3. 1. PENGERTIAN
(Kep. Men. LH No.48/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan)
• Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan;
• Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang
dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB.
• Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal
tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke
lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
5. 1. Bising yang kontinyu
• Bising yang kontinyu : Jenis bising ini mempunyai tingkat
tekanan suara yang relative sama selama terjadinya bising.
Contoh: air terjun, mesin pembangkit tenaga listrik, mesin
industri, dan lain-lain.
• Bising kontinyu dibagi menjadi, yaitu:
a. Wide spectrum: bising dengan spektrum frekuensi yang
luas, bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB
untuk periode 0,5 detik berturut-turut, seperti suara
kipas angin, suara mesin tenun.
b.Norrow spectrum: bising ini juga relative tetap, akan
tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler,
katup gas.
6. 2. Bising terputus-putus
• Bising jenis ini sering disebut juga intermittent
noise, yaitu bising yang berlangsung secara tidak
terus-menerus, melainkan ada periode relative
tenang . misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal
terbang, kereta api.
3. Bising impulsive
• Bising ini memiliki perubahan intensitas suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan
biasanya mengejutkan pendengarannnya seperti
suara tembakan, suara ledakan mercon, meriam.
4. Bising impulsive berulang
• Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini
terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa.
Catatan tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA,
walaupun sesaat.
9. 4. Standar Nilai ambang batas (NAB)
kebisingan
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal
tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang
ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga
tidak menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan
(KepMenLH No.48 Tahun 1996).
Baku tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas
(NAB)) peruntukan kawasan/lingkungan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini (KepMenLH No.48
Tahun 1996) :
10. »Nilai Ambang Batas (threshold limit value) : batas pemaparan
yang aman terhadap bising untuk jangka waktu tertentu.
»Nilai ambang batas dimaksudkan sebagai batas konsentrasi
dimana seseorang dapat terpapar dalam lingkungan kerjanya
selama 8 jam sehari, 40 jam seminggu berulang-ulang kali
tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan yang tidak
diinginkan.
»Kesepakatan para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi
untuk pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya
tidak melebihi ambang batas 85 dBA.
11. BAKU TINGKAT KEBISINGAN
KEPMENLH No. KEP-48/MENLH/11/1996, LAMPIRAN I
PERUNTUKAN KAWASAN/LINGKUNGAN KEGIATAN
TINGKAT
KEBISINGAN dB (A)
A. PERUNTUKAN KAWASAN:
1. PERUMAHAN 55
2. PERDAGANGAN & JASA 70
3. PERKANTORAN & PERDANGANGAN 65
4. RUANG TERBUKA HIJAU 50
5. INDUSTRI 70
6. PEMERINTAHAN DAN FASILITAS UMUM 60
7. REKREASI 70
8. KHUSUSNYA
BANDAR UDARA, STASIUN KERETA API &
PELABUHAN LAUT
70
CAGAR BUDAYA 60
B. LINGKUNGAN KEGIATAN
1. RUMAH SAKIT ATAU SEJENISNYA 55
2. SEKOLAH ATAU SEJENISNYA 55
3. TEMPAT IBADAH ATAU SEJENISNYA 55
12. BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENURUT ZONA
PERUNTUKAN
KEPMENKES No. 718 THN. 1987
ZONA KAWASAN
BAKU TINGKAT
KEBISINGAN
dB (A)
A KAWASAN PENELITIAN, RUMAH SAKIT,
PERAWATAN KESEHATAN ATAU SOSIAL
35 - 45
B KAWASAN PERUMAHAN, PENDIDIKAN
DAN REKREASI
45 – 55
C KAWASAN PERKANTORAN, PERTOKOAN,
PERDAGANGAN & PASAR
50 – 60
D KAWASAN INDUSTRI, PABRIK, STASIUN
KERETA API DAN TERMINAL BUS
60 - 70
13. Zona Kebisingan menurut IATA (International
Air Transportation Association)
1. Zona A: intensitas > 150 dB → daerah
berbahaya dan harus dihindari
2. Zona B: intensitas 135-150 dB → individu
yang terpapar perlu memakai pelindung
telinga (earmuff dan earplug)
3. Zona C: 115-135 dB → perlu memakai
earmuff
4. Zona D: 100-115 dB → perlu memakai
earplug
15. 5. Sumber-sumber kebisingan
1. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.
2. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang
ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak
seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda
gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan
lain-lain.
3. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara,
gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri
misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas
buang, jet, flare boom, dan lain-lain.
18. 6. Pengukuran kebisingan
• Mengukur overall level > sound level meter
(satuan dBA)
• Mengukur kebisingan pada setiap level
frekuensi > SLM dengan frekuensi analyzer
• Menentukan eksposur kebisingan pada
pekerja > noise dosimeter (satuan dBA)
19. Pengukuran akibat bising
Untuk mengevaluasi akibat
pemaparan terhadap kehilangan
pendengaran, kenyamanan,
interferensi komunikasi dan
mengumpulkan informasi untuk
pengontrolan.
20. ALAT UKUR BISING
• Sound Level Meter (SLM ).
• Noise Dosimeter
• Sound Level Meter + Oktave
Band Analizer ( SLM OBA ).
• Audiometer
• Dll.
21. Sound Level Meter
• Sound level meter, mencatat
keseluruhan suara yang
dihasilkan tanpa memperhatikan
frekuensi yang berhubungan
dengan bising total (30-130 d) –
(20-20.000Hz)
• Sound level meter dengan octave
band analyzer, mengukur level
bising pada berbagai batas oktaf
di atas range pendengaran
manusia dengan mempergunakan
filter menurut oktaf yang
diinginkan (narrow band
analyzers untuk spektrum sempit
2-200 Hz)
22. AUDIOMETER
• Alat untuk mengukur batas ambang
dengar telinga pada berbagai
frekwensi.
• Suara yg penting dlm komunikasi
antara 125 – 8000 Hz.
• Bunyi didengar sbg rangsangan2 kpd
telinga dng melalui hantaran udara dan
hantaran tulang.
• Setiap frekwensi -5 dB sampai 90 dB.
• Hasil dicatat dlm audiogram.
26. 7. Dampak kebisingan
• Menurut Depnaker yang dikutip oleh
Srisantyorini (2002) kebisingan mempunyai
pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai dari
gangguan ringan berupa gangguan terhadap
konsentrasi kerja, pengaruh dalam
komunikasi dan kenikmatan kerja sampai
pada cacat yang berat karena kehilangan
daya pendengaran (tuli) tetap.
27. 8. DAMPAK KEBISINGAN
1. Gangguan fisiologis: peningkatan tekanan darah (mmHg),
peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama
pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris, ketegangan otot Kontraksi pembuluh darah,
Meningkatnya tekanan darah, Meningkatnya denyut jantung,
Meningkatnya produksi adrenalin, gangguan pencernaan
2. Gangguan psikologik, yang berupa:
- Sukar berkonsentrasi & Sukar tidur
- Mudah marah
- Kepala pusing & Cepat lelah
- Menurunkan daya kerja
- Menimbulkan stress
3. Gangguan keseimbangan ( melayang,vertigo, mual).
4. Gangguan komunikasi (tdk dengar isyarat/tanda bahaya )
5. Gangguan pendengaran, yaitu hilangnya pendengaran seseorang,
jika dibiarkan berlanjut dapat menderita ketulian yang bersifat:
Sementara, permanen, trauma akustik, prebycusis, titinus.
28. International Standard Organization (ISO)
mengeluarkan acuan tentang derajat gangguan
1. Gangguan pendengaran tingkat ringan, jika seseorang tidak
dapat mendengar bunyi nada pada tingkat kebisingan 25-40
dB(A) (hearing loss 25-40 dB(A))
2. Gangguan pendengaran tingkat sedang, jika seseorang tidak
dapat mendengar bunyi nada pada tingkat kebisingan 40-55
dB(A) (hearing loss 40-55 dB(A)).
3. Gangguan pendengaran tingkat berat, jika seseorang tidak dapat
mendengar bunyi nada pada tingkat kebisingan > 55 dB(A)
(hearing loss >55 dB(A))).
4 Jadi pada hearing loss pada tingkat kebisingan 0-25 dB(A) masih
dalam keadaan normal atau tidak ada gangguan pendengaran.
29. 8. Faktor yang mempengaruhi bahaya
kebisingan
1. Intensitas Kebisingan
Makin tinggi intensitasnya, makin besar risiko untuk
terjadinya gangguan pendengaran.
2. Frekuensi Kebisingan
Makin tinggi frekuensi kebisingan, makin besar
kontribusinya untuk terjadinya gangguan pendengaran.
3. Jenis Kebisingan
Kebisingan yang kontinyu lebih besar kemungkinannya untuk
menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran daripada
kebisingan yang terputus-putus.
4. Lama Pemaparan
Makin lama pemaparannya, makin besar risiko untuk
terjadinya gangguan pendengaran.
30. 5. Lama Tinggal
Makin lama seseorang tinggal di sekitar kebisingan, makin
besar risiko untuk terjadinya gangguan pendengaran.
6. Umur
Pada umumnya, sensitivitas pendengaran berkurang dengan
bertambahnya umur.
7. Kerentanan Individu
Tidak semua individu yang terpapar dengan kebisingan pada
kondisi yang sama akan mengalami perubahan nilai ambang
pendengaran yang sama pula.
Hal ini disebabkan karena respon tiap-tiap individu pada
kebisingan berlainan, tergantung dari kerentanan tiap-tiap
individu.
8. Lokasi pekerja
Apabila lokasi pekerja semakin dekat dengan sumber bising
maka makin besar resiko untuk terkena bahaya kebisingan
31. 9. PENGENDALIAN KEBISINGAN
a. Pengendalian pada
sumber
b. Pengendalian pada
perambatannya
c. Pengendalian pada
pendengar
32. a. Pengendalian pada sumber
kebisingan
Menurunkan tkt bising pd sumber :
• Modifikasi mesin
• Penempatan alat peteram pada sumber getaran
• Isolasi : bhn/konst. Yg dpt mengurangi perjalan suara
berupa tabir/ruang tttp.
• Eliminasi
• Substitusi
• Maintenance
• Rotasi mesin
• Dsb
33. b. Pengendalian pada media
perambatannya kebisingan
• Isolasi mesin sumber kebisingan pada ruangan tertentu
• Pemakaian bahan peredam suara: ijuk atau busa
• Pemasangan barrier: beton, gundukan tanah & baja dgn
geometri tertentu, green belt
• Buffer zone
• Pengaturan jarak
• Tumbuhan
> Rumput
> Semak
> pohon
• Dinding
> Kayu
> Bata/batu
34. c. Pengendalian kebisingan pada
penerima bising
Barrier
APD :
> Ear plug (red 25-30 dBA) = < 100 dBA
> Ear muff (red 30-40 dBA) = > 100 dBA
PENYUMBAT TELINGA (BAHAN KARET: 18-25
db, COTTON WOOL: 8 dB )
Penempatan pekerja sesuai dengan
kepekaan thd bising