1. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Maloklusi Kelas III
Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung
rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Kelas I terjadi apabila tonjol mesio bukal molar
pertama permanen atas beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama permanen bawah.
Maloklusi Klas III ditandai dengan groove bukal molar pertama permanen mandibula berada di
sebelah anterior dari tonjol mesio bukal molar pertama permanen maksila sebagai hubungan yang
mesiooklusi. Jika mandibula sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke depan dalam
hubungannya dengan maksila, maka sudah dapat digolongkan sebagai maloklusi Klas III Angle.
Menurut Tweed, membagi maloklusi Klas III dalam 2 kategori. Pertama, pseudo Kelas III
dengan mandibula normal dan maksila yang kurang berkembang. Kedua, maloklusi Kelas III sejati
(true Class III) dengan ukuran mandibula yang besar. Cara untuk membedakan keduanya dapat
dilakukan dengan pemeriksaan pola penutupan mandibula pada relasi sentrik normal dan habitual.
Pada Pseudo Klas III, saat relasi sentrik diperoleh overjet yang normal atau posisi insisivus yang
edge to edge. Maloklusi pseudo Kelas III dapat ditandai dengan terjadinya gigitan terbalik habitual
dari seluruh gigi anterior, tanpa kelainan skeletal, dan dihasilkan dari pergeseran fungsional
mandibula saat menutup. Hal tersebut menjadi kunci dalam diagnosa untuk membedakan antara
pseudo dan true pada maloklusi Kelas III.
Pada maloklusi Kelas III biasanya dijumpai gambaran klinis berupa:
a. Pasien mempunyai hubungan molar Kelas III.
b. Gigi insisivus dalam hubungan edge to edge atau dapat juga terjadi crossbite anterior.
c. Maksila biasanya sempit dan pendek sementara mandibula lebar, sehingga dapat terjadi
crossbite posterior.
2. 5
d. Gigi-geligi pada maksila sering berjejal sedangkan gigi-geligi pada mandibula sering
diastema.
e. Profil wajah pasien cekung karena dagu yang lebih menonjol.
f. Pertumbuhan vertikal yang berlebihan akan meningkatkan ruang intermaksiler sehingga
dapat terjadi anterior open bite. Pada beberapa pasien dapat juga terjadi deep overbite.
g. Pada maloklusi pseudo Kelas III ditandai dengan oklusi yang prematur akibat kebiasaan
menempatkan mandibula ke depan.
2.2 Etiologi
Moyers membagi maloklusi Kelas III berdasarkan faktor etiologi, yaitu: skeletal, dental, dan
muskular. Beberapa faktor yang berhubungan dengan maloklusi Klas III akan diuraikan sebagai
berikut:
2.2.1 Faktor Dental
Pada maloklusi Klas III, hubungan dentoalveolar tidak menunjukkan kelainan sagital-
skeletal yang jelas. Sudut ANB tidak melebihi ukuran yang normal. Masalah utama biasanya
3. 6
karena insisivus maksila miring (tipping) ke lingual dan insisivus mandibula miring ke labial. Gigi-
geligi mandibula biasanya tidak berjejal karena umumnya mandibula berukuran lebih besar dari
maksila, sehingga gigi-geligi cenderung tersusun lebih jarang (spacing) dibandingkan dengan gigi-
geligi maksila yang cenderung berjejal. Pada mandibula dijumpai hubungan insisivus Kelas III
seperti insisal edge yang terletak di depan lereng singulum insisivus maksila. Hal tersebut
bertentangan dengan prinsip oklusi yang ideal seperti pada Klas IAngle. Overbite sangat bervariasi
antara satu kasus dengan kasus yang lain. Overbite dipengaruhi oleh tinggi ruang intermaksilaris
di bagian anterior. Apabila ruang intermaksilaris anterior besar, maka akan terjadi open bite
anterior. Sebaliknya jika ruang intermaksilaris kecil, maka akan dijumpai overbite yang dalam.
Gigitan silang (crossbite) juga sering terjadi pada maloklusi Klas III khususnya pada segmen
bukal. Gigitan silang dapat terjadi baik secara unilateral maupun bilateral. Gigitan silang unilateral
biasanya berhubungan dengan pergeseran lateral mandibula untuk mendapat interkuspal
maksimal. Gigitan silang dapat disebabkan karena maksila lebih sempit daripada mandibula atau
karena terdapat hubungan oklusi Klas III.
2.2.2 Faktor Skeletal
Berdasarkan dari faktor skeletal, penyebab terjadinya maloklusi Klas III biasanya karena
terdapat pertumbuhan abnormal yang dilihat dari segi ukuran, bentuk atau karena terdapat prognasi
tulang kraniofasial. Apabila bagian tulang wajah tumbuh tidak normal karena terlambat, terlalu
cepat atau karena tidak seimbang, maka bentuk penyimpangan ini dapat menyebabkan masalah
ortodonti. Penyebab lain dari maloklusi Klas III adalah pertumbuhan mandibula yang berlebihan.
Hal ini tercermin pada kasus prognasi mandibula atau maloklusi Klas III skeletal yang hingga kini
diakui sebagai salah satu kelainan fasial yang paling nyata. Pada pasien Klas III skeletal biasanya
sudut ANB negatif dengan sudut SNA yang lebih kecil dari normal. Namun, dapat pula terjadi
4. 7
karena sudut SNB yang lebih besar dari normal. Maloklusi Klas III skeletal jarang disebabkan oleh
satu faktor kelainan saja. Biasanya keadaan tersebut berhubungan dengan kombinasi beberapa
faktor seperti ukuran dan posisi mandibula, maksila, tulang alveolar, dasar kranial, dan
pertumbuhan vertikal yang walaupun masing-masing masih dalam batas normal, namun dapat
bergabung membentuk pola skeletal Klas III.
Ada tiga aspek penting bentuk skeletal yang mempengaruhi hubungan oklusi:
a. Hubungan skeletal antero-posterior
Sebagian besar maloklusi Klas III berhubungan dengan pola skeletal Klas III.
Meskipun demikian, maloklusi Klas III juga dapat berhubungan dengan pola skeletal Klas
I. Pada keadaan tersebut, inklinasi gigi-geligi atau letak dasar skeletal sangat berpengaruh
dalam membentuk malrelasi antero-posterior.
Penyimpangan skeletal secara antero-posterior umumnya berpengaruh terhadap
hubungan oklusal Klas III dan overjet yang terbalik. Pada beberapa kasus, penyimpangan
skeletal ini berhubungan dengan gigitan yang terbalik pada gigi-geligi bukal. Analisa
sefalometri dapat digunakan untuk mengetahui hubungan anteroposterior dari maksila dan
mandibula.
b. Lebar relatif dari rahang atas dan bawah
Crossbite unilateral maupun bilateral bisa disebabkan karena ada penyimpangan pada
lebar rahang. Crossbite bilateral biasanya disebabkan oleh sempitnya tulang basal atau
karena terdapat hubungan skeletal Klas III yang simetris dengan lintasan sentral dari
penutupan mandibula. Sedangkan pada crossbite unilateral, ciri asimetris biasanya
berhubungan dengan penyimpangan lateral pada lintasan penutupan mandibula.
5. 8
c. Dimensi vertikal dari wajah
Tinggi wajah bagian bawah dibentuk dari tinggi rahang dan gigi-geligi. Tinggi wajah
juga dipengaruhi oleh sudut gonial mandibula. Sudut gonial yang besar cenderung
menimbulkan wajah yang panjang, sedangkan sudut gonial yang kecil cenderung
menghasilkan wajah yang pendek pada dimensi vertikal. Keadaan ini tercermin pada
hubungan oklusi karena terdapat variasi pada overbite insisal. Wajah pendek cenderung
memiliki overbite yang dalam, sedangkan wajah yang panjang cenderung membentuk
gigitan terbuka anterior.
2.2.3 Faktor Muskular
Faktor muskular pada maloklusi Kelas III menimbulkan masalah yang bervariasi, seperti pada
bentuk dan fungsi bibir akan sedikit berpengaruh terhadap oklusi. Kecenderungan bagi insisivus
mandibula untuk lebih retroklinasi diduga karena ada hubungan antara fungsi bibir bawah dengan
penyimpangan – penyimpangan skeletal yang ada. Apabila tinggi intermaksilaris anterior besar,
maka fungsi bibir sering kurang sempurna. Pada kasus seperti ini sering terjadi openbite anterior
yang bersifat skeletal dan terjadi variasi adaptasi dari cara menelan yang ditandai dengan letak
lidah lebih anterior dari celah antara gigi-geligi seri. Lidah yang melekat pada tepi bagian dalam
mandibula, biasanya sesuai dengan ukuran lengkung gigi mandibula. Jika lengkung maksila lebih
kecil daripada lengkung mandibula, ukuran lidah dan fungsinya akan berpengaruh hingga
terbentuk gigitan terbuka anterior. Tujuan utama dilakukan perawatan adalah untuk mendapatkan
hubungan serta adaptasi jaringan lunak, bukan semata-mata untuk mendapatkan oklusi yang ideal.
Kesinambungan jaringan lunak pada dua proporsi yang seimbang antara kulit wajah dengan gigi-
geligi yang berhubungan terhadap bibir dan wajah adalah faktor utama yang menentukan
6. 9
penampilan wajah seseorang. Oleh karena itu, adaptasi jaringan lunak terhadap posisi gigi akan
menentukan apakah hasil perawatan ortodonti akan stabil atau tidak.
Ketepatan dalam mendiagnosis maloklusi Klas III menjadi hal yang sangat penting dalam
upaya mencapai keberhasilan perawatan. Hal tersebut penting karena untuk memilih perawatan
yang paling tepat tergantung dari tingkat maloklusi mana yang dapat dihubungkan dengan masalah
dento-alveolar atau skeletal yang terjadi. Penanganan masalah ortodontik meliputi identifikasi dari
kemungkinan faktor etiologinya serta melakukan usaha untuk menghilangkan keadaan yang sama
dari sebelumnya. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang usaha preventif dan interseptif
yang memungkinkan maloklusi dapat dicegah atau dihindari dengan cara menghilangkan masalah
utamanya sedini mungkin. Jika maloklusi ditangani ketika masih dalam pertumbuhan tahap dini
dan mandibula serta pola pertumbuhan wajah dikendalikan sebagaimana mestinya, maka resiko
untuk melakukan perawatan secara bedah akan semakin kecil.
2.3 Pesawat Twin Block Kelas III
Perawatan dengan pesawat fungsional bertujuan untuk memperbaiki hubungan fungsional
struktur dentofasial dengan cara menghilangkan faktor pertumbuhan yang kurang baik serta
memperbaiki lingkungan muskular sebagai pembungkus oklusi yang sedang berkembang. Twin
Block sebagai salah satu pesawat fungsional, mampu memperbaiki keadaan maloklusi Klas III
yang diakui sebagai salah satu masalah ortodonti yang paling sukar untuk dirawat.
2.3.1 Pengertian
Pesawat Twin Block merupakan pesawat fungsional lepasan yang didesain pada tahun
1982 oleh seorang berkebangsaan Skotlandia bernama William J Clark. Pesawat Twin Block pada
dasarnya terdiri dari bite-block atas dan bite-block bawah. Kedua bite-block tersebut saling
mengunci pada sudut 70° terhadap dataran oklusal apabila maksila dan mandibula beroklusi. Twin
7. 10
Block yang terpisah antara rahang atas dan rahang bawah, saling berkontak pada occlusal inclined
plane. Modifikasi occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke depan
atau ke belakang pada posisi oklusi yang tepat. Pada saat Twin Block pertama kali diciptakan, alat
ini lebih diindikasikan untuk merawat maloklusi Klas II divisi 1 yang disebabkan oleh retrognasi
mandibula dengan maksila yang normal. Tujuan utama pengembangan pesawat Twin Block pada
perawatan maloklusi Klas II divisi 1 adalah untuk menghasilkan suatu teknik yang dapat
memaksimalkan respon pertumbuhan terhadap fungsional protusi mandibula dengan
menggunakan suatu sistem pesawat yang sederhana, nyaman dipakai dan secara estetis dapat
diterima oleh pasien. Penampilan wajah pasien secara jelas diperbaiki saat Twin Block dipasang.
Efek perawatan dengan pesawat Twin Block dapat memuaskan pasien dan operator, sehingga alat
ini dapat disebut sebagai pesawat fungsional yang paling bersahabat jika dibandingkan dengan
pesawat fungsional lainnya.
Mekanisme perawatan Twin Block Klas III adalah dengan memanfaatkan kekuatan oklusal
pada mandibula dengan tujuan untuk memberikan gaya ke bawah dan ke belakang oleh inclined
plane yang terbalik. Gerakan tersebut tidak merusak kondilus, karena gigitan digantung terbuka
bersamaan dengan kondilus yang digerakkan ke bawah dan ke depan di dalam fossa, serta inclined
plane pada gigigeligi mandibula dituntun ke bawah dan ke belakang secara bersamaan. Arah
tekanan pada mandibula melewati molar bawah ke arah sudut gonial. Area ini merupakan bagian
terbaik dari mandibula untuk menyerap tekanan oklusal yang merugikan. Sebelum memulai
perawatan Twin Block Klas III, sangat penting untuk memastikan terlebih dahulu letak kondilus
pasien tidak lebih superior atau lebih posterior dari fossa glenoidalis pada saat oklusi penuh. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin keefektifan dari pesawat Twin Block Klas III.
8. 11
2.3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III
Nyaman dan estetis adalah dua faktor yang paling penting dalam mendisain suatu pesawat.
Pesawat Twin Block rahang atas dan rahang bawah adalah suatu komponen yang terpisah,
sehingga disain pesawat dapat disesuaikan secara bebas dalam memecahkan masalah pada kedua
lengkung rahang. Pesawat Twin Block bekerja di lingkungan gigi-geligi dan jaringan. Pesawat ini
didesain untuk memanfaatkan gigi-geligi sebagai penjangkar sehingga dapat membatasi
pergerakan gigi secara individual dan memaksimalkan reaksi ortopedik pada perawatan. Pada
awalnya, Twin Block didesain dengan komponen dasar sebagai berikut:
a. Sebuah skrup midline untuk ekspansi lengkung rahang atas.
b. Occlusal bite blocks.
c. Klamer di Molar dan Premolar atas.
d. Klamer di Molar dan Premolar bawah.
e. Sebuah labial bow untuk meretraksi.
f. Pegas untuk memindahkan gigi secara individual dan untuk memperbaiki bentuk
lengkung rahang seperti semestinya.
g. Penggunaan traksi ekstraoral pada beberapa kasus.
9. 12
2.3.2.1 Komponen Ekspansi
Pada Twin Block Klas III, skrup ekspansi didesain secara sagital untuk memajukan
insisivus atas sehingga oklusi lingual dapat dikoreksi. Pada banyak kasus, maksila
diekspansi secara lateral untuk memperbaiki hubungan distal dengan mandibula. Oleh
karena itu, desain pesawat pada maksila seharusnya mengikuti syarat ekspansi tiga arah
untuk menambah ukuran maksila pada dimensi sagital dan transversal. Tujuan tersebut
dapat dicapai dengan menggunakan tiga buah skrup sagital, termasuk skrup midline untuk
mengimbangi kerja dari skrup sagital. Pemutaran skrup mempunyai efek timbal balik
antara pergerakan molar ke distal dengan gerakan protrusi insisivus. Skrup-skrup
sebaiknya diposisikan dengan baik sehingga dapat dibuka pada arah yang sama. Selain
untuk melebarkan maksila, mekanisme skrup ekspansi tiga arah ini juga sangat efektif
untuk mengoreksi oklusi lingual pada maloklusi Klas III jika dikombinasikan dengan
inclined plane terbalik. Posisi potongan untuk peletakan skrup akan mempengaruhi
kerjanya terhadap masing-masing gigi. Potongan-potongan tersebut dapat diposisikan di
bagian distal insisivus lateralis untuk memajukan keempat insisivus maksila. Posisi
potongan pada bagian mesial molar atas akan menyebabkan proses distalisasi molar-molar
10. 13
tersebut semakin meningkat. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya tahanan oklusi dari
bite block bawah sehingga akan memperluas seluruh bagian dari lengkung rahang atas dari
bagian mesial sampai ke bagian molar.
2.3.2.2 Labial Bow
Pada tahap awal perkembangan pesawat Twin Block Klas III, pesawat rahang bawah selalu
digabungkan dengan labial bow. Berdasarkan penelitian, labial bow cenderung lebih dapat
mengoreksi angulasi insisivus selama proses perbaikan fungsional jaringan mulut. Namun,
labial bow tidak selalu diperlukan dalam perawatan kecuali untuk memperbaiki insisivus
dengan kasus proklinasi berat. Labial bow tidak boleh diaktifkan terlebih dahulu sampai
perbaikan fungsional seluruhnya selesai dan didapatkan hubungan Klas I pada segmen bukal.
Retensi Pesawat Klamer retensi yang sering digunakan pada pesawat ini adalah klamer Adams.
Klamer ini merupakan retensi utama yang diletakkan pada molar pertama permanen rahang
atas. Klamer Delta yang dikembangkan oleh Clark (1985) dapat juga digunakan sebagai retensi
pesawat Twin Block. Klamer Delta mempunyai prinsip yang sama dengan klamer Adams,
tetapi mempunyai keistimewaan dalam meningkatkan retensi, menghindari kerusakan kawat
dan meminimalisir waktu kerja tiap kontrol. Hal ini disebabkan karena bentuk dari klamer
Delta adalah triangle yang tidak mengalami perubahan meskipun pesawat dilepas dan dipasang
11. 14
secara berulang ulang, sehingga memberikan retensi yang lebih stabil serta mengurangi resiko
kerusakan kawat. Keuntungan lainnya adalah klamer Delta memberikan retensi yang sangat
baik pada premolar bawah dan cocok digunakan untuk semua gigi posterior pada gigi
permanen maupun gigi desidui,
Klamer ball-ended pada interdental dan klamer jari atau klamer C dapat digunakan
untuk menambah retensi, serta meningkatkan daya tahan gigi-geligi terhadap gerakan
tipping antero-posterior. Klamer ball-ended biasa ditempatkan di mesial kaninus bawah
dan di premolar atas atau pada regio molar desidui untuk memperoleh retensi interdental
pada gigi-geligi yang berdekatan. Klamer C sangat baik digunakan pada masa gigi
bercampur, karena dapat dimanfaatkan sebagai pegangan perifer bagi molar dan kaninus
desidui.
2.3.2.3 Occlusal Inclined Plane
Occlusal inclined plane merupakan dasar dari mekanisme fungsional gigigeligi secara
alamiah. Cuspal inclined plane memegang peranan penting dalam menentukan gigi-geligi
hingga gigi tersebut mencapai oklusinya. Posisi dan angulasi yang efisien dari occlusal
inclined plane sangat berpengaruh dalam mengoreksi hubungan lengkung rahang. Koreksi
fungsional pada maloklusi Klas III dapat dicapai pada perawatan Twin Block dengan cara
membalikkan angulasi inclined plane. Karena jika dibandingkan dengan pesawat Twin
12. 15
Block Klas II, posisi bite block pada pesawat Twin Block Klas III adalah terbalik. Occlusal
block ditempatkan di seluruh molar desidui atas dan molar pertama permanen bawah. Hal
tersebut dapat diusahakan dengan cara memanfaatkan tekanan oklusal sebagai mekanisme
fungsional.
Occlusal inclined plane yang bekerja pada angulasi 70°, menuntun gigi-geligi
rahang atas untuk bergerak ke depan dengan bantuan kekuatan oklusi dan pada saat yang
sama berfungsi untuk membatasi pertumbuhan mandibula ke depan. Mekanisme tersebut
bertujuan untuk memperbaiki hubungan lengkung rahang dengan cara memajukan maksila
dan mandibula berperan sebagai penjangkar. Pergerakan untuk mengoreksi oklusi lingual
didapatkan dengan cara membuka gigitan dan menempatkan pesawat sehingga kontak
yang terjadi hanya pada inclined plane, bukan pada permukaan blocks.
2.3.2.4 Komponen Tambahan
Terdapat beberapa komponen yang dapat ditambahkan untuk menambah efisiensi
kerja Twin Block, yaitu:
2.3.2.4.1 Skrup Advancement
Sebuah alternatif untuk mengaktivasi pesawat adalah menggunakan skrup
berbentuk kerucut yang dipasang pada upper block atau lebih dikenal sebagai skrup
advancement. Skrup ini juga dapat digunakan pada perawatan pertumbuhan
mandibula yang asimetris. Apabila sudah menggunakan skrup jenis ini, trimming
bagian upper block yang berguna untuk memudahkan proses erupsi molar bawah
pada perawatan deep bite tidak boleh dilakukan. Hal tersebut menjadi kekurangan
dari penggunaan skrup advancement. Gambar 7. Skrup advancement diletakkan
pada block rahang atas. Kekuatan Magnetik Peran utama manget pada perawatan
13. 16
Twin Block adalah mepercepat koreksi hubungan rahang. Magnet berguna untuk
memperbesar terjadinya kontak oklusi pada bite block sehingga dapat
memaksimalkan kekuatan fungsional dalam memperbaiki maloklusi. Jenis
Universitas Sumatera Utara magnet yang dapat digunakan pada perawatan Twin
Block adalah samarium cobalt dan neodynium boron. Pada kasus maloklusi Klas
III skeletal dengan crossbite tetap yang sulit diperbaiki dengan perawatan mekanik
yang konvensional, ternyata dapat berhasil dirawat dengan Twin Block magnetik.
Gaya magnet menjadi suatu sumber tarikan yang khas dalam perawatan ortodonti.
Menurut Xu Yun et al, gaya magnet sebesar 2,5 T tidak akan menimbulkan
kerusakan terhadap tubuh manusia. Gaya magnetik tidak berpengaruh buruk
terhadap ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Penggunaan gaya
magnetik sangat menguntungkan dalam hal perbaikan jaringan dan pergerakan gigi.
Selain itu, kekuatan magnet dapat memperlancar sistem peredaran darah di sekitar
jaringan gigi, mempercepat proses penghancuran dan pembentukan tulang, serta
memperpendek waktu perawatan. Twin Block Klas III magnetik yang disertai
dengan penambahan komponen ekspansi sagital, bekerja dengan menggunakan
kekuatan ortopedik untuk memperbaiki posisi mandibula dan melebarkan maksila
(Gambar 8). Hal tersebut sangat efektif dalam memperbaiki posisi mandibula
14. 17
dengan cepat. Prognosis Twin Block magnetik pada koreksi Klas III adalah sangat
baik.
2.3.2.4.2 Lip Pads
Untuk meningkatkan pergerakan ke depan pada segmen labial atas, lip
pads dapat ditambahkan untuk mendukung bibir atas agar bebas dari insisivus sama
seperti pada Frankel’s III. Lip pads yang berisi kawat berdiameter tebal tidak perlu
diikutsertakan pada bagian midline, agar frenulum terhindar dari iritasi. Penting
untuk melekatkan lip pads ke segmen anterior pesawat, sehingga lip pads akan ikut
maju ketika skrup dibuka. Dalam hal ini, lip pads harus disesuaikan agar bebas ke
depan dari ginggiva ketika insisivus dimajukan untuk menghindari gingiva tertekan
pada segmen labial.
15. 18
2.3.2.4.3 Incisal Capping
Modifikasi desain pesawat dengan menambahkan insisal capping di
seluruh permukaan insisal gigi insisivus bawah menjadi pilihan sebagian
ortodontis. Penambahan insisal capping dimaksudkan untuk mengurangi
kecenderungan pecahnya Twin Block rahang bawah. Twin Block digunakan pada
saat makan, oleh karena itu, oral hygiene merupakan faktor yang sangat penting
selama perawatan.
Pada pasien yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman
berkarbonasi dan disertai dengan oral hygiene yang buruk, penambahan incisal
16. 19
capping pada Twin Block cekat dapat memungkinkan terjadinya resiko
dekalsifikasi pada gigi. Hal tersebut menjadi kekurangan dari pemakaian incisal
capping.
2.4 Indikasi dan Kontraindikasi
Pada setiap awal penggunaan teknik baru, sangat penting untuk menyeleksi kasus-kasus dan
mempelajari dasar-dasar perawatan tanpa menimbulkan komplikasi. Hal ini sangat penting
dilakukan bagi operator yang belum berpengalaman dalam menangani perawatan fungsional.
Adapun indikasi dan kontraindikasi perawatan menggunakan Twin Block Klas III, antara lain:
2.4.1 Indikasi
Seleksi kasus untuk penggunaan Twin Block Klas III pada tahap awal dapat dilihat dari
beberapa kriteria di bawah ini:
1. Maloklusi pseudo Klas III dengan bentuk lengkung gigi yang normal. Kasus seperti ini
lebih mudah untuk dirawat dibandingkan pada kasus maloklusi yang disertai crowded.
2. Lengkung rahang dalam keadaan baik atau dapat dikoreksi dengan mudah.
3. Pada pemeriksaan klinis harus terlihat perubahan ketika pasien memundurkan
mandibulanya untuk mengoreksi crossbite.
4. Untuk memperoleh perubahan skeletal yang baik selama perawatan, pasien harus sedang
dalam masa pertumbuhan.
5. Pada perawatan maloklusi kompleks yang disebabkan oleh kombinasi faktor dental dan
skeletal.
6. Overjet dan deep overbite yang terbalik pada maloklusi Klas III.
7. Kondisi pasien yang memiliki kekurangan skeletal maksila yang minimal dan sudut
mandibular plane yang tidak terlalu curam.
17. 20
2.4.2 Kontraindikasi
Hal-hal yang menjadi kontraindikasi perawatan Twin Block Klas III, yaitu:
1. Pada kasus gigi yang sangat berjejal.
2. Pasien dengan protrusi mandibula yang sangat parah.
3. Pasien yang mempunyai sudut gonial yang besar.
4. Pasien yang memiliki sudut mandibular plane yang curam.
2.5. Keuntungan dan Kerugian
Adapun keuntungan dan kerugian pada perawatan menggunakan pesawat Twin Block, antara lain:
2.5.1 Keuntungan
Twin Block mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan pesawat fungsional
lainnya, antara lain:
a. Nyaman. Pasien memakai Twin Block selama 24 jam sehari dan dapat makan dengan
nyaman meskipun pesawat sedang dipakai.
b. Estetis. Twin Block dapat didisain dengan kawat yang tidak tampak di bagian anterior
tanpa kehilangan efisiensi dalam mengoreksi hubungan lengkung rahang.
c. Fungsi. Occlusal inclined planes adalah mekanisme yang paling alami daripada
mekanisme yang lain.
d. Kooperatif pasien. Twin Block dapat dicekatkan ke gigi secara sementara ataupun
permanen untuk menjamin kooperatif pasien. Twin Block lepasan dapat dicekatkan di dalam
mulut pada minggu pertama atau selama 10 hari perawatan untuk memastikan pasien dapat
beradaptasi dengan baik sehingga dapat memakainya sepanjang hari.
e. Perawakan wajah. Sejak Twin Block dipasang, perawakan wajah langsung diperbaiki.
Tidak ada pads pada bibir, pipi ataupun pada lidah seperti yang digunakan pada beberapa
18. 21
pesawat lainnya, menjadikan tidak ada batasan baginya pada fungsi normal serta tidak
mengganggu perawakan wajah pasien selama perawatan. Pemulihan keseimbangan wajah
tampak membaik dalam tiga bulan pertama perawatan.
f. Pasien dapat berbicara secara normal. Pesawat Twin Block tidak mengganggu fungsi
fonetik akibat terhalangnya lidah, bibir ataupun mandibula jika dibandingkan dengan pesawat
fungsional lainnya.
g. Manajemen klinis. Penyesuaian dan aktivasi pesawat sangat sederhana. Pesawat ini kuat
dan tidak mudah patah. Waktu kerja dapat dikurangi dengan melakukan koreksi ortopedi
mayor.
h. Perkembangan lengkung rahang. Twin Block dapat mengontrol lebar lengkung rahang
atas dan bawah secara tersendiri. Desain pesawat dapat dimodifikasi dengan mudah dalam
perawatan lengkung rahang secara transversal maupun sagital.
i. Memposisikan mandibula. Pemakaian pesawat seharian penuh dapat memposisikan
mandibula agar tetap stabil setelah masa retensi.
j. Kontrol vertikal. Twin Block dapat mengontrol dimensi vertikal dengan sangat baik pada
perawatan deep overbite dan openbite anterior. Kontrol vertikal secara signifikan dapat
tercapai dengan pemakaian sepanjang hari.
k. Asimetri wajah. Aktivasi pesawat untuk mengoreksi asimetri wajah dan asimetri gigi-
geligi dapat dilakukan saat anak dalam masa pertumbuhan.
l. Aman. Twin block dapat dipakai selama berolah raga kecuali berenang dan olah raga
kasar yang diharuskan untuk melepas pesawat demi keamanan.
19. 22
m. Efisiensi. Twin Block dapat mengoreksi maloklusi lebih cepat dibandingkan pesawat
fungsional lain yang hanya terdiri dari satu unit, karena Twin Block dipakai sepanjang hari.
Keuntungan ini berlaku pada pasien di semua umur.
n. Lama perawatan. Hubungan lengkung rahang dapat dikoreksi mulai dari masa kanak-
kanak sampai dewasa. Namun, perawatan akan lebih lama pada pasien dewasa dan hasilnya
akan lebih sulit diprediksi.
o. Kerjasama dengan pesawat cekat. Kerjasama Twin Block dengan pesawat cekat
konvensional lebih sederhana dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya. Dengan
teknik kombinasi, Twin Block memaksimalkan koreksi skeletal ketika pesawat cekat
digunakan untuk memperbaiki oklusi secara detail. Pesawat Twin Block tidak memerlukan
kawat di bagian anterior sehingga breket dapat dipasang pada gigi bagian anterior untuk
memperbaiki susunan gigi secara bertahap, dengan cara mengoreksi hubungan lengkung
rahang selama fase ortopedik. Selama fase pendukung, suatu transisi dapat mudah dihasilkan
dengan mencekatkan pesawat.
p. Perawatan terhadap disfungsi TMJ. Twin block dapat difungsikan sebagai splint yang
efektif pada pasien yang mengalami disfungsi TMJ dengan memindahkan kondilus bagian
distal ke disc articulare. Pemakaian sepanjang hari menjadikan disc articulare pada TMJ yang
mungkin bermasalah akan berkurang pada stadium awal dan akan kembali ke posisi normal.
Pada saat yang sama, perkembangan lengkung rahang secara sagital, vertikal dan transversal
menghilangkan kontak oklusi yang tidak baik.
2.5.2 Kerugian
Adapun beberapa kerugian pada perawatan menggunakan Twin Block Klas III, antara
lain:
20. 23
1. Alat ini hanya benar-benar efektif jika digunakan untuk merawat anomali pada pasien
dalam masa pertumbuhan aktif.
2. Hanya benar-benar efektif digunakan pada maloklusi pseudo Klas III, dimana
kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal.
3. Twin Block cenderung meningkatkan tinggi wajah secara vertikal.
4. Pemakaian Twin Block cekat pada pasien yang mempunyai oral hygiene yang buruk
dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonasi, cenderung
menyebabkan demineralisasi dan karies pada gigi.
2.6 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan Perawatan
Twin Block dideskripsikan dalam tiga fase. Twin Block digunakan pada fase aktif untuk
mengoreksi hubungan antero-posterior dan dimensi vertikal. Pada fase selanjutnya Twin Block
diganti dengan pesawat tipe Hawley pada rahang atas yang terdapat anterior inclined plane untuk
membantu mengoreksi posisi seperti gigi posterior menuju oklusi yang penuh. Perawatan diakhiri
dengan fase retensi untuk mempertahankan posisi gigi yang sudah diperbaiki.10 Mekanisme kerja
akan dijelaskan dalam sub bab di bawah ini.
2.6.1 Fase Aktif
a. Pengepasan pesawat
Hal pertama yang paling penting dilakukan oleh operator adalah memastikan bahwa
pasien dapat menggigit secara nyaman pada gigitan retrusif saat inclined plane beroklusi.
Untuk menghindari iritasi selama pemakaian pesawat pada minggu pertama, penting
untuk membebaskan sedikit bagian palatal gingiva insisivus atas dari pesawat rahang atas.
Klamer-klamer diatur agar dapat meretensikan pesawat dengan aman tanpa mengenai
21. 24
gingival margin. Jika memakai labial bow, sebaiknya tidak berkontak dengan inisisvus
bawah.
b. Kontrol pertama, setelah 10 hari
Pasien harus dapat memakai pesawat dengan nyaman termasuk pada saat makan.
Pasien telah dapat beradaptasi dengan baik sehingga ketidaknyamanan dalam memakai
pesawat seperti pertama kali sudah teratasi dan pasien dapat menggigit dengan gigitan
retrusif secara konsisten. Pasien diintruksikan untuk memutar skrup midline pada pesawat
rahang atas satu kali putaran per minggu.
Pada tahap ini, sangat penting untuk mendeteksi kemampuan pasien dalam
meretrusikan inclined plane secara konstan ketika melakukan oklusi. Apabila pasien sulit
melakukannya, hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa pesawat sudah diaktifkan
melewati tingkat toleransi jaringan muskular. Hal yang perlu dilakukan adalah
mengurangi aktivasi pesawat dengan cara melakukan grinding pada incline planes sampai
didapatkan posisi oklusi yang nyaman bagi pasien. Angulasi inclined planes dapat
dikurangi menjadi 45° jika pasien gagal untuk mengoklusikan bite blocks ke belakang
secara benar. Hal tersebut dapat menjadi pertanda awal bahwa progress perawatan akan
lebih lambat jika dibandingkan dengan inclined planes angulasi 70°.
c. Kontrol setelah 4 minggu
Pada kontrol di bulan pertama, kemajuan perawatan sudah terlihat secara signifikan
yaitu terjadi perubahan keseimbangan wajah menjadi lebih baik. Kemajuan perawatan
juga ditandai dengan berkurangnya overjet yang diukur secara intraoral ketika mandibula
diretraksikan secara penuh.
22. 25
Apabila sikap kooporatif pasien diragukan, maka disarankan agar memfiksasi pesawat
pada mulut. Hal tersebut dilakukan agar pasien mudah beradaptasi terhadap pemakaian
pesawat selama 24 jam sehari. Teknik untuk memfiksasi pesawat pada tempatnya cukup
sederhana. Gigi-geligi pertama kali harus di fissure sealent dan dirawat dengan topical
fluoride untuk mencegah kerusakan gigi pada waktu pemakaian. Ada dua cara untuk
memfiksasi Twin Block. Pertama, dengan memasukkan semen di atas permukaan gigi dari
pesawat. Kedua, teknik bonding langsung ke gigi, dengan cara menaruhkan composite di
sekeliling klamer retensi.
kontrol pesawat pada tahap ini minimal dilakukan. Dalam memonitor kemajuan
perawatan, hal yang perlu dilakukan adalah memeriksa kerja skrup serta mencocokkan
klamer-klamer yang mendukung retensi jika perlu. Apabila labial bow termasuk sebagai
komponen pesawat, pastikan agar tetap tidak berkontak dengan insisivus bawah.
Penambahan occlusal inclined plane dilakukan untuk menuntun mandibula dalam
mengoreksi hubungan fungsional yang benar terhadap maksila, yaitu dari Klas III yang
protrusi menjadi relasi rahang Klas I secara skeletal dengan cepat. Pada semua perawatan
fungsional, koreksi sagital dicapai sebelum pertumbuhan vertikal pada gigi-geligi
posterior selesai. Pada perawatan deep over bite, bite blocks bawah digrinding secara
selektif menjauhi molar atas sehingga menyisakan ruang sebesar 1-2 mm agar erupsi
molar tidak terhambat. Di sepanjang rentetan proses grinding, penting untuk tidak
mengurangi pinggiran penuntun dari inclined plane, sehingga dukungan fungsional
oklusal yang adekuat tetap dapat diberikan sampai didapatkan kontak oklusi yang baik.
23. 26
Pada perawatan open bite anterior dan pola pertumbuhan vertikal, posterior bite block
tidak dikurangi dan tetap utuh selama perawatan. Hal tersebut menghasilkan efek intrusi
pada gigi posterior, sementara gigi anterior dapat erupsi secara utuh. Hal tersebut dapat
membantu mencapai overbite yang normal dan membawa gigi anterior beroklusi.
d. Kontrol rutin, interval waktu 6 minggu
Pola kontrol alat yang sama seperti sebelumnya tetap terus dilakukan untuk
mengoreksi oklusi mesial dan mengurangi overjet. Lebar lengkung rahang atas selalu
diperiksa tiap kunjungan, sampai proses ekspansi cukup untuk membantu rahang bawah
berada pada posisi yang benar, sehingga tidak diperlukan lagi pemutaran skrup. Pada akhir
fase aktif perawatan Twin Block, tujuan selanjutnya adalah mencapai perbaikan oklusi
menjadi oklusi Klas I dan mengontrol dimensi vertikal hingga mencapai kontak oklusi di
tiga titik ketika insisivus dan molar beroklusi. Pada tahap ini, overjet, overbite, dan oklusi
mesial harus seluruhnya diperbaiki.
24. 27
2.6.2 Fase Pendukung
Tujuan dari fase pendukung adalah mempertahankan hubungan insisivus yang sudah
terkoreksi sampai oklusi pada segmen bukal berinterdigitasi dengan baik. Sebuah pesawat
fungsional rahang atas lepasan dicocokkan dengan anterior inclined plane beserta labial bow
untuk menjaga posisi insisivus dan caninus bawah. Pesawat Twin Block bawah dilepaskan
pada fase ini. Bite block bagian posterior dihilangkan untuk memberi jalan erupsi gigi
posterior. Pemakaian pesawat secara rutin sangat penting untuk mendukung terjadinya
perubahan tulang internal dalam memperbaiki oklusi seperti yang telah terjadi pada segmen
bukal. Kontrol vertikal merupakan hal utama yang dilakukan pada fase ini setelah pengurangan
overbite selesai. Untuk mencapai vertikal dimensi yang baik, sebuah occlusal stop datar dari
akrilik yang bermula dari inclined plane diperluas ke depan untuk menahan insisivus bawah.
Occlusal stop adalah komponen tambahan yang penting untuk mengontrol tinggi intergingival
yang benar saat gigi posterior erupsi mencapai oklusi. Bukal geligi-gigi pada rahang atas dan
bawah harus dituntun mencapai oklusi yang normal dalam 2-6 bulan, tergantung dari
kedalaman overbite.
25. 28
Pasien harus mengerti akan pentingnya pemakaian pesawat pendukung sepanjang waktu
untuk mencegah relapse pada fase kritis perawatan. Kuncinya adalah pesawat yang nyaman
dan didesain dengan baik dapat diterima oleh pasien tanpa ada keraguan.
2.6.3 Fase Retensi
Perawatan juga diikuti dengan fase retensi, dengan menggunakan anterior inclined plane
pada rahang atas. Pemakaian pesawat retensi hanya digunakan pada malam hari ketika oklusi
penuh telah dicapai. Pada perawatan dini kelainan skeletal sejati, pesawat tipe monoblock
dapat dipakai sebagai retainer. Pesawat tersebut berperan sebagai pendukung tambahan dan
dapat diaktifkan untuk memperbesar respon ortopedik terhadap perawatan yang diberikan
selama masa transisi gigi geligi.
Lamanya waktu perawatan dengan pesawat Twin Block secara keseluruhan adalah
berkisar 18 bulan. Fase aktif sekitar 6-9 bulan untuk mendapatkan pengurangan overjet ke
hubungan insisivus yang normal dan mengoreksi oklusi bagian distal. Fase pendukung berkisar
3-6 bulan sampai gigi premolar dan molar mencapai oklusi yang optimal. Tujuannya adalah
untuk membantu mengoreksi posisi mandibula setelah terjadi perpindahan aktif sampai gigi-
geligi bukal beroklusi dengan baik. Oklusi segmen bukal yang baik ditandai dengan adanya
26. 29
landasan yang stabil setelah mengoreksi hubungan antar lengkung rahang. Fase retensi lebih
kurang 9 bulan dan pengurangan waktu pemakaian dilakukan hingga posisi keseluruhan stabil.