SlideShare a Scribd company logo
1 of 95
Download to read offline
KAPASITAS SIMPANG APILL
i
Daftar Isi
Daftar Isi i
Prakata iv
Pendahuluan iv
1 Ruang lingkup 1
2 Acuan normatif 1
3 Istilah dan definisi 1
4 Ketentuan 7
4.1 Ketentuan umum 7
4.1.1 Prinsip 7
4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL 8
4.2 Ketentuan teknis 11
4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan 11
4.2.2 Data masukan lalu lintas 12
4.2.3 Penggunaan isyarat 13
4.2.4 Penentuan waktu isyarat 15
4.2.4.1 Tipe pendekat 15
4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE 16
4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0 17
4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S 19
4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S 20
4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau 20
4.2.5 Kapasitas Simpang APILL 21
4.2.6 Derajat kejenuhan 21
4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL 21
4.2.7.1 Panjang antrian 21
4.2.7.2 Rasio kendaraan henti 22
4.2.7.3 Tundaan 22
4.2.8 Penilaian kinerja 23
5 Prosedur perhitungan kapasitas 23
5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan 27
5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi
lingkungan Simpang APILL 27
5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas 27
5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat 28
5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal 28
5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang 28
5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL 28
ii
5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat 28
5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif 29
5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar 29
5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian 29
5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S) 31
5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau 31
5.4 Langkah D : Kapasitas 31
5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan 32
5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik 32
5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas 32
5.5.1 Langkah E.1. Persiapan 32
5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA 33
5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti 33
5.5.4 Langkah E.4. Tundaan 34
Lampiran A (normatif): 35
Lampiran B (normatif): 42
Lampiran C (informatif): 53
Lampiran D (informatif): 79
Lampiran F (informatif): 84
Bibliografi 88
Daftar nama dan Lembaga 89
Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan...................... 7
Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase ......................... 8
Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat............................................................................... 11
Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan ..................... 14
Gambar 5. Penentuan tipe pendekat ................................................................................... 16
Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas ........................................... 17
Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL . 26
Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih
(POL) dan NQ ........................................................................................................................ 33
Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal,
Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun................................. 73
Gambar A. 1. Tipikal pengaturan fase APILL pada simpang-3............................................. 35
Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya
pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C)................................................................ 36
Gambar A. 3. Tipikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase .............................. 36
Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran
kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10% ............................................................ 37
Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4 ................................................................. 38
Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3 ................................................................. 39
Gambar A. 7. Penempatan zebra cross ............................................................................... 40
iii
Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4 .......................................................................... 42
Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3 .......................................................................... 43
Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P)...................................... 43
Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan
terpisah................................................................................................................................ 44
Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok
kanan terpisah ..................................................................................................................... 45
Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) .................................................... 46
Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP)............................................. 46
Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan
jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.............................................. 47
Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P,
tanpa BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM.................................................................................. 47
Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp...................................... 48
Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya .......................... 48
Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah ............... 49
Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH..................................................... 50
Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis ............................... 9
Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta
jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1...................................................................... 10
Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan ...................................................................... 13
Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya..................................... 53
Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani ...................................... 61
Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai
pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang ................................................. 40
Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci........ 40
Tabel B. 1. Tipikal geometrik dan pengaturan fase .............................................................. 50
Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan............................................................................... 51
Tabel B. 3. Nilai normal waktu antar hijau............................................................................ 51
Tabel B. 4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) ............................................................... 51
Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan
kendaraan tak bermotor (FHS) .............................................................................................. 51
Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak..................................................................................... 52
iv
Prakata
Pedoman kapasitas Simpang APILL ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para
penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di
tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas
Simpang APILL. Istilah kapasitas Simpang APILL yang dipakai dalam pedoman ini
sebelumnya disebut Simpang bersinyal.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal xx September 2014 di
Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar,
dan lembaga terkait.
Pendahuluan
v
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu-
lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam
Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
a) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan
dewasa ini semakin meningkat,
b) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Simpang
bersinyal yang selanjutnya disebut Pedoman Simpang APILL sebagai bagian dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan perkotaan
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas Simpang APILL
6) Kapasitas Simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran.
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai
ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang juga mempengaruhi nilai C0.
Pemutakhiran perangkat lunak kapasitas jalan tidak dilakukan, tetapi otomatisasi
perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet
Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh,
spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Simpang APILL untuk desain Simpang APILL
yang baru, peningkatan Simpang APILL yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja
lalu lintas Simpang APILL.
1 dari 89
Kapasitas Simpang APILL
1 Ruang lingkup
Pedoman ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas Simpang APILL untuk
perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, meliputi penetapan waktu
isyarat, kapasitas (C), dan kinerja lalu lintas yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ),
tundaan (T), panjang antrian (PA), dan rasio kendaraan berhenti (RKB), untuk Simpang APILL
3 lengan dan Simpang APILL 4 lengan yang berada di wilayah perkotaan dan semi
perkotaan.
2 Acuan normatif
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Keputusan menteri perhubungan No.62 Tahun 1993, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
3 Istilah dan definisi
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
akses terbatas (AT)
akses terbatas bagi pejalan kaki atau kendaraan (contoh: karena ada hambatan fisik, maka
tidak ada akses langsung ke jalur utama karena harus melalui jalur lambat)
3.2
alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL)
alat yang mengatur arus lalu lintas menggunakan 3 isyarat lampu yang baku, yaitu merah,
kuning, dan hijau. Penggunaan 3 warna tersebut bertujuan memisahkan lintasan arus lalu
lintas yang saling konflik dalam bentuk pemisahan waktu berjalan
3.3
angka henti (Ah)
jumlah rata rata berhenti per kendaraan (termasuk berhenti berulang-ulang dalam antrian)
3.4
arus jenuh (S)
besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian dari dalam suatu pendekat selama kondisi
yang ada (skr/jam)
3.5
arus jenuh dasar (S0)
besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat pada kondisi ideal
(skr/jam)
3.6
arus lalu lintas (Q,q)
2 dari 89
jumlah kendaraan-kendaraan yang melalui suatu garis tak terganggu di hulu pendekat per
satuan waktu, dalam satuan kend./jam atau ekr/jam. Notasi Q dipakai untuk menyatakan
LHRT dalam satuan ekr/hari atau kend./hari.
3.7
arus lalu lintas belok kanan (qBKa)
arus lalu lintas yang membelok ke kanan dari suatu pendekat (kend./jam, skr/jam)
3.8
arus lalu lintas belok kanan melawan atau terlawan (qo BKa)
arus lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan, kend./jam, skr/jam
3.9
arus lalu lintas belok kiri (qBKi)
arus lalu lintas yang membelok ke kiri dari suatu pendekat, kend./jam, skr/jam
3.12
arus lalu lintas melawan atau terlawan (qo)
arus lalu lintas lurus yang berangkat dari suatu pendekat dan arus yang belok kanan dari
arah pendekat yang berlawanan terjadi dalam satu fase hijau yang sama; atau arus yang
membelok ke kanan dan arus lalu lintas yang lurus dari arah yang berlawanan terjadi dalam
satu fase hijau yang bersamaan (contoh: lihat Gambar 4 kasus 42). Arus lalu lintas yang
berangkat disebut arus terlawan, dan arus lalu lintas dari arah berlawanan disebut arus
melawan
3.13
arus lalu lintas terlindung (qp)
arus lalu lintas yang lurus diberangkatkan ketika arus lalu lintas belok kanan dari arah
berlawanan sedang menghadapi isyarat merah; atau arus lalu lintas yang belok kanan
diberangkatkan ketika arus lalu lintas lurus dari arah yang berlawanan sedang menghadapi
isyarat merah, sehingga tidak ada konflik, kend./jam
3.14
belok kiri (Bki)
indeks untuk arus lalu lintas belok ke kiri
3.15
belok kiri jalan terus (BkiJT)
indeks untuk arus lalu lintas belok kiri yang pada saat isyarat merah menyala diizinkan jalan
terus
3.16
belok kanan (Bka)
indeks untuk arus lalu lintas belok kanan
3.17
derajat kejenuhan (DJ)
rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat
3.19
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan kendaraan ringan yang lain
sehubungan dengan dampaknya pada kapasitas jalan. Nilai ekr untuk kendaraan ringan
adalah satu
3 dari 89
3.20
hambatan samping (HS)
interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan samping jalan yang menyebabkan menurunnya
arus jenuh dalam pendekat yang bersangkutan
3.23
jumlah kendaraan terhenti (NKH)
jumlah kendaraan terhenti dan antri dalam suatu pendekat, skr
3.24
kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam
3.25
kelandaian (G)
kelandaian memanjang pendekat, jika menanjak ke arah simpang diberi tanda positif, dan
jika menurun ke arah simpang diberi tanda negatif, dinyatakan dalam satuan %
3.27
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari
5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot),
mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis
KR dalam Lampiran F)
3.28
kendaraan sedang (KS)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang
kendaraan antara 5,5m s.d. 9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang (lihat foto tipikal
jenis KS dalam Lampiran F)
3.29
kendaraan tak bermotor (KTB)
kendaraan yang tidak menggunakan motor, bergerak ditarik oleh orang atau hewan,
termasuk sepeda, becak, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak (lihat foto tipikal jenis
KTB dalam Lampiran F)
3.30
komersial (KOM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh kegiatan komersial (contoh: pertokoan,
restoran, perkantoran) dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan
3.31
lalu lintas harian rata-rata (LHRT)
volume lalu lintas harian rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan lalu lintas
selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut, atau ditetapkan
berdasarkan survei perhitungan lalu lintas yang lebih pendek sesuai ketentuan yang berlaku,
dinyatakan dalam skr/hari.
3.33
lebar pendekat (LP)
lebar awal bagian pendekat yang diperkeras, digunakan oleh lalu lintas memasuki simpang,
m
4 dari 89
3.34
lebar jalur masuk (LM)
lebar pendekat diukur pada garis henti, m
3.35
lebar jalur keluar (LK)
lebar pendekat diukur pada bagian yang digunakan lalu lintas keluar simpang, m
3.36
lebar jalur efektif (LE)
lebar pendekat yang diperhitungkan dalam kapasitas, yaitu lebar yang mempertimbangkan
LP, LM, LK, dan pergerakan membelok, m
3.37
lurus (LRS)
indeks untuk arus lalu lintas yang lurus
3.38
panjang antrian (PA)
panjang antrian kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat, m
3.39
pendekat
jalur pada lengan simpang untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti
3.40
permukiman (KIM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh tempat permukiman dengan akses langsung
bagi pejalan kaki dan kendaraan
3.41
rasio arus lalu lintas (Rq/S)
rasio arus lalu lintas (q) terhadap arus lalu lintas jenuh (S) dari suatu pendekat
3.42
rasio arus lalu lintas simpang (RAS)
jumlah dari rasio arus lalu lintas untuk semua fase yang berurutan dalam suatu siklus
3.43
rasio arus belok kanan (RBKa)
perbandingan arus belok kanan terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau
3.44
rasio arus belok kiri (RBKi)
perbandingan arus belok kiri terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau
3.45
rasio arus belok kiri jalan terus (RBKiJT)
perbandingan arus BkiJT terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau
3.46
rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami)
perbandingan arus lalu lintas total pada jalan mayor terhadap arus lalu lintas total pada jalan
minor
5 dari 89
3.47
rasio fase (RF)
rasio antara rasio arus lalu lintas terhadap rasio arus lalu lintas simpang
3.48
rasio kendaraan tak bermotor (RKTB)
perbandingan arus kendaraan tak bermotor terhadap jumlah arus kendaraan bermotor dan
kendaraan tak bermotor
3.49
rasio kendaraan terhenti (RKH)
rasio arus lalu lintas yang harus berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian
isyarat lampu lalu lintas terhadap seluruh arus yang lewat
3.50
rasio waktu hijau (RH)
perbandingan antara waktu isyarat hijau terhadap waktu fase pada pendekat yang ditinjau
3.51
satuan kendaran ringan (skr)
satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan disamakan menjadi
kendaraan ringan, termasuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, dengan
menggunakan nilai ekr
3.52
sepeda motor (SM)
kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran
F)
3.57
tipe pendekat dengan arus berangkat terlawan (To)
Tipe keberangkatan arus dengan konflik antara gerak belok kanan dari suatu pendekat dan
gerak lurus dan/atau gerak belok kiri dari bagian pendekat yang berlawanan pada fase yang
sama
3.58
tipe pendekat dengan arus berangkat terlindung (Tp)
tipe keberangkatan arus tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dengan arus
lurus dan/atau belok kiri
3.59
tipe simpang APILL
kode simpang yang terdiri dari tiga angka, angka pertama menunjukkan jumlah lengan
simpang, angka kedua menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan minor, dan angka
ketiga menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan mayor, tambahan huruf L pada dijit ke
4 yang menunjukkan belok kiri jalan terus. Contoh 412 adalah simpang-4 lengan, jumlah
lajur pendekat di jalan minor sebanyak 1 lajur, dan pada jalan mayor sebanyak 2 lajur
3.60
tundaan (T)
waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu simpang apabila
dibandingkan dengan lintasan tanpa simpang
3.61
tundaan geometrik (TG)
6 dari 89
tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di
simpang dan/atau yang terhenti oleh lampu merah
3.62
tundaan lalu lintas (TL)
waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang
berlawanan
3.63
ukuran kota (UK)
ukuran kota yang diukur dari jumlah penduduk dalam wilayah perkotaan tersebut
3.64
waktu antar hijau (HA)
periode waktu kuning ditambah waktu merah semua antara dua fase isyarat yang berurutan,
detik
3.65
waktu hijau (H)
waktu isyarat lampu hijau sebagai izin berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada lengan
simpang yang ditinjau, detik
3.66
waktu hijau maksimum (Hmaks)
waktu isyarat hijau terlama yang diizinkan untuk pendekatan yang ditinjau, detik
3.67
waktu hijau minimum (Hmin)
waktu isyarat hijau terpendek yang diperlukan dalam satu fase kendali lalu lintas kendaraan,
detik
3.68
waktu hijau hilang total (HH)
jumlah semua periode antar hijau (HA) dalam satu siklus lengkap, dapat juga diperoleh dari
beda antara waktu siklus (c) dengan jumlah waktu hijau (H) dalam semua fase yang
berurutan, detik
3.69
waktu isyarat kuning (K)
waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam sebuah pendekat, detik
3.70
waktu isyarat merah (M)
waktu isyarat lampu merah sebagai larangan berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada
lengan simpang yang ditinjau, detik
3.71
waktu isyarat merah semua (Msemua)
waktu isyarat merah menyala bersamaan pada setiap pendekat, detik
3.72
waktu siklus (c)
waktu untuk urutan lengkap isyarat APILL, misal waktu diantara dua permulaan hijau yang
berurutan pada suatu pendekat, detik
7 dari 89
4 Ketentuan
4.1 Ketentuan umum
4.1.1 Prinsip
1) APILL digunakan untuk tujuan: 1) mempertahankan kapasitas simpang pada jam
puncak, dan 2) mengurangi kejadian kecelakaan akibat tabrakan antara kendaraan-
kendaraan dari arah yang berlawanan. Prinsip APILL adalah dengan cara
meminimalkan konflik baik konflik primer maupun konflik sekunder. Konflik primer
adalah konflik antara dua arus lalu lintas yang saling berpotongan, dan konflik
sekunder adalah konflik yang terjadi dari arus lurus yang melawan atau arus membelok
yang berpotongan dengan arus lurus atau pejalan kaki yang menyeberang.
Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan
2) Untuk meningkatkan kapasitas, arus keberangkatan dari satu pendekat dapat memiliki
arus terlawan dan arus terlindung pada fase yang berbeda khusus pada kondisi
dimana arus belok kanan pada lengan pendekat yang berlawanan arah sangat banyak,
sehingga berpotensi menurunkan kapasitas dan/atau menurunkan tingkat keselamatan
lalu lintas di simpang.
3) Untuk meningkatkan keselamatan, pergerakan arus lurus dapat dipisahkan dari
pergerakan belok kanan pada pendekat terlawan, tetapi hal ini akan menambah jumlah
fase sehingga akan menurunkan kapasitas. Gambar A.1. hingga A.3. pada Lampiran A
menampilkan tipikal pengaturan fase pada simpang-3 dan simpang-4.
4) Untuk memenuhi aspek keselamatan, lampu isyarat pada Simpang APILL harus
dilengkapi dengan:
- Isyarat lampu kuning untuk memperingati arus yang sedang bergerak bahwa fase
sudah berakhir, dan
- Isyarat lampu merah semua untuk menjamin agar kendaraan terakhir pada fase
hijau yang baru saja berakhir memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari area
konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang
8 dari 89
sama. Waktu ini berguna sebagai waktu pengosongan ruang simpang antara dua
fase.
Gambar 2 menjelaskan urutan perubahan isyarat pada sistem dua fase, meliputi waktu
siklus, waktu hijau, dan waktu antar hijau.
Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase
4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL
Analisis kapasitas untuk Simpang APILL eksisting atau yang akan ditingkatkan harus:
1) mempertahankan DJ≤0,85; dan
2) mempertimbangkan dampaknya terhadap keselamatan, kelancaran lalu lintas,
lingkungan jalan, dan perwujudan desain teknis rinci.
Pemilihan jenis Persimpangan baru (Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran atau
Simpang tak sebidang) harus didasarkan pada analisis biaya siklus hidup (BSH). Ikuti uraian
pada Bagian I Pendahuluan (sebagai contoh, lihat contoh 4 dalam Lampiran C).
Pemilihan tipe Simpang APILL harus:
1) Paling ekonomis. Untuk pemilihan tipe simpang baru, Tabel 1. atau Gambar A.4.
Lampiran A dapat digunakan sebagai referensi, dengan masukan empat parameter,
yaitu arus total simpang (kend./jam) tahun kesatu, rasio arus mayor dan rasio arus
minor (Rmami), RBka dan RBKi, dan Ukuran kota. Dari Tabel 1. atau A.4. tersebut dapat
dipilih tipe simpang yang paling ekonomis berdasarkan analisis biaya siklus hidup
untuk ukuran kota 1-3juta dan rasio arus belok kiri dan kanan masing-masing 10%.
K K
K
Fase 1
Fase 2
1 ke 2
Waktu Merah
Waktu Siklus
2 ke 1
Antar hijau Antar hijau
Merah
Semua
Waktu Merah
Waktu Hijau
Merah
Semua
Waktu Hijau
Fase 1 Fase 2Tipikal Simpang 4
Jalan
A
Jalan B
9 dari 89
Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis
2) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan analisis desain dan operasional
simpang APILL eksisting adalah untuk menyelaraskan waktu isyarat dan geometrik
agar kinerja lalu Iintas yang disyaratkan dapat tercapai. Dalam hal ini, kinerja diukur
dari dua parameter, yaitu T dan rasio Q/C.
Tabel 2 maupun Gambar A.5 dan Gambar A.6 pada Lampiran A menunjukkan
perkiraan T rata-rata sebagai fungsi dari rasio Q/C. Tabel 2 juga menunjukkan
perkiraan kapasitas, faktor-ekr, dan rentang kinerja lalu lintas untuk masing-masing tipe
simpang. Tabel 2, Gambar A.5, dan Gambar A.6 dapat juga digunakan untuk desain
atau menetapkan asumsi awal, misalnya dalam analisis desain dan operasional
peningkatan simpang eksisting. Perlu konsistensi dalam melakukan analisis, agar nilai
Q/C tidak melampaui 0,85 selama jam puncak rencana.
10 dari 89
Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta jiwa
dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1
3) Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Angka kecelakaan lalu lintas pada
Simpang APILL diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan
dengan 0,60 pada Simpang dan 0,30 pada bundaran (data MKJI’97 didasarkan pada
data negara maju). Rekayasa lalu lintas di Simpang APILL, baik itu melalui penyediaan
fasilitas fisik seperti kanalisasi untuk memfasilitasi pergerakan belok, maupun melalui
pengaturan fase APILL, seperti penetapan tipe suatu pendekat tipe terlindung dan
penambahan waktu antar hijau, dapat mengurangi jumlah kecelakaan. Tabel A.1 dalam
Lampiran A dapat dijadikan acuan dalam pemilihan jenis persimpangan berdasarkan
keselamatan lalu lintas.
4) Mempertimbangan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan
kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan atau perlambatan kendaraan, dan
saat kendaraan berhenti. Dengan pemahaman ini, Simpang dengan tundaan rata-rata
yang tinggi cenderung memiliki gas buang dan atau kebisingan yang lebih tinggi pula.
Oleh karenanya, terkait dengan dampak terhadap lingkungan ini, perencanaan harus
menghasilkan pengaturan isyarat yang efisien. Pengaturan isyarat terkoordinasi
dan/atau pengaturan isyarat aktualisasi kendaraan dapat menghasilkan emisi yang
lebih kecil daripada pengaturan isyarat tetap.
5) Mempertimbangkan hal-hal teknis, sebagaimana tercantum dalam Tabel A.2 pada
Lampiran A dalam melaksanakan desain teknis rinci.
11 dari 89
6) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara
ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika
diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas
yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat dipertanggung-
jawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7 hari atau 40 jam per triwulan, perlu
mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi
yang memadai.
7) Berdasarkan nilai qJD yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
4.2 Ketentuan teknis
4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan
Persimpangan, harus merupakan pertemuan dua atau lebih jalan yang sebidang. Pertemuan
dapat berupa simpang-3 atau simpang-4 dan dapat merupakan pertemuan antara tipe jalan
2/2TT, tipe jalan 4/2T, tipe jalan 6/2T, tipe jalan 8/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan
tersebut (Gambar B.1. dan B.2. dalam Lampiran B). Jenis fase (sistim pengaturan)
ditentukan berdasarkan tipe simpang (lihat Tabel B.1.) dengan catatan semua simpang
dianggap dilengkapi kereb dan trotoar, dengan RBKa dan RBKi masing-masing sebesar 10%
atau 25%, dan dianggap terisolir dengan sistem kendali waktu tetap.
Analisis kapasitas untuk setiap pendekat dilakukan secara terpisah. Satu lengan simpang
dapat terdiri dari satu pendekat atau lebih (menjadi dua atau lebih sub-pendekat, termasuk
pengaturan fasenya, lihat Gambar 3). Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan dan/atau belok
kiri mendapat isyarat hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika
dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau jalan. Untuk masing-masing pendekat atau sub-
pendekat, lebar efektif (LE) ditetapkan dengan mempertimbangkan lebar pendekat pada
bagian masuk simpang dan pada bagian keluar simpang.
Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat
Pendekat
Sub-Pendekat
12 dari 89
4.2.2 Data masukan lalu lintas
Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas
eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk
melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam
tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas
pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam
desain (qJD) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.
……………………………………………………………………..1)
keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam skr/hari.
K adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman
selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar
antara 7% sampai dengan 12%.
LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari
tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992).
Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi di lingkungan DJBM (1992) baik
yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road
Management System (IRMS) (Tabel 3.). Untuk tujuan praktis, Tabel 3. dapat digunakan
untuk mengkonversikan data lalu lintas dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data
lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga
digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang
dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk
perhitungan kapasitas.
13 dari 89
Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan
IRMS
(11 kelas)
DJBM (1992)
(8 kelas)
MKJI’97
(5 kelas)
1. Sepeda motor, Skuter,
Kendaraan roda tiga
1. Sepeda motor, Skuter,
Sepeda kumbang, dan
Sepeda roda tiga
1. SM: Kendaraan bermotor
roda 2 dan 3 dengan
panjang tidak lebih dari
2,5m
2. Sedan, Jeep, Station
wagon
2. Sedan, Jeep, Station
wagon
2. KR:Mobil penumpang
(Sedan, Jeep, Station
wagon, Opelet, Minibus,
Mikrobus),Pickup,Truk
Kecil, dengan panjang
tidak lebih dari atau sama
dengan 5,5m
3. Opelet, Pickup-opelet,
Suburban, Kombi, dan
Minibus
3. Opelet, Pickup-opelet,
Suburban, Kombi, dan
Minibus
4. Pikup, Mikro-truk, dan
Mobil hantaran
4. Pikup, Mikro-truk, dan
Mobil hantaran
5a. Bus Kecil 5. Bus 3. KS: Bus dan Truk 2
sumbu, dengan panjang
tidak lebih dari atau sama
dengan 12,0m
5b. Bus Besar
6. Truk 2 sumbu 6. Truk 2 sumbu
7a. Truk 3 sumbu 7. Truk 3 sumbu atau lebih
dan Gandengan
4. KB: Truk 3 sumbu dan
Truk kombinasi (Truk
Gandengan dan Truk
Tempelan), dengan
panjang lebih dari 12,0m*)
.
7b. Truk Gandengan
7c. Truk Tempelan (Semi
trailer)
8. KTB:
Sepeda, Becak, Dokar,
Keretek, Andong.
8. KTB:
Sepeda, Beca, Dokar,
Keretek, Andong.
5. KTB: Sepeda, Becak,
Dokar, Keretek, Andong.
Catatan: *)
Dalam jalan perkotaan, KB dikatagorikan KS
Arus lalu lintas, Q, dinyatakan dalam skr per jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
pada periode jam puncak pagi, siang, atau sore. Q dikonversi dari satuan kendaraan per jam
menjadi skr per jam dengan menggunakan nilai ekivalen kendaraan ringan (ekr) untuk
masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Perlu diperhatikan, dalam satu pendekat
kadang terdapat dua tipe pendekat yang berbeda pada masing-masing fasenya. Jika hal ini
ditemui pada saat analisis, maka nilai ekr yang digunakan juga menjadi dua, sesuai tipe
pendekat masing-masing fase tersebut. Nilai ekr untuk tiap jenis kendaraan pada tipe
pendekat terlindung dan terlawan ditunjukkan dalam Tabel B.2. Lampiran B.
4.2.3 Penggunaan isyarat
Pengaturan dua fase dapat pertimbangan pada awal analisis karena memberikan kapasitas
terbesar dengan tundaan yang terendah dibandingkan dengan pengaturan fase lainnya (lihat
Gambar A.1. dan A.2. dalam Lampiran A, sebagai contoh). Apabila pengaturan dua fase ini
belum memadai, evaluasi arus belok kanan, apakah memungkinkan bila dipisahkan dari arus
lurus?; dan apakah tersedia lajur untuk memisahkannya? Pengaturan arus belok kanan yang
terpisah hanya dilakukan bila arusnya melebihi 200skr/jam, tetapi bisa saja dilakukan
pemisahan ini, walaupun arus belok kanan lebih rendah dari 200skr/jam dengan
pertimbangan peningkatan terhadap keselamatan lalu lintas.
Perhitungan rinci nilai AH dan HH diperlukan saat analisis operasional dan desain
peningkatan, untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat menggunakan nilai seperti yang
ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B.
14 dari 89
Msemua diperlukan untuk pengosongan area konflik dalam simpang pada akhir setiap fase.
Waktu ini memberikankesempatan bagi kendaraan terakhir (KBR pada Gambar 4.) melewati
garis henti pada akhir isyarat kuning sampai dengan meninggalkan titik konflik. jarak ini
adalah panjang lintasan keberangkatan (LKBR) ditambah panjang kendaraan berangkat (PKBR)
sebelum kedatangan kendaraan pertama yang datang dari arah lain (KDT) pada fase
berikutnya yang melewati garis henti pada awal isyarat hijau sampai dengan ke titik konflik
yang sama dengan jarak lintasan LKDT. Jadi, Msemua merupakan fungsi dari kecepatan dan
jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti masing-masing arah
sampai ke titik konflik, serta panjang dari kendaraan yang berangkat (PKBR).Dalam hal waktu
lintasan pejalan kaki (LPK) lebih lama ditempuh dibandingkan LKBR, maka LPK yang
menentukan panjang lintasan berangkat.
Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan Msemua
terbesar. Msemua per fase dipilih yang terbesar dari dua hitungan waktu lintasan, yaitu
kendaraan berangkat dan pejalan kaki. Hitung menggunakan persamaan 2).
{ ……………………………………………………..2)
keterangan:
15 dari 89
LKBR, LKDT, LPK adalah jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan
yang berangkat, kendaraan yang datang, dan pejalan kaki, m
PKBR adalah panjang kendaraan yang berangkat, m
VKBR, VKDT, VPK adalah kecepatan untuk masing-masing kendaraan berangkat, kendaraan
datang, dan pejalan kaki, m/det
Gambar 5. menunjukkan kejadian dengan titik-titik konflik kritis yang diberi tanda bagi
kendaraan-kendaraan maupun para pejalan kaki yang memotong jalan. Nilai-nilai VKBR, VKDT,
dan PKBR tergantung dari kondisi lokasi setempat. Nilai-nilai berikut ini dapat digunakan
sebagai pilihan jika nilai baku tidak tersedia.
VKDT = 10m/det (kendaraan bermotor)
VKBR = 10m/det (kendaraan bermotor)
3m/det (kendaraan tak bermotor misalnya sepeda)
1,2m/det (pejalan kaki)
PKBR = 5m (KR atau KB)
2m (SM atau KTB)
Apabila periode Msemua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hijau hilang
total (HH) untuk simpang untuk setiap siklus dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu
antar hijau menggunakan persamaan 3).
………………………………………………………………….3)
Panjang waktu kuning pada APILL perkotaan di Indonesia biasanya ditetapkan 3,0 detik.
4.2.4 Penentuan waktu isyarat
4.2.4.1 Tipe pendekat
Pada pendekat dengan arus lalu lintas yang berangkat pada fase yang berbeda, maka
analisis kapasitas pada masing-masing fase pendekat tersebut harus dilakukan secara
terpisah (misal, arus lurus dan belok kanan dengan lajur terpisah). Hal yang sama pada
perbedaan tipe pendekat, pada satu pendekat yang memiliki tipe pendekat, baik terlindung
maupun terlawan (pada fase yang berbeda), maka proses analisisnya harus dipisahkan
berdasarkan ketentuan-ketentuannya masing-masing. Gambar 5. di bawah ini memberikan
ilustrasi dalam penentuan tipe pendekat, apakah terlindung (P) atau terlawan (O).
16 dari 89
Gambar 5. Penentuan tipe pendekat
4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE
Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L), lebar masuk
(LM), dan lebar keluar (LK). Jika BKiJT diizinkan tanpa mengganggu arus lurus dan arus belok
kanan saat isyarat merah, maka LE dipilih dari nilai terkecil diantara LK dan (LM-LBKiJT).
Menentukan LM.
Pada pendekat terlindung, jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), tetapkan LE = LK, dan analisis
penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini hanya didasarkan pada arus lurus saja. Jika
pendekat dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditetapkan seperti ditunjukkan dalam Gambar
6. sebelah kiri. Jika pendekat tidak dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditentukan seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kanan. Maka LM = L-LBKiJT.
17 dari 89
Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas
1) Jika LBKiJT ≥ 2m, maka arus kendaraan BKiJT dapat mendahului antrian kendaraan lurus
dan belok kanan selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut:
Langkah 1: Keluarkan arus BKiJT (qBKiJT) dari perhitungan dan selanjutnya arus yang
dihitung adalah q = qLRS+qBKa
Tentukan lebar efektif sebagai berikut:
{ ……………………………………………………….4)
Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa), maka LE =
LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini didasarkan
hanya bagian lalu lintas yang lurus saja yaitu qLRS
2) Jika LBKiJT < 2m, maka kendaraan BKiJT dianggap tidak dapat mendahului antrian
kendaraan lainnya selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut:
Langkah 1: Sertakan qBKiJT pada perhitungan selanjutnya.
{
( )
………………………………….5)
Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT),
maka LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini
dilakukan hanya untuk arus lalu lintas lurus saja.
4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0
Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S0) dengan faktor-
faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. S0 adalah
18 dari 89
S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian
untuk S0 adalah satu. S dirumuskan oleh persamaan 6).
……………………………….6)
keterangan:
FUK adalah faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota, (Tabel B.4. Lampiran B)
FHS adalah faktor penyesuaian S0 akibat HS lingkungan jalan (Tabel B.5. Lampiran B)
FG adalah faktor penyesuaian S0 akibat kelandaian memanjang pendekat (Gambar B.6.
Lampiran B)
FP adalah faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut pendekat
terhadap kendaraan yang parkir pertama (Gambar B.7. Lampiran B)
FBKa adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kanan
(Gambar B.8. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu)
FBKi adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kiri (Gambar
B.9. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu)
1) Untuk pendekat terlindung, S0 ditentukan oleh persamaan 7), sebagai fungsi dari lebar
efektif pendekat. Selain itu, penetapan nilai S0 untuk tipe pendekat terlindung, dapat
ditentukan dengan menggunakan diagram yang ditunjukkan dalam Gambar B.3. dalam
Lampiran B.
……………………………………………………………………….7)
keterangan:
S0 adalah arus jenuh dasar, skr/jam
LE adalah lebar efektif pendekat, m
Catatan: Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh
kenyataan bahwa pengemudi sering mengabaikan "aturan hak jalan". Arus
kendaraan-kendaraan yang membelok ke kanan memaksa menerobos arus lalu
lintas lurus dari arah yang berlawanan. Model kapasitas simpang dari negara Barat
tentang tipikal keberangkatan arus lalu lintas seperti ini, tidak dapat diterapkan
karena teori tersebut didasarkan pada teori gap acceptance ("waktu antara yang
diterima"). Model lain yang telah dikembangkan dan dianggap sesuai didasarkan
pada pengamatan perilaku pengemudi di Indonesia dan diterapkan dalam pedoman
ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya
menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
model Barat. Nilai-nilai skr yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan
seperti diuraikan di atas.
2) Untuk pendekat tak terlindung (tipe O), dan:
 Tidak dilengkapi lajur belok-kanan terpisah, maka S0 ditentukan menggunakan
Gambar B.4. Lampiran B. sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKa,O.
 dilengkapi dengan lajur belok kanan terpisah, maka gunakan Gambar B.5. Lampiran
B, sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKaO.
Gunakan gambar-gambar tersebut untuk mendapatkan nilai S0 dan lakukan interpolasi
seperlunya. Lihat contoh berikut terkait penanganan keadaan yang mempunyai qBKa lebih
besar dari yang terdapat dalam diagram.
Contoh: Lajur belok kanan terpisah:
19 dari 89
QBKa = 125skr/jam dan arus dari arah berlawanan yang terlawan QBka,o =
100skr/jam; LE sesungguhnya = 5,4m. Maka, dari Gambar B.5. diperoleh S6,0 =
3000; S5,0 = 2440; dan dengan interpolasi diperoleh S5,4 = (5,4-5,0)×(S6,0-
S5,0)+S5,0 = 0,4x(3000-2440)+2440 = 2664 ≈ 2660
Jika gerakan belok kanan lebih besar dari 250skr/jam, fase isyarat terlindung
harus dipertimbangkan dan rencana fase isyarat harus diganti. Cara pendekatan
berikut dapat digunakan untuk tujuan analisis operasional misalnya peninjauan
kembali waktu isyarat suatu simpang.
Lajur belok kanan tidak terpisah:
a) Jika QBka,O > 250skr/jam, maka
 QBKa < 250: 1. Tentukan SBka,O pada QBka,O = 250
2. Tentukan S sesungguhnya sebagai
S = SBka,O - {(QBka,O - 250) × 8 } skr/jam
 QRT > 250: 1. Tentukan SBKa,o pada QBka,O and QBKa= 250
2. Tentukan S sesungguhnya sebagai
S = SBka,O - {(QBka,O + QBKa - 500) × 2 } skr/jam
b) Jika QBka,O < 250 dan QBKa > 250 skr/jam, maka tentukan S seperti pada QBKa
= 250.
Lajur belok kanan terpisah:
a) Jika QBka,O> 250skr/jam, maka:
 QBKa < 250: Tentukan S dari Gambar B.5. dengan ekstrapolasi.
 QBKa > 250: Tentukan SBka,O pada QBka,O and QBKa = 250
b) Jika QBka,O < 250 dan QBKa > 250skr/jam, maka tentukan S dari Gambar B.5.
dengan ekstrapolasi.
4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S
Nilai S ditentukan dengan menggunakan persamaan 6) di atas. Dalam perhitungannya, perlu
diperhatikan jika suatu pendekat mempunyai isyarat hijau lebih dari satu fase, yang arus
jenuhnya telah ditentukan secara terpisah, maka nilai arus jenuh kombinasi harus dihitung
secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase.
Contoh, jika suatu pendekat berisyarat hijau pada kedua fase 1 dan 2 dengan waktu hijau H1
dan H2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2 dihitung sebagai berikut:
……………………………………………………………………..8)
Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau awal", dimana
satu isyarat pada pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum mulainya hijau pada arah
yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari
total waktu hijau pada pendekat yang diberi waktu hijau awal. Perkiraan yang sama dapat
digunakan untuk "waktu hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang
beberapa saat setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu
hijau awal dan akhir minimal 10 det.
Contoh: Waktu hijau awal sama dengan 1/3 dari total waktu hijau dari pendekat dengan
waktu hijau awal:
20 dari 89
……………………………………………………..…………9)
4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S
Dalam menganalisis RQ/S perlu diperhatikan bahwa:
a) Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan belok kanan
saja yang dihitung sebagai nilai Q.
b) Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q.
c) Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase
kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan pembobotan
seperti proses perhitungan arus jenuh pada sub bab 4.2.4.4.
RQ/S dihitung menggunakan persamaan 10) berikut ini:
…………………………………………………………………………………...10)
4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau
Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Tahap pertama adalah
penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang dapat dilakukan
menggunakan rumus Webster (1966). Rumus ini bertujuan meminimumkan tundaan total.
Tahap selanjutnya adalah menetapkan waktu hijau (g) pada masing-masing fase (i). Nilai c
ditetapkan menggunakan persamaan 11) atau dengan menggunakan Gambar B.10. dalam
Lampiran B.
∑
…………………………………………………………………………11)
keterangan:
c adalah waktu siklus, detik
HH adalah jumlah waktu hijau hilang per siklus, detik
RQ/S adalah rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh, Q/S
RQ/S kritis adalah Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase
yang sama
Σ RQ/S kritis adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua RQ/S kritis dari semua
fase) pada siklus tersebut.
Catatan: c yang terlalu besar akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. c yang
besar terjadi jika nilai ∑(RQ/S Kritis) mendekati satu, atau jika lebih dari satu, maka
simpang tersebut melampaui jenuh dan rumus Webster akan menghasilkan nilai c
tidak realistik karena sangat besar atau negatif.
H ditetapkan menggunakan persamaan 12).
………………………………………………………….12)
keterangan:
Hi adalah waktu hijau pada fase i, detik
i adalah indeks untuk fase ke i
21 dari 89
Catatan: Kinerja suatu Simpang APILL pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-
kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya
waktu siklus. Penyimpangan kecil dari rasio hijau (Hi/c) yang ditentukan dari rumus
12) di atas dapat berakibat bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang
tersebut.
4.2.5 Kapasitas Simpang APILL
Kapasitas Simpang APILL (C) dihitung menggunakan persamaan 13).
…………………………………………………………………………………13)
keterangan:
C adalah kapasitas simpang APILL, skr/jam
S adalah arus jenuh, skr/jam
H adalah total waktu hijau dalam satu siklus, detik
c adalah waktu siklus, detik
4.2.6 Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan (DJ) dihitung menggunakan persamaan 14)
…………………………………………………………………………................14)
4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL
4.2.7.1 Panjang antrian
Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (NQ) dihitung sebagai
jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah
jumlah kendaraan (skr) yang datang dan terhenti dalam antrian selama fase merah (NQ2),
dihitung menggunakan persamaan 15).
...................................................................................................15)
Jika DJ>0,5; maka
{ √ } ...........................16)
Jika DJ≤0,5; maka NQ1=0
................................................................................17)
Nilai NQ1 dapat pula diperoleh dengan menggunakan diagram pada Gambar B.11. dan nilai
NQ2 menggunakan diagram pada Gambar B.12. dalam Lampiran B.
22 dari 89
Panjang antrian (PA) diperoleh dari perkalian NQ (skr) dengan luas area rata-rata yang
digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2
, dibagi lebar masuk (m),
sebagaimana persamaan 18).
......................................................................................................18)
4.2.7.2 Rasio kendaraan henti
RKH, yaitu rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti akibat isyarat merah sebelum
melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase yang sama pada pendekat
tersebut, dihitung menggunakan persamaan 19) atau dapat pula menggunakan diagram
dalam Gambar B.13. Lampiran B.
...................................................................................19)
keterangan:
NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau
c adalah waktu siklus, detik
Q adalah arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau, skr/jam
Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata per kendaraan
(termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung
menggunakan persamaan 20).
.......................................................................................................20)
4.2.7.3 Tundaan
Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitu 1) tundaan lalu lintas (TL), dan 2)
tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat i dihitung menggunakan
persamaan 21).
.......................................................................................................21)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari persamaan 22)
(Akcelik 1988):
.........................................................................22)
Catatan: Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-
faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir,
atau pengaturan oleh polisi secara manual, atau yang lainnya.
Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekat i dapat diperkirakan penggunakan
persamaan 23).
...........................................................23)
keterangan:
PB adalah porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat
23 dari 89
Catatan: Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik, dan untuk
yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan pada anggapan-anggapan,
bahwa: 1) kecepatan = 40km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti =10km/jam; 3)
percepatan dan perlambatan = 1,5m/det2
; 4) kendaraan berhenti melambat untuk
meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.
4.2.8 Penilaian kinerja
Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu lintas pada
kondisi tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, pengaturan fase dan waktu isyarat,
arus lalu lintas dan lingkungan Simpang APILL. Dengan perkiraan nilai kapasitas dan kinerja,
memungkinkan dilakukan perubahan desain Simpang APILL untuk memperoleh kinerja lalu
lintas yang diinginkan berkaitan dengan kapasitas dan tundaannya. Cara yang paling cepat
untuk menilai hasil adalah dengan melihat nilai DJ untuk kondisi yang diamati, dan
membandingkannya dengan kondisi lalu lintas pada masa pelayanan terkait dengan
pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur pelayanan yang diinginkan dari Simpang APILL
tersebut. Jika nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka perlu dilakukan
perubahan desain yang berkaitan dengan penetapan fase dan waktu isyarat, lebar pendekat
dan membuat perhitungan baru.
5 Prosedur perhitungan kapasitas
Prosedur perhitungan kapasitas Simpang APILL ditunjukkan dalam bentuk bagan alir pada
Gambar 7. Terdapat lima langkah utama yang meliputi: Langkah A: Data masukan, Langkah
B: penggunaan Isyarat, Langkah C: penentuan waktu isyarat, Langkah D: Kapasitas, dan
Langkah E: Kinerja lalu lintas. Untuk desain, baik desain Simpang APILL baru maupun
desain peningkatan Simpang APILL lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL,
prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data
masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus
diperuhi, T yang lebih kecil dari nilai tertentu) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi
kinerja lalu lintas Simpang APILL, perlu data geometrik, pengaturan arus lalu lintas dan data
arus lalu lintas eksisting.
Sasaran utama dalam mendesain Simpang APILL baru adalah menetapkan jumlah fase dan
waktu isyarat yang paling efektif untuk LHRT atau qJD masing-masing lengan pendekat
dengan kriteria desain tertentu. Data masukan utama pada langkah A adalah data arus lalu
lintas. Berdasarkan data lalu lintas tersebut, geometrik Simpang (Tipe Simpang) awal
diperkirakan dengan pertimbangan nilai ekonomis menggunakan bantuan Tabel 1. atau
diagram-diagram dalam Gambar A.4. Lampiran A, Tipikal geometrik Simpang APILL sendiri
dapat dilihat dari Gambar B.1. dan Gambar B.2. dalam Lampiran B. Pemilihan Tipe Simpang
awal, disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya tundaan rata-rata tiap
kendaraan (dalam satuan kendaraan ringan) berdasarkan besar DJ yang telah ditetapkan
sebelumnya pula. Untuk desain simpang awal, Tabel 2. maupun Gambar A.5. dan Gambar
A.6. dapat digunakan sebagai penentuan tipe simpang, berdasarkan kinerja lalu lintas
dengan ketentuan ukuran kota 1-3juta jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan penggunaan isyarat, berupa penentuan fase
isyarat dan waktu HA serta HH (Langkah B), gunakan Gambar A.1. sebagai acuan dalam
penentuan pengaturan fase simpang-3, dan Gambar A.2. atau Gambar A.3. sebagai acuan
dalam penentuan pengaturan fase simpang-4. Dalam menentukan HA dan HH, diperlukan
data geometrik simpang dan perilaku lalu lintas, yang perlu diperhatikan dalam
penentuannya yaitu jarak dan kecepatan kendaraan yang berangkat dan kendaraan yang
datang, lihat Gambar 4. sebagai ilustrasi, kemudian tentukan Msemua, dan HH menggunakan
persamaan 2) dan 3). Langkah selanjutnya yaitu menentukan waktu APILL (Langkah C),
24 dari 89
langkah ini sangat penting dalam mencari nilai kapasitas simpang yang akan digunakan
dalam analisis. Langkah ini meliputi penentuan enam hal, antara lain: 1) Tipe pendekat, 2)
Lebar pendekat efektif, 3) Arus jenuh, 4) faktor penyesuaian, 5) Rasio arus terhadap arus
jenuh, dan 6) waktu siklus dan waktu hijau. Dalam penentuan tipe pendekat, tentukan tipe
masing-masing lengan pendekat simpang, yang merupakan bagian dari pengaturan fase
simpang. Tipe pendekat dapat dikategorikan terlindung (Tipe P) atau terlawan (Tipe O),
gunakan Gambar 5. sebagai acuan. Tipe pendekat ini akan mempengaruhi besaran nilai ekr
dan faktor penyesuaian belok dalam proses analisis. Penentuan lebar efektif dipengaruhi
oleh tipe pendekat, lebar masuk pendekat, lebar keluar pendekat, dan pergerakan BKiJT yang
berlaku pada suatu pendekat simpang atau tidak. Penentuan arus jenuh dasar akan
ditentukan oleh lebar efektif, tipe, dan pengaturan belok kanan masing-masing pendekat
atau sub-pendekat (Langkah C-2). Persamaan 7) atau Gambar B.3. digunakan untuk
mendapatkan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe P, sedangkan Gambar B.4. dan B.5.
dipergunakan untuk menentukan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe O. Perlu diperhatikan
untuk parameter-parameter yang diluar dari besar yang tersedia dalam diagram, agar
mengikuti ketentuan yang dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Nilai S0 ini kemudian disesuaikan
terhadap FUK (Tabel B.4. dalam Lampiran B), FHS (Tabel B.5.), FG (Gambar B.6.), FP
(Gambar B.7. atau persamaan 27), FBKa (Gambar B.8. atau persamaan 28), dan FBKi
(Gambar B.9. atau persamaan 29) dan dihitung dengan menggunakan persamaan 6) untuk
mendapatkan nilai arus jenuh yang disesuaikan (S). Langkah selanjutnya yaitu menetapkan
waktu siklus sebelum penyesuaian (cbp), yang didapat dari persamaan 11) maupun dari
Gambar B.10. Untuk keperluan praktis, Tabel B.6 dapat dijadikan acuan dalam penentuan
waktu siklus yang layak terkait dengan tipe pengaturan fase. Langkah selanjutnya yaitu
menghitung Kapasitas (Langkah D) dan menganalisis kinerja lalu lintas Simpang awal ini
(Langkah E) ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.4.dan 5.5.
Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah
luarannya (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang
diperlukan adalah evaluasi kinerja Simpang, maka lakukan langkah E dan hasilnya adalah
luaran langkah E (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang
diperlukan adalah perencanaan, setelah langkah E maka lanjutkan dengan langkah-langkah
berikutnya.
Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka ketentuan fase isyarat dan Tipe Simpang awal
adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka
desain awal perlu dirubah, misalnya dengan menambah jumlah fase, memisahkan arus
belok kanan, memperlebar pendekat atau memperbaiki kondisi lingkungan jalan. Hitung
ulang kapasitas Simpang APILL dan kinerja lalu lintasnya untuk desain yang telah diubah ini
sesuai dengan Langkah C, Langkah D dan Langkah E. Hasilnya agar dievaluasi terhadap
kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria
desain tercapai.
Sasaran utama untuk peningkatan Simpang yang sudah ada adalah menetapkan fase dan
Tipe Simpang yang memenuhi kriteria desain Simpang yang ditetapkan, misal DJ<0,85
dengan Tundaan rata-rata <18det/skr. Data masukan untuk langkah A adalah data geometrik
eksisting, pengaturan arus lalu lintas di simpang, kondisi lingkungan Simpang APILL, data
arus lalu lintas masing-masing pendekat, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung
qJD dari masing-masing pendekat pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah
menghitung kapasitas dan kinerja lalu lintas Simpang eksisting sesuai dengan langkan D
dan langkah E. Bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya,
kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan
untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan
manajemen lalu lintas seperti pemberlakuan waktu hijau awal pada pendekat yang arus
belok kanannya tinggi atau merubah Tipe Simpang. Untuk desain Simpang yang sudah
dirubah ini, hitung ulang kapasitas dan analisis kinerja lalu lintasnya, kemudian bandingkan
25 dari 89
hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka Tipe Simpang
peningkatan tersebut adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain
belum terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah-
langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.
Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL yang telah
dioperasikan adalah menghitung dan menilai DJ, PA, NKH, dan T, yang menjadi dasar analisis
kinerja lalu lintas Simpang. Data utamanya adalah data geometrik, pengaturan arus lalu
lintas, kondisi lingkungan Simpang APILL, dan data lalu lintas eksisting. Lakukan langkah B,
hingga Langkah E sesuai prosedur yang diuraikan dalam butir 5.2. hingga 5.4., kemudian
buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan nilai DJ, PA, NKH, dan T, yang diperoleh.
Masing-masing langkah diuraikan secara rinci dalam sub-bab ini dan untuk memudahkan
pelaksanaan perhitungan, disediakan Formulir kerja yang terdiri dari 5 (lihat Lampiran E),
yaitu:
1) Formulir-SIS I untuk penyiapan data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan lingkungan;
2) Formulir-SIS II untuk penyiapan data arus lalu lintas;
3) Formulir SIS-III untuk menghitung AH dan HH;
4) Formulir SIS-IV untuk menghitung waktu isyarat (c, H, M, K) dan C; dan
5) Formulir SIS-V untuk menghitung PA, NKH, dan tundaan T.
26 dari 89
Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL
27 dari 89
5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan
Data masukan terdiri dari data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan kondisi lingkungan
jalan (A-1), serta data lalu lintas (A-2).
5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi
lingkungan Simpang APILL
Gunakan Formulir SIS-I, lengkapi data Simpang dengan tanggal, bulan, tahun, nama kota,
nama simpang (nama ruas jalan mayor - nama ruas jalan minor), ukuran kota, periode data
lalu lintas, serta nama personil yang menangani kasus ini. Buat sketsa fase APILL, meliputi
pergerakan lalu lintas dari pendekat pada tiap-tiap fase, cantumkan H, Ah, c, dan HH Untuk
pendekat yang melayani BKiJT, beri keterangan pada pendekat tersebut dengan menuliskan
BKiJT serta arah arusnya. Buat sketsa geometrik simpang, posisi pendekat, pulau jalan (jika
ada), garis henti, marka (pembagi lajur, zebra cross, penunjuk arah), lebar pendekat (m),
pemberhentian kendaraan umum, akses sepanjang pendekat (jika ada), panjang lajur yang
terbatas (misal pada lajur khusus belok kanan atau belok kiri), dan arah Utara. Jika desain
simpang dan fase belum ada, buat sketsa desain dan fase awal.
Dalam sketsa geometrik simpang, tuliskan ukuran lebar lajur pada bagian pendekat pada
ruas yang diperkeras mulai dari lajur di hulu (L), pada lajur BKiJT (LBKiJT), pada garis henti
(LM), dan pada tempat keluar tersempit setelah melewati area konflik (LK), lebar median (jika
ada) dan jenisnya (apakah ditinggikan atau direndahkan).
Tuliskan data-data kondisi lingkungan, hambatan samping, kelandaian pendekat, dan jarak
ke kendaraan parkir pada tiap-tiap lengan pendekat, pada tabel isian di bawah sketsa
geometrik simpang. Tuliskan kode untuk setiap pendekat, kode tersebut berdasarkan arah
kompas (misal U untuk pendekat arah utara, B untuk Barat, dst.). satu lengan simpang dapat
memiliki lebih dari satu pendekat yang dibatasi oleh pemisah lajur, masing-masing dapat
memiliki fase yang berbeda, pengkodeannya dilakukan dengan indeks (misal Utara 1 (U1),
Utara 2 (U2), dst.). Hal-hal lain (jika ada yang mempengaruhi terhadap kapasitas agar
dicatat.
Pada kriteria lingkungan, tentukan guna lahan masing-masing pendekat (KOM=komersial;
KIM=permukiman; AT=Akses terbatas). Penentuan hambatan samping ditentukan dari
terganggu atau tidaknya pergerakan arus berangkat pada tempat masuk dan keluar
simpang, apakah terganggu atau berkurang akibat adanya aktivitas samping jalan di
sepanjang pendekat (misal aktivitas menaik-turunkan penumpang ataupun kegiatan
mengetem angkutan umum, pejalan kaki, pedagang kaki lima di sepanjang atau melintas
pendekat, dan kendaraan yang keluar-masuk samping pendekat). Hambatan samping dapat
dikatakan rendah jika arus keberangkatan pendekat tidak terganggu oleh aktivitas-aktivitas
tersebut.
Cantumkan persentase kemiringan masing-masing lengan pendekat (%), tandai dengan “+”
untuk pendekat yang menanjak ke arah simpang, dan tanda “-” jika menurun. Cantumkan
pula jarak ke kendaraan pertama yang parkir dari garis henti pada masing-masing pendekat
(jika ada) di sebelah hulu pendekat.
5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas
Formulir kerja untuk langkah A-2 adalah Formulir SIS-II. Data arus lalu lintas meliputi:
28 dari 89
1) Arus lalu lintas per jenis kendaraan bermotor dan tak bermotor (qKR, qKB, qSM, qKTB)
dengan distribusi gerakan LRS, BKa, dan BKi. Tuliskan data arus ini pada masing-
masing pendekat (U,S,T,B) ataupun sub-pendekat (U1,U2,dst.).
2) Konversikan arus kedalam satuan skr/jam. Gunakan nilai ekr pada Tabel B.2. Lampiran
B.
3) Rasio arus kendaraan belok kiri (RBKi) dan rasio arus belok kanan (RBKa) untuk masing-
masing pendekat.
………………………………………………………………………………24)
……………………………………………………………………………...25)
4) Rasio kendaraan tak bermotor (RKTB) untuk masing-masing pendekat.
……………………………………………………………………...26)
5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat
5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal
Pilih fase isyarat: Lihat Gambar A.1. hingga A.3. sebagai acuan dalam penentuan
pengaturan fase yang digunakan. Dalam analisis untuk kepentingan perencanaan, tentukan
pengaturan fase awal dimana dapat memberikan kapasitas yang paling besar (dua fase),
dengan penyesuaian-penyesuaian pada langkah berikutnya sesuai dengan kriteria
perencanaan yang telah ditetapkan. Untuk kepentingan evaluasi Simpang APILL eksisting,
sangat memungkinkan terjadi variasi pengaturan fase eksisting yang kompleks untuk
kepentingan manajemen lalu lintas simpang, oleh karenanya gambar-gambar pada Gambar
A.1. hingga A.3. hanya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan pengaturan fase
isyarat tersebut disesuaikan dengan kondisi eksisting di lapangan.
Gambarkan sketsa fase APILL yang dipilih.
5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang
Hitung waktu Msemua, AH per fase, dan HH. Formulir kerja untuk langkah ini adalah Formulir
SIS-III. Untuk analisis operasional dan desain peningkatan, hitung AH dan HH dengan
menggunakan persamaan 2) dan 3). Untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat
menggunakan nilai seperti ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B.
5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL
Formulir yang digunakan untuk penentuan waktu APILL adalah formulir SIS-IV.
5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat
1) Identifikasi setiap pendekat berdasarkan ketentuan dalam sub bab 4.2.4.1.
2) tentukan nomor sebagai identitas fase untuk masing-masing fase, sesuai urutan fase
yang akan digunakan dalam analisis.
3) Buatlah sketsa yang menunjukkan arah arus masing-masing.
29 dari 89
4) Tuliskan dalam sketsa, besarnya qLRS, qBKa, dan qBKi dalam satuan skr/jam untuk masing-
masing pendekat (distribusi arus lalu lintas tiap lengan pendekat).
5) Buat sketsa pergerakan arus masing-masing fase.
6) Tuliskan kode pendekat berdasarkan mata angin yang konsisten dengan yang
dicantumkan pada Formulir SIS-I. Untuk pendekat yang memiliki pergerakan arus lalu
lintas lebih dari satu, tuliskan kode sub-pendekatnya.
7) Beri keterangan pada kolom sebelahnya, tiap-tiap kode pendekat dan sub-pendekat hijau
dalam fase ke berapa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya.
8) Tentukan tipe arus pada setiap pendekat, terlindung (P) atau terlawan (O). Gunakan
Gambar 5 sebagai referensi.
9) Masukkan nilai rasio kendaraan berbelok (RBKi / RBKiJT dan RBKa) untuk setiap pendekat
berdasarkan perhitungan dalam Formulir SIS-II.
10) Untuk pendekat yang bertipe O, masukkan besar qBKa dari pendekat yang ditinjau dan
qBKa dari pendekat arah yang berlawanan (skr/jam).
5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif
Penentuan lebar pendekat efektif berdasarkan L, LM, dan LK yang terdapat pada Formulir
SIS-I, adapun ketentuan-ketentuan dalam penetapan besaran nilainya harus berdasarkan
penjelasan mengenai penentuan LE dalam sub bab 4.2.4.2. Masukkan nilai LE yang telah
ditetapkan kedalam Formulir SIS-IV sesuai dengan arah pendekat dan fase pergerakannya.
5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar
Tentukan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekat dengan ketentuan yang telah
dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Apabila tipe pendekat P, maka gunakan persamaan 7) atau
bisa juga menggunakan diagram yang ditunjukkan pada Gambar B.3. dalam Lampiran B.
Sedangkan untuk pendekat tipe O, gunakan Gambar B.4. dan B.5., dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian
Faktor penyesuaian untuk S0 meliputi enam faktor yaitu: 1) faktor penyesuaian untuk ukuran
kota (FUK), 2) faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FHS), 3) faktor penyesuaian
akibat kelandaian jalur pendekat (FG), 4) faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan
parkir pada jalur pendekat (FP), 5) faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus
untuk pendekat tipe P (FBKa), dan 6) faktor penyesuaian akibat arus lalu lintas belok kiri (FBKi).
1) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Pengkategorian ukuran kota ditetapkan menjadi lima berdasarkan kriteria populasi
penduduk, besaran nilai FUK ditetapkan pada Tabel B.4.
2) Faktor penyesuaian akibat hambatan samping
FHS dapat ditentukan dari Tabel B.5., sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, hambatan
samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, maka
anggap hambatan samping tinggi agar tidak menilai kapasitas terlalu besar.
3) Faktor penyesuaian akibat kelandaian jalur pendekat
FG dapat ditentukan dari Gambar B.6. sebagai fungsi dari kelandaian (G).
30 dari 89
4) Faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan parkir pada jalur pendekat
FP ditentukan dari Gambar B.7., sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai ke kendaraan
yang diparkir pertama pada lajur pendekat. Faktor ini berlaku juga untuk kasus-kasus
dengan panjang lajur belok kiri terbatas. Faktor ini tidak perlu diaplikasikan jika lebar efektif
ditentukan oleh lebar keluar.
FP dapat dihitung dari persamaan 27, yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau:
[
( )
]
……………………………………………………………………27)
keterangan:
LP adalah jarak antara garis henti ke kendaraan yang parkir pertama pada lajur belok kiri
atau panjang dari lajur belok kiri yang pendek, m
L adalah lebar pendekat, m
H adalah waktu hijau pada pendekat yang ditinjau (nilai normalnya 26 detik)
5) Faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus untuk pendekat tipe P
Faktor penyesuaian belok kanan (FBKa) dapat ditentukan menggunakan persamaan 28),
sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan RBKa. Perhitungan ini hanya berlaku untuk
pendekat tipe P, tanpa median, tipe jalan dua arah; dan lebar efektif ditentukan oleh lebar
masuk.
…………………………………………………………...28)
atau dapat diperoleh nilainya dari Gambar B.8.
Catatan: Pada jalan dua arah tanpa median, kendaraan belok kanan dari arus berangkat
terlindung pada pendekat tipe P, cenderung memotong garis tengah jalan sebelum
melewati garis henti ketika menyelesaikan belokannya. Hal ini menyebabkan
peningkatan rasio belok kanan yang tinggi pada arus jenuh.
6) Faktor penyesuaian akibat arus lalu lintas belok kiri
Faktor penyesuaian belok kiri (FBKi) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri RBki.
Perhitungan ini berlaku untuk pendekat tipe P tanpa BKiJT, lebar efektif ditentukan oleh lebar
masuk dan dapat dihitung menggunakan persamaan 29).
…………………………………………………………….29)
atau dapat diperoleh dari Gambar B.9.
Catatan: Pada pendekat terlindung yang tidak diijinkan BKiJT, kendaraan-kendaraan belok
kiri cenderung melambat dan mengurangi arus jenuh pada pendekat tersebut.
Karena arus berangkat dalam pendekat-pendekat terlawan (tipe O) pada umumnya
lebih lambat, maka tidak diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.
7) Arus jenuh yang telah disesuaikan
31 dari 89
Setelah mendapatkan nilai S0 dan menetapkan besaran faktor-faktor penyesuaian, tentukan
S dengan menggunakan persamaan 6).
5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S)
Tetapkan arus lalu Iintas masing-masing pendekat (Q) berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan pada sub bab 4.2.4.5.
Hitung Rasio Arus (Q) terhadap arus jenuh (RQ/S) untuk masing masing pendekat
menggunakan persamaan 10).
Tandai Rasio arus tertinggi dengan tanda kritis (RQ/Skritis) dari masing-masing fase.
Hitung rasio arus simpang (RAS) sebagai jumlah dari nilai-nilai RQ/S Kritis.
……………………………………………………………………30)
Hitung Rasio Fase (RF) masing-masing fase sebagai rasio antara RQ/S Kritis dan RAS
……………………………………………………………………………..31)
5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau
Hitung waktu siklus sebelum penyesuaian (cbs) menggunakan persamaan 11) atau gunakan
Gambar B.10. dalam Lampiran B.
Jika alternatif rencana fase isyarat dievaluasi, maka yang menghasilkan nilai terendah dari
(RAS+HH/c) adalah yang paling efisien. Tabel B.6. dalam Lampiran B memberikan waktu
siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda.
Nilai-nilai yang rendah dalam Tabel B.6. dipakai untuk simpang dengan lebar jalur pendekat
<10m dan nilai yang tinggi dipakai untuk pendekat yang lebih lebar. Waktu siklus yang lebih
rendah dari nilai di atas, cenderung menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk
menyeberang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari, kecuali pada
kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal ini sering menyebabkan
menurunnya kapasitas keseluruhan simpang.
Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari batas yang
disarankan, maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari geometrik simpang tersebut
tidak mencukupi. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan, baik
geometrik maupun pengaturan fasenya (lihat langkah E).
Langkah berikutnya yaitu menghitung H tiap-tiap fase dengan menggunakan persamaan 12).
Masukkan nilai c dan H kedalam Formulir SIS-IV sebagai parameter-parameter dasar
penentuan nilai kapasitas (C) bersama dengan nilai S.
5.4 Langkah D : Kapasitas
Langkah D meliputi penentuan kapasitas masing-masing pendekat dan pembahasan
mengenai perubahan-perubahan yang harus dilakukan jika kapasitas tidak mencukupi.
Formulir kerja untuk langkah D adalah Formulir SIS-IV.
32 dari 89
5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas masing-masing pendekat (C) dapat dihitung menggunakan persamaan 13) dan
Derajat kejenuhan (DJ) masing-masing pendekat dihitung menggunakan persamaan 14).
Jika penentuan waktu isyarat sudah dikerjakan secara benar, DJ akan hampir sama untuk
semua pendekat-pendekat kritis.
5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik
Jika waktu siklus yang dihitung pada langkah C.6 lebih besar dari batas atas yang
disarankan, DJ umumnya juga lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti bahwa arus lalu lintas pada
simpang tersebut mendekati arus jenuhnya dan akan menyebabkan antrian panjang pada
kondisi lalu lintas puncak. Kondisi ini memerlukan penambahan kapasitas simpang melalui
salah satu perubahan simpang. Ada tiga perubahan simpang yang dapat dipertimbangkan
berikut ini.
1) Penambahan lebar pendekat
Menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan ini akan diperoleh jika
pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai rasio fase yang kritis
(RFkritis).
2) Perubahan fase isyarat
Jika pendekat dengan arus berangkat terlawan (tipe O) dan rasio belok kanan (RBKa)
tinggi dengan menunjukan nilai RFkritis yang tinggi (RF>0,8), maka dapat dibuat satu fase
tambahan terpisah untuk lalu lintas belok kanan. Penerapan fase terpisah untuk lalu
lintas belok kanan ini dapat juga dilakukan dengan pelebaran jalur pendekat.
3) Pelarangan gerakan belok kanan
Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan kapasitas,
terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang diperlukan.
Walaupun demikian perancangan manajemen lalu lintas yang tepat, perlu untuk
memastikan agar perjalanan arus belok kanan yang akan dilarang tersebut dapat
diselesaikan tanpa jalan pengalih yang terlalu panjang dan tidak mengganggu simpang
yang berdekatan.
5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas
Langkah E meliputi penentuan tingkat kinerja lalu lintas pada simpang APILL dengan
mengevaluasi panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti, dan tundaan. Formulir kerja untuk
langkah E adalah Formulir SIS-V.
5.5.1 Langkah E.1. Persiapan
Untuk langkah persiapan penentuan tingkat kinerja lalu lintas, periksa hal-hal sebagai
berikut:
1) Kode pendekat;
2) Q untuk masing-masing pendekat (skr/jam);
3) C untuk masing-masing pendekat (skr/jam);
4) DJ untuk masing-masing pendekat;
5) RH untuk masing-masing pendekat;
6) Q total dari seluruh gerakan BKiJT yang diperoleh dari jumlah seluruh gerakan BKiJT
(skr/jam);
7) Beda antara arus masuk dan keluar pendekat (Qadj) yang lebar keluarnya menentukan
lebar efektif.
33 dari 89
5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA
Dengan data yang telah dipersiapkan, hitung panjang antrian mengikuti prosedur pada sub-
bab tentang kinerja lalu lintas pada bagian panjang antrian. Hitungan meliputi:
1) Jumlah kendaraan tersisa dari fase hijau sebelumnya. NQ1 dapat dihitung menggunakan
persamaan 16 atau menggunakan Gambar B.11. dalam Lampiran B.
2) Jumlah kendaraan yang antri (skr) selama fase merah. NQ2 dapat dihitung menggunakan
persamaan 17) atau menggunakan Gambar B.12., untuk nilai c = 80detik untuk RH = 0,7,
dan c = 100detik untuk RH=0,8.
3) Jumlahkan NQ1 dan NQ2 untuk mendapatkan NQ (persamaan 15). Lakukan koreksi untuk
mengevaluasi pembebanan yang lebih dari NQ. Jika diinginkan peluang untuk terjadinya
pembebanan sebesar POL(%), maka tetapkan nilai NQMAX menggunakan Gambar 8. Untuk
desain dan perencanaan disarankan POL ≤ 5%. Untuk analisis operasional, nilai POL = 5%
s.d. 10% masih dapat diterima.
Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih
(POL) dan NQ
5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti
Hitung rasio kendaraan terhenti (RKH) untuk masing-masing pendekat menggunakan
persamaan 19) atau gunakan Gambar B.13. untuk mendapatkannya. Rasio tersebut sebagai
fungsi dari NQ dibagi dengan waktu siklus c, dan rasio waktu hijau (RH).
Jumlah kendaraan henti (NH) dalam satuan skr, dihitung menggunakan persamaan 20).
Rasio rata-rata kendaraan berhenti untuk seluruh simpang atau angka henti seluruh simpang
(RKH Total), dihitung menggunakan persamaan 32.
…………………………………………………………….32)
34 dari 89
5.5.4 Langkah E.4. Tundaan
1) Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (TL) akibat pengaruh timbal balik
antara gerakan-gerakan lainnya pada simpang menggunakan persamaan 22).
2) Hitung tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (TG) akibat perlambatan
dan percepatan ketika menunggu giliran pada simpang dan/atau ketika dihentikan oleh
lampu merah. Gunakan persamaan 23.
3) Hitung tundaan geometrik untuk gerakan lalu lintas yang BKiJT
4) Hitung tundaan rata-rata akibat lalu lintas dan geometrik (det/skr)
5) Hitung tundaan total dengan mengalikan tundaan rata-rata dengan arus lalu lintas
(detik)
6) Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (TI) dengan membagi jumlah nilai
tundaan dengan arus total (QTotal) dalam skr/jam seperti persamaan 33).
………………………………………………………………………………..33)
Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing
pendekat, demikian juga dari suatu simpang secara keseluruhan.
35 dari 89
Lampiran A (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum
Gambar A. 1. Tipikal pengaturan fase APILL pada simpang-3
36 dari 89
Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya
pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C)
Gambar A. 3. Tipikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase
37 dari 89
Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran
kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%
38 dari 89
Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4
39 dari 89
Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3
40 dari 89
Gambar A. 7. Penempatan zebra cross
Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai
pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang
No. Tipe/Jenis Persimpangan Keterangan
1 Angka laka pada Simpang 0,60 laka/106
kend.
Angka laka pada Simpang APILL 0,43 laka/106
kend.
Angka laka pada Bundaran 0,30 laka/106
kend.
2 Angka laka pada Simpang-3 T dibandingkan dengan
Simpang-4
40% lebih rendah
3 Laka pada Simpang Y dibandingkan dengan
Simpang-3 T
15-50% lebih tinggi
4 Laka pada median pada jalan mayor berkurang sedikit
5 Tingkat laka pada pengaturan mendahulukan
kendaraan dari arah lain (Yield) dibandingkan
dengan memprioritas-kan dari kiri
lebih rendah dari 60%
6 Tingkat laka pada pengaturan dengan tanda Stop
diban-dingkan dengan tanda Yield
lebih rendah dari 40%
7 Tingkat laka Simpang APILL dibandingkan Simpang lebih rendahdari 20-50%
Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci
No Detail teknis
1 Area konflik simpang yang kecil
2 Simpang berbentuk simetris, artinya jarak dari garis henti terhadap titik perpotongan
untuk gerakan lalu lintas yang berlawanan adalah simetris
3 Lajur bersama untuk lalu lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak mungkin
dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu lintas membelok saja.
41 dari 89
4 Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar dari lebar lajur baku menurut
persyaratan teknis jalan, hal ini diperlukan untuk lalu lintas kendaraan tak bermotor.
5 Pada simpang tipe jalan Sedang atau jalan Kecil, median harus digunakan bila lebar
jalur jalan per arah lebih dari 10m. Median dapat hanya sepanjang antrian yang paling
panjang terjadi. Hal ini mempermudah pejalan kaki menyeberang dengan
memperpendek jarak penyeberangan. Median juga digunakan untuk penempatan tiang
APILL kedua (yang pertama di ujung kiri pendekat dan yang kedua pada median).
6 Pada pengaturan dua fase atau fase yang mengizinkan arus membelok bersamaan
dengan ijin jalan bagi pejalan kaki, marka penyeberangan pejalan kaki (zebra cross)
sebaiknya ditempatkan 3-4m mundur dari garis lurus perkerasan (Gambar A.7.) untuk
mempermudah kendaraan yang membelok berhenti menunggu untuk mempersilahkan
pejalan kaki menyeberang, dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang
bergerak lurus.
7 Pada pengaturan fase yang tidak menimbulkan konflik antara arus belok kiri dengan
pejalan kaki, sebaiknya marka zebra cross ditempatkan pada garis lurus perkerasan
sehingga lintasan kendaraan melalui simpang mulai dari garis henti menjadi lebih
pendek, memungkinkan arus menyelesaikan lintasan di simpang dengan lebih cepat.
8 Perhentian bus sebaiknya ditempatkan setelah simpang, yaitu pada jalur keluar dan
bukan pada pendekat arus masuk, dan tidak menjadi penghalang arus keluar simpang.
9 Pada arus dengan komposisi sepeda motor yang tinggi (>50%), untuk menampung SM
yang terhenti dan berakumulasi selama waktu isyarat merah, garis henti ditempatkan
mundur sampai dengan 20m untuk penempatan Ruang Henti Khusus (RHK) bagi SM.
RHK dapat mengurangi konflik antara kendaraan roda 4 atau lebih dengan SM.
Pembuatan RHK agar mengacu pada pedoman yang berlaku.
42 dari 89
Lampiran B (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis
Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4
43 dari 89
Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3
Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P)
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
S0,skr/Jam-hijau
LE, m
44 dari 89
Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan
terpisah
45 dari 89
Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok
kanan terpisah
46 dari 89
Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG)
Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP)
47 dari 89
Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan jalan
dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa
BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM
48 dari 89
Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp
Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya
49 dari 89
Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah
50 dari 89
Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH
Tabel B. 1. Tipikal geometrik dan pengaturan jenis fase
Tipe
simpang
Pendekat jalan mayor Pendekat jalan minor Jenis fase
jumlah
lajur
median BKiJT jumlah
lajur
median BKiJT BKi / BKa (%)
10/10 25/25
411
412
422
422L
423
433
433L
434
444
444L
445L
455L
1
2
2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
Tanpa
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Ada
Tanpa
Tanpa
Ada
Tanpa
Tanpa
Ada
Ada
Ada
1
1
2
2
2
3
3
3
4
4
4
5
Tanpa
Tanpa
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Ada
Tanpa
Tanpa
Ada
Tanpa
Tanpa
Ada
Ada
Ada
42
42
42
42
43A
44C
44A
44C
44C
44C
44C
44C
42
42
42
42
43C
44B
44B
44B
44B
44B
44B
44B
311
312
322
323
333
333L
1
2
2
3
3
3
Tanpa
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Ada
Tanpa
Ada
1
1
2
2
3
3
Tanpa
Tanpa
Ada
Ada
Ada
Ada
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Ada
Tanpa
Ada
32
32
32
33
33
33
32
32
32
33
33
33
Catatan:Lihat Gambar A.1.-A.3. dalam Lampiran A untuk kode pengaturan Jenis fase
51 dari 89
Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan
Jenis
kendaraan
ekr untuk tipe pendekat
Terlindung Terlawan
KR 1,00 1,00
KB 1,30 1,30
SM 0,15 0,40
Tabel B. 3. Nilai normal waktu antar hijau
Ukuran simpang Lebar jalan rata-rata
(m)
Nilai normal
AH(detik/fase)
Kecil 6-<10 4
Sedang 10-<15 5
Besar ≥15 ≥6
Tabel B. 4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK)
Jumlah penduduk kota
(Juta jiwa)
Faktor penyesuaian
ukuran kota (FUK)
>3,0 1,05
1,0-3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
<0,1 0,82
Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan
kendaraan tak bermotor (FHS)
Lingkungan
jalan
Hambatan
samping
Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25
Komersial
(KOM)
Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Permukiman
(KIM)
Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Akses
terbatas
Tinggi/
Sedang/
Rendah
Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88
52 dari 89
Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak
Tipe pengaturan
Waktu siklus yang layak
(detik)
Pengaturan dua-fase 40 -80
Pengaturan tiga-fase 50 - 100
Pengaturan empat-fase 80 - 130
53 dari 89
Lampiran C (informatif):
Contoh-contoh perhitungan kapasitas
Contoh 1: Pengaturan fase dan penilaian kinerja
APILL yang ada di jalan Iskandarsyah – jalan Wijaya (Jakarta), bekerja dengan pengaturan
empat fase dan hijau awal pada pendekat Barat.
Simpang: JI. Iskandarsyah - JI. Wijaya, Jakarta
Tugas: a) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan
denganpengaturan empat fase (dengan hijau awal pada pendekat Barat)
b) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan dengan
pengaturan tiga fase
Data: Geometrik, pengaturan lalu lintas dan lingkungan, waktu kuning, serta waktu
merah, semua lihat Formulir SIS-1, Formulir SIS-II, dan Formulir SIS-III.
Hasil: Hasil perhitungan ditunjukkan pada Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V dan
ditabelkan parameter kinerjanya dalam Tabel 11.
Catatan: Pada Formulir SIS-II, ditunjukkan arus lalu lintas untuk semua jurusandalam
skr/jam.Gerakan BKiJTdari pendekat Timur diberangkatkantanpa meng-ganggu
gerakan LRS dan BKa sehingga BKiJT tersebut tidak disertakan dalam
perhitungan c, C, DJ, dan PA, kecuali dalam perhitungan T dan NH.
Hasil perhitungan kinerja untuk pengaturan empat fase dengan hijau awal pada
pendekat barat dan perhitungan tiga fase, (lihat Formulir SIS-IV dan SIS-V pada
halaman-halaman berikut), ditunjukkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya
Parameter kinerja 4 fase 3 fase
RAS
c, detik
HU, detik
HS, detik
HT, detik
HB, detik
DJ
PA-maksimum, m
NKH, henti/skr
Trata-rata, detik
0,777
117
24
29
41
9
0,88
127 (pendekat timur)
0,78
44,1
0,707
88
19
23
32 (HT-TB)
-
0,84
93 (pendekat selatan)
0,79
34,1
Pengaturan pada tiga fase menunjukkan nilai kinerja yang lebih baik, sekalipun
nilai rata-rata kendaraan terhenti pada 3 fase lebih besar sedikit dari 4 fase .
54 dari 89
55 dari 89
56 dari 89
57 dari 89
58 dari 89
59 dari 89
60 dari 89
61 dari 89
Contoh 2: Pengaturan dua dan empat fase
Simpang APILL di Jalan Martadinata – Jalan Ahmad Yani, Bandung. Bekerja dengan
pengaturan dua fase, waktu tetap, terisolir.
Pertanyaan:
a) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase
b) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase, tidak termasuk fase belok kanan
c) Diskusikan pengaruh pengaturan dua fase dan pengaturan empat fase
Data masukan:
a) Data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan dalam Formulir SIS-I;
b) Data arus lalu lintas dalam Formulir SIS-II; dan
c) Data K dan Msemua dalam Formulir SIS-III.
Hasil perhitungan:
a) C, DJ, ditunjukkan dalam Formulir SIS-IV
b) PA dan T ditunjukkan dalam Formulir SIS-V
c) Hasil perhitungan ditabelkan dalam Tabel 5
Pembahasan:
Karena gerakan BKiJT dapat diberangkatkan tanpa mengganggu gerakan LRS dan BKa,
dengan demikian BKiJT tidak disertakan dalam perhitungan penentuan c, C, DJ dan PA, tetapi
dalam perhitungan T dan NKH disertakan.
Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani
Parameter kinerja 4 fase 3 fase
RAS
c, detik
HU, detik
HS, detik
HT, detik
HB, detik
DJ
PA-maksimum, m
NKH, henti/skr
Trata-rata, detik
0,634 < 0,75
50 < 65
22 < 23
19 < 32
0,75
46
39,4 >17,2
0,658
93
0,827
100
39,4
Perubahan dari pengaturan dua fase menjadi pengaturan empat fase sangat menurunkan
kinerja lalu lintas simpang, tetapi sangat mengurangi jumlah titik konflik sehingga cenderung
akan mengurangi kejadian kecelakaaan.
62 dari 89
63 dari 89
64 dari 89
65 dari 89
66 dari 89
67 dari 89
68 dari 89
69 dari 89
70 dari 89
71 dari 89
72 dari 89
Contoh 3: Desain simpang jalan baru
Di bagian utara kota Medan (populasi > 1juta jiwa) akan dikembangkan suatu kawasan
permukiman baru yang akan dihubungkan oleh jalan Baru ke jalan Sudirman. Buat desain
simpang antara jalan-jalan tersebut dengan pertimbangan ruang yang tersedia terbatas oleh
bangunan-bangunan di sisi jalan yang sukar dibebaskan.
Soal:
a) Tentukan tipe simpang mengikuti panduan yang diuraikan di muka dan perkirakan
kinerja lalu lintasnya pada tahun ke-10 dengan anggapan bahwa pertumbuhan
laluIintas tahunan sebesar 6,5%
b) Buat desain simpang sementara berikut fase yang didapatkan dari analisis a
c) Hitung c, DJ,PA, dan T dengan pengaturan dua-fase dari rencana b
Formulir SIS-1 terlampir memuat data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan;
Formulir SIS-II memuat data arus lalu lintas tahun ke-1;
LHRT simpang adalah:
Jalan Baru: LHRT pendekat Utara = 7.500 kend./hari
LHRT pendekat Selatan = 6.500 kend./hari
Jalan Sudirman: LHRT pendekat Timur = 11.500 kend/hari
LHRT pendekat Barat = 9.500 kend/hari
Penyelesaian soal a:
Arus lalu Iintas dalam LHRT diubah menjadi arus jam desain (qJD) dengan faktor-k
berdasarkan nilai normalnya sebesar 8,5%.
qJD,U = 7.500 x 0,085 = 640 kend./jam
qJD,S = 6.500 x 0,085 = 550 kend./jam
qJD,T = 11.500 x 0,085 = 980 kend./jam
qJD,B = 9.500 x 0,085 = 810 kend./jam
Arus lalu lintas jalan mayor (T-B) = qma = qJD,T + qJD,B = 980 + 810 = 1.790 kend./jam
Arus lalu lintas jalan minor (U-S) = qmi= qJD,U + qJD,S = 640 + 550 = 1.190 kend./jam
Jumlah total arus mayor dan arus minor = qJD= 2.980 kend./jam
Rasio belok Bki / Bka. = 15/15
Rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami) = 1.790/1.190 = 1,50
Berdasarkan kajian Biaya Siklus Hidup (BSH) untuk jenis-jenis simpang (lihat Gambar 9),
jenis simpang yang paling ekonomis untuk memenuhi arus simpang sebesar 2.980
kend./jam adalah bundaran, karena nilai BSH-nya paling kecil (sekitar Rp.0,05juta/kend.).
Tetapi, dalam kasus ini, bundaran tidak dipilih karena dua sebab: 1) ruang simpang terbatas.
Sebagai gantinya dipilih simpang APILL. Tabel 1 digunakan untuk memilih tipe simpang
berdasarkan pertimbangan ekonomis.
73 dari 89
Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal,
Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun
Untuk ukuran kota 1-3 juta, Rmami 1,5/1, dan RBKi/RBKa 10/10, simpang tipe 422L adalah tipe
simpang yang memadai untuk arus tahun-1 sebesar 3.000 kend./jam. Kondisi ini
diperkirakan juga memadai untuk RBKi dan RBKa sebesar 15/15.
qJD tahun ke-5 adalah: (1,065)5
x 2.980 = 4.078 kend./jam
qma tahun ke-5 adalah: 4.078 x {1,5/(1+1,5)} = 2.447 kend./jam
Dari Gambar 13, untuk qma=2.447 kend./jam, ukuran kota 1-3juta jiwa, Rmami sebesar 1,5/1
dan RBKa/RBKi sebesar 10/10 memberikan tundaan sekitar 15 det/skr. Untuk rasio belok
25/25, grafik lainnya pada gambar yang sama menunjukkan tundaan sedikit dibawah 15
det/skr.
Penyelesaian soal b dan c:
Hasil perhitungan terlihat dalam Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V.
Catatan: Formulir SIS-II menunjukkan arus lalu lintas dalam skr/jam untuk semua jurusan,
dengan menggunakan nilai normal faktor LHRT dan komposisi lalu lintas.
Formulir SIS-IV menunjukkan Rasio Arus Simpang (RAS) adalah 0,361; c adalah 33 detik.
DJsimpang adalah 0,569.
Formulir SIS-V menunjukkan panjang antrian.
74 dari 89
75 dari 89
76 dari 89
77 dari 89
78 dari 89
79 dari 89
Lampiran D (informatif):
Formulir perhitungan kapasitas Simpang APILL
80 dari 89
81 dari 89
82 dari 89
83 dari 89
84 dari 89
Lampiran F (informatif):
Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan
85 dari 89
Kendaraan bermotor roda 3
Pickup
Sedan
Minibox
Kombi
KR
Jeep
Honda Supra
Tiger
SM
Matic
Vespa
Yamaha
Angkot
Minibus
86 dari 89
Mikrobus
Truk Gandengan
Truk Tempelan
KS
Bus Kecil
Bus
Truk 2 Sumbu
Truk Kecil
Truk Box
KB
Truk 3 Sumbu
87 dari 89
KTB
Sepeda
Beca
Dokar
Andong
88 dari 89
Bibliografi
Akcelik, R. 1989. Traffic signals; Capacity and Timing Analysis. Australian Road Research
Board. Report No. 123; Vermont South, Victoria, Australia.
Bang, Karl-L, 1978. Swedish Capacity Manual Part 3: Capacity of Signalized Intersections.
Transportation Research Record 667; Washington D.C. USA.
Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. DJBM,
Jakarta.
DJBM, 1987. Produk Standar untuk Jalan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum:
Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.
Iskandar H., 2013. Pengkinian nilai ekivalen kendaraan ringan dan kapasitas dasar simpang
APILL. Naskah Ilmiah pengkinian MKJI’1997, Puslitbang Jalan dan Jembatan,
Bandung.
May, A.D. Gedizlioglu, E. Tai, L, 1983.Comparative Analysis of Signalize Intersection
Capacity Methods. Transportation Research Record 905; Washington D.C. USA.
Rois, H., 1992. Effect of Motorcycles in Signalised Intersections. Thesis ITB S2 STJR,
Bandung Indonesia.
Transport Research Board (TRB), 1985. Highway Capacity Manual. Transportation
Research Board Special Report 209; Washington D.C. USA.
TRB, 2010. Highway Capacity Manual Volume 3: Interupted flow. Transportation Research
Board of the national academies; Washington D.C. USA.
Webster, F.V. and Cobbe, B.M., 1966 Traffic signals. Roads Research Laboratory, Technical
Paper No. 56. Crowthorne, Berkshire U.K.
Undang-undang Republik Indonesia No.38 Tahun 2004. Jalan
Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006, Jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
89 dari 89
Daftar nama dan Lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum.
2) Penyusun
N a m a Lembaga
Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
dan Jembatan
Ir. Redy Aditya

More Related Content

What's hot

(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesiaMira Pemayun
 
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)Dokter Kota
 
Manual perkerasan jalan 07 juli 2017 (kiat) oke
Manual perkerasan jalan   07  juli 2017 (kiat) okeManual perkerasan jalan   07  juli 2017 (kiat) oke
Manual perkerasan jalan 07 juli 2017 (kiat) okeandangsadewa
 
05 r3 -_kapasitas_simpang_2
05 r3 -_kapasitas_simpang_205 r3 -_kapasitas_simpang_2
05 r3 -_kapasitas_simpang_2a_agung_kartika
 
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesPerkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesrakesword
 
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYATUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYAAristo Amir
 
Mkji simpang bersinyal
Mkji   simpang bersinyalMkji   simpang bersinyal
Mkji simpang bersinyalabay31
 
Analisa lalu lintas harian rata
Analisa lalu lintas harian rataAnalisa lalu lintas harian rata
Analisa lalu lintas harian rataPawanto Atmajaya
 
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALANPERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALANMira Pemayun
 
Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017NUR SETIAJI
 
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalanRekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalanAli Asnan
 
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaana_agung_kartika
 
Pd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semen
Pd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semenPd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semen
Pd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semenSyukri Ghazali
 
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya Ilaporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya Imas_weri
 
Perencanaan jalan beton
Perencanaan jalan betonPerencanaan jalan beton
Perencanaan jalan betonAbd Hamid
 

What's hot (20)

(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
 
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
 
Manual perkerasan jalan 07 juli 2017 (kiat) oke
Manual perkerasan jalan   07  juli 2017 (kiat) okeManual perkerasan jalan   07  juli 2017 (kiat) oke
Manual perkerasan jalan 07 juli 2017 (kiat) oke
 
05 r3 -_kapasitas_simpang_2
05 r3 -_kapasitas_simpang_205 r3 -_kapasitas_simpang_2
05 r3 -_kapasitas_simpang_2
 
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesPerkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
 
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYATUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
 
Mkji simpang bersinyal
Mkji   simpang bersinyalMkji   simpang bersinyal
Mkji simpang bersinyal
 
Analisa lalu lintas harian rata
Analisa lalu lintas harian rataAnalisa lalu lintas harian rata
Analisa lalu lintas harian rata
 
Metode pelaksanaan-konstruksi-jembatan
Metode pelaksanaan-konstruksi-jembatanMetode pelaksanaan-konstruksi-jembatan
Metode pelaksanaan-konstruksi-jembatan
 
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALANPERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
 
Persimpangan
PersimpanganPersimpangan
Persimpangan
 
Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017
 
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalanRekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
 
Tugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik JalanTugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik Jalan
 
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
 
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
 
Pd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semen
Pd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semenPd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semen
Pd t 14-2003 - perencanaan perkerasan jalan beton semen
 
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya Ilaporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
 
Kp 03 2010 saluran
Kp 03 2010 saluranKp 03 2010 saluran
Kp 03 2010 saluran
 
Perencanaan jalan beton
Perencanaan jalan betonPerencanaan jalan beton
Perencanaan jalan beton
 

Viewers also liked

Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012Imam Basuki
 
14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang
14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang
14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidangReDy DeLano
 
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalanPanduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalanImam Basuki
 
Jingle bells power point
Jingle bells power pointJingle bells power point
Jingle bells power pointMartis Flower
 
Pmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatan
Pmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatanPmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatan
Pmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatanYulia Wibowo
 
6.1 special characters
6.1 special characters6.1 special characters
6.1 special charactersBulldogs83
 
I save energy
I save energyI save energy
I save energyEva Vovka
 
1.2 elements and attributes copy (3)
1.2 elements and attributes   copy (3)1.2 elements and attributes   copy (3)
1.2 elements and attributes copy (3)Bulldogs83
 
3.2 introduction to css
3.2 introduction to css3.2 introduction to css
3.2 introduction to cssBulldogs83
 
Shpogy secondary school
Shpogy secondary school  Shpogy secondary school
Shpogy secondary school Eva Vovka
 
Another world (1)- Laura
Another world (1)- Laura Another world (1)- Laura
Another world (1)- Laura Eva Vovka
 
Fstpt 9 agungkartika 10hal-revisi
Fstpt 9 agungkartika 10hal-revisiFstpt 9 agungkartika 10hal-revisi
Fstpt 9 agungkartika 10hal-revisia_agung_kartika
 
Samarbeidsoppgave gr5
Samarbeidsoppgave gr5Samarbeidsoppgave gr5
Samarbeidsoppgave gr5EvaUnn39
 
HES manā ciematā
HES manā ciematāHES manā ciematā
HES manā ciematāEva Vovka
 

Viewers also liked (20)

Pt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-bPt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-b
 
Survey lalu lintas kelompok 6
Survey lalu lintas kelompok 6Survey lalu lintas kelompok 6
Survey lalu lintas kelompok 6
 
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012
 
14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang
14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang
14.perencanaan+persimpangan+jalan+tak+sebidang
 
Spesifikasi teknis peta desa
Spesifikasi teknis peta desaSpesifikasi teknis peta desa
Spesifikasi teknis peta desa
 
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalanPanduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
Panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
 
Java ders2
Java ders2Java ders2
Java ders2
 
Power u
Power uPower u
Power u
 
Jingle bells power point
Jingle bells power pointJingle bells power point
Jingle bells power point
 
Pmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatan
Pmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatanPmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatan
Pmk no. 1796 ttg registrasi tenaga kesehatan
 
6.1 special characters
6.1 special characters6.1 special characters
6.1 special characters
 
I save energy
I save energyI save energy
I save energy
 
Social media and PR
Social media and PRSocial media and PR
Social media and PR
 
1.2 elements and attributes copy (3)
1.2 elements and attributes   copy (3)1.2 elements and attributes   copy (3)
1.2 elements and attributes copy (3)
 
3.2 introduction to css
3.2 introduction to css3.2 introduction to css
3.2 introduction to css
 
Shpogy secondary school
Shpogy secondary school  Shpogy secondary school
Shpogy secondary school
 
Another world (1)- Laura
Another world (1)- Laura Another world (1)- Laura
Another world (1)- Laura
 
Fstpt 9 agungkartika 10hal-revisi
Fstpt 9 agungkartika 10hal-revisiFstpt 9 agungkartika 10hal-revisi
Fstpt 9 agungkartika 10hal-revisi
 
Samarbeidsoppgave gr5
Samarbeidsoppgave gr5Samarbeidsoppgave gr5
Samarbeidsoppgave gr5
 
HES manā ciematā
HES manā ciematāHES manā ciematā
HES manā ciematā
 

Similar to KAPASITAS SIMPANG

03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan
03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan
03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatana_agung_kartika
 
2007 08-pekerjaan drainase
2007 08-pekerjaan drainase2007 08-pekerjaan drainase
2007 08-pekerjaan drainaseahmad fuadi
 
Pemeliharaan servis sistem-pendingin
Pemeliharaan servis sistem-pendinginPemeliharaan servis sistem-pendingin
Pemeliharaan servis sistem-pendinginasharis
 
Pembacaan dan pemahaman gambar teknik
Pembacaan dan pemahaman gambar teknikPembacaan dan pemahaman gambar teknik
Pembacaan dan pemahaman gambar teknikZainal Abidin
 
106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya
106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya
106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennyayasri05
 
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...Mulyo Puji Hadi
 
Perencanaan gedung kantor DPRD Kota Medan
Perencanaan gedung kantor DPRD Kota MedanPerencanaan gedung kantor DPRD Kota Medan
Perencanaan gedung kantor DPRD Kota MedanCep Taufik
 
Isi cover 929050981164c
Isi cover 929050981164cIsi cover 929050981164c
Isi cover 929050981164cYusuf Saputra
 
Handbook-FM.pdf
Handbook-FM.pdfHandbook-FM.pdf
Handbook-FM.pdfJamalDin15
 
3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf
3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf
3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdfssuserc213ed
 
Manajemen konstruksi 1 iman soeharto
Manajemen konstruksi 1 iman soehartoManajemen konstruksi 1 iman soeharto
Manajemen konstruksi 1 iman soehartoTaufick Max Ir
 
SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...
SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...
SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...Muhamad Imam Khairy
 
50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)
50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)
50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)Eko Supriyadi
 
2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanah2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanahahmad fuadi
 
2007 07-pekerjaan tanah(1)
2007 07-pekerjaan tanah(1)2007 07-pekerjaan tanah(1)
2007 07-pekerjaan tanah(1)HannyTWST
 
Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...
Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...
Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...Ir. Duddy Arisandi, ST, MT
 
Analisa Baru
Analisa BaruAnalisa Baru
Analisa Baruari nanda
 
Laporan Praktikum P3 SPO Kelompok 6
Laporan Praktikum P3 SPO  Kelompok 6Laporan Praktikum P3 SPO  Kelompok 6
Laporan Praktikum P3 SPO Kelompok 6Nadhira Nurfathiya
 
LEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdf
LEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdfLEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdf
LEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdfMuchtarbagus1
 
SKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptxSKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptxDinarAli4
 

Similar to KAPASITAS SIMPANG (20)

03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan
03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan
03 r1 -_kapasitas_jalan_bebas_hambatan
 
2007 08-pekerjaan drainase
2007 08-pekerjaan drainase2007 08-pekerjaan drainase
2007 08-pekerjaan drainase
 
Pemeliharaan servis sistem-pendingin
Pemeliharaan servis sistem-pendinginPemeliharaan servis sistem-pendingin
Pemeliharaan servis sistem-pendingin
 
Pembacaan dan pemahaman gambar teknik
Pembacaan dan pemahaman gambar teknikPembacaan dan pemahaman gambar teknik
Pembacaan dan pemahaman gambar teknik
 
106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya
106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya
106467565 perbaikan-sistem-pendingin-dan-kompoen-komponennya
 
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
 
Perencanaan gedung kantor DPRD Kota Medan
Perencanaan gedung kantor DPRD Kota MedanPerencanaan gedung kantor DPRD Kota Medan
Perencanaan gedung kantor DPRD Kota Medan
 
Isi cover 929050981164c
Isi cover 929050981164cIsi cover 929050981164c
Isi cover 929050981164c
 
Handbook-FM.pdf
Handbook-FM.pdfHandbook-FM.pdf
Handbook-FM.pdf
 
3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf
3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf
3.-RPS-SPT_4.0_Muslim-Copy.pdf
 
Manajemen konstruksi 1 iman soeharto
Manajemen konstruksi 1 iman soehartoManajemen konstruksi 1 iman soeharto
Manajemen konstruksi 1 iman soeharto
 
SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...
SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...
SNI 09-7118.3-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Bergerak - Bagian 3: Cara...
 
50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)
50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)
50 002-8-pelatihan cbt otomotif electrical (1)
 
2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanah2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanah
 
2007 07-pekerjaan tanah(1)
2007 07-pekerjaan tanah(1)2007 07-pekerjaan tanah(1)
2007 07-pekerjaan tanah(1)
 
Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...
Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...
Modul Teori Alignment_Politeknik Manufaktur Bandung (PMS-ITB)_Duddy Arisandi_...
 
Analisa Baru
Analisa BaruAnalisa Baru
Analisa Baru
 
Laporan Praktikum P3 SPO Kelompok 6
Laporan Praktikum P3 SPO  Kelompok 6Laporan Praktikum P3 SPO  Kelompok 6
Laporan Praktikum P3 SPO Kelompok 6
 
LEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdf
LEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdfLEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdf
LEMBAR_KERJA_PESERTA_DIDIK_LKPD_TEKNIK_S.pdf
 
SKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptxSKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptx
 

Recently uploaded

MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++FujiAdam
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfYogiCahyoPurnomo
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfArvinThamsir1
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfihsan386426
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdfAnonymous6yIobha8QY
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppttaniaalda710
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxRemigius1984
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 

Recently uploaded (8)

MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 

KAPASITAS SIMPANG

  • 2. i Daftar Isi Daftar Isi i Prakata iv Pendahuluan iv 1 Ruang lingkup 1 2 Acuan normatif 1 3 Istilah dan definisi 1 4 Ketentuan 7 4.1 Ketentuan umum 7 4.1.1 Prinsip 7 4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL 8 4.2 Ketentuan teknis 11 4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan 11 4.2.2 Data masukan lalu lintas 12 4.2.3 Penggunaan isyarat 13 4.2.4 Penentuan waktu isyarat 15 4.2.4.1 Tipe pendekat 15 4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE 16 4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0 17 4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S 19 4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S 20 4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau 20 4.2.5 Kapasitas Simpang APILL 21 4.2.6 Derajat kejenuhan 21 4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL 21 4.2.7.1 Panjang antrian 21 4.2.7.2 Rasio kendaraan henti 22 4.2.7.3 Tundaan 22 4.2.8 Penilaian kinerja 23 5 Prosedur perhitungan kapasitas 23 5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan 27 5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi lingkungan Simpang APILL 27 5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas 27 5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat 28 5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal 28 5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang 28 5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL 28
  • 3. ii 5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat 28 5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif 29 5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar 29 5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian 29 5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S) 31 5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau 31 5.4 Langkah D : Kapasitas 31 5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan 32 5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik 32 5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas 32 5.5.1 Langkah E.1. Persiapan 32 5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA 33 5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti 33 5.5.4 Langkah E.4. Tundaan 34 Lampiran A (normatif): 35 Lampiran B (normatif): 42 Lampiran C (informatif): 53 Lampiran D (informatif): 79 Lampiran F (informatif): 84 Bibliografi 88 Daftar nama dan Lembaga 89 Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan...................... 7 Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase ......................... 8 Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat............................................................................... 11 Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan ..................... 14 Gambar 5. Penentuan tipe pendekat ................................................................................... 16 Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas ........................................... 17 Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL . 26 Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih (POL) dan NQ ........................................................................................................................ 33 Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal, Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun................................. 73 Gambar A. 1. Tipikal pengaturan fase APILL pada simpang-3............................................. 35 Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C)................................................................ 36 Gambar A. 3. Tipikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase .............................. 36 Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10% ............................................................ 37 Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4 ................................................................. 38 Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3 ................................................................. 39 Gambar A. 7. Penempatan zebra cross ............................................................................... 40
  • 4. iii Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4 .......................................................................... 42 Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3 .......................................................................... 43 Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P)...................................... 43 Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan terpisah................................................................................................................................ 44 Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok kanan terpisah ..................................................................................................................... 45 Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) .................................................... 46 Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP)............................................. 46 Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.............................................. 47 Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM.................................................................................. 47 Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp...................................... 48 Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya .......................... 48 Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah ............... 49 Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH..................................................... 50 Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis ............................... 9 Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1...................................................................... 10 Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan ...................................................................... 13 Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya..................................... 53 Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani ...................................... 61 Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang ................................................. 40 Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci........ 40 Tabel B. 1. Tipikal geometrik dan pengaturan fase .............................................................. 50 Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan............................................................................... 51 Tabel B. 3. Nilai normal waktu antar hijau............................................................................ 51 Tabel B. 4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) ............................................................... 51 Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor (FHS) .............................................................................................. 51 Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak..................................................................................... 52
  • 5. iv Prakata Pedoman kapasitas Simpang APILL ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas Simpang APILL. Istilah kapasitas Simpang APILL yang dipakai dalam pedoman ini sebelumnya disebut Simpang bersinyal. Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan. Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal xx September 2014 di Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait. Pendahuluan
  • 6. v Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah: 1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu- lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan; 2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan; 3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya, 4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya; Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh: a) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini semakin meningkat, b) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas. Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Simpang bersinyal yang selanjutnya disebut Pedoman Simpang APILL sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi: 1) Pendahuluan 2) Kapasitas jalan luar kota 3) Kapasitas jalan perkotaan 4) Kapasitas jalan bebas hambatan 5) Kapasitas Simpang APILL 6) Kapasitas Simpang 7) Kapasitas jalinan dan bundaran 8) Perangkat lunak kapasitas jalan yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran. Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang (emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang juga mempengaruhi nilai C0. Pemutakhiran perangkat lunak kapasitas jalan tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya. Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Simpang APILL untuk desain Simpang APILL yang baru, peningkatan Simpang APILL yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL.
  • 7. 1 dari 89 Kapasitas Simpang APILL 1 Ruang lingkup Pedoman ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas Simpang APILL untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, meliputi penetapan waktu isyarat, kapasitas (C), dan kinerja lalu lintas yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan (T), panjang antrian (PA), dan rasio kendaraan berhenti (RKB), untuk Simpang APILL 3 lengan dan Simpang APILL 4 lengan yang berada di wilayah perkotaan dan semi perkotaan. 2 Acuan normatif Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Keputusan menteri perhubungan No.62 Tahun 1993, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas 3 Istilah dan definisi Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan: 3.1 akses terbatas (AT) akses terbatas bagi pejalan kaki atau kendaraan (contoh: karena ada hambatan fisik, maka tidak ada akses langsung ke jalur utama karena harus melalui jalur lambat) 3.2 alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) alat yang mengatur arus lalu lintas menggunakan 3 isyarat lampu yang baku, yaitu merah, kuning, dan hijau. Penggunaan 3 warna tersebut bertujuan memisahkan lintasan arus lalu lintas yang saling konflik dalam bentuk pemisahan waktu berjalan 3.3 angka henti (Ah) jumlah rata rata berhenti per kendaraan (termasuk berhenti berulang-ulang dalam antrian) 3.4 arus jenuh (S) besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian dari dalam suatu pendekat selama kondisi yang ada (skr/jam) 3.5 arus jenuh dasar (S0) besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat pada kondisi ideal (skr/jam) 3.6 arus lalu lintas (Q,q)
  • 8. 2 dari 89 jumlah kendaraan-kendaraan yang melalui suatu garis tak terganggu di hulu pendekat per satuan waktu, dalam satuan kend./jam atau ekr/jam. Notasi Q dipakai untuk menyatakan LHRT dalam satuan ekr/hari atau kend./hari. 3.7 arus lalu lintas belok kanan (qBKa) arus lalu lintas yang membelok ke kanan dari suatu pendekat (kend./jam, skr/jam) 3.8 arus lalu lintas belok kanan melawan atau terlawan (qo BKa) arus lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan, kend./jam, skr/jam 3.9 arus lalu lintas belok kiri (qBKi) arus lalu lintas yang membelok ke kiri dari suatu pendekat, kend./jam, skr/jam 3.12 arus lalu lintas melawan atau terlawan (qo) arus lalu lintas lurus yang berangkat dari suatu pendekat dan arus yang belok kanan dari arah pendekat yang berlawanan terjadi dalam satu fase hijau yang sama; atau arus yang membelok ke kanan dan arus lalu lintas yang lurus dari arah yang berlawanan terjadi dalam satu fase hijau yang bersamaan (contoh: lihat Gambar 4 kasus 42). Arus lalu lintas yang berangkat disebut arus terlawan, dan arus lalu lintas dari arah berlawanan disebut arus melawan 3.13 arus lalu lintas terlindung (qp) arus lalu lintas yang lurus diberangkatkan ketika arus lalu lintas belok kanan dari arah berlawanan sedang menghadapi isyarat merah; atau arus lalu lintas yang belok kanan diberangkatkan ketika arus lalu lintas lurus dari arah yang berlawanan sedang menghadapi isyarat merah, sehingga tidak ada konflik, kend./jam 3.14 belok kiri (Bki) indeks untuk arus lalu lintas belok ke kiri 3.15 belok kiri jalan terus (BkiJT) indeks untuk arus lalu lintas belok kiri yang pada saat isyarat merah menyala diizinkan jalan terus 3.16 belok kanan (Bka) indeks untuk arus lalu lintas belok kanan 3.17 derajat kejenuhan (DJ) rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat 3.19 ekivalen kendaraan ringan (ekr) faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan kendaraan ringan yang lain sehubungan dengan dampaknya pada kapasitas jalan. Nilai ekr untuk kendaraan ringan adalah satu
  • 9. 3 dari 89 3.20 hambatan samping (HS) interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan samping jalan yang menyebabkan menurunnya arus jenuh dalam pendekat yang bersangkutan 3.23 jumlah kendaraan terhenti (NKH) jumlah kendaraan terhenti dan antri dalam suatu pendekat, skr 3.24 kapasitas (C) arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam 3.25 kelandaian (G) kelandaian memanjang pendekat, jika menanjak ke arah simpang diberi tanda positif, dan jika menurun ke arah simpang diberi tanda negatif, dinyatakan dalam satuan % 3.27 kendaraan ringan (KR) kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari 5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis KR dalam Lampiran F) 3.28 kendaraan sedang (KS) kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang kendaraan antara 5,5m s.d. 9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang (lihat foto tipikal jenis KS dalam Lampiran F) 3.29 kendaraan tak bermotor (KTB) kendaraan yang tidak menggunakan motor, bergerak ditarik oleh orang atau hewan, termasuk sepeda, becak, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran F) 3.30 komersial (KOM) lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh kegiatan komersial (contoh: pertokoan, restoran, perkantoran) dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan 3.31 lalu lintas harian rata-rata (LHRT) volume lalu lintas harian rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut, atau ditetapkan berdasarkan survei perhitungan lalu lintas yang lebih pendek sesuai ketentuan yang berlaku, dinyatakan dalam skr/hari. 3.33 lebar pendekat (LP) lebar awal bagian pendekat yang diperkeras, digunakan oleh lalu lintas memasuki simpang, m
  • 10. 4 dari 89 3.34 lebar jalur masuk (LM) lebar pendekat diukur pada garis henti, m 3.35 lebar jalur keluar (LK) lebar pendekat diukur pada bagian yang digunakan lalu lintas keluar simpang, m 3.36 lebar jalur efektif (LE) lebar pendekat yang diperhitungkan dalam kapasitas, yaitu lebar yang mempertimbangkan LP, LM, LK, dan pergerakan membelok, m 3.37 lurus (LRS) indeks untuk arus lalu lintas yang lurus 3.38 panjang antrian (PA) panjang antrian kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat, m 3.39 pendekat jalur pada lengan simpang untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti 3.40 permukiman (KIM) lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh tempat permukiman dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan 3.41 rasio arus lalu lintas (Rq/S) rasio arus lalu lintas (q) terhadap arus lalu lintas jenuh (S) dari suatu pendekat 3.42 rasio arus lalu lintas simpang (RAS) jumlah dari rasio arus lalu lintas untuk semua fase yang berurutan dalam suatu siklus 3.43 rasio arus belok kanan (RBKa) perbandingan arus belok kanan terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau 3.44 rasio arus belok kiri (RBKi) perbandingan arus belok kiri terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau 3.45 rasio arus belok kiri jalan terus (RBKiJT) perbandingan arus BkiJT terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau 3.46 rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami) perbandingan arus lalu lintas total pada jalan mayor terhadap arus lalu lintas total pada jalan minor
  • 11. 5 dari 89 3.47 rasio fase (RF) rasio antara rasio arus lalu lintas terhadap rasio arus lalu lintas simpang 3.48 rasio kendaraan tak bermotor (RKTB) perbandingan arus kendaraan tak bermotor terhadap jumlah arus kendaraan bermotor dan kendaraan tak bermotor 3.49 rasio kendaraan terhenti (RKH) rasio arus lalu lintas yang harus berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian isyarat lampu lalu lintas terhadap seluruh arus yang lewat 3.50 rasio waktu hijau (RH) perbandingan antara waktu isyarat hijau terhadap waktu fase pada pendekat yang ditinjau 3.51 satuan kendaran ringan (skr) satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan disamakan menjadi kendaraan ringan, termasuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, dengan menggunakan nilai ekr 3.52 sepeda motor (SM) kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran F) 3.57 tipe pendekat dengan arus berangkat terlawan (To) Tipe keberangkatan arus dengan konflik antara gerak belok kanan dari suatu pendekat dan gerak lurus dan/atau gerak belok kiri dari bagian pendekat yang berlawanan pada fase yang sama 3.58 tipe pendekat dengan arus berangkat terlindung (Tp) tipe keberangkatan arus tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dengan arus lurus dan/atau belok kiri 3.59 tipe simpang APILL kode simpang yang terdiri dari tiga angka, angka pertama menunjukkan jumlah lengan simpang, angka kedua menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan minor, dan angka ketiga menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan mayor, tambahan huruf L pada dijit ke 4 yang menunjukkan belok kiri jalan terus. Contoh 412 adalah simpang-4 lengan, jumlah lajur pendekat di jalan minor sebanyak 1 lajur, dan pada jalan mayor sebanyak 2 lajur 3.60 tundaan (T) waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu simpang apabila dibandingkan dengan lintasan tanpa simpang 3.61 tundaan geometrik (TG)
  • 12. 6 dari 89 tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpang dan/atau yang terhenti oleh lampu merah 3.62 tundaan lalu lintas (TL) waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang berlawanan 3.63 ukuran kota (UK) ukuran kota yang diukur dari jumlah penduduk dalam wilayah perkotaan tersebut 3.64 waktu antar hijau (HA) periode waktu kuning ditambah waktu merah semua antara dua fase isyarat yang berurutan, detik 3.65 waktu hijau (H) waktu isyarat lampu hijau sebagai izin berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada lengan simpang yang ditinjau, detik 3.66 waktu hijau maksimum (Hmaks) waktu isyarat hijau terlama yang diizinkan untuk pendekatan yang ditinjau, detik 3.67 waktu hijau minimum (Hmin) waktu isyarat hijau terpendek yang diperlukan dalam satu fase kendali lalu lintas kendaraan, detik 3.68 waktu hijau hilang total (HH) jumlah semua periode antar hijau (HA) dalam satu siklus lengkap, dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus (c) dengan jumlah waktu hijau (H) dalam semua fase yang berurutan, detik 3.69 waktu isyarat kuning (K) waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam sebuah pendekat, detik 3.70 waktu isyarat merah (M) waktu isyarat lampu merah sebagai larangan berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada lengan simpang yang ditinjau, detik 3.71 waktu isyarat merah semua (Msemua) waktu isyarat merah menyala bersamaan pada setiap pendekat, detik 3.72 waktu siklus (c) waktu untuk urutan lengkap isyarat APILL, misal waktu diantara dua permulaan hijau yang berurutan pada suatu pendekat, detik
  • 13. 7 dari 89 4 Ketentuan 4.1 Ketentuan umum 4.1.1 Prinsip 1) APILL digunakan untuk tujuan: 1) mempertahankan kapasitas simpang pada jam puncak, dan 2) mengurangi kejadian kecelakaan akibat tabrakan antara kendaraan- kendaraan dari arah yang berlawanan. Prinsip APILL adalah dengan cara meminimalkan konflik baik konflik primer maupun konflik sekunder. Konflik primer adalah konflik antara dua arus lalu lintas yang saling berpotongan, dan konflik sekunder adalah konflik yang terjadi dari arus lurus yang melawan atau arus membelok yang berpotongan dengan arus lurus atau pejalan kaki yang menyeberang. Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan 2) Untuk meningkatkan kapasitas, arus keberangkatan dari satu pendekat dapat memiliki arus terlawan dan arus terlindung pada fase yang berbeda khusus pada kondisi dimana arus belok kanan pada lengan pendekat yang berlawanan arah sangat banyak, sehingga berpotensi menurunkan kapasitas dan/atau menurunkan tingkat keselamatan lalu lintas di simpang. 3) Untuk meningkatkan keselamatan, pergerakan arus lurus dapat dipisahkan dari pergerakan belok kanan pada pendekat terlawan, tetapi hal ini akan menambah jumlah fase sehingga akan menurunkan kapasitas. Gambar A.1. hingga A.3. pada Lampiran A menampilkan tipikal pengaturan fase pada simpang-3 dan simpang-4. 4) Untuk memenuhi aspek keselamatan, lampu isyarat pada Simpang APILL harus dilengkapi dengan: - Isyarat lampu kuning untuk memperingati arus yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir, dan - Isyarat lampu merah semua untuk menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja berakhir memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari area konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang
  • 14. 8 dari 89 sama. Waktu ini berguna sebagai waktu pengosongan ruang simpang antara dua fase. Gambar 2 menjelaskan urutan perubahan isyarat pada sistem dua fase, meliputi waktu siklus, waktu hijau, dan waktu antar hijau. Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase 4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL Analisis kapasitas untuk Simpang APILL eksisting atau yang akan ditingkatkan harus: 1) mempertahankan DJ≤0,85; dan 2) mempertimbangkan dampaknya terhadap keselamatan, kelancaran lalu lintas, lingkungan jalan, dan perwujudan desain teknis rinci. Pemilihan jenis Persimpangan baru (Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran atau Simpang tak sebidang) harus didasarkan pada analisis biaya siklus hidup (BSH). Ikuti uraian pada Bagian I Pendahuluan (sebagai contoh, lihat contoh 4 dalam Lampiran C). Pemilihan tipe Simpang APILL harus: 1) Paling ekonomis. Untuk pemilihan tipe simpang baru, Tabel 1. atau Gambar A.4. Lampiran A dapat digunakan sebagai referensi, dengan masukan empat parameter, yaitu arus total simpang (kend./jam) tahun kesatu, rasio arus mayor dan rasio arus minor (Rmami), RBka dan RBKi, dan Ukuran kota. Dari Tabel 1. atau A.4. tersebut dapat dipilih tipe simpang yang paling ekonomis berdasarkan analisis biaya siklus hidup untuk ukuran kota 1-3juta dan rasio arus belok kiri dan kanan masing-masing 10%. K K K Fase 1 Fase 2 1 ke 2 Waktu Merah Waktu Siklus 2 ke 1 Antar hijau Antar hijau Merah Semua Waktu Merah Waktu Hijau Merah Semua Waktu Hijau Fase 1 Fase 2Tipikal Simpang 4 Jalan A Jalan B
  • 15. 9 dari 89 Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis 2) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan analisis desain dan operasional simpang APILL eksisting adalah untuk menyelaraskan waktu isyarat dan geometrik agar kinerja lalu Iintas yang disyaratkan dapat tercapai. Dalam hal ini, kinerja diukur dari dua parameter, yaitu T dan rasio Q/C. Tabel 2 maupun Gambar A.5 dan Gambar A.6 pada Lampiran A menunjukkan perkiraan T rata-rata sebagai fungsi dari rasio Q/C. Tabel 2 juga menunjukkan perkiraan kapasitas, faktor-ekr, dan rentang kinerja lalu lintas untuk masing-masing tipe simpang. Tabel 2, Gambar A.5, dan Gambar A.6 dapat juga digunakan untuk desain atau menetapkan asumsi awal, misalnya dalam analisis desain dan operasional peningkatan simpang eksisting. Perlu konsistensi dalam melakukan analisis, agar nilai Q/C tidak melampaui 0,85 selama jam puncak rencana.
  • 16. 10 dari 89 Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1 3) Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Angka kecelakaan lalu lintas pada Simpang APILL diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 pada Simpang dan 0,30 pada bundaran (data MKJI’97 didasarkan pada data negara maju). Rekayasa lalu lintas di Simpang APILL, baik itu melalui penyediaan fasilitas fisik seperti kanalisasi untuk memfasilitasi pergerakan belok, maupun melalui pengaturan fase APILL, seperti penetapan tipe suatu pendekat tipe terlindung dan penambahan waktu antar hijau, dapat mengurangi jumlah kecelakaan. Tabel A.1 dalam Lampiran A dapat dijadikan acuan dalam pemilihan jenis persimpangan berdasarkan keselamatan lalu lintas. 4) Mempertimbangan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan atau perlambatan kendaraan, dan saat kendaraan berhenti. Dengan pemahaman ini, Simpang dengan tundaan rata-rata yang tinggi cenderung memiliki gas buang dan atau kebisingan yang lebih tinggi pula. Oleh karenanya, terkait dengan dampak terhadap lingkungan ini, perencanaan harus menghasilkan pengaturan isyarat yang efisien. Pengaturan isyarat terkoordinasi dan/atau pengaturan isyarat aktualisasi kendaraan dapat menghasilkan emisi yang lebih kecil daripada pengaturan isyarat tetap. 5) Mempertimbangkan hal-hal teknis, sebagaimana tercantum dalam Tabel A.2 pada Lampiran A dalam melaksanakan desain teknis rinci.
  • 17. 11 dari 89 6) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat dipertanggung- jawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7 hari atau 40 jam per triwulan, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi yang memadai. 7) Berdasarkan nilai qJD yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku. 4.2 Ketentuan teknis 4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan Persimpangan, harus merupakan pertemuan dua atau lebih jalan yang sebidang. Pertemuan dapat berupa simpang-3 atau simpang-4 dan dapat merupakan pertemuan antara tipe jalan 2/2TT, tipe jalan 4/2T, tipe jalan 6/2T, tipe jalan 8/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut (Gambar B.1. dan B.2. dalam Lampiran B). Jenis fase (sistim pengaturan) ditentukan berdasarkan tipe simpang (lihat Tabel B.1.) dengan catatan semua simpang dianggap dilengkapi kereb dan trotoar, dengan RBKa dan RBKi masing-masing sebesar 10% atau 25%, dan dianggap terisolir dengan sistem kendali waktu tetap. Analisis kapasitas untuk setiap pendekat dilakukan secara terpisah. Satu lengan simpang dapat terdiri dari satu pendekat atau lebih (menjadi dua atau lebih sub-pendekat, termasuk pengaturan fasenya, lihat Gambar 3). Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan dan/atau belok kiri mendapat isyarat hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau jalan. Untuk masing-masing pendekat atau sub- pendekat, lebar efektif (LE) ditetapkan dengan mempertimbangkan lebar pendekat pada bagian masuk simpang dan pada bagian keluar simpang. Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat Pendekat Sub-Pendekat
  • 18. 12 dari 89 4.2.2 Data masukan lalu lintas Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (qJD) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k. ……………………………………………………………………..1) keterangan: LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam skr/hari. K adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 12%. LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992). Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi di lingkungan DJBM (1992) baik yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road Management System (IRMS) (Tabel 3.). Untuk tujuan praktis, Tabel 3. dapat digunakan untuk mengkonversikan data lalu lintas dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.
  • 19. 13 dari 89 Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan IRMS (11 kelas) DJBM (1992) (8 kelas) MKJI’97 (5 kelas) 1. Sepeda motor, Skuter, Kendaraan roda tiga 1. Sepeda motor, Skuter, Sepeda kumbang, dan Sepeda roda tiga 1. SM: Kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dengan panjang tidak lebih dari 2,5m 2. Sedan, Jeep, Station wagon 2. Sedan, Jeep, Station wagon 2. KR:Mobil penumpang (Sedan, Jeep, Station wagon, Opelet, Minibus, Mikrobus),Pickup,Truk Kecil, dengan panjang tidak lebih dari atau sama dengan 5,5m 3. Opelet, Pickup-opelet, Suburban, Kombi, dan Minibus 3. Opelet, Pickup-opelet, Suburban, Kombi, dan Minibus 4. Pikup, Mikro-truk, dan Mobil hantaran 4. Pikup, Mikro-truk, dan Mobil hantaran 5a. Bus Kecil 5. Bus 3. KS: Bus dan Truk 2 sumbu, dengan panjang tidak lebih dari atau sama dengan 12,0m 5b. Bus Besar 6. Truk 2 sumbu 6. Truk 2 sumbu 7a. Truk 3 sumbu 7. Truk 3 sumbu atau lebih dan Gandengan 4. KB: Truk 3 sumbu dan Truk kombinasi (Truk Gandengan dan Truk Tempelan), dengan panjang lebih dari 12,0m*) . 7b. Truk Gandengan 7c. Truk Tempelan (Semi trailer) 8. KTB: Sepeda, Becak, Dokar, Keretek, Andong. 8. KTB: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong. 5. KTB: Sepeda, Becak, Dokar, Keretek, Andong. Catatan: *) Dalam jalan perkotaan, KB dikatagorikan KS Arus lalu lintas, Q, dinyatakan dalam skr per jam untuk satu atau lebih periode, misalnya pada periode jam puncak pagi, siang, atau sore. Q dikonversi dari satuan kendaraan per jam menjadi skr per jam dengan menggunakan nilai ekivalen kendaraan ringan (ekr) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Perlu diperhatikan, dalam satu pendekat kadang terdapat dua tipe pendekat yang berbeda pada masing-masing fasenya. Jika hal ini ditemui pada saat analisis, maka nilai ekr yang digunakan juga menjadi dua, sesuai tipe pendekat masing-masing fase tersebut. Nilai ekr untuk tiap jenis kendaraan pada tipe pendekat terlindung dan terlawan ditunjukkan dalam Tabel B.2. Lampiran B. 4.2.3 Penggunaan isyarat Pengaturan dua fase dapat pertimbangan pada awal analisis karena memberikan kapasitas terbesar dengan tundaan yang terendah dibandingkan dengan pengaturan fase lainnya (lihat Gambar A.1. dan A.2. dalam Lampiran A, sebagai contoh). Apabila pengaturan dua fase ini belum memadai, evaluasi arus belok kanan, apakah memungkinkan bila dipisahkan dari arus lurus?; dan apakah tersedia lajur untuk memisahkannya? Pengaturan arus belok kanan yang terpisah hanya dilakukan bila arusnya melebihi 200skr/jam, tetapi bisa saja dilakukan pemisahan ini, walaupun arus belok kanan lebih rendah dari 200skr/jam dengan pertimbangan peningkatan terhadap keselamatan lalu lintas. Perhitungan rinci nilai AH dan HH diperlukan saat analisis operasional dan desain peningkatan, untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat menggunakan nilai seperti yang ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B.
  • 20. 14 dari 89 Msemua diperlukan untuk pengosongan area konflik dalam simpang pada akhir setiap fase. Waktu ini memberikankesempatan bagi kendaraan terakhir (KBR pada Gambar 4.) melewati garis henti pada akhir isyarat kuning sampai dengan meninggalkan titik konflik. jarak ini adalah panjang lintasan keberangkatan (LKBR) ditambah panjang kendaraan berangkat (PKBR) sebelum kedatangan kendaraan pertama yang datang dari arah lain (KDT) pada fase berikutnya yang melewati garis henti pada awal isyarat hijau sampai dengan ke titik konflik yang sama dengan jarak lintasan LKDT. Jadi, Msemua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti masing-masing arah sampai ke titik konflik, serta panjang dari kendaraan yang berangkat (PKBR).Dalam hal waktu lintasan pejalan kaki (LPK) lebih lama ditempuh dibandingkan LKBR, maka LPK yang menentukan panjang lintasan berangkat. Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan Msemua terbesar. Msemua per fase dipilih yang terbesar dari dua hitungan waktu lintasan, yaitu kendaraan berangkat dan pejalan kaki. Hitung menggunakan persamaan 2). { ……………………………………………………..2) keterangan:
  • 21. 15 dari 89 LKBR, LKDT, LPK adalah jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat, kendaraan yang datang, dan pejalan kaki, m PKBR adalah panjang kendaraan yang berangkat, m VKBR, VKDT, VPK adalah kecepatan untuk masing-masing kendaraan berangkat, kendaraan datang, dan pejalan kaki, m/det Gambar 5. menunjukkan kejadian dengan titik-titik konflik kritis yang diberi tanda bagi kendaraan-kendaraan maupun para pejalan kaki yang memotong jalan. Nilai-nilai VKBR, VKDT, dan PKBR tergantung dari kondisi lokasi setempat. Nilai-nilai berikut ini dapat digunakan sebagai pilihan jika nilai baku tidak tersedia. VKDT = 10m/det (kendaraan bermotor) VKBR = 10m/det (kendaraan bermotor) 3m/det (kendaraan tak bermotor misalnya sepeda) 1,2m/det (pejalan kaki) PKBR = 5m (KR atau KB) 2m (SM atau KTB) Apabila periode Msemua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hijau hilang total (HH) untuk simpang untuk setiap siklus dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau menggunakan persamaan 3). ………………………………………………………………….3) Panjang waktu kuning pada APILL perkotaan di Indonesia biasanya ditetapkan 3,0 detik. 4.2.4 Penentuan waktu isyarat 4.2.4.1 Tipe pendekat Pada pendekat dengan arus lalu lintas yang berangkat pada fase yang berbeda, maka analisis kapasitas pada masing-masing fase pendekat tersebut harus dilakukan secara terpisah (misal, arus lurus dan belok kanan dengan lajur terpisah). Hal yang sama pada perbedaan tipe pendekat, pada satu pendekat yang memiliki tipe pendekat, baik terlindung maupun terlawan (pada fase yang berbeda), maka proses analisisnya harus dipisahkan berdasarkan ketentuan-ketentuannya masing-masing. Gambar 5. di bawah ini memberikan ilustrasi dalam penentuan tipe pendekat, apakah terlindung (P) atau terlawan (O).
  • 22. 16 dari 89 Gambar 5. Penentuan tipe pendekat 4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L), lebar masuk (LM), dan lebar keluar (LK). Jika BKiJT diizinkan tanpa mengganggu arus lurus dan arus belok kanan saat isyarat merah, maka LE dipilih dari nilai terkecil diantara LK dan (LM-LBKiJT). Menentukan LM. Pada pendekat terlindung, jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), tetapkan LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini hanya didasarkan pada arus lurus saja. Jika pendekat dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditetapkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kiri. Jika pendekat tidak dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditentukan seperti ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kanan. Maka LM = L-LBKiJT.
  • 23. 17 dari 89 Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas 1) Jika LBKiJT ≥ 2m, maka arus kendaraan BKiJT dapat mendahului antrian kendaraan lurus dan belok kanan selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut: Langkah 1: Keluarkan arus BKiJT (qBKiJT) dari perhitungan dan selanjutnya arus yang dihitung adalah q = qLRS+qBKa Tentukan lebar efektif sebagai berikut: { ……………………………………………………….4) Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa), maka LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini didasarkan hanya bagian lalu lintas yang lurus saja yaitu qLRS 2) Jika LBKiJT < 2m, maka kendaraan BKiJT dianggap tidak dapat mendahului antrian kendaraan lainnya selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut: Langkah 1: Sertakan qBKiJT pada perhitungan selanjutnya. { ( ) ………………………………….5) Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), maka LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk arus lalu lintas lurus saja. 4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0 Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S0) dengan faktor- faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. S0 adalah
  • 24. 18 dari 89 S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian untuk S0 adalah satu. S dirumuskan oleh persamaan 6). ……………………………….6) keterangan: FUK adalah faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota, (Tabel B.4. Lampiran B) FHS adalah faktor penyesuaian S0 akibat HS lingkungan jalan (Tabel B.5. Lampiran B) FG adalah faktor penyesuaian S0 akibat kelandaian memanjang pendekat (Gambar B.6. Lampiran B) FP adalah faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut pendekat terhadap kendaraan yang parkir pertama (Gambar B.7. Lampiran B) FBKa adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kanan (Gambar B.8. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu) FBKi adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kiri (Gambar B.9. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu) 1) Untuk pendekat terlindung, S0 ditentukan oleh persamaan 7), sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat. Selain itu, penetapan nilai S0 untuk tipe pendekat terlindung, dapat ditentukan dengan menggunakan diagram yang ditunjukkan dalam Gambar B.3. dalam Lampiran B. ……………………………………………………………………….7) keterangan: S0 adalah arus jenuh dasar, skr/jam LE adalah lebar efektif pendekat, m Catatan: Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa pengemudi sering mengabaikan "aturan hak jalan". Arus kendaraan-kendaraan yang membelok ke kanan memaksa menerobos arus lalu lintas lurus dari arah yang berlawanan. Model kapasitas simpang dari negara Barat tentang tipikal keberangkatan arus lalu lintas seperti ini, tidak dapat diterapkan karena teori tersebut didasarkan pada teori gap acceptance ("waktu antara yang diterima"). Model lain yang telah dikembangkan dan dianggap sesuai didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi di Indonesia dan diterapkan dalam pedoman ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model Barat. Nilai-nilai skr yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan di atas. 2) Untuk pendekat tak terlindung (tipe O), dan:  Tidak dilengkapi lajur belok-kanan terpisah, maka S0 ditentukan menggunakan Gambar B.4. Lampiran B. sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKa,O.  dilengkapi dengan lajur belok kanan terpisah, maka gunakan Gambar B.5. Lampiran B, sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKaO. Gunakan gambar-gambar tersebut untuk mendapatkan nilai S0 dan lakukan interpolasi seperlunya. Lihat contoh berikut terkait penanganan keadaan yang mempunyai qBKa lebih besar dari yang terdapat dalam diagram. Contoh: Lajur belok kanan terpisah:
  • 25. 19 dari 89 QBKa = 125skr/jam dan arus dari arah berlawanan yang terlawan QBka,o = 100skr/jam; LE sesungguhnya = 5,4m. Maka, dari Gambar B.5. diperoleh S6,0 = 3000; S5,0 = 2440; dan dengan interpolasi diperoleh S5,4 = (5,4-5,0)×(S6,0- S5,0)+S5,0 = 0,4x(3000-2440)+2440 = 2664 ≈ 2660 Jika gerakan belok kanan lebih besar dari 250skr/jam, fase isyarat terlindung harus dipertimbangkan dan rencana fase isyarat harus diganti. Cara pendekatan berikut dapat digunakan untuk tujuan analisis operasional misalnya peninjauan kembali waktu isyarat suatu simpang. Lajur belok kanan tidak terpisah: a) Jika QBka,O > 250skr/jam, maka  QBKa < 250: 1. Tentukan SBka,O pada QBka,O = 250 2. Tentukan S sesungguhnya sebagai S = SBka,O - {(QBka,O - 250) × 8 } skr/jam  QRT > 250: 1. Tentukan SBKa,o pada QBka,O and QBKa= 250 2. Tentukan S sesungguhnya sebagai S = SBka,O - {(QBka,O + QBKa - 500) × 2 } skr/jam b) Jika QBka,O < 250 dan QBKa > 250 skr/jam, maka tentukan S seperti pada QBKa = 250. Lajur belok kanan terpisah: a) Jika QBka,O> 250skr/jam, maka:  QBKa < 250: Tentukan S dari Gambar B.5. dengan ekstrapolasi.  QBKa > 250: Tentukan SBka,O pada QBka,O and QBKa = 250 b) Jika QBka,O < 250 dan QBKa > 250skr/jam, maka tentukan S dari Gambar B.5. dengan ekstrapolasi. 4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S Nilai S ditentukan dengan menggunakan persamaan 6) di atas. Dalam perhitungannya, perlu diperhatikan jika suatu pendekat mempunyai isyarat hijau lebih dari satu fase, yang arus jenuhnya telah ditentukan secara terpisah, maka nilai arus jenuh kombinasi harus dihitung secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase. Contoh, jika suatu pendekat berisyarat hijau pada kedua fase 1 dan 2 dengan waktu hijau H1 dan H2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2 dihitung sebagai berikut: ……………………………………………………………………..8) Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau awal", dimana satu isyarat pada pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum mulainya hijau pada arah yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari total waktu hijau pada pendekat yang diberi waktu hijau awal. Perkiraan yang sama dapat digunakan untuk "waktu hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang beberapa saat setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu hijau awal dan akhir minimal 10 det. Contoh: Waktu hijau awal sama dengan 1/3 dari total waktu hijau dari pendekat dengan waktu hijau awal:
  • 26. 20 dari 89 ……………………………………………………..…………9) 4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S Dalam menganalisis RQ/S perlu diperhatikan bahwa: a) Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q. b) Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q. c) Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan pembobotan seperti proses perhitungan arus jenuh pada sub bab 4.2.4.4. RQ/S dihitung menggunakan persamaan 10) berikut ini: …………………………………………………………………………………...10) 4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Tahap pertama adalah penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang dapat dilakukan menggunakan rumus Webster (1966). Rumus ini bertujuan meminimumkan tundaan total. Tahap selanjutnya adalah menetapkan waktu hijau (g) pada masing-masing fase (i). Nilai c ditetapkan menggunakan persamaan 11) atau dengan menggunakan Gambar B.10. dalam Lampiran B. ∑ …………………………………………………………………………11) keterangan: c adalah waktu siklus, detik HH adalah jumlah waktu hijau hilang per siklus, detik RQ/S adalah rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh, Q/S RQ/S kritis adalah Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase yang sama Σ RQ/S kritis adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua RQ/S kritis dari semua fase) pada siklus tersebut. Catatan: c yang terlalu besar akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. c yang besar terjadi jika nilai ∑(RQ/S Kritis) mendekati satu, atau jika lebih dari satu, maka simpang tersebut melampaui jenuh dan rumus Webster akan menghasilkan nilai c tidak realistik karena sangat besar atau negatif. H ditetapkan menggunakan persamaan 12). ………………………………………………………….12) keterangan: Hi adalah waktu hijau pada fase i, detik i adalah indeks untuk fase ke i
  • 27. 21 dari 89 Catatan: Kinerja suatu Simpang APILL pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan- kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil dari rasio hijau (Hi/c) yang ditentukan dari rumus 12) di atas dapat berakibat bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut. 4.2.5 Kapasitas Simpang APILL Kapasitas Simpang APILL (C) dihitung menggunakan persamaan 13). …………………………………………………………………………………13) keterangan: C adalah kapasitas simpang APILL, skr/jam S adalah arus jenuh, skr/jam H adalah total waktu hijau dalam satu siklus, detik c adalah waktu siklus, detik 4.2.6 Derajat kejenuhan Derajat kejenuhan (DJ) dihitung menggunakan persamaan 14) …………………………………………………………………………................14) 4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL 4.2.7.1 Panjang antrian Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah kendaraan (skr) yang datang dan terhenti dalam antrian selama fase merah (NQ2), dihitung menggunakan persamaan 15). ...................................................................................................15) Jika DJ>0,5; maka { √ } ...........................16) Jika DJ≤0,5; maka NQ1=0 ................................................................................17) Nilai NQ1 dapat pula diperoleh dengan menggunakan diagram pada Gambar B.11. dan nilai NQ2 menggunakan diagram pada Gambar B.12. dalam Lampiran B.
  • 28. 22 dari 89 Panjang antrian (PA) diperoleh dari perkalian NQ (skr) dengan luas area rata-rata yang digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2 , dibagi lebar masuk (m), sebagaimana persamaan 18). ......................................................................................................18) 4.2.7.2 Rasio kendaraan henti RKH, yaitu rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti akibat isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase yang sama pada pendekat tersebut, dihitung menggunakan persamaan 19) atau dapat pula menggunakan diagram dalam Gambar B.13. Lampiran B. ...................................................................................19) keterangan: NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau c adalah waktu siklus, detik Q adalah arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau, skr/jam Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung menggunakan persamaan 20). .......................................................................................................20) 4.2.7.3 Tundaan Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitu 1) tundaan lalu lintas (TL), dan 2) tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat i dihitung menggunakan persamaan 21). .......................................................................................................21) Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari persamaan 22) (Akcelik 1988): .........................................................................22) Catatan: Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor- faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, atau pengaturan oleh polisi secara manual, atau yang lainnya. Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekat i dapat diperkirakan penggunakan persamaan 23). ...........................................................23) keterangan: PB adalah porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat
  • 29. 23 dari 89 Catatan: Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik, dan untuk yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan pada anggapan-anggapan, bahwa: 1) kecepatan = 40km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti =10km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5m/det2 ; 4) kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan. 4.2.8 Penilaian kinerja Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu lintas pada kondisi tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, pengaturan fase dan waktu isyarat, arus lalu lintas dan lingkungan Simpang APILL. Dengan perkiraan nilai kapasitas dan kinerja, memungkinkan dilakukan perubahan desain Simpang APILL untuk memperoleh kinerja lalu lintas yang diinginkan berkaitan dengan kapasitas dan tundaannya. Cara yang paling cepat untuk menilai hasil adalah dengan melihat nilai DJ untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan kondisi lalu lintas pada masa pelayanan terkait dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur pelayanan yang diinginkan dari Simpang APILL tersebut. Jika nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka perlu dilakukan perubahan desain yang berkaitan dengan penetapan fase dan waktu isyarat, lebar pendekat dan membuat perhitungan baru. 5 Prosedur perhitungan kapasitas Prosedur perhitungan kapasitas Simpang APILL ditunjukkan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 7. Terdapat lima langkah utama yang meliputi: Langkah A: Data masukan, Langkah B: penggunaan Isyarat, Langkah C: penentuan waktu isyarat, Langkah D: Kapasitas, dan Langkah E: Kinerja lalu lintas. Untuk desain, baik desain Simpang APILL baru maupun desain peningkatan Simpang APILL lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus diperuhi, T yang lebih kecil dari nilai tertentu) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, perlu data geometrik, pengaturan arus lalu lintas dan data arus lalu lintas eksisting. Sasaran utama dalam mendesain Simpang APILL baru adalah menetapkan jumlah fase dan waktu isyarat yang paling efektif untuk LHRT atau qJD masing-masing lengan pendekat dengan kriteria desain tertentu. Data masukan utama pada langkah A adalah data arus lalu lintas. Berdasarkan data lalu lintas tersebut, geometrik Simpang (Tipe Simpang) awal diperkirakan dengan pertimbangan nilai ekonomis menggunakan bantuan Tabel 1. atau diagram-diagram dalam Gambar A.4. Lampiran A, Tipikal geometrik Simpang APILL sendiri dapat dilihat dari Gambar B.1. dan Gambar B.2. dalam Lampiran B. Pemilihan Tipe Simpang awal, disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya tundaan rata-rata tiap kendaraan (dalam satuan kendaraan ringan) berdasarkan besar DJ yang telah ditetapkan sebelumnya pula. Untuk desain simpang awal, Tabel 2. maupun Gambar A.5. dan Gambar A.6. dapat digunakan sebagai penentuan tipe simpang, berdasarkan kinerja lalu lintas dengan ketentuan ukuran kota 1-3juta jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1. Langkah selanjutnya adalah menetapkan penggunaan isyarat, berupa penentuan fase isyarat dan waktu HA serta HH (Langkah B), gunakan Gambar A.1. sebagai acuan dalam penentuan pengaturan fase simpang-3, dan Gambar A.2. atau Gambar A.3. sebagai acuan dalam penentuan pengaturan fase simpang-4. Dalam menentukan HA dan HH, diperlukan data geometrik simpang dan perilaku lalu lintas, yang perlu diperhatikan dalam penentuannya yaitu jarak dan kecepatan kendaraan yang berangkat dan kendaraan yang datang, lihat Gambar 4. sebagai ilustrasi, kemudian tentukan Msemua, dan HH menggunakan persamaan 2) dan 3). Langkah selanjutnya yaitu menentukan waktu APILL (Langkah C),
  • 30. 24 dari 89 langkah ini sangat penting dalam mencari nilai kapasitas simpang yang akan digunakan dalam analisis. Langkah ini meliputi penentuan enam hal, antara lain: 1) Tipe pendekat, 2) Lebar pendekat efektif, 3) Arus jenuh, 4) faktor penyesuaian, 5) Rasio arus terhadap arus jenuh, dan 6) waktu siklus dan waktu hijau. Dalam penentuan tipe pendekat, tentukan tipe masing-masing lengan pendekat simpang, yang merupakan bagian dari pengaturan fase simpang. Tipe pendekat dapat dikategorikan terlindung (Tipe P) atau terlawan (Tipe O), gunakan Gambar 5. sebagai acuan. Tipe pendekat ini akan mempengaruhi besaran nilai ekr dan faktor penyesuaian belok dalam proses analisis. Penentuan lebar efektif dipengaruhi oleh tipe pendekat, lebar masuk pendekat, lebar keluar pendekat, dan pergerakan BKiJT yang berlaku pada suatu pendekat simpang atau tidak. Penentuan arus jenuh dasar akan ditentukan oleh lebar efektif, tipe, dan pengaturan belok kanan masing-masing pendekat atau sub-pendekat (Langkah C-2). Persamaan 7) atau Gambar B.3. digunakan untuk mendapatkan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe P, sedangkan Gambar B.4. dan B.5. dipergunakan untuk menentukan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe O. Perlu diperhatikan untuk parameter-parameter yang diluar dari besar yang tersedia dalam diagram, agar mengikuti ketentuan yang dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Nilai S0 ini kemudian disesuaikan terhadap FUK (Tabel B.4. dalam Lampiran B), FHS (Tabel B.5.), FG (Gambar B.6.), FP (Gambar B.7. atau persamaan 27), FBKa (Gambar B.8. atau persamaan 28), dan FBKi (Gambar B.9. atau persamaan 29) dan dihitung dengan menggunakan persamaan 6) untuk mendapatkan nilai arus jenuh yang disesuaikan (S). Langkah selanjutnya yaitu menetapkan waktu siklus sebelum penyesuaian (cbp), yang didapat dari persamaan 11) maupun dari Gambar B.10. Untuk keperluan praktis, Tabel B.6 dapat dijadikan acuan dalam penentuan waktu siklus yang layak terkait dengan tipe pengaturan fase. Langkah selanjutnya yaitu menghitung Kapasitas (Langkah D) dan menganalisis kinerja lalu lintas Simpang awal ini (Langkah E) ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.4.dan 5.5. Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah luarannya (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang diperlukan adalah evaluasi kinerja Simpang, maka lakukan langkah E dan hasilnya adalah luaran langkah E (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang diperlukan adalah perencanaan, setelah langkah E maka lanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya. Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka ketentuan fase isyarat dan Tipe Simpang awal adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain awal perlu dirubah, misalnya dengan menambah jumlah fase, memisahkan arus belok kanan, memperlebar pendekat atau memperbaiki kondisi lingkungan jalan. Hitung ulang kapasitas Simpang APILL dan kinerja lalu lintasnya untuk desain yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah C, Langkah D dan Langkah E. Hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain tercapai. Sasaran utama untuk peningkatan Simpang yang sudah ada adalah menetapkan fase dan Tipe Simpang yang memenuhi kriteria desain Simpang yang ditetapkan, misal DJ<0,85 dengan Tundaan rata-rata <18det/skr. Data masukan untuk langkah A adalah data geometrik eksisting, pengaturan arus lalu lintas di simpang, kondisi lingkungan Simpang APILL, data arus lalu lintas masing-masing pendekat, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung qJD dari masing-masing pendekat pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kapasitas dan kinerja lalu lintas Simpang eksisting sesuai dengan langkan D dan langkah E. Bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya, kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan manajemen lalu lintas seperti pemberlakuan waktu hijau awal pada pendekat yang arus belok kanannya tinggi atau merubah Tipe Simpang. Untuk desain Simpang yang sudah dirubah ini, hitung ulang kapasitas dan analisis kinerja lalu lintasnya, kemudian bandingkan
  • 31. 25 dari 89 hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka Tipe Simpang peningkatan tersebut adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah- langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai. Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL yang telah dioperasikan adalah menghitung dan menilai DJ, PA, NKH, dan T, yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas Simpang. Data utamanya adalah data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, kondisi lingkungan Simpang APILL, dan data lalu lintas eksisting. Lakukan langkah B, hingga Langkah E sesuai prosedur yang diuraikan dalam butir 5.2. hingga 5.4., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan nilai DJ, PA, NKH, dan T, yang diperoleh. Masing-masing langkah diuraikan secara rinci dalam sub-bab ini dan untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan, disediakan Formulir kerja yang terdiri dari 5 (lihat Lampiran E), yaitu: 1) Formulir-SIS I untuk penyiapan data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan lingkungan; 2) Formulir-SIS II untuk penyiapan data arus lalu lintas; 3) Formulir SIS-III untuk menghitung AH dan HH; 4) Formulir SIS-IV untuk menghitung waktu isyarat (c, H, M, K) dan C; dan 5) Formulir SIS-V untuk menghitung PA, NKH, dan tundaan T.
  • 32. 26 dari 89 Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL
  • 33. 27 dari 89 5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan Data masukan terdiri dari data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan kondisi lingkungan jalan (A-1), serta data lalu lintas (A-2). 5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi lingkungan Simpang APILL Gunakan Formulir SIS-I, lengkapi data Simpang dengan tanggal, bulan, tahun, nama kota, nama simpang (nama ruas jalan mayor - nama ruas jalan minor), ukuran kota, periode data lalu lintas, serta nama personil yang menangani kasus ini. Buat sketsa fase APILL, meliputi pergerakan lalu lintas dari pendekat pada tiap-tiap fase, cantumkan H, Ah, c, dan HH Untuk pendekat yang melayani BKiJT, beri keterangan pada pendekat tersebut dengan menuliskan BKiJT serta arah arusnya. Buat sketsa geometrik simpang, posisi pendekat, pulau jalan (jika ada), garis henti, marka (pembagi lajur, zebra cross, penunjuk arah), lebar pendekat (m), pemberhentian kendaraan umum, akses sepanjang pendekat (jika ada), panjang lajur yang terbatas (misal pada lajur khusus belok kanan atau belok kiri), dan arah Utara. Jika desain simpang dan fase belum ada, buat sketsa desain dan fase awal. Dalam sketsa geometrik simpang, tuliskan ukuran lebar lajur pada bagian pendekat pada ruas yang diperkeras mulai dari lajur di hulu (L), pada lajur BKiJT (LBKiJT), pada garis henti (LM), dan pada tempat keluar tersempit setelah melewati area konflik (LK), lebar median (jika ada) dan jenisnya (apakah ditinggikan atau direndahkan). Tuliskan data-data kondisi lingkungan, hambatan samping, kelandaian pendekat, dan jarak ke kendaraan parkir pada tiap-tiap lengan pendekat, pada tabel isian di bawah sketsa geometrik simpang. Tuliskan kode untuk setiap pendekat, kode tersebut berdasarkan arah kompas (misal U untuk pendekat arah utara, B untuk Barat, dst.). satu lengan simpang dapat memiliki lebih dari satu pendekat yang dibatasi oleh pemisah lajur, masing-masing dapat memiliki fase yang berbeda, pengkodeannya dilakukan dengan indeks (misal Utara 1 (U1), Utara 2 (U2), dst.). Hal-hal lain (jika ada yang mempengaruhi terhadap kapasitas agar dicatat. Pada kriteria lingkungan, tentukan guna lahan masing-masing pendekat (KOM=komersial; KIM=permukiman; AT=Akses terbatas). Penentuan hambatan samping ditentukan dari terganggu atau tidaknya pergerakan arus berangkat pada tempat masuk dan keluar simpang, apakah terganggu atau berkurang akibat adanya aktivitas samping jalan di sepanjang pendekat (misal aktivitas menaik-turunkan penumpang ataupun kegiatan mengetem angkutan umum, pejalan kaki, pedagang kaki lima di sepanjang atau melintas pendekat, dan kendaraan yang keluar-masuk samping pendekat). Hambatan samping dapat dikatakan rendah jika arus keberangkatan pendekat tidak terganggu oleh aktivitas-aktivitas tersebut. Cantumkan persentase kemiringan masing-masing lengan pendekat (%), tandai dengan “+” untuk pendekat yang menanjak ke arah simpang, dan tanda “-” jika menurun. Cantumkan pula jarak ke kendaraan pertama yang parkir dari garis henti pada masing-masing pendekat (jika ada) di sebelah hulu pendekat. 5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas Formulir kerja untuk langkah A-2 adalah Formulir SIS-II. Data arus lalu lintas meliputi:
  • 34. 28 dari 89 1) Arus lalu lintas per jenis kendaraan bermotor dan tak bermotor (qKR, qKB, qSM, qKTB) dengan distribusi gerakan LRS, BKa, dan BKi. Tuliskan data arus ini pada masing- masing pendekat (U,S,T,B) ataupun sub-pendekat (U1,U2,dst.). 2) Konversikan arus kedalam satuan skr/jam. Gunakan nilai ekr pada Tabel B.2. Lampiran B. 3) Rasio arus kendaraan belok kiri (RBKi) dan rasio arus belok kanan (RBKa) untuk masing- masing pendekat. ………………………………………………………………………………24) ……………………………………………………………………………...25) 4) Rasio kendaraan tak bermotor (RKTB) untuk masing-masing pendekat. ……………………………………………………………………...26) 5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat 5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal Pilih fase isyarat: Lihat Gambar A.1. hingga A.3. sebagai acuan dalam penentuan pengaturan fase yang digunakan. Dalam analisis untuk kepentingan perencanaan, tentukan pengaturan fase awal dimana dapat memberikan kapasitas yang paling besar (dua fase), dengan penyesuaian-penyesuaian pada langkah berikutnya sesuai dengan kriteria perencanaan yang telah ditetapkan. Untuk kepentingan evaluasi Simpang APILL eksisting, sangat memungkinkan terjadi variasi pengaturan fase eksisting yang kompleks untuk kepentingan manajemen lalu lintas simpang, oleh karenanya gambar-gambar pada Gambar A.1. hingga A.3. hanya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan pengaturan fase isyarat tersebut disesuaikan dengan kondisi eksisting di lapangan. Gambarkan sketsa fase APILL yang dipilih. 5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang Hitung waktu Msemua, AH per fase, dan HH. Formulir kerja untuk langkah ini adalah Formulir SIS-III. Untuk analisis operasional dan desain peningkatan, hitung AH dan HH dengan menggunakan persamaan 2) dan 3). Untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat menggunakan nilai seperti ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B. 5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL Formulir yang digunakan untuk penentuan waktu APILL adalah formulir SIS-IV. 5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat 1) Identifikasi setiap pendekat berdasarkan ketentuan dalam sub bab 4.2.4.1. 2) tentukan nomor sebagai identitas fase untuk masing-masing fase, sesuai urutan fase yang akan digunakan dalam analisis. 3) Buatlah sketsa yang menunjukkan arah arus masing-masing.
  • 35. 29 dari 89 4) Tuliskan dalam sketsa, besarnya qLRS, qBKa, dan qBKi dalam satuan skr/jam untuk masing- masing pendekat (distribusi arus lalu lintas tiap lengan pendekat). 5) Buat sketsa pergerakan arus masing-masing fase. 6) Tuliskan kode pendekat berdasarkan mata angin yang konsisten dengan yang dicantumkan pada Formulir SIS-I. Untuk pendekat yang memiliki pergerakan arus lalu lintas lebih dari satu, tuliskan kode sub-pendekatnya. 7) Beri keterangan pada kolom sebelahnya, tiap-tiap kode pendekat dan sub-pendekat hijau dalam fase ke berapa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya. 8) Tentukan tipe arus pada setiap pendekat, terlindung (P) atau terlawan (O). Gunakan Gambar 5 sebagai referensi. 9) Masukkan nilai rasio kendaraan berbelok (RBKi / RBKiJT dan RBKa) untuk setiap pendekat berdasarkan perhitungan dalam Formulir SIS-II. 10) Untuk pendekat yang bertipe O, masukkan besar qBKa dari pendekat yang ditinjau dan qBKa dari pendekat arah yang berlawanan (skr/jam). 5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif Penentuan lebar pendekat efektif berdasarkan L, LM, dan LK yang terdapat pada Formulir SIS-I, adapun ketentuan-ketentuan dalam penetapan besaran nilainya harus berdasarkan penjelasan mengenai penentuan LE dalam sub bab 4.2.4.2. Masukkan nilai LE yang telah ditetapkan kedalam Formulir SIS-IV sesuai dengan arah pendekat dan fase pergerakannya. 5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar Tentukan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekat dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Apabila tipe pendekat P, maka gunakan persamaan 7) atau bisa juga menggunakan diagram yang ditunjukkan pada Gambar B.3. dalam Lampiran B. Sedangkan untuk pendekat tipe O, gunakan Gambar B.4. dan B.5., dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku. 5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian Faktor penyesuaian untuk S0 meliputi enam faktor yaitu: 1) faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FUK), 2) faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FHS), 3) faktor penyesuaian akibat kelandaian jalur pendekat (FG), 4) faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan parkir pada jalur pendekat (FP), 5) faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus untuk pendekat tipe P (FBKa), dan 6) faktor penyesuaian akibat arus lalu lintas belok kiri (FBKi). 1) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota Pengkategorian ukuran kota ditetapkan menjadi lima berdasarkan kriteria populasi penduduk, besaran nilai FUK ditetapkan pada Tabel B.4. 2) Faktor penyesuaian akibat hambatan samping FHS dapat ditentukan dari Tabel B.5., sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, maka anggap hambatan samping tinggi agar tidak menilai kapasitas terlalu besar. 3) Faktor penyesuaian akibat kelandaian jalur pendekat FG dapat ditentukan dari Gambar B.6. sebagai fungsi dari kelandaian (G).
  • 36. 30 dari 89 4) Faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan parkir pada jalur pendekat FP ditentukan dari Gambar B.7., sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai ke kendaraan yang diparkir pertama pada lajur pendekat. Faktor ini berlaku juga untuk kasus-kasus dengan panjang lajur belok kiri terbatas. Faktor ini tidak perlu diaplikasikan jika lebar efektif ditentukan oleh lebar keluar. FP dapat dihitung dari persamaan 27, yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau: [ ( ) ] ……………………………………………………………………27) keterangan: LP adalah jarak antara garis henti ke kendaraan yang parkir pertama pada lajur belok kiri atau panjang dari lajur belok kiri yang pendek, m L adalah lebar pendekat, m H adalah waktu hijau pada pendekat yang ditinjau (nilai normalnya 26 detik) 5) Faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus untuk pendekat tipe P Faktor penyesuaian belok kanan (FBKa) dapat ditentukan menggunakan persamaan 28), sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan RBKa. Perhitungan ini hanya berlaku untuk pendekat tipe P, tanpa median, tipe jalan dua arah; dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk. …………………………………………………………...28) atau dapat diperoleh nilainya dari Gambar B.8. Catatan: Pada jalan dua arah tanpa median, kendaraan belok kanan dari arus berangkat terlindung pada pendekat tipe P, cenderung memotong garis tengah jalan sebelum melewati garis henti ketika menyelesaikan belokannya. Hal ini menyebabkan peningkatan rasio belok kanan yang tinggi pada arus jenuh. 6) Faktor penyesuaian akibat arus lalu lintas belok kiri Faktor penyesuaian belok kiri (FBKi) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri RBki. Perhitungan ini berlaku untuk pendekat tipe P tanpa BKiJT, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dan dapat dihitung menggunakan persamaan 29). …………………………………………………………….29) atau dapat diperoleh dari Gambar B.9. Catatan: Pada pendekat terlindung yang tidak diijinkan BKiJT, kendaraan-kendaraan belok kiri cenderung melambat dan mengurangi arus jenuh pada pendekat tersebut. Karena arus berangkat dalam pendekat-pendekat terlawan (tipe O) pada umumnya lebih lambat, maka tidak diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri. 7) Arus jenuh yang telah disesuaikan
  • 37. 31 dari 89 Setelah mendapatkan nilai S0 dan menetapkan besaran faktor-faktor penyesuaian, tentukan S dengan menggunakan persamaan 6). 5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S) Tetapkan arus lalu Iintas masing-masing pendekat (Q) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan pada sub bab 4.2.4.5. Hitung Rasio Arus (Q) terhadap arus jenuh (RQ/S) untuk masing masing pendekat menggunakan persamaan 10). Tandai Rasio arus tertinggi dengan tanda kritis (RQ/Skritis) dari masing-masing fase. Hitung rasio arus simpang (RAS) sebagai jumlah dari nilai-nilai RQ/S Kritis. ……………………………………………………………………30) Hitung Rasio Fase (RF) masing-masing fase sebagai rasio antara RQ/S Kritis dan RAS ……………………………………………………………………………..31) 5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau Hitung waktu siklus sebelum penyesuaian (cbs) menggunakan persamaan 11) atau gunakan Gambar B.10. dalam Lampiran B. Jika alternatif rencana fase isyarat dievaluasi, maka yang menghasilkan nilai terendah dari (RAS+HH/c) adalah yang paling efisien. Tabel B.6. dalam Lampiran B memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda. Nilai-nilai yang rendah dalam Tabel B.6. dipakai untuk simpang dengan lebar jalur pendekat <10m dan nilai yang tinggi dipakai untuk pendekat yang lebih lebar. Waktu siklus yang lebih rendah dari nilai di atas, cenderung menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari, kecuali pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal ini sering menyebabkan menurunnya kapasitas keseluruhan simpang. Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari batas yang disarankan, maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari geometrik simpang tersebut tidak mencukupi. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan, baik geometrik maupun pengaturan fasenya (lihat langkah E). Langkah berikutnya yaitu menghitung H tiap-tiap fase dengan menggunakan persamaan 12). Masukkan nilai c dan H kedalam Formulir SIS-IV sebagai parameter-parameter dasar penentuan nilai kapasitas (C) bersama dengan nilai S. 5.4 Langkah D : Kapasitas Langkah D meliputi penentuan kapasitas masing-masing pendekat dan pembahasan mengenai perubahan-perubahan yang harus dilakukan jika kapasitas tidak mencukupi. Formulir kerja untuk langkah D adalah Formulir SIS-IV.
  • 38. 32 dari 89 5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan Kapasitas masing-masing pendekat (C) dapat dihitung menggunakan persamaan 13) dan Derajat kejenuhan (DJ) masing-masing pendekat dihitung menggunakan persamaan 14). Jika penentuan waktu isyarat sudah dikerjakan secara benar, DJ akan hampir sama untuk semua pendekat-pendekat kritis. 5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik Jika waktu siklus yang dihitung pada langkah C.6 lebih besar dari batas atas yang disarankan, DJ umumnya juga lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti bahwa arus lalu lintas pada simpang tersebut mendekati arus jenuhnya dan akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Kondisi ini memerlukan penambahan kapasitas simpang melalui salah satu perubahan simpang. Ada tiga perubahan simpang yang dapat dipertimbangkan berikut ini. 1) Penambahan lebar pendekat Menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai rasio fase yang kritis (RFkritis). 2) Perubahan fase isyarat Jika pendekat dengan arus berangkat terlawan (tipe O) dan rasio belok kanan (RBKa) tinggi dengan menunjukan nilai RFkritis yang tinggi (RF>0,8), maka dapat dibuat satu fase tambahan terpisah untuk lalu lintas belok kanan. Penerapan fase terpisah untuk lalu lintas belok kanan ini dapat juga dilakukan dengan pelebaran jalur pendekat. 3) Pelarangan gerakan belok kanan Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang diperlukan. Walaupun demikian perancangan manajemen lalu lintas yang tepat, perlu untuk memastikan agar perjalanan arus belok kanan yang akan dilarang tersebut dapat diselesaikan tanpa jalan pengalih yang terlalu panjang dan tidak mengganggu simpang yang berdekatan. 5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas Langkah E meliputi penentuan tingkat kinerja lalu lintas pada simpang APILL dengan mengevaluasi panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti, dan tundaan. Formulir kerja untuk langkah E adalah Formulir SIS-V. 5.5.1 Langkah E.1. Persiapan Untuk langkah persiapan penentuan tingkat kinerja lalu lintas, periksa hal-hal sebagai berikut: 1) Kode pendekat; 2) Q untuk masing-masing pendekat (skr/jam); 3) C untuk masing-masing pendekat (skr/jam); 4) DJ untuk masing-masing pendekat; 5) RH untuk masing-masing pendekat; 6) Q total dari seluruh gerakan BKiJT yang diperoleh dari jumlah seluruh gerakan BKiJT (skr/jam); 7) Beda antara arus masuk dan keluar pendekat (Qadj) yang lebar keluarnya menentukan lebar efektif.
  • 39. 33 dari 89 5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA Dengan data yang telah dipersiapkan, hitung panjang antrian mengikuti prosedur pada sub- bab tentang kinerja lalu lintas pada bagian panjang antrian. Hitungan meliputi: 1) Jumlah kendaraan tersisa dari fase hijau sebelumnya. NQ1 dapat dihitung menggunakan persamaan 16 atau menggunakan Gambar B.11. dalam Lampiran B. 2) Jumlah kendaraan yang antri (skr) selama fase merah. NQ2 dapat dihitung menggunakan persamaan 17) atau menggunakan Gambar B.12., untuk nilai c = 80detik untuk RH = 0,7, dan c = 100detik untuk RH=0,8. 3) Jumlahkan NQ1 dan NQ2 untuk mendapatkan NQ (persamaan 15). Lakukan koreksi untuk mengevaluasi pembebanan yang lebih dari NQ. Jika diinginkan peluang untuk terjadinya pembebanan sebesar POL(%), maka tetapkan nilai NQMAX menggunakan Gambar 8. Untuk desain dan perencanaan disarankan POL ≤ 5%. Untuk analisis operasional, nilai POL = 5% s.d. 10% masih dapat diterima. Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih (POL) dan NQ 5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti Hitung rasio kendaraan terhenti (RKH) untuk masing-masing pendekat menggunakan persamaan 19) atau gunakan Gambar B.13. untuk mendapatkannya. Rasio tersebut sebagai fungsi dari NQ dibagi dengan waktu siklus c, dan rasio waktu hijau (RH). Jumlah kendaraan henti (NH) dalam satuan skr, dihitung menggunakan persamaan 20). Rasio rata-rata kendaraan berhenti untuk seluruh simpang atau angka henti seluruh simpang (RKH Total), dihitung menggunakan persamaan 32. …………………………………………………………….32)
  • 40. 34 dari 89 5.5.4 Langkah E.4. Tundaan 1) Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (TL) akibat pengaruh timbal balik antara gerakan-gerakan lainnya pada simpang menggunakan persamaan 22). 2) Hitung tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (TG) akibat perlambatan dan percepatan ketika menunggu giliran pada simpang dan/atau ketika dihentikan oleh lampu merah. Gunakan persamaan 23. 3) Hitung tundaan geometrik untuk gerakan lalu lintas yang BKiJT 4) Hitung tundaan rata-rata akibat lalu lintas dan geometrik (det/skr) 5) Hitung tundaan total dengan mengalikan tundaan rata-rata dengan arus lalu lintas (detik) 6) Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (TI) dengan membagi jumlah nilai tundaan dengan arus total (QTotal) dalam skr/jam seperti persamaan 33). ………………………………………………………………………………..33) Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat, demikian juga dari suatu simpang secara keseluruhan.
  • 41. 35 dari 89 Lampiran A (normatif): Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum Gambar A. 1. Tipikal pengaturan fase APILL pada simpang-3
  • 42. 36 dari 89 Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C) Gambar A. 3. Tipikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase
  • 43. 37 dari 89 Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%
  • 44. 38 dari 89 Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4
  • 45. 39 dari 89 Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3
  • 46. 40 dari 89 Gambar A. 7. Penempatan zebra cross Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang No. Tipe/Jenis Persimpangan Keterangan 1 Angka laka pada Simpang 0,60 laka/106 kend. Angka laka pada Simpang APILL 0,43 laka/106 kend. Angka laka pada Bundaran 0,30 laka/106 kend. 2 Angka laka pada Simpang-3 T dibandingkan dengan Simpang-4 40% lebih rendah 3 Laka pada Simpang Y dibandingkan dengan Simpang-3 T 15-50% lebih tinggi 4 Laka pada median pada jalan mayor berkurang sedikit 5 Tingkat laka pada pengaturan mendahulukan kendaraan dari arah lain (Yield) dibandingkan dengan memprioritas-kan dari kiri lebih rendah dari 60% 6 Tingkat laka pada pengaturan dengan tanda Stop diban-dingkan dengan tanda Yield lebih rendah dari 40% 7 Tingkat laka Simpang APILL dibandingkan Simpang lebih rendahdari 20-50% Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci No Detail teknis 1 Area konflik simpang yang kecil 2 Simpang berbentuk simetris, artinya jarak dari garis henti terhadap titik perpotongan untuk gerakan lalu lintas yang berlawanan adalah simetris 3 Lajur bersama untuk lalu lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu lintas membelok saja.
  • 47. 41 dari 89 4 Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar dari lebar lajur baku menurut persyaratan teknis jalan, hal ini diperlukan untuk lalu lintas kendaraan tak bermotor. 5 Pada simpang tipe jalan Sedang atau jalan Kecil, median harus digunakan bila lebar jalur jalan per arah lebih dari 10m. Median dapat hanya sepanjang antrian yang paling panjang terjadi. Hal ini mempermudah pejalan kaki menyeberang dengan memperpendek jarak penyeberangan. Median juga digunakan untuk penempatan tiang APILL kedua (yang pertama di ujung kiri pendekat dan yang kedua pada median). 6 Pada pengaturan dua fase atau fase yang mengizinkan arus membelok bersamaan dengan ijin jalan bagi pejalan kaki, marka penyeberangan pejalan kaki (zebra cross) sebaiknya ditempatkan 3-4m mundur dari garis lurus perkerasan (Gambar A.7.) untuk mempermudah kendaraan yang membelok berhenti menunggu untuk mempersilahkan pejalan kaki menyeberang, dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus. 7 Pada pengaturan fase yang tidak menimbulkan konflik antara arus belok kiri dengan pejalan kaki, sebaiknya marka zebra cross ditempatkan pada garis lurus perkerasan sehingga lintasan kendaraan melalui simpang mulai dari garis henti menjadi lebih pendek, memungkinkan arus menyelesaikan lintasan di simpang dengan lebih cepat. 8 Perhentian bus sebaiknya ditempatkan setelah simpang, yaitu pada jalur keluar dan bukan pada pendekat arus masuk, dan tidak menjadi penghalang arus keluar simpang. 9 Pada arus dengan komposisi sepeda motor yang tinggi (>50%), untuk menampung SM yang terhenti dan berakumulasi selama waktu isyarat merah, garis henti ditempatkan mundur sampai dengan 20m untuk penempatan Ruang Henti Khusus (RHK) bagi SM. RHK dapat mengurangi konflik antara kendaraan roda 4 atau lebih dengan SM. Pembuatan RHK agar mengacu pada pedoman yang berlaku.
  • 48. 42 dari 89 Lampiran B (normatif): Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4
  • 49. 43 dari 89 Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3 Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P) 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 S0,skr/Jam-hijau LE, m
  • 50. 44 dari 89 Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan terpisah
  • 51. 45 dari 89 Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok kanan terpisah
  • 52. 46 dari 89 Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP)
  • 53. 47 dari 89 Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM
  • 54. 48 dari 89 Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya
  • 55. 49 dari 89 Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah
  • 56. 50 dari 89 Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH Tabel B. 1. Tipikal geometrik dan pengaturan jenis fase Tipe simpang Pendekat jalan mayor Pendekat jalan minor Jenis fase jumlah lajur median BKiJT jumlah lajur median BKiJT BKi / BKa (%) 10/10 25/25 411 412 422 422L 423 433 433L 434 444 444L 445L 455L 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 Tanpa Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tanpa Tanpa Tanpa Ada Tanpa Tanpa Ada Tanpa Tanpa Ada Ada Ada 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 Tanpa Tanpa Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tanpa Tanpa Tanpa Ada Tanpa Tanpa Ada Tanpa Tanpa Ada Ada Ada 42 42 42 42 43A 44C 44A 44C 44C 44C 44C 44C 42 42 42 42 43C 44B 44B 44B 44B 44B 44B 44B 311 312 322 323 333 333L 1 2 2 3 3 3 Tanpa Ada Ada Ada Ada Ada Tanpa Tanpa Tanpa Ada Tanpa Ada 1 1 2 2 3 3 Tanpa Tanpa Ada Ada Ada Ada Tanpa Tanpa Tanpa Ada Tanpa Ada 32 32 32 33 33 33 32 32 32 33 33 33 Catatan:Lihat Gambar A.1.-A.3. dalam Lampiran A untuk kode pengaturan Jenis fase
  • 57. 51 dari 89 Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan Jenis kendaraan ekr untuk tipe pendekat Terlindung Terlawan KR 1,00 1,00 KB 1,30 1,30 SM 0,15 0,40 Tabel B. 3. Nilai normal waktu antar hijau Ukuran simpang Lebar jalan rata-rata (m) Nilai normal AH(detik/fase) Kecil 6-<10 4 Sedang 10-<15 5 Besar ≥15 ≥6 Tabel B. 4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) Jumlah penduduk kota (Juta jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) >3,0 1,05 1,0-3,0 1,00 0,5 – 1,0 0,94 0,1 – 0,5 0,83 <0,1 0,82 Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor (FHS) Lingkungan jalan Hambatan samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25 Komersial (KOM) Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71 Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83 Permukiman (KIM) Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84 Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86 Akses terbatas Tinggi/ Sedang/ Rendah Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88
  • 58. 52 dari 89 Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak Tipe pengaturan Waktu siklus yang layak (detik) Pengaturan dua-fase 40 -80 Pengaturan tiga-fase 50 - 100 Pengaturan empat-fase 80 - 130
  • 59. 53 dari 89 Lampiran C (informatif): Contoh-contoh perhitungan kapasitas Contoh 1: Pengaturan fase dan penilaian kinerja APILL yang ada di jalan Iskandarsyah – jalan Wijaya (Jakarta), bekerja dengan pengaturan empat fase dan hijau awal pada pendekat Barat. Simpang: JI. Iskandarsyah - JI. Wijaya, Jakarta Tugas: a) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan denganpengaturan empat fase (dengan hijau awal pada pendekat Barat) b) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan dengan pengaturan tiga fase Data: Geometrik, pengaturan lalu lintas dan lingkungan, waktu kuning, serta waktu merah, semua lihat Formulir SIS-1, Formulir SIS-II, dan Formulir SIS-III. Hasil: Hasil perhitungan ditunjukkan pada Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V dan ditabelkan parameter kinerjanya dalam Tabel 11. Catatan: Pada Formulir SIS-II, ditunjukkan arus lalu lintas untuk semua jurusandalam skr/jam.Gerakan BKiJTdari pendekat Timur diberangkatkantanpa meng-ganggu gerakan LRS dan BKa sehingga BKiJT tersebut tidak disertakan dalam perhitungan c, C, DJ, dan PA, kecuali dalam perhitungan T dan NH. Hasil perhitungan kinerja untuk pengaturan empat fase dengan hijau awal pada pendekat barat dan perhitungan tiga fase, (lihat Formulir SIS-IV dan SIS-V pada halaman-halaman berikut), ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya Parameter kinerja 4 fase 3 fase RAS c, detik HU, detik HS, detik HT, detik HB, detik DJ PA-maksimum, m NKH, henti/skr Trata-rata, detik 0,777 117 24 29 41 9 0,88 127 (pendekat timur) 0,78 44,1 0,707 88 19 23 32 (HT-TB) - 0,84 93 (pendekat selatan) 0,79 34,1 Pengaturan pada tiga fase menunjukkan nilai kinerja yang lebih baik, sekalipun nilai rata-rata kendaraan terhenti pada 3 fase lebih besar sedikit dari 4 fase .
  • 67. 61 dari 89 Contoh 2: Pengaturan dua dan empat fase Simpang APILL di Jalan Martadinata – Jalan Ahmad Yani, Bandung. Bekerja dengan pengaturan dua fase, waktu tetap, terisolir. Pertanyaan: a) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase b) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase, tidak termasuk fase belok kanan c) Diskusikan pengaruh pengaturan dua fase dan pengaturan empat fase Data masukan: a) Data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan dalam Formulir SIS-I; b) Data arus lalu lintas dalam Formulir SIS-II; dan c) Data K dan Msemua dalam Formulir SIS-III. Hasil perhitungan: a) C, DJ, ditunjukkan dalam Formulir SIS-IV b) PA dan T ditunjukkan dalam Formulir SIS-V c) Hasil perhitungan ditabelkan dalam Tabel 5 Pembahasan: Karena gerakan BKiJT dapat diberangkatkan tanpa mengganggu gerakan LRS dan BKa, dengan demikian BKiJT tidak disertakan dalam perhitungan penentuan c, C, DJ dan PA, tetapi dalam perhitungan T dan NKH disertakan. Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani Parameter kinerja 4 fase 3 fase RAS c, detik HU, detik HS, detik HT, detik HB, detik DJ PA-maksimum, m NKH, henti/skr Trata-rata, detik 0,634 < 0,75 50 < 65 22 < 23 19 < 32 0,75 46 39,4 >17,2 0,658 93 0,827 100 39,4 Perubahan dari pengaturan dua fase menjadi pengaturan empat fase sangat menurunkan kinerja lalu lintas simpang, tetapi sangat mengurangi jumlah titik konflik sehingga cenderung akan mengurangi kejadian kecelakaaan.
  • 78. 72 dari 89 Contoh 3: Desain simpang jalan baru Di bagian utara kota Medan (populasi > 1juta jiwa) akan dikembangkan suatu kawasan permukiman baru yang akan dihubungkan oleh jalan Baru ke jalan Sudirman. Buat desain simpang antara jalan-jalan tersebut dengan pertimbangan ruang yang tersedia terbatas oleh bangunan-bangunan di sisi jalan yang sukar dibebaskan. Soal: a) Tentukan tipe simpang mengikuti panduan yang diuraikan di muka dan perkirakan kinerja lalu lintasnya pada tahun ke-10 dengan anggapan bahwa pertumbuhan laluIintas tahunan sebesar 6,5% b) Buat desain simpang sementara berikut fase yang didapatkan dari analisis a c) Hitung c, DJ,PA, dan T dengan pengaturan dua-fase dari rencana b Formulir SIS-1 terlampir memuat data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan; Formulir SIS-II memuat data arus lalu lintas tahun ke-1; LHRT simpang adalah: Jalan Baru: LHRT pendekat Utara = 7.500 kend./hari LHRT pendekat Selatan = 6.500 kend./hari Jalan Sudirman: LHRT pendekat Timur = 11.500 kend/hari LHRT pendekat Barat = 9.500 kend/hari Penyelesaian soal a: Arus lalu Iintas dalam LHRT diubah menjadi arus jam desain (qJD) dengan faktor-k berdasarkan nilai normalnya sebesar 8,5%. qJD,U = 7.500 x 0,085 = 640 kend./jam qJD,S = 6.500 x 0,085 = 550 kend./jam qJD,T = 11.500 x 0,085 = 980 kend./jam qJD,B = 9.500 x 0,085 = 810 kend./jam Arus lalu lintas jalan mayor (T-B) = qma = qJD,T + qJD,B = 980 + 810 = 1.790 kend./jam Arus lalu lintas jalan minor (U-S) = qmi= qJD,U + qJD,S = 640 + 550 = 1.190 kend./jam Jumlah total arus mayor dan arus minor = qJD= 2.980 kend./jam Rasio belok Bki / Bka. = 15/15 Rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami) = 1.790/1.190 = 1,50 Berdasarkan kajian Biaya Siklus Hidup (BSH) untuk jenis-jenis simpang (lihat Gambar 9), jenis simpang yang paling ekonomis untuk memenuhi arus simpang sebesar 2.980 kend./jam adalah bundaran, karena nilai BSH-nya paling kecil (sekitar Rp.0,05juta/kend.). Tetapi, dalam kasus ini, bundaran tidak dipilih karena dua sebab: 1) ruang simpang terbatas. Sebagai gantinya dipilih simpang APILL. Tabel 1 digunakan untuk memilih tipe simpang berdasarkan pertimbangan ekonomis.
  • 79. 73 dari 89 Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal, Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun Untuk ukuran kota 1-3 juta, Rmami 1,5/1, dan RBKi/RBKa 10/10, simpang tipe 422L adalah tipe simpang yang memadai untuk arus tahun-1 sebesar 3.000 kend./jam. Kondisi ini diperkirakan juga memadai untuk RBKi dan RBKa sebesar 15/15. qJD tahun ke-5 adalah: (1,065)5 x 2.980 = 4.078 kend./jam qma tahun ke-5 adalah: 4.078 x {1,5/(1+1,5)} = 2.447 kend./jam Dari Gambar 13, untuk qma=2.447 kend./jam, ukuran kota 1-3juta jiwa, Rmami sebesar 1,5/1 dan RBKa/RBKi sebesar 10/10 memberikan tundaan sekitar 15 det/skr. Untuk rasio belok 25/25, grafik lainnya pada gambar yang sama menunjukkan tundaan sedikit dibawah 15 det/skr. Penyelesaian soal b dan c: Hasil perhitungan terlihat dalam Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V. Catatan: Formulir SIS-II menunjukkan arus lalu lintas dalam skr/jam untuk semua jurusan, dengan menggunakan nilai normal faktor LHRT dan komposisi lalu lintas. Formulir SIS-IV menunjukkan Rasio Arus Simpang (RAS) adalah 0,361; c adalah 33 detik. DJsimpang adalah 0,569. Formulir SIS-V menunjukkan panjang antrian.
  • 85. 79 dari 89 Lampiran D (informatif): Formulir perhitungan kapasitas Simpang APILL
  • 90. 84 dari 89 Lampiran F (informatif): Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan
  • 91. 85 dari 89 Kendaraan bermotor roda 3 Pickup Sedan Minibox Kombi KR Jeep Honda Supra Tiger SM Matic Vespa Yamaha Angkot Minibus
  • 92. 86 dari 89 Mikrobus Truk Gandengan Truk Tempelan KS Bus Kecil Bus Truk 2 Sumbu Truk Kecil Truk Box KB Truk 3 Sumbu
  • 94. 88 dari 89 Bibliografi Akcelik, R. 1989. Traffic signals; Capacity and Timing Analysis. Australian Road Research Board. Report No. 123; Vermont South, Victoria, Australia. Bang, Karl-L, 1978. Swedish Capacity Manual Part 3: Capacity of Signalized Intersections. Transportation Research Record 667; Washington D.C. USA. Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. DJBM, Jakarta. DJBM, 1987. Produk Standar untuk Jalan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum: Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Iskandar H., 2013. Pengkinian nilai ekivalen kendaraan ringan dan kapasitas dasar simpang APILL. Naskah Ilmiah pengkinian MKJI’1997, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung. May, A.D. Gedizlioglu, E. Tai, L, 1983.Comparative Analysis of Signalize Intersection Capacity Methods. Transportation Research Record 905; Washington D.C. USA. Rois, H., 1992. Effect of Motorcycles in Signalised Intersections. Thesis ITB S2 STJR, Bandung Indonesia. Transport Research Board (TRB), 1985. Highway Capacity Manual. Transportation Research Board Special Report 209; Washington D.C. USA. TRB, 2010. Highway Capacity Manual Volume 3: Interupted flow. Transportation Research Board of the national academies; Washington D.C. USA. Webster, F.V. and Cobbe, B.M., 1966 Traffic signals. Roads Research Laboratory, Technical Paper No. 56. Crowthorne, Berkshire U.K. Undang-undang Republik Indonesia No.38 Tahun 2004. Jalan Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006, Jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
  • 95. 89 dari 89 Daftar nama dan Lembaga 1) Pemrakarsa Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum. 2) Penyusun N a m a Lembaga Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Ir. Redy Aditya