SlideShare a Scribd company logo
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI
1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi,
yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan.
Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu
negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah
demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah
negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi
masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi,
sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu
tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan .” ini adalah
prinsipnya.[1]
Salah satu bentuk dari hal tersebut ialah semua warga terlibat aktif dalam pelaksanaan
pemilihan umum ( PEMILU ) . Pengertian pemilu itu sendiri adalah menurut UU No. 3 Tahun
1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara
kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B. POKOK PERMASALA
1Bagaimana sejarah pemilu ?
2. Bagaimana sistem pemilu di Indonesia ?
CTUJUAN MASALAH
1. Mengetahui pengaturan dan pelaksanaan pemilu dalam beberapa kurun waktU
2. Mempelajari pergulatan politik dalam rangka sistem pengaturan dalam pelaksanaan pemilu
di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemilu
1. Pemilu tahun 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik
Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya
demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak
mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.
Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang
bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab
dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum
tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun
akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari
dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi)
kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing
yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu
1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU
No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang
mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.
Beerdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tsb, maka pada bulan Septamber 1955
telah dilakukan Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), selanjutnya dalm bulan Desember 1955 telah pula
diselenggarakan Pemilihan Umum, umtuk memilih anggota-anggota Konstituante; yang
pelantikannya dilakukan pada hari tanggal 10 November 1956.
2. Pemilu Tahun 1971
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan
Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan
sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan
sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah
tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang
mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang
mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan
Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan
pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966
yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi
pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan
diselenggarakan dalam tahun 1971.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti
setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang
kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun
1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam
Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15
Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini
ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang
meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-
an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
3. Pemilu Tahun 1977
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu
ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu
terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.
Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak
Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah
sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai
dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu
adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan
satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih
dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan.
Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari
suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya
menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
4. Pemilu Tahun 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982.
Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal
merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil
Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti
kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242
kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
5. Pemilu Tahun 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di
seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32
persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
6. Pemilu Tahun 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu
agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan
Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu
1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata
bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi
dibanding pemilu sebelumnya.
7. Pemilu Tahun 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih
menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan
suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu
1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan
suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat
menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
8. Pemilu Tahun 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 Appril 2004
untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan
diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang
(84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%)
dinyatakan sah.
Pemilihan Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak,
dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi
ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Aturan
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5
pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli
2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak
pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah. Karena tidak ada
satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran
kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua,
yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2
pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober
2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak
pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.
B. Sistem Pemilu di Indonesia
Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik dan sistem proporsional,
tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem yang sebenarnya adalah sistem Single
Member Constituency ( SMC, atau konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member
Constituency ( MMC, konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah
menetapkan wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih dahulu,
apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi.
Di pemilu 2004 wilayah propensi dibagi terlebih dahulu, baru di bagi bagi lagi menjadi
beberapa daerah pemilihan ( dapil ). Sistem yang diterapkan yaitu MMC, yaitu disetiap dapil
terdapat jatah korsi sesuai dengan bilangan pembagi penduduk ( BPP ) yang ditetapkan sacara
berbeda beda.
Untuk menetap kan dapil dan BPP itu tidak dilakukan seragam atau sama dari bawah.
Artinya, menetukan dulu banyaknya jumlah penduduk, lalu dibagi sama rata dengan angka yang
sama, untuk menghasil kan jumlah kursi DPR. Juga sebaliknya, jumlah korsi di DPR ditetapkan
dulu yaitu 550 kursi, baru menetapkan dapil dan BPP nya.
Menetapan dapil dan BPP sangat penting. Karena keputusan menetapkan dapil dan BPP itu
bukan hanya menyangkut persolan teknis semata, melainkan mengenai aspek subtansial pemilu
sebagai pemilu yang benar benar demokrasi. Batasbatas dapil yang berbeda akan menghasilkan
representasi yang berbeda pula.
Penarikan garis batas dapil seperti itulah yang dalam khasanah kosa kata politik disebut
sebagai gerrymandering. Berbagai kasus di negara yang menyelengarakan pemilu dalam transisi
demokrasi menunjukkan, KPU-nya tidak netral dan imparsial dalam gerrymandering ini.[2]
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemilu di Indonesia di ada kan 8 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997 dan 2004.
Pemilu tahun 2004 diadakan 2 kali putaran untuk pemilihan Presiden dan wakil presiden.
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan
calon dan pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti
oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4
Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.
Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik dan sistem proporsional,
tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem yang sebenarnya adalah sistem Single
Member Constituency ( SMC, atau konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member
Constituency ( MMC, konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah
menetapkan wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih dahulu,
apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi.
B.PENUTUP
Demikian makalah ini saya susun.saya atas nama nurlin sahab saya menyadari dalam
makalh ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh sekali dari kesan ‘sempurna”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih
anggota l embaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD
1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan
oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan
ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan
pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari
rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada
pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat
berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan
umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah
pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya
untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang
menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam
parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk
memilih para pejabat tinggi negara.
Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai
politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk
dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam
sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut
sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;
biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).
B. Rumusan Masalah
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pemilikhan umum yang bisa memberikan
kontribusi bagi sistem politik yang demokratis, dan efektif yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan adalah sistem proses pemilihan umum yang luber, yang matang mengenai
sistem pemilu proporsional dan pemehaman yang luas dari pemerintah. Berdasarkan
pernyataan ini maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sistem pemilu proporsional?
2. Faktor-faktor apa yang menmjadi kelebihan dan kekurangan pada pemilu sistem
proporsiona?
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Sistem
Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subjek
atau objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek
pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat. Kehadiran subjek
atau objek semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem, itu baru merupakan
himpunan subjek atau objek. Himpunan subjek atau objek tadi baru membentuk sebuah
sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin tentang
bagaimana subjek-objek bekerja, berhubungan dan berjalan.
Sebuah sistem sederhana apapun senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu.
Dari uraian diatas cukup jelas bahwa sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek
atau himpunan suatu objek. Sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup objek dan
perangkat-perangkat kelembagaan yang membentuknya. Selanjutnya perlu disadari bahwa,
seringkali suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem yang lain.
2. Pemilihan Umum
a. Makna Pemilu
Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis
adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan
regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan
beradab.
Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam mengelola
kekuasaan. Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona luar biasa. Siapapun
akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi akan mempertahankan
kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya daya tarik kekuasaan sehingga
tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan oleh pemilik kekuasaan tanpa melalui
perebutan atau kompetisi.
Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan daya rusak
kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan
persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan kekuasaan
tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak
berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu
adagium ilmu politik, power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absoluteny.
Pemilu 2004 adalah pemilu kedua dalam masa transisi demokrasi. Pemilu mendatang
diharapkan dapat menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk membangun suatu
institusi yang dapat menjamin transfer of power dan power competition dapat berjalan
secara damai dan beradab. Untuk itu, pemilu 2004 harus diatur dalam suatu kerangka
regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja dapat
berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan wakil-wakil yang
kredibel, akuntabel, dan kapabel serta sanggup menerima kepercayaan dan kehormatan
dari rakyat, dalam mengelola kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka untuk
mewujudkan kesejahteraan umum.
Agar pemilu 2004 dapat menjadi anggeda pelembagaan proses politik yang demokratis,
diperlukan kesungguhan, terutama dari anggota parlemen, untuk tidak terjebak dalam
permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangkan agenda subjektif
masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik harus dibuang jauh-jauh.
Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi bukan sekedar
hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk menjaga kepentingannya.
Bila hal itu yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat oligarki politik. Karena
itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar
kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana
menghasilkan pemilu yang demokratis. Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan
mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan di parlemen serta
saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang.
Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen. Parsyaratan ini
amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan itu tampaknya
memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus pemilu menyetujui
bahwa kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi lembaga independen dan
berwewenang penuh dalam menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU yang semula
mempunyai dua atasan: untuk urusan operasional bertanggung jawab kepada KPU, telah
disatukan dalam struktur yang tidak lagi bersifat dualistik. Struktur yang sama diterapkan
pula ditingkat propinsi serta kabupaten dan kota.
Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan partai-partai
menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu kemajuan. Sejak semula,
sebenarnya argumen kontra terhadap sistem proporsional terbuka dengan menyatakan
sistem ini terlalu rumit gugur dengan sendirinya.
Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu harus
menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit, diperlukan
kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sebab, partai politik bukan saja
instrumen untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai
tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat.
Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu
2004. Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak hukum
dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu semacam koordinasi
diantara lembaga pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak tumpang tindih.
Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu. Tugas
lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti, membuat penyilidikan dan
memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu.
Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu mendatang
amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money politics dewasa ini
telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih pemimpin mulai dari elite
politik sampai dibeberapa organisasi sosial dan kemahasiswaan. Karena itu, kontrol
terhadap dana kampanye harus lebih ketat. Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang,
mengonversikan utang dan sumbangan barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang
memperoleh bantuan dari sumber asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu
saja hukuman pidana yang tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya.
Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi masyarakat dan
partai politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung unsur-unsur baru serta
detail-detail yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.
b. Pemilih dan Hak Pilih
Persyaratan mendasar dari pemerintahan perwakilan daerah adalah bahwa rakyat
mempunyai peluang untuk memilih anggota dewan yang memegang peranan dan
bertanggung jawab dalam proses pemerintahan. Masken Jie (1961) berpendapat bahwa
pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya, masih merupakan suatu cara
yang bernilai paling tinggi, karena belum ada pihak yang dapat mencipatakan suatu
rancangan politik yang lebih baik dari cara tersebut untuk kepentingan berbagai kondisi
yang diperlukan guna penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat manapun.
Pertama, pemilihan dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu menilai
arti dan manfaat sebuah pemerintahan. Kedua, pemilihan dapat memberikan suksesi yang
tertib dalam pemerintahan, melalui transfer kewenangan yang damai kepada pemimpin
yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk melepaskan jabatannya, baik
karena berhalanga tetap atau karena berakhirnya suatu periode kepemimpinan.
Pada sistem pemerintahan nonperwakilan daerah, peranan warga daerah terbatas pada hal-
hal yang relatif tidak terorganisasi dan tidak langsung dalam urusan pemerintahan
daerahnya. Rakyat harus memainkan peranan yang aktif dan langsung jika pemerintahan
perwakilan diinginkan untuk menjadi dinamis dan bukan merupakan proses statis. Ada
banyak kepentingan dan pengaruh warga daerah untuk melibatkan diri dalam proses
pemerintahan daerah, tetapi yang paling mendasar adalah melalui pemilihan para wakilnya
dalam kepemimpinan daerah.
c. Hak Untuk Memilih
Suatu hak pilih yang umum merupakan dasar dari pemerintahan perwakilan dan
pengembangannya diberbagai negara merupakan fenomena yang paling penting dalam
kaitannya dengan pemerintahan perwakilan daerah yang modern. Pada abad 19, banyak
negara belum mempunyai proses pemilihan untuk posisi-posisi pada
pemerintahan daerah. Di negara lainnya, hak untuk memilih seringkali dibatasi pada
sejumlah kecil penduduknya. Namun perkembangan selama satu abad terakhir ini
menunjukan adanya kemajuan yang berarti dalam mengalihkan hak dari beberapa orang
saja menjadi hak bagi semua, atau lebih tepat lagi berupa hak bagi hampir semua, karena
pada sistem hak pilih yang paling luas pun masih ada beberapa diantaranya yang tidak
memenuhi syarat untuk memilih.
Dalam banyak hal, hak untuk memilih bagi perwakilan pada lembaga daerah terbatas pada
satu orang yang merupakan warga daerah tersebut. Namun pengecualiannya dapat
dijumpai pada persemakmuran Inggris yang hukum kewarganegaraannya menyatakan
bahwa warga negara dalam persemakmuran manapun dapat memilih di Inggris Raya, bila ia
dinayatakan memenuhi syarat (HMSO, 1965). Dewasa ini sudah menjadi fenomena yang
umum untuk memberikan hak pilih kepada seseorang yang sudah mencapai “umur yang
bertanggung jawab”. Ada dua persyaratan lain yang sering diungkapkan dalam cara yang
agak negatif. Diketahui bahwa sudah menjadi hal yang biasa disetiap negara untuk
menghapus hal pilih dari mereka yang tidak waras atau catat mental dan mereka yang
sedang menjalani hukuman penjara. Demikian pula, ada beberapa negara yang tidak
membolehkan warganya yang telah menjalani masa tahanan dalam penjara selama waktu
yang cukup lama untuk ikut memilih. Di indonesia, mereka yang dihukum diatas lima tahun
tidak diperkenankan mengikuti pemilihan umum.
d. Pemilu Sistem Proporsional
Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu: pemilu sistem
distrik dan pemilu sistem proporsional. Namun yang akan dibahas penulis ialah pemilu
sistem proporsional.
Sistem ini perjumlah penduduk pemilih misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih
memperoleh satu wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah sekelompok
orang yang diajukan kontekstan pemilu (multy member constituency), sehingga wakil dan
pemilih kurang akrab. Tetapi sisah dapat digabung secara nasional untuk kursi tambahan,
dengan begitu partai kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih
dihargai. Indonesia berada ditengah-tengah sistem ini (sistem campuran) dalam pemilihan
selama orde baru, tetapi sedikit cenderung agak mirip pada sistem proporsional.
e. Kelemahan dan Kelebihan Sistem Proporsional
Kelemahan
1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini
tidak menjurus kearah integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka
lebih cenderung lebih mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong
untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya diaggap bahwa sistem
ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai;
2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan
loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal-hal semacam ini partai lebih menonjol
perannya dari pad kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.
Kelebihan
1. Partai politik bisa leluasa menentukan siapa yang bakal calon.
2. integritas secara citra partai lebih “solid” karana para pemilih mendukung atau
mencoblos partai politik serta calonnya.
3. pencalonan perempuan okeh partai politik sebagai anggota legislatif sebanyak 30 %.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi umumnya
ada dua prinsip pokok yaitu: sistem distrik dan sistem proporsional, namun pada pemilu
2009 menggunakan sistem pemilu proporsional. Sebagai catatan penutup perlu
dikemukakan, perjalanan yang akan ditempuh bangsa Indonesia dalam mengukir demokrasi
masih amat panjang dan melelahkan. Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan
sirkulasi elite penguasa yang reguler, aman dan beradab hanya dapat dilakukan melalui
serangkaian pemilu yang jujur dan adil.
Politik merupakan kualitas yang paling penting untuk membangkitkan dan
mengorganisasikan minat dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan
ditingkat daerah. Pada unit pemerintahan yang lebih besar, politik memegang peranan
penting dalam proses pemerintahan perwakilan. Untuk mewujudkan aspirasi masyarakat
guna mewujudkan good governance. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan
dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna,
berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN.
PENUTUP
Demikian makalah ini saya susun.apabilah makalah ini banyak sekali kekurangan dan
jauh sekali dari kasan sempurna.dan terima kasih.
Daftar Pustaka
http://www.kpukalbar.com
Prof. H Soehino, S.H, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan
Pemilihan umum di Indonesia ,UGM Yogyakarta, 2010.
Sulistyo Hermawan, Siapa Makan Siapa, pensil-324, jakarta, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan
secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan
konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain
prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap
warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan
Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak pernah lepas
dari pengawasan rakyatnya. Adalah demokrasi, sebuah bentuk pemerintahan yang terbentuk
karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri.
Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk
pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya
rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada pula saatnya
rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-akan
tak ada batasnya. Berbeda dengan monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan
untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan di mana setiap
orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai
oleh sebagian besar rakyat. Pemerintah telah membuat sebuah perjanjian dengan rakyatnya yang
ia sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau
perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum,
rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang
selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Pemilihan Umum?
B. Bagaimana Sistem Pemilihan Umum?
C. Bagaimana Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.1[1]
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI
1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi,
yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak
ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara
demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka
secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah
besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya
ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna
membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan.” ini adalah prinsipnya.2[2]
B.SISTEM PEMILIHAN UMUM
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya
berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil; biasanya disebut Sistem
Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (yang
biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam
dewan perwakilan rakyat.
Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :
1) Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika
golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
2) Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan
suara-suara yang telah mendukungnya.
Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan
penduduk distrik lebih erat.
2) Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam
setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-
perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.
3) Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang mempermudah
terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional
4) Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya
dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok
dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai
adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.
Sistem ini ada beberapa kelemahan:
a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru
b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan
loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya
diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.3[3]
Keuntungan system Propotional:
a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalm parlemen
sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu.
b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa
ada distorsi.4[4]
Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam sistem
pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya.
Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII pasal
65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.
Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V pasal 49
tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa mendapat 35
(tiga puluh lima) kursi
b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000
(tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta)
jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh
juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;
e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000
(sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;
f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;
g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat
100 (seratus) kursi.5[5]
C. Pelaksanaan pemilihan Umum di Indonesia
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan Sembilan
kali pemilhan uum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan
2004. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan
di banding dengan yag lain.
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka hasil pemilhan umum yang
cocok untuk Indonesia.6[6]
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan
dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.
Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:
a. Merencanakan penyelenggaraan KPU.
b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.
c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan
pemilu.
d. Menetapkan peserta pemilu.
e. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota.
f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.
g. menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR,DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.
i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.7[7]
Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat
dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis
ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan
negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR
adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan
haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden
adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab
kepada MPR.8[8]
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga
tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang
berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” serta Pasal
22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.” Dalam Pasal 6A
UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi:
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden9[9]
UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah
pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil
Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:
a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah
perseorangan.
e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri.
f. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.10[10]
IV.KESIMPULAN
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam tema singkat
tentang “pemilu” ini:
a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik Indonesia sedang berada
dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Pengawasan oleh rakyat
dalam hal ini, diwujudkan dalam sebuah penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan dan kedudukan
lembaga legislatif yang baru menjadikan masyarakat kita lebih mudah untuk memulai belajar
berdemokrasi.
d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana caranya berdemokrasi
yang benar di dalam sebuah republik.
e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus dijalankannya proses
pendidikan politik, khususnya demokrasi di Indonesia, secara konsisten.
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun. SAYA ATAS NAMA WD HADIJA dalam makalah ini
masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,Miriam,2007,Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:Ikrar Mandidrabadi
______________,2008,edisi revisi Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,
Soehino,2010,Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan
umum di Indonesia, Yogyakarta:UGM
Tim Eska Media. 2002, Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media.
Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD

More Related Content

What's hot

Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Ahsanul Minan
 
Pentingnya demokrasi
Pentingnya demokrasiPentingnya demokrasi
Pentingnya demokrasi
ChoujiEriko
 
Pemilu 2004
Pemilu 2004Pemilu 2004
Pemilu 2004
Listiana Nurwati
 
M nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093final
M nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093finalM nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093final
M nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093finalnatal kristiono
 
Perlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilihPerlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilih
Ahsanul Minan
 
Sistem Pemilu
Sistem PemiluSistem Pemilu
Sistem Pemilu
Fadila Lestari
 
Kebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan Umum
Kebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan UmumKebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan Umum
Kebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan Umum
Hana Medina
 
Amandemen IV UUD 1945
Amandemen IV UUD 1945Amandemen IV UUD 1945
Amandemen IV UUD 1945
Norsel Maranden
 
Uu 15 2011
Uu 15 2011Uu 15 2011
Uu 15 2011
KPU KOTA KENDARI
 
Bahan tayangan UUD 1945
Bahan tayangan UUD 1945Bahan tayangan UUD 1945
Bahan tayangan UUD 1945
Gita Nur Lintang
 
Bahan tayangan uud
Bahan tayangan uudBahan tayangan uud
Bahan tayangan uud
Rochimudin
 
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Remo Harsono
 
Undang-undang No. 15 tahun 2011
Undang-undang No. 15 tahun 2011Undang-undang No. 15 tahun 2011
Undang-undang No. 15 tahun 2011
taqin32
 
UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu
UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan  pemilu UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan  pemilu
UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu
M Ungang
 
Uu no 8 thn 2012 pemilu
Uu no 8 thn 2012 pemilu Uu no 8 thn 2012 pemilu
Uu no 8 thn 2012 pemilu
WawanIdola
 
Uu no 8 thn 2012 pemilu leg oke
Uu no 8 thn 2012 pemilu leg okeUu no 8 thn 2012 pemilu leg oke
Uu no 8 thn 2012 pemilu leg oke
Sariman Bkl
 

What's hot (19)

Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
 
Pentingnya demokrasi
Pentingnya demokrasiPentingnya demokrasi
Pentingnya demokrasi
 
Wita ti
Wita tiWita ti
Wita ti
 
Pemilu 2004
Pemilu 2004Pemilu 2004
Pemilu 2004
 
M nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093final
M nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093finalM nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093final
M nurjaya santrihhn-7101413431-pknrombel093final
 
Perlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilihPerlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilih
 
Sistem Pemilu
Sistem PemiluSistem Pemilu
Sistem Pemilu
 
Kebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan Umum
Kebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan UmumKebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan Umum
Kebijakan Pemerintah Masa Orde Baru: Pemilihan Umum
 
amandemen uud 1945
 amandemen uud 1945 amandemen uud 1945
amandemen uud 1945
 
Amandemen IV UUD 1945
Amandemen IV UUD 1945Amandemen IV UUD 1945
Amandemen IV UUD 1945
 
Uu 15 2011
Uu 15 2011Uu 15 2011
Uu 15 2011
 
Bahan tayangan UUD 1945
Bahan tayangan UUD 1945Bahan tayangan UUD 1945
Bahan tayangan UUD 1945
 
Bahan tayangan uud
Bahan tayangan uudBahan tayangan uud
Bahan tayangan uud
 
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
 
Undang-undang No. 15 tahun 2011
Undang-undang No. 15 tahun 2011Undang-undang No. 15 tahun 2011
Undang-undang No. 15 tahun 2011
 
UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu
UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan  pemilu UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan  pemilu
UU no.15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu
 
anything
anythinganything
anything
 
Uu no 8 thn 2012 pemilu
Uu no 8 thn 2012 pemilu Uu no 8 thn 2012 pemilu
Uu no 8 thn 2012 pemilu
 
Uu no 8 thn 2012 pemilu leg oke
Uu no 8 thn 2012 pemilu leg okeUu no 8 thn 2012 pemilu leg oke
Uu no 8 thn 2012 pemilu leg oke
 

Similar to Tugas makalah

Pemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdf
Pemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdfPemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdf
Pemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdf
farhansyukri1
 
Format politik ekonomi indonesia copy (2)
Format politik ekonomi indonesia   copy (2)Format politik ekonomi indonesia   copy (2)
Format politik ekonomi indonesia copy (2)
Muqowwil hujjaj
 
modul_1c.pdf
modul_1c.pdfmodul_1c.pdf
modul_1c.pdf
MahmudahLubis1
 
Pemilu
PemiluPemilu
Pemilu
Mya Miranda
 
Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)
Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)
Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)Satya Hs
 
Perkembangan pada masa reformasi
Perkembangan pada masa reformasiPerkembangan pada masa reformasi
Perkembangan pada masa reformasi
Riris Ros Lina
 
Bab 8 sni 6
Bab 8 sni 6Bab 8 sni 6
Bab 8 sni 6
Putra Sanubari
 
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres 2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi,  Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres  2014Musni Umar: Budaya Demokrasi,  Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres  2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres 2014
musniumar
 
Demokrasi
DemokrasiDemokrasi
Demokrasi
Rama Putra
 
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014
musniumar
 
Dinamika Pemilu Di INdonesia.pptx
Dinamika Pemilu Di INdonesia.pptxDinamika Pemilu Di INdonesia.pptx
Dinamika Pemilu Di INdonesia.pptx
DanialDarwis1
 
Bab_7_MASA_REFORMASI.ppt
Bab_7_MASA_REFORMASI.pptBab_7_MASA_REFORMASI.ppt
Bab_7_MASA_REFORMASI.ppt
retnokridaningtias
 
Kelahiran Orde Baru
Kelahiran Orde BaruKelahiran Orde Baru
Kelahiran Orde Baru
Destu Ayu Hapsari
 
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
PT.Ajor Makmur
 
Sistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umumSistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umum
Fhadel Muhammad
 
PEMILIHAN UMUM
PEMILIHAN UMUMPEMILIHAN UMUM
PEMILIHAN UMUM
Indah Muthmainnah
 
5308647
53086475308647
Pemilu untuk Kita.ppt
Pemilu untuk Kita.pptPemilu untuk Kita.ppt
Pemilu untuk Kita.ppt
ANZAKKI
 
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Reviewtentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
Ando Medan
 

Similar to Tugas makalah (20)

Pemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdf
Pemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdfPemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdf
Pemilu dalam Sejarah Republik Indonesia.pdf
 
Format politik ekonomi indonesia copy (2)
Format politik ekonomi indonesia   copy (2)Format politik ekonomi indonesia   copy (2)
Format politik ekonomi indonesia copy (2)
 
modul_1c.pdf
modul_1c.pdfmodul_1c.pdf
modul_1c.pdf
 
Pemilu
PemiluPemilu
Pemilu
 
Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)
Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)
Orde baru (Politik,ekonomi, dan keamanan)
 
Perkembangan pada masa reformasi
Perkembangan pada masa reformasiPerkembangan pada masa reformasi
Perkembangan pada masa reformasi
 
Bab 8 sni 6
Bab 8 sni 6Bab 8 sni 6
Bab 8 sni 6
 
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres 2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi,  Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres  2014Musni Umar: Budaya Demokrasi,  Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres  2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres 2014
 
Demokrasi
DemokrasiDemokrasi
Demokrasi
 
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Pileg dan Pilpres 2014
 
Dinamika Pemilu Di INdonesia.pptx
Dinamika Pemilu Di INdonesia.pptxDinamika Pemilu Di INdonesia.pptx
Dinamika Pemilu Di INdonesia.pptx
 
Bab_7_MASA_REFORMASI.ppt
Bab_7_MASA_REFORMASI.pptBab_7_MASA_REFORMASI.ppt
Bab_7_MASA_REFORMASI.ppt
 
Kelahiran Orde Baru
Kelahiran Orde BaruKelahiran Orde Baru
Kelahiran Orde Baru
 
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
 
Sistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umumSistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umum
 
PEMILIHAN UMUM
PEMILIHAN UMUMPEMILIHAN UMUM
PEMILIHAN UMUM
 
5308647
53086475308647
5308647
 
Pemilu untuk Kita.ppt
Pemilu untuk Kita.pptPemilu untuk Kita.ppt
Pemilu untuk Kita.ppt
 
Ppt htn
Ppt htnPpt htn
Ppt htn
 
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Reviewtentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
Operator Warnet Vast Raha
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
Operator Warnet Vast Raha
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
Operator Warnet Vast Raha
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Operator Warnet Vast Raha
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
Operator Warnet Vast Raha
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
Operator Warnet Vast Raha
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
Operator Warnet Vast Raha
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
Operator Warnet Vast Raha
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
Operator Warnet Vast Raha
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
Operator Warnet Vast Raha
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
Operator Warnet Vast Raha
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
Operator Warnet Vast Raha
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
Operator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Recently uploaded

ANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptx
ANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptxANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptx
ANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptxKelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
ErvinYogi
 
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptx
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptxBAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptx
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptx
anselmusl280
 
tantangan dan solusi perbankan syariah.pdf
tantangan dan solusi perbankan syariah.pdftantangan dan solusi perbankan syariah.pdf
tantangan dan solusi perbankan syariah.pdf
muhammadarsyad77
 
PPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptx
PPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptxPPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptx
PPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptx
nugrohoaditya12334
 
Modul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK 2024.pdf
Modul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK  2024.pdfModul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK  2024.pdf
Modul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK 2024.pdf
muhammadarsyad77
 
Good Ethic will create good business to run with
Good Ethic will create good business to run withGood Ethic will create good business to run with
Good Ethic will create good business to run with
ssuser781f6d1
 
MATERI AKUNTANSI IJARAH POWER POINT (PPT)
MATERI AKUNTANSI IJARAH  POWER POINT (PPT)MATERI AKUNTANSI IJARAH  POWER POINT (PPT)
MATERI AKUNTANSI IJARAH POWER POINT (PPT)
ritaseptia16
 
Materi Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdf
Materi Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdfMateri Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdf
Materi Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdf
WiwikDewiSusilawati
 
ANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptx
ANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptxANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptx
ANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptx
AnisaSyahfitri1
 
PPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptx
PPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptxPPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptx
PPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptx
azfikar96
 
12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)
12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)
12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)
DebiCarolina2
 

Recently uploaded (12)

ANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptx
ANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptxANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptx
ANALISI KESEMBANGAN PASAR UANG (KURVA-LM).pptx
 
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptxKelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
 
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptx
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptxBAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptx
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptx
 
tantangan dan solusi perbankan syariah.pdf
tantangan dan solusi perbankan syariah.pdftantangan dan solusi perbankan syariah.pdf
tantangan dan solusi perbankan syariah.pdf
 
PPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptx
PPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptxPPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptx
PPT Kelompok BAB III PENGGUNAAN BMN DAN BMD.pptx
 
Modul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK 2024.pdf
Modul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK  2024.pdfModul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK  2024.pdf
Modul Pembekalan PKD PILKADA SERENTAK 2024.pdf
 
Good Ethic will create good business to run with
Good Ethic will create good business to run withGood Ethic will create good business to run with
Good Ethic will create good business to run with
 
MATERI AKUNTANSI IJARAH POWER POINT (PPT)
MATERI AKUNTANSI IJARAH  POWER POINT (PPT)MATERI AKUNTANSI IJARAH  POWER POINT (PPT)
MATERI AKUNTANSI IJARAH POWER POINT (PPT)
 
Materi Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdf
Materi Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdfMateri Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdf
Materi Presentasi Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Pusat tanggal 6 Mei 2024.pdf
 
ANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptx
ANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptxANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptx
ANGGARAN_BIAYA_PRODUKSIiiiiiiiiiiii.pptx
 
PPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptx
PPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptxPPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptx
PPT Data Ekonomi Wilayah SULTRA_Andi Zulfikar.pptx
 
12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)
12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)
12 INVESTASI ASING LANGSUNG (Direct Foreign Investment)
 

Tugas makalah

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi. Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan .” ini adalah prinsipnya.[1] Salah satu bentuk dari hal tersebut ialah semua warga terlibat aktif dalam pelaksanaan pemilihan umum ( PEMILU ) . Pengertian pemilu itu sendiri adalah menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. B. POKOK PERMASALA 1Bagaimana sejarah pemilu ? 2. Bagaimana sistem pemilu di Indonesia ? CTUJUAN MASALAH 1. Mengetahui pengaturan dan pelaksanaan pemilu dalam beberapa kurun waktU 2. Mempelajari pergulatan politik dalam rangka sistem pengaturan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia.
  • 2. BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Pemilu 1. Pemilu tahun 1955 Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut. Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan. UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi. Beerdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tsb, maka pada bulan Septamber 1955 telah dilakukan Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), selanjutnya dalm bulan Desember 1955 telah pula diselenggarakan Pemilihan Umum, umtuk memilih anggota-anggota Konstituante; yang pelantikannya dilakukan pada hari tanggal 10 November 1956. 2. Pemilu Tahun 1971 Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah
  • 3. tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala. Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno. UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki- an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma. 3. Pemilu Tahun 1977 Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai
  • 4. dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi. Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971. 4. Pemilu Tahun 1982 Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971. 5. Pemilu Tahun 1987 Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya. 6. Pemilu Tahun 1992 Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu
  • 5. 1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya. 7. Pemilu Tahun 1997 Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. 8. Pemilu Tahun 2004 Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 Appril 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum Anggota DPR Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah. Pemilihan Umum Anggota DPD Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004 Aturan
  • 6. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah. Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah. B. Sistem Pemilu di Indonesia Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik dan sistem proporsional, tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem yang sebenarnya adalah sistem Single Member Constituency ( SMC, atau konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member Constituency ( MMC, konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah menetapkan wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih dahulu, apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi.
  • 7. Di pemilu 2004 wilayah propensi dibagi terlebih dahulu, baru di bagi bagi lagi menjadi beberapa daerah pemilihan ( dapil ). Sistem yang diterapkan yaitu MMC, yaitu disetiap dapil terdapat jatah korsi sesuai dengan bilangan pembagi penduduk ( BPP ) yang ditetapkan sacara berbeda beda. Untuk menetap kan dapil dan BPP itu tidak dilakukan seragam atau sama dari bawah. Artinya, menetukan dulu banyaknya jumlah penduduk, lalu dibagi sama rata dengan angka yang sama, untuk menghasil kan jumlah kursi DPR. Juga sebaliknya, jumlah korsi di DPR ditetapkan dulu yaitu 550 kursi, baru menetapkan dapil dan BPP nya. Menetapan dapil dan BPP sangat penting. Karena keputusan menetapkan dapil dan BPP itu bukan hanya menyangkut persolan teknis semata, melainkan mengenai aspek subtansial pemilu sebagai pemilu yang benar benar demokrasi. Batasbatas dapil yang berbeda akan menghasilkan representasi yang berbeda pula. Penarikan garis batas dapil seperti itulah yang dalam khasanah kosa kata politik disebut sebagai gerrymandering. Berbagai kasus di negara yang menyelengarakan pemilu dalam transisi demokrasi menunjukkan, KPU-nya tidak netral dan imparsial dalam gerrymandering ini.[2]
  • 8. BAB II PENUTUP A. Kesimpulan Pemilu di Indonesia di ada kan 8 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 dan 2004. Pemilu tahun 2004 diadakan 2 kali putaran untuk pemilihan Presiden dan wakil presiden. Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon dan pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah. Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik dan sistem proporsional, tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem yang sebenarnya adalah sistem Single Member Constituency ( SMC, atau konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member Constituency ( MMC, konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah menetapkan wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih dahulu, apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi. B.PENUTUP Demikian makalah ini saya susun.saya atas nama nurlin sahab saya menyadari dalam makalh ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh sekali dari kesan ‘sempurna”
  • 9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota l embaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali. Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara. Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang). B. Rumusan Masalah Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pemilikhan umum yang bisa memberikan kontribusi bagi sistem politik yang demokratis, dan efektif yang sedang giat-giatnya dilaksanakan adalah sistem proses pemilihan umum yang luber, yang matang mengenai sistem pemilu proporsional dan pemehaman yang luas dari pemerintah. Berdasarkan pernyataan ini maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah sistem pemilu proporsional? 2. Faktor-faktor apa yang menmjadi kelebihan dan kekurangan pada pemilu sistem proporsiona?
  • 10. BAB II PEMBAHASAN 1.Pengertian Sistem Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subjek atau objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat. Kehadiran subjek atau objek semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem, itu baru merupakan himpunan subjek atau objek. Himpunan subjek atau objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin tentang bagaimana subjek-objek bekerja, berhubungan dan berjalan. Sebuah sistem sederhana apapun senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu. Dari uraian diatas cukup jelas bahwa sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek atau himpunan suatu objek. Sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup objek dan perangkat-perangkat kelembagaan yang membentuknya. Selanjutnya perlu disadari bahwa, seringkali suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem yang lain. 2. Pemilihan Umum a. Makna Pemilu Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab. Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam mengelola kekuasaan. Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona luar biasa. Siapapun akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi akan mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya daya tarik kekuasaan sehingga tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan oleh pemilik kekuasaan tanpa melalui perebutan atau kompetisi. Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan daya rusak kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu adagium ilmu politik, power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absoluteny. Pemilu 2004 adalah pemilu kedua dalam masa transisi demokrasi. Pemilu mendatang diharapkan dapat menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk membangun suatu institusi yang dapat menjamin transfer of power dan power competition dapat berjalan secara damai dan beradab. Untuk itu, pemilu 2004 harus diatur dalam suatu kerangka
  • 11. regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja dapat berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan wakil-wakil yang kredibel, akuntabel, dan kapabel serta sanggup menerima kepercayaan dan kehormatan dari rakyat, dalam mengelola kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Agar pemilu 2004 dapat menjadi anggeda pelembagaan proses politik yang demokratis, diperlukan kesungguhan, terutama dari anggota parlemen, untuk tidak terjebak dalam permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangkan agenda subjektif masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik harus dibuang jauh-jauh. Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi bukan sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk menjaga kepentingannya. Bila hal itu yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat oligarki politik. Karena itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana menghasilkan pemilu yang demokratis. Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan di parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang. Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen. Parsyaratan ini amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan itu tampaknya memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus pemilu menyetujui bahwa kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi lembaga independen dan berwewenang penuh dalam menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU yang semula mempunyai dua atasan: untuk urusan operasional bertanggung jawab kepada KPU, telah disatukan dalam struktur yang tidak lagi bersifat dualistik. Struktur yang sama diterapkan pula ditingkat propinsi serta kabupaten dan kota. Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan partai-partai menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu kemajuan. Sejak semula, sebenarnya argumen kontra terhadap sistem proporsional terbuka dengan menyatakan sistem ini terlalu rumit gugur dengan sendirinya. Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit, diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sebab, partai politik bukan saja instrumen untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat. Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu 2004. Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak hukum dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu semacam koordinasi diantara lembaga pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak tumpang tindih.
  • 12. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu. Tugas lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti, membuat penyilidikan dan memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu. Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu mendatang amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money politics dewasa ini telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih pemimpin mulai dari elite politik sampai dibeberapa organisasi sosial dan kemahasiswaan. Karena itu, kontrol terhadap dana kampanye harus lebih ketat. Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang, mengonversikan utang dan sumbangan barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang memperoleh bantuan dari sumber asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu saja hukuman pidana yang tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya. Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi masyarakat dan partai politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung unsur-unsur baru serta detail-detail yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat. b. Pemilih dan Hak Pilih Persyaratan mendasar dari pemerintahan perwakilan daerah adalah bahwa rakyat mempunyai peluang untuk memilih anggota dewan yang memegang peranan dan bertanggung jawab dalam proses pemerintahan. Masken Jie (1961) berpendapat bahwa pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya, masih merupakan suatu cara yang bernilai paling tinggi, karena belum ada pihak yang dapat mencipatakan suatu rancangan politik yang lebih baik dari cara tersebut untuk kepentingan berbagai kondisi yang diperlukan guna penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat manapun. Pertama, pemilihan dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu menilai arti dan manfaat sebuah pemerintahan. Kedua, pemilihan dapat memberikan suksesi yang tertib dalam pemerintahan, melalui transfer kewenangan yang damai kepada pemimpin yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk melepaskan jabatannya, baik karena berhalanga tetap atau karena berakhirnya suatu periode kepemimpinan. Pada sistem pemerintahan nonperwakilan daerah, peranan warga daerah terbatas pada hal- hal yang relatif tidak terorganisasi dan tidak langsung dalam urusan pemerintahan daerahnya. Rakyat harus memainkan peranan yang aktif dan langsung jika pemerintahan perwakilan diinginkan untuk menjadi dinamis dan bukan merupakan proses statis. Ada banyak kepentingan dan pengaruh warga daerah untuk melibatkan diri dalam proses pemerintahan daerah, tetapi yang paling mendasar adalah melalui pemilihan para wakilnya dalam kepemimpinan daerah.
  • 13. c. Hak Untuk Memilih Suatu hak pilih yang umum merupakan dasar dari pemerintahan perwakilan dan pengembangannya diberbagai negara merupakan fenomena yang paling penting dalam kaitannya dengan pemerintahan perwakilan daerah yang modern. Pada abad 19, banyak negara belum mempunyai proses pemilihan untuk posisi-posisi pada pemerintahan daerah. Di negara lainnya, hak untuk memilih seringkali dibatasi pada sejumlah kecil penduduknya. Namun perkembangan selama satu abad terakhir ini menunjukan adanya kemajuan yang berarti dalam mengalihkan hak dari beberapa orang saja menjadi hak bagi semua, atau lebih tepat lagi berupa hak bagi hampir semua, karena pada sistem hak pilih yang paling luas pun masih ada beberapa diantaranya yang tidak memenuhi syarat untuk memilih. Dalam banyak hal, hak untuk memilih bagi perwakilan pada lembaga daerah terbatas pada satu orang yang merupakan warga daerah tersebut. Namun pengecualiannya dapat dijumpai pada persemakmuran Inggris yang hukum kewarganegaraannya menyatakan bahwa warga negara dalam persemakmuran manapun dapat memilih di Inggris Raya, bila ia dinayatakan memenuhi syarat (HMSO, 1965). Dewasa ini sudah menjadi fenomena yang umum untuk memberikan hak pilih kepada seseorang yang sudah mencapai “umur yang bertanggung jawab”. Ada dua persyaratan lain yang sering diungkapkan dalam cara yang agak negatif. Diketahui bahwa sudah menjadi hal yang biasa disetiap negara untuk menghapus hal pilih dari mereka yang tidak waras atau catat mental dan mereka yang sedang menjalani hukuman penjara. Demikian pula, ada beberapa negara yang tidak membolehkan warganya yang telah menjalani masa tahanan dalam penjara selama waktu yang cukup lama untuk ikut memilih. Di indonesia, mereka yang dihukum diatas lima tahun tidak diperkenankan mengikuti pemilihan umum. d. Pemilu Sistem Proporsional Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu: pemilu sistem distrik dan pemilu sistem proporsional. Namun yang akan dibahas penulis ialah pemilu sistem proporsional. Sistem ini perjumlah penduduk pemilih misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih memperoleh satu wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah sekelompok orang yang diajukan kontekstan pemilu (multy member constituency), sehingga wakil dan pemilih kurang akrab. Tetapi sisah dapat digabung secara nasional untuk kursi tambahan, dengan begitu partai kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih dihargai. Indonesia berada ditengah-tengah sistem ini (sistem campuran) dalam pemilihan selama orde baru, tetapi sedikit cenderung agak mirip pada sistem proporsional.
  • 14. e. Kelemahan dan Kelebihan Sistem Proporsional Kelemahan 1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus kearah integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka lebih cenderung lebih mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya diaggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai; 2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal-hal semacam ini partai lebih menonjol perannya dari pad kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai. Kelebihan 1. Partai politik bisa leluasa menentukan siapa yang bakal calon. 2. integritas secara citra partai lebih “solid” karana para pemilih mendukung atau mencoblos partai politik serta calonnya. 3. pencalonan perempuan okeh partai politik sebagai anggota legislatif sebanyak 30 %.
  • 15. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi umumnya ada dua prinsip pokok yaitu: sistem distrik dan sistem proporsional, namun pada pemilu 2009 menggunakan sistem pemilu proporsional. Sebagai catatan penutup perlu dikemukakan, perjalanan yang akan ditempuh bangsa Indonesia dalam mengukir demokrasi masih amat panjang dan melelahkan. Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan sirkulasi elite penguasa yang reguler, aman dan beradab hanya dapat dilakukan melalui serangkaian pemilu yang jujur dan adil. Politik merupakan kualitas yang paling penting untuk membangkitkan dan mengorganisasikan minat dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan ditingkat daerah. Pada unit pemerintahan yang lebih besar, politik memegang peranan penting dalam proses pemerintahan perwakilan. Untuk mewujudkan aspirasi masyarakat guna mewujudkan good governance. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN. PENUTUP Demikian makalah ini saya susun.apabilah makalah ini banyak sekali kekurangan dan jauh sekali dari kasan sempurna.dan terima kasih.
  • 16. Daftar Pustaka http://www.kpukalbar.com Prof. H Soehino, S.H, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia ,UGM Yogyakarta, 2010. Sulistyo Hermawan, Siapa Makan Siapa, pensil-324, jakarta, 2011
  • 17. BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak pernah lepas dari pengawasan rakyatnya. Adalah demokrasi, sebuah bentuk pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri. Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat. Pemerintah telah membuat sebuah perjanjian dengan rakyatnya yang ia sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara. II. RUMUSAN MASALAH A. Apa Pengertian Pemilihan Umum? B. Bagaimana Sistem Pemilihan Umum?
  • 18. C. Bagaimana Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia? III. PEMBAHASAN A. Pengertian Pemilihan Umum Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.1[1] Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi. Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan.” ini adalah prinsipnya.2[2] B.SISTEM PEMILIHAN UMUM Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu : a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil; biasanya disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (yang
  • 19. biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya : 1) Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik. 2) Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain : 1) Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. 2) Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan- perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama. 3) Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional 4) Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Sistem ini ada beberapa kelemahan: a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.3[3] Keuntungan system Propotional: a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalm parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu. b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa ada distorsi.4[4] Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam sistem pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya.
  • 20. Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V pasal 49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan : a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi; c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi; d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi; e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi; f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi; g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 100 (seratus) kursi.5[5] C. Pelaksanaan pemilihan Umum di Indonesia Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan Sembilan kali pemilhan uum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan di banding dengan yag lain. Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka hasil pemilhan umum yang cocok untuk Indonesia.6[6]
  • 21. Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR. Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah: a. Merencanakan penyelenggaraan KPU. b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu. c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilu. d. Menetapkan peserta pemilu. e. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara. g. menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu. i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.7[7] Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.8[8] Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
  • 22. anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” serta Pasal 22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.” Dalam Pasal 6A UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi: a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden9[9] UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah: a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan. e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. f. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.10[10]
  • 23. IV.KESIMPULAN Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam tema singkat tentang “pemilu” ini: a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik Indonesia sedang berada dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Pengawasan oleh rakyat dalam hal ini, diwujudkan dalam sebuah penyelenggaraan pemilu yang demokratis. c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan dan kedudukan lembaga legislatif yang baru menjadikan masyarakat kita lebih mudah untuk memulai belajar berdemokrasi. d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana caranya berdemokrasi yang benar di dalam sebuah republik. e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus dijalankannya proses pendidikan politik, khususnya demokrasi di Indonesia, secara konsisten. V. PENUTUP Demikian makalah ini kami susun. SAYA ATAS NAMA WD HADIJA dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”.
  • 24. DAFTAR PUSTAKA Budiardjo,Miriam,2007,Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:Ikrar Mandidrabadi ______________,2008,edisi revisi Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, Soehino,2010,Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia, Yogyakarta:UGM Tim Eska Media. 2002, Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media. Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD