1. SYARAT-SYARAT dan MANFAAT SUMBER BELAJAR
Pada dasarnya sumber belajar yang di pakai dalam pendidikan adalah suatu sistem yang
terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan di buat agar
memungkinkan siswa belajar secara individual. Untuk menjamin bahwa sumber belajar
tersebut adalah sumber belajar yang cocok, gambar tersebut harus memenuhi persyaratan,
Fred Percipal (1998) ada Tiga Persyaratan Sumber Belajar yaitu sebagai berikut:
1. Harus tersedia dengan cepat
2. Harus memungkinkan siswa untuk memacu diri sendiri
3. Harus bersifat individual, misalnya harus dapat memenuhi berbagai kebutuhan para
siswa dalam belajar mandiri
Berdasarkan pada persyaratan tersebut maka sebuah sumber belajar harus berorientasi
pada siswa secara individu, berbeda dengan sumber belajar tradisional yang dibuat
berdasarkan pada pendekatan yang berorientas pada guru atau lembaga pendidikan
Dalam kegiatan instruksional ada banyak sumber dan daya yang dapat kita manfaatan
baik yang tedapat di ruang maupun yang banyak tedapat di sekitar kita, dan semuanya
bermanfaat untuk meningkatkan cakrawala berfikir siswa dalam rangka peningkatan hasil
belajar. Berikut ini ada beberapa manfaat sumber belajar menurut P&K (1983:7) yaitu :
1. Sumber belajar dapat memberikan perjalanan belajar yang kongkrit dan langsung
kepada pelajarnya. Seperti kegiatan darma wisata ke pabrik, pusat tenaga lstrik,
pelabuhan dan sebagainya.
2. Sumber belajar dapat memberikan perjalanan belajar yang kongkrit dan langsung
kepada pelajarnya. Seperti kegiatan darma wisata ke pabrik, pusat tenaga lstrik,
pelabuhan dan sebagainya.
3. Sumber belajar dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di
dalam kelas, misalnya buku, foto-foto dan nara sumber
4. Sumber belajar dapat memberikan informasi yang akurat dan terbaru, misalnya
penggunaan buku teks, majalah, dan orang sumber informasi
5. Sumber belajar dapat memecahkan masalah pendidikan atau pengajaran baik dalam
lingkup mikro maupun makro
6. Sumber belajar dapat memberikan motivasi yang positif, lebih-lebih jika di atur dan
direncanakan pemanfaatannya dengan tepat
7. Sumber belajar dapat merangsang untuk berfikir, bersikap dan berkembang lebih
lanjut.
Berdasarkan ke tujuh poin di atas maka dapat kita lihat besarnya manfaat sumber belajar
dalam proses pembelajaran, dan menggunakan sistem pendekatannya berorientasi pada siswa
sehingga betul-betul menekankan pada perkembangan pola pikir siswa
JENIS dan BENTUK LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Lingkungan yaitu situasi yang tersedia di mana pesan itu di terima oleh siswa.
Lingkungan terdiri atas lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik seperti gedung
sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, taman dan lain-lain. Lingkungan
non fisik seperti penerangan sirkulasi udara dan lain-lain.
Selanjutnya lingkungan yang di sebut sebagai sumber belajar adalah tempat atau
ruangan yang dapat mempengaruhi siswa. Tempat dan ruangan tersebut ada yang di rancang
(by Design) khusus untuk tujuan pengajaran, misalnya gedung sekolah ruang perpustakaan
dan laboratorium, studio dan sebagainya. selain itu ada juga tempat atau ruangan yang bukan
di rancang secara khusus atau hanya dimanfaatkan sebagai sumber belajar untuk tujuan
pengajaran, seperti gedung dan peninggalan sejarah, bangunan industri lingkungan pertanian,
museum, pasar, tempat rekreasi dan lain-lain.
Menurut Semiawan (1990: 96) ada empat sumber belajar yang berkenaan langsung
dengan lingkungan sebagai berikut:
2. 1. Masyarakat kota atau desa sekeliling sekolah
2. Lingkungan fisik di sekitar sekolah
3. Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang yang dapat
menimbulkan pemahaman lingkungan
4. Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di manfaatkan cukup menarik perhatian
siswa. Ada peristiwa yang tidak mungkin atau tidak dapat dipastikan akan terulang
kembali. Jangan lewatkan peristiwa itu tanpa adanya catatan pada buku atau alam
pikiran siswa.
Berdasarkan kutipan di atas maka dapat kita lihat bahwa di sekitar sekolah terdapat
berbagai macam sumber belajar yang dapat di manfaatkan oleh guru dan siswa dalam proses
belajar engajar. Dengan demikian siswa akan lebih mengenal lingkungannya, pengetahuan
siswa akan lebih autentif, sifat verbalisme pada siswa dapat dikurangi serta siswa akan lebih
aktif dan lebih banyak berlatih.
PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Sumber belajar akan dapat digunakan bila sumber belajar itu tersedia sebelum proses
belajar mengajar berlangsung. Penggunaan sumber belajar merupakan komponen yang sangat
penting dalam proses belajar mengajar, karena tanpa menggunakan sumber belajar maka
pesan yang tersimpan dalam materi suatu pelajaran tidak akan di terima oleh siswa. Semakin
banyak sumber belajar yang digunakan semakin banyak pula keterlibatan indera siswa dalam
penerimaan pesan tersebut dan akan semakin banyak kesan dan pengalaman yang di serap
oleh siswa.
Secara teoritis pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mempunyai berbagai
arti penting diantaranya lingkungan mudah di jangkau, biayanya relatif murah, objek
permasalaha dalam lingkungan beraneka ragam dan menarik serta tidak pernah habis.
Sehubungan dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar ini, Nasution
(1985:125) menyatakan bahwa pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu : dengan cara membawa sumber-sumber dari masyarakat ke
atau lingkungan ke dalam kelas dan dengan cara membawa siswa ke lingkungan. Tentunya
masing-masing cara tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan, metoda, teknik dan bahan
tertentu yang sesuai dengan tujuan pengajaran.
Lebih lanjut Nasution (1982:134) menjelaskan ada beberapa metode yang dapat
digunakan dalam rangka membawa siswa ke dalam lingkungan itu sendiri yaitu metode
Karya wisata, service proyek, school camping, surfer dan interviu. Lewat karyawisata
umpamanya, siswa akan memperoleh pengalaman secara langsung, membangkitkan dan
memperkuat belajar siswa, mengatasi kebosanan siswa balajar dalam kelas serta
menanamkan kesadaran siswa tentang lingkungan dan mempunyai hubungan yang lebih luas
dengan lingkungan.
Namun metode karya wisata ini memiliki kelemahan yang berbeda yang berkaitan
dengan waktu dan follow up karya wisata ini perlu diperhatikan secara cermat. Demikian
juga dengan metode lain yang membawa siswa ke luar kelas, metode yang di pilih
memerlukan rencana yang lebih cermat dan matang serta harus berpedoman kepada tujuan
pengajaran yang hendak di capai. Cara yang kedua yaitu dengan cara membawa sumber dan
lingkungan luar ke dalam kelas, hal tersebut dapat dilakukan dengan membawa resourses
person, hasil, contoh dan koleksi tertentu ke dalam kelas.
Kedua cara yang telah dijelaskan di atas sebenarnya saling berkaitan satu dengan yang
lainnya karena keduanya dapat dikombinasikan. Misalnya melalui karya wisata siswa
mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan berbagai benda sehingga koleksi benda
tersebut dapat memperkaya khasanah laboratorium di sekolah dan sewaktu-waktu benda-
benda tersebut dapat digunakan sebagai media sekaligus sebagai sumber belajar.
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN LINGKUNGAN
SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Urgensi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar seperti yang telah dijelaskan
terdahulu sebenarnya sudah lama disadari oleh pendidik, namun kesadaran itu tidaklah berarti
bahwa lingkungan sudah dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber belajar di sekolah
dalam menunjang kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Hal tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi lingkungan
sebagai sumber belajar, mungkin dari segi guru, faktor dana, lembaga dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal ini Hanafi (1986: 23) menyatakan.
Pemanfaatan sumber belajar tergantung pada kreatifitas guru, kemampuan guru, waktu
yang tersedia, dana yang tersedia, serta kebijakan-kebijakan lainnya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dalam pemanfaatan sumber belajar
termasuk lingkungan oleh siswa sangat tergantung pada bimbingan dan arahan dari guru.
Berarti di sini guru berfungsi sebagai fasilitator, komunikator, motivator dan manager. Fungsi
guru seperti inilah yang sangat diharapkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Guru memang sudah tahu dan mengenal dengan baik jenis-jenis sumber belajar yang
harus digunakan. Itu saja belum cukup karena disini dibutuhkan lagi kemauan dan kreatifitas
guru-guru tadi untuk menyediakan dan mencari pengetahuan tentang cara memanfaatkan
sumber belajar tersebut secara efektif dan efisien.
Guru sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan seyogyanya harus mengerti
dan cakap dalam mencari dan memakai sumber belajar yang ada mampu berperan sebagai
komunikator, fasilitator, dan motivator dalam menumbuhkan kreatifitas siswa untuk
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Pihak sekolah juga harus memperhatikan
kebutuhan akan sumber belajar dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat
menghasilkan keluaran yang berkualitas.
Untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber belajar diperlukan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah,
masyarakat serta lembaga terkait lainnya.
1. Pengertian Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Sebagai makhluk hidup, anak selain berinteraksi dengan orang atau manusia lain juga
berinteraksi dengan sejumlah makhluk hidup lainnya dan benda-benda mati. Makhluk hidup
tersebut antara lain adalah berbagai tumbuhan dan hewan, sedangkan benda-benda mati
antara lain udara, air, dan tanah. Manusia merupakan salah satu anggota di dalam lingkungan
hidup yang berperan penting dalam kelangsungan jalinan hubungan yang terdapat dalam
sistem tersebut.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) lingkungan diartikan sebgai bulatn yang
melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya yaitu sekalian yang terlingkung di suatu
daerah. Dalam kamus Bahasa Inggris peristilahan lingkungan ini cukup beragam diantaranya
ada istilah circle, area, surroundings, sphere, domain, range, dan environment, yang artinya
kurang lebih berkaitan dengan keadaan atau segala sesuatu yang ada di sekitar atau sekeliling.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa lingkungan itu merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya
serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur biotik (makhluk hidup),
abiotik (benda mati) dan budaya manusia.
1. Nilai-Nilai Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Lingkungan yang ada di sekitar anak merupakan salah satu sumber belajar yang dapat
dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas bagi anak usia
dini.
Lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak
4. Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas, sekalipun pada
umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan. Sumber belajar
lingkungan ini akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan anak karena mereka
belajar tidak terbatas oleh empat dinding kelas. Selain itu kebenarannya lebih akurat, sebab
anak dapat mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya
untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut.
1. Penggunaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna
(meaningfull learning) sebab anak dihadapkan dengan keadaan dan situasi yang
sebenarnya. Hal ini akan memenuhi prinsip kekonkritan dalam belajar sebagai salah satu
prinsip pendidikan anak usia dini.
2. Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan mendorong pada penghayatan nilai-
nilai atau aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya. Kesadaran akan
pentingnya lingkungan dalam kehidupan bisa mulai ditanamkan pada anak sejak dini,
sehingga setelah mereka dewasa kesadaran tersebut bisa tetap terpelihara.
3. Penggunaan lingkungan dapat menarik bagi anak
Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik bagi anak sebab lingkungan
menyediakan sumber belajar yang sangat beragam dan banyak pilihan. Kegemaran
belajar sejak usia dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka
penyiapan masyarakat belajar (learning societes) dan sumber daya manusia di masa
mendatang.
Pemanfaatan lingkungan menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning activities) yang
lebih meningkat.
Penggunaan cara atau metode yang bervariasi ini merupakan tuntutan dan kebutuhan
yang harus dipenuhi dalam pendidikan untuk anak usia dini.
Begitu banyaknya nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber
belajar dalam pendidikan anak usia dini bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari
dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan jiwa inovatif dari para
guru untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.
Lingkungan merupakan sumber belajar yang kaya dan menarik untuk anak-anak.
Lingkungan mana pun bisa menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak.
Jika pada saat belajar di kelas anak diperkenalkan oleh guru mengenai binatang, dengan
memanfaatkan lingkungan anak akan dapat memperoleh pengalaman yang lebih banyak lagi.
Dalam pemanfaatan lingkungan tersebut guru dapat membawa kegiatan-kegiatan yang
biasanya dilakukan di dalam ruangan kelas ke alam terbuka dalam hal ini lingkungan. Namun
jika guru menceritakan kisah tersebut di dalam ruangan kelas, nuansa yang terjadi di dalam
kelas tidak akan sealamiah seperti halnya jika guru mengajak anak untuk memanfaatkan
lingkungan.
Memanfaatkan lingkungan sekitar dengan membawa anak-anak untuk mengamati
lingkungan akan menambah keseimbangan dalam kegiatan belajar. Artinya belajr tidak hanya
terjadi di ruangan kelas namun juga di luar ruangan kelas dalam hal ini lingkungan sebagai
sumber belajar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial,
dan budaya, perkembangan emosional serta intelektual.
Perkembangan Fisik
Lingkungan sangat berperan dalam merangsang pertumbuhan fisik anak, untuk
mengembangkan otot-ototnya. Anak memiliki kesempatan yang alami untuk berlari-lari,
melompat, berkejar-kejaran dengan temannya dan menggerakkan tubuhnya dengna cara-cara
yang tidak terbatas. Kegiatan ini sangat alami dan sangat bermanfaat dalam mengembangkan
aspek fisik anak.
Dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber beajarnya, anak-anak menjadi tahu
bagaimana tubuh mereka bekerja dan merasakan bagaimana rasanya pada saat mereka
5. memanjat pohon tertentu, berayun-ayun, merangkak melalui sebuah terowongan atau
berguling di dedaunan.
Perkembangan aspek keterampilan sosial
Lingkungan secara alami mendorong anak untuk berinteraksi dengan anak-anak yang lain
bahkan dengan orang-orang dewasa. Pada saat anak mengamati objek-objek tertentu yang ada
di lingkungan pasti dia ingin mencritakan hasil penemuannya dengan yang lain. Supaya
penemuannya diketahui oleh teman-temnannya anak tersebut mencoba mendekati anak yang
lain sehinga terjadilah proses interaksi/hubungan yang harmonis.
Anak-anak dapat membangun kterampilan sosialnya ketika mereka membuat perjanjian
dengan teman-temannya untuk bergantian dalam menggunakan alat-alat tertentu pada saat
mereka memainkan objek-objek yang ada di lingkungan tertentu. Melalui kegiatan sepeti ini
anak berteman dan saling menikmati suasana yang santai dan menyenangkan.
Perkembangan aspek emosi
Lingkungan pada umumnya memberikan tantangan untuk dilalui oleh anak-anak.
Pemanfaatannya akan memungkinkan anak untuk mengembangkan rasa percaya diri yang
positif. Misalnya bila anak diajak ke sebuah taman yang terdapat beberapa pohon yang
memungkinkan untuk mereka panjat. Dengan memanjat pohon tersebut anak
mengembangkan aspek keberaniannya sebagai bagian dari pengembangan aspek emosinya.
Rasa percaya diri yang dimiliki oleh anak terhadap dirinya sendiri dan orang lain
dikembangkan melalui pengalaman hidup yang nyata. Lingkungan sendiri menyediakan
fasilitas bagi anak untuk mendapatkan pengalaman hidup yang nyata.
Perkembangan intelektual
Anak-anak belajar melalui interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide.
Lingkungan menawarkan kepada guru kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-
konsep seperti warna, angka, bentuk dan ukuran.
Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan konsep-konsep tertentu
secara alami. Konsep warna yang diketahui dan dipahami anak di dalam kelas tentunya akan
semakin nyata apabila guru mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara
nyata yang ada pada lingkungan sekitar.
Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan dampak pemanfaatan lingkungan terhadap
aspek-aspek perkembangan anak. Namun guru juga harus memiliki pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan dalam mengembangkan pembelajaran anak dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Adapun sumber belajar itu antara lain :
Mengamati apa yang menarik bagi anak
Biasanya anak serius jika menemukan sesuatu yang sangat menarik baginya. Bila guru
melihat hal ini berilah bimbingan kepada anak dengan cara menayakan apa yang sedang
diamatinya.
Manfaat yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah anak dapat mengmbangkan
kemampuan intelektualnya dengan mengetahui berbagai benda yang diamatinya. Selain itu
juga anak akan dapat mengembangkan ketrampilan sosialnya yaitu dengan mengembangkan
kemampuannya dengan berinteraksi dengan orang dewasa dalam hal ini guru.
Upaya guru dengan mengamati apa yang menarik bagi anak juga akan dapat
mengembangkan emosi anak misalnya pada saat anak mengungkapkan hal-hal yang menarik
baginya, dia menunjukkan ekspresi yang serius dan pandangan mata yang tajam.
Kemampuan berbahsa anak juga akan semakin meningkat jika guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang sifatnya mengungkapkan berbahasa anak, kosa katanya akan berkembang.
Perhatikan dan gunakan saat yang tepat untuk mengajar
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar sebenarnya memberikan berbagai
alternatif pendekatan dalam membelajarkan anak. Hal tersebut disebabkan alternatif dan
6. pilihan sumber belajarnya sangat banyak. Dengan memanfaatkan lingkungan kegiatan belajar
akan lebih berpusat pada anak.
Tanyalah anak dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
Memberikan pertanyaan kepada anak-anak mendorong mereka untuk menjelaskan
mengenai berbagai hal yang mereka alami dan mereka lihat.
Pertanyaan yang bersifat terbuka akan memacu anak untuk mengungkap berbagai hal
yang diamatinya secara bebas sesuai dengan kemampuan berbahasanya.
Gunakan kosa kata yang beragam untuk menjelaskan hal-hal baru
Anak-anak terkadang mengalami kekurangan perbendaharaan kata untuk menjelaskan apa
yang mereka lihat. Keterbatasan kosa kata yang terjadi pada anak harus dibantu oleh guru
sehingga tahap demi tahap kemampuan berbahasa dan perbendaharaan kosa katanya akan
semakin meningkat.
Cobalah berskap lebih ingin tahu
Guru-guru tidak selamanya mengetahui jawaban-jawaban atas peertanyaan anak-anak.
Guru yang mengetahui berbagai hal akan menumbuhkan keperecayaan anak kepadanya.
Anak merasa memiliki orang yang dapat dijadikannya tempat bertanya mengenai hal-hal
yang tidak dapat mereka pecahkan. Anak akan memiliki keyakinan yang tinggi kepada guru
yang mau membantunya dalam segala hal. Sebaliknya jika guru tidak mengetahui banyak hal
akan menimbulkan ketidakyakinan kepadanya karena setiap mereka menanyakn sesuatu anak
tidak mendapatkan jawaban yang jelas dan memuaskan.
1. Jenis-Jenis Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Pada dasarnya semua jenis lingkungan yang ada di sekitar anak dapat dimanfaatkan untuk
mengoptimalkan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini sepanjang relevan dengan
komptensi dasar dan hasil belajar yang bisa berupa lingkungan alam atau lingkungan fisik,
lingkungan sosial dan lingkungan budaya atau buatan.
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah,
seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan hewan
(flora dan fauna), sungai, iklim, suhu, dan sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif menetap, oleh karena itu jenis lingkungan ini akan lebih
mudah dikenal dan dipelajari oleh anak. Sesuai dengan kemampuannya, anak dapat
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini diharapkan anak akan lebih memahami gejala-
gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, lebih dari itu diharapkan juga dapat
menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai alam, dan mungkin juga anak bisa turut
berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan alam.
1. Lingkungan sosial
Selain lingkungan alam sebagaimana telah diuraikan di atas jenis lingkungan lain yang
kaya akan informasi bagi anak usia dini yaitu lingkungan sosial.
Hal-hal yang bisa dipelajari oleh anak usia dini dalam kaitannya dengan pemanfaatan
lingkungan sosial sebagai sumber belajar ini misalnya:
1. mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak tinggal.
2. mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sektiar tempat tinggal dan sekolah.
3. Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggal dan
sekolah.
4. Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar tempat tinggal dan
sekolah.
5. Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolah.
7. 6. Mengenal struktur pemerntahan setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan dan
kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan pendidikan untuk
anak usia dini sebaiknya dimulai dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan
anak.
1. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan budaya dan lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang
disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau
dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Anak dapat mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti prosesnya,
pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta aspek lain yang
berkenan dengan pembangunan dan kepentingan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan rencana kegiatan atau
program yang ada. Dengan begitu, maka lingkungan ini dapat memperkaya dan memperjelas
bahan ajar yang dipelajari dan bisa dijadikan sebagai laboratorium belajar anak.
1. Prosedur Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Apabila kita menginginkan anak memperoleh hail belajar yang banyak dan bermakna dari
sumber beajr lingkungan, maka kita perlu membuatan persiapan ayang matang. Tanpa
persiapan belajar anak tidak akan terkendali dngan baik senhingga akan berpengaruh
terhadap terjadinya tujuan pendidikan yang diharapkan.
Perlu kita ketahui bahwa ada tiga langkah prosedur yang bisa ditempuh dalam
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk anak usia dini ini yaitu :
1. langkah perencanaan
2. langkah pelaksanaan
3. langkah tindak lanjut (follow up)
1. Langkah Perencanaan
Perencanaan menempati bagian yang penting. Melalui perencanaan yang matang, yang
disusun secara sistematik, dalam pola pemikiran yang menyeluruh akan memberi landasan
yang kuat dalam melaksanakan kegiatanm-kegiatan pendidikan khususnya untuk anak usia
dini.
Guru selaku pengelola kegiatan belajar harus mengetahui dan memahami tentang apa-apa
yang harus direncanakan,
Lingkungan tempat tinggal ataupun lingkungan sekolah merupakan laboratorium raksasa
yang dapat digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memanfaatkan sumber lingkungan
secara maksimal perlu LKM. Sebagai panduan untuk menggunakan lingkungan sebagai
sumber belajar.
Manfaat Pusat Sumber Belajar (PSB)
Tempat untuk menyimpan berbagai benda sumber belajar
Dalam memanfaatkan PSB, LKM diarahkan untuk :
Mengembangkan keterampilan atau konsep :
Kecermatan : menggunting, merekat, memasang, simulasi
Penerapan konsep : memasukkan, mengurutkan, memisahkan
Menempatkan semua lembar kerja, permainan, diagram, laporan
Mengembangkan beberapa bentuk penyimpanan, agar guru dan murid dapat belajar
Lingkungan sekitar dalam arti luas meliputi 2 hal yaitu Lingkungan alam dan lingkungan
sosial budaya.
Lingkungan alam bersumber alami antara lain laut, gunung, sungai, sawah, kolam, hutan,
lembah, danau dan sebagainya.
Lingkungan sosial budaya berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan, keagamaan,
kenegaraan, kebudayaan, adat istiadat, politik, ekonomi dll.
8. Lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya ini merupakan laboratorium raksasa
yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan pendidikan. Manfaat yang
diperoleh dalam menggunakan lingkungan :
Murid dapat secara langsung benda-benda yang berkaitan dengan mata pelajaran
sekolah.
Murid dapat membuktikan dan menerapkan konsep yang pernah didapat di sekolah ke
dalam kehidupan sehari-hari
Menanamkan sikap untuk menyayangi lingkungan sekitar.
Pedoman menggunakan laboratorium raksasa.
Mengidentifikasi sumber lingkungan yang ada di sekitar yang dapat digunakan untuk
kepentingan belajar murid
Memanfaatkan sumber lingkungan tersebut untuk kepentingan belajar murid-murid.
Kita dituntut untuk menguasai seluk beluk lingkungan, menguasai tentang materi,
kurikulum / GBPP dan materi dan topik-topik pembelajaran
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan lingkungan sebagai sumber
belajar : Sumber tersebut mudah dijangkau (kemudahan) Tidak memerlukan biaya tinggi
(kemurahan) Tempat tersebut aman. Berkaitan dengan materi yang diajarkan di sekolah
(kesesuaian)
Pilih topik dan mata pelajaran dengan petunjuk antara lain :
Topik dan materi erat sekali kaitannya dengan lingkungan
Lingkungan yang dipilih paling mungkin dapat digunakan untuk memperkaya materi
Sumber tersebut paling sesuai, mudah, murah dan aman serta sesuai dengan materi
Sumber dari buku dirasa kurang.
Langkah-langkahnya adalahBuka kembali daftar materi Mempersiapkan kunjunganke
sumber belajar Memberi petunjuk tata tertib / pengumpulan data Melakukan bimbingan
Memberi pengawasan terhadap murid-murid di perjalanan dan ditempat tujuan Memberi
petunjuk cara membuat laporan hasil kunjungan Menata kelompok belajar untuk
mempresentasikan hasil laporan
Penelitian kuantitatif
adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta
hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan
menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan
fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif
karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan
ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-
ilmu sosial, dari fisika dan biologi hingga sosiologi dan jurnalisme. Pendekatan ini juga
digunakan sebagai cara untuk meneliti berbagai aspek dari pendidikan. Istilah penelitian
kuantitatif sering dipergunakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk membedakannya dengan
penelitian kualitatif.
Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif
melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta
menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan
persentase tanggapan mereka. Sebagai contoh: 240 orang, 79% dari populasi sampel,
mengatakan bahwa mereka lebih percaya pada diri mereka pribadi masa depan mereka dari
setahun yang lalu hingga hari ini. Menurut ketentuan ukuran sampel statistik yang berlaku,
maka 79% dari penemuan dapat diproyeksikan ke seluruh populasi dari sampel yang telah
dipilih. pengambilan data ini adalah disebut sebagai survei kuantitatif atau penelitian
kuantitatif.
9. Ukuran sampel untuk survei oleh statistik dihitung dengan menggunakan rumusan untuk
menentukan seberapa besar ukuran sampel yang diperlukan dari suatu populasi untuk
mencapai hasil dengan tingkat akurasi yang dapat diterima. pada umumnya, para peneliti
mencari ukuran sampel yang akan menghasilkan temuan dengan minimal 95% tingkat
keyakinan (yang berarti bahwa jika Anda survei diulang 100 kali, 95 kali dari seratus, Anda
akan mendapatkan respon yang sama) dan plus / minus 5 persentase poin margin dari
kesalahan. Banyak survei sampel dirancang untuk menghasilkan margin yang lebih kecil dari
kesalahan.
Beberapa survei dengan melalui pertanyaan tertulis dan tes, kriteria yang sesuai untuk
memilih metode dan teknologi untuk mengumpulkan informasi dari berbagai macam
responden survei, survei dan administrasi statistik analisis dan pelaporan semua layanan yang
diberikan oleh pengantar komunikasi. Namun, oleh karena sifat teknisnya metode pilihan
pada survei atau penelitian oleh karena sifat teknis, maka topik yang lain tidak tercakup
dalam cakupan in
A. Pengantar
Metode penelitian kuantitatif memiliki cakupan yang sangat luas. Secara umum, metode
penelitian kuantitatif dibedakan atas dua dikotomi besar, yaitu eksperimental dan
noneksperimental. Eksperimental dapat dipilah lagi menjadi eksperimen kuasi, subjek
tunggal dsb. Sedangkan noneksperimental berupa deskriptif, komparatif, korelasional,
survey, ex post facto, histories dsb.
B. Pembahasan
1. Berbagai istilah di dalam penelitian
Secara umum, jenis penelitian berdasarkan pendekatan analisisnya dibedakan menjadi dua,
yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini lazim juga disebut sebagai pendekatan,
ancangan, rencana atau desain.
Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses
perencanaan dan pelaksanaan penlitian. Dalam rancangan pereperencaan dimulai dengan
megadakan observasi dan evaluasi rerhadap penelitian yang sudah dikerjakan dan diketahui,
sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesis penelitian yang perlu pembuktian
lebih lanjut.
Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi prose membuat prcobaan ataupun pengamatan
serta memilih pengukuran variable, prosedur dan teknik sampling, instrument, pengumpulan
data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian.
Metode penelitian lebih dekat dengan teknik. Misalnya, penelitian dengan pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Dengan kata lain, metode deskriptif
tersebut dapat dikatakan juga sebagai teknik deskriptif.
2. Penelitian Deskriptif
2.1 Pengertian
Metode deskripsi adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang.
Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat,
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang
sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu
sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi,
serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau suatu
10. norma tertentu, sehingga banyak ahli meamakan metode ini dengan nama survei normatif
(normatif survei). Dengan metode ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor
dan memilih hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Karenanya mentode ini
juga dinamakan studi kasus (status study).
Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar sehingga
penelitian ini disebut juga survei normatif. Dalam metode ini juga dapat diteliti masalah
normatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-
perbandingan antarfenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau
penelitian deskritif. Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktu sekarang atau sekurang-
kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
2.2 Tujuan
Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara
fenomena yang diselidiki.
2.3 Ciri-ciri Metode Deskriptif
Untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini
berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.(secara harafiah)
Mencakup penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental.
Secara umum dinamakan metode survei.
Kerja peneliti bukan saja memberi gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi :
o menerangkan hubungan,
o menguji hipotesis-hipotesis
o membuat prediksi, mendapatkan makna, dan
o implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan
o Mengumpulkan data dengan teknik wawancara dan menggunakan schedule
qestionair/interview guide.
2.4 Jenis-jenis Penelitian Deskriptif
Ditinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam
meneliti, serta tempat dan waktu, penelitian ini dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
Metode survei,
Metode deskriptif berkesinambungan (continuity descriptive),
Penelitian studi kasus
Penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas,
Penelitian tindakan (action research),
Peneltian perpustakaan dan dokumenter.
2.5 Kriteria Pokok Metode Deskriptif
Metode deskriptif mempunyai beberapa kriteria pokok, yang dapat dibagi atas kriteria umum
dan khusus. Kriteria tersebut sebagai berikut:
1. kriteria umum
o Masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah serta tidak terlalu luas.
o Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu umum
o Data yang digunakan harus fakta-fakta yang terpercaya dan bukan merupakan
opini.
o Standar yang digunakan untuk membuat perbandingan harus mempunyai
validitas.
o Harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian
dilakukan.
o Hasil penelitian harus berisi secara detail yang digunakan, baik dalam
mengumpulkan data maupun dalam menganalisis data serta serta study
kepustakaan yang dilakukan. Deduksi logis harus jelas hubungannya dengan
11. kerangka teoritis yang digunakan jika kerangka teoritis untukitu telah
dikembangkan.
2. Kriteria Khusus
o Prinsip-prinsip ataupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai (value).
o Fakta-fakta atupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai masalah
status
o Sifat penelitian adalah ex post facto, karena itu, tidak ada kontrol terhadap
variabel, dan peneliti tidak mengadakan pengaturan atau manupulasi terhadap
variabel. Variabel dilihat sebagaimana adanya.
2.6 Langkah-langkah Umum dalam Metode Deskriptif
Dalam melaksanakan penelitian deskripif, maka langkah-langkah umum yang sering
diikuti adalah sebagai berikut:
1. Memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan masalah
tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang ada.
2. Menentukan tujuan dari penelitian yang akan dikerjakan. Tujuan dari penelitian harus
konsisten dengan rumusan dan definisih dari masalah.
3. Menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang ada hubungannya dengan masalah yang
ingin dipecahkan.
4. Merumuskan hipotesis-hipotesis yang ingin diuji baik secara eksplisit maupun implisit.
5. Melakukan kerja lapangan untuk mengumpulkan data, gunakan teknik pengumpulan data
yang cocok untuk penelitian.
6. Membuat tabulasi serta analisis statistik dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan.
Kuranggi penggunaan statistik sampai kepada batas-batas yang dapat dikerjakan dengan
unit-unit pengukuran yang sepadan.
7. Memberikan interpretasi dari hasil dalam hubungannya dengan kondisi sosial yang ingin
diselidiki serta dari data yang diperoleh dan referensi khas terhadap masalah yang ingin
dipecahkan.
8. Mengadakan generalisasi serta deduksi dari penemuan serta hipotesis-hipotesis yang ingin
diuji. Berikan rekomendasi-rekomendasi untuk kebijakan yang dapat ditarik dari
penelitian.
9. Membuat laporan penelitian dengan cara ilmiah.
Pada bidang ilmu yang telah mempunyai teori-teori yang kuat, maka perlu dirumuskan
kerangka teori atau kerangka konseptual yang kemudian diturunkan dalam bentuk hipotesis-
hipotesis untuk diverivikasikan. Bagi ilmu sosial yang telah berkembang baik, maka
kerangka analisis dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk model matematika.
3. Penelitian Historis (Historical Researc)
3.1 Pengertian dan Tujuan
Tujuan penelitian histories adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
memferivikasi, serta mensistensiskan bukti-bukti untukmenegakkan fakta dan memperoleh
kesimpulan yang kuat. Seringkali penelitian yang demikian itu berkaitan dengan hipotesis-
hipotesis tertentu.
Contoh penelitian histories adalah studi mengenai praktek “bawon” di daerah pedesaaan
di Jawa Tengah, yang dimaksud memahami dasar-dasarnya diwaktu yang lampau serta
relevansinya untuk waktu kini; studi ini dimaksudkan juga untuk mentest hipotesis bahwa
nilai-nilai social tertentu serta rasa solidaritas memainkan peranan penting dalam berbagai
kegiatan ekonomi pedesaan. Ciri yang menonjol dari penelitian histories adalah;
1. Penelitian histories lebih bergatung pada data yang diobservasi orang lain dari pada yang
diobsevasi oleh peneliti sendiri. Data yang baik akan dihasilkan oleh kerja yang cermat
yag menganalisis keotentikan, ketepatan, dan peningnya sumber-sumbernya.
12. 2. Berlainan dengan anggapan yang popular, penelitian haruslah tertib ketat, sistematis, dan
tutas; seringakali penlitian yang dikatakan sebagai suatu penelitiaan histories hanyalah
koleksi informasi-informasi yang tak layak, tak reliable, dan berat sebelah.
3. Penelitian histories tergantung kapada dua macam data, yaitu primer dan datasekunder.
Data primer dipoleh dari sumberprimer, yaitu si peneliti (peneliti) secara langsung
meakukan observasi atau menyaksikan kejadian-kejadian yang dituliskan. Dan data
sekunder diperoleh dan sumber skunder, yaitu peneliti melaporkan hasil obsevasi orang
lain yang satu kali atau lebih telah lepas dari kejadian aslinya. Dianatara kedua sumber
itu, sumber primer dipandang sebagai memiliki otoritas sebagai bukti tangan pertama,
dan diberi prioritas dalam pengumpulan data.
4. Untuk menentukan bobot data, biasa dilakukan dua macam kritik, yaitu kritik eksternal
dan kritik internal. Kritik eksternal menanyakan dokumen relic itu otentik, sedang kritik
internal menanyakan apabila data itu otentik, apabila data otentik, apabila data tersebut
akurat dan relevan. Kritik internal harus menguji motif, keberat sebelahan, dan
keterbatasan si penulis yang mngkin melebih-lebihkan atau mengabaikan sesuatu da
memberikan informasi yang terpalsu. Evaluasi kritis inilah yang menyebbkan penelitian
histories itu sangat tertib-ketat, yang dalam bayak hal lebih disbanding dari pada studi
eksperimental.
5. Walaupun penelitian histories mirip dengan penelaahan kepustakaan yang mendahului
lain-lain bentuk rancangan penelitian, namun cara pendekatan histories adalah tuntas,
mencari informasi dan sumber yang lebih luas. Penelitian histories jga
menggaliinformasi-informasi yang lebih tua dari pada yang umum dituntut dalam
penelaahan kepustakaan, dan banyak juga menggali bahan-bahan tak diterbitkan yang tak
dikutip dalam bahan acuan yang standar.
1. Langkah Pokok Untuk Melaksanakan Penlitian Histories Atau
Rancangan Penelitian Historis
Definisi masalah. Ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada diri sendiri:
1. Rumusan tujuan penelitian dan jika mungkin, rumuskan hipotesis yang akan memberi
arahdan focus bagi kegiatan penelitian itu.
2. Kumpulan data, denganselalu mengingat perbedaan anatara sumber primer dan sumber
sekunder.
3. Suatu keterampilan yangsangat penting dalam penelitian histories adalah cara pencatatan
data: dengan system kartu atau dengan system lembaran, kedua-duanya dapat dilakukan.
4. Evaluasi data yng diperoleh dengan melakukan kritik eksternal dan kritik internal.
4. Rancangan Ex Post Facto
4.1 Pengertian Ex Post Facto
Penelitian dengan rancangan ex post facto sering disebut dengan after the fact. Artinya,
penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi. Disebut juga sebagai
restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap
suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui
faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Dalam pengertian yang lebih
khusus, (Furchan, 383:2002) menguraikan bahwa penelitian ex post facto adalah penelitian
yang dilakukan sesudah perbedaan-perbedaan dalam variable bebas terjadi karena
perkembangan suatu kejadian secara alami.
Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang variabel-variabel bebasnya telah
terjadi perlakuan atau treatment tidak dilakukan pada saat penelitian berlangsung, sehingga
penelitian ini biasanya dipisahkan dengan penelitian eksperimen. Peneliti ingin melacak
kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu.
4.2 Perbandingan Antara Ex post Facto dengan Eksperimen
13. Dalam beberapa hal, penelitian ex post facto dapat dianggap sebagai kebalikan dari
penelitian eksperimen. Sebagai pengganti dari pengambilan dua kelompok yang sama
kemudian diberi perlakuan yang berbeda. Studi ex post facto dimulai dengan dua kelompok
yang berbeda kemudian menetapkan sebab-sebab dari perbedaan tersebut. Studi ex post facto
dimulai dengan melukiskan keadaan sekarang, yang dianggap sebagai akibat dari faktor yang
terjadi sebelumnya, kemudian mencoba menyelidiki ke belakang guna menetapkan faktor-
faktor yang diduga sebagai penyebabnya.
Penelitian ex post facto memiliki persamaan dengan penelitian eksperimen. Logika dasar
pendekatan dalam ex post facto sama dengan penelitian eksperimen, yaitu adanya variabel x
dan y. Kedua metode penelitian tersebut membandingkan dua kelompok yang sama pada
kondisi dan situasi tertentu. Perhatiannya dipusatkan untuk mencari atau menetapkan
hubungan yang ada di antara variabel-variabel dalam data penelitian. Dengan demikian,
banyak jenis informasi yang diberikan oleh eksperimen dapat juga diperoleh melalui analisis
ex post facto.
Dalam penelitian eksperimen, pengaruh variabel luar dikendalikan dengan kondisi
eksperimental. Variabel bebas yang dianggap sebagai penyebab dimanipulasi secara langsung
untuk meminimalkan pengaruh terhadap variabel terikat. Melalui eksperimen, peneliti dapat
memperoleh bukti tentang hubungan kausal atau hubungan fungsional di antara variabel yang
jauh lebih menyakinkan daripada yang dapat diperoleh menggunakan studi ex post facto.
Peneliti dalam penelitian ex post facto tidak dapat melakukan manipulasi atau
pengacakan terhadap variabel-variabel bebasnya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
dalam variabel-variabelnya sudah terjadi. Peneliti dihadapkan kepada masalah bagaimana
menetapkan sebab dari akibat yang diamati tersebut. Furchan (383:2001) menyatakan bahwa
dengan tidak adanya kemungkinan peneliti untuk melakukan manipulasi atau pengacakan.
Contoh perbedaan antara penelitian ex post facto dengan eksperimen adalah sebagai
berikut. Sebuah penelitian berjudul Pengaruh Kecemasan Siswa pada Waktu Mengerjakan
Ujian Terhadap Hasil Ujian Mereka dapat didekati dengan dua metode, yaitu eksperimen
dan eks post facto.
1) Pendekatan Eksperimen
Dalam judul di atas terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas dalam judul di atas adalah kecemasan siswa dan ujian nasional. Variabel
terikatnya adalah hasil ujian.
Ciri dari penelitian eksperimen adalah adanya manipulasi terhadap variabel bebas. Dari
kondisi di atas, variabel bebas dapat dimanipulasi menjadi cemas dan tidak cemas.
Konkritnya, sebuah kelas terdiri dari kelas A dan B. Masing-masing kelas dimanipulasi
kondisinya menjadi kelas A menjadi kelas yang cemas, sementara kelas B menjadi kelas yang
netral (pengendali).
Pengkondisian kelas dapat dilakukan dengan memberikan sugesti kepada kelas A bahwa
ujian yang diberikan akan berpengaruh terhadap kenaikan kelas. Artinya, siswa yang
memiliki nilai yang rendah bisa dimungkinkan tidak naik kelas. Sementara kelas B
dikondisikan netral. Dengan pengertian bahwa ujian di kelas B hanyalah untuk mengukur
kemampuan pemahaman terhadap suatu kompetensi tanpa adanya pengaruh dari hasil dengan
kenaikan kelas.
Setelah kelas sudah terkondisikan, maka diberikan soal dengan tingkat kuantitas dan
kualitas kesulitan yang sama. Pada waktu yang bersamaan, lembar jawaban dikumpulkan
bersama dan dilakukan pengoreksian terhadap hasil jawab dari kelas A dan B. Apabila terjadi
perbedaan nilai, semisal, nilai kelas A lebih tinggi daripada kelas B, maka dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya kecemasan ternyata mampu meningkatkan nilai ujian. Anggapan lain,
bahwa dengan adanya kecemasan membuat siswa semakin berpacu untuk mendapatkan yang
terbaik.
14. 2) Pendekatan Ex post Facto
Hal penting dalam pendekatan ex post facto adalah tidak adanya manipulasi terhadap
variabel. Dalam kasus di atas, dapat didekati dengan ex post facto dengan melihat situasi
kelas A dan B yang sebelumnya tidak diadakan manipulasi. Artinya, kelas tersebut berjalan
secara alami. Misalnya, hasil ujian kelas A dan B menunjukkan perbedaan dari satu siswa ke
siswa lainnya. Dari hasil tersebut, dilakukan klasifikasi antara siswa yang memiliki nilai
tinggi dengan siswa yang memiliki nilai rendah. Kemudian dihubungkan antara kecemasan
dengan hasil nilai. Misalnya ditemukan kesimpulan bahwa nilai di atas rata-rata dikerjakan
oleh siswa yang memiliki kecemasan. Oleh karena itu, pengaruh kecemasan siswa memang
berpengaruh terhadap hasil ujian, yaitu menjadi lebih baik.
Penelitian dengan menggunakan pendekatan ini tentu saja memiliki kekurangan. Dari
kasus di atas dapat terlihat satu celah kelemahan bahwa bisa jadi adanya faktor ketiga selain
kecemasan yang membuat nilai ujian meningkat. Hal ini dimungkinkan adanya faktor ketiga,
yaitu kecerdasan. Selain kecemasan, bisa dimungkinkan bahwa kecemasan adalah situasi
lain, sedangkan kecerdasan menjadi penunjang utama..
C. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga metode penelitian kuantitatif
memiliki perbedaan jika ditilik dari tujuannya. Perbedaan tersebut tampak sebagai berikut.
1. Penelitan deskriptif yang biasa juga disebut dengan penelitian survay adalah penelitian
yang mencoba Untuk membuat pencandraan/gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu obyek penelitian tertentu
2. Penelitian historis untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan
obyektif,dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesakan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat
3. Penelitian ex post facto bertujuan untuk melacak kembali, jika dimungkinkan, apa yang
menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu.
Motivasi Belajar
Pengertian Motivasi Belajar yang paling sederhana menurut saya pribadi adalah sesuatu
yang menggerakkan orang baik secara fisik atau mental untuk belajar. Sesuai dengan asal
katanya yaitu MOTIF yang berarti sesuatu yang memberikan dorongan atau tenaga untuk
melakukan sesuatu. Karena kita bicara tentang belajar maka ya sesuatu yang mendorong kita
untuk belajar untuk mendapatkan sesuatu, mungkin sekedar pengetahuan atau efek beruntun
dari pengetahuan tersebut misalnya ketrampilan, efek lanjutannya mungkin kebahagiaan,
kepuasan, kekayaan, kebebasan, dan tentu saja UANG ya kalo dihubungkan dengan belajar
internet marketing misalnya. Right?
Dari beberapa website yang saya baca, misalnya website Anne Ahira (yang punya Asian
Brain) saya menemukan beberapa pengertian motivasi belajar menurut beberapa para ahli.
Hanya saja yang saya baca tersebut adalah pengertian motivasi secara umum, ngga khusus
tentang motivasi belajar. Misalnya, pengertian motivasi menurut Wexly dan Yulk adalah:
pemberian atau penimbulan motif. Sedangkan menurut Mitchell motivasi mewakili proses-
proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi
kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Kalau saya pribadi sih ngga terlalu mementingkan apa pengertian motivasi belajar itu
sebenarnya, yang penting rasanya! -ngeles karena ngga tau ni ye? hehe.. Yang penting
menurut saya adalah kita menjadi orang yang senang dan gembira dikala belajar, so pasti juga
bersyukur masih bisa belajar, dan yang lebih penting lagi ngga sekedar menjadi Mr Learner
(sang pembelajar) doang, melainkan merubah pengetahuan tersebut menjadi kempuan
berindak. Tapi ternyata, untuk menjadikan pengetahuan menjadi kemapuan Take Action
tersebut tetap perlu belajar juga!
15. Jadi pengertian motivasi belajar itu apa ya? Mungkin begini: Motivasi belajar merupakan
suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk
belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Anda
bagaimana?
Setelah membahas mengenai Motivasi Belajar Anak Remaja dan kaitannya dengan Prestasi
Belajar Anak, maka pada kesempatan ini saya juga akan menyampaikan beberapa tips atau cara
untuk meningkatkan motivasi belajar anak. Karena begitu pentingnya motivasi belajar dalam proses
perbaikan prestasi belajar, saya kira maka tips ini mungkin akan sangat bermanfaat.
Ada beberapa Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Anak dalam kegiatan belajar di sekolah,
misalnya saja seperti yang diungkapkan A.M. Sardiman (2005:92-94), yaitu :
Cara Meningkatkan Motivasi Belajar
1 . Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa yang
justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga yang dikejar hanyalah nilai ulangan
atau nilai raport yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi
belajar yang sangat kuat. Yang perlu diingat oleh guru, bahwa pencapaian angka-angka
tersebut belum merupakan hasil belajar yang sejati dan bermakna. Harapannya angka-angka
tersebut dikaitkan dengan nilai afeksinya bukan sekedar kognitifnya saja.
2 Hadiah
Hadiah dapat menjadi motivasi belajar yang kuat, dimana siswa tertarik pada bidang
tertentu yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika hadiah diberikan untuk suatu
pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.
3. Kompetisi
Persaingan, baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan
motivasi belajar. Karena terkadang jika ada saingan, siswa akan menjadi lebih bersemangat
dalam mencapai hasil yang terbaik.
4. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah sebagai salah satu bentuk
motivasi yang cukup penting. Bentuk kerja keras siswa dapat terlibat secara kognitif yaitu
dengan mencari cara untuk dapat meningkatkan motivasi belajar.
5. Memberi Ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan diadakan ulangan. Tetapi ulangan
jangan terlalu sering dilakukan karena akan membosankan dan akan jadi rutinitas belaka.
6. Mengetahui Hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi belajar anak. Dengan
mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi jika hasil
belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan berusaha mempertahankannya atau bahkan
termotivasi untuk dapat meningkatkannya.
7. Pujian
Apabila ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka perlu
diberikan pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan memberikan motivasi
yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada waktu yang tepat, sehingga akan
memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi motivasi belajar serta sekaligus
akan membangkitkan harga diri.
8. Hukuman
Hukuman adalah bentuk reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan
bijaksana, bisa menjadi alat motivasi belajar anak. Oleh karena itu, guru harus memahami
prinsip-prinsip pemberian hukuman tersebut.
16. Hal senada juga diungkapkan oleh Fathurrohman dan Sutikno (2007: 20) motivasi
belajar siswa dapat ditumbuhkan melalui beberapa cara yaitu:
a) Menjelaskan tujuan kepada peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan
mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas
tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b) Hadiah.
Hadiah akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Berikan hadiah
untuk siswa yang berprestasi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi
untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
c) Saingan/kompetisi.
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
d) Pujian.
Siswa yang berprestasi sudah sewajarnya untuk diberikan penghargaan atau pujian.
Pujian yang diberikan bersifat membangun. Dengan pujian siswa akan lebih termotivasi
untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi.
e) Hukuman.Cara Meningkatkan Motivasi Belajar
Hukuman akan diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar
mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan
berusaha memacu motivasi belajarnya. Bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa adalah
hukuman yang bersifat mendidik seperti mencari artikel, mengarang dan lain sebagainya.
f) Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. Selain itu,
guru juga dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang disampaikan dengan cara
menggunakan metode yang menarik dan mudah dimengerti siswa.
g) Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Kebiasaan belajar yang baik dapat dibentuk dengan cara adanya jadwal belajar.
h) Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
Membantu kesulitan peserta didik dengan cara memperhatikan proses dan hasil
belajarnya. Dalam proses belajar terdapat beberap unsur antara lain yaitu penggunaan
metode untuk mennyampaikan materi kepada para siswa. Metode yang menarik yaitu dengan
gambar dan tulisan warna-warni akan menarik siswa untuk mencatat dan mempelajari
materi yang telah disampaikan..
i) Menggunakan metode yang bervariasi.
Metode yang bervariasi akan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar.
Dengan adanya metode yang baru akan mempermudah guru untuk menyampaikan materi
pada siswa.
j) Menggunakan media yang baik, serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Berikut merupakan beberapa tips yang bisa anda gunakan untuk meningkatkan motivasi
belajar anda, semoga berhasil!!
KONSEP DASAR ILMU SOSIAl
Pengertian yang tergambar dalam pikiran yang menceritakan suatu benda atau suatu
gagasan baik konkrit atau abstrak Konsep IPS: suatu pengertian yang menceritakan suatu
fenomena atau benda yang berkaitan dengan IPS- Konsep IPS disini bisa bermakna konotatif
atau pun juga denotatif
Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia dimasyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apa
pun yang kita pelajari, bersumber dari masyarakat.
17. Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai
pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral
yang di butuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarahat yang berguna, baik bagi
dirinya sendiri meupun orang lain.
Aspek yang dikaji dalam proses pendidikan Ilmu Pengethuan Sosial (memberikan berbagai
pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral
yang dibutuhkan) merupakan kerakeristik IPS sendiri. Nu'man Somantri, yang dikutip oleh
daljoeni(1981) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam
proses yang penuh berisi berbagai experimen. Adapun ciri-ciri yang kedapatan di dalamnya
memuat rincian sebagai berikut:
1. Bahan pembelajaranya akan lebih banyak memperhatikan minat para siswa, masalah
masalah sosial dekat, keterampilan berfikir (khususnya tentang menyelidiki sesuatu), serta
pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam.
2. Program studi IPS akan mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia.
3. Organisasi studi IPS akan bervariasi dari susunan yang intergreted (terpadu), correlated
(berhubungan) sampai yang seperated (terpisah).
4. Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari pendekatan kewargaan negara,
fungsional, humanistis, sampai yang sruktural.
5. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboraturium demokrasi
6. Evaluasinya tak hanya mencakup aspek-aspek kongnitif, efektif, dan psikomotor saja,
tetapi juga mencoba mengembangkan apa yang disebut democratic quontient dan citizenship
quotient.
7. Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainya akan melengkapi program
pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science, teknologi, matematika, dan agama
akan ikut memperkaya akan mempelajarannya.
Pemilihan atau seleksi konsep-konsep ilmu-ilmu sosial guna mengembangkan materi
pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada
beberapa prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Buchori Alma dan Harlasgunawan (1987)
yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut antara, lain berikut ini:
1. Keperluan
Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta didik dalam
memahami “dunia”sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang berbeda memerlukan
konsep yang belainan pula.
2. Ketepatan
Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluang bagi
penafsiran yang salah (salah konsep).
3. Mudah dipelajari
Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan contohnya harus
terdapat dilingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
d.Kegunaan
Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara Indonesia umumnya serta masyarakat lingkungan dimana ia hidup
bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus
sesuai dangan keterlaksanaan proses pembelajaranya. Evaluasi semacam ini merupakan
barometer proses pengecekan apakah yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh
peserta didik dan seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik. Apakah target
yang telah ditetapkan atau kompetisi yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi
semacam ini biasa kita sebut evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan evaluasi
18. kulminasi tadi, merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan
pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif.
KONSEP IPS
Konsep IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu
sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence
Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS
sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti
cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi,
ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah
sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap
akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual
yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia
sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku
kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau
disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan
sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan
bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli
IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan
sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun
1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang
berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial
yang mempunyai minat sama.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu
pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS
merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini
lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau
hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi,
sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Sosial
19. Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di
Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat
pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru.
Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan
menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara
lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional.
Rasional Mempelajari IPS.
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah
agar siswa dapat:
1. Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang
manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.
2. Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung
jawab.
3. Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN IPS
Didalam pembeljaran IPS,kita dapat mengetahui apa yang terjadi dimsayarakat.antara lain:
a. hubungan sosial: semua hal yang berhubungan dengan interaksi manusia tentang proses,
faktor-faktor, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu sosiologi
b. ekonomi: berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia, perkembangan, dan
permasalahannya dipelajari dalam ilmu ekonomi
c. psikologi: dibahas dalam ilmu psikologi
d. budaya: dipelajari dalam ilmu antropologi
e. sejarah: berhubungan dengan waktu dan perkembangan kehidupan manusia dipelajari
dalam ilmu sejarah
f. geografi: hubungan ruang dan tempat yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
manusia dipelajari dalam ilmu geografi
g. politik: berhubungan dengan norma, nilai, dan kepemimpinan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam ilmu politik
Tujuan Pendidikan IPS
Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan
nasional, yaitu:
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang
sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan
penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan
yang termaksud dalam UUD 1945.
20. Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa,
Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk:
1. mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan
kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2. mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan sosial
3. membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja.
2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian social yang berguna bagi dirinya serta bagi
masyarakat dan negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan
pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan
pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar
hamalik. 1992 : 40-41).
Materi dalam pembelajaran IPS.antara lain,yaitu:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga,
sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan
berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,
komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang
terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari
sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-
kejadian yang besar.
e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan,
keluarga.
II PENERAPAN KONSEP IPS DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Siswa merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik
menerapkan keaktifan siswa dalam belajar. Namun, terkadang proses tersebut tidak dapat
terlaksana dalam proses kegiatan belajar mengajar disebabkan beberapa faktor baik yang
berasal dari guru maupun yang berasal dari siswa.Dengan kata lain dalam proses
pembelajaran IPS kita dapat menggunakan metode PAKEM.
a. Pembelajaran Aktif.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan. Pembelajaran bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan.
Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran. Jika siswa sudah
menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang membangun metode
pembelajaran sendiri, bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap
karakteristik diri. Artinya, mengukur daya nada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu
dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau
kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan
upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses
renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa
21. b. Pembelajaran Inovatif
Adapun pengertian inovasi dalam pengajaran dimaksudkan disini ialah suatu perubahan
yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja
diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam
pendidikan .Dimaksud baru dalam pengertian tersebut adalah apa saja yang belum dipahami,
diterima atau dilaksanakan oleh sipenerima inovasi , meskipun mungkin bukan merupakan
hal baru lagi bagi orang lain.Sedangkan Kualitatif dimaksudkan adalah bahwa inovasi
tersebut memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali pada unsur-unsur
dalam pendidikan. Dengan demikian tidak semata-mata penambahan atau penjumlahan dari
unsur-unsur komponen yang ada sebelumnya. Sebagai tujuan utama dari inovasi adalah
berusaha meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang,
sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi keseluruhan sistem
perlu ditingkatkan agar semua tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dengan sebaik-
baiknya. Tujuan yang direncanakan mengharuskan adanya perincian yang jelas tentang
sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai yang sedapat mungkin bisa diukur untuk
mengetahui perbedaan antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi diadakan.
c. Pembelajaran Kreatif
Salah satu masalah yang selalu menarik perhatian para pakar dan masyarakat pada
umumnya ialah hubungan antara intelegensi dan kreativitas. Apakah orang yang
intelegensinya tinggi juga memiliki kreatifitas yang tinggi pula?, atau apakah orang yang
kreatifitasnya tinggi selalu mempunyai intelegensi yang tinggi?. Guilford dengan pidatonya
yang terkenal pada tahun 1950 memberi perhatian terhadap kreativitas dalam pendidikan,
menyatakan bahwa pengembangan kreatifitas ditelantarkan dalam pendidikan formal,
padahal amat bermakna bagi pengembangan potensi anak secara utuh dan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan seni budaya. Kemudian dengan diajukannya model
struktur intelektual, tampak perhatian terhadap kreativitas termasuk hubungan antara
kreativitas dan intelegensi sangatlah meningkat, khususnya sejauh mana intelegensi
berpengaruh terhadap kreativitas seseorang.
Dalam kreativitas siswa tidak terlepas dengan sikap orang tua dan guru sebagai
pendorong (motivator). Tak seorangpun akan mengingkari bahwa kemampuan-kemampuan
dan ciri-ciri kepribadian sampai tingkat tertentu dipengaaruhi oleh faktor lingkungan seperti
keluarga dan sekolah. Dalam masa sekarang dengan kemajuan dan perubahan yang begitu
cepat dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan pendidik tidak dapat meramalkan
dengan tepat macam pengetahuan apa yang akan dibutuhkan seorang anak lewat sepuluh
tahun atau lebih untuk dapat menghadapi masalah-masalah kehidupan apabila ia dewasa.
Apa yang akan dilakukan oleh pendidik adalah mengembangkan sikap dan kemampuan anak
didiknya yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan dimasa mendatang
secara kreatif dan inovatif. Menjejalkan bahan pengetahuan emata – mata ak akan banyak
menolong anak didik karena belum tentu dimasa mendatang ia dapat menggunakan informasi
tersebut. Namun apa yang kita amati dalam masyarakat kita dewasa ini ialah , kita begitu
banyak cekokan dalam arti instruksi, bagaimana melakukan sesuatu disekolah, dirumah, dan
didalam pekerjaan sehingga kebanyakan dari kita kehilangan hampir setiap kesempatan untuk
kreatif. Kemampuan kreatif seseorang sering begitu ditekan oleh pendidikan dan
pengalamannya sehingga ia tidak dapat mengenali potensi sepenuhnya, apalagi
mewujudkannya. Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
d. Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, dan
membentuk kompetensi peserta didik serta mampu mengantarkan mereka kepada tujuan yang
22. ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan
secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran sehingga suasana pembelajaran betul-betul
kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi peserta didik. Dalam
pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran fikiran, diskusi dan perdebatan dalam
rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi perdebatan dan dalam rangka
pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar. Pembelajaran efektif perlu
ditunjang oleh suasana dan lingkungan belajar yang memadai. Dan untuk itu guru harus
mampu mengelola tempat belajar dengan baik, mengelola peserta didik, mengelola kegiatan
pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran dan mengelola sumber-sumber belajar serta
pengelolaan kelas.
e. Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan (Joyfull Instruction) adalah suasana belajar-mengajar yang
menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga
waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu
curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan
tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang
harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan
menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain
biasa. Dengan kata lain pembelajaran yang menyenangkan adalah adanya pola hubungan
yang baik antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran yang didalamnya ada
kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan
.Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik, bahkan dalam hal tertentu tidak
menutup kemungkinan guru bisa belajar dari peserta didiknya. Hal ini dimungkinkan, karena
pesatnya perkembangan teknologi informasi bisa jadi lebih cepat peserta didiknya. Dalam hal
ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban baik dari guru maupun
peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang menyenangkan guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik
dengan memilih materi yang tepat serta memilih dan mengembangkan strategi yang dapat
melibatkan peserta didik secara optimal.
Sikap dan perilaku guru dalam proses pembelajaran dapat menigkatkan motivasi siswa
untuk belajar,agar siswa tidak bosan didalam kelas. Berikut beberapa gambar sikap dan
perilaku guru:
Jadi penerapan pembelajaran PAIKEM dalam proses pembelajaran secara garis besarnya
digambarkan sebagai berikut:
1) Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan
kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan
pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3) Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik
dan menyediakan ruangan „pojok baca‟.
4) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk carabelajar
kelompok.
5) Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu
23. masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan
lingkungan sekolahnya.
Untuk menciptakan Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan [PAIKEM], maka guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat
yang sangat komplek karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara
bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung
dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu, guru harus mendampingi peserta didik
menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi tertentu. Aspek psikologis
menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki tarap perkembangan
yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula. Selain itu aspek psikologis
menunjukkan juga pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi,
seperti belajar ketrampilan motorik, belajar konsep, dan belajar sikap. Perbedaan tersebut
menuntut pembelajaran yang berbeda, sesuai dengan jenis belajar yang sedang
berlangsung.Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh guru.
Dalam hal ini ,guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah yang paling
berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan mengingat kompetensi dasar yag harus
dicapai. Kondisi eksternal yang harus diciptakan oleh guru menunjukkan variasi juga tidak
sama antara jenis belajar yang satu dengan yang lain. Meskipun ada pula kondisi yang paling
dominan dalam segala jenis belajar. Untuk kepentingan tersebut, guru harus memiliki
pengetahuan yang luas mengenai jenis –jenis belajar, kondisi internal dan eksternal peserta
didik, serta menciptakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
III CARA MENGEVALUASI KONSEP IPS DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Dalam mengevaluasi konsep IPS didalam kegiatan pembelajaran kita sabaiknya harus:
a. Mengembangkan sikap/keterampilan siswa untuk mampu memecahkan permasalahannya
serta mengambil keputusan secara objektif dan mandiri.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Proses berpikir terdiri dari serentetan
keterampilan seperti mengumpulkan informasi/data, membaca dan menafsirkan data, dan
Iain-lain yang penerapannya membutuhkan latihan dan pembiasaan.
c. siswa benar-benar menghayati untuk berpikir dan mengembangkan minat dalam berbagai
kemungkinan,membina pengembangan sikap penalaran lebih jauh dan cara berpikir
objektif, mandiri, kritis dan analitis baik secara individual maupun kelompok.
SURVEI PENELITIAN
Penelitian berasal dari kata “research” yang berarti penelitian. Dimana researchitu sendiri berasal
dari kata “re” ( k e m b a l i ) d a n “ search“ ( riset ) dengandemikian research adalah
mencari kembali.Menurut kamus Webster‟s New International penelitian, adalah
penyelidikanyang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsif-prinsif untuk
menetapkansesuatu.Menuryt Crawford (1928) penelitian dibagi
kedalam:1 . e k s p e r i m e n , 2 . s e j a r a h , 3 . p s i k o l o g i s , 4 . c a s e
s t u d y . 5 , s u r v e y 6.membuat korikulum,7.analisis
p e k e r j a a n , 8 . i n t e r v i e w , 9 . q u e s t i o n n a i r , 10.observasi11.pengukuran12.s
tatistik,13.tabel dan grafik,14.teknik keperpustakaanSurvei merupakan istilah yang digunakan
dalam bidang sosiologi terutama sejakpublikasi Pittsburg Survey pada tahun 1912.Suevei ini banyak
digunakan di Amerika Serikat dan Inggris, tetapi kurang begitubanyak digunakan di kontinental
Eropa.Survei, adalah penelitian yang diadakan untuk memproleh fakta dari gejala -
gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual.S u r v e i p e n e l i t i a n d a n questionnaire,
p e n e l i t i a n b u k a n l a h h a l y a n g s a m a . Walaupun sebuah questionnaire
sering digunakan didalam survei, tidak selaludan seterusnya sama. Ada dua karakteristik
yang membedakan didalam survei y a i t u f o r m a t d a t a d a n m e t o d a
24. a n a l i s a d a t a . S e d a n g k a n questionnaire, b e r d a s a r k a n p e n g u m p u l a n
d a t a , s e p e r t i w a w a n c a r a y a n g m e n d a l a m , pengamatan, analisa isi dan sebagainya
yang digunakan survei penelitian.Ciri-ciri Penelitian yang baik:1.Maksud penelitian harus didefinisikan
secara jelas dan tajam dan tidakambigu.2.Prosedur penelitian harus diuraikan secara rinci agar
memungkinkanpeneliti yang lain dapat mengulangi penelitian tersebut.3.Desain dari prosedur
penelitian harus direncanakan secara seksamauntukmemberikan hasil yang seobjektif mungkin.
Bilamana dilakukanpengambilan sampel dari populasi, laporan ini harus mencakup bukti-bukti mengenai
sejauh mana sampel ini dapat mewakili yangbersangkutan.4.Peneliti harus melaporkan sejujur-
jujurnya, sekurang-kurangnya dalamdesain prosedur dan menduga pengaruhnya terhadap hasil
penelitian.5.Analisis data harus cukup memadai untuk mengungkapkan hasildaripenelitian yang
dimana kreteria ini sering kali menjadi alat ukur untukmelihat kemampuan kita.6.Kesimpulan-kesimpulan
harus dibatasi pada hal-hal yang akan ditunjangoleh data penelitian dan juga pada hal-hal mana data
hasil penelitiandapat menjadi dasar yang cukup.7.Keyakinan akan hasil penelitian lebih besar jika
penelitian tersebutberpengalaman.
DIMENSI SURVEIUnit Analisis
Survei tidak hanya terbatas kepada daftar pertanyaan saja tetapi jugariset
keorang-orang. Penganalisisaan mungkin menggunakan informasi dari negara-negara, tahun,
peristiwa organisasi dan sebagainya. Jika suatu analisa tersebut
Strategi Belajar Mengajar
didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan. Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy
and Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat
hal sbb :
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang harus
dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang dipandang
paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh
untuk mencapai sasaran tersebut.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus
dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut.
2. Menetapkan Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar dalam Rangka Mengidentifikasi
Entering Behavior Siswa
Sasaran-Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar pasti mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tersebut
bertahap dan berjenjang mulai dari sangat operasional dan konkret sampai yang bersifat
universal. Tujuan itu pada akhirnya harus diterjemahkan dalam ciri-ciri / sifat-sifat wujud
perilaku dan pribadi dari manusia yang dicita-citakan. Sistem pendidikan harus melahirkan
para warga Negara yang memiliki empat kemampuan, kecakapan dan sifat utama, yaitu :
Self realization, maksudnya manusia harus mampu mewujudkan dan mengembangkan
bakat-bakatnya seoptimal mungkin.
Human relationship ( hubungan antarinsan )
Economic efficiency (efisiensi ekonomi
Civil responsibility, manusia harus memiliki tanggung jawab sebagai warga Negara.
b. Entering Behavior Siswa
Meskipun terdapat keragaman dari berbagai paham dan teori tentang makna perbuatan
belajar, namun teori manapun pada akhirnya cenderung untuk sampai pada konsensus bahwa
hasil perbuatan belajar itu dimanifestasikan dalam perubahan perilaku dan pribadi baik secara
material-substansial, struktural-fungsional, maupun secara behavioral. Tingkat dan jenis
karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki kegiatan
25. belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior. Entering Behavior ini
akan dapat kita identifikasikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Secara tradisional, lazimnya para guru memulai dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan mengenai bahan-bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan
baru.
2. secara inovatif, guru-guru sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran prestasi
belajar dengan cara melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
Dengan mengetahui gambaran tentang entering behavior, siswa akan memberikan banyak
sekali bantuan kepada guru, antara lain :
1. Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan individual antarsiswa dalam taraf
kesiapannya, kematangannya, serta tingkat penguasaan dari pengetahuan dan
keterampilan dasar sebagai landasan bahan baru.
2. Dengan mengetahui disposisi perilaku siswa tersebut, guru akan dapat
mempertimbangkan dan memilih bahan, metode, teknik, dan alat bantu belajar mengajar
yang sesuai.
3. Dengan membandingkan nilai hasil pre-test dengan nilai hasil akhir, guru akan
memperoleh indikator yang menunjukkan seberapa banyak perubahan perilaku yang
terjadi pada siswa.
Mengingat hakikat perubahan perilaku itu dapat berupa penambahan, peningkatan hal-
hal baru terhadap hal lama yang telah dikuasai, atau bahkan berupa pengurangan terhadap
perilaku lama yang tidak diinginkan (merokok, mencontek, dsb) , maka sekurang-kurangnya
ada tiga dimensi dari entering behavior itu yang perlu diketahui guru adalah :
a. Batas-batas cangkupan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai
siswa.
b. Tingkatan dan urutan tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola sambutan
atau kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah dicapai dan dikuasai siswa.
c. Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikomorik, proses-proses kognitif, pengalaman,
mengingat, berpikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan.
Sebelum merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar, guru harus dapat
menjawab pertanyaan :
1. Sejauh mana batas-batas materi pengetahuan yang telah dikuasai dan diketahui oleh siswa
yang akan diajar.
2. Tingkat dan tahap serta jenis kemamupuan manakah yang telah dicapai dan dikuasai siswa
yang bersangkutan.
3. Apakah siswa sudah cukup siap dan matang untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku
yang akan diajarkan.
4. Seberapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki oleh siswa sebelum belajar
dimulai.
3. Pola-pola Belajar Siswa
a. Mengidentifikasi pola-pola belajar siswa
Gagne (Lefrancois 1975:114-120) mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke dalam 8
tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi hierarkinya.
Kedelapan tipe belajar itu ialah:
Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)
Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learning dapat
didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat involunter (tidak
disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar
ini ialah diberikan stimulus secara serempak perangsang-perangsang tertentu dengan
berulang-ulang.
Tipe II:Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)
26. Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961) atau
belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat
berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.
Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu
dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik dan tipe
IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal terdapat pada diri siswa harus
sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Di
samping itu, prinsip contiguity, repetition, dan reinforcement masih tetap memegang peranan
penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association tersebut.
Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan
Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian) di antara
dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih pola-pola
sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat berlangsungnya
proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan
association serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)
Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)
Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia
membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang diperlukan bagi proses
berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran diskriminasi dan proses kognitif
fundamental sebelumnya.
Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep (pengertian)
dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat
konklusi tertentu.
Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)
Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah (memberikan
respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik)
dengan menggunakan berbagai rule yang telah dikuasainya. Menurut John Dewey
(Loree,1970:438-439) dalam bukunya How We Think, proses belajar pemecahan masalah itu
berlangsung sebagai berikut:
Become aware of the problem (menyadari adanya masalah)
Clarifying and defining the problem (menegaskan dan merumuskan masalahnya)
Searching for facts and formulating hypotheses (mencari fakta pendukung dan
merumuskan hipotesis)
Evaluating proposed solution (mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan)
Experimental verification (mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental,
uji coba)
b. Memilih system belajar mengajar (pengajaran)
Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara pendekatan atau
system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai system pengajaran yang
banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:
Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam
bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan
menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan data-
analisis data-verifikasi-generalisasi.
27. System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois,1975:121-126).
Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif.
Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang terpimpin dan
terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang dipelajarinya.
Expository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara
rapi, sistematik, dan lengkap sehingg asiswa tingal menyimak dan mencernanya secara
teratur dan tertib. Secara garis besar prosedurnya ialah periapan-petautan-penyajian-evaluasi.
Ausubel berpendapat bahwa pada tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau
harus mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan
penguasaannya atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang
sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman yang
bertalian dengan hal tersebut.
Mastery learning (belajar tuntas)
Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus dimulai dengan
penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan ke dalam satuan (modul)
atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini telah dikembangkan system pengajaran
berprogram dan juga system pengajaran modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI).
Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan
sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai
perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang
dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak
membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar
mengajar menurut paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap
siswa.
c. Pengorganisasian satuan kelompok belajar siswa
Gage dan Barliner (1975:447-450), juga Norman MacKenzie dan rekan-rekannya
(UNESCO,1972:126) menyarankan pengorganisasian kelompok belajar siswa ke dalam
susunan sebagai berikut:
· N=1. Pada situasi ekstrem, kelompok belajar mungkin hanya terdiri atas seorang siswa atau
seorang siswa bekerja individual saja.metode belajarnya bisa disebut dengan tutorial,
pengajaran berprogram, studi individual, atau independent study,
· N=2-20. Kelompok belajar kecil, mungkin terdiri atas 2 sampai 20 siswa. Mtode belajar
seperti ini biasanya disebut dengan metode diskusi atau seminar.
· N=2-40. Kelompok besar mungkin berkisar antar 20-40 siswa. Metode ini disebut metode
belajar mengajar kelas. Metodenya mungkin bervariasi, sesuai dengan kesenangan dan
kemampuan guru unuk mengelolanya.
· N=40 lebih besar atau ukuran kelompok melebihi 40 orang. Metode belajar-mengajar lazim
disebut (ceramah) atau the lecture.
4. Beberapa metode dan Teknik Mengajar
Sejak ratusan tahun yang lalu, orang telah mengembangkan berbagai metode dan teknik
mengajar untuk dapat membantu siswa dalam proses menerima materi pelajaran.
Menurut Joice dan Weil (Gage and Barliner, 1975:444-447) telah mengelompokkan
model-model belajar ke dalam empat orientasi, yaitu :
(1) information processing orientation
28. (2) social-interaction orientation
(3) person orientation
(4) behavior-modification orientation
5. Menetapkan Strategi Evaluasi Belajar Mengajar
Tujuan akhir dari tindakan evaluasi, serta bagaimana mengembangkan dan memilih
instrumennya yang memenuhi syarat telah kita bahas dalam unit-unit terdahulu. Yang
menjadi persoalan sekarang, kapan pengukuran dan evaluasi itu dilakukan, serta bagaimana
menafsirkan hasilnya bagi pengambilan keputusan dan tindak lanjutnya.
a. Beberapa Model Desain Pelaksanaan Evaluasi Belajar
Berdasarkan maksud atau fungsinya, terdapat beberapa model desain pelaksanaan
evaluasi belajar-mengajar. Di antaranya ialah evaluasi; sumatif, formatif, refleksi, dan
kombinasi dari ketiganya.
Evaluasi sumatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya
kegiatan belajar-mengajar, atau sering juga kita kenal dengan istilah lain, yaitu post test. Pola
evaluasi ini dilakukan kalau kita hanya bermaksud mengetahui tahap perkembangan terakhir
dari tingkat pengetahuan atau penguasaan belajar (mastery learning) yang telah dicapai oleh
siswa. Asumsi yang mendasarinya ialah bahwa hasl belajar itu merupakan totalitas sejak awal
sampai akhir, sehingga hasil akhir itu dapat kita asumsikan dengan hasil. Hasil penilaian ini
merupakan indikator mengenai taraf keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Atas
dasar itu, kita dapat menentukan apakah dapat dilanjutkan kepada program baru atau harus
diadakan pelajaran ulangan seperlunya.
Evaluasi formatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama masih
berjalannya proses kegiatan belajar-mengajar. Mungkin kita baru menyelesaikan bagian-
bagian atau unit-unit tertentu dari keseluruhan program atau bahan yang harus diselesaikan.
Tujuannya ialah apabila kita menghendaki umpan-balik yang secara (immediate feedback),
kelemahan-kelemahan dari proses belajar itu dapat segera diperbaiki sebelum terlanjur
dengan kegiatan lebih lanjut yang mungkin akan lebih merugikan, baik bagi siswa maupun
bagi guru sendiri. Bila dibiarkan kesalahan akan berlarut-larut. Dengan kata lain, evaluasi
formatif ini lebih bersifat diagnostik untuk keperluan penyembuhan kesulitan-kesulitan atau
kelemahan belajar-mengajar (remedial teaching and learning), sedangkan reevaluasi sumatif
(EBTA) biasanya lebih berfungsi informatif bagi keperluan pengambilan keputusan, seperti
penentuan nilai (grading), dan kelulusan.
Evaluasi reflektif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sebelum proses belajar-
menagjar dilakukan atau sering kita kenal dengan sebutan pre-test. Sasaran utama dari
evaluasi reflektif ini ialah untuk mendapatkan indikator atau informasi awal tentang kesiapan
(readliness) siswa dan disposisi (keadaan taraf penguasaan) bahan atau pola-pola perilaku
siswa sebagai dasar penyusunan rencana kegiatan belajar-menagjar dan peramalan tingkat
keberhasilan yang mungkin dapat dicapainya setelah menjalani proses belajar-menagjar
nantinya. Jadi, evaluasi reflektif lebih bersifat prediktif.
Pengguanaan teknik pelaksanaan evaluasi itu secara kombinasi dapat dan sering juga
dilakukan terutama antara reflektif dan sumatif atau model pre-post test design. Tujuan
penggunaan model dilaksanakan evaluasi ini ialah apabila kita ingin mengetahui taraf
keefektivan proses belajar-mengajar yang bersangkutan. Dengan cara demikian, kita akan
mungkin mendeteksi seberapa jauh konstribusi dari komponen-komponen yang terlibat dalam
proses belajar-mengajar tersebut. Sudah barang tentu model ini pun lebih bersifat diagnostik,
tetapi lebih komprehensif.
b. Beberapa Cara untuk Menginterprestasikan Hasil Penilaian
Untuk dapat menafsirkan hasil penilaian dari evaluasi yang dilaksanakan, kita perlu
patokan atau ukuran baku atau norma. Dalam evaluasi, kita mengenal dua norma yang lazim