Jurnal obat sisa pasien bpjs di puskesmas se kota Pariaman
1. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
Analisis Obat Sisa Pasien BPJS Di Puskesmas Kota Pariaman
Atika Sri Indriyani1
, Zulkarni R1
, Helen Widaya2
1
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang
2
Puskesmas Kurai Taji Pariaman
ABSTRAK
Obat sisa merupakan obat resep dokter atau obat dari penggunaan sebelumnya
yang tidak dihabiskan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya obat sisa pada pasien BPJS, dampak obat sisa pasien BPJS terhadap
kunjungan balik, dan nilai kerugian obat sisa pasien BPJS di seluruh (tujuh) Puskesmas
Kota Pariaman. Penelitian dilakukan terhadap tujuh puluh orang informan. Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain penelitian etnografi, pengambilan dan
teknik sampling secara simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan faktor
penyebab terjadinya obat sisa adalah ketidak patuhan, pengobatan lebih dari satu
tempat, sudah terlalu lama mengkonsumsi obat, dan kebiasaan tidak menghabiskan obat
yang didapatkan oleh pasien untuk terapi sakitnya. Sementara obat sisa mempengaruhi
kunjungan balik berdasarkan data kunjungan pasien di tujuh Puskesmas periode Juli
sampai dengan September 2019 yaitu 5.351, 5.491, 5.991 pasien. Selanjutnya nilai
kerugian obat sisa dari 70 orang informan senilai Rp. 72.703,-.
Kata kunci: Obat sisa, pasien BPJS, etnografi, Puskesmas Kota Pariaman
ABSTRACT
Residual medicine is a doctor's prescription drug or medicine from previous use
that is not spent. The purpose of this study was to determine the factors causing the
occurrence of residual drug in BPJS patients, the impact of residual drug BPJS patients
on return visits, and the value of drug residual losses of BPJS patients in all (seven)
Pariaman City Health Centers. The study was conducted on seventy informants. This
research is a qualitative study with ethnographic research design, sampling and
sampling techniques by simple random sampling. The results showed that the factors
causing residual medication were non-compliance, treatment in more than one place,
taking too long to consume the drug, and the habit of not spending the drug obtained by
the patient for therapy of his illness. While residual drugs affect return visits based on
patient visit data at seven Puskesmas from July to September 2019, namely 5,351,
5,491, 5,991 patients. Furthermore, the value of remaining drug losses from 70
informants is Rp. 72,703, -.
Key Words: residual medicine, BPJS patients, ethnography, Pariaman City Health
Center
2. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
Pendahuluan
Obat sisa merupakan obat resep dokter
atau obat sisa dari penggunaan sebelumnya
yang tidak dihabiskan. Seharusnya obat
sisa resep secara umum tidak boleh
disimpan karena dapat menyebabkan
penggunaan salah (misused) atau disalah
gunakan atau rusak atau kadaluarsa.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
47,0% rumah tangga menyimpan obat sisa,
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
proporsi rumah tangga yang menyimpan
obat untuk persediaan (42,2%). Sementara
data di Sumatera Barat menunjukkan 25,5
% rumah tangga menyimpan obat
(Riskesdas, 2013).
Masalah obat sisa tidak hanya terjadi
di Indonesia tetapi juga menjadi msalah
hampir diseluruh negara. Salah satu
contohnya di Kanada, dimana lebih dari
204 ton obat – obatan yang tidak terpakai
telah dikumpulkan dalam program
pembuangan di Alberta dalam 8 tahun
terakhir. Selanjutnya studi yang dilakukan
di Inggris memperkirakan bahwa terdapat
kerugian sebesar 62.400.000 USD dari
obat yang dibuang setiap tahun. Selama
lebih dari 65 tahun obat – obatan yang
tersisa menyumbang sebesar 2,3% dari
seluruh biaya pengobatan (EL-Hamamsy,
2011).
Pelayanan kefarmasian disarana
kesehatan sangat berpengaruh kepada
kepatuhan pasien dalam minum obat dan
adanya obat sisa. Salah satunya adalah
pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas
merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya
kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
bagi masyarakat (Permenkes RI, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelayanan kefarmasian di Puskesmas
dirasakan cukup puas Hayaza (2013).
Sementara Kawahe (2015) menyatakan
adanya kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di Puskesmas tetapi
bukan dengan pelayanan jaminan
kesehatan.
BPJS Kesehatan merupakan
penyelenggara program jaminan sosial di
bidang kesehatan yang merupakan salah
satu dari lima program dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu
Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan
Pensiun, dan Jaminan Kematian
sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Menurut
penelitian 82% responden tidak puas atas
pelayanan kefarmasian yang didapatkan
sebagai pasien BPJS di Pukesmas
(Nugraheni dkk, 2016).
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apa faktor-faktor penyebab
terjadinya obat sisa pasien BPJS
Puskesmas Kota Pariaman, apa dampak
obat sisa pasien BPJS di Puskesmas Kota
Pariaman terhadap kunjungan balik ke
Puskesmas, dan berapakah nilai kerugian
obat sisa pasien BPJS di Puskesmas Kota
Pariaman.
Metode
Jenis Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif desain penelitian yang dilakukan
adalah etnografi yang bertujuan untuk
menemukan pengetahuan yang
tersembunyi dari masyarakat tentang obat
sisa. Teknik sampling yang digunakan
yaitu simple random sampling.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien yang berobat di seluruh
(tujuh) Puskesmas yang berada di Kota
Pariaman.
Instrumen dalam penelitian kualitatif
ini adalah peneliti sendiri. Peneliti yang
mengumpulkan data dengan cara bertanya,
meminta, mendengar, mengambil, melihat
dan mengamati. Dalam mengumpulkan
data dari sumber informasi (informan),
peneliti sebagai instrumen utama
penelitian menggunakan instrumen
bantuan berupa panduan atau pedoman
wawancara dan alat perekam (Afrizal,
2015).
3. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
Izin penelitiaan diajukan ke Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Dan Tenaga Kerja Kota
Pariaman, sedangkan uji etik diajukan ke
Komisi etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Pengumpulan data data dilakukan selama
periode Juni sampai September 2019.
Hasil dan Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan terhadap tujuh
puluh informan dari usia 19 hingga 90
tahun. Informan dalam penelitian ini terdiri
dari 13 informan laki – laki dan 57
informan perempuan yang menyimpan
obat sisa serta peserta BPJS
Kesehatan.Pendidikan terkahir informan
sangat beragam, 15,71% informan berlatar
belakang pendidikan SD, 14,28%
informan berlatar belakang pendidikan
SMP, 55,71% informan berlatar belakang
pendidikan SMA, dan 14,28% informan
berlatar belakang pendidikan Perguruan
Tinggi.
Pekerjaan informan juga beragam
seperti ibu rumah tangga, penjahit,
pedagang, pensiunan, wiraswasta, dan
Pegawai Negeri Sipil. Penyakit yang
diderita oleh informan diantaranya
gangguan pernafasan, demam, rematik,
asam urat, diabetes, hipertensi, jantung,
TBC (Tuberkulosis), kelumpuhan, dan
bahkan telah menjalani pengangkatan
jaringan usus karena tumor. Semua
penyakit diatas adalah 10 penyakit utama
yang ada di Puskesmas yaitu infeksi
saluran pernafasan akut, gastritis,
dermatitis, dispepsia, diare, artritis
reumatoid, mialgia, vulvus infeksi,
hipertensi, obs vebris. Jangka waktu
informan menderita penyakit ini sangat
bervariasi dimulai dari dua hari hingga
lima belas tahun. Cara informan
mendapatkan obat untuk pengobatannya
pun bervariasi seperti dari bidan, dokter,
bahkan alternatif lainnya.
2. Faktor Penyebab Obat Sisa
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
diketahui informan yang menghabiskan
obat sebanyak 14,28% karena informan
patuh dalam minum obat sesuai dengan
informasi obat yang didapatkan dan faktor
lingkungan serta keluarga yang terus
memberikan dukungan dengan harapan
informan akan sehat. Hal ini sejalan
dengan penelitan sebelumnya yang
mengatakan faktor lingkungan dan
dukungan keluarga dapat memotivasi
sehingga pasien ingin sembuh dan
meminum obatnya (Tarigan dkk, 2018).
Namun, informan yang tidak
mengghabiskan obat lebih tinggi yaitu
85,71%. sehingga obat yang tidak
dihabiskan ini disebut obat sisa.
Dari keterangan yang didapat,
informan takut mengalami efek samping
dari obat yang dikonsumsinya seperti
dapat merusak ginjal atau organ lainnya.
Hal ini sama dengan penelitian yang
mengatakan bahwa efek samping dari
obat-obatan relatif besar dibandingkan
dengan obat-obatan tradisional (Sari,
2015). Sehingga informan memilih untuk
menghentikan konsumsi obat dan
meminumnya bila sakit atau gejala terasa
saja.
Alasan informan tidak
menghabiskan obat saya kelompokkan
menjadi 3 kelompok besar yaitu sebagai
berikut: 3% informan menghentikan
pemakaian obat-obatan terhadap sakit yang
informan derita karena penjelasan tentang
infromasi obat yang diberikan bahwa obat
digunakan pada saat sakit terasa saja. 3%
informan menghentikan pemakaian obat-
obatan terhadap sakit yang informan derita
karena kesulitan menelan. Sehingga dapat
diartikan sediaan yang diberikan untuk
informan tidak cocok baik itu dari segi
umur mau pun kondisi informan saat itu
dan 94% informan memberikan keterangan
bahwa obat di gunakan hanya pada saat
sakit terasa. Jika sudah agak enakkan atau
gejala tidak lagi terasa maka pengobatan
terhadap sakit yang diderita dihentikan.
Jika ini terjadi terus menerus penyakit
yang diderita informan bukan hanya akan
memburuk bahkan akan ada komplikasi
4. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
bagi informan yang melakukan hal ini.
Sama seperti penelitian sebelumnya yang
mengatakan bahwa obat sisa yang
digunakan kembali malah memperburuk
kondisi sehingga keadaan terburuk seperti
kehilangan nyawa (Raini, 2017).
Pemberhentian pengobatan yang
dilakukan oleh informan ini berbahaya.
Meski gejala atau sakit tidak lagi terasa
penyakit atau dampak tidak meminum obat
ini akan sangat besar. Seperti pada
penyakit Hipertensi pada saat awal atau
stage 1 informan diberikan terapi obat
hipertensi. Namun karena ketidak patuhan
dan asumsi informan yang berfikir tidak
pusing atau tekanan darah tidak tinggi
serta takut tekanan darah akan turun drastis
maka penggobatan atau terapi dihentikan.
Ini dapat menjadi penyebab stage pada
Hipertensi akan semakin meningkat dan
obat yang diberikan untuk terapi tidak lagi
sama baik dalam segi dosis atau bahkan
informan akan mendapatkan kombinasi
dua hingga lebih obat. Hal ini juga
dijelaskan sebelumnya bahwa stage
hipertensi dapat meningkat jika terapi
tidak dilakukan (Kesehatan, 2006).
Dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan
informan sangat rendah, karena
penggobatan dihentikan setelah gejala atau
rasa sakit hilang. Namun, jika sakit atau
gejala yang dirasa belum hilang maka
informan cenderung melakukan
pengobatan lebih dari satu tempat hal ini
akan membuat obat yang diberikan akan
menumpuk sehingga informan mengalami
kejenuhan dalam minum obat atau
memiliki gejala baru jika minum obat terus
menerus.
3. Cara Informan Mendapatkan Obat
Pada hasil wawancara didapatkan
informasi bahwa sebagian besar informan
mendapatkan obat dari Puskesmas
dikarenakan pada BPJS Kesehatan
informan sendiri Faskes I adalah
Puskesmas. Namun sebagian informan
memilih praktek dokter umum atau klinik
untuk dijadikan Faskes I. Hal ini
dipengaruhi oleh persepsi informan merasa
lebih cocok dengan dokter tersebut. Bidan
juga menjadi salah satu pilihan beberapa
informan jika terjadi kekambuhan atau
penyakit yang akut karena beberapa
informan mengaku jarak tempuh dari
rumah ke rumah bidan lebih dekat
dibandingkan jarak tempuh rumah ke
Puskesmas sehingga informan lebih
memilih bidan pada saat yang dadakan.
Dari hasil wawancara juga dapat
diketahui bahwa beberapa informan
memilih menggunakan pengobatan
alternatif dan mengkonsumsi obat-obatan
herbal. Hal ini dipengaruhi oleh budaya
daerah yang masih dianggap relefan pada
saat ini. Kebiasaan pengobatan yang turun
menurun akibat dari penyakit yang turun
menurun membuat informan menggunakan
atau memilih metode penyembuhannya
sendiri baik medis maupun non medis.
Alasan dipilihnya metode penyembuhan
berdasarkan kepercayaan, tingkat
keparahan sakit, dan penyebab timbulnya
penyakit. Pengobatan ini dipilih informan
karena keinginan sembuh dan pengalaman
dari orang-orang atau masyarakat sekitar
yang penah menderita penyakit yang sama
hingga sembuh. Membuat informan ingin
mencoba pengobatan yang sama. Juga
efeksamping dari obat-obatan kimia yang
ditakuti oleh sebagian informan. Sama
seperti penelitian sebelumnya keluarga dan
keinginan sembuh meningkatkan
kesadaran informan dalam melakukan
pengobatan dan mencari informasi obat
(Setyoningsih, dkk, 2016).
4. Informasi Obat Yang Di Dapatkan
Oleh Informan
Informasi yang didapatkan oleh
informan tentang obat dari petugas
kesehatan agar tidak terjadi kesalahan pada
pengobatan, khususnya pada saat informan
meminum obat. Untuk mendapatkan
informasi yang baik tentang obat, maka
diperlukan pengetahuan petugas agar
informasi yang diberikan dapat dipahami
dengan mudah oleh informan.
Informasi yang diberikan baik dan
lengkap meliputi kejelasan cara pemakaian
5. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
obat, penjelasan tentang efek samping
obat, kontra indikasi, kegunaan obat,
harapan minumobat teratur, informasi obat
kepada ibu hamil dan menyusui, cara
penggunaan obat untuk bayi dan anak,
etiket yang mudah dibaca, dan cara
menyimpan obat. Tujuan pelayanan
informasi obat adalah menyediakan
informasi kepada pasien dan tenaga
kesehatan di rumah sakit, menyediakan
informs untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan obat,
meningkatkan profesionalisme apoteker,
dan menunjang terapi yang rasional
(Kepmenkes RI, 2004).
Namun pada saat observasi dilapangan
informan kembali menanyakan tentang
cara penyimpanan obat yang baik,
pemusnahan obat kadaluarsa, dan
penggunaan kembali obat yang mereka
dapatkan. Bahkan sebagian informan
mengaku tidak dijelaskan efek samping
dari obat yang dikonsumsi menyebabkan
kantuk sehingga pada saat perjalanan
pulang informan mengalami kecelakaan.
5. Menyimpan Obat Sisa
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian
informan mengaku menyisakan obat
karena untuk penggunaan kembali bila
memiliki gejala yang sama. Hal ini tidak
dianjurkan karena penggunaan kembali
dapat menyebabkan penyakit memburuk
dan gejala yang sama banyak dimiliki oleh
beberapa penyakit yang bertolak belakang.
Rata-rata informan menyimpan obat
yang dibutuhkan pada tempat yang kering.
Namun pada informan yang lansia
menyimpan obat didekat tempat tidur atau
bahkan memasukkan obat dalam lemari
dengan beberapa alasan. Bahkan ada juga
informan yang selalu membawa obat
kemanapun didalam kantongnya.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 1
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 3. Obat Sisa Informan Puskesmas 1
No
Kode
Informan
Obat yang
disisakan
Harga
obat yang
disisakan
1 P1.1 Amlodipine (8 tab), Rp. 8.909
amoxicillin (27
tab), simvastatin (8
tab).
2 P1 .2 amoxicillin (6tab). Rp. 978
3 P1 .3
Chlorpheniramin
maleas (6 tab),
Rp. 2.232
4 P1 .4
Allopurinol (5tab),
amlodipine (6 tab)
Rp. 1.543
5 P1 .5 Amoxicillin (9tab) Rp. 1.863
6 P1 .6 Amoxicillin (10tab) Rp. 1.630
7 P1 .7
8 P1 .8 Amoxicillin (16tab) Rp. 3.312
9 P1 .9 Amoxicillin (9tab) Rp. 1.863
10 P1 .10 Amoxicillin (5tab) Rp. 1.035
Jumlah harga dari obat yang disisakan
Rp.
23.365
Dapat dilihat pada tabel diatas nilai
kerugian dari obat sisa pada Puskesmas 1
adalah Rp. 23.365,- nilai kerugian dilihat
dari e-katalog yang dilampirkandengan
jumlah kunjungan pasien BPJS dari bulan
Juli hingga September berturut-turut
adalah 905, 931, dan 1091. Dapat dilihat
bahwa ada peningkatan jumlah kunjungan
pada Puskesmas 1.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 2
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 4. Obat Sisa Informan Puskesmas 2
No
Kode
Responden
Obat yang
disisakan
Harga
obat yang
disisakan
1 P2.1
2 P2.2
Amoxicillin
(5tab)
Rp. 1.035
3 P2.3
Amlodipine
(5tab)
Rp. 815
4 P2.4
5 P2.5
Amoxicillin
(5tab)
Rp. 1.035
6 P2.6
7 P2.7
Amoxicillin
(4tab)
Rp. 828
8 P2.8
Amlodipine
(4tab)
Rp. 652
9 P2.9
Ciprofloxacin
(9tab)
Rp. 4.230
10 P210
Jumlah harga dari obat yang disisakan Rp. 8.595
Jumlah kunjungan pasien BPJS pada
puskesmas 2 secara berturut-turut dari
bulan Juli hingga September adalah 834,
823, 920. Peningkatan kunjungan balik
juga terjadi pada Puskesmas 2. Dengan
6. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
kerugian Rp. 8.595,-.nilai kerugian dilihat
dari e-katalog yang dilampirkan.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 3
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 5. Obat Sisa Informan Puskesmas 3
No
Kode
Responden
Obat yang
disisakan
Harga
obat yang
disisakan
1 P3.1
2 P3.2 - -
3 P3.3 Amlodipine (6tab) Rp. 978
4 P3.4 - -
5 P3.5 - -
6 P3.6 Amoxicillin (6tab) Rp. 1.242
7 P3.7
chloramphenicol
(4),
Rp. 1.048
8 P3.8 - -
9 P3.9
10 P3.10
Jumlah harga dari obat yang disisakan Rp. 3.268
Kunjungan pasien BPJS pada
puskesmas 3 berturut-turut dari bulan Juli
hingga September adalah 825, 840, 849.
Dengan kerugian Rp. 3.268,- nilai
kerugian dilihat dari e-katalog yang
dilampirkan.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 4
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 6. Obat Sisa Informan Puskesmas 4
No
Kode
Responden
Obat yang disisakan
Harga
obat
yang
disisakan
1 P4.1
Amlodipine (5tab),
glibenclamide
(8tab), metformin
(8tab), simvastatin
(5tab)
Rp.
4.923
2 P4.2
3 P4.3
Metformin (18 tab),
glibenclamid(18tab)
Rp.
6.408
4 P4.4 Amlodipine (6tab) Rp. 978
5 P4.5
6 P4.6
7 P4.7
8 P4.8 Amoxicillin (9tab)
Rp.
1.863
9 P4.9 Amoxicillin (9tab)
Rp.
1.863
10 P410 Amlodipine (6tab) Rp. 978
Jumlah harga dari obat yang disisakan Rp.
17.013
Kunjungan pasien BPJS pada
Puskesmas 4 dalam bulanJuli hingga
September berturut-turut adalah
1020,1052,1212. Dengan kerugian yang
ditanggung sebesar Rp. 17.013,- nilai
kerugian dilihat dari e-katalog yang
dilampirkan.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 5
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 7. Obat Sisa Informan Puskesmas 5
No
Kode
Responden
Obat yang
disisakan
Harga
obat
yang
disisakan
1 P5.1
2 P5.2
3 P5.3 Amlodipine (8tab)
Rp.
1.304
4 P5.4
5 P5.5 Amlodipine (5tab) Rp. 815
6 P5.6 Amoxicillin(10) Rp.2.070
7 P5.7 Amoxicillin (5)
Rp.
1.035
8 P5.8
9 P5.9
Amoxicillin
(10)
Rp.
2.070
10 P5.10
Jumlah harga dari obat yang disisakan
Rp.
7.294
Jumlah pasien BPJS Puskesmas 5 dari
bulan juli hingga september berturut-turut
adalah 432, 469, 483. Dan kerugian Rp.
7.294,- nilai kerugian dilihat dari e-katalog
yang dilampirkan.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 6
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 8. Obat Sisa Informan Puskesmas 6
No
Kode
Responden
Obat yang
disisakan
Harga
obat yang
disisakan
1 P6.1
2 P6.2
Amoxicillin
(5)
Rp. 1.035
3 P6.3
4 P6.4
5 P6.5
6 P6.6
Yusimox (1
botol)
7 P6.7 Amoxicillin (9) Rp. 1.863
8 P6.8 Amoxicilliin (5) Rp. 1.035
7. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
9 P6.9
Amoxicillin (5),
Amlodipine (4)
Rp. 1.687
10 P6.10 Glibenclamid (4) Rp. 924
Jumlah harga dari obat yang disisakan Rp. 6.544
Dengan jumlah pasien BPJS dari
puskesmas 6 pada bulan Juli hingga
September berturut-turut adalah 438, 520,
523. Dengan kerugian mencapai Rp.
6.544,- Nilai kerugian dilihat dari e-
katalog yang dilampirkan.
Dari hasil wawancara dan observasi
didapatkan pasien dari Puskesmas 7
menyisakan obat sebagai berikut :
Tabel 9. Obat Sisa Informan Puskesmas 7
N
o
Kode
Responde
n
Obat yang
disisakan
Harga obat
yang
disisakan
1 P7.1
2 P7.2
3 P7.3
Amoxicillin
(9)
Rp. 1.863
4 P7.4
Amoxicili
n(8),
Ampicillin
(5)
Rp. 1.656
5 P7.5
Amoxicilli
n (5)
Rp. 1.035
6 P7.6
7 P7.7
Amoxicilli
n (10)
Rp. 2.070
8 P7.8
9 P7.9
10 P7.10
Jumlah harga dari obat yang
disisakan
Rp. 6.624
Jumlah pasien BPJS pada puskesmas
7 dari bulan juli hingga September
berturut-turut adalah 897, 856, 913.
Dengan kerugian yang ditanggung
mencapai Rp. 6.624,- nilai kerugian dilihat
dari e-katalog yang dilampirkan.
Dari tabel yang dilampirkan dapat
diketahui bahwa sebagian besar obat sisa
adalah antibiotik yang memiliki efek
farmakologi sebagai obat yang digunakan
untuk mencegah dan mengatasi infeksi anti
bakteri. Efek samping jika antibiotik tidak
dihabiskan maka akan terjadi resistensi,
alergi, hingga mual muntah (Siti 2018).
6. Kunjungan Balik Ke Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat 16% pasien mengatakan akan
menlanjutkan pengobatan ke Rumah Sakit
jika penyakit yang dialami memburuk atau
semakin parah dan terjadi secara
mendadak. Hal ini dipilih atau dilakukan
informan karena informan memiliki
anggapan bahwa terapi yang akan
dilakukan oleh pihak Rumah Sakit akan
lebih baik dari pihak pengobatan manapun
yang telah dicoba sebelumnya. Selain
Rumah Sakit, 4% informan memilih untuk
melanjutkan atau memilih pengobatan
melalui praktek dokter karena merasa lebih
cocok dengan obat-obatan yang diberikan
oleh dokter tersebut. Hal ini jugak
menyababkan informan mengubah bagian
Faskes I (Fasilitas Kesehatan Pertama)
pada BPJS Kesehatan itu menjadi praktek
Dokter yang ingin dituju.
Dapat dilihat dari hasil penelitian
57% informan mengaku atau menjawab
akan kembali ke Puskesmas untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan atau
mendapatkan obat selanjutnya jika
penyakit yang diderita memburuk atau
semakin parah. Karena pihak Puskesmas
yang akan menentukan untuk dirujuk atau
ditangani terapinya oleh pihak Puskesmas
sendiri. Serta karena pada BPJS Kesehatan
yang dimiliki informan Faskes I (Fasilitas
Kesehatan Pertama) adalah Puskesmas.
Namun ada juga informan yang
ingin berobat pada bidan terdekat yaitu
sebanyak 9% alasan informan memilih ini
karena pada situasi mendesak bidan
terdekat adalah solusi yang paling cepat
dan tepat pada saat penyakit memburuk
atau tiba-tiba penyakit kambuh. 14%
informan menerangkanakan mencoba
pengobatan lain seperti meminum kembali
obat yang disisakan sebelumnya jika gejala
yang didapat sama dan mencoba
pengobatan alternatif lainnya.
Angka kunjungan balik ke
Puskesmas dapat dilihat dari angka
kunjungan pasien dari bulan Juli hingga
September berturut-turut tiap Puskesmas
8. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
mengalami peningkatan.Sehingga
membuktikan bahwa obat sisa dapat
mempengaruhi kunjungan balik pasien ke
Puskesmas baik dengan penyakit yang
sudah lama diderita, baru diderita, atau pun
komplikasi. Hafizurrachman (2009)
mengatakan bahwa kunjungan balik rawat
inap lebih rendah dibandingkan kunjungan
balik rawat jalan dan dipengaruhi tingkat
kepuasan pasien.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Faktor terjadinya obat sisa sebagian
besar karena tingginya ketidapatuhan
pasien mengkonsumsi obat, pengobatan
lebih dari satu tempat, sudah terlalu
lama mengkonsumsi obat, serta
kebiasaan tidak menghabiskan obat
yang didapatkan oleh pasien untuk
terapi sakitnya.
2. Obat sisa mempengaruhi kunjungan
balik pasien ke Puskesmas hal ini
berdasarkan data kunjungan pasien di
tujuh Puskesmas periode bulan Juli
sampai dengan September 2019 yaitu
5.351, 5.491, 5.991 pasien.
3. Nilai kerugian obat sisa dari 70
informan sebesar Rp. 72.703,-
2. Saran
1. Berikan informasi obat sebaik mungkin
kepada pasien.
2. Perlunya masing-masing Puskesmas
atau Apoteker melakukan home care
3. Sangat diperlukan pemerataan
penempatan Apoteker agar angka obat
sisa dan kerugian dapat ditekan.
4. Masing-masing rumah tangga
memerlukan orang khusus untuk
pengaturan dan manajemen obat
dirumah tersebut.
5. Karena 60,5% obat yang tersisa adalah
antibiotika, diharapkan edukasi tentang
antibiotika diberikan lebih luas kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. H., Khairunnisa., Tanuwijaya, J.
2017. Tingkat Pengetahuan Pasien
dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga
Apotek Kota Panyabungan.Jurnal
Sains Farmasi dan Klinis, 3(2), 186-
192.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan, 2019.
https://bpjskesehatan.go.id/bpjs/hom
e. di akses pada tanggal 04 April
2019.
Bodgan dan Steven Taylor. 1992.
Pengantar Metode Kualitatif.
Surabaya: Usaha Nasional.
Bugin, M. Burhan. 2007. Penelitian
Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Creswell Jhon. W. 2014. Penelitian
Kualitatif & Desain Riset.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Kesehatan RI. 2008, Materi
Pelatihan Peningkatan Pengetahuan
dan Keterampilan Memilih Obat
Bagi Tenaga Kesehatan, Jakarta:
Depkes RI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Kamus Besar Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia.
El-Hamamsy M., 2011, Unused
Medications: How Cost And How
Disposal of in Cairo, Egypt,
Techincals journals online, 21-27.
Hafizurrachman. 2009. Kepuasan Pasien
dan Kunjungan Rumah Sakit.
Departemen Administrasi Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Jakarta.
Hayaza, Yaseer Thariq. 2013. "Analisis
kepuasan pasien terhadap kualitas
pelayanan kamar obat di puskesmas
surabaya utara." Calyptra 2.2: 1-13.
Hayes, Tamara L., Jimlie. 2009.
"Medication adherence in healthy
elders: small cognitive changes make
a big difference." Journal of aging
and health 21.4. 567-580.
9. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
I.M.S. Institute, 2016, The Global Use of
Medicines: Outlook Through, I.M.S.
Institute for Healthcare Informatics.
Kawahe, Monika. 2015. "Hubungan antara
mutu pelayanan kefarmasian dengan
kepuasan pasien rawat jalan di
puskesmas teling atas kota
manado." PHARMACON 4.4.
Keputusan Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Nomor HK.00.DJ.II.924/2004
tentang Pembentukan Tim Penyusun
Pedoman Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Pelayanan Informasi Obat.
Krisnanta, I. Komang Agus Bayu. 2016.
"Analisis Profil dan Faktor Penyebab
Ketidakpatuhan Pengasuh Terhadap
Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Anak."
Kesehatan, Departemen, and Departemen
Kesehatan. 2006. "Pharmaceutical
care untuk penyakit hipertensi."
Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif: Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru.Jakarta: UI
Press.
Novani, D., Suwandono, A., Trihadi, D.,
Adi, M. S., & Suwondo, A. (2017).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Minum Obat
Tuberkulosis. VISIKES: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 16(1).
Nugraheni, Gesnita, Nugroho, Cahyo.
2016. "Kepuasan Pasien BPJS
Kesehatan Terhadap Kualitas
Pelayanan Kefarmasian Di Pusat
Kesehatan Masyarakat (Analisis
Menggunakan Servqual Model Dan
Cuctomer Window Quadrant)."
Rakernas dan Pertemuan Ilmiah:
198-204.
Oliveira, Benigna Maria de, viana MB, de
Mattos Arruda L, Ybarra MI,
Romanha AJ. 2005. "Evaluation of
compliance through specific
interviews: a prospective study of 73
children with acute lymphoblastic
leukemia." Jornal de pediatria 81.3:
245-250.
Osterberg, L. & Blasckhe, T. 2005.
Adherence to medication. The New
England Journal of Medicine.
353(5):487-497.
Peraturan Kepala Badan dan Pengawasan
Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolaan
Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan.
Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat.
Raini, Mariana, and Ani Isnawati. 2017.
"Profil Obat Diare yang Disimpan di
Rumah Tangga di Indonesia Tahun
2013." Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 26.4:
227-234.
Riset Kesehatan Dasar, 2013. Farmasi dan
Pelayanan Kesehatan
Tradisional.http://labdata.litbang.dep
kes.go.id/riset-badan-
litbangkes/menu-riskesnas/menu-
riskesdas diakses pada tanggal 04
April 2019.
Sari, Desti Diana, and Rasmi Zakiah
Oktarlina. 2018. "Peresepan Obat
Rasional dalam Mencegah Kejadian
Medication Error." Jurnal
Medula 7.5: 100-105.
Sari, Lusia Oktora Ruma Kumala. 2012.
"Pemanfaatan obat tradisional
dengan pertimbangan manfaat dan
keamanannya." Pharmaceutical
Sciences and Research (PSR) 3.1: 1-
7.
10. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia 2018/2019
Siregar, Charles J.P. dan Endang
Kumolosari. 2006. Farmasi Klinik
Teori dan Penerapan, Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siti HR, Eka KU, Robianto. 2018.
Pememantauan Efek Samping
Antibiotik yang merugikan Pada
Pasien Anak Yang Berobat Di
Puskesmas Kecamatan Pontianak
Timur. Program studi Farmasi
Universitas Tanjung Pura.
Pontianak.
Suharsimi Arikunto. 2002.Prosedur
Penelitian :Suatu Pendekatan
Praktik.Jakarta : Rineka Cipta.
Sujarweni. 2014. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Setyoningsih, Ayu, and Myrtati D. Artaria.
2016 "Pemilihan penyembuhan
penyakit melalui pengobatan
tradisional non medis atau medis."
Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik 29.1: 44-56.
Strauss dan Juliet Corbin. 1997. Dasar-
Dasar Penelitian Kualitatif Prosedur,
Teknik, dan Teori. Surabaya:Bina
Ilmu Offset.
Tarigan, Almina Rospitaria, Zulhaida
Lubis, and Syarifah Syarifah. 2018.
"Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan
Dukungan Keluarga Terhadap Diet
Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan
Pancur Batu Tahun 2016." Jurnal
Kesehatan 11.1: 9-17.
Tim Penyususun. 2019. Pedoman
Penulisan Skripsi Program Studi S1
Farmasi,padang: Sekolah Tinggi
Farmasi Indonesia Perintis Padang.
Yuda, A., Sulistyarini, A., Setiawan, C. D.,
Nugraheni, G., Ahmad, G. N., &
Nita, Y. (2014). Profil Praktek
Pengelolaan Obat pada Lansia di
Surabaya. Jurnal Farmasi
Komunitas, 1(1), 23-28.
Wijaya, N, Faturrohmah A., Whanni W,
Agustin. Tesa G, Soesanto, Dina
Kartika, Hikmah prasasti. 2015.
Profil Kepatuhan Pasien Diabetes
Melitus Puskesmas Wilayah
Surabaya Timur Dalam
Menggunakan Metode Pill Count.
Jurnal Farmasi Komunitas, 2(1), 18-
22.
.