite-block tersebut saling mengunci pada sudut 70o
terhadap dataran
oklusal bila maksila dan mandibula saling berkontak pada occlusal inclined plane
yang terbalik jika dibandingkan dengan Twin Block pada perawatan Klas II.
Modifikasi occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke
depan atau ke belakang pada posisi oklusi yang tepat. Twin Block didisain agar
nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Berdasarkan prinsip ini, Twin Block
memuaskan pasien dan operator, sehingga alat ini dapat disebut alat fungsional yang
paling bersahabat jika dibandingkan dengan alat fungsional yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block memiliki efek
terhadap skeletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama
perawatan adalah terjadinya proklinasi pada insisivus atas, retroklinasi pada insisivus
bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan
sudut ANB serta penurunan sudut SNB akibat meningkatnya vertikal dimensi di
bagian anterior. Efek terhadap muskular juga didapatkan secara signifikan, dimana
terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama beberapa bulan
pertama perawatan Twin Block. Karakteristik perubahan ini dapat dilihat dari
perkembangan bentuk bibir dan perbaikan harmonisasi wajah yang seimbang. Hal
tersebut diperoleh dari tercapainya keseimbangan otot-otot kraniofasial dan bibir
yang kembali pada posisi dan fungsi yang normal.
Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif jika digunakan untuk merawat
maloklusi pseudo Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah. Hal tersebut karena
pada maloklusi pseudo Klas III biasanya disebabkan oleh kombinasi masalah antara
faktor dental dan skeletal serta kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya
minimal.
5.2 Saran
Maloklusi Klas III pada anak-anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sebaiknya dirawat dengan pesawat fungsional Twin Block. Jika
dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya, alat ini lebih sederhana dari segi
ukuran dan desain sehingga adaptasi pasien lebih mudah diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjut R. Oklusi, Maloklusi dan Etiologi Maloklusi. Penuntun Kuliah Ortodonti I
Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan, 1997: 17-8.
2. Ngan P. Early Timely Treatment of Class III Malocclusion. Seminars in
Orthodontic. Elsivier 2005: 11(3): 140-453.
3. Bishara SE, Textbook of Orthodontics. Toronto: W.B Saunders Company, 2001:
375-87.
4. Pan JY, Chou ST, Chang HP, Liu PH. Morphometric Analysis of The Mandible in
Subjects with Class III Malocclusion. Kaohsiung J Med Sci 2006; 22(7): 331-8.
5. McNamara JAJr, Bruddon WL. Orthodontic and Orthopedic Treatment in The
Mixed Dentition. Michigan: Needham Press, 1994: 117-9.
6. Hendro K. Non Extraction Treatment of Class III Malocclusion in Young Adult
Patient. M.I Kedokt Gigi FKG Usakti 1999: 14(37): 3-17.
7. Bhalajhi. Orthodontics: The Art and Science. 1st
ed. New Delhi: Arya (Medy)
Publishing House. 1997: 291-94, 413-4.
8. Delaire J. Maxillary Development Revisited: Relevance to The Orthopaedic
Treatment of Class III Malocclusions. Eu J Orthod 1997; 19: 289-311.
9. Ngan P, Hagg U, Yiu C. Soft Tissue and Dentoskeletal Profile Changes
Associated with Maxillary Expansion and Protraction Headgear Treatment. Am j
Orthod Dentofac Orthop 1996; 109: 38-49.
Universitas Sumatera Utara
10. Clark WJ. Twin Block Functional Theraphy. Applications in dentofacial
orthopaedics. 2nd
ed. Edinburgh: Mosby, 2002: 6-7, 13-5, 18, 31-2, 75-87, 100-
103, 217-230, 291-292.
11. Kapur A, Chawla HS, Utreja A, Goyal A. Early Class III Occlusal Tendency in
Children and Its Selective Management. J Indian Soc Pedod Prevent Dent. 2008:
26(3): 107-13.
12. Woodwise DG. Do Functional Appliances Have an Orthopedic Effect? Editorial
of Am J Orthod 1998; 113(1): 1-28.
13. Maheswari S, Gupta ND, Rohtak. Early Treatment of Skeletal Class III: A Case
Report. J Indian Soc Pedo Prev Dent 2001; 19(4): 148-51.
14. Meikle MC. Remodelling the Dentofacial Skeleton : The Biological Basis of
Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. J Dent Res 2007; 86(1): 12-24.
15. Hendro K. Soft Tissue Profile Changes After Orthodontic Treatment in Class III
Malocclusion. Jurnal PDGI 1994: 43(1): 72-81.
16. Nazruddin. Perawatan Anomali Klas II dengan Pesawat Twin Block. Diktat
Kuliah Ortodonti III FKG USU, 2007: 1-15.
17. Clark WJ. The Twin Block Technique: A Functional Orthopaedic Appliance
System. Am J Orthod Dentofacial Orthod 1988: 93(1): 1-18.
18. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4th
ed. Canada:
Elsivier, 2007. 237, 300, 397.
19. Kidner G, Dibiase A, Dibiase D. Class III Twin Block : A Case Series. J Orthod
2003; 30: 197-201.
Universitas Sumatera Utara
20. Tuo J, Xu Y, Li S. The Effect of Class III Intermaxillary Orthopedic Force
Loading on the Maxilla of Puberty Rhesus: A Histomorphologic Study. Stomato
Shanghai J 2005; 14(6): 629-34.
21. Trenouth MJ. Proportional Changes in Cepalometric Distances During Twin
Block Appliance Therapy. Eur J Orthod 2002; 24: 485-91.
22. Dixon M, Jones Y, Mackie IE. Mandibular Incisal Edge Demineralization and
Caries Associated with Twin Block Appliance Design. J Orhod 2005; 32: 3-10.
23. Tuncer C, Uner O. Effects of A Magnetic Appliance in Functional Class III
Patiens. Angle Orthod 2005; 75(5): 768-77.
24. Xu Y, Hu J, Ij P. The Effects of Twin-Block Magnetic Appliance on The Early
Skeletal Class III Malocclusion. Stomato Chin J 1999; 34(3): 148-50.
25. Hong PC, Treatment of Mandibular Prognathism. J Formos Med Assoc 2006;
105(10): 781-90.
26. Houston WJB. Ortodonti Walther. Alih bahasa Drg. Lilian Yuwono. Ed.4.
Jakarta: Hipokrates, 1990: 40-43,129-35.
27. Caldwell S, Cook P. Predicting The Outcome of Twin Block Functional
Appliance Treatment: A Prospective Study. Eur J Orthod 1999; 21: 533-39.
28. Lee RT, Kyi CS, Mack GJ. A Controlled Clinical Trial of The Effects of Twin
Block and Dynamax Appliances on The Hard and Soft Tissues. Eur J Orthod
2007; 29: 272-82.
29. Illing HM, Morris DO, Lee RT. A Prospective Evaluation of Bass, Bionator and
Twin Block Appliances Part I - The Hard Tissues. Eur J Orthod 1998; 20: 501-16.
Universitas Sumatera Utara
30. Shinji H, Higama T, Yamaguchi M. Interception of Decompensated Class III
Malocclusions in Early Mixed Dentition. Bulletin of Kanagawa College 2007;
35(1): 105-11.
31. Foster TD. A Textbook of Orthodontics. Alih bahasa Drg. Lilian Yuwono ( Buku
Ajar Ortodonsia). Ed 3. Jakarta: EGC, 1993: 287-99.
32. Chilander B, Ronning O. Introduction to Orthodontics. Stockholm:
Tandlakarforlaget, 1985: 193-7.
33. Chang C, Chang HP, Chen YJ. Evaluation of The Changes in Midfacial
Configuration After Face Mask Therapy in Skeletal Class III Growing Patients by
Morphometric Analysis Techniques. J Former Med Assoc 2005; 104(12): 935-41.
34. Brennan JA, Littlewood SJ. Twin block Re-activation. J of Orthod 2006; 33: 3-6.
35. Mason R. My Habsburg Jaw. <http://rachelannmason.com/Images/thumbnail
image/bigger%20images/habsburg%20jaw/prognathia2.jpg> ( 12 Februari 2009 )
Universitas Sumatera Utara

More Related Content

Similar to materi twin block.pdf

Sejarah singkat berdiri unsrit
Sejarah singkat berdiri unsritSejarah singkat berdiri unsrit
Sejarah singkat berdiri unsritDodi Azhari
 
Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...
Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...
Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...Forum Dosen Muda Indonesia FDMI
 
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithRingkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithAbdulBasith222525
 
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraSurveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraHelda Zakiya Fitri
 
kelainan non karies
kelainan non karieskelainan non karies
kelainan non kariesyuni bhekty
 
Prosiding semnas avoer 2017 ian kurniawan
Prosiding semnas avoer 2017 ian kurniawanProsiding semnas avoer 2017 ian kurniawan
Prosiding semnas avoer 2017 ian kurniawaniankurniawan019
 
Digital20181696 s34104-dywangga auliannis
Digital20181696 s34104-dywangga auliannisDigital20181696 s34104-dywangga auliannis
Digital20181696 s34104-dywangga auliannisgnwn
 
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015Amir Net
 
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekanDekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekanekongrica
 
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekanDekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekanekongrica
 
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...ewincokelat
 

Similar to materi twin block.pdf (20)

Sejarah singkat berdiri unsrit
Sejarah singkat berdiri unsritSejarah singkat berdiri unsrit
Sejarah singkat berdiri unsrit
 
Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...
Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...
Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu 2015 (Prosiding) diselenggarakan: Forum ...
 
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithRingkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
 
1283295877
12832958771283295877
1283295877
 
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraSurveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
 
kelainan non karies
kelainan non karieskelainan non karies
kelainan non karies
 
129061118 ratifah2
129061118 ratifah2129061118 ratifah2
129061118 ratifah2
 
09 e02386
09 e0238609 e02386
09 e02386
 
Prosiding semnas avoer 2017 ian kurniawan
Prosiding semnas avoer 2017 ian kurniawanProsiding semnas avoer 2017 ian kurniawan
Prosiding semnas avoer 2017 ian kurniawan
 
4 d5f81c1d01
4 d5f81c1d014 d5f81c1d01
4 d5f81c1d01
 
Alat peraga
Alat peragaAlat peraga
Alat peraga
 
Digital20181696 s34104-dywangga auliannis
Digital20181696 s34104-dywangga auliannisDigital20181696 s34104-dywangga auliannis
Digital20181696 s34104-dywangga auliannis
 
61511306200908101
6151130620090810161511306200908101
61511306200908101
 
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
 
RINGKASAN DISERTASI
RINGKASAN DISERTASIRINGKASAN DISERTASI
RINGKASAN DISERTASI
 
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekanDekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
 
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekanDekan   proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
Dekan proposal regional medical olimpiad 2014 - dekan
 
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
 
POTENTIA edisi 9
POTENTIA edisi 9POTENTIA edisi 9
POTENTIA edisi 9
 
POTENTIA 9
POTENTIA 9POTENTIA 9
POTENTIA 9
 

More from AGUSHARO

3408-6831-1-SM.pdf
3408-6831-1-SM.pdf3408-6831-1-SM.pdf
3408-6831-1-SM.pdfAGUSHARO
 
Biomat CBT .docx
Biomat CBT .docxBiomat CBT .docx
Biomat CBT .docxAGUSHARO
 
twinblockappliance2_web.pdf
twinblockappliance2_web.pdftwinblockappliance2_web.pdf
twinblockappliance2_web.pdfAGUSHARO
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docxAGUSHARO
 
BAB III.docx
BAB III.docxBAB III.docx
BAB III.docxAGUSHARO
 
BAB I.docx
BAB I.docxBAB I.docx
BAB I.docxAGUSHARO
 
COVER.docx
COVER.docxCOVER.docx
COVER.docxAGUSHARO
 
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptxPERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptxAGUSHARO
 
Dentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdf
Dentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdfDentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdf
Dentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdfAGUSHARO
 
twinblockappliance2_web.docx
twinblockappliance2_web.docxtwinblockappliance2_web.docx
twinblockappliance2_web.docxAGUSHARO
 
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptxPERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptxAGUSHARO
 
COVER.docx
COVER.docxCOVER.docx
COVER.docxAGUSHARO
 
BAB III.docx
BAB III.docxBAB III.docx
BAB III.docxAGUSHARO
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docxAGUSHARO
 
BAB I.docx
BAB I.docxBAB I.docx
BAB I.docxAGUSHARO
 

More from AGUSHARO (15)

3408-6831-1-SM.pdf
3408-6831-1-SM.pdf3408-6831-1-SM.pdf
3408-6831-1-SM.pdf
 
Biomat CBT .docx
Biomat CBT .docxBiomat CBT .docx
Biomat CBT .docx
 
twinblockappliance2_web.pdf
twinblockappliance2_web.pdftwinblockappliance2_web.pdf
twinblockappliance2_web.pdf
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docx
 
BAB III.docx
BAB III.docxBAB III.docx
BAB III.docx
 
BAB I.docx
BAB I.docxBAB I.docx
BAB I.docx
 
COVER.docx
COVER.docxCOVER.docx
COVER.docx
 
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptxPERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
 
Dentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdf
Dentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdfDentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdf
Dentofacial_Orthopedic_Appliances_Twin_B-1.pdf
 
twinblockappliance2_web.docx
twinblockappliance2_web.docxtwinblockappliance2_web.docx
twinblockappliance2_web.docx
 
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptxPERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS III DENGAN REVERSE.pptx
 
COVER.docx
COVER.docxCOVER.docx
COVER.docx
 
BAB III.docx
BAB III.docxBAB III.docx
BAB III.docx
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docx
 
BAB I.docx
BAB I.docxBAB I.docx
BAB I.docx
 

Recently uploaded

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 

materi twin block.pdf

  • 1. PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : MAULINA JUWITA NIM : 050600141 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Universitas Sumatera Utara
  • 2. Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2009 Maulina Juwita Perawatan Maloklusi Klas III Dengan Pesawat Twin Block xi + 51 halaman Maloklusi Klas III merupakan salah satu masalah ortodonti yang paling sukar untuk dirawat. Pada maloklusi Klas III, dijumpai profil wajah pasien cekung. Hal ini terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar yang menyebabkan posisi dagu terlihat lebih menonjol. Pesawat Twin Block merupakan salah satu alat ortodonti yang diciptakan untuk memperbaiki maloklusi Klas III. Pesawat Twin Block berupa bite block sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi maloklusi lebih cepat, dengan cara meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined plane terbalik yang menutupi gigi-geligi posterior. Perawatan dengan pesawat Twin Block mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan pesawat fungsional lain, yaitu nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Namun, pesawat Twin Block cenderung meningkatkan vertikal dimensi serta hanya benar-benar efektif untuk merawat pasien pada masa gigi bercampur. Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block dapat memberikan efek terhadap skletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama Universitas Sumatera Utara
  • 3. perawatan adalah terjadinya proklinasi insisivus atas, retroklinasi pada insisivus bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan sudut SNA serta penurunan sudut SNB. Efek terhadap muskular juga terlihat secara signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama beberapa bulan pertama perawatan Twin Block. Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif untuk merawat maloklusi pseudo Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah, serta kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal. Daftar Pustaka : 35 ( 1985 - 2008 ) Universitas Sumatera Utara
  • 4. SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN PADA TANGGAL 05 SEPTEMBER 2009 OLEH : Pembimbing NIP. 19520622 198003 1 001 Prof. Nazruddin, drg., Ph.D Mengetahui Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara NIP. 195402120 198102 2 001 Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort PERNYATAAN PERSETUJUAN Universitas Sumatera Utara
  • 5. Skripsi Berjudul PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK Yang dipersiapkan dan disusun oleh: 050600141 MAULINA JUWITA Telah dipertahankan di depan tim penguji skripsi Pada tanggal 05 September 2009 Dan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi Ketua Penguji NIP. 19520622 198003 1 001 Prof. Nazruddin, drg., Ph.D Anggota Tim Penguji Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort NIP. 19481230 197802 2 002 NIP. 19580828 198803 1 002 Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort Medan, 5 September 2009 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Ketua, NIP. 195402120 198102 2 001 Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort Universitas Sumatera Utara
  • 6. KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan penghormatan yang teristimewa kepada Ibunda tercinta Hj. Nur Asma dan Ayahanda H. Abdullah B.R, yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memberikan dukungan kepada penulis dengan sepenuh hati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, serta Abangnda Abdul Azis, SP., MM. dan Abdul Malik, ST. yang juga turut membantu dan memberi semangat, doa dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis banyak mendapat pengarahan, bantuan, bimbingan dan motivasi serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D, Sp.Pros (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., C.Ort, sebagai dosen pembimbing dan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, membantu serta selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Universitas Sumatera Utara
  • 7. 3. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku Koordinator Skripsi Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji. 4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort. sebagai dosen penguji. 5. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort, selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 6. Gema Nazriyanti, drg. selaku dosen wali yang telah membimbing penulis dalam menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya Mimi Marina Lubis, drg, Kak Emi dan Bang Tulus. 8. Keluarga dan kerabat, Kak Siah, Kak Indah, Kak Dian, Tante Tatik, om Nasrun, Mami, Waled, Mak Po, Kak Ucha, dr. Irzal H dan lain-lain, yang tak henti- hentinya memberikan motivasi dan doa kepada penulis. 9. D’Zero ( Fantok, Lala, Uput, Lily, dan Beby ) dan Aya, yang selalu bersama penulis dan selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani hari-hari di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 10. Teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis: Ulfa, Meilysa, Dian P, Dina, Bang Khadafi, Linni, Ratna, Kak Trixy, Kak Nidya, Def, Pipit, Ririn, Beby Dona, Opi, Kak Ade, Adi Praja, Nuni, Ivana 70, Reren, Andi, Fiza, Indri dan teman-teman stambuk 2005 FKG USU yang tidak bisa disebutkan satu- persatu. Universitas Sumatera Utara
  • 8. 10. Kepada sahabat penulis sejak kecil hingga kini: Ika Hijriani dan An Nissa yang senatiasa selalu mendukung penulis dalam doa dan motivasi walau terbentang jarak yang jauh. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat. Medan, 05 September 2009 Penulis, NIM: 050600141 ( Maulina Juwita ) Universitas Sumatera Utara
  • 9. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI.......................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. iv DAFTAR ISI................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4 1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 4 1.4 Manfaat Penulisan ................................................................ 4 1.5 Ruang Lingkup..................................................................... 4 BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian ............................................................................ 5 2.2 Etiologi................................................................................. 7 2.2.1 Faktor Dental...................................................................... 7 2.2.2 Faktor Skeletal.................................................................... 8 2.2.3 Faktor Muskular ................................................................. 10 BAB 3 PESAWAT TWIN BLOCK KLAS III 3.1 Pengertian............................................................................. 12 3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III...................................... 13 3.2.1 Komponen Ekspansi............................................................... 15 3.2.2 Labial Bow.......................................................... ................. 16 3.2.3 Retensi Pesawat...................................................................... 16 3.2.4 Occlusal Inclined Plane...................................................... 17 3.2.5 Komponen Tambahan........................................................... 19 3.2.5.1 Skrup Advancement ........................................................ 19 Universitas Sumatera Utara
  • 10. 3.2.5.2 Kekuatan Magnetik......................................................... 19 3.2.5.3 Face Mask dengan Tarikan Terbalik ............................... 21 3.2.5.4 Lip Pads ......................................................................... 22 3.2.5.5 Incisal Capping................................................................ 22 3.3 Indikasi dan Kontraindikasi .................................................. 23 3.3.1 Indikasi............................................................................... 23 3.3.2 Kontraindikasi .................................................................... 24 3.4 Keuntungan dan Kerugian .................................................... 24 3.4.1 Keuntungan ........................................................................ 25 3.4.2 Kerugian............................................................................. 27 3.5 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan................................ 28 3.5.1 Fase Aktif........................................................................... 28 3.5.2 Fase Pendukung.................................................................. 31 3.5.3 Fase Pendukung.................................................................. 33 BAB 4 EFEK PERAWATAN TWIN BLOCK KLAS III 4.1 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Skeletal... ............. 34 4.2 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Dental .................. 37 4.3 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Pseudo Klas III ................. 40 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 46 5.2 Saran .................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 48 Universitas Sumatera Utara
  • 11. DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Variasi pada profil maloklusi Klas III........................................... 2 2 Profil wajah, dental dan skeletal pada maloklusi Klas III.............. 6 3 Desain Twin Block Klas III........................................................... 14 4 Skrup ekspansi tiga arah pada Twin Block Klas III rahang atas..... 16 5 Klamer Delta................................................................................ 17 6 Kontak oklusal hanya pada inclined plane.................................... 18 7 Skrup advancement diletakkan pada block rahang atas ................. 19 8 Twin Block magnetik pada maloklusi Klas III............................... 20 9 Penggunaan Face Mask sebagai kekuatan tambahan pada Twin Block Klas III di malam hari........................................................... 21 10 Lip pads harus tidak boleh berkontak dengan gingiva. Mekanisme kerjanya sama saja seperti pada Frankel’s III............. 22 11 A. Incisal capping pada Twin Block rahang bawah B. Demineralisasi dan karies yang tejadi pada insisal rahang ba- wah setelah perawatan.................................................................... 23 12 Rentetan proses grinding pada perawatan deep bite dengan pesawat Twin Block................................................................................................ 30 13 Perubahan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah perawatan Twin Block Klas III .................................................................... 31 14 Fase pendukung dengan anterior inclined plane............................ 32 15 Oklusi sebelum perawatan.............................................................. 34 16 A. Lengkung rahang atas sebelum perawatan B. Oklusi setelah perawatan C. Lengkung rahang atas setelah perawatan.................................. 35 Universitas Sumatera Utara
  • 12. 17 A,B Oklusi saat follow up............................................................. 36 18 Gambaran sefalometri .................................................................. 36 19 Perubahan profil pasien saat umur 8 tahun 2 bulan (sebelum perawatan), 10 tahun 1 bulan (setelah perawatan), dan 11 tahun 4 bulan (setelah masa retensi).......................................................... 37 20 A-B Gambaran oklusi sebelum perawatan.................................... 38 21 A. Oklusi setelah 8 bulan perawatan B. Oklusi 6 tahun kemudian saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan)................................................................................... 38 22 A. Sefalometri sebelum perawatan. B. Sefalometri setelah 5 bulan perawatan. C. Sefalometri saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).................. 39 23 Perubahan profil wajah sebelum, setelah perawatan, dan saat 6 tahun kemudian............................................................... 39 24 Foto sebelum perawatan menunjukkan terjadinya atrisi yang berat pada gigi-geligi maksila................................................................... 41 25 A. Pergeseran fungsional mandibula. B. Pesawat Twin Block Klas III terlihat secara intaroral..................... 42 26 Perubahan profil wajah pasien......................................................... 43 27 Oklusi setelah dua tahun (follow up)............................................... 43 Universitas Sumatera Utara
  • 13. DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi Klas III skeletal........... 37 2 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi Klas III dental.............. 40 3 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi pseudo Klas III............ 44 Universitas Sumatera Utara
  • 14. Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2009 Maulina Juwita Perawatan Maloklusi Klas III Dengan Pesawat Twin Block xi + 51 halaman Maloklusi Klas III merupakan salah satu masalah ortodonti yang paling sukar untuk dirawat. Pada maloklusi Klas III, dijumpai profil wajah pasien cekung. Hal ini terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar yang menyebabkan posisi dagu terlihat lebih menonjol. Pesawat Twin Block merupakan salah satu alat ortodonti yang diciptakan untuk memperbaiki maloklusi Klas III. Pesawat Twin Block berupa bite block sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi maloklusi lebih cepat, dengan cara meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined plane terbalik yang menutupi gigi-geligi posterior. Perawatan dengan pesawat Twin Block mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan pesawat fungsional lain, yaitu nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Namun, pesawat Twin Block cenderung meningkatkan vertikal dimensi serta hanya benar-benar efektif untuk merawat pasien pada masa gigi bercampur. Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block dapat memberikan efek terhadap skletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama Universitas Sumatera Utara
  • 15. perawatan adalah terjadinya proklinasi insisivus atas, retroklinasi pada insisivus bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan sudut SNA serta penurunan sudut SNB. Efek terhadap muskular juga terlihat secara signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama beberapa bulan pertama perawatan Twin Block. Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif untuk merawat maloklusi pseudo Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah, serta kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal. Daftar Pustaka : 35 ( 1985 - 2008 ) Universitas Sumatera Utara
  • 16. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan jaringan dentofasial. Keseimbangan dentofasial disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan, pertumbuhan, perkembangan, etnik, fungsionil, dan patologi yang saling mempengaruhi.1 Prevalensi maloklusi Klas III bervariasi diantara berbagai etnik suku bangsa. Pada kawasan Asia, kasus maloklusi Klas III karena kurang berkembangnya maksila mengalami frekuensi yang lebih tinggi dibanding etnik bangsa lain. Insiden ini terjadi antara 4% sampai 5% pada masyarakat Jepang, dan 4% sampai 14% pada masyarakat China.2,3,4,5 Prevalensi maloklusi pada anak umur 9 sampai 15 tahun di China mencapai 2,3% untuk pseudo Klas III dan 1,7% untuk maloklusi Klas III sejati.3 Dengan demikian, perawatan maloklusi Klas III mempunyai masalah-masalah yang signifikan dalam perawatan secara ortodontik dan ortopedik pada beberapa negara sepertiJepang, China, Korea dan Indonesia. Pada maloklusi Klas III Angle dijumpai profil wajah pasien dari samping terlihat cekung atau konkaf. Hal ini terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar. 6,7 3,5,8,9 Kombinasi ini menyebabkan variasi diantara maloklusi Klas III, antara lain dapat terjadi lengkung maksila normal dan mandibulanya prognasi, maksila retrusi dan mandibulanya normal, maksila dan mandibulanya normal, atau maksila retrognasi dan Universitas Sumatera Utara
  • 17. mandibulanya prognasi.3,8 Pada kasus maloklusi Klas III dapat terjadi gangguan fungsi dan estetis yang disebabkan oleh beberapa kelainan seperti otot dagu yang tebal, mandibula lebih besar dari maksila, maksila kurang berkembang, gigitan terbalik anterior, hubungan edge to edge, atau gigitan bersilang.1 Gambar 1. Variasi pada profil maloklusi Klas III: 3,5,36 A. Lengkung maksila normal dan mandibulanya prognasi B. Maksila retrusi dan mandibulanya normal C. Maksila dan mandibulanya normal D. maksila retrognasi dan mandibulanya prognasi Perawatan maloklusi Klas III adalah salah satu perawatan yang paling sukar ditangani, baik secara ortodontik maupun ortopedik.7,10 Kunci utama perawatan maloklusi Klas III skeletal dengan pertumbuhan mandibula yang berlebihan adalah menghambat atau mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula yang salah dan mengembalikan posisi mandibula ke posterior serta mendukung pertumbuhan normal maksila.11,12 Perawatan pada maloklusi Klas III sebaiknya dilakukan pada masa gigi bercampur karena pada waktu ini anak sedang dalam masa pertumbuhan aktif, sehingga potensi pertumbuhan wajah dan perkembangan gigi-geligi dapat dimanfaatkan untuk koreksi kraniodentofasial.10,13,14 Universitas Sumatera Utara
  • 18. Pesawat fungsional merupakan salah satu perawatan ortodonti paling efektif dalam mengoreksi maloklusi Klas III.2 Kelainan posisi rahang yang terjadi dalam masa pertumbuhan akan lebih cepat terkoreksi dengan pesawat fungsional. Hal ini karena prinsip kerja pesawat fungsional sesuai dengan sifat adaptive response dari tulang yang mempengaruhi perubahan profil jaringan lunak wajah terutama disekitar bibir, hidung dan dagu.13,15 Konsep pesawat fungsional didesain sebagai pesawat lepas dengan tujuan memperoleh perkembangan yang harmonis dari struktur dentofasial, dengan menghilangkan faktor-faktor myofungsional dan faktor oklusal yang kurang baik serta memperbaiki lingkungan fungsional dari gigi-geligi yang sedang berkembang dengan cara mengubah posisi gigi-geligi dan jaringan pendukungnya. Dengan demikian, kondisi fungsional yang baru menjadi lebih baik untuk mendukung posisi baru yang lebih seimbang dari kondisi awal.16 Twin Block adalah salah satu pesawat fungsional yang dapat memperbaiki maloklusi. Pesawat Twin Block merupakan bite block sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi maloklusi dengan cepat dengan meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined plane yang menutupi gigi-geligi posterior.10,16,17,18 Pengembangan pesawat Twin Block untuk perawatan maloklusi bertujuan untuk mendapatkan suatu teknik yang dapat memaksimalkan respon pertumbuhan ke fungsional protrusi mandibula dengan menggunakan pesawat sederhana dan menyenangkan untuk dipakai serta secara estetis dapat diterima oleh pasien.10,16,17 Perawatan maloklusi Klas III dilakukan dengan mengubah posisi occlusal inclined plane menjadi berlawanan terhadap bentuk occlusal inclined plane pada perawatan Universitas Sumatera Utara
  • 19. maloklusi Klas II. Hal ini bertujuan untuk memberikan gaya ke depan pada maksila serta gaya ke bawah dan ke distal pada regio molar mandibula.10,16 Berdasarkan alasan di atas, penulis ingin mengangkat permasalahan maloklusi Klas III dan perawatannya dengan pesawat Twin Block menjadi sebuah tulisan skripsi karena akan sangat bermanfaat sebagai pertimbangan bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang efektif dan efisien untuk maloklusi Klas III. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana mekanisme kerja dan efek perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block ? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja dan efek pemakaian Twin Block pada perawatan maloklusi Klas III. 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan keilmuan di bidang ortodonsia, khususnya mengenai mekanisme kerja dan efek perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block, sehingga diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang efektif dan efisien apabila dijumpai kasus yang sama. 1.5 Ruang Lingkup Pada tulisan ini akan diuraikan tentang maloklusi Klas III, Twin Block, mekanisme kerja dan efek pemakaian Twin Block. Universitas Sumatera Utara
  • 20. BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol mesio bukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama permanen bawah.5,30 Maloklusi Klas III ditandai dengan groove bukal molar pertama permanen mandibula berada di sebelah anterior dari tonjol mesio bukal molar pertama permanen maksila sebagai hubungan yang mesio- oklusi.15 Jika mandibula sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke depan dalam hubungannya dengan maksila, maka sudah dapat digolongkan sebagai maloklusi Klas III Angle.16 Tweed membagi maloklusi Klas III dalam 2 kategori. Pertama, pseudo Klas III dengan mandibula normal dan maksila yang kurang berkembang. Kedua, maloklusi Klas III sejati (true Class III) dengan ukuran mandibula yang besar. Cara untuk membedakan keduanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan pola penutupan mandibula pada relasi sentrik normal dan habitual. Pada Pseudo Klas III, saat relasi sentrik diperoleh overjet yang normal atau posisi insisivus yang edge to edge. Maloklusi pseudo Klas III dapat ditandai dengan terjadinya gigitan terbalik habitual dari seluruh gigi anterior, tanpa kelainan skeletal, dan dihasilkan dari pergeseran fungsional mandibula saat menutup. Hal tersebut menjadi kunci dalam diagnosa untuk membedakan antara pseudo dan true pada maloklusi Klas III.11 Universitas Sumatera Utara
  • 21. Pada maloklusi Klas III biasanya dijumpai gambaran klinis berupa:7 a. Pasien mempunyai hubungan molar Klas III. b. Gigi insisivus dalam hubungan edge to edge atau dapat juga terjadi crossbite anterior. c. Maksila biasanya sempit dan pendek sementara mandibula lebar, sehingga dapat terjadi crossbite posterior. d. Gigi-geligi pada maksila sering berjejal sedangkan gigi-geligi pada mandibula sering diastema. e. Profil wajah pasien cekung karena dagu yang lebih menonjol. f. Pertumbuhan vertikal yang berlebihan akan meningkatkan ruang intermaksiler sehingga dapat terjadi anterior open bite. Pada beberapa pasien dapat juga terjadi deep overbite. g. Pada maloklusi pseudo Klas III ditandai dengan oklusi yang prematur akibat kebiasaan menempatkan mandibula ke depan. Gambar 2. Profil wajah, dental dan skeletal pada maloklusi Klas III.35 Universitas Sumatera Utara
  • 22. 2.2 Etiologi Moyers membagi maloklusi Klas III berdasarkan faktor etiologi, yaitu: skeletal, dental, dan muskular.3 Beberapa faktor yang berhubungan dengan maloklusi Klas III akan diuraikan sebagai berikut: 2.2.1 Faktor Dental Pada maloklusi Klas III, hubungan dentoalveolar tidak menunjukkan kelainan sagital-skeletal yang jelas. Sudut ANB tidak melebihi ukuran yang normal. Masalah utama biasanya karena insisivus maksila miring (tipping) ke lingual dan insisivus mandibula miring ke labial.3 Gigi-geligi mandibula biasanya tidak berjejal karena umumnya mandibula berukuran lebih besar dari maksila, sehingga gigi-geligi cenderung tersusun lebih jarang (spacing) dibandingkan dengan gigi-geligi maksila yang cenderung berjejal.26,31 Pada mandibula dijumpai hubungan insisivus Klas III seperti insisal edge yang terletak di depan lereng singulum insisivus maksila. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip oklusi yang ideal seperti pada Klas I Angle.26 Overbite sangat bervariasi antara satu kasus dengan kasus yang lain. Overbite dipengaruhi oleh tinggi ruang intermaksilaris di bagian anterior. Apabila ruang intermaksilaris anterior besar, maka akan terjadi open bite anterior. Sebaliknya jika ruang intermaksilaris kecil, maka akan dijumpai overbite yang dalam.26 Gigitan silang (crossbite) juga sering terjadi pada maloklusi Klas III khususnya pada segmen bukal. Gigitan silang dapat terjadi baik secara unilateral maupun bilateral. Gigitan silang unilateral biasanya berhubungan dengan Universitas Sumatera Utara
  • 23. pergeseran lateral mandibula untuk mendapat interkuspal maksimal. Gigitan silang dapat disebabkan karena maksila lebih sempit daripada mandibula atau karena terdapat hubungan oklusi Klas III. 26 2.2.2 Faktor Skeletal Berdasarkan dari faktor skeletal, penyebab terjadinya maloklusi Klas III biasanya karena terdapat pertumbuhan abnormal yang dilihat dari segi ukuran, bentuk atau karena terdapat prognasi tulang kraniofasial. Apabila bagian tulang wajah tumbuh tidak normal karena terlambat, terlalu cepat atau karena tidak seimbang, maka bentuk penyimpangan ini dapat menyebabkan masalah ortodonti. Penyebab lain dari maloklusi Klas III adalah pertumbuhan mandibula yang berlebihan. Hal ini tercermin pada kasus prognasi mandibula atau maloklusi Klas III skeletal yang hingga kini diakui sebagai salah satu kelainan fasial yang paling nyata.4 Pada pasien Klas III skeletal biasanya sudut ANB negatif dengan sudut SNA yang lebih kecil dari normal. Namun, dapat pula terjadi karena sudut SNB yang lebih besar dari normal.3 Maloklusi Klas III skeletal jarang disebabkan oleh satu faktor kelainan saja. Biasanya keadaan tersebut berhubungan dengan kombinasi beberapa faktor seperti ukuran dan posisi mandibula, maksila, tulang alveolar, dasar kranial, dan pertumbuhan vertikal yang walaupun masing-masing masih dalam batas normal, namun dapat bergabung membentuk pola skeletal Klas III.3,8,25,26 Ada tiga aspek penting bentuk skeletal yang mempengaruhi hubungan oklusi: a. Hubungan skeletal antero-posterior Universitas Sumatera Utara
  • 24. Sebagian besar maloklusi Klas III berhubungan dengan pola skeletal Klas III. Meskipun demikian, maloklusi Klas III juga dapat berhubungan dengan pola skeletal Klas I. Pada keadaan tersebut, inklinasi gigi-geligi atau letak dasar skeletal sangat berpengaruh dalam membentuk malrelasi antero-posterior.26 Penyimpangan skeletal secara antero-posterior umumnya berpengaruh terhadap hubungan oklusal Klas III dan overjet yang terbalik. Pada beberapa kasus, penyimpangan skeletal ini berhubungan dengan gigitan yang terbalik pada gigi-geligi bukal.31 Analisa sefalometri dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antero- posterior dari maksila dan mandibula.3 c. Lebar relatif dari rahang atas dan bawah Crossbite unilateral maupun bilateral bisa disebabkan karena ada penyimpangan pada lebar rahang. Crossbite bilateral biasanya disebabkan oleh sempitnya tulang basal atau karena terdapat hubungan skeletal Klas III yang simetris dengan lintasan sentral dari penutupan mandibula. Sedangkan pada crossbite unilateral, ciri asimetris biasanya berhubungan dengan penyimpangan lateral pada lintasan penutupan mandibula.31 d. Dimensi vertikal dari wajah Tinggi wajah bagian bawah dibentuk dari tinggi rahang dan gigi-geligi. Tinggi wajah juga dipengaruhi oleh sudut gonial mandibula. Sudut gonial yang besar cenderung menimbulkan wajah yang panjang, sedangkan sudut gonial yang kecil cenderung menghasilkan wajah yang pendek pada dimensi vertikal. Keadaan ini tercermin pada hubungan oklusi karena terdapat variasi pada overbite insisal. Wajah Universitas Sumatera Utara
  • 25. pendek cenderung memiliki overbite yang dalam, sedangkan wajah yang panjang cenderung membentuk gigitan terbuka anterior.31 2.2.3 Faktor Muskular Faktor muskular pada maloklusi Klas III menimbulkan masalah yang bervariasi, seperti pada bentuk dan fungsi bibir akan sedikit berpengaruh terhadap oklusi. Kecenderungan bagi insisivus mandibula untuk lebih retroklinasi diduga karena ada hubungan antara fungsi bibir bawah dengan penyimpangan- penyimpangan skeletal yang ada.31 Apabila tinggi intermaksilaris anterior besar, maka fungsi bibir sering kurang sempurna. Pada kasus seperti ini sering terjadi openbite anterior yang bersifat skeletal dan terjadi variasi adaptasi dari cara menelan yang ditandai dengan letak lidah lebih anterior dari celah antara gigi-geligi seri.26 Lidah yang melekat pada tepi bagian dalam mandibula, biasanya sesuai dengan ukuran lengkung gigi mandibula. Jika lengkung maksila lebih kecil daripada lengkung mandibula, ukuran lidah dan fungsinya akan berpengaruh hingga terbentuk gigitan terbuka anterior.31 Tujuan utama dilakukan perawatan adalah untuk mendapatkan hubungan serta adaptasi jaringan lunak, bukan semata-mata untuk mendapatkan oklusi yang ideal. Kesinambungan jaringan lunak pada dua proporsi yang seimbang antara kulit wajah dengan gigi-geligi yang berhubungan terhadap bibir dan wajah adalah faktor utama yang menentukan penampilan wajah seseorang. Oleh karena itu, adaptasi jaringan lunak terhadap posisi gigi akan menentukan apakah hasil perawatan ortodonti akan stabil atau tidak.18 Universitas Sumatera Utara
  • 26. Ketepatan dalam mendiagnosis maloklusi Klas III menjadi hal yang sangat penting dalam upaya mencapai keberhasilan perawatan.15 Hal tersebut penting karena untuk memilih perawatan yang paling tepat tergantung dari tingkat maloklusi mana yang dapat dihubungkan dengan masalah dento-alveolar atau skeletal yang terjadi.32 Penanganan masalah ortodontik meliputi identifikasi dari kemungkinan faktor etiologinya serta melakukan usaha untuk menghilangkan keadaan yang sama dari sebelumnya. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang usaha preventif dan interseptif yang memungkinkan maloklusi dapat dicegah atau dihindari dengan cara menghilangkan masalah utamanya sedini mungkin.7,9 Jika maloklusi ditangani ketika masih dalam pertumbuhan tahap dini dan mandibula serta pola pertumbuhan wajah dikendalikan sebagaimana mestinya, maka resiko untuk melakukan perawatan secara bedah akan semakin kecil.30 Universitas Sumatera Utara
  • 27. BAB 3 PESAWAT TWIN BLOCK KLAS III Perawatan dengan pesawat fungsional bertujuan untuk memperbaiki hubungan fungsional struktur dentofasial dengan cara menghilangkan faktor pertumbuhan yang kurang baik serta memperbaiki lingkungan muskular sebagai pembungkus oklusi yang sedang berkembang. Twin Block sebagai salah satu pesawat fungsional, mampu memperbaiki keadaan maloklusi Klas III yang diakui sebagai salah satu masalah ortodonti yang paling sukar untuk dirawat.10 3.1 Pengertian Pesawat Twin Block merupakan pesawat fungsional lepasan yang didesain pada tahun 1982 oleh seorang berkebangsaan Skotlandia bernama William J Clark. Pesawat Twin Block pada dasarnya terdiri dari bite-block atas dan bite-block bawah. Kedua bite-block tersebut saling mengunci pada sudut 70° terhadap dataran oklusal apabila maksila dan mandibula beroklusi. Twin Block yang terpisah antara rahang atas dan rahang bawah, saling berkontak pada occlusal inclined plane. Modifikasi occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke depan atau ke belakang pada posisi oklusi yang tepat.10,11,16,17,29 Pada saat Twin Block pertama kali diciptakan, alat ini lebih diindikasikan untuk merawat maloklusi Klas II divisi 1 yang disebabkan oleh retrognasi mandibula dengan maksila yang normal.10,11,16,17 Tujuan utama pengembangan pesawat Twin Block pada perawatan maloklusi Klas II divisi 1 adalah untuk menghasilkan suatu Universitas Sumatera Utara
  • 28. teknik yang dapat memaksimalkan respon pertumbuhan terhadap fungsional protusi mandibula dengan menggunakan suatu sistem pesawat yang sederhana, nyaman dipakai dan secara estetis dapat diterima oleh pasien.10,11,19 Penampilan wajah pasien secara jelas diperbaiki saat Twin Block dipasang. Efek perawatan dengan pesawat Twin Block dapat memuaskan pasien dan operator, sehingga alat ini dapat disebut sebagai pesawat fungsional yang paling bersahabat jika dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya.10 Mekanisme perawatan Twin Block Klas III adalah dengan memanfaatkan kekuatan oklusal pada mandibula dengan tujuan untuk memberikan gaya ke bawah dan ke belakang oleh inclined plane yang terbalik. Gerakan tersebut tidak merusak kondilus, karena gigitan digantung terbuka bersamaan dengan kondilus yang digerakkan ke bawah dan ke depan di dalam fossa, serta inclined plane pada gigi- geligi mandibula dituntun ke bawah dan ke belakang secara bersamaan. Arah tekanan pada mandibula melewati molar bawah ke arah sudut gonial. Area ini merupakan bagian terbaik dari mandibula untuk menyerap tekanan oklusal yang merugikan. Sebelum memulai perawatan Twin Block Klas III, sangat penting untuk memastikan terlebih dahulu letak kondilus pasien tidak lebih superior atau lebih posterior dari fossa glenoidalis pada saat oklusi penuh. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin keefektifan dari pesawat Twin Block Klas III.10 3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III Nyaman dan estetis adalah dua faktor yang paling penting dalam mendisain suatu pesawat. Pesawat Twin Block rahang atas dan rahang bawah adalah suatu Universitas Sumatera Utara
  • 29. komponen yang terpisah, sehingga disain pesawat dapat disesuaikan secara bebas dalam memecahkan masalah pada kedua lengkung rahang.10 Pesawat Twin Block bekerja di lingkungan gigi-geligi dan jaringan. Pesawat ini didesain untuk memanfaatkan gigi-geligi sebagai penjangkar sehingga dapat membatasi pergerakan gigi secara individual dan memaksimalkan reaksi ortopedik pada perawatan. Pada awalnya, Twin Block didesain dengan komponen dasar sebagai berikut:10 a. Sebuah skrup midline untuk ekspansi lengkung rahang atas. b. Occlusal bite blocks. c. Klamer di Molar dan Premolar atas. d. Klamer di Molar dan Premolar bawah. e. Sebuah labial bow untuk meretraksi. f. Pegas untuk memindahkan gigi secara individual dan untuk memperbaiki bentuk lengkung rahang seperti semestinya. g. Penggunaan traksi ekstraoral pada beberapa kasus. Gambar 3. Desain Twin Block Klas III. A. Twin Block rahang atas. B. Twin Block rahang bawah.19 A B Klamer Adam Klamer Ball ended Bite block Labial Bow Universitas Sumatera Utara
  • 30. 3.2.1 Komponen Ekspansi Pada Twin Block Klas III, skrup ekspansi didesain secara sagital untuk memajukan insisivus atas sehingga oklusi lingual dapat dikoreksi. Pada banyak kasus, maksila diekspansi secara lateral untuk memperbaiki hubungan distal dengan mandibula. Oleh karena itu, desain pesawat pada maksila seharusnya mengikuti syarat ekspansi tiga arah untuk menambah ukuran maksila pada dimensi sagital dan transversal. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menggunakan tiga buah skrup sagital, termasuk skrup midline untuk mengimbangi kerja dari skrup sagital.10 Pemutaran skrup mempunyai efek timbal balik antara pergerakan molar ke distal dengan gerakan protrusi insisivus. Skrup-skrup sebaiknya diposisikan dengan baik sehingga dapat dibuka pada arah yang sama. Selain untuk melebarkan maksila, mekanisme skrup ekspansi tiga arah ini juga sangat efektif untuk mengoreksi oklusi lingual pada maloklusi Klas III jika dikombinasikan dengan inclined plane terbalik.10 Posisi potongan untuk peletakan skrup akan mempengaruhi kerjanya terhadap masing-masing gigi. Potongan-potongan tersebut dapat diposisikan di bagian distal insisivus lateralis untuk memajukan keempat insisivus maksila. Posisi potongan pada bagian mesial molar atas akan menyebabkan proses distalisasi molar-molar tersebut semakin meningkat. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya tahanan oklusi dari bite block bawah sehingga akan memperluas seluruh bagian dari lengkung rahang atas dari bagian mesial sampai ke bagian molar.10 Universitas Sumatera Utara
  • 31. Gambar 4. Skrup ekspansi tiga arah pada Twin Block Klas III rahang atas.10 3.2.2 Labial Bow Pada tahap awal perkembangan pesawat Twin Block Klas III, pesawat rahang bawah selalu digabungkan dengan labial bow. Berdasarkan penelitian, labial bow cenderung lebih dapat mengoreksi angulasi insisivus selama proses perbaikan fungsional jaringan mulut. Namun, labial bow tidak selalu diperlukan dalam perawatan kecuali untuk memperbaiki insisivus dengan kasus proklinasi berat. Labial bow tidak boleh diaktifkan terlebih dahulu sampai perbaikan fungsional seluruhnya selesai dan didapatkan hubungan Klas I pada segmen bukal.10,19 3.2.3 Retensi Pesawat Klamer retensi yang sering digunakan pada pesawat ini adalah klamer Adams. Klamer ini merupakan retensi utama yang diletakkan pada molar pertama permanen rahang atas. Klamer Delta yang dikembangkan oleh Clark (1985) dapat juga digunakan sebagai retensi pesawat Twin Block. Klamer Delta mempunyai prinsip yang sama dengan klamer Adams, tetapi mempunyai keistimewaan dalam meningkatkan retensi, menghindari kerusakan kawat dan meminimalisir waktu kerja tiap kontrol. Hal ini disebabkan karena bentuk dari klamer Delta adalah triangle yang tidak mengalami perubahan meskipun pesawat dilepas dan dipasang secara berulang- Universitas Sumatera Utara
  • 32. ulang, sehingga memberikan retensi yang lebih stabil serta mengurangi resiko kerusakan kawat. Keuntungan lainnya adalah klamer Delta memberikan retensi yang sangat baik pada premolar bawah dan cocok digunakan untuk semua gigi posterior pada gigi permanen maupun gigi desidui.10,17 Gambar 5. Klamer Delta10 Klamer ball-ended pada interdental dan klamer jari atau klamer C dapat digunakan untuk menambah retensi, serta meningkatkan daya tahan gigi-geligi terhadap gerakan tipping antero-posterior. Klamer ball-ended biasa ditempatkan di mesial kaninus bawah dan di premolar atas atau pada regio molar desidui untuk memperoleh retensi interdental pada gigi-geligi yang berdekatan. Klamer C sangat baik digunakan pada masa gigi bercampur, karena dapat dimanfaatkan sebagai pegangan perifer bagi molar dan kaninus desidui.10,17 3.2.4 Occlusal Inclined Plane Occlusal inclined plane merupakan dasar dari mekanisme fungsional gigi- geligi secara alamiah. Cuspal inclined plane memegang peranan penting dalam menentukan gigi-geligi hingga gigi tersebut mencapai oklusinya.16 Posisi dan angulasi yang efisien dari occlusal inclined plane sangat berpengaruh dalam Universitas Sumatera Utara
  • 33. mengoreksi hubungan lengkung rahang. Koreksi fungsional pada maloklusi Klas III dapat dicapai pada perawatan Twin Block dengan cara membalikkan angulasi inclined plane. Karena jika dibandingkan dengan pesawat Twin Block Klas II, posisi bite block pada pesawat Twin Block Klas III adalah terbalik. Occlusal block ditempatkan di seluruh molar desidui atas dan molar pertama permanen bawah. Hal tersebut dapat diusahakan dengan cara memanfaatkan tekanan oklusal sebagai mekanisme fungsional.10 Occlusal inclined plane yang bekerja pada angulasi 70° , menuntun gigi-geligi rahang atas untuk bergerak ke depan dengan bantuan kekuatan oklusi dan pada saat yang sama berfungsi untuk membatasi pertumbuhan mandibula ke depan.10,29 Mekanisme tersebut bertujuan untuk memperbaiki hubungan lengkung rahang dengan cara memajukan maksila dan mandibula berperan sebagai penjangkar. Pergerakan untuk mengoreksi oklusi lingual didapatkan dengan cara membuka gigitan dan menempatkan pesawat sehingga kontak yang terjadi hanya pada inclined plane, bukan pada permukaan blocks.10 Gambar 6. Kontak oklusal hanya pada inclined plane.10 Universitas Sumatera Utara
  • 34. 3.2.5 Komponen Tambahan Terdapat beberapa komponen yang dapat ditambahkan untuk menambah efisiensi kerja Twin Block, yaitu: 3.2.5.1 Skrup Advancement Sebuah alternatif untuk mengaktivasi pesawat adalah menggunakan skrup berbentuk kerucut yang dipasang pada upper block atau lebih dikenal sebagai skrup advancement. Skrup ini juga dapat digunakan pada perawatan pertumbuhan mandibula yang asimetris. Apabila sudah menggunakan skrup jenis ini, trimming bagian upper block yang berguna untuk memudahkan proses erupsi molar bawah pada perawatan deep bite tidak boleh dilakukan. Hal tersebut menjadi kekurangan dari penggunaan skrup advancement.10,34 Gambar 7. Skrup advancement diletakkan pada block rahang atas.10 3.2.5.2 Kekuatan Magnetik Peran utama manget pada perawatan Twin Block adalah mepercepat koreksi hubungan rahang. Magnet berguna untuk memperbesar terjadinya kontak oklusi pada bite block sehingga dapat memaksimalkan kekuatan fungsional dalam memperbaiki maloklusi.10,20,23,24 Jenis Universitas Sumatera Utara
  • 35. magnet yang dapat digunakan pada perawatan Twin Block adalah samarium cobalt dan neodynium boron.10 Pada kasus maloklusi Klas III skeletal dengan crossbite tetap yang sulit diperbaiki dengan perawatan mekanik yang konvensional, ternyata dapat berhasil dirawat dengan Twin Block magnetik.10 Gaya magnet menjadi suatu sumber tarikan yang khas dalam perawatan ortodonti. Menurut Xu Yun et al, gaya magnet sebesar 2,5 T tidak akan menimbulkan kerusakan terhadap tubuh manusia.24 Gaya magnetik tidak berpengaruh buruk terhadap ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Penggunaan gaya magnetik sangat menguntungkan dalam hal perbaikan jaringan dan pergerakan gigi. Selain itu, kekuatan magnet dapat memperlancar sistem peredaran darah di sekitar jaringan gigi, mempercepat proses penghancuran dan pembentukan tulang, serta memperpendek waktu perawatan.20,24 Twin Block Klas III magnetik yang disertai dengan penambahan komponen ekspansi sagital, bekerja dengan menggunakan kekuatan ortopedik untuk memperbaikiposisi mandibula dan melebarkan maksila (Gambar 8). Hal tersebut sangat efektif dalam memperbaiki posisi mandibula dengan cepat. Prognosis Twin Block magnetik pada koreksi Klas III adalah sangat baik.10,24 Gambar 8. Twin Block magnetik pada maloklusi Klas III. A. Batangan magnet pada bite block rahang atas. B. Batangan magnet pada bite block rahang bawah.10 Universitas Sumatera Utara
  • 36. 3.2.5.3 Face Mask dengan Tarikan Terbalik Face Mask atau Facial Mask dengan tarikan terbalik merupakan komponen tambahan kekuatan ortopedik untuk memajukan maksila dengan bantuan traksi elastik. Mekanisme ini dapat juga dilekatkan pada Twin Block rahang atas untuk memaksimalkan kekuatan komponen yang memajukan maksila, sehingga terjadi perubahan teknik dari sistem fungsional ke sistem fungsional ortopedik. Kekuatan elastik yang dipakai harus ditingkatkan secara bertahap sejak Face Mask dipasang dan sejak pasien sudah beradaptasi terhadap tekanan yang ditimbulkan. Jika pasien merasakan sakit atau terjadi iritasi pada jaringan lunak, maka kekuatan elastik harus dikurangi hingga ke level yang lebih nyaman.10,33 Perawatan dengan penambahan Face Mask sangat efektif dan digunakan hanya dalam periode yang pendek, yaitu selama 4 sampai 6 bulan pemakaian. Alat tambahan ini tidak wajib dipakai sepanjang hari, melainkan dapat dipakai sebagai kekuatan tambahan di malam hari.10 Gambar 9. Penggunaan Face Mask sebagai kekuatan tambahan pada Twin Block Klas II di malam hari.10 Universitas Sumatera Utara
  • 37. 3.2.5.4 Lip Pads Untuk meningkatkan pergerakan ke depan pada segmen labial atas, lip pads dapat ditambahkan untuk mendukung bibir atas agar bebas dari insisivus sama seperti pada Frankel’s III. Lip pads yang berisi kawat berdiameter tebal tidak perlu diikutsertakan pada bagian midline, agar frenulum terhindar dari iritasi. Penting untuk melekatkan lip pads ke segmen anterior pesawat, sehingga lip pads akan ikut maju ketika skrup dibuka. Dalam hal ini, lip pads harus disesuaikan agar bebas ke depan dari ginggiva ketika insisivus dimajukan untuk menghindari gingiva tertekan pada segmen labial.10 Gambar 10. A,B Lip pads harus tidak boleh berkontak dengan gingiva. Mekanisme kerjanya sama seperti pada Frankel’s III.10 3.2.5.5 Incisal Capping Modifikasi desain pesawat dengan menambahkan insisal capping di seluruh permukaan insisal gigi insisivus bawah menjadi pilihan sebagian ortodontis.10 Penambahan insisal capping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan pecahnya Twin Block rahang bawah.22 Twin Block digunakan pada saat makan, oleh karena itu, oral hygiene merupakan faktor yang sangat penting selama perawatan.10,22 Universitas Sumatera Utara
  • 38. Gambar 11. A. Incisal capping pada Twin Block rahang bawah B. Demineralisasi dan karies yang tejadi pada insisal rahang bawah setelah perawatan.22 Pada pasien yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonasi dan disertai dengan oral hygiene yang buruk, penambahan incisal capping pada Twin Block cekat dapat memungkinkan terjadinya resiko dekalsifikasi pada gigi. Hal tersebut menjadi kekurangan dari pemakaian incisal capping.10,22 3.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pada setiap awal penggunaan teknik baru, sangat penting untuk menyeleksi kasus-kasus dan mempelajari dasar-dasar perawatan tanpa menimbulkan komplikasi. Hal ini sangat penting dilakukan bagi operator yang belum berpengalaman dalam menangani perawatan fungsional.10 Adapun indikasi dan kontraindikasi perawatan menggunakan Twin Block Klas III, antara lain: 3.3.1 Indikasi Seleksi kasus untuk penggunaan Twin Block Klas III pada tahap awal dapat dilihat dari beberapa kriteria di bawah ini: A B Universitas Sumatera Utara
  • 39. 1. Maloklusi pseudo Klas III dengan bentuk lengkung gigi yang normal. Kasus seperti ini lebih mudah untuk dirawat dibandingkan pada kasus maloklusi yang disertai crowded.10,11 2. Lengkung rahang dalam keadaan baik atau dapat dikoreksi dengan mudah.10,11 3. Pada pemeriksaan klinis harus terlihat perubahan ketika pasien memundurkan mandibulanya untuk mengoreksi crossbite.10 4. Untuk memperoleh perubahan skeletal yang baik selama perawatan, pasien harus sedang dalam masa pertumbuhan.10,11,16 5. Pada perawatan maloklusi kompleks yang disebabkan oleh kombinasi faktor dental dan skeletal.16 6. Overjet dan deep overbite yang terbalik pada maloklusi Klas III.19 7. Kondisi pasien yang memiliki kekurangan skeletal maksila yang minimal dan sudut mandibular plane yang tidak terlalu curam.11 3.3.2 Kontraindikasi Hal-hal yang menjadi kontraindikasi perawatan Twin Block Klas III, yaitu: 1. Pada kasus gigi yang sangat berjejal.10,11,16,17 2. Pasien dengan protrusi mandibula yang sangat parah.24 3. Pasien yang mempunyai sudut gonial yang besar. 4. Pasien yang memiliki sudut mandibular plane yang curam. 3.4 Keuntungan dan Kerugian Adapun keuntungan dan kerugian pada perawatan menggunakan pesawat Twin Block, antara lain: Universitas Sumatera Utara
  • 40. 3.4.1 Keuntungan Twin Block mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya, antara lain: a. Nyaman. Pasien memakai Twin Block selama 24 jam sehari dan dapat makan dengan nyaman meskipun pesawat sedang dipakai.10,11,16,17,27 b. Estetis. Twin Block dapat didisain dengan kawat yang tidak tampak di bagian anterior tanpa kehilangan efisiensi dalam mengoreksi hubungan lengkung rahang.10,16 c. Fungsi. Occlusal inclined planes adalah mekanisme yang paling alami daripada mekanisme yang lain.10 d. Kooperatif pasien. Twin Block dapat dicekatkan ke gigi secara sementara ataupun permanen untuk menjamin kooperatif pasien. Twin Block lepasan dapat dicekatkan di dalam mulut pada minggu pertama atau selama 10 hari perawatan untuk memastikan pasien dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat memakainya sepanjang hari.10,16 e. Perawakan wajah. Sejak Twin Block dipasang, perawakan wajah langsung diperbaiki. Tidak ada pads pada bibir, pipi ataupun pada lidah seperti yang digunakan pada beberapa pesawat lainnya, menjadikan tidak ada batasan baginya pada fungsi normal serta tidak mengganggu perawakan wajah pasien selama perawatan. Pemulihan keseimbangan wajah tampak membaik dalam tiga bulan pertama perawatan.10,11,16,17 f. Pasien dapat berbicara secara normal. Pesawat Twin Block tidak mengganggu fungsi fonetik akibat terhalangnya lidah, bibir ataupun mandibula jika dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya.10,16 Universitas Sumatera Utara
  • 41. g. Manajemen klinis. Penyesuaian dan aktivasi pesawat sangat sederhana. Pesawat ini kuat dan tidak mudah patah. Waktu kerja dapat dikurangi dengan melakukan koreksi ortopedi mayor.10 h. Perkembangan lengkung rahang. Twin Block dapat mengontrol lebar lengkung rahang atas dan bawah secara tersendiri. Desain pesawat dapat dimodifikasi dengan mudah dalam perawatan lengkung rahang secara transversal maupun sagital.10 i. Memposisikan mandibula. Pemakaian pesawat seharian penuh dapat memposisikan mandibula agar tetap stabil setelah masa retensi.10 j. Kontrol vertikal. Twin Block dapat mengontrol dimensi vertikal dengan sangat baik pada perawatan deep overbite dan openbite anterior. Kontrol vertikal secara signifikan dapat tercapai dengan pemakaian sepanjang hari.10,28 k. Asimetri wajah. Aktivasi pesawat untuk mengoreksi asimetri wajah dan asimetri gigi-geligi dapat dilakukan saat anak dalam masa pertumbuhan.10 l. Aman. Twin block dapat dipakai selama berolah raga kecuali berenang dan olah raga kasar yang diharuskan untuk melepas pesawat demi keamanan.10,16 m. Efisiensi. Twin Block dapat mengoreksi maloklusi lebih cepat dibandingkan pesawat fungsional lain yang hanya terdiri dari satu unit, karena Twin Block dipakai sepanjang hari. Keuntungan ini berlaku pada pasien di semua umur.9 n. Lama perawatan. Hubungan lengkung rahang dapat dikoreksi mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Namun, perawatan akan lebih lama pada pasien dewasa dan hasilnya akan lebih sulit diprediksi.10 o. Kerjasama dengan pesawat cekat. Kerjasama Twin Block dengan pesawat cekat konvensional lebih sederhana dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya. Dengan Universitas Sumatera Utara
  • 42. teknik kombinasi, Twin Block memaksimalkan koreksi skeletal ketika pesawat cekat digunakan untuk memperbaiki oklusi secara detail. Pesawat Twin Block tidak memerlukan kawat di bagian anterior sehingga breket dapat dipasang pada gigi bagian anterior untuk memperbaiki susunan gigi secara bertahap, dengan cara mengoreksi hubungan lengkung rahang selama fase ortopedik. Selama fase pendukung, suatu transisi dapat mudah dihasilkan dengan mencekatkan pesawat.10 p. Perawatan terhadap disfungsi TMJ. Twin block dapat difungsikan sebagai splint yang efektif pada pasien yang mengalami disfungsi TMJ dengan memindahkan kondilus bagian distal ke disc articulare. Pemakaian sepanjang hari menjadikan disc articulare pada TMJ yang mungkin bermasalah akan berkurang pada stadium awal dan akan kembali ke posisi normal. Pada saat yang sama, perkembangan lengkung rahang secara sagital, vertikal dan transversal menghilangkan kontak oklusi yang tidak baik.10 3.4.2 Kerugian Adapun beberapa kerugian pada perawatan menggunakan Twin Block Klas III, antara lain: 1. Alat ini hanya benar-benar efektif jika digunakan untuk merawat anomali pada pasien dalam masa pertumbuhan aktif.10,11,16,17 2. Hanya benar-benar efektif digunakan pada maloklusi pseudo Klas III, dimana kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal.6,7 3. Twin Block cenderung meningkatkan tinggi wajah secara vertikal.28 4. Pemakaian Twin Block cekat pada pasien yang mempunyai oral hygiene yang buruk dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonasi, cenderung menyebabkan demineralisasi dan karies pada gigi.22 Universitas Sumatera Utara
  • 43. 3.5 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan Perawatan Twin Block dideskripsikan dalam tiga fase. Twin Block digunakan pada fase aktif untuk mengoreksi hubungan antero-posterior dan dimensi vertikal. Pada fase selanjutnya Twin Block diganti dengan pesawat tipe Hawley pada rahang atas yang terdapat anterior inclined plane untuk membantu mengoreksi posisi seperti gigi posterior menuju oklusi yang penuh. Perawatan diakhiri dengan fase retensi untuk mempertahankan posisi gigi yang sudah diperbaiki.10 Mekanisme kerja akan dijelaskan dalam sub bab di bawah ini. 3.5.1 Fase Aktif a. Pengepasan pesawat Hal pertama yang paling penting dilakukan oleh operator adalah memastikan bahwa pasien dapat menggigit secara nyaman pada gigitan retrusif saat inclined plane beroklusi. Untuk menghindari iritasi selama pemakaian pesawat pada minggu pertama, penting untuk membebaskan sedikit bagian palatal gingiva insisivus atas dari pesawat rahang atas. Klamer-klamer diatur agar dapat meretensikan pesawat dengan aman tanpa mengenai gingival margin. Jika memakai labial bow, sebaiknya tidak berkontak dengan inisisvus bawah.10 b. Kontrol pertama, setelah 10 hari Pasien harus dapat memakai pesawat dengan nyaman termasuk pada saat makan. Pasien telah dapat beradaptasi dengan baik sehingga ketidaknyamanan dalam memakai pesawat seperti pertama kali sudah teratasi dan pasien dapat menggigit dengan gigitan retrusif secara konsisten. Pasien diintruksikan untuk memutar skrup midline pada pesawat rahang atas satu kali putaran per minggu.10 Universitas Sumatera Utara
  • 44. Pada tahap ini, sangat penting untuk mendeteksi kemampuan pasien dalam meretrusikan inclined plane secara konstan ketika melakukan oklusi. Apabila pasien sulit melakukannya, hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa pesawat sudah diaktifkan melewati tingkat toleransi jaringan muskular. Hal yang perlu dilakukan adalah mengurangi aktivasi pesawat dengan cara melakukan grinding pada incline planes sampai didapatkan posisi oklusi yang nyaman bagi pasien. Angulasi inclined planes dapat dikurangi menjadi 45° jika pasien gagal untuk mengoklusikan bite blocks ke belakang secara benar. Hal tersebut dapat menjadi pertanda awal bahwa progress perawatan akan lebih lambat jika dibandingkan dengan inclined planes angulasi 70°.10 c. Kontrol setelah 4 minggu Pada kontrol di bulan pertama, kemajuan perawatan sudah terlihat secara signifikan yaitu terjadi perubahan keseimbangan wajah menjadi lebih baik. Kemajuan perawatan juga ditandai dengan berkurangnya overjet yang diukur secara intraoral ketika mandibula diretraksikan secara penuh.10 Apabila sikap kooporatif pasien diragukan, maka disarankan agar memfiksasi pesawat pada mulut. Hal tersebut dilakukan agar pasien mudah beradaptasi terhadap pemakaian pesawat selama 24 jam sehari. Teknik untuk memfiksasi pesawat pada tempatnya cukup sederhana. Gigi-geligi pertama kali harus di fissure sealent dan dirawat dengan topical fluoride untuk mencegah kerusakan gigi pada waktu pemakaian. Ada dua cara untuk memfiksasi Twin Block. Pertama, dengan memasukkan semen di atas permukaan gigi dari pesawat. Kedua, teknik bonding langsung ke gigi, dengan cara menaruhkan composite di sekeliling klamer retensi.10,16 Universitas Sumatera Utara
  • 45. Kontrol pesawat pada tahap ini minimal dilakukan. Dalam memonitor kemajuan perawatan, hal yang perlu dilakukan adalah memeriksa kerja skrup serta mencocokkan klamer-klamer yang mendukung retensi jika perlu. Apabila labial bow termasuk sebagai komponen pesawat, pastikan agar tetap tidak berkontak dengan insisivus bawah.10 Penambahan occlusal inclined plane dilakukan untuk menuntun mandibula dalam mengoreksi hubungan fungsional yang benar terhadap maksila, yaitu dari Klas III yang protrusi menjadi relasi rahang Klas I secara skeletal dengan cepat. Pada semua perawatan fungsional, koreksi sagital dicapai sebelum pertumbuhan vertikal pada gigi-geligi posterior selesai.10 Pada perawatan deep over bite, bite blocks bawah digrinding secara selektif menjauhi molar atas sehingga menyisakan ruang sebesar 1-2 mm agar erupsi molar tidak terhambat. Di sepanjang rentetan proses grinding, penting untuk tidak mengurangi pinggiran penuntun dari inclined plane, sehingga dukungan fungsional oklusal yang adekuat tetap dapat diberikan sampai didapatkan kontak oklusi yang baik.10,16 Gambar 12. Rentetan proses grinding pada perawatan deep bite dengan pesawat Twin Block. A B C D E Universitas Sumatera Utara
  • 46. Pada perawatan open bite anterior dan pola pertumbuhan vertikal, posterior bite block tidak dikurangi dan tetap utuh selama perawatan. Hal tersebut menghasilkan efek intrusi pada gigi posterior, sementara gigi anterior dapat erupsi secara utuh. Hal tersebut dapat membantu mencapai overbite yang normal dan membawa gigi anterior beroklusi.10,30 d. Kontrol rutin, interval waktu 6 minggu Pola kontrol alat yang sama seperti sebelumnya tetap terus dilakukan untuk mengoreksi oklusi mesial dan mengurangi overjet. Lebar lengkung rahang atas selalu diperiksa tiap kunjungan, sampai proses ekspansi cukup untuk membantu rahang bawah berada pada posisi yang benar, sehingga tidak diperlukan lagi pemutaran skrup.10 Pada akhir fase aktif perawatan Twin Block, tujuan selanjutnya adalah mencapai perbaikan oklusi menjadi oklusi Klas I dan mengontrol dimensi vertikal hingga mencapai kontak oklusi di tiga titik ketika insisivus dan molar beroklusi. Pada tahap ini, overjet, overbite, dan oklusi mesial harus seluruhnya diperbaiki.10,16 Gambar 13. A,B,C Perubahan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah perawatan Twin Block Klas III.10 A B C Universitas Sumatera Utara
  • 47. 3.5.2 Fase Pendukung Tujuan dari fase pendukung adalah mempertahankan hubungan insisivus yang sudah terkoreksi sampai oklusi pada segmen bukal berinterdigitasi dengan baik. Sebuah pesawat fungsional rahang atas lepasan dicocokkan dengan anterior inclined plane beserta labial bow untuk menjaga posisi insisivus dan caninus bawah.10,16 Pesawat Twin Block bawah dilepaskan pada fase ini. Bite block bagian posterior dihilangkan untuk memberi jalan erupsi gigi posterior. Pemakaian pesawat secara rutin sangat penting untuk mendukung terjadinya perubahan tulang internal dalam memperbaiki oklusi seperti yang telah terjadi pada segmen bukal.10 Kontrol vertikal merupakan hal utama yang dilakukan pada fase ini setelah pengurangan overbite selesai. Untuk mencapai vertikal dimensi yang baik, sebuah occlusal stop datar dari akrilik yang bermula dari inclined plane diperluas ke depan untuk menahan insisivus bawah. Occlusal stop adalah komponen tambahan yang penting untuk mengontrol tinggi intergingival yang benar saat gigi posterior erupsi mencapai oklusi. Bukal geligi-gigi pada rahang atas dan bawah harus dituntun mencapai oklusi yang normal dalam 2-6 bulan, tergantung darikedalaman overbite.10 Gambar 14. Fase pendukung dengan anterior inclined plane.10 Universitas Sumatera Utara
  • 48. Pasien harus mengerti akan pentingnya pemakaian pesawat pendukung sepanjang waktu untuk mencegah relapse pada fase kritis perawatan. Kuncinya adalah pesawat yang nyaman dan didesain dengan baik dapat diterima oleh pasien tanpa ada keraguan.10 3.5.3 Fase Retensi Perawatan juga diikuti dengan fase retensi, dengan menggunakan anterior inclined plane pada rahang atas. Pemakaian pesawat retensi hanya digunakan pada malam hari ketika oklusi penuh telah dicapai. Pada perawatan dini kelainan skeletal sejati, pesawat tipe monoblock dapat dipakai sebagai retainer. Pesawat tersebut berperan sebagai pendukung tambahan dan dapat diaktifkan untuk memperbesar respon ortopedik terhadap perawatan yang diberikan selama masa transisi gigi- geligi.10 Lamanya waktu perawatan dengan pesawat Twin Block secara keseluruhan adalah berkisar 18 bulan. Fase aktif sekitar 6-9 bulan untuk mendapatkan pengurangan overjet ke hubungan insisivus yang normal dan mengoreksi oklusi bagian distal. Fase pendukung berkisar 3-6 bulan sampai gigi premolar dan molar mencapai oklusi yang optimal. Tujuannya adalah untuk membantu mengoreksi posisi mandibula setelah terjadi perpindahan aktif sampai gigi-geligi bukal beroklusi dengan baik. Oklusi segmen bukal yang baik ditandai dengan adanya landasan yang stabil setelah mengoreksi hubungan antar lengkung rahang. Fase retensi lebih kurang 9 bulan dan pengurangan waktu pemakaian dilakukan hingga posisi keseluruhan stabil.10,16 Universitas Sumatera Utara
  • 49. BAB 4 EFEK PERAWATAN TWIN BLOCK KLAS III Perawatan maloklusi Klas III dengan Twin Block menghasilkan berbagai perubahan yang signifikan terhadap tercapainya keseimbangan fungsional wajah yang harmonis.10,11,19,24 Efek tersebut selanjutnya akan lebih dideskripsikan pada kasus- kasus di bawah ini. 4.1 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Skeletal Seorang gadis berumur 8 tahun 2 bulan, menderita pola maloklusi Klas III skeletal ringan dengan konveksitas maksila mencapai -1 mm disertai oklusi lingual pada keempat insisivus atas. Kedua insisivus lateralis atas linguoversi. Retroklinasi insisivus atas diduga karena terdapat sudut naso-labial yang tumpul.10 Gambar 15. Oklusi sebelum perawatan.10 Perawatan pada masa gigi bercampur menghasilkan respon pertumbuhan yang positif. Pada akhir perawatan terjadi perkembangan konveksitas wajah menjadi +5 mm. Lip pads ditambahkan pada Twin Block rahang atas dengan skrup twin sagital Universitas Sumatera Utara
  • 50. untuk memperbaiki reaksi terhadap maksila. Hasilnya, proklinasi dari insisivus meningkat selama perawatan sejauh 6 mm, dari -1 mm menjadi 5 mm.10 Gambar 16. A. Lengkung rahang atas sebelum perawatan B. Oklusi setelah perawatan C. Lengkung rahang atas setelah perawatan.10 Perbaikan yang paling menguntungkan pada keseimbangan wajah, sebagian tergantung pada rotasi mandibula yang searah jarum jam disertai dengan rotasi yang signifikan dari sumbu fasial. Hal tersebut merubah sudut sumbu fasial dari 26o saat sebelum perawatan, menjadi 19o setelah perawatan, dan 22o ketika dilakukan follow up 1 tahun 3 bulan kemudian. Perubahan yang sama juga didapatkan pada sudut bidang mandibula. Pergerakan mandibula ke bawah yang terjadi dapat memperbaiki profil wajah. Perawatan dengan menggunakan pesawat Twin Block yang terbalik ini, oklusi lingual terkoreksi setelah 5 bulan dan perawatan selesai setelah 12 bulan. Selanjutnya, perawatan juga diikuti dengan fase retensi hingga 12 bulan. Laporan terakhir menunjukkan keadaan oklusi pasien 1 tahun setelah lepas dari fase retensi, yaitu saat masa transisi pertumbuhan gigi-geligi permanen selesai.10 A B C Universitas Sumatera Utara
  • 51. Gambar 17. A,B Oklusi saat follow up.10 Gambar 18. Gambaran sefalometri:10 A. Sebelum perawatan ( umur 8 tahun 2 bulan) B. Setelah perawatan (umur 10 tahun 1 bulan) C. Saat follow up (umur 11 tahun bulan) A B A B C Universitas Sumatera Utara
  • 52. Gambar 19. Perubahan profil pasien saat umur 8 tahun 2 bulan (sebelum perawatan), 10 tahun 1 bulan (setelah perawatan), dan 11 tahun 4 bulan (saat follow up).10 Tabel 1. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MALOKLUSI KLAS III SKELETAL Jenis Pengukuran UMUR ( tahun ) 8,2 (sebelum perawatan) 10,1 (sesudah perawatan) 11,4 (Follow Up) Sudut Basis Kranii Sudut Fasial (Npog-FH) MP-FH Sudut Kraniomandibular Bidang Palatal/Maksila Konveksitas I atas : Vertikal I bawah : Vertial I bawah : A/Po (mm) LI : GRS-E (mm) Molar atas : Pt Vertikal 30 26 26 56 -1 -1 5 24 4 0 8 29 19 34 63 -2 5 13 27 1 -2 6 30 22 29 59 0 4 14 27 1 -3 7 4.2 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Dental Gadis berumur 7 tahun 5 bulan menderita maloklusi Klas III dental berat yang terjadi segera setelah erupsi insisivus permanen. Kedua insisivus lateralis atas bergerak ke lingual dari kedua insisivus sentaralis di sebelahnya, dan terdapat oklusi Universitas Sumatera Utara
  • 53. ke lingual pada segmen labial atas yang ditandai dengan overjet terbalik sejauh 3 mm, serta tidak terdapat pergerakan mandibula ke depan saat penutupan. Hubungan skeletal menunjukkan konveksitas wajah -1 dengan mandibula yang normal dan maksila yang cukup retrusi.10 Gambar 20. A-C Gambaran oklusi sebelum perawatan.10 Perawatan Twin Block periode pendek sukses dilakukan dengan cara membalikkan kecenderungan pertumbuhan yang ada, serta membentuk oklusi Klas I yang tetap bertahan selama 6 tahun setelah seluruh fase perawatan selesai dilakukan, tanpa dibutuhkan perawatan lanjutan.10 Gambar 21. A. Oklusi setelah 8 bulan perawatan. B. Oklusi 6 tahun kemudian saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).10 A B C A B Universitas Sumatera Utara
  • 54. , Gambar 22. A. Sefalometri sebelum perawatan. B. Sefalometri setelah 5 bulan perawatan. C. Sefalometri saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).10 Gambar 23. Perubahan profil wajah sebelum, setelah perawatan dan saat follow up 6 tahun kemudian.10 A B C Universitas Sumatera Utara
  • 55. Tabel 2. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MAOLKLUSI KLAS III DENTAL Jenis Pengukuran UMUR ( tahun ) 7,5 (sebelum perawatan) 7,10 (sesudah perawatan) 14,3 (Follow Up) Sudut Basis Kranii Sudut Fasial (Npog-FH) MP-FH Sudut Kraniomandibular Bidang Palatal/Maksila Konveksitas I atas : Vertikal I bawah : Vertial Sudut Interinsisal I bawah : A/Po (mm) LI : GRS-E (mm) Molar atas : Pt Vertikal 29 28 27 56 -4 -1 11 26 143 3 -5 8 29 27 27 56 -1 0 29 26 125 2 -3 10 30 31 21 52 0 -4 30 18 132 2 -8 20 4.3 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Pseudo Klas III Seorang pasien perempuan berumur 8 tahun dengan keluhan utama yaitu tidak teraturnya gigi-geligi anterior atas dan bawah. Pada pemeriksaaan ekstraoral, tampak profil wajah cekung dan menunjukkan masalah pertumbuhan maksila yang terhambat ( Gambar 25 A ).11 Pada pemeriksaan intraoral menunjukkan bahwa pasien dalam masa awal gigi bercampur yang ditandai dengan telah erupsinya insisivus sentralis atas dan bawah serta molar pertama permanen. Seluruh gigi maksila mulai dari kaninus desidui kanan (53) hingga molar pertama desidui kiri (64) mengalami crossbite dengan molar pertama desidui rahang bawah pada sisi kanan (84) sampai molar pertama desidui sisi kiri (74), kecuali insisivus lateralis desidui kanan maksila (52) yang sebagian terkunci. Relasi molar pada kedua sisi rahang berkembang menjadi maloklusi Klas Universitas Sumatera Utara
  • 56. III, dimana molar mandibula berada 3 mm di depan dari ujung tonjol bukal molar maksila. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita maloklusi Klas III.11 Pada pemeriksaan dengan RS-OS dan penuntun penutupan mandibula, terlihat adanya pergeseran fungsional. Erupsi gigi 11 berpengaruh terhadap perubahan fungsional yang terjadi, sehingga menyebabkan oklusi yang prematur pada relasi rahang (Gambar 24 A). Pertumbuhan maksila tampak terhambat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan postural pada mandibula menjadi posisi Klas III Angle. Pada foto sefalogram lateral menunjukkan bahwa titik A masih pada kisaran yang normal. Sebaliknya, pada titik B sedikit lebih besar dari normal. Berdasarkan penemuan- penemuan tersebut, hasil diagnosa adalah maloklusi pseudo Klas III.11 Gambar 24. Foto sebelum perawatan menunjukkan terjadinya atrisi yang berat pada gigi-geligi maksila.11 Tujuan perawatan adalah untuk memperbaiki keadaan terkuncinya gigi di bagian anterior. Karena tidak terdapat hambatan pada pertumbuhan maksila, dan berdasarkan observasi ternyata mandibula bermasalah pada saat penutupan, maka dibuat keputusan untuk merawat pasien dengan menggunakan pesawat Twin Block Klas III. Hal tersebut diharapkan dapat memposisikan mandibula ke belakang dan memicu pertumbuhan maksila.11 Universitas Sumatera Utara
  • 57. Gambar 25. A. Pergeseran fungsional mandibula. B. Pesawat Twin Block Klas III terlihat secara intaroral.11 Metode perawatan terdiri dari pembuatan gigitan kerja dari wax dalam posisi retrusi maksimal. Kemudian, bite blocks atas dan bawah dibuat dari bahan heat cured PMMA, disertai pemakaian klamer-klamer pada molar pertama maksila dan mandibula. Bite blocks dibuat menutupi molar pertama dan kedua desidui atas dan molar pertama permanen bawah dengan arah inclined plane yang terbalik. Labial bow pasif pada rahang bawah juga ditambahkan yang berguna sebagai retensi. Pasien diinstruksikan untuk menggunakan pesawat sepanjang hari termasuk saat makan.11 Adaptasi pasien terhadap pemakaian pesawat saat makan sangat buruk pada dua bulan pertama perawatan. Namun, keadaan tersebut teratasi setelah dilakukan motivasi dan penyuluhan pada pasien dan orang tua. Membaiknya profil wajah pada saat memakai pesawat juga menjadi salah satu faktor motivasi yang positif.11 Pesawat diaktifkan setiap tiga minggu sekali dengan menambahkan resin akrilik pada inclined plane bite block.10,34 Selama dua bulan pemakaian pesawat, pasien telah mampu menghasilkan penutupan yang habitual pada mandibula ke posisi belakang dan mengoreksi crossbite anterior. Pasien diharuskan untuk melanjutkan A B Universitas Sumatera Utara
  • 58. pemakaian pesawat selama enam bulan berikutnya untuk tujuan retensi. Pada akhir bulan ke-10, diperoleh perubahan pada profil pasien yang signifikan (gambar 24 B).11 Gambar 26. Perubahan profil wajah pasien. A. Profil sebelum perawatan. B. Profil setelah perawatan.11 Gambar 27. Oklusi setelah dua tahun (follow up).11 Setelah perawatan, analisa sefalometri menunjukkan terjadinya peningkatan pada SNA sebesar 2o , yaitu dari 82o menjadi 84o dan tidak terdapat perubahan pada sudut SNB. Sudut ANB berubah dari -2o sebelum perawatan, menjadi 0o pasca perawatan. Meskipun ANB masih 0o , namun telah terjadi perbaikan pada profil wajah yang diharapkan akan meningkat lebih jauh lagi sehingga kemudian berpengaruh A B Universitas Sumatera Utara
  • 59. terhadap sudut ANB. Berdasarkan dari efek-efek yang ditimbulkan, maka terlihat pertumbuhan maksila tidak mengalami hambatan. Hal tersebut diikuti perbaikan gigi anterior yang terkunci serta terjadi perubahan posisi mandibula menjadi normal ke belakang. Pada pembacaan FMA sebelum perawatan dan sesudah perawatan adalah 26o dan 27o secara berurutan. Pada pemeriksaan intraoral setelah dua tahun kontrol, menunjukkan hubungan overjet dan overbite yang normal.11 Tabel3. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MALOKLUSI PSEUDO KLAS III Jenis Pengukuran Sebelum Perawatan Setelah Perawatan SNA SNB ANB FMA IMPA Interinsisal Panjang SN Co-A Co-Gn Panjang Corpus (PTM-Pt. A Perpendicular) Konveksitas wajah 82o 84o -2o 26o 86o 135o 66,5 mm 69 mm 98 mm 41 mm -2 mm 84o 84o 0o 27o 80o 135o 67 mm 78 mm 110 mm 45 mm 0 mm Berdasarkan deskripsi kasus-kasus di atas, tampak jelas bahwa dengan menggunakan pesawat Twin Block Klas III dapat memberikan efek skeletal dan dental.10,18,24,29 Hal tersebut dapat terjadi karena pesawat Twin Block menghasilkan kombinasi reaksi pada mandibular-skeletal dan maksilo-dentoalveolar.21 Perubahan yang tampak selama perawatan adalah terjadinya proklinasi pada insisivus atas dan retroklinasi pada insisivus bawah. Perawatan juga menyebabkan penurunan sudut SNB dengan meningkatnya vertikal dimensi di bagian anterior wajah.19,24 Universitas Sumatera Utara
  • 60. Perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien terlihat secara konsisten selama beberapa bulan pertama perawatan Twin Block. Karakteristik perubahan ini dapat dilihat dari perkembangan bentuk bibir dan perbaikan harmonisasi wajah yang seimbang.10,16 Hasil analisa sefalometri mengindikasikan bahwa pesawat Twin Block lebih menunjukkan perubahan yang signifikan pada jaringan lunak jika dibandingkan dengan hasil perawatan yang menggunakan pesawat fungsional lain.28 Pada anak- anak yang sedang dalam masa pertumbuhan aktif, otot-otot wajah beradaptasi sangat cepat terhadap perubahan fungsi oklusal. Hal tersebut sangat menguntungkan karena pasien sudah merasakan manfaatnya sejak pesawat pertama kali dipakai.10,16 Bentuk bibir yang kompeten selalu diperoleh dari fungsi normal pesawat Twin Block tanpa diperlukan lagi latihan bibir. Apabila overjet atau crossbite telah dihilangkan dengan memakai pesawat tetap pada mulutnya pada waktu makan dan minum, maka pasien akan dengan mudah mengadaptasikan bibirnya. Hal tersebut sangat membantu untuk mendapatkan posisi bibir yang kompeten, sehingga secara fungsional dapat mencegah makanan dan cairan keluar dari mulut.16 Universitas Sumatera Utara
  • 61. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Perawatan maloklusi Klas III adalah salah satu perawatan yang paling sukar untuk ditangani, baik secara ortodontik maupun ortopedik. Kunci utama pada perawatan maloklusi Klas III skeletal dengan pertumbuhan mandibula yang berlebihan adalah menghambat atau mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula yang salah dan mengembalikan posisi mandibula ke posterior serta mendukung pertumbuhan normal maksila. Perawatan pada maloklusi Klas III sebaiknya dilakukan pada masa gigi bercampur karena pada waktu ini anak sedang dalam masa pertumbuhan aktif, sehingga potensi pertumbuhan wajah dan perkembangan gigi-gigi dapat dimanfaatkan untuk koreksi kraniodentofasial. Salah satu pesawat fungsional yang digunakan untuk merawat maloklusi Klas III adalah Twin Block. Twin Block terdiri dari bite-block rahang atas dan rahang bawah. Kedua bite-block tersebut saling mengunci pada sudut 70o terhadap dataran oklusal bila maksila dan mandibula saling berkontak pada occlusal inclined plane yang terbalik jika dibandingkan dengan Twin Block pada perawatan Klas II. Modifikasi occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke depan atau ke belakang pada posisi oklusi yang tepat. Twin Block didisain agar nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Berdasarkan prinsip ini, Twin Block memuaskan pasien dan operator, sehingga alat ini dapat disebut alat fungsional yang paling bersahabat jika dibandingkan dengan alat fungsional yang lain. Universitas Sumatera Utara
  • 62. Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block memiliki efek terhadap skeletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama perawatan adalah terjadinya proklinasi pada insisivus atas, retroklinasi pada insisivus bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan sudut ANB serta penurunan sudut SNB akibat meningkatnya vertikal dimensi di bagian anterior. Efek terhadap muskular juga didapatkan secara signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama beberapa bulan pertama perawatan Twin Block. Karakteristik perubahan ini dapat dilihat dari perkembangan bentuk bibir dan perbaikan harmonisasi wajah yang seimbang. Hal tersebut diperoleh dari tercapainya keseimbangan otot-otot kraniofasial dan bibir yang kembali pada posisi dan fungsi yang normal. Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif jika digunakan untuk merawat maloklusi pseudo Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah. Hal tersebut karena pada maloklusi pseudo Klas III biasanya disebabkan oleh kombinasi masalah antara faktor dental dan skeletal serta kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal. 5.2 Saran Maloklusi Klas III pada anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya dirawat dengan pesawat fungsional Twin Block. Jika dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya, alat ini lebih sederhana dari segi ukuran dan desain sehingga adaptasi pasien lebih mudah diperoleh. Universitas Sumatera Utara
  • 63. DAFTAR PUSTAKA 1. Tjut R. Oklusi, Maloklusi dan Etiologi Maloklusi. Penuntun Kuliah Ortodonti I Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan, 1997: 17-8. 2. Ngan P. Early Timely Treatment of Class III Malocclusion. Seminars in Orthodontic. Elsivier 2005: 11(3): 140-453. 3. Bishara SE, Textbook of Orthodontics. Toronto: W.B Saunders Company, 2001: 375-87. 4. Pan JY, Chou ST, Chang HP, Liu PH. Morphometric Analysis of The Mandible in Subjects with Class III Malocclusion. Kaohsiung J Med Sci 2006; 22(7): 331-8. 5. McNamara JAJr, Bruddon WL. Orthodontic and Orthopedic Treatment in The Mixed Dentition. Michigan: Needham Press, 1994: 117-9. 6. Hendro K. Non Extraction Treatment of Class III Malocclusion in Young Adult Patient. M.I Kedokt Gigi FKG Usakti 1999: 14(37): 3-17. 7. Bhalajhi. Orthodontics: The Art and Science. 1st ed. New Delhi: Arya (Medy) Publishing House. 1997: 291-94, 413-4. 8. Delaire J. Maxillary Development Revisited: Relevance to The Orthopaedic Treatment of Class III Malocclusions. Eu J Orthod 1997; 19: 289-311. 9. Ngan P, Hagg U, Yiu C. Soft Tissue and Dentoskeletal Profile Changes Associated with Maxillary Expansion and Protraction Headgear Treatment. Am j Orthod Dentofac Orthop 1996; 109: 38-49. Universitas Sumatera Utara
  • 64. 10. Clark WJ. Twin Block Functional Theraphy. Applications in dentofacial orthopaedics. 2nd ed. Edinburgh: Mosby, 2002: 6-7, 13-5, 18, 31-2, 75-87, 100- 103, 217-230, 291-292. 11. Kapur A, Chawla HS, Utreja A, Goyal A. Early Class III Occlusal Tendency in Children and Its Selective Management. J Indian Soc Pedod Prevent Dent. 2008: 26(3): 107-13. 12. Woodwise DG. Do Functional Appliances Have an Orthopedic Effect? Editorial of Am J Orthod 1998; 113(1): 1-28. 13. Maheswari S, Gupta ND, Rohtak. Early Treatment of Skeletal Class III: A Case Report. J Indian Soc Pedo Prev Dent 2001; 19(4): 148-51. 14. Meikle MC. Remodelling the Dentofacial Skeleton : The Biological Basis of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. J Dent Res 2007; 86(1): 12-24. 15. Hendro K. Soft Tissue Profile Changes After Orthodontic Treatment in Class III Malocclusion. Jurnal PDGI 1994: 43(1): 72-81. 16. Nazruddin. Perawatan Anomali Klas II dengan Pesawat Twin Block. Diktat Kuliah Ortodonti III FKG USU, 2007: 1-15. 17. Clark WJ. The Twin Block Technique: A Functional Orthopaedic Appliance System. Am J Orthod Dentofacial Orthod 1988: 93(1): 1-18. 18. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4th ed. Canada: Elsivier, 2007. 237, 300, 397. 19. Kidner G, Dibiase A, Dibiase D. Class III Twin Block : A Case Series. J Orthod 2003; 30: 197-201. Universitas Sumatera Utara
  • 65. 20. Tuo J, Xu Y, Li S. The Effect of Class III Intermaxillary Orthopedic Force Loading on the Maxilla of Puberty Rhesus: A Histomorphologic Study. Stomato Shanghai J 2005; 14(6): 629-34. 21. Trenouth MJ. Proportional Changes in Cepalometric Distances During Twin Block Appliance Therapy. Eur J Orthod 2002; 24: 485-91. 22. Dixon M, Jones Y, Mackie IE. Mandibular Incisal Edge Demineralization and Caries Associated with Twin Block Appliance Design. J Orhod 2005; 32: 3-10. 23. Tuncer C, Uner O. Effects of A Magnetic Appliance in Functional Class III Patiens. Angle Orthod 2005; 75(5): 768-77. 24. Xu Y, Hu J, Ij P. The Effects of Twin-Block Magnetic Appliance on The Early Skeletal Class III Malocclusion. Stomato Chin J 1999; 34(3): 148-50. 25. Hong PC, Treatment of Mandibular Prognathism. J Formos Med Assoc 2006; 105(10): 781-90. 26. Houston WJB. Ortodonti Walther. Alih bahasa Drg. Lilian Yuwono. Ed.4. Jakarta: Hipokrates, 1990: 40-43,129-35. 27. Caldwell S, Cook P. Predicting The Outcome of Twin Block Functional Appliance Treatment: A Prospective Study. Eur J Orthod 1999; 21: 533-39. 28. Lee RT, Kyi CS, Mack GJ. A Controlled Clinical Trial of The Effects of Twin Block and Dynamax Appliances on The Hard and Soft Tissues. Eur J Orthod 2007; 29: 272-82. 29. Illing HM, Morris DO, Lee RT. A Prospective Evaluation of Bass, Bionator and Twin Block Appliances Part I - The Hard Tissues. Eur J Orthod 1998; 20: 501-16. Universitas Sumatera Utara
  • 66. 30. Shinji H, Higama T, Yamaguchi M. Interception of Decompensated Class III Malocclusions in Early Mixed Dentition. Bulletin of Kanagawa College 2007; 35(1): 105-11. 31. Foster TD. A Textbook of Orthodontics. Alih bahasa Drg. Lilian Yuwono ( Buku Ajar Ortodonsia). Ed 3. Jakarta: EGC, 1993: 287-99. 32. Chilander B, Ronning O. Introduction to Orthodontics. Stockholm: Tandlakarforlaget, 1985: 193-7. 33. Chang C, Chang HP, Chen YJ. Evaluation of The Changes in Midfacial Configuration After Face Mask Therapy in Skeletal Class III Growing Patients by Morphometric Analysis Techniques. J Former Med Assoc 2005; 104(12): 935-41. 34. Brennan JA, Littlewood SJ. Twin block Re-activation. J of Orthod 2006; 33: 3-6. 35. Mason R. My Habsburg Jaw. <http://rachelannmason.com/Images/thumbnail image/bigger%20images/habsburg%20jaw/prognathia2.jpg> ( 12 Februari 2009 ) Universitas Sumatera Utara