Dokumen tersebut merupakan rencana rute jalan tol Ciranjang-Padalarang yang mencakup latar belakang pembangunan, tujuan, tahapan kegiatan, data teknis, kriteria desain, rencana rute, profil, akses, alternatif trasi, daerah rentan longsor, dan peta geologi.
2. LATAR BELAKANG
Perkembangan Provinsi Jawa Barat terbilang cukup signifikan jika dibandingkan dengan Provinsi-Provinsi yang lainnya,
khususnya dalam bidang pariwisata. Dengan kondisi geografis yang strategis, harga yang cukup terjangkau dan
ditambah dengan potensi alam yang ada, menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu destinasi wisata pilihan
masyarakat perkotaan.
Dengan meningkatnya wilayah-wilayah yang menjadi pilihan destinasi maka akan sejalan dengan meningkatnya
mobilisasi/aksesibilitas orang ataupun barang eksisting dan mobilisasi/aksesibilitas orang ataupun barang akibat
bangkitan dan tarikan perjalanan. Peningkatan mobilisasi/aksesibilitas orang ataupun barang ini sudah menjadi
masalah utama yang terjadi di Kota Bogor dan sekarang sudah terjadi di Sukabumi dan Bandung. Solusi dari
permasalahan tersebut ialah JalanTol Ciranjang – Padalarang.
3. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya wilayah-wilayah yang menjadi pilihan destinasi maka akan sejalan dengan meningkatnya
mobilisasi/aksesibilitas orang ataupun barang eksisting dan mobilisasi/aksesibilitas orang ataupun barang akibat
bangkitan dan tarikan perjalanan. Peningkatan mobilisasi/aksesibilitas orang ataupun barang ini sudah menjadi masalah
utama yang terjadi di Kota Bogor dan sekarang sudah terjadi di Sukabumi dan Bandung. Untuk mengatasi masalah
tersebut, pembangunan JalanTol Ciranjang-Padalarang dapat menjadi solusinya.
4. TUJUAN PEKERJAAN
Melakukan penyusunan ROW Plan berdasarkan hasil rencanaTeknik Awal;
Melakukan penyusunan Laporan DED;
Menyusun Dokumen Pelelangan termasuk Daftar Kuantitas Harga yang mengakomodasi kebutuhan pelaksanaan
konstruksi jalan tol di lapangan;
Melakukan penyusunan Manual Pemeliharaan dan Manual Operasional;
Melakukan pendampingan dan memberikan penjelasan presentasi bila dibutuhkan kepada Pengguna Jawa atau
instansi terkait lainnya hingga didapatkan Persetujuan dan Pengesahan DED dari Badan Pengatur JalanTol (BPJT);
serta
Melakukan penyusunan Sistem Manajemen serta Standard Operation Procedure (SOP) Pengoperasian dan
Pemeliharaan JalanTol.
5. TAHAPAN KEGIATAN
1. Persiapan dan Mobilisasi;
2. Penyusunan Rencana Kerja Terinci;
3. Pengumpulan Data Sekunder;
4. Survei Pendahuluan;
5. Penyusunan Kriteria Desain;
6. Survei Lapangan;
7. Analisis dan PerencanaanTeknik;
8. Penyusunan RencanaTeknik Akhir (DED);
9. Penyusunan Dokumen Pelelangan Pekerjaan
Konstruksi;
10. Pendampingan Persetujuan Detailed Engineering
Design;
11. Penyusunan Dokumen Sistem Manajemen serta
Standard Operation Procedure (SOP) Pengoperasian
dan Pemeliharaan JalanTol; serta
12. Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pekerjaan.
6. DATATEKNIS
JALAN TOL PADALARANG-CIRANJANG
PanjangTotal : + 27.8 Km
Interchange : 2 Interchange (Ic. Ciranjang dan Ic. Rajamandala)
1 Junction (Cipularang + Sta.111+000)
Kecepatan rencana : 80 Km/jam
Jumlah lajur : 4 Lajur x 2 Arah (Initial Stage)
: 6 Lajur x 2 Arah (Final Stage)
Lebar lajur : 3.6 meter
Lebar bahu luar : 3.0 meter
Lebar bahu dalam : 1.5 meter
Lebar median : 3.80 meter (Termasuk Bahu Dalam) •6
9. 9
DESAIN KRITERIA RAMPTERMINAL
No. Uraian Satuan Usulan Kriteria
Desain
Sumber/
Referensi (*)
1 Kecepatan Rencana Jalan Tol Km/jam 80 No.2
2 Ketentuan untuk Jalan Tol
• Jari-jari tikungan minimum M 110/700 No. 2
• Jari-jari lengkung vertikal minimum
standar/khusus
• Cembung M 12.000/6.000 No.10
• Cekung M 8.000/4.000 No.2
• Landai maksimum % 4,00 No.2
3. Jalur perlambatan, Normal
• Panjang jalur perlambatan M 80 No.2
• Panjang taper M 50 No.2
4 Jalur percepatan, Normal
• Panjang jalur percepatan M 50 No.2
• Panjang taper M 50 No.2
* Sumber: mengacu ke halaman 1-1 Standar Acuan
25. 25
KETERANGAN PETA ZONA KERENTANAN GERAKANTANAH
Zona kerentananTanah Sangat Rendah (Zone of very low susceptibility to landside)
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini jarang atau hampir
tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah yang tidak luas
pada tebing sungai. Merupakan daerah yang relatif datar sampai landai dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 15% (8,5°)
dan lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat plastis atau mengembang.
Zona kerentananTanah Rendah (Zone of low susceptibility to landside)
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi
gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali.
Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai. Kisaran kemiringan lereng
mulai dari landai (5-15%) sampai sangat terjal (50-70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan kereknikan batuan dan tanah
pembentuk lereng. Pada lereng terjal umumnya dibentuk oleh tanah pelapukan yang tipis dan vegetasi penutup baik,
umumnya berupa hutan atau perkebunan.
Zona kerentananTanah Menengah (Zone of moderate susceptibility to landside)
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan
tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari
landai (5-15%) sampai curam hingga hampir tegak (>70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan
tanah pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya kurang sampai sangat jarang.
Zona kerentananTanahTinggi (Zone of high susceptibility to landside)
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah. Pada zona sering terjadi gerakan tanah,
sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang tinggi dan erosi yang
kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari agak terjal (30-50%) hingga hampir tegak (>70%) tergantung pada kondisi sifat
fisik dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya sangat kurang.