Trauma didefinisikan sebagai luka yang disebabkan oleh peristiwa negatif yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas jangka panjang. Trauma memiliki karakteristik berlangsung selamanya, mempengaruhi emosi secara negatif, dan dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Definisi trauma mencakup berbagai bentuk penyiksaan dan penderitaan sosial seperti perang, kemiskinan, dan perbudakan yang memiliki dampak j
1. Pengertian trauma
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk
menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan
trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang
dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-
traumatic syndrome disorder. Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut
digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog
menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang
dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi
disebut post-traumatic syndrome disorder. Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka.
Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang.
Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu
kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam
istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.
konsep trauma
Konsep trauma telah digunakan untuk menunjukkan kejadian-kejadian yang memiliki
efek-efek yang belum muncul. Trauma dalam psikologi merupakan masalah yang mengekang
diri kita dengan cara yang tidak bisa diungkap secara psikologis. Sehingga persoalan muncul,
bagaimana menghadirkan kejadian yang secara definisi tidak dapat dihadirkan, atau hadir secara
sepenggal-sepenggal, tetapi disisi lain kejadian tersebut tidak serta merta bisa dilepaskan dari
ingatan masalalu kita?.
Banyak orang berpendapat bahwa kegagalan mengungkapkan ingatan ini sebagai sesuatu
hal yang baik, karena bisa menjaga kita dari mengabaikan kejadian traumatik dengan cara
mengalihkannya ke masalah-masalah lain. Jika trauma tidak bisa direpresentasikan, toh kita bisa
membicarakan hal-hal yang lain. Dengan kata lain, lupakan saja kejadian pahit itu. Dengan
definisi tersebut kejadian masa lalu tidak bisa diintegrasikan. Dan kelak pekerjaan kita selalu
mengintegrasikan masalah-masalah yang berkaitan saja.
Konsep trauma juga dapat direfleksikan dengan pendekatan epistemologis. Dengan
pendekatan ini, kita bisa sampai pada pengertian yang cukup spesifik tentang trauma, dan
perbedaannya jika dibandingkan dengan kesedihan, ataupun shock. Kita hendak mencari definisi
yang cukup rigid tentang trauma. jika ada sesuatu yang memiliki kondisi-kondisi yang
diperlukan untuk terjadinya trauma, maka itu pastilah dapat dikategorikan sebagai trauma, dan
bukan kesedihan, shock, ataupun depresi. Kita akan memulai refleksi tentang trauma dengan
terlebih dahulu memahami kondisi-kondisi kemungkinan (condition of possibilities) bagi
terciptanya trauma.
Pertama-tama, trauma bukanlah sesuatu yang muncul dari kekosongan, melainkan
memiliki sebab yang jelas. Trauma adalah akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.
Tanpa faktor-faktor tersebut, trauma tidak akan pernah tercipta. Artinya, penyebab dari trauma
adalah sesuatu ‘yang lain’ dari trauma itu sendiri.
2. Kedua, trauma memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan intensitas. Selama
sebab dari trauma itu masih ada, selama itu pula intensitas trauma akan terus meningkat.
Ketiga, trauma akan terus ada, walaupun sebabnya sudah tidak ada. Jadi, walaupun
sebabnya sudah tidak ada, trauma akan terus ada. Trauma tidak langsung lenyap, ketika sebabnya
sudah tidak ada.
Dan keempat, trauma akan berlangsung selama-lamanya. Bahkan jika orang yang
mengalami dan keturunannya sudah tidak ada, trauma terus ada, dan berubah menjadi semacam
legenda tragis dari masa lalu, serta terus menghantui peradaban selanjutnya. Jadi, trauma
memiliki karaker ‘keabadian’. Dengan karakter ini, kita bisa dengan mudah membedakan trauma
dari shock, kesedihan, ataupun stress, yang walaupun membuat korban mengalami penderitaan,
tetapi penderitaan tersebut tidak berlangsung ‘abadi’.
Trauma, selain mempunyai sebab, juga membutuhkan korban. Tanpa korban, trauma
tidak akan pernah tercipta. Korban dari trauma juga bukanlah sembarang korban, melainkan
korban manusia (human victim). Secara psikologis, trauma adalah penghayatan subyektif-negatif
atas suatu peristiwa obyektif. Dan hanya manusialah yang memiliki ‘privilese’ untuk mengalami
itu. Walaupun korbannya adalah manusia, trauma tidak harus dialami oleh satu orang saja.
Trauma bisa dialami oleh sebuah desa, sebuah suku, sebuah bangsa, dan bahkan di alami oleh
‘kemanusiaan’ sebagai keseluruhan.
Pada titik ini, bahwa definisi trauma bukanlah suatu definisi yang spesifik dan bisa
dirampatkan ke dalam satu kalimat, melainkan definisi yang melibatkan beberapa parameter.
Saya ingin menambahkan satu parameter lagi. Trauma itu adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat
oleh mata inderawi. Trauma bukanlah suatu entitas fisik, maka trauma tidak pernah dapat dilihat,
diraba, atau dihancurkan oleh kekuatan fisik. Sebab dari trauma mungkin bisa merupakan sebab
material, seperti akibat ledakan bom atom, tetapi trauma itu sendiri tidaklah material. Trauma
lebih tepat digambarkan sebagai sebuah perasaan. Trauma mempengaruhi emosi dan pikiran
manusia. Pengaruh yang terutama sekali adalah pengaruh yang membawa pikiran dan emosi
manusia pada kondisi-kondisi negatif, seperti kecemasan, ketidakberdayaan, dan dendam.
Dengan demikian, segala sesuatu yang memiliki sebab, membuat manusia menderita
untuk jangka waktu yang lama, membuat manusia merasa sedih, cemas, dan takut, serta
menghantui generasi mendatang, dapatlah disebut sebagai trauma. Trauma mencakup pula semua
bentuk penyiksaan, seperti penyiksaan pada anak, perbudakan, kemiskinan, perang, pembersihan
etnis, dan penciptaan kamp-kamp konsentrasi. Trauma itu, pada hakekatnya, adalah bersifat
sosial. Semua bentuk trauma personal memang dialami secara konkret oleh individu singular,
tetapi akibat dan gaung dari trauma tersebut terasa di dalam resonansi rasa kemanusiaan kita.
Trauma personal, pada hakekatnya, mungkin adalah trauma sosial.