3. Seluruh realitas kehidupan sosial yang memungkinkan
masyarakat untuk bertukar pikiran, berdiskusi serta
membangun opini publik secara bersama
Konsepsi ruang publik atau public sphere dapat dikatakan
merupakan penciptaan ruang sosial di antara negara (state)
dan masyarakat (civil society), di dalamnya setiap warga negara dapat
terlibat dalam pertukaran pikiran dan berdiskusi bersama
untuk membicarakan urusan publik tanpa harus berada dalam kontrol
dan intervensi negara maupun kekuatan ekonomi
4. PUBLIC SPHERE
Public Sphere = Opini
Publik
Realita kehidupan sosial
Ruang umum di mana
warga negara dapat
bertemu untuk
membahas masalah-
masalah penting politik.
5. Bebas dari Pengaruh :
- Pasar Setempat.
- Negara.
- Keluarga.
Public Sphere = Opini Public
Keadaan kritis demokrasi dapat diukur dengan
mengambil denyut nadi kehidupan ruang publik
Politik.
KONDISI RUANG PUBLIK
6. TRANSFORMASI STRUKTURAL RUANG PUBLIK
Habermas melacak kemunculan secara bersamaan
dari kapitalisme konsumen, pluralisme liberal, dan
rasionalisme ilmiah yang menciptakan prakondisi
untuk kemunculan suatu kelas menengah borjuis dan
karena itu munculnya ruang publik borjuis.
7. Dari definisi “ruang dari orang-orang yang secara privat
bersama-sama sebagai suatu publik”, ruang publik borjuis
permulaan ini seperti yang digambarkan oleh Habermas
adalah bersifat literer, lain daripada politik.
Dilembagakan di kedai-kedai kopi di London, salon-salon di
Prancis, masyarakat eksklusif di Jerman, dan pada
umumnya, di unit keluarga patriarkal, ruang-ruang publik
yang bersifat literer ini dikatakan telah memberikan tempat
latihan bagi “pertentangan politik yang liar dan belum
pernah terjadi sebelumnya: publik dari orang-orang itu
menggunakan penalarannya”.
Puncak dari ruang-ruang publik literer inilah yang menurut
catatan Habermas merupakan ruang publik pada
pertengahan abad kedelapan belas.
TRANSFORMASI STRUKTURAL RUANG PUBLIK
8. TRANSFORMASI STRUKTURAL RUANG PUBLIK
Ruang Publik tidak hanya
diasosiasikan pada keberadaan
ruang sosial secara fisik, namun
juga menyangkut institusi sosial
beserta saluran komunikasi
yang memungkinkan publik
untuk dapat menyalurkan opini
atau pendapatnya secara bebas
tanpa tekanan dari negara.
9. MEDIA DAN RUANG PUBLIK
Media Massa sebagai ruang
publik re-feudalised
(bangsawan-bangsawan era
baru) media massa dan
hubungan kekuatannya
terhadap:
Kepemilikan dan penguasa
industri media
Pendapatan iklan.
Hubungan Masyarakat dan
’Spin Cultured’
(propaganda budaya).
10. RUANG PUBLIK IDEAL
Konsepsi Habermas mengenai ruang publik ideal
didasarkan pada sebuah gagasan liberal yang asli
mengenai kebebasan sebagai bebas dari koersi
(paksaan).
Ruang publik ideal memerlukan suatu pemisahan
yang jelas antara ranah privat dan ranah publik.
Ruang publik ideal tergantung pada suatu
pemisahan yang tajam antara masyarakat madani
(civil society) dan negara (the state).
11. RUANG PUBLIC DAN RUANG PRIBADI
Adalah arena diskursif—yang bebas dari campur tangan
pemerintah dan pasar—di mana semua warga terlibat secara
adil dalam perdebatan rasional mengenai kebaikan bersama
dalam rangka mencapai konsensus dan tindakan yang
demokratis.
Struktur dan tujuan dari ruang publik ini “melindungi terhadap
kondisi-kondisi ekonomi dan sosial yang bagaimana pun yang
memberi setiap orang peluang yang sama untuk memenuhi
kriteria untuk ambil bagian”. Karena itu, baik ruang publik
borjuis maupun konsepsi Habermas mengenai ruang publik
yang ideal dilandasi pengorganisasian tujuan dari liberalisme
yang murni—perlindungan dan pengajuan kebebasan yang
negatif.
12. Dengan penekanan pada
perlindungan kebebasan
individual terhadap paksaan
mengenai ruang publik yang
ideal sebagai sandarannya,
tidak mengherankan bila ia
merasa bahwa gangguan
yang meluas dari negara
(the state) ke dalam
kehidupan privat individu-
individu sebagai semacam
bencana terhadap
perwujudan dari ideal
demokratis ini.
RUANG PUBLIC DAN RUANG PRIBADI
13. PERAN MEDIA MASSA
Habermas curiga terhadap peran
media massa, sejauh ini
merupakan lembaga yang dapat
digunakan dengan maksud untuk
mengendalikan opini publik dan
kebijakan pemerintah yang sah”.
14. KRITIK TERHADAP MEDIA MASA
Bagaimanapun juga media massa pada level praktik adalah bagian
dari institusi bisnis, yang menjadikan profit sebagai orientasi utama.
Sehingga logika seberapa besar margin antara pengeluaran modal
dan keuntungan yang diperoleh menjadi kerangka kerja mendasar
yang sudah terinternalisasi dalam institusi pengelola media massa.
Ini menjadikan media massa tak ubahnya semata komoditas
industri. Sehinggi sebuah entitas komoditas, akan selalu ada
kekuatan tertentu yang mendominasi media massa, entah itu
pengusaha kapitalis atau elit politik yang berada dalam struktur
penguasa.
Media massa diyakini bukan sekadar medium pengantar informasi
antar elemen sosial dalam suatu masyarakat, melainkan juga
berfungsi sebagai instrumen penundukan dan pemaksaan
konsensus oleh sekelompok orang yang secara ekonomis dan politik
dominan.
15. MEDIA BARU SEBAGAI ALTERNATIF
RUANG PUBLIK
Semakin besarnya partisipasi masyarakat dalam berkomunikasi
di media sosial, tentunya dapat membentuk kepekaan publik
(sense of public). Sehingga masyarakat dapat mengawasi
ketimpangan dan penyelewengan yang menjadi perilaku buruk
penyelenggaraan negara dan pelayanan publik.
Sikap kritis warga yang dibangun di ruang publik alternatif
(dalam hal ini media sosial), diharapkan dapat mendorong
partisipasi untuk bersama-sama membangun civil society.
Dimana sistem sosial dan peradaban dibangun berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan kolektif.
16. CATATAN 1
Ruang publik tidak boleh disamakan dengan
"masyarakat" yaitu individu-individu yang
berkumpul. Konsepnya diarahkan bukan di
lembaga itu, tetapi dalam bentuk konkret melalui
partisipasi masyarakat. Ditandai hanya sebagai
kerumunan (catatan oleh Peter Hohendahl).
17. CATATAN 2
Negara dan ruang publik tidak tumpang tindih.
Habermas menunjuk bahwa ruang sebagai
publik yang kuno dipahami sebagai pribadi, yaitu
pembuatan opini di luar pemerintah.
18. CATATAN 3
Prinsip ruang publik dapat dibedakan dari lembaga
yang dibuktikan dalam sejarah sosial. Habermas
membagi model norma dan cara perilaku dengan
fungsi opini publik meliputi:
a) Aksesibilitas Umum.
b) Penghapusan semua hak istimewa.
c) Penemuan norma-norma umum dan legitimasi
rasional.
19. CATATAN 4
Ekspresi mewakili digunakan dalam arti
khusus yaitu untuk "Hadir pada dirinya
sendiri ". Pada abad pertengahan terkait
dengan raja, bangsawan, Tuan feodal
yang menciptakan ruang publik melalui
kehadiran mereka.
21. CATATAN 6
Orang harus membedakan antara konsep
Habermas "membuat proses publik” "Publizität”
dan "ruang publik " (Öffentlichkeit).
Istilah Publizität menggambarkan tingkat efek
publik yang dihasilkan oleh tindakan publik.
Dengan demikian, situasi bisa muncul di mana
satu bentuk pembuatan opini publik
dipertahankan.
Substansi ruang publik mempunyai pergeseran.