Dokumen tersebut memberikan ringkasan hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan dan rasionalitas penggunaan obat secara swamedikasi di tiga apotek di Kota Panyabungan. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan sebagian besar penggunaan obat bersifat rasional meskipun masih ada yang tidak rasional. Tingkat pengetahuan dipengaruhi pendidikan dan pekerjaan, sedangkan rasionalitas tidak dipengaruhi faktor sosial demogra
1. Ayu Adelia O. A 200070600011001
Ummi Faiza 200070600011005
Rizcha Anastasia W. 200070600011010
Nashinta Laksmi Putri 200070600011012
Meisi Ratna Atalya Loi 200070600011020
Eki Mayuka Trisnawati 200070600011021
Annisa Riestra Pristanti 200070600011024
Inas Okti Anggita Sari 200070600011026
I'id Wahidatul Karomiyah 200070600011031
Safira Rahma Novachiria 200070600011036
Arief Indrawan Sugiarto 200070600011038
PresentasiKasusPORSwamedikasi
KELOMPOK 1
2.
3. Self-medication
(pengobatan
sendiri) ?
Upaya penggunaan obat-obatan tanpa
terlebih dahulu berkonsultasi dengan
tenaga medis
Swamedikasi untuk mengatasi keluhan-
keluhan dan penyakit ringan yang
banyak dialami masyarakat, seperti
demam, nyeri, pusing, batuk, flu, sakit
maag, kecacingan, diare, penyakit kulit,
dll
Data Kemenkes RI
thn 2012
Terdapat 44,14%
masyarakat Indonesia
yang melakukan
Swamedikasi
Hasil Riset Kesehatan
Dasar thn 2013
Sejumlah 103.860 (35,2%)
rumah tangga dari 294.959
rumah tangga di Indonesia
menyimpan obat untuk
swamedikasi
PENDAHULUAN
4. Swamedikasi harus memenuhi kriteria POR, dalam
praktiknya masih terjadi kesalahan sehingga dapat
menimbulkan resiko kesehatan.
Penelitian sebelumnya :
→Tingkat pengetahuan swamedikasi baik dan
swamedikasi rasional.
→Rasionalitas berhubungan dengan
sosiodemografi
Maka, penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi serta
hubungan faktor sosiodemografi.
5. Penelitian deskriptif dengan
desain pendekatan cross-sectional.
Metode
Penelitian
Populasidan
Sampel
Seluruh pasien swamedikasi
(usia : 18-60 tahun) di tiga Apotek
Kota Panyabungan.
ANALISIS DATA
6. Inklusi Pasien (18-60 tahun)
dan melakukan swamedikasi di
apotek.
Eksklusi Pasien yang tidak
masuk kriteria inklusi.
KriteriaInklusi
danEksklusi
PengambilanData
Data diambil dengan kuisioner (sudah diuji
validitas dan reabilitas) yang terdiri dari 4
bagian :
1. Pendahuluan : mengetahui pasien pernah
menggunakan obat swamedikasi atau tidak.
2. Pengetahuan Swamedikasi: mengetahui
tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi
3. Rasionalitas Swamedikasi: mengetahui
rasionalitas swamedikasi yang digunakan
responden
4. Data Demografi Responden : mengetahui
karakteristik reponden.
7. AnalisisData
Kategori Tingkat
Pengetahuan :
1. Baik (skor <60%)
2. Sedang (skor 60%-80%)
3. Buruk (<80%)
Kategori Rasionalitas
(Berdasarkan Kriteria
Ketepatan Pengobatan Sendiri) :
1. Rasional : Memenuhi 6 kriteria
2. Tidak Rasional : Tidak
memenuhi 6 kriteria
TAHAPANALISIS DATA :
1. Analisis Univariat
Untuk mendapat gambaran
distribusi karakteristik demografi
dan variabel lain.
2. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan
sosiodemografi dengan tingkat
pengetahuan swamedikasi dan
rasionalitas swamedikasi dengan
uji chi-square dan fisher.
8. Jumlah 342 responden yang terlibat
berasal dari 164 responden apotek
A, 129 responden apotek B, dan 49
responden apotek C.
Karakteristik Responden
HASIL DAN DISKUSI
9. Sumber Informasi dan Tempat Mendapatkan Swamedikasi
Alasan masyarakat cenderung
membeli obat ke warung
dikarenakan lebih terjangkau,
lebih murah dan dapat juga
menyembuhkan rasa sakit
10. Keluhan Penyakit
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(2011) penyakit terbanyak pasien
melakukan swamedikasi : demam, sakit
kepala, batuk dan flu.
Hasil Penelitian Ini :
• Paling banyak nyeri (51,2%)
sakit kepala, sakit gigi,
pegal-pegal, nyeri haid.
11. Pilihan Subkelas Farmakologi Obat
Pilihan Terapi Farmakologi
paling banyak adalah
analgesic-antipiretik
(50,6%), dimana ini sejalan
dengan jenis penyakit yang
paling banyak
diswamedikasi
12. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Medikasi
Berdasarkan hasil penilaian mayoritas tingkat pengetahuan pasien tergolong sedang yaitu 41,8%. Sebagian besar
pertanyaan yang diberikan tidak dapat dijawab dengan benar dan mayoritas responden menjawab dengan baik.
Hal ini karena kurangnya pengetahuan responden mengenai resiko dari pengobatan yang tidak tepat sehingga
menganggap informasi tentang obat tidak begitu penting. Oleh karena itu, upaya untuk membekali masyarakat
agar mempunyai keterampilan mencari informasi obat secara tepat dan benar perlu dilakukan
= Nilai terbesar
= Nilai terkecil
13. Rasionalitas Penggunaan Obat dalam Swamedikasi
Menurut WHO, penggunaan obat yang rasional merujuk pada penggunaan obat yang benar,
sesuai dan tepat. Berdasarkan hasil penilaian mengenai rasionalitas penggunaan obat, dapat
disimpulkan bahwa mayoritas responden di tiga apotek menggunakan obat secara rasional
(59,4%). Namun, sebagian lagi juga masih menggunakan obat secara tidak rasional seperti
ditunjukkan pada tabel berikut:
14. Rasionalitas Penggunaan Obat dalam Swamedikasi
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa:
1. Penggunaan obat yang tidak rasional paling banyak disebabkan
oleh ketidaktepatan lama penggunaan obat (70,3%).
2. Pemilihan obat dan indikasi yang tidak tepat terjadi pada 64
pasien (18,7%). Kesalahan yang umumnya dilakukan pasien
adalah menggunakan obat yang seharusnya digunakan dibawah
pengawasan dokter dan ketidaksesuaian indikasi obat yang
dipilih dengan keluhan pasien.
Dengan hasil demikian dapat diketahui bahwa masyarakat
memang memerlukan informasi obat yang jelas dan dapat
dipercaya agar penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan
menjadi rasional. Dalam hal ini, apoteker harus berperan menjadi
(drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam
swamedikasi.
15. Rasionalitas Penggunaan Obat dalam Swamedikasi
3. Polifarmasi yang dimaksud pada jurnal ini adalah ketika pasien melakukan swamedikasi untuk membeli
obat lebih dari 1 dengan indikasi yang sama. Kejadian polifarmasi ditemukan pada 9 pasien (2,6%) dan paling
sering terjadi pada pasien dengan keluhan nyeri dan flu, dengan penggunaan dua jenis obat flu atau obat pereda
nyeri dalam waktu barsamaan. Hal terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat mengenai obat-obatan.
Penggunaan obat bebas yang tidak sesuai aturan merupakan bentuk ketidakrasionalan dari penggunaan obat.
Karena memungkinkan timbulnya interaksi obat, efek samping, serta meningkatkan toksisitas obat.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa tingkat pengetahuan mempunyai hubungan dengan pendidikan
terakhir (nilai p=0,000) dan pekerjaan (0,030). Sedangkan rasionalitas penggunaan obat swamedikasi tidak
dipengaruhi faktor-sosiodemografi. Kesimpulan tersebut didasari oleh nilai p keempat variabel faktor
sosiodemografi pada uji chi-square dan fisher lebih besar dari nilai α (0,05).
16. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
tingkat pengetahuan pasien tentang swamedikasi di tiga
apotek Kota Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal,
mayoritasnya adalah tergolong sedang (41,8%).
Rasionalitas penggunaan obat swamedikasi dari pasien di
tiga apotek Kota Panyabungan Kabupaten Mandailing
Natal yaitu rasional (59,4%) dan tidak rasional (40,6 %).
Tingkat pengetahan dipengaruhi oleh Pendidikan terakhir
dan pekerjaan. Sedangkan rasionalitas penggunaan obat
swamedikasi tidak dipengaruhi faktor-sosiodemografi.
17. DaftarPustaka
Harahap, N.A., Khairunnisa, K. and Tanuwijaya, J., 2017.
Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi
di Tiga Apotek Kota Panyabungan. Jurnal Sains Farmasi &
Klinis, 3(2), pp.186-192.