PTSD adalah gangguan stres pasca trauma yang ditandai gejala re-experiencing, penghindaran, dan hiperarousal setelah mengalami peristiwa traumatis. Terapi kognitif-perilaku seperti terapi pemaparan dan restrukturisasi kognitif efektif menangani gejala ini dengan membantu menghadapi ingatan trauma secara aman dan melihatnya secara realistis. EMDR menggunakan stimulasi mata bolak-balik untuk mengurangi ke
PTSD merupakan gangguan psikis yang menunjukkan gejala kecemasan, kesedihan, ketakutan, dan ketidakberdayaan yang disebabkan oleh akumulasi pengalaman yang tidak menyenangkan (peristiwa traumatik) di masa lampau. Gangguan psikis berlangsung selama lebih dari enam bulan pasca terjadinya peristiwa traumatik.
PTSD merupakan gangguan psikis yang menunjukkan gejala kecemasan, kesedihan, ketakutan, dan ketidakberdayaan yang disebabkan oleh akumulasi pengalaman yang tidak menyenangkan (peristiwa traumatik) di masa lampau. Gangguan psikis berlangsung selama lebih dari enam bulan pasca terjadinya peristiwa traumatik.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
3. Pendahuluan
• PTSD adalah gangguan kecemasan yang terjadi pada beberapa
orang setelah melihat atau melalui peristiwa berbahaya
(Anonim, 2005). PTSD adalah gangguan yang dapat
mempengaruhi orang-orang dari segala usia (Anonim, 2005).
• Gangguan ini ditandai dengan reaksi terhadap ingatan yang
mengganggu akan kejadian yang mengerikan dan seolah-olah
dialami kembali sehingga menyebabkan kembalinya rasa takut,
usaha untuk menghindar, sulit berkonsentrasi dsb. Semakin
berat periswa yang dialami oleh seseorang,semakin besar
peluang orang tersebut mengalami gangguan stress pasca
trauma yang dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorders
(PTSD)
4. epidemiologi • Sekitar 25-30% dari orang yang mengalami peristiwa
traumatis dapat terus berkembang menjadi PTSD (Anonim,
2005). Peneitian pada angkatan, korban letusan gunung
berapi atau kekerasan kriminal telah menghasilkan angka
prevalensi berkisar antara 3%- 58% mengalami PTSD (DSM-
IV , 2005).
• PTSD terjadi pada sekitar 8-14% dari populasi di Amerika
Serikat dan tingkat PTSD di kalangan perempuan di
Amerika Serikat (12-18%) yang sekitar dua kali
dibandingkan laki-laki.
6. Sebelum
mengalami
gejala (Re-
experiencing
symptoms)
• Flashbacks, mengingat kembali kejadian - kejadian yang
terjadi sebelumnya, termasuk gejala fisik, degdegan dan
bekeringat, mimpi buruk dan rasa takut yang
berlebihan.Gejala yang terjadi dapat disebabkan karena
masalah dalam rutinitas sehari-hari seseorang. dapat
dimulai dari pikiran dan perasaan orang itu sendiri.
Misalnya dengan mengingat Kata-kata, benda, atau
situasi yang dapat memicu terjadinya symptom.
7. Gejala Penghindaran (avoidance symptoms)
Tinggal jauh dari tempat, peristiwa, atau benda
yang pengingat dari pengalaman peristiwa
Merasa mati rasa emosional
Merasa sangat bersalah, depresi, atau khawatir
Kehilangan minat dalam kegiatan yang
menyenangkan di masa lalu
Memiliki kesulitan mengingat peristiwa
berbahaya.
8. Hyperarousal :
Menjadi mudah terkejut
Merasa tegang atau gelisah
Memiliki kesulitan tidur, dan atau
memiliki luapan kemarahan.
9. Diagnosa Pasien dapat didiagnosis dengan PTSD
memiliki kriteria setidaknya dalam
waktu 1 bulan:
kembali mengalami gejala minimal
sekali
mengalami tiga gejala penghindaran
(Avoidance symptoms)
Mengalami dua gejala hyperarousal
10. Diagnosa DSM IV-TR
• Terdapat beberapa kriteria diagnosis untuk Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) didasarkan pada DSM-IV-TR. Selain terbukti penderita
mengalami kejadian traumatik,juga terdapat gejala-gejala seperti
gejala reexperience, avoidance dan hyperarousal yang dialami lebih
dari satu bulan, bila gejala tersebut muncul kurang dari satu bulan
termasuk dalam gangguan reaksi stres akut. PTSD dikelompokan
menjadi
• akut, bila gejala muncul kurang dari 3 bulan setelah kejadian,
• kronis jika gejala PTSD yang muncul lebih dari 3 bulan pasca trauma,
• onset PTSD lambat yakni gejala muncul setelah 6 bulan pasca trauma.
Gangguan ini menyebabkan penderita mengalami kegagalan dalam
fungsi sosial, pekerjaan maupun fungsi lain dalam kehidupannya
11. PTSD adalah trauma-focused cognitive-
behavioural therapy (TFCBT)
• Trauma-Focused Cognitive-Behavioural Therapy (TFCBT) ini mencakup
pendidikan tentang PTSD, pemantauan gejala-gejala PTSD,
manajemen kecemasan, pemaparan terhadap rangsangan yang
mengakibatkan kecemasan dalam suasana yang mendukung dan
manajemen kemarahan ( Lab et al. 2008 ) Pendekatan kognitif-pilaku
terutama terapi pemaparan (exposure therapy) (Leserman J. 2005).
12. • Terapi pemaparan. Terapi ini membantu orang menghadapi
dan mengendalikan rasa takut mereka. Karena
menghadapkan mereka ke trauma yang mereka alami
dengan cara yang aman. Menggunakan citra mental,
menulis, atau kunjungan ke tempat di mana peristiwa itu
terjadi. Terapis menggunakan alat ini untuk membantu orang
dengan PTSD mengatasi perasaan mereka.
• Restrukturisasi kognitif. Terapi ini membantu orang
memahami kenangan buruk. Kadang-kadang orang
mengingat acara tersebut berbeda dari bagaimana hal itu
terjadi. Mereka mungkin merasa bersalah atau malu tentang
apa yang bukan kesalahan mereka. Terapi membantu orang
dengan PTSD melihat apa yang terjadi dengan cara yang
realistis.
• Pelatihan inokulasi stres. Terapi ini mencoba untuk
mengurangi gejala PTSD dengan mengajar orang bagaimana
untuk mengurangi kecemasan. Seperti restrukturisasi
kognitif, pengobatan ini membantu orang melihat kenangan
mereka dengan cara yang sehat.
13. eye movement desensitization and reprocessing
(EMDR)
• terapi yang menggunakan gerakan bola mata bolak-balik secara volunter untuk
mengurangi kecemasan yang berhubungan dengan pikiran yang mengganggu
pasien PTSD (Bison JI. 2007). Terapi ini difokuskan pada gambaran trauma serta
pikiran dan respon afektif negatif yang ditimbulkan oleh trauma. EMDR
menggunakan stimulasi bilateral berupa gerakan mata saccadic atau rangsangan
bolak balik mata lainnya, dilakukan saat keadaan terpapar (fokus terhadap
ingatan, emosi dan kognitif yang mengganggu) (Coetzee RH et al, 2005
14. FASE
• - Fase I assessment, dalam fase ini terapis sudah mendapatkan cerita lengkap
mengenai peristiwa yang dialami oleh pasien, pada fase ini digambarkan rencana
terapi yang sudah disesuaikan dengan pasien( Coetzee RH,et al . 2005)
• - Fase II persiapan, pasien mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan terapi,
metode terapi dijelaskan, terapi ini disesuaikan dengan masing-masing individu
sesuai dengan pendidikan dan kondisi psikologisnya, dalam fase ini disepakati
stimulasi bilateral yang digunakan.
15. • - Fase III penilaian target memori, selama fase ini pasien mengidentifikasi ingatan,
kognisi, dan emosi yang akan dirubah. Terapi normalnya focus terhadap bayangan
yang menunjukan ingatan buruk pasien.
• - Fase IV desensitisasi, pasien diminta menanamkan dalam pikirannya tentang
gambaran atau bayangan trauma bersamaan dengan kognisi negatifnya. Stimulasi
bilateral dimulai sampai semua ingatannya saling terhubung, stimulasi biasanya
diberikan melalui gerakan cepat mata pasien yang mengikuti gerakan jari terapis.
Gerakan jari dari terapis ada 30 gerakan namun hal ini disesuaikan dengan kondisi
pasien. Proses ini dapat diulang sampai proses terapi selesai ataupun sampai
pasien sudah tidak merasakan emosi dan respon fisik yang negatif terhadap
bayangan traumanya.
16. • - Fase VII closure, terapis memuji pasien atas usaha yang dilakukan dan
pencapaiannya serta dukungan dan semangat pasien. Penterapi juga memberikan
pelatihan peregangan dengan tahanan.
• - Fase VIII debriefing the experience, pasien diwawancarai dan dijelaskan
mengenai efek yang mungkin akan dialami pasien nantinya setelah terapi selesai
(Coetzee RH, et al. 2005 )