3. TELEVISI DAN BUDAYA INSTAN
Audisi di televisi seperti audisi indonesian idol, mama
mia dll, dalam konteks ini sesungguhnya khalayak
secara tidak sadar tengah dibawa dalam penciptaan
budaya instan
Karena lahirnya yang instan, maka produk yang
dihasilkan pun instan dan tidak berkualitas.
3
4. TELEVISI DAN PROYEK LUPA
Sebagai masyarakat urban-kota, televisi sungguh
‘penting ‘ bagi kita. Setelah penat seharian bekerja
kia bisa melepas lelah dengan menghabiskan malam
di depan televisi.
Jelas televisi sudah menjadi ‘daily activities’ kita yang
teramat akrab mengubah berbagai jadwal harian
kita. Efek perubahan jadwal ini tidak hanya
terjadipada masyarakat urban-kota, tetapi juga pada
masyarakat pedesaan.
4
5. • Terdapat dua jalur dimana televisi membimbing
kita untuk lupa.
• Pertama, dari sisi rutinitas itu sendiri. Rutinitas
kerja televisi menyempitkan dunia sosial kita
hanya di lingkar prime-transaksional. Di kantor
dan di keluarga batih.
• Hal ini akan membawa ketidakpedulian,
eksclusivisme-individual dan pada akhirnya
alienasi sosial
5
6. • Kedua, dari sisi program yang kita tonton.
• Kesimpulannya, program-program tersebut
mengajarkan kita tentang irasionalitas, anti
realitas, budaya instan dan kekerasan.
6
7. • Andaipun kita menonton berita,kita
juga diajarkan budaya lupa, model
pemberitaan yang dangkal karena
bergerak dari satu isu ke isu lainnya
• Juga membuat kita lupa dengan
permasalahan penting ditubuh bangsa ini
7
8. MENYOAL SINETRON SAMPAH DI
TELEVISI
Sinetron menjadi primadona hiburan masyarakat
sejak kondisi perfilaman mengalami keterpurukan
Namun yang bisa disimpulkan dari kondisi sinetron
saat ini adalah ‘memprihatinkan’
dengan mengabaikan segelintir sinetron bermutu
seperti kiamat sudah dekat, keluarga cemara dll
8
9. • Selain itu, sinetron kita tidak beranjak dari
tayangan yang menjual mimpi, konflik,
kekerasan, mistik, skandal, selingkuh,
rebutan harta, termasuk rebutan pacar.
• Dalam perspektif lain, bisa jadi memang
begitulah cerminan selera (rendah)
penonton sinetron kita.
9
10. AKU CANTIK MAKA AKU ADA
Di televisi hanya ada dua wanita, cantik dan
cantik sekali ‘seloroh’ yang pada
kenyataannya benar.
Televisi membuat defenisi, cantik adalah
kurus, langsing, putih, berambut lurus hitam,
modis dan selalu menjaga penampilan serta
rutin memlekukan perawatan tubuh agar awet
muda
10
11. • Adakah yang salah dengan defenisi itu, dengan
tegas, ya.
• Pertama, defenisi tersebut meniadakan defenisi-
defenisi lainnya yang sangat beragam diberbagai
wilayah kebudayaan yang berbeda.
• kedua, kampanye kecantikan tersebut secara
fundamental menanamkan budaya ‘pemujaan
tubuh’ kepada generasi muda kita.
11
12. TELEVISI DAN KOMODIFIKASI
AGAMA
Memasuki ramadahn, betapa gairah
beragama masyarakat meningkat tajam,
seperti puasa, dan shalat tarawih.
Di ranah media, kita akan disuguhi pelbagai
acara penghias ramadahan, mulai dari
ceramah, hidangan ramdhan, dan sinetron,
kuis serta musik yang bersifat spiritual.
Memudarnya sakralitas, yang dijunjung
tinggi oleh setiap penganut agama pada
saat media ambil bagian secara temporal
dan hanya menampilkan permukaan luar.
13. BERAGAMA ALA TELEVISI
• Secara kasat mata acara televisi yang
mengandung muatan islami memenuhi jam
tayang hampir seluruh stasiun swasta
nasional di bulan Ramadhan.
• Padahal dengan tingkat literasi yang rendah,
masyarakat akan menilai bahwa televisi
religius dan islami.
13
14. • Efeknya tidak kasat mata,
tetapi jangka panjang. Pola
pikir instan, bahkan untuk
sesuatu yang rumit dan
sakral sekalipun, seperti
‘tobat’ kita
menginstankannya.
14
15. • Efek lebih fundamental,
masyarakat akan semakin
menyikapi agama secara
simbolic-ritualis, seorang artis
bertakwa jika dia berjilbab,
berbaju koko, banyak ikut
pengajian hanya di bulan
ramadahn.
15
16. • Maka jangan kaget jika
seterusnya perilaku umat
tidak akan berubah:ketika
ramadhan masjid penuh
dengan jamaah tarawih
setelah itu kembali sepi
seperti hari-hari biasanya.
16
17. PEREMPUAN OFFICE BOY DI
TELEVISI
Berbeda dari mainstream ribuan tayangan televisi yang
mengupas isu ‘monoton’ seperti percintaan dua remaja,
konflik rumah tangga atau dilema relasi orang miskin
dan orang gedongan di perkotaan, tayangan OB terasa
lebih realistik dan mengalir dinikmati penonton.
OB mungkin tiadak memiliki tendensi pesan sosial
apa-apa kecuali menghibur.