SlideShare a Scribd company logo
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS
REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON
NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN
STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)
PADA UJI THREE POINT BENDING
TUGAS AKHIR
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Bandung
Oleh :
Adhytia Rian Pratama
(12112064)
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS
REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED
SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED
SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT
BENDING
TUGAS AKHIR
Bandung, Juni 2016
Disetujui untuk
Program Studi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Bandung
Oleh :
Dosen Pembimbing,
Adhytia Rian Pratama Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT.
NIM 12112064 NIP 197507202006041001
i
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS
REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON
NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN
STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)
PADA UJI THREE POINT BENDING
ABSTRAK
Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan.
Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh adanya rekahan awal (pre-existing
cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang berhubungan dengan kondisi bidang
diskontinu. Rekahan merupakan struktur geologi yang sering ditemukan dalam massa
batuan. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian dan peledakan. Mekanika
rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan bagaimana
suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya pembebanan pada
material. Parameter utama dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang
menunjukkan ketahanan material untuk retak. Terdapat beberapa metode dalam
penentuan tipe I fracture toughness batuan. Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi Circular Bend (SNSCB) merupakan
salah satu metode untuk menentukan nilai tipe I fracture toughness batuan.
Uji tipe I fracture toughness dilakukan dengan alat three point bending pada
laboratorium dengan contoh andesit, batugamping dan beton. Pengujian dilakukan
pada diameter spesimen 45 mm. Hasil nilai tipe I fracture toughness dari kedua
spesimen akan dibandingkan untuk mendapatkan pengaruh bentuk rekahan awal
terhadap nilai fracture toughness batuan. Nilai pada setiap jenis batuan kemudian
dihubungkan dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik masing-masing jenis
batuan.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai fracture
toughness spesimen batuan berbanding lurus dengan bobot isi, cepat rambat
gelombang, kuat tekan, dan kuat tarik, namun berbanding terbalik dengan
porositas. Didapatkan nilai fracture toughness untuk andesit sebesar 1,568
𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,384 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), batugamping sebesar 1,267
𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,061 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), serta sampel beton sebesar
0,440 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 0,257 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB). Dengan hasil tersebut,
diketahui bahwa nilai fracture toughness spesimen SNSCB untuk tiga jenis batuan
memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai fracture toughness
spesimen CCNSCB, dimana selisih untuk andesit berkisar 11,7%, batugamping
berkisar 16,3% dan sampel beton berkisar 41,7%.
Kata Kunci : Pre-existing cracks, Mekanika Rekahan, Tipe I Fracture Toughness,
Three Point Bending, Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend, Straight
Notched Semi-Circular Bend
ii
EXPERIMENTAL STUDY ON THE CRACKED CHEVRON
NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) AND
STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)
METHOD FOR CHARACTERIZING THE MODE I
FRACTURE TOUGHNESS OF ROCKS UNDER THREE
POINT BEND TESTING
ABSTRACT
Mining activity has encountered a frequent problems of rock. Rock strength is greatly
influenced by their initial fractures (pre-existing cracks) and the anisotropy condition
of rock. The fractures is common geological structures in the rock mass. The growth
of this fractures are caused by several factors such as tectonic activity or drilling,
excavation, and blasting activity. Rock fracture mechanics depicts how a fractures
could occur and being propagated during loading phase of material like rock. A
fundamental parameter in fracture mechanics is called fracture toughness which
indicates the resistance of crack. There are two different methods in determining the
Mode I fracture toughness that consist of Cracked Chevron notched Semi-Circular
Bend (CCNSCB) and Straight notched Semi Circular Bend (SNSCB).
Mode I fracture toughness test was exhibited with a three-point bending in the
laboratory by using andesite, limestone and concrete as an example. The method was
conducted with specimens of 45-mm long in diameter. The results of Mode I fracture
toughness value of both specimens will be compared to obtain the impactof initial
fracture shape towards the value of fracture toughness of rock. Each value of rock
type henceforth will be linked with the results of its physical, dynamical and
mechanical properties.
Based on test results, it can be seen that the fracture toughness of rock specimens
is directly proportional to the weight of contents, wave propagation speed,
compressive strength and tensile strength, but inversely proportional to the
porosity. The test results reveal that the values of fracture toughness measured
using CCNSCB and SNSCB were 1,568 and 1,384 MPa√m for andesite, 1,267
and 1,061 MPa√m for limestone, followed by concrete in the amount of 0,440 and
0,257 MPa√m. It was evidently show that the fracture toughness specimens for
SNSCB type specimens within the three rock samples have lower value compared
with CCNSCB type specimens, where andesite, limestone, and concrete were
approximately ranging from 11,7%, 16,7%, and 41,7% ,respectively.
Keywords: Pre-existing cracks, fractures Mechanics, Mode I Fracture toughness,
Three Point Bending, Cracked Chevron notched Semi-Circular Bend, Straight
notched Semi-Circular Bend
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya lah sehingga penyusunan Tugas Akhir berjudul “Studi
Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-circular Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi-circular Bend
(SNSCB) pada Uji Three Point Bending” yang dilakukan di Laboratorium
Geomekanika dan Peralatan Tambang, Program Studi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Bandung dapat diselesaikan. Tugas Akhir ini dibuat dalam
rangka mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S-1) di Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan Institut
Teknologi Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, karena tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan
baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Eng. Ganda Marihot Simangunsong, S.T., M.T., sebagai Ketua
Program Studi Teknik Pertambangan ITB dan selaku Manajer Laboratorium
Geomekanika dan Peralatan Tambang ITB;
2. Bapak Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT. sebagai dosen
pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu serta pikiran, memberikan
ilmu, saran, motivasi, bimbingan dan kesempatan berdiskusi dalam
menyelesaikan tugas akhir ini;
3. Bapak Dr., Ir., Lilik Eko Widodo, MS, selaku dosen wali yang selalu
memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan
perkuliahan di Program Studi Teknik Pertambangan ITB;
iv
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan karyawan Tata Usaha Program Studi Teknik
Pertambangan, yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai, dan para staf
tata usaha yang telah membantu dalam segala kegiatan akademik maupun
non-akademik selama penulis menyelesaikan perkuliahan;
5. Kedua orang tua penulis, Ir. Bambang Harryantho dan Dra. Sri Sulasmi, serta
adik penulis Intania Ayu Lestari yang dengan tulus serta ikhlas telah
membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, cinta, kasih
sayang, dan doa. Semua kerja keras selama ini kupersembahkan untuk Ibu dan
Bapak;
6. Bapak Sudibyo, Bapak Sugito, Kang Kurnia, Kang Purwanto, Kang Nurman,
Kang Iwan, dan Teh Sari selaku staf Laboratorium Geomekanika dan
Peralatan Tambang ITB, yang dengan penuh semangat, kesabaran dan
keikhlasan membantu penulis dan menemani hari-hari berkegiatan di
laboratorium;
7. Hygea Marwany, atas semua kebahagiaan, semangat, motivasi, cita-cita,
kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga ini
menjadi langkah baru dalam menatap kehidupan kita di masa depan;
8. “Pasukan Mekbat” dan “Geomekanika 2012” : Rinaldhi Fauzhi, Arif
Yurahman, Siswo Afrianto, Adhitya Barkah Arvi, Rafi Khoery, Ayu Kusuma,
Haidar, M. Irham Rahadian, Rizky Abdillah, Dian Setiawan, Pandu Zea,
Morgan Maulana, Komang Yogatama, Valdo Thobias, Fran Sanjaya, Yosua
Posma, Dian Amalia, Rayhan Rafi, Farah Susanti, I Made Mahendrayana atas
segala canda tawa, dukungan dan kejailan yang telah diberikan selama
berjuang bersama penulis;
9. “Pasukan Pak Agung” : Rinaldhi Fauzhi, Arif Yurahman, Adhitya Barkah
Arvi, Bayu Mandala, Bambang Jaya Kusuma, Rahmat Putra, M.Iqbal, Lewi
Nisi Simamora atas segala dukungan dan perjuangan dalam menyelesaikan
tugas akhir bersama;
10. Tambang 2012, teman, saudara dan keluarga dalam suka dan duka, tempat
mencurahkan semua cerita, canda tawa, ilmu, air mata, kenangan, dan impian
v
bersama selama perkuliahan “…lawan semua keterbatasan, satukan
perbedaan menjadi satu keluarga…”;
11. Abang, kakak, teman-teman, dan adik-adik Himpunan Mahasiswa Tambang
ITB, atas persaudaraan kekal dan segala pembelajaran yang telah kalian
berikan. Khususnya rekan-rekan kepengurusan HMT-ITB 2014-2015 dan
2015-2016, Serta rekan-rekan kepengurusan ISMC X, suatu kehormatan besar
telah belajar, berjuang, dipimpin, dan memimpin bersama kalian semua.
“Merah sejati tak akan berhenti, HMT sampai mati” HMT HMT HMT !!!;
12. Teman-teman SMA penulis serta FTTM 2012 yang telah menceriakan hari-
hari penulis di luar kegiatan perkuliahan;
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam
penyelesaian Tugas Akhir dan perkuliahan di ITB.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tentunya tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan, oleh karena itu penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya.
Bandung, Juni 2016
Penulis
Adhytia Rian Pratama
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................... i
ABSTRACT............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian...............................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................3
1.3 Batasan Penelitian ..........................................................................................3
1.4 Tahapan Penelitian .........................................................................................3
1.5 Diagram Alir Penelitian..................................................................................6
1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8
2.1 Konsep Mekanika Rekahan............................................................................8
2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya ..........10
2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics ..................................................12
2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan ...............................................................13
2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan ...............................................................14
2.2 Fracture Toughness......................................................................................15
2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness............................................15
2.2.1.1 Rekahan Hidrolik ...............................................................15
2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian ............................16
2.2.1.3 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan..............................16
2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I......................17
2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ..........................................21
vii
2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend..........................................................25
2.5 Uji Sifat Fisik Batuan ...................................................................................29
2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan.............................................................................33
2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial..................................................................34
2.6.1 Kuat Tekan Uniaksial............................................................34
2.6.2 Modulus Young .....................................................................35
2.6.3 Nisbah Poisson......................................................................40
2.6.2 Uji Kuat Tarik ...................................................................................42
2.6.3 Uji Triaksial ......................................................................................44
2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan .............................................................................47
2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ........................................47
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................51
3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan ................................................51
3.1.1 Pengeboran Inti (Coring) ..................................................................53
3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan..............................................................54
3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan .............................................................55
3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
dan Straight Notched Semi-Circular Bend.........................................................56
3.2 Uji Sifat Fisik Batuan ...................................................................................58
3.3 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik....................................................61
3.4 Uji Kuat Tekan Uniaksial.............................................................................63
3.5 Uji Kuat Tarik Tak Langsung.......................................................................65
3.6 Uji Triaksial..................................................................................................66
3.7 Uji Three Point Bending Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
dan Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend..........................................68
3.7.1 Peralatan Pengujian...........................................................................68
3.7.2 Persiapan dan Prosedur Pengujian ....................................................69
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA.............................................70
4.1 Hasil Uji Sifat Fisik......................................................................................70
4.2 Hasil Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ..........................................73
4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ...................................................................75
viii
4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung.............................................................80
4.5 Hasil Uji Triaksial ........................................................................................82
4.6 Hasil Uji Fracture Toughness ......................................................................87
4.6.1 Uji Straight Notched Semi-Circular Bend ........................................88
4.6.1.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ........................................................................................88
4.6.1.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ........................................................................................92
4.6.1.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ........................................................................................94
4.6.2 Uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend.........................96
4.6.2.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend ...............................................................................96
4.6.2.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ...............................................................100
4.6.2.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ...............................................................102
4.7 Analisis Hubungan Nilai Fracture Toughness Terhadap Sifat Fisik, Sifat
Dinamik dan Sifat Mekanik Batuan .................................................................104
4.7.1 Analisis Hubungan Uji Kuat Tekan Uniaksial Terhadap Nilai KIC 104
4.7.2 Analisis Hubungan Uji Kuat Tarik Terhadap Nilai KIC..................106
4.7.3 Analisis Hubungan Uji Sifat Dinamik Batuan Terhadap Nilai KIC 108
4.7.4 Analisis Hubungan Uji Sifat Fisik Batuan Terhadap Nilai KIC ......111
4.7.4.1 Korelasi Densitas Batuan Terhadap Nilai KIC .................111
4.7.4.2 Korelasi Porositas Batuan Terhadap Nilai KIC ................113
4.8 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend...................................................................................................115
4.9 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ...................................................120
4.10 Pemodelan Inisiasi dan Propagasi Rekahan Pada Uji Fracture Toughness
Menggunakan Software RS3 1.0......................................................................122
4.10.1 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend............................................................................124
ix
4.10.2 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend...................................................................................................129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................135
5.1 Kesimpulan.................................................................................................135
5.2 Saran...........................................................................................................136
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xviii
LAMPIRAN......................................................................................................... xxi
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................6
Gambar 2.1. Penamaan Sistem Rekahan ..............................................................10
Gambar 2.2. Rentang Ukuran Rekahan .................................................................10
Gambar 2.3. Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus
Tegangan Tarik ......................................................................................................12
Gambar 2.4. Linear Elastik Fracture Toughness...................................................13
Gambar 2.5. Tipe Dasar Rekahan .........................................................................13
Gambar 2.6. Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing....................16
Gambar 2.7. Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend .................................................................................21
Gambar 2.8. Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
................................................................................................................................21
Gambar 2.9. Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ................................................................................22
Gambar 2.10. Kurva Parameter Tak Berdimensi ..................................................23
Gambar 2.11. Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend ...........26
Gambar 2.12. Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular
Bend .......................................................................................................................26
Gambar 2.13. Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi .............28
Gambar 2.14. Komposisi Batuan Secara Umum ...................................................29
Gambar 2.15. Hukum Archimedes ........................................................................32
Gambar 2.16. Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan
Uniaksial ................................................................................................................34
Gambar 2.17. Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ..........35
Gambar 2.18. Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial..........37
Gambar 2.19. Penentuan Modulus Elastisitas Sekan.............................................38
Gambar 2.20. Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial .....................................39
Gambar 2.21. Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata........................................39
xi
Gambar 2.22. Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial
................................................................................................................................40
Gambar 2.23. Model Brazilian Test.......................................................................43
Gambar 2.24. Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb ...................................45
Gambar 2.25. Sketsa Portable Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT) ..............................................................................................................47
Gambar 2.26. Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada Batuan ......48
Gambar 3.1. Spesimen Batugamping.....................................................................52
Gambar 3.2. Spesimen Andesit..............................................................................52
Gambar 3.3. Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1...........................................53
Gambar 3.4. Alat Bor Inti (Coring) .......................................................................53
Gambar 3.5. Proses Pengambilan Coring ..............................................................54
Gambar 3.6. Alat Potong Batuan ...........................................................................54
Gambar 3.7. Proses Pemotongan Batuan ...............................................................55
Gambar 3.8. Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine........................55
Gambar 3.9. Alat Squareness Gauge.....................................................................55
Gambar 3.10. Waterpass........................................................................................56
Gambar 3.11. Penghalusan Contoh Batuan............................................................56
Gambar 3.12. Mesin Potong ..................................................................................57
Gambar 3.13. Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness..........................57
Gambar 3.14. Mesin Gurinda Tangan....................................................................57
Gambar 3.15.Penjenuhan Sampel Batuan..............................................................58
Gambar 3.16. Pompa Vakum.................................................................................59
Gambar 3.17. Desikator .........................................................................................59
Gambar 3.18. Neraca..............................................................................................60
Gambar 3.19. Oven ................................................................................................60
Gambar 3.20. Wadah Berisi Air.............................................................................61
Gambar 3.21. Alat PUNDIT ..................................................................................62
Gambar 3.22. Material Kalibrasi............................................................................63
Gambar 3.23. Pembacaan Waktu Perambatan Gelombang Ultrasonik..................63
Gambar 3.24. Alat Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391 ...............64
xii
Gambar 3.25. Dial Gauge.......................................................................................64
Gambar 3.26. Pengukuran Dimensi Contoh Batuan..............................................65
Gambar 3.27. Pembacaan Deformasi Aksial dan Lateral .....................................65
Gambar 3.28. Penempatan Batuan Uji Pada Sel Triaksial.....................................67
Gambar 3.29. Proses Pemompaan Oli Pada Sel Triaksial ....................................68
Gambar 3.30. Alat Three Point Bending Pada Mesin Tekan.................................69
Gambar 4.1. Sampel Uji Sifat Fisik .......................................................................71
Gambar 4.2. Sampel Uji Sifat Dinamik .................................................................73
Gambar 4.3. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit...........................................78
Gambar 4.4. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Batugamping..................................79
Gambar 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel Beton ................................79
Gambar 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung..................................................80
Gambar 4.7. Kurva Mohr Coulomb Andesit..........................................................83
Gambar 4.8. Kurva Mohr Coulomb Batugamping.................................................84
Gambar 4.9. Kurva Mohr Coulomb Sampel Beton ...............................................85
Gambar 4.10. Hasil Uji Triaksial Andesit..............................................................86
Gambar 4.11. Hasil Uji Triaksial Batugamping ....................................................86
Gambar 4.12. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton....................................................86
Gambar 4.13. Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan
Sampel Beton .........................................................................................................87
Gambar 4.14. Pengujian Three Point Bending Spesimen CCNSCB dan SNSCB
Andesit, Batugamping dan Sampel Beton .............................................................88
Gambar 4.15. Hasil Spesimen SNSCB Andesit Setelah Pengujian.......................91
Gambar 4.16. Hasil Spesimen SNSCB Batugamping Setelah Pengujian..............93
Gambar 4.17. Hasil Spesimen SNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian ............95
Gambar 4.18. Hasil Spesimen CCNSCB Andesit Setelah Pengujian ...................99
Gambar 4.19. Hasil Spesimen CCNSCB Batugamping Setelah Pengujian ........101
Gambar 4.20. Hasil Spesimen CCNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian .......103
Gambar 4.21. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tekan Uniaksial...........................................................................................105
xiii
Gambar 4.22. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tekan Uniaksial...........................................................................................105
Gambar 4.23. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tarik Tak Langsung ....................................................................................107
Gambar 4.24. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tarik Tak Langsung ....................................................................................107
Gambar 4.25. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................110
Gambar 4.26. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................110
Gambar 4.27. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Densitas Natural Batuan.......................................................................................112
Gambar 4.28 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Densitas
Natural Batuan .....................................................................................................112
Gambar 4.29. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Porositas Batuan ..................................................................................................114
Gambar 4.30 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Porositas
Batuan .................................................................................................................114
Gambar 4.31. Kurva Parameter Tak Berdimensi ................................................116
Gambar 4.32. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Andesit
..............................................................................................................................117
Gambar 4.33. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB
Batugamping .......................................................................................................118
Gambar 4.34. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Sampel
Beton ...................................................................................................................118
Gambar 4.35. Perbandingan Nilai Fraacture Toughness Spesimen Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
..............................................................................................................................119
Gambar 4.36. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode CCNSCB antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ......................................................121
Gambar 4.37. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode SNSCB antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ......................................................121
Gambar 4.38.Contoh Pembebanan Pada Model Spesimen CCNSCB dan SNSCB
..............................................................................................................................121
xiv
Gambar 4.39.Geometri Model Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend ......................................................................................................124
Gambar 4.40. Hasil Pembebanan 10.773 MPa Spesimen CCNSCB Andesit .....125
Gambar 4.41. Hasil Pembebanan 12.119 MPa Spesimen CCNSCB Andesit .....125
Gambar 4.42. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen CCNSCB Andesit .....125
Gambar 4.43. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Andesit ..........................................................126
Gambar 4.44. Hasil Pembebanan 7.315 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
..............................................................................................................................126
Gambar 4.45. Hasil Pembebanan 8.027 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
..............................................................................................................................126
Gambar 4.46. Hasil Pembebanan 8.819 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
..............................................................................................................................127
Gambar 4.47. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Batugamping .................................................127
Gambar 4.48. Hasil Pembebanan 2.450 MPa Spesimen CCNSCB Beton .........128
Gambar 4.49. Hasil Pembebanan 2.756 MPa Spesimen CCNSCB Beton ..........128
Gambar 4.50. Hasil Pembebanan 3.062 MPa Spesimen CCNSCB Beton ..........128
Gambar 4.51. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Beton .............................................................129
Gambar 4.52 .Geometri Model Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
..............................................................................................................................129
Gambar 4.53. Hasil Pembebanan 14.144 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........130
Gambar 4.54. Hasil Pembebanan 15.192 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........130
Gambar 4.55. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........130
Gambar 4.56. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Andesit..............................................................131
Gambar 4.57. Hasil Pembebanan 7.763 MPa Spesimen SNSCB Batugamping .131
Gambar 4.58. Hasil Pembebanan 8.733 MPa Spesimen SNSCB Batugamping..132
Gambar 4.59. Hasil Pembebanan 9.704 MPa Spesimen SNSCB Batugamping..132
Gambar 4.60. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Batugamping.....................................................133
xv
Gambar 4.61. Hasil Pembebanan 3.221 MPa Spesimen SNSCB Beton .............133
Gambar 4.62. Hasil Pembebanan 3.624 MPa Spesimen SNSCB Beton..............133
Gambar 4.63. Hasil Pembebanan 4.027 MPa Spesimen SNSCB Beton..............134
Gambar 4.64. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Beton.................................................................134
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995)
................................................................................................................................25
Tabel 2.2. Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend.........................................................................................................27
Tabel 2.3. Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber..............................36
Tabel 2.4. Nisbah Poisson Batuan .........................................................................41
Tabel 2.5. Kategori Nisbah Poisson Batuan ..........................................................42
Tabel 2.6. Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index.......................44
Tabel 2.7. Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial ............................46
Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Fisik Andesit.................................................................71
Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Fisik Batugamping........................................................71
Tabel 4.3. Hasil Uji Sifat Fisik Sampel Beton.......................................................72
Tabel 4.4. Hasil Uji Sifat Dinamik.........................................................................74
Tabel 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial............................................................76
Tabel 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung......................................................81
Tabel 4.7. Nilai Brittleness Index Batuan ..............................................................81
Tabel 4.8. Hasil Uji Triaksial Andesit ...................................................................83
Tabel 4.9. Hasil Uji Triaksial Batugamping ..........................................................83
Tabel 4.10. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton .......................................................84
Tabel 4.11. Geometri Spesimen SNSCB Andesit..................................................89
Tabel 4.12. Hasil Pengujian SNSCB Andesit........................................................91
Tabel 4.13. Geometri Spesimen SNSCB Batugamping.........................................92
Tabel 4.14. Hasil Pengujian SNSCB Batugamping...............................................93
Tabel 4.15. Geometri Spesimen SNSCB Sampel Beton .......................................94
Tabel 4.16. Hasil Pengujian SNSCB Sampel Beton..............................................95
Tabel 4.17. Geometri Spesimen CCNSCB Andesit...............................................96
Tabel 4.18. Hasil Pengujian CCNSCB Andesit.....................................................99
xvii
Tabel 4.19. Geometri Spesimen CCNSCB Batugamping....................................100
Tabel 4.20. Hasil Pengujian CCNSCB Batugamping..........................................101
Tabel 4.21. Geometri Spesimen CCNSCB Sampel Beton...................................102
Tabel 4.22. Hasil Pengujian CCNSCB Sampel Beton.........................................103
Tabel 4.23. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial dan KIC Spesimen CCNSCB dan
SNSCB.................................................................................................................104
Tabel 4.24. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung dan KIC Spesimen CCNSCB dan
SNSCB ................................................................................................................106
Tabel 4.25. Hasil Uji Sifat Dinamik dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB .109
Tabel 4.26. Hasil Densitas Natural dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ..111
Tabel 4.27. Hasil Porositas dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ...............113
Tabel 4.28. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................119
Tabel 4.29. Perbandingan Nilai Gaya Maksimum Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................120
Tabel 4.30. Properti Material pada Andesit, Batugamping dan Beton ...............122
Tabel 4.31. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend .............................................................................................124
Tabel 4.32. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Andesit ..125
Tabel 4.33. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Batugamping
..............................................................................................................................127
Tabel 4.34. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Beton .....128
Tabel 4.35. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Straight Notched Semi-
Circular Bend ......................................................................................................130
Tabel 4.36. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Andesit .....131
Tabel 4.37. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Batugamping
..............................................................................................................................132
Tabel 4.38. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Beton ........134
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan.
Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh rekahan mikro (micro-fractures),
adanya rekahan awal (pre-existing cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang
berhubungan dengan kondisi bidang diskontinu, sifat inhomogen serta perbedaan
ukuran atau bentuk dan orientasi dari partikel batuan. Rekahan merupakan
struktur geologi yang umum ditemukan dalam massa batuan. Rekahan yang
mengalami pertumbuhan akan menyebabkan terbaginya struktur massif batuan
menjadi beberapa bagian. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian
dan peledakan. Oleh karena itu dicarilah estimasi perilaku rekahan dengan
dipelajarinya mekanika rekahan batuan.
Mekanika rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan
bagaimana suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya
pembebanan pada material seperti batuan. Konsep mekanika rekahan batuan
menggunakan asumsi linear elastic fracture mechanic bahwa material
diasumsikan isotropik dan elastik linear. Isotropik dan elastik linear maksudnya
adalah karakteristik material sama di setiap arah dan hanya memiliki dua tetapan
elastik yakni modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v).
Parameter mendasar dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang
menunjukkan ketahanan material untuk retak. Nilai fracture toughness merupakan
nilai kritis dari faktor intensitas tegangan (Stress Intensity Factor (SIF)), dimana
(SIF) yang menyatakan besarnya tegangan disekitar ujung rekahan akibat adanya
gaya yang bekerja. Ketika faktor intensitas tegangan melebihi dari nilai kritisnya
(fracture toughness) maka diasumsikan pertumbuhan rekahan akan terjadi (ISRM,
2
1988). (SIF) secara umum dinyatakan sebagai KI,KII, dan KIII yang diperkenalkan
sesuai 3 jenis tipe dasar rekahan, yaitu : tipe I sebagai tipe bukaan atau tipe
tarikan, tipe II sebagai tipe geser, dan tipe III sebagai tipe sobek ( Irwin,1958 ).
Dari ketiga mode rekahan tersebut, tipe I sejauh ini masih dianggap penting
utamanya untuk kasus praktik karena paling sederhana dan mudah untuk
dianalisis. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang mekanika rekahan lebih
difokuskan pada tipe I, meskipun dalam beberapa kasus terjadi di dua tipe dasar
rekahan lainnya dan tipe campuran.
Terdapat beberapa metode dalam penentuan tipe I fracture toughness batuan.
ISRM (International Society for Rock Mechanics) mengeluarkan 4 spesimen
standar untuk pengujian fracture toughness tipe I, yaitu : Short Rod (SR)
(Ouchterlony, 1988), Chevron Bend (CB) (Ouchterlony, 1988), Cracked Chevron
Notched Brazilian Disc (CCNBD) (Xu dan Fowell, 1994 ; Fowell, 1995 ; Wang et
al, 2003 ; Iqbal dan Mohanty, 2006,2007 ; Dai et al. 2010,2015) serta Straight
Notched Semi Circular Bend (SNSCB) (Dai et al, 2010; Zhou et al, 2012; Dai dan
Xia, 2013; Kuruppu et al, 2014). Dalam pengujiannya, nilai fracture toughness
dari 4 metode tersebut memiliki hasil yang berbeda meskipun dilakukan untuk
tipe batuan yang sama, sehingga diperkenalkan metode-metode lain dalam
mengestimasi nilai fracture toughness tipe rekahan I dari batuan salah satunya
adalah Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (CCNSCB) (Kuruppu,
1997 ; Chang et al, 2002 ; Dai et al, 2011 ; Wei et al, 2015). Metode tersebut
merupakan perpaduan dari metode yang telah dikenalkan oleh ISRM yaitu metode
CCNBD dan SNSCB. Metode CCNSCB dan SNSCB memiliki kelebihan
dibanding metode lain yaitu dalam hal kemudahan preparasi sampel dan
kemudahan dalam pengukuran uji dinamika rekahan karena ukuran sampel yang
lebih kecil (Zhou et al, 2012 ; Xu et al, 2015). Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah
untuk membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I melalui metode
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan metode Straight Notched
Semi-Circular Bend.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain :
1. Mempelajari dan mendapatkan estimasi nilai fracture toughness
rekahan tipe I dengan menggunakan metode Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend dan
menentukan hubungannya dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat
mekanik spesimen batuan uji.
2. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh
dari spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan
Straight Notched Semi-Circular Bend.
3. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I dari spesimen
andesit, batugamping, dan sampel beton.
1.3 Batasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa batasan, yaitu :
1. Contoh batuan uji diasumsikan linear, homogen dan isotropik.
2. Sampel pengujian fracture toughness memiliki diameter sebesar 45mm.
3. Input data sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik batuan yang diperoleh
dari uji sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik di laboratorium.
4. Input data fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh dari uji Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular
Bend.
1.4 Tahapan Penelitian
Berikut ini adalah tahap keberjalanan dari penelitian yang dilakukan :
1. Studi Literatur
Mencari beberapa literatur terkait pengujian fracture toughness batuan
rekahan tipe I melalui buku-buku referensi, jurnal, dan penelitian-penelitian
terdahulu.
2. Preparasi alat dan spesimen
4
 Pengambilan sampel batuan (andesit, dan batugamping)
 Pembuatan sampel beton dengan perbandingan 1:1
 Preparasi spesimen batu untuk uji sifat fisik dan mekanik.
 Preparasi spesimen batu untuk uji Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
 Persiapan peralatan uji sifat fisik (timbangan, desikator, dan oven), uji sifat
mekanik (mesin kuat tekan uniaksial, sel uji triaksial), uji sifat dinamik
(PUNDIT).
 Persiapan peralatan uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
(mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point bending) dan uji Straight
Notched Semi-Circular Bend (mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point
bending).
3. Pengujian di Laboratorium
 Mengukur parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi berat natural,
berat jenuh, berat gantung, dan berat kering.
 Mengukur besarnya tegangan dan deformasi yang terjadi pada uji kuat
tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung (Brazillian), dan uji triaksial, serta
mengukur cepat rambat gelombang ultrasonik pada spesimen batuan.
 Mengukur besarnya tegangan yang diberikan pada andesit, batugamping,
dan sampel beton hingga mengalami rekahan pada uji Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
4. Pengolahan Data
 Menghitung parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi natural
density, dry density, saturated density, apparent specific gravity, true specific
gravity, natural water content, saturated water content, degree of saturation,
porositas, dan void ratio.
 Menghitung parameter-parameter uji sifat mekanik yang meliputi kuat
tekan, kuat tarik, kohesi, sudut geser dalam, Modulus Young, dan Poisson’s
ratio
5
 Menghitung parameter uji sifat dinamik batuan yaitu cepat rambat
gelombang ultrasonik.
 Menghitung nilai fracture toughness rekahan tipe I spesimen andesit,
batugamping, dan sampel beton hasil uji Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend.
5. Analisis Data
Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I yang telah diperoleh dari
masing-masing uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan
Straight Notched Semi-Circular Bend yang akan dibandingkan dan dianalisis
korelasinya dengan berbagai parameter sifat fisik, sifat dinamik dan sifat
mekanik pada jenis batuan yang berbeda. Selain itu dianalisis pula proses
inisiasi dan propagasi rekahan yang terjadi pada dua spesimen tersebut
menggunakan pemodelan numerik software RS3 1.0.
6. Kesimpulan dan Saran
Menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta memberikan
saran agar penelitian kedepannya dapat lebih baik lagi.
6
1.5 Diagram Alir Penelitian
Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian
Analisis
1. Menentukan hubungan antara nilai fracture toughness rekahan tipe I metode Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend terhadap sifat fisik, dinamik dan mekanik batuan.
2. Perbandingan nilai fracture toughness spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend terhadap
spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
3. Perbandingan nilai fracture toughness mode rekahan I dari spesimen andesit, batugamping dan sampel beton.
4. Pemodelan inisiasi dan propagasi rekahan berdasarkan hasil pengujian fracture toughness
Kesimpulan dan Saran
1. KI CCNSCB
2. KI SNSCB
*untuk setiap jenis
batuan
1. Kuat Tekan
2. Modulus Young
3. Nisbah Poisson
4. Kuat Tarik
5. Sudut Geser
Dalam
6. Kohesi
1. Berat Jenis
2. Bobot Isi
3. Kadar Air
4. Porositas
5. Angka Pori
6. Derajat
Kejenuhan
1. Cepat Rambat
Gelombang
Ultrasonik
Model inisiasi
dan propagasi
rekahan fracture
toughness
Uji Fracture Toughness
1. Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend
2. Straight Notched Semi-
Circular Bend
Uji Sifat Mekanik
1. Uji UCS
2. Uji Brazilian
3. Uji Triaksial
Uji Sifat Fisik
Pengukuran berat natural
(Wn), berat jenuh (Ww),
berat gantung (Ws) dan
berat kering (Wo)
Uji Sifat Dinamik
1. Uji Cepat Rambat
Gelombang
Ultrasonik
Pemodelan
Fracture Toughness
Menggunakan
software RS3 1.0
Pengujian dan Pemodelan di
Laboratorium
Pengambilan dan Preparasi Spesimen Uji
1. Pengambilan Sampel Andesit, dan Batugamping
2. Pembuatan Sampel Beton dengan Perbandingan 1:1
3. Preparasi Andesit, Batugamping, dan Sampel Beton untuk : Uji Sifat Fisik, Uji
UCS, Uji Brazilian, Uji Triaksial, dan Uji Fracture Toughness
Persiapan Alat
1. Persiapan alat three point
bending pada mesin tekan
Perumusan Masalah
 Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I dengan menggunakan metode yang berbeda
 Perbandingan nilai fracture toughness pada spesimen uji yang berbeda.
 Perbandingan nilai fracture toughness pada batuan uji yang berbeda.
Studi Literatur
Latar Belakang
Nilai fracture toughness dapat ditentukan dengan menggunakan empat macam metode yang telah ditetapkan
oleh ISRM. Namun metode-metode tersebut memiliki hasil yang berbeda pada batuan uji yang sama,
sehingga diperkenalkan metode baru diluar ISRM seperti Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend.
7
1.6 Sistematika Penulisan
Isi laporan tugas akhir berisi lima bab yang akan dijabarkan secara singkat melalui
penjelasan di bawah ini.
1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan latarbelakang yang mendasari penelitian,
tujuan, ruanglingkup atau batasan penelitian, metode dan diagram alir
penelitian, serta sistematika penulisan laporan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka, menjelaskan teori-teori yang berkaitan dan
mendukung pengerjaan penelitian.
3. Bab III Metodologi Penelitian, menjelaskan metode dan urutan kerja yang
digunakan dalam pengerjaan penelitian.
4. Bab IV Pengolahan dan Analisis Data, memaparkan hasil pengolahan data
dan analisisnya yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di
laboratorium serta analisa melalui pemodelan numerik.
5. Bab V Penutup, memaparkan kesimpulan yang diperoleh dari pengerjaan
penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Mekanika Rekahan
Konsep mekanika rekahan pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci
yang memberikan beberapa petunjuk penyebab terjadinya rekahan. Dia
melakukan pengukuran terhadap kekuatan besi dan mendapatkan kesimpulan
bahwa kekuatan bervariasi terbalik terhadap panjang kawat. Namun hasil tersebut
masih berupa pernyataan kualitatif.
Pada tahun 1913, Inglis menyatakan bahwa suatu material kaca berbentuk elips
akan meregang apabila pada kedua ujungnya ditarik bersamaan. Dia menemukan
suatu titik disaat material tersebut mengalami tegangan terbesar, yakni disaat
material kaca tersebut retak. Kemudian dia mencoba hal yang sama pada material
kaca yang tidak berbentuk elips. Material tersebut ditarik pada kedua ujungnya
hingga retak. Dia menyimpulkan bahwa hal terpenting pada retakan kaca tersebut
adalah panjang retakan pada arah tegak lurus terhadap arah pembebanan. Inglis
adalah orang pertama yang mampu menyingkap hubungan antara pembebanan
dengan rekahannya.
Pada tahun 1921,Griffith yang merupakan seorang insinyur teknik penerbangan
berkebangsaan Inggris, mengeluarkan hubungan kuantitatif antara tegangan
rekahan dan ukuran kerusakan berdasarkan analisis lubang elips yang dilakukan
oleh Inglis (1913) terhadap ketidakstabilan pertumbuhan rekahan. Griffith
menggunakan terori termodinamika 1 untuk memformulasikan sebuah teori
rekahan berdasarkan kesetimbangan energi sederhana. Dia menguji kekuatan
kawat besi dengan menggunakan dua buah kawat besi dengan jenis dan ukuran
yang sama. Salah satu kawat besi diberi goresan-goresan, sedangkan yang lainnya
dibiarkan tidak diberi goresan. Dia menarik masing-masing kawat besi hingga
9
mengalami deformasi pertambahan panjang. Hasil percobannya menunjukkan
bahwa kawat besi dengan goresan memiliki kekuatan empat kali lebih kecil
daripada kawat besi yang dibiarkan tanpa goresan.
Griffith menyatakan bahwa jika suatu rekahan tidak memiliki cukup energi untuk
membentuk permukaan rekahan yang baru, maka rekahan tersebut akan
terpropagasi. Namun pendekatan Griffith tidak cocok dalam aplikasi teknik dan
hanya sukses pada material getas dimana tidak terdapat deformasi plastis.
Pada 1957, seorang professor Universitas Length, Irwin, melanjutkan penelitian
Griffith dengan mempertimbangkan material ductile. Dia mengembangkan konsep
laju pelepasan energi, yang dinyatakan dengan notasi G. G mendefinisikan laju
dari potensi perubahan energi di sekitar area rekahan pada material linear elastis.
Ketika nilai G mencapai nilai kritisnya, Gc, rekahan akan terpropagasi. Kemudian
beberapa ilmuan mengganti nilai G dengan simbol K, yang merupakan faktor
intensitas tegangan. Konsep ini berhubungan dengan konsep Griffith namun
dalam penerapannya lebih berguna untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan aplikasi teknik.
Sekitar Tahun 1960, ilmuwan mulai fokus mempelajari plastisitas pada ujung
rekahan setalah aspek-aspek fundamental mekanika rekahan dipopulerkan
sebelumnya. Pada periode ini beberapa ilmuwan mengembangkan analisis
mengenai penyebab terjadi pelengkungan pada ujung rekahan. Di Amerika, Rice
(1968) memodelkan deformasi plastis sebagai sifat elastik non-linear dan
mengembangkan laju energi yang diberikan pada material tersebut. Dia
menemukan suatu integrasi yang dikenal dengan J-Integral dalam memperkirakan
laju energi yang dilepaskan. Begitupun di Eropa, seorang ilmuan bernama Wells
menemukan bahwa permukaan rekahan akanmengembang sebelum akhirnya
hancur. Dari percobaannya itu, dia mengusulkan Crack Tip Opening
Displacement sebagai kriteria kehancuran.
10
2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya
Konsep kesetimbangan energi berawal dari postulat Griffith (1921) yang
mengatakan bahwa terdapat cacat submikroskopik pada setiap material getas yang
merupakan permulaan dari rekahan mikro dan akan merambat untuk membentuk
rekahan makro yang kemudian membuat material tersebut runtuh. Secara umum
rekahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu rekahan mikro, rekahan meso
dan rekahan makro (Gambar 2.1). Perbedaan mendasar dari ketiga jenis ini adalah
dari segi ukuran. Rekahan mikro berukuran sekitar 1-104
mikron, kemudian
kumpulan dari rekahan mikro akan membentuk suatu rekahan meso yang
berukuran sekitar ratusan mikron hingga beberapa millimeter, dan terakhir akan
terbentuk rekahan makro yang berukuran beberapa millimeter hingga beberapa
desimeter (Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Penamaan Sistem Rekahan (Liu dkk., 2000 dalam Kazerani, Tohid.,
2011)
Gambar 2.2 Rentang Ukuran Rekahan (Pollard dan Aydin, 1988 dalam Kazerani,
Tohid., 2011)
Rekahan cabang Rekahan Makro
Rekahan mikro Rekahan meso
11
Pada ujung rekahan, konsentrasi tegangan menyebabkan kenaikan tegangan secara
lokal hingga lebih besar dari tegangan yang cukup untuk memutus ikatan antar
atom. Kondisi ini memungkinkan terjadinya inisiasi rekahan. Namun inisiasi
rekahan tidak akan terjadi jika energi yang dibutuhkan tidak melebihi energi untuk
menahan inisiasi rekahan yang berasal dari kekuatan kohesi molekular (Whittaker
dkk., 1992). Sehingga ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk menyebabkan
terjadinya inisiasi rekahan yaitu :
1. Kecukupan Tegangan.
Tegangan yang bekerja harus melebihi kekuatan kohesi molecular,
yang dapat dicapai dengan konsentrasi tegangan akibat adanya
cacat submikroskopik.
2. Kecukupan Energi
Adanya energi potensial yang melebihi energi untuk menahan
inisiasi rekahan (dalam hal ini energi permukaan)., yang dapat
dicapai dengan meningkatkan gaya luar.
Teori Griffith telah mampu memberikan perhitungan numerik dalam penentuan
pertumbuhan rekahan, namun hal ini hanya fokus pada perubahan energi
pertumbuhan rekahan dan mengabaikan proses detail rekahan pada ujung rekahan.
Kesetimbangan energi Griffith dinyatakan valid untuk material dengan sedikit
deformasi plastis disekitar ujung rekahan. Namun, pada geomaterial seperti batuan
dan beton, zona plastis muncul dalam bentuk lain yang biasa disebut zona proses
rekah mikro (Fracture Process Zone (FPZ)). FPZ didefinisikan sebagai zona
disekitar ujung rekahan dimana terdapat kumpulan rekahan mikro yang akan
membentuk rekahan utama. Oleh karena itu beberapa ilmuwan seperti Irwin
(1957) menyarankan sedikit memodifikasi formulasi awal dengan mengambil
sebagian kecil skala yang memiliki sifat plastis (merupakan bagian Linear Elastic
Fracture Mechanics atau LEFM) di area sekitar ujung rekahan dan menyarankan
analisis tentang batuan getas dapat dimodifikasi dan diaplikasikan pada batuan
sedikit plastis.
12
Gambar 2.3 Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus
Tegangan Tarik (Hoagland et al., 1973 dan Whittaker et al., 1992 dalam Kazerani,
Tohid., 2011)
2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics
Linear Elastic Fracture Mechanics mengasumsikan bahwa material memiliki sifat
isotropik dan elastik linear. Maksudnya karakter material sama pada setiap arah
dan memiliki dua tetapan yaitu modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v)
(Gambar 2.4). Beberapa kondisi rekahan menunjukkan hubungan linear antara
tegangan dengan regangan hingga titik terjadinya keruntuhan. Dalam kasus
v
13
tersebut Linear Elastic Fracture Mechanics dapat diterapkan hingga pada titik
keruntuhan. Terkadang deformasi plastis terjadi sebelum terbentuknya rekahan,
untuk peristiwa ini konsep Elastic Plastic Fracture Mechanics harus digunakan.
Gambar 2.4 Linear Elastik Fracture Mechanics
2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan
Umumnya, ujung rekahan pada material getas yang bersifat linear dan elastik
(LEFM) dapat dihadapkan pada tegangan normal (σn), tegangan geser pada bidang
(τi), tegangan geser diluar bidang (τ0), maupun kombinasinya. Konfigurasi
tegangan yang berbeda pada ujung rekahan akan menyebabkan perbedaan mode
dari perpindahan permukaan pada ujung rekahan. Konfigurasi tegangan tunggal
yang telah disebutkan akan membentuk tiga tipe dasar rekahan yaitu : rekahan tipe
I, rekahan tipe II, dan rekahan tipe III (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Tipe Dasar Rekahan (Irwin,1958 dalam Het, K.,2008)
14
Rekahan tipe I biasa disebut sebagai tipe bukaan atau tipe tarikan. Dikatakan
demikian karena ujung rekahan dihadapkan pada gaya normal (σ) sehingga muka
rekahan terpisah secara simetris dan perpindahan dari muka rekahan tegak lurus
terhadap bidang rekahan (Persamaan 2.1) (Backers, 2004).
σ K 0 ; τi = τ0 = 0 (2.1)
Rekahan tipe II biasa disebut tipe geser, dimana ujung rekahan dihadapkan pada
gaya geser pada bidang (τi ) dan muka rekahan akan bergeser menjauhi satu sama
lain sehingga perpindahan dari muka rekahan akan berada pada bidang rekahan
dan tegak lurus dengan bagian depan rekahan (Persamaan 2.2) (Backers, 2004).
τi K0 ; σ = τ0 = 0 (2.2)
Rekahan tipe III biasa disebut tipe sobek. Pada kasus ini, ujung rekahan
dihadapkan dengan gaya geser di luar bidang (τ0) yang menyebabkan muka
rekahan akan bergerak saling menjauhi sehingga perpindahan dari muka rekahan
masih dalam bidang rekahan namun sejajar dengan bagian depan rekahan
(Persamaan 2.3) (Backers, 2004).
τ0 K0 ; σ = τi = 0 (2.3)
Kombinasi dari dua ataupun tiga tipe dasar rekahan akan membentuk tipe
campuran (mix-mode).
2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan
Faktor intensitas tegangan, K, merupakan nilai dari tegangan lokal disekitar
rekahan. Faktor ini bergantung pada pembebanan, ukuran rekahan, bentuk
rekahan, dan geometri material. Nilai yang dicari adalah tegangan maksimum
disekitar rekahan ketika melampaui nilai fracture toughness. Jika nilai K melebihi
fracture toughness, maka terjadi inisiasi dan propagasi rekahan.
15
2.2 Fracture Toughness
Fracture toughness merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan yang
dapat didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menahan inisiasi dan
propagasi rekahan. Fracture toughness biasa disimbolkan dengan Kkc dimana
huruf k dapat disubtitusikan dengan I, II, atau III yang menunjukkan tipe rekahan
saat dilakukan pengujian. Sedangkan huruf c merepresentasikan bahwa fracture
toughness merupakan nilai kritis dari K (faktor intensitas tegangan).
Dimensi Kkc diberikan pada persamaan 2.4 :
𝑫𝒊𝒎 𝑲 𝒄 =
𝑭𝒐𝒓𝒄𝒆
𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 𝟐 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝑳
−𝟑
𝟐 = 𝑺𝒕𝒓𝒆𝒔𝒔 𝒙 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝒂 𝒎 (2.4)
Hubungan antara faktor intensitas tegangan, laju pembebanan dan geometri
spesimen menghasilkan metode yang umum digunakan untuk melakukan
pengukuran fracture toughness.
2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness
Sebagai properti material, fracture toughness tentunya memiliki beberapa
kegunaan, salah satu diantaranya yaitu pada rekahan hidraulik.
2.2.1.1 Rekahan Hidrolik
Rekahan hidrolik adalah sebuah teknik yang diaplikasikan untuk membuat
sebuah rekahan yang dirambatkan dari lubang bor ke blok batuan. Pada
sistem ini sebuah fluida dipompakan kedalam lubang bor, hingga tekanan
dari fluida mencapai batas terbentuknya rekahan batuan maka peristiwa
inilah yang disebut sebagai rekahan hidrolik (Gambar 2.6)
16
Gambar 2.6 Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing
(climatecolab.org, 2016)
Metode ini biasanya digunakan untuk meningkatkan laju produksi dari air,
minyak, dan gas bumi dari formasi reservoar. Di dunia pertambangan
teknik rekahan hidrolik dapat digunakan pada pembukaan muka
terowongan tambang bawah tanah. Kegunaan niai fracture toughness pada
rekahan hidraulik adalah untuk mengestimasi seberapa besar massa total
fluida yang harus diinjeksikan ke dalam rekahan serta mengestimasi
seberapa besar panjang rekahan yang terbentuk akibat perambatan fluida
yang dipompakan pada batuan.
2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian
Kegunaan nilai fracture toughness pada fragmentasi batuan dengan
penggalian adalah untuk memprediksi besarnya gaya potong yang
diperlukan selama proses penggalian (Fc) melalui gigi gali drag pick pada
dua kondisi mode yang berbeda yaitu tipe A dan tipe B (Deliac,1988
dalam Whittaker, B.N, 1992).
2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan
Nilai fracture toughness dapat digunakan untuk memprediksi jumlah
rekahan yang berasal dari dinding lubang tembak (Grady,1982 dalam
Whittaker, B.N, 1992). Selain itu nilai fracture toughness juga dapat
digunakan untuk memprediksi ukuran fragmen yang tercipta berdasarkan
energy regangan dan kesetimbangan energi rekahan permukaan.
17
2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Tipe Rekahan Mode 1
Untuk menentukan nilai faktor intensitas tegangan kritis pada tipe rekahan yang
berbeda yaitu KI, KII dan KIII, berbagai macam metode percobaan laboratorium
telah dikembangkan. Mayoritas metode tersebut dikembangkan untuk menganalisi
mode rekahan I. ISRM (International Society of Rock Mechanics) telah
mengeluarkan 4 (empat) metode standar yang dapat digunakan untuk
mengestimasi nilai fracture toughness (Backers, 2004).
1. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Short Rod
2. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Chevron Bend
3. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Cracked Chevron Notched
Brazilian Disc
4. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Semi Circular Bend
21
3 4
18
Meskipun keempat metode tersebut sudah diusulkan oleh ISRM, namun nilai
fracture toughness yang dihasilkannya berbeda-beda. Faktor utama yang diduga
menyebabkan hal tersebut antara lain, pengaruh dari ukuran spesimen, geometri
spesimen, serta sifat anisotropi pada batuan. Oleh karena itu terus dikembangkan
metode baru guna mendapatkan hasil fracture toughness yang sesuai. Secara
umum metode-metode yang dikembangkan dapat dibedakan menjadi tiga jenis
berdasarkan bentuk spesimennya yaitu grup I spesimen berbentuk silinder, grup II
spesimen berbentuk disk, dan grup III spesimen berbentuk setengah disk
(Alkilicgil, C., 2010). Beberapa metode penentuan fracture toughness yang telah
dikembangkan diluar metode ISRM dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Single Edge Notched Beam (ASTM)
2. Straight Edge Cracked Round Bar Bending Method (Ouchterlony,
1982)
3. Double Cantilever Beam (ISO, 2001)
4. Compact Tension (ASTM,2000)
5. Double Torsion Test ( Henry , 1977)
6. Burst Test Specimen (Johnson, 1973)
7. Semi Circle Specimen (Chong, 1984)
8. Direct Indentantion Method
9. Modified Ring Test (Thiercelin & Roegiers, 1986)
10. Brazilian Disc Specimen (Guo et al, 1993)
11. Radial Crack Ring Specimen ( Shiryaev & Kotkis, 1982)
12. Flattened Brazilian Disc Method (Wang and Xing, 1999)
13. Chevron Notched Semi-Circular Bending Method (Kuruppu, 1997)
14. Diametral Compression Test (Szendi-Horvath, 1980)
19
1 2
3 4
5 6
7 8
20
9 10
11 12
13 14
21
2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend pertama kali diperkenalkan oleh
Kuruppu (1997). Dia melakukan pemodelan elemen hingga 3D untuk
mendapatkan faktor intensitas tegangan pada ujung rekahan spesimen CCNSCB
sebagai fungsi panjang rekahan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada
bagian tengah sampel dimana rekahan tersebut akan membentuk bentuk “V”
sesuai sudut yang telah diperhitungkan sebelumnya (Gambar 2.7 dan 2.8).
Gambar 2.7 Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend (Kuruppu, 1997 dalam Ayatollahi, M. R., et al.,2013)
Gambar 2.8 Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
(Fowell,1995 dalam Mingdao,W., et al., 2015)
a1
a1
a0
B
22
Gambar 2.9 Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend (Outcherlony,1988 dan Fowell,1995) dalam Mingdao,
W., et al., 2015
Selanjutnya untuk memenuhi parameter standar geometri spesimen, maka
parameter seperti ketebalan spesimen (B), jari-jari spesimen (R), jari-jari alat
potong diamond (Rs), jarak rekahan awal (a0), jarak rekahan akhir (a1) harus
dikonversikan menjadi parameter tak berdimensi seperti pada persamaan 2.5 :
𝜶 𝟎 =
𝒂 𝟎
𝑹
(2.5)
𝜶 𝟏 =
𝒂 𝟏
𝑹
𝜶 𝑩 =
𝑩
𝑹
𝜶 𝑺 =
𝑹 𝑺
𝑹
23
Gambar 2.10 Kurva Parameter Tak Berdimensi (Fowell, 1995 dalam
Alkilicgil,C.,2010)
Mengacu pada kurva Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 (Gambar 2.10),
maka parameter tak berdimensi pada persamaan 2.5, harus tercakup dalam batas
validitas geometri spesimen, yang dijelaskan pada persamaan 2.6 :
α1 ≥ 0.4 Garis 0 (2.6)
α1 ≥ αb / 2 Garis 1
αb ≤ 1,04 Garis 2
α1 ≤ 0,8 Garis 3
αb ≥ 1,1729 x (α1)1.666
Garis 4
αb ≥ 0,44 Garis 5
Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend menggunakan persamaan 2.7 :
𝑲 𝑰𝑪 =
𝑭
𝒕 𝑹
𝒀∗
(2.7)
24
𝒀∗
=
𝑲 𝑰
𝑭
𝒕 𝑹
Keterangan :
KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚)
F = Gaya Maksimum (MN)
R = Jari-jari sampel (m)
t = Ketebalan sampel (m)
Y* = Normalisasi faktor intensitas tegangan
KI = Faktor intensitas tegangan ditentukan dengan analisis numerik
(𝑀𝑃𝑎 𝑚)
Selain menggunakan analisis numerik, nilai normalisasi faktor intensitas tegangan
dapat diketahui melalui persamaan yang diturunkan oleh Fowell (1995) dalam
Mingdao,W., 2015 untuk uji Cracked Chevron Notched Brazilian Disc yang
dituliskan dalam persamaan 2.8:
𝒀∗
= 𝒖 . 𝒆 𝒗.𝜶 𝟏 (2.8)
Dimana u dan v merupakan parameter yang mengacu pada nilai α0 dan αb.
Persamaan 2.8 diatas dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 2.9 :
𝐥𝐧 𝒀∗
= 𝒗 . 𝜶 𝟏 + 𝐥𝐧 𝒖 (2.9)
Selanjutnya Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 membuat tabel parameter tak
berdimensi berdasarkan hasil analisis terhadap persamaan 2.8 dan 2.9 dan
melakukan proyeksi kurva hasil analisis tersebut dan didapatkan parameter tak
berdimensi untuk spesimen CCNBD dalam tabel 2.1. Untuk parameter geometri
lainnya yang tidak terdapat dalam tabel, harus dilakukan interpolasi linear
terhadap data tersebut.
25
Tabel 2.1 Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995)
2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend
Straight Notched Semi Circular Bend atau biasa dikenal Semi-Circular Bend
spesimen pertama diperkenalkan oleh Chong dan Kuruppu (1984). Kemudian Lim
et al (1994), melakukan penelitian lebih jauh dalam penentuan fracture toughness
26
dari material batuan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada bagian
tengah sampel yang berbentuk lurus (Gambar 2.11 dan 2.12).
Gambar 2.11 Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend (Chong dan
Kuruppu, 1984 dalam Alkilicgil,C.,2010)
Gambar 2.12 Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular
Bend (Khan dan Al-Shaeya, 2000 dalam Het, K.,2008)
27
Tabel 2.2 Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-Circular
Bend
Parameter Geometri Nilai
Diameter Spesimen (D) Lebih besar dari 10 kali ukuran butir
terbesar atau 76 mm
Ketebalan (B) Lebih besar dari 0.4 D atau 30mm
Panjang rekahan (a) 0.4 ≤ a/R (=α) ≤0.6
Lebar penyangga (s) 0.5 ≤ s/2R ≤ 0.8
Tebal rekahan (t) 0.1 ≤ t ≤ 0.8 cm
Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend menggunakan persamaan 2.10 :
𝑲 𝑰𝑪 =
𝑭 𝝅𝒂
𝑫𝒕
𝒀 𝑰 (2.10)
𝒀 𝑰 = −𝟏, 𝟐𝟗𝟕 + 𝟗, 𝟓𝟏𝟔
𝒔
𝟐𝑹
− 𝟎, 𝟒𝟕 + 𝟏𝟔, 𝟒𝟓𝟕
𝒔
𝟐𝑹
𝜶 + 𝟏, 𝟎𝟏𝟕 + 𝟑𝟒, 𝟒𝟎𝟏
𝒔
𝟐𝑹
𝜶 𝟐
Dimana 𝛂= 𝒂/𝑹 (2.11)
YI pada persamaan 2.11 merupakan faktor intensitas tegangan yang didapat dari
metode elemen hingga dengan asumsi kondisi tegangan bidang yang dilakukan
oleh Kuruppu (1997). Selain persamaan yang dikeluarkan oleh Kuruppu tersebut
ternyata sudah ada sebelumnya penelitian mengenai normalisasi faktor intensitas
tegangan yang dilakukan oleh Tutlouglu dan Keles (2011) dan Lim et al (1994).
Berdasarkan analisis elemen hingga, Lim et al (1994) mengeluarkan persamaan
mengenai normalisasi faktor intensitas tegangan dengan menggunakan persamaan
polynomial orde lima seperti pada persamaan 2.12 :
𝒀 𝑰
=
𝑺
𝑹
𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗𝜶 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒𝜶 𝟐
+ 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔𝜶 𝟑
− 𝟏𝟔𝟓𝟎𝜶 𝟒
+ 𝟖𝟕𝟓, 𝟗𝜶 𝟓
(2.12)
Keterangan :
KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚)
F = Gaya Maksimum (MN)
28
a = Panjang rekahan awal (m)
D = Diameter sampel (m)
t = Ketebalan sampel (m)
α = a/R
YI = Parameter tak berdimensi faktor intensitas tegangan bergantung pada a/R ,
dan dihitung berdasarkan model numerik
Gambar 2.13 Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi (Lim et al,
1994)
29
2.5 Uji Sifat Fisik Batuan
Sifat fisik merupakan karekteristik dasar batuan yang mempengaruhi perilaku
batuan. Perbedaan komposisi padatan, air dan udara dari setiap batuan
menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku tersebut yang pada akhirnya
berkaitan erat dengan kekuatan batuan saat dilakukan pengujian sifat mekanik
(Gambar 2.14).
Gambar 2.14 Komposisi Batuan Secara Umum (Craig, R.F, 2004 dalam Alkilicgil,
2010)
Parameter-parameter sifat fisik yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi :
 Bobot Isi
Bobot isi merupakan perbandingan antara massa batuan terhadap volume
total batuan tersebut. Batuan pada umumnya tidak hanya tersusun oleh
massa padat, namun juga mengandung gas dan air. Massa gas dan air
biasanya mengisi ruang kosong didalam batuan yang berupa pori-pori dan
rekahan. Pada kondisi natural spesimen batuan yang padat biasanya
mengandung gas dan air. Pada kondisi jenuh, gas pada spesimen batuan
dikeluarkan dan ruang kosong diisi oleh air, sehingga spesimen batuan
yang padat diharapkan hanya mengandung air. Proses tersebut dinamakan
penjenuhan yang dilakukan didalam tabung desikator yang kedap udara.
Apabila spesimen batuan yang jenuh tersebut ditimbang didalam air maka
30
akan didapat nilai berat gantung dari spesimen batuan. Sedangkan pada
spesimen batuan yang kering, kandungan air diuapkan dengan cara
dipanaskan didalam oven. Dengan proses pengeringan ini diharapkan
spesimen batuan yang padat hanya mengandung gas didalam ruang
kosongnya.
Bobot isi dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Bobot isi natural (natural density)
Bobot isi natural menyatakan perbandingan antara massa batuan
pada kondisi natural terhadap volume total batuan.
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒏𝒂𝒕𝒖𝒓𝒂𝒍 =
𝑾 𝒏
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔
(2.13)
2. Bobot isi kering (dry density)
Bobot isi kering menyatakan perbandingan antara massa batuan
pada kondisi kering terhadap volume total batuan.
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 =
𝑾 𝑶
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔
(2.14)
3. Bobot isi jenuh (saturated density)
Bobot isi jenuh menyatakan perbandingan antara massa batuan
pada kondisi jenuh terhadap volume total batuan.
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 =
𝑾 𝒘
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔
(2.15)
 Berat jenis
Berat jenis merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada batuan
dengan bobot isi air yang dapat menyatakan seberapa berat batuan apabila
dibandingkan dengan air. Berat jenis dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Berat jenis asli (true specific gravity)
Berat jenis asli menyatakan berat jenis sebenarnya dari batuan
karena merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada
batuan dengan bobot isi air.
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒂𝒔𝒍𝒊 =
(
𝑾 𝒐
𝑾 𝒐− 𝑾 𝒔
)
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓
(2.16)
31
2. Berat jenis semu (apparent specific gravity)
Berat jenis semu merupakan perbandingan antara bobot isi batuan
pada kondisi kering dengan bobot air. Berat jenis semu serupa
dengan bobot isi kering batuan.
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒔𝒆𝒎𝒖 =
(
𝑾 𝒐
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔
)
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓
(2.17)
 Kadar air
Kadar air merupakan perbandingan antara massa dalam batuan dengan
massa total batuan. Kadar air dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Kadar air asli (natural water content)
Kadar air asli merupakan perbandingan antara massa air pada
kondisi batuan natural terhadap massa padatan dalam batuan.
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒂𝒔𝒍𝒊 =
𝑾 𝒏− 𝑾 𝒐
𝑾 𝒐
𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.18)
2. Kadar air jenuh (saturated water content)
Kadar air jenuh merupakan perbandingan antara massa air pada
kondisi jenuh terhadap massa padatan dalam batuan.
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 =
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒐
𝑾 𝒐
𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.19)
 Derajat kejenuhan (degree of saturation)
Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara kadar air natural
dengan kadar air jenuh. Hal ini menyatakan seberapa banyak air yang
terkandung dalam batuan natural jika dibandingkan dengan jumlah
maksimum air yang dapat mengisi batuan.
𝑫𝒆𝒓𝒂𝒋𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉𝒂𝒏 =
𝑾 𝒏− 𝑾 𝒐
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒐
𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.20)
 Porositas (porosity)
Porositas merupakan perbandingan antara volume pori yang ada pada
batuan terhadap volume total batuan.
𝑷𝒐𝒓𝒐𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 =
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒐
𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔
𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.21)
 Angka pori (void ratio)
32
Angka pori merupakan perbandingan antara volume pori yang ada dalam
batuan terhadap volume padatan dalam batuan.
𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝒑𝒐𝒓𝒊 =
𝒏
𝟏−𝒏
(2.22)
Volume dari contoh batuan yang diuji tidak didapatkan dari mengukur geometri
sampel, hal ini disebabkan geometri sampel yang diperoleh tidak sepenuhnya rata
pada seluruh permukaan sehingga akan menghasilkan pengukuran yang dapat
dikatakan bias. Maka untuk itu digunakan Hukum Archimedes (Gambar 2.15)
yang menyatakan bahwa :
“Setiap benda yang ditenggelamkan sebagian atau keseluruhan kedalam fluida,
akan mengalami terapung keatas oleh gaya yang sama dengan berat dari fluida
yang dipindahkan oleh benda tersebut (Archimedes of Syracuse)”
Gambar 2.15 Hukum Archimedes (Tanjung,2014)
Perbandingan densitas benda terhadap densitas fluida menghasilkan persamaan
2.24:
𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 (𝝆𝒃)
𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑨𝒊𝒓 (𝝆𝒂)
=
𝑾𝒃
𝑽𝒃
𝑾𝒂
𝑽𝒂
=
𝑾𝒃
𝑾𝒂
𝒙
𝑽𝒂
𝑽𝒃
(2.24)
Wa
Wb
Wbs
FA
Dari gambar didapat :
FA = Wa
Wbs = Wb - FA
Wbs = Wb - Wa
Wa = Wb - Wbs (2.23)
33
Densitas benda yang dibenamkan relatif terhadap densitas fluida dapat dihitung
tanpa melakukan perhitungan terhadap volumenya, maka dengan memasukkan
persamaan 2.23 kedalam persamaan 2.24 sehingga didapatkan persamaan 2.25 :
𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 𝝆𝒃 =
𝑾𝒃
𝑾𝒃−𝑾𝒃𝒔
𝒙 𝝆𝒂 (2.25)
Dimana :
Wa = Berat air (massa)
Wb = Berat benda (massa)
Fa = Gaya apung (Archimedes Bouyancy)
Wbs = Berat benda semu (massa)
b = Densitas benda
a = Densitas air
Vb = Volume benda
Va = Volume air
2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan
Pengujian sifat mekanik merupakan pengujian yang berbeda dengan pengujian
sifat fisik karena uji ini bersifat destructive test. Pada umumnya pengujian sifat
mekanik akan dilakukan setelah pengujian sifat fisik dilakukan atau dapat pula
dilakukan bersamaan apabila sampel batuan yang diambil di lapangan cukup
banyak.
Sama halnya dengan pengujian sifat fisik, dalam pengujian sifat mekanik perlu
dilakukan preparasi sampel batuan uji agar sesuai dengan bentuk batuan yang
disyaratkan. Apabila pengujian mensyaratkan batuan berbentuk bongkah maka
sampel batuan yang diperoleh akan dipotong dengan menggunakan alat pemotong
batu sehingga diperoleh geometri yang diinginkan sesuai dengan persyaratan
pengujian. Sedangkan apabila pengujian mesyaratkan geometri batuan berbentuk
silinder maka sampel batuan yang berbentuk bongkah akan dibor dengan
34
menggunakan alat bor inti (coring) dengan ukuran diameter tertentu sehingga
diperoleh geometri batuan yang diinginkan sesuai dengan persyaratan pengujian.
2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial
Uji kuat tekan bertujuan untuk mengukur kuat tekan uniaksial sebuah
contoh batuan dalam geometri yang beraturan baik dalam bentuk silinder,
balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Pada penelitian ini akan
dilakukan pengujian terhadap contoh batuan berbentuk silinder untuk
mendapatkan parameter nilai kuat tekan batuan (σc ), Modulus Young (E)
dan Nisbah Poisson (v) dari kurva tegangan-regangan.
Menurut ISRM (1981), syarat contoh batu uji berbentuk silinder adalah
perbandingan L/D antara 2,5 hingga 3 dan untuk ukuran diameter (D) tidak
kurang dari ukuran NX, yaitu kurang lebih 54mm. Contoh batuan yang
memiliki L/D > 2,5 akan mempunyai nilai UCS lebih kecil dan lebih cepat
mengalami keruntuhan dibandingkan contoh batuan yang memiliki L/D
<2. Untuk kondisi contoh dengan L/D = 1 kondisi tegangan akan saling
bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan (Gambar 2.16).
Gambar 2.16 Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat
Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)
35
Faktor perbedaan jenis batuan, kondisi rekahan awal (pre-existing cracks)
pada contoh batuan uji, dan mekanisme sistem alat kuat tekan yang
digunakan untuk pengujian akan menghasilkan tipe pecah contoh batuan
uji yang bervariasi antara lain kataklasis, axial splitting, pecahan kerucut
(cone failure), homogenous shear, homogenous shear corner to corner,
kombinasi axial dan local shear, splintery onion leaves dan buckling
(Gambar 2.17). Berikut ini adalah ilustrasi tipe pecah contoh batuan hasil
uji kuat tekan uniaksial.
Gambar 2.17 Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk.,
2014)
2.6.1.1 Kuat Tekan Uniaksial
Nilai kuat tekan uniaksial dinyatakan dengan persamaan 2.26 :
𝝇 𝒄 =
𝑭
𝑨
(2.26)
Keterangan :
36
σc = Kuat tekan uniaksial contoh batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja saat contoh batuan hancur (KN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus
arah gaya (mm2
)
Tabel 2.3 Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber (Rai dkk., 2014)
37
Gambar 2.18 Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial
(Rai dkk., 2014)
2.6.1.2 Modulus Young
Modulus Young atau modulus elastisitas adalah ukuran
kemampuan batuan untuk mempertahankan kondisi elastisnya.
Modulus elastisitas diperoleh melalui uji kuat tekan uniaksial dan
didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan yang diberikan
terhadap suatu material pada salah satu sumbu terhadap regangan
yang dialami sepanjang sumbu tersebut. Pada uji kuat tekan
uniaksial, contoh batuan yang diberi tekanan akan mengalami
beberapa tahap deformasi yakni deformasi elastik dan deformasi
plastik. Nilai modulus Young diturunkan dari kemiringan kurva
tegangan-regangan pada bagian linear karena pada saat itulah
contoh batuan mengalami deformasi elastik.
Persamaan 2.27 digunakan untuk mencari nilai Modulus Young :
38
𝑬 =
∆𝝇
∆𝜺 𝒂
(2.27)
𝜺 =
∆𝒍
𝒍
Keterangan :
E = Modulus Young (MPa)
∆σ = Perbedaan tegangan (MPa)
∆ɛ = Perbedaan regangan
∆l = Perubahan panjang contoh batuan (mm)
l = Panjang awal contoh batuan (mm)
Dalam menentukan modulus Young, terdapat 3 cara yaitu :
1. Modulus Young Sekan (Secant Young’s Modulus (Es ))
Modulus Young yang diukur dari tegangan = 0 sampai nilai
tegangan tertentu, biasanya 50% σc (Gambar 2.19).
Gambar 2.19 Penentuan Modulus Elastisitas Sekan (Rai dkk., 2014)
39
2. Modulus Young Tangen (Tangent Young’s Modulus (Et))
Modulus Young yang diukur pada tingkat tegangan = 0 sampai
nilai tegangan tertentu, biasanya 50% σyp (Gambar 2.20)
Gambar 2.20 Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial (Rai dkk., 2014)
3. Modulus Young rata-rata (Average Young’s Modulus (Eav))
Modulus Young yang diukur dari rata-rata kemiringan kurva atau
bagian linear yang terbesar dari kurva yaitu dari closing crack
hingga tegangan sebesar σyp (Gambar 2.21).
Gambar 2.21 Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata (Rai dkk., 2014)
40
2.6.1.3 Nisbah Poisson (v)
Nisbah Poisson (v) adalah nilai mutlak dari perbandingan antara
regangan lateral terhadap regangan aksial. Jika suatu material di
regangkan pada satu arah, maka material tersebut cenderung
mengkerut (dan jarang, mengembang) pada dua arah lainnya.
Sebaliknya jika suatu material ditekan, maka material tersebut akan
mengembang (dan jarang, mengkerut) pada dua arah lainnya
(Gambar 2.22).
Gambar 2.22 Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat
Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)
𝒗 =
𝜺𝒍
𝜺 𝒂
=
∆𝒅
𝒅
∆𝒍
𝒍
(2.28)
Keterangan :
v = Nisbah poisson
ɛl = Regangan lateral
ɛa = Regangan aksial
41
∆d = Perubahan diameter batuan uji (mm)
d = Diameter awal batuan uji (mm)
∆l = Perubahan panjang batuan uji (mm)
l = Panjang awal batuan uji (mm)
Tabel 2.4 Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk, 2014 )
42
Tabel 2.5 Kategori Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk 2014 )
2.6.2 Uji Kuat Tarik
Kuat tarik merupakan nilai tegangan maksimum yang dikembangkan oleh
suatu contoh material dalam suatu pengujian tarikan yang dilakukan untuk
memecah batuan dibawah kondisi tertentu. Dalam mekanika batuan,
pengetahuan mengenai kuat tarik batuan penting untuk menganalisis
kekuatan batuan dan kestabilan dari atap dan kubah (dome) dari lubang
bukaan bawah tanah pada zona tarik batuan.
Pengujian kuat tarik batuan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu uji kuat
tarik langsung dan uji kuat tarik tidak langsung (brazilian). Namun uji
kuat tarik yang lebih banyak digunakan adalah tipe kuat tarik tidak
langsung (brazilian) (Gambar 2.23). Hal ini terkait dengan beberapa
kendala yang biasa dihadapi saat melakukan uji kuat tarik langsung,
misalnya kesulitan dalam melakukan penjepitan (gripping) sehingga
dipertanyakan bagaimana cara menempelkan contoh pada pegangan tanpa
merusak permukaan contoh, maupun membuat beban yang bekerja berada
pada posisi paralel dengan sumbu contoh batuan.
Nilai Poisson Ratio (v) Kategori
0  v  0.1 Sangat Rendah
0.1  v  0.2 Rendah
0.2  v  0.3 Medium
0.3  v  0.4 Tinggi
0.4  v  0.5 Sangat Tinggi
43
Gambar 2.23 Model Brazilian Test (Rai dkk., 2014)
Pada uji brazillian digunakan contoh batuan berbentuk lempeng silinder
yang diberikan tekanan pada sisi luarnya agar contoh mengalami failure
digaris diameternya. Menurut ISRM (1988), kuat tarik contoh batuan
dapat dihitung dengan persamaan 2.29:
𝝇 𝒕 =
𝟐𝑭
𝝅𝑫𝒕
(2.29)
Keterangan :
σt = Kuat tarik (MPa)
F = Beban atau gaya tarik yang menyebabkan contoh batuan hancur
(N)
D = Diameter contoh batuan (mm)
T = Ketebalan contoh batuan (mm)
Perbandingan antara nilai UCS dan UTS, sering disebut sebagai
Brittleness Index (BI) yang bermanfaat untuk memperkirakan kinerja
suatau alat gali. Rai, dkk (2014) membuat sebuah klasifikasi batuan
berdasarkan Brittleness Index dalam tabel 2.7 berikut :
44
Tabel 2.6 Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index (Rai dkk.,
2014)
2.6.3 Uji Triaksial
Uji triaksial digunakan untuk menentukan kekuatan batuan dibawah tiga
komponen tegangan melalui persamaan kriteria keruntuhan Mohr-
Coulomb yang dituliskan pada persamaan 2.30 berikut :
𝝉 = 𝒄 + 𝝇 𝒏 𝐭𝐚𝐧 ∅ (2.30)
Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr-Coulomb
sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai
berikut :
 Kurva intrinsik (Strength Envelope)
 Kohesi (c)
 Tegangan normal (σn)
 Sudut gesek dalam ()
45
Gambar 2.24 Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Rai dkk., 2014)
Pada uji ini, contoh batuan dimasukkan ke dalam sel triaksial, lalu
diberikan tekanan pemampatan (σ3) dan dibebani secara aksial (σ1) hingga
runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan
pemampatan (σ2=σ3). Sel triaksial yang digunakan merujuk pada alat
triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman (1911) dalam Rai, dkk,
2014. Di dalamnya terdapat fluida bertekanan yang dialirkan dengan
menggunakan pompa hidraulik, berfungsi sebagai tekanan pemampatan
(σ3) yang diberikan pada contoh batuan. Untuk mencegah masuknya fluida
pemampatan kedalam contoh batuan, contoh batuan dibungkus dengan
selubung karet. Hal ini harus dilakukan karena masuknya fluida kedalam
contoh batuan dapat mempengaruhi pengujian karena contoh batuan akan
mengalami tekanan pori.
Griggs dan Handin (1960) dalam Rai, dkk, 2014 menjelaskan bahwa ada
lima tipe deformasi (Tabel 2.8) yang secara umum sering terbentuk pada
pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial, yaitu :
Tipe 1 menunjukkan deformasi getas yang ditandai oleh bentuk runtuh
atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang
46
sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya
ikatan antar butir dalam contoh batuan karena tarikan.
Tipe 2 menunjukkan deformasi getas, namun sudah terlihat adanya
deformasi plastik sebelum contoh batuan runtuh yaitu ditandai dengan
adanya belahan berbentuk kerucut dengan arah aksial maupun arah lateral.
Tipe 3 menujukkan bentuk transisi dari getas ke ductile. Penambahan
tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh dalam keadaan
geser.
Tipe 4 menunjukkan deformasi ductile dimana contoh batuan sudah mulai
bersifat plastis diiringi dengan kenaikan tekanan pemampatan
Tipe 5 menunjukkan kondisi sangat plastis dan akan sukar untuk
mendapatkan kekuatan puncaknya apabila tekanan pemampatan dinaikkan
kembali
Tabel 2.7 Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial (Griggs dan
Handin, 1960 dalam Rai, dkk, 2014)
Menurut Rai, dkk (2014) hasil uji triaksial dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya : tekanan pemampatan, tekanan pori, temperature, laju
47
deformasi, bentuk dan dimensi contoh batuan, dan pengaruh sifat
anisotropik batuan.
2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan
2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji cepat rambat gelombang ultrasonik merupakan uji sifat dinamik batuan
yang bersifat non-destruktif. Gelombang ultrasonik termasuk dalam
kelompok getaran mekanik yang melibatkan gaya-gaya mekanik selama
melakukan penjalaran dalam suatu medium. Fenomena ini terlihat pada
perubahan panjang gelombang, jika gelombang tersebut dijalarkan pada
medium yang berbeda elastisitasnya.
Gambar 2.25 Sketsa Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT) (Rai dkk., 2014)
Parameter yang didapat pada uji ini adalah cepat rambat gelombang
ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu
tempuh gelombang yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan
menggunakan Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT) (Gambar 2.25). Kecepatan rambat gelombang ultrasonik
ditentukan melalui persamaan 2.31 berikut :
𝑽 𝒑 =
𝑳
𝒕 𝒑
(2.31)
48
Keterangan :
L = Panjang contoh batuan yang diuji (m)
tp = Waktu tempuh gelombang ultrasonik yang merambat melalui
contoh batuan (detik)
Vp = Cepat rambat gelombang ultrasonik (m/detik)
Besar kecilnya cepat rambat gelombang dipengaruhi oleh rongga atau
ruang kosong yang terdapat dalam contoh batuan. Semakin banyak ruang
kosong, maka semakin kecil nilai cepat rambat gelombangnya. Lama &
Vukuturi (1978) dalam Rai, dkk, 2014 menemukan bahwa kecepatan
rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi beberapa faktor yaitu : tipe
batuan, komposisi dan ukuran butir, bobot isi, kandungan air, porositas,
temperature, kehadiran bidang lemah.
 Komposisi dan Ukuran Butir
Adanya rongga pada batuan menyebabkan penurunan cepat rambat
gelombang ultrasonik dan ukuran butir merupakan salah satu faktor
penentu rongga dalam batuan. Ukuran butir yang besar
menyebabkan ukuran rongga dalam batuan menjadi besar dan
sebaliknya ukuran butir kecil mengurangi ukuran rongga pada
batuan (lihat Gambar 2.26).
Gambar 2.26 Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada
Batuan (Tanjung , 2014)
49
 Bobot Isi
Semakin tinggi bobot isi batuan menandakan semakin rapat batuan
tersebut. Gelombang ultrasonik akan merambat lebih cepat pada
media yang lebih rapat. Maka semakin tinggi bobot isi, cepat
rambat gelombang ultrasonik akan semakin cepat.
 Porositas
Semakin tinggi porositas batuan, maka semakin sulit bagi
gelombang ultrasonik untuk merambat didalamnya. Sehingga
dalam pembacaannya, cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi
lebih rendah. Batuan dengan porositas tinggi menandakan
banyaknya udara atau air di dalamnya, rongga yang berisi udara
atau air ini yang menyebabkan cepat rambat gelombang ultrasonik
menurun.
 Tipe Batuan
Tiap tipe batuan memiliki mineral penyusun yang berbeda baik
jenisnya maupun persentasenya dan tiap mineral yang berbeda ini
menghasilkan cepat rambat gelombang ultrasonik yang berbeda
juga. Hal ini bisa terjadi karena tiap mineral memiliki bobot isi
yang berbeda. Ramana dan Venkatanarayana (1973) dalam Rai,
dkk, 2014 dalam penelitiannya menemukan bahwa cepat rambat
gelombang ultrasonik meningkat seiring dengan peningkatan
persentase hornblende dan cepat rambat gelombang ultrasonik
menurun seiring dengan peningkatan persentase kuarsa. Jika
dikorelasikan dengan bobot isi, maka bobot isi hornblende lebih
besar daripada bobot isi kuarsa.
 Anisotropi
Cepat rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi oleh orientasi
bidang perlapisan. Cepat rambat gelombang ultrasonik akan lebih
tinggi jika berjalan paralel dengan bidang perlapisan dan akan lebih
rendah bila tegak lurus bidang perlapisan. Hal ini terjadi karena
saat gelombang ultrasonik berjalan tegak lurus dengan perlapisan,
50
maka sebagian dari gelombang tersebut dipantulkan oleh bidang
perlapisan ini.
 Kandungan Air
Nilai porositas yang tinggi tidak selalu membuat nilai pembacaan
cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi rendah. Jika rongga ini
terisi oleh air, maka cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi
tinggi. Hal ini terjadi karena air sebagai zat cair memiliki
kepadatan yang jauh lebih tinggi daripada udara. Maka dari itu,
cepat rambat gelombang ultrasonik pada batuan dengan porositas
yang tinggi sangat bergantung dari kandungan air dari batuan
tersebut.
 Suhu
Berkaitan dengan kandungan air pada batuan, suhu yang lebih
tinggi bisa menguapkan air yang terdapat di dalam rongga batuan.
Hal ini menyebabkan turunnya kandungan air di dalam batuan
sehingga bisa mengurangi cepat rambat gelombang ultrasonik
dalam batuan.
 Tekanan
Semakin tinggi tekanan maka cepat rambat gelombang ultrasonik
akan semakin tinggi. Ini terjadi karena tekanan memungkinkan
terjadinya penutupan rekahan-rekahan yang ada pada batuan.
 Bidang Lemah
Kehadiran bidang lemah juga ikut menurunkan cepat rambat
gelombang ultrasonik. Hal ini karena bidang lemah cenderung
,menyisakan ruang kosong di dalam batuan.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengujian dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang,
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan (FTTM), Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan 3 (tiga) jenis sampel batuan yaitu andesit, batugamping, dan
sampel beton. Pengujian meliputi preparasi sampel batuan, uji sifat fisik batuan,
uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tidak langsung (brazilian), uji triaksial, uji
cepat rambat gelombang ultrasonik, uji three point bending untuk spesimen
cracked chevron notched semi-circular bend dan straight notched semi-circular
bend.
3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan
Batuan yang digunakan untuk pengujian pada awalnya masih berbentuk bongkah
(boulder). Agar dapat diperoleh bentuk sesuai ukuran yang diinginkan untuk
keperluan pengujian laboratorium, maka batuan tersebut harus dipersiapkan
sedemikian hingga dapat digunakan dalam pengujian. Andesit diperoleh dari
daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.1).
Batugamping diperoleh dari daerah Padalarang, Kabupaten Bandung Barat,
Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.2). Sedangkan untuk sampel beton dibuat di
laboratorium dengan perbandingan pasir yang sebelumnya sudah diayak pada
ayakan 20 mesh dan semen sebesar 1:1 pada pipa paralon sehingga langsung
berbentuk silinder (Gambar 3.3).
Preparasi contoh meliputi pengeboran inti (coring) (Gambar 3.4 dan 3.5),
pemotongan serta penghalusan contoh batuan (Gambar 3.6 hingga 3.11). Hal ini
dilakukan agar pengujian sesuai dengan standar ISRM (International Society of
Rock Mechanics).
52
Gambar 3.1 Spesimen Batugamping
Gambar 3.2 Spesimen Andesit
53
Gambar 3.3 Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1
3.1.1 Pengeboran Inti (Coring)
Pengeboran inti dilakukan menggunakan alat bor dengan mata bor berlapis
intan yang mempunyai diameter 45mm (Gambar 3.4 dan 3.5). adapun
proses pengeboran inti sebagai berikut :
1. Peletakan blok batuan pada alat bor
2. Mengunci dan mengamankan posisi blok batuan yang akan
dibor
3. Proses pengeboran. Blok batuan dibor sembari air dialirkan
untuk mengurangi panas akibat gesekan mata bor dengan
batuan sekaligus untuk mengurangi debu yang timbul
akibat pengeboran.
Gambar 3.4 Alat Bor Inti (Coring)
54
Gambar 3.5 Proses Pengambilan Coring
3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan
Pemotongan bertujuan agar diperoleh ukuran batuan sesuai dengan yang
diinginkan (Gambar 3.6 dan 3.7). Adapun prosedur pemotongan contoh
batuan adalah :
1. Menandai panjang spesimen yang akan dipotong.
2. Peletakan batuan pada posisinya.
3. Batuan dikunci agar aman saat dilakukan pemotongan serta
diperoleh hasil yang akurat.
4. Pemotongan batuan dilakukan dengan hati-hati dan
perlahan pada bagian yang sudah ditandai.
5. Pemotongan disertai pemberian air untuk mengurangi panas
yang timbul akibat gesekan antara disk potong dengan
batuan.
Gambar 3.6 Alat Potong Batuan
55
Gambar 3.7 Proses Pemotongan Batuan
3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan
Permukaan contoh batuan dihaluskan agar didapat permukaan alas yang
rata sehingga saat pengujian distribusi tegangan yang dikenakan rata pada
seluruh permukaan bidang kontak yang menyebabkan hasil pengukuran
dapat akurat (Gambar 3.8 hingga 3.11)..
Gambar 3.8 Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine
Gambar 3.9 Alat Squareness Gauge
56
Gambar 3.10 Waterpass
3.11 Penghalusan Contoh Batuan
3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
Hasil dari pengeboran inti dengan diameter 45mm dilakukan pemotongan
dengan panjang 0,4 D untuk spesimen Straight Notched Semi-Circular
Bend dan 0,5 D untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend. Kemudian hasil potongan tersebut dipotong menjadi dua bagian
sama besar pada titik tengah sehingga menghasilkan 2 (dua) bagian sama
besar (Gambar 3.13). Contoh batuan uji yang telah menjadi setengah
lingkaran dilanjutkan dengan pembuatan rekahan pada titik tengah
sepanjang 0,5 jari-jari dari contoh batuan untuk spesimen Straight Notched
Semi-Circular Bend dan 0,6 jari-jari untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend. Rekahan dibuat dengan rentang lebar sekitar
3-5 mm untuk kedua spesimen. Khusus untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend , rekahan yang dibentuk berupa rekahan awal
(a1) dan selanjutnya akan dibentuk rekahan berbentuk “V” dengan
57
mempertimbangkan parameter tak berdimensi yang dikembangkan oleh
Fowell (1995). Pembuatan rekahan berbentuk “V” dilakukan dengan
menggunakan mesin potong (Gambar 3.12) ,gergaji besi dan gerinda
tangan (Gambar 3.14).
Gambar 3.12 Mesin Potong
Gambar 3.13 Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness
Gambar 3.14 Mesin Gerinda Tangan
Selanjutnya setiap contoh batuan diberikan tanda pada bagian alasnya
dengan perbandingan S/2R yaitu 0,7 untuk spesimen Cracked Chevron
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

More Related Content

What's hot

Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi PertambanganMata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
fridolin bin stefanus
 
GeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan LerengGeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan LerengAyu Kuleh Putri
 
Soil study thesis
Soil study thesisSoil study thesis
Soil study thesis
CARLES HUTABARAT
 
Praktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuanPraktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuan
yuliadiyuliadi2
 
SNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser BatuanSNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser Batuan
yuliadiyuliadi2
 
Peralatan tambang bawah tanah 1
Peralatan tambang bawah tanah 1Peralatan tambang bawah tanah 1
Peralatan tambang bawah tanah 1
Sylvester Saragih
 
Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
Jupiter Samosir
 
Pengolahan Bahan Galian
Pengolahan Bahan GalianPengolahan Bahan Galian
Pengolahan Bahan Galian
University of Hasanuddin
 
Modul Peta Geologi UPI 2009
Modul Peta Geologi UPI 2009Modul Peta Geologi UPI 2009
Modul Peta Geologi UPI 2009Aulia Nofrianti
 
Genesa Bahan Galian
Genesa Bahan GalianGenesa Bahan Galian
Genesa Bahan Galian
permukaan bumi
 
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
rramdan383
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
farhanalghifary1
 
Proses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembakProses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembak
seed3d
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Mario Yuven
 
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Sylvester Saragih
 
Tahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasiTahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasi
ekaandinirwana
 
Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1
Bayu Laoli
 
Acara 1
Acara 1Acara 1
Acara 1
Mega Ayu
 
paper underground mining
paper underground miningpaper underground mining
paper underground mining
heny novi
 

What's hot (20)

Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi PertambanganMata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
 
GeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan LerengGeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan Lereng
 
Soil study thesis
Soil study thesisSoil study thesis
Soil study thesis
 
Praktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuanPraktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuan
 
SNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser BatuanSNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser Batuan
 
Peralatan tambang bawah tanah 1
Peralatan tambang bawah tanah 1Peralatan tambang bawah tanah 1
Peralatan tambang bawah tanah 1
 
Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
 
Pengolahan Bahan Galian
Pengolahan Bahan GalianPengolahan Bahan Galian
Pengolahan Bahan Galian
 
Modul Peta Geologi UPI 2009
Modul Peta Geologi UPI 2009Modul Peta Geologi UPI 2009
Modul Peta Geologi UPI 2009
 
Genesa Bahan Galian
Genesa Bahan GalianGenesa Bahan Galian
Genesa Bahan Galian
 
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
 
Proses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembakProses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembak
 
Pemboran tambang
Pemboran tambangPemboran tambang
Pemboran tambang
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
 
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
 
Tahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasiTahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasi
 
Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1
 
Acara 1
Acara 1Acara 1
Acara 1
 
paper underground mining
paper underground miningpaper underground mining
paper underground mining
 

Viewers also liked

Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanPaper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanheny novi
 
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...Adhytia Rian Pratama
 
Laporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboranLaporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboran
Muntazar cliff
 
Analisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah laut
Analisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah lautAnalisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah laut
Analisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah laut
sarfan afandi
 
Bab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuanBab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuanEdwin Harsiga
 
Data teknis kk 21 singkep 1
Data teknis kk 21 singkep 1Data teknis kk 21 singkep 1
Data teknis kk 21 singkep 1
Rio Anggara
 
Pt timah bangka belitung
Pt timah bangka belitungPt timah bangka belitung
Pt timah bangka belitung
Ikhwan Fauzi
 
Penambangan darat Timah
Penambangan darat TimahPenambangan darat Timah
Penambangan darat Timah
sarfan afandi
 
Termodinamika (5) a kesetimbangan_fase
Termodinamika (5) a kesetimbangan_faseTermodinamika (5) a kesetimbangan_fase
Termodinamika (5) a kesetimbangan_fase
jayamartha
 
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Aris Munandar
 
292736504 tembaga
292736504 tembaga292736504 tembaga
292736504 tembaga
Fianza Panji F. P.
 
Powerpoint kapal isap penambang timah
Powerpoint kapal isap penambang timahPowerpoint kapal isap penambang timah
Powerpoint kapal isap penambang timah
Rosim Nyerupa
 
Presentasi Pengolahan Timah
Presentasi Pengolahan TimahPresentasi Pengolahan Timah
Presentasi Pengolahan Timah
ayu_mustika17
 
4. komposisi&amp; sifat fisik batuan
4. komposisi&amp; sifat fisik batuan4. komposisi&amp; sifat fisik batuan
4. komposisi&amp; sifat fisik batuan
Akbar S
 
sifat batuan
sifat batuansifat batuan
sifat batuan
winalda
 
SAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur TambangSAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur Tambang
yulika usman
 
ilmu ukur tambang
ilmu ukur tambangilmu ukur tambang
ilmu ukur tambang
Agnes Evelina
 
Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...
Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...
Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...
Mario Yuven
 

Viewers also liked (20)

Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanPaper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
 
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...
ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PRODUKSI KIP TIMAH 15 DAN KIP TIMAH 16 UNIT LAU...
 
Laporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboranLaporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboran
 
PRESENTASI SIDANG KP
PRESENTASI SIDANG KPPRESENTASI SIDANG KP
PRESENTASI SIDANG KP
 
Analisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah laut
Analisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah lautAnalisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah laut
Analisis produksi konsentrat bijih timah penambangan bawah laut
 
Bab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuanBab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuan
 
Data teknis kk 21 singkep 1
Data teknis kk 21 singkep 1Data teknis kk 21 singkep 1
Data teknis kk 21 singkep 1
 
Pt timah bangka belitung
Pt timah bangka belitungPt timah bangka belitung
Pt timah bangka belitung
 
Penambangan darat Timah
Penambangan darat TimahPenambangan darat Timah
Penambangan darat Timah
 
Termodinamika (5) a kesetimbangan_fase
Termodinamika (5) a kesetimbangan_faseTermodinamika (5) a kesetimbangan_fase
Termodinamika (5) a kesetimbangan_fase
 
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
 
292736504 tembaga
292736504 tembaga292736504 tembaga
292736504 tembaga
 
Powerpoint kapal isap penambang timah
Powerpoint kapal isap penambang timahPowerpoint kapal isap penambang timah
Powerpoint kapal isap penambang timah
 
Presentasi Pengolahan Timah
Presentasi Pengolahan TimahPresentasi Pengolahan Timah
Presentasi Pengolahan Timah
 
4. komposisi&amp; sifat fisik batuan
4. komposisi&amp; sifat fisik batuan4. komposisi&amp; sifat fisik batuan
4. komposisi&amp; sifat fisik batuan
 
sifat batuan
sifat batuansifat batuan
sifat batuan
 
SAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur TambangSAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur Tambang
 
ilmu ukur tambang
ilmu ukur tambangilmu ukur tambang
ilmu ukur tambang
 
Hitung cadangan
Hitung cadanganHitung cadangan
Hitung cadangan
 
Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...
Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...
Materi Kuliah Komputasi tambang Materi 1 Kuliah Teknik Pertambangan STTNAS Yo...
 

Similar to Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

Tugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdf
Tugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdfTugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdf
Tugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdf
reza597670
 
Setya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading Test
Setya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading TestSetya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading Test
Setya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading Test
Setya Kurniawan
 
Analisa kromit geo listrik
Analisa kromit geo listrikAnalisa kromit geo listrik
Analisa kromit geo listrik
CPribadiRiko
 
PPT SIDANG.pptx
PPT SIDANG.pptxPPT SIDANG.pptx
PPT SIDANG.pptx
galihbela
 
4962 9459-1-sm
4962 9459-1-sm4962 9459-1-sm
4962 9459-1-sm
algifakhri bagus maulana
 
Format lopran lengkap kristal & mineral
Format lopran lengkap kristal & mineralFormat lopran lengkap kristal & mineral
Format lopran lengkap kristal & mineral
Fridolin bin stefanus
 
Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...
Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...
Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...
Ashabul Kahfi
 
Analisa Keausan Pahat.pptx
Analisa Keausan Pahat.pptxAnalisa Keausan Pahat.pptx
Analisa Keausan Pahat.pptx
Mufasya2
 
Abstrak skripsi
Abstrak skripsiAbstrak skripsi
Abstrak skripsi
bankir212
 
2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf
2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf
2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf
reza597670
 
143581208201008571 (1)
143581208201008571 (1)143581208201008571 (1)
143581208201008571 (1)
geofisika011
 
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Putika Ashfar Khoiri
 
Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...
Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...
Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...
AndriArrahman1
 
Rencana tahap 1
Rencana tahap 1 Rencana tahap 1
86656891 study-recloser-unnes
86656891 study-recloser-unnes86656891 study-recloser-unnes
86656891 study-recloser-unnes
randy_wiyarga
 
Product Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive Test
Product Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive TestProduct Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive Test
Product Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive Test
Hesa Laras Cemerlang PT
 
Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)
Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)
Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)
p4n71
 
25496553
2549655325496553
25496553
supadi padi
 
CJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptx
CJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptxCJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptx
CJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptx
Adam Superman
 

Similar to Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA (20)

Tugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdf
Tugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdfTugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdf
Tugas 01 KLP III GEOMEKANIK.pdf
 
Setya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading Test
Setya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading TestSetya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading Test
Setya K - Observation Method of Residual Capacity Load on Pile Loading Test
 
Analisa kromit geo listrik
Analisa kromit geo listrikAnalisa kromit geo listrik
Analisa kromit geo listrik
 
PPT SIDANG.pptx
PPT SIDANG.pptxPPT SIDANG.pptx
PPT SIDANG.pptx
 
4962 9459-1-sm
4962 9459-1-sm4962 9459-1-sm
4962 9459-1-sm
 
Format lopran lengkap kristal & mineral
Format lopran lengkap kristal & mineralFormat lopran lengkap kristal & mineral
Format lopran lengkap kristal & mineral
 
Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...
Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...
Analisis kemampugaruan berdasarkan rock mass rating pada tambang batupasir fo...
 
Analisa Keausan Pahat.pptx
Analisa Keausan Pahat.pptxAnalisa Keausan Pahat.pptx
Analisa Keausan Pahat.pptx
 
Abstrak skripsi
Abstrak skripsiAbstrak skripsi
Abstrak skripsi
 
2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf
2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf
2020-Metpen- Tugas 05- Proposal Penelitian-22120011.pdf
 
143581208201008571 (1)
143581208201008571 (1)143581208201008571 (1)
143581208201008571 (1)
 
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
 
Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...
Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...
Analisis perhitungankapasitas daya dukung pondasi tiang pancang diameter 50 c...
 
4 d5f81c1d01
4 d5f81c1d014 d5f81c1d01
4 d5f81c1d01
 
Rencana tahap 1
Rencana tahap 1 Rencana tahap 1
Rencana tahap 1
 
86656891 study-recloser-unnes
86656891 study-recloser-unnes86656891 study-recloser-unnes
86656891 study-recloser-unnes
 
Product Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive Test
Product Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive TestProduct Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive Test
Product Knowledge HESA LC Konsultan Non Destructive Test
 
Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)
Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)
Laporan NDT, magnetic particle inspection (mpi)
 
25496553
2549655325496553
25496553
 
CJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptx
CJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptxCJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptx
CJR Teknologi Mekanik Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida.pptx
 

Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

  • 1. STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT BENDING TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung Oleh : Adhytia Rian Pratama (12112064) PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016
  • 2. STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT BENDING TUGAS AKHIR Bandung, Juni 2016 Disetujui untuk Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung Oleh : Dosen Pembimbing, Adhytia Rian Pratama Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT. NIM 12112064 NIP 197507202006041001
  • 3. i STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT BENDING ABSTRAK Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan. Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh adanya rekahan awal (pre-existing cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang berhubungan dengan kondisi bidang diskontinu. Rekahan merupakan struktur geologi yang sering ditemukan dalam massa batuan. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian dan peledakan. Mekanika rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan bagaimana suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya pembebanan pada material. Parameter utama dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang menunjukkan ketahanan material untuk retak. Terdapat beberapa metode dalam penentuan tipe I fracture toughness batuan. Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi Circular Bend (SNSCB) merupakan salah satu metode untuk menentukan nilai tipe I fracture toughness batuan. Uji tipe I fracture toughness dilakukan dengan alat three point bending pada laboratorium dengan contoh andesit, batugamping dan beton. Pengujian dilakukan pada diameter spesimen 45 mm. Hasil nilai tipe I fracture toughness dari kedua spesimen akan dibandingkan untuk mendapatkan pengaruh bentuk rekahan awal terhadap nilai fracture toughness batuan. Nilai pada setiap jenis batuan kemudian dihubungkan dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik masing-masing jenis batuan. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai fracture toughness spesimen batuan berbanding lurus dengan bobot isi, cepat rambat gelombang, kuat tekan, dan kuat tarik, namun berbanding terbalik dengan porositas. Didapatkan nilai fracture toughness untuk andesit sebesar 1,568 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,384 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), batugamping sebesar 1,267 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,061 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), serta sampel beton sebesar 0,440 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 0,257 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB). Dengan hasil tersebut, diketahui bahwa nilai fracture toughness spesimen SNSCB untuk tiga jenis batuan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai fracture toughness spesimen CCNSCB, dimana selisih untuk andesit berkisar 11,7%, batugamping berkisar 16,3% dan sampel beton berkisar 41,7%. Kata Kunci : Pre-existing cracks, Mekanika Rekahan, Tipe I Fracture Toughness, Three Point Bending, Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend, Straight Notched Semi-Circular Bend
  • 4. ii EXPERIMENTAL STUDY ON THE CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) AND STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) METHOD FOR CHARACTERIZING THE MODE I FRACTURE TOUGHNESS OF ROCKS UNDER THREE POINT BEND TESTING ABSTRACT Mining activity has encountered a frequent problems of rock. Rock strength is greatly influenced by their initial fractures (pre-existing cracks) and the anisotropy condition of rock. The fractures is common geological structures in the rock mass. The growth of this fractures are caused by several factors such as tectonic activity or drilling, excavation, and blasting activity. Rock fracture mechanics depicts how a fractures could occur and being propagated during loading phase of material like rock. A fundamental parameter in fracture mechanics is called fracture toughness which indicates the resistance of crack. There are two different methods in determining the Mode I fracture toughness that consist of Cracked Chevron notched Semi-Circular Bend (CCNSCB) and Straight notched Semi Circular Bend (SNSCB). Mode I fracture toughness test was exhibited with a three-point bending in the laboratory by using andesite, limestone and concrete as an example. The method was conducted with specimens of 45-mm long in diameter. The results of Mode I fracture toughness value of both specimens will be compared to obtain the impactof initial fracture shape towards the value of fracture toughness of rock. Each value of rock type henceforth will be linked with the results of its physical, dynamical and mechanical properties. Based on test results, it can be seen that the fracture toughness of rock specimens is directly proportional to the weight of contents, wave propagation speed, compressive strength and tensile strength, but inversely proportional to the porosity. The test results reveal that the values of fracture toughness measured using CCNSCB and SNSCB were 1,568 and 1,384 MPa√m for andesite, 1,267 and 1,061 MPa√m for limestone, followed by concrete in the amount of 0,440 and 0,257 MPa√m. It was evidently show that the fracture toughness specimens for SNSCB type specimens within the three rock samples have lower value compared with CCNSCB type specimens, where andesite, limestone, and concrete were approximately ranging from 11,7%, 16,7%, and 41,7% ,respectively. Keywords: Pre-existing cracks, fractures Mechanics, Mode I Fracture toughness, Three Point Bending, Cracked Chevron notched Semi-Circular Bend, Straight notched Semi-Circular Bend
  • 5. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penyusunan Tugas Akhir berjudul “Studi Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-circular Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi-circular Bend (SNSCB) pada Uji Three Point Bending” yang dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung dapat diselesaikan. Tugas Akhir ini dibuat dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S-1) di Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan Institut Teknologi Bandung. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, karena tentunya dengan bantuan berbagai pihak, penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. Eng. Ganda Marihot Simangunsong, S.T., M.T., sebagai Ketua Program Studi Teknik Pertambangan ITB dan selaku Manajer Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang ITB; 2. Bapak Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT. sebagai dosen pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu serta pikiran, memberikan ilmu, saran, motivasi, bimbingan dan kesempatan berdiskusi dalam menyelesaikan tugas akhir ini; 3. Bapak Dr., Ir., Lilik Eko Widodo, MS, selaku dosen wali yang selalu memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Teknik Pertambangan ITB;
  • 6. iv 4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan karyawan Tata Usaha Program Studi Teknik Pertambangan, yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai, dan para staf tata usaha yang telah membantu dalam segala kegiatan akademik maupun non-akademik selama penulis menyelesaikan perkuliahan; 5. Kedua orang tua penulis, Ir. Bambang Harryantho dan Dra. Sri Sulasmi, serta adik penulis Intania Ayu Lestari yang dengan tulus serta ikhlas telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, cinta, kasih sayang, dan doa. Semua kerja keras selama ini kupersembahkan untuk Ibu dan Bapak; 6. Bapak Sudibyo, Bapak Sugito, Kang Kurnia, Kang Purwanto, Kang Nurman, Kang Iwan, dan Teh Sari selaku staf Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang ITB, yang dengan penuh semangat, kesabaran dan keikhlasan membantu penulis dan menemani hari-hari berkegiatan di laboratorium; 7. Hygea Marwany, atas semua kebahagiaan, semangat, motivasi, cita-cita, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga ini menjadi langkah baru dalam menatap kehidupan kita di masa depan; 8. “Pasukan Mekbat” dan “Geomekanika 2012” : Rinaldhi Fauzhi, Arif Yurahman, Siswo Afrianto, Adhitya Barkah Arvi, Rafi Khoery, Ayu Kusuma, Haidar, M. Irham Rahadian, Rizky Abdillah, Dian Setiawan, Pandu Zea, Morgan Maulana, Komang Yogatama, Valdo Thobias, Fran Sanjaya, Yosua Posma, Dian Amalia, Rayhan Rafi, Farah Susanti, I Made Mahendrayana atas segala canda tawa, dukungan dan kejailan yang telah diberikan selama berjuang bersama penulis; 9. “Pasukan Pak Agung” : Rinaldhi Fauzhi, Arif Yurahman, Adhitya Barkah Arvi, Bayu Mandala, Bambang Jaya Kusuma, Rahmat Putra, M.Iqbal, Lewi Nisi Simamora atas segala dukungan dan perjuangan dalam menyelesaikan tugas akhir bersama; 10. Tambang 2012, teman, saudara dan keluarga dalam suka dan duka, tempat mencurahkan semua cerita, canda tawa, ilmu, air mata, kenangan, dan impian
  • 7. v bersama selama perkuliahan “…lawan semua keterbatasan, satukan perbedaan menjadi satu keluarga…”; 11. Abang, kakak, teman-teman, dan adik-adik Himpunan Mahasiswa Tambang ITB, atas persaudaraan kekal dan segala pembelajaran yang telah kalian berikan. Khususnya rekan-rekan kepengurusan HMT-ITB 2014-2015 dan 2015-2016, Serta rekan-rekan kepengurusan ISMC X, suatu kehormatan besar telah belajar, berjuang, dipimpin, dan memimpin bersama kalian semua. “Merah sejati tak akan berhenti, HMT sampai mati” HMT HMT HMT !!!; 12. Teman-teman SMA penulis serta FTTM 2012 yang telah menceriakan hari- hari penulis di luar kegiatan perkuliahan; 13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam penyelesaian Tugas Akhir dan perkuliahan di ITB. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tentunya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya. Bandung, Juni 2016 Penulis Adhytia Rian Pratama
  • 8. vi DAFTAR ISI ABSTRAK............................................................................................................... i ABSTRACT............................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x DAFTAR TABEL................................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1 Latar Belakang Penelitian...............................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................3 1.3 Batasan Penelitian ..........................................................................................3 1.4 Tahapan Penelitian .........................................................................................3 1.5 Diagram Alir Penelitian..................................................................................6 1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8 2.1 Konsep Mekanika Rekahan............................................................................8 2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya ..........10 2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics ..................................................12 2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan ...............................................................13 2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan ...............................................................14 2.2 Fracture Toughness......................................................................................15 2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness............................................15 2.2.1.1 Rekahan Hidrolik ...............................................................15 2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian ............................16 2.2.1.3 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan..............................16 2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I......................17 2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ..........................................21
  • 9. vii 2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend..........................................................25 2.5 Uji Sifat Fisik Batuan ...................................................................................29 2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan.............................................................................33 2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial..................................................................34 2.6.1 Kuat Tekan Uniaksial............................................................34 2.6.2 Modulus Young .....................................................................35 2.6.3 Nisbah Poisson......................................................................40 2.6.2 Uji Kuat Tarik ...................................................................................42 2.6.3 Uji Triaksial ......................................................................................44 2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan .............................................................................47 2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ........................................47 BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................51 3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan ................................................51 3.1.1 Pengeboran Inti (Coring) ..................................................................53 3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan..............................................................54 3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan .............................................................55 3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend.........................................................56 3.2 Uji Sifat Fisik Batuan ...................................................................................58 3.3 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik....................................................61 3.4 Uji Kuat Tekan Uniaksial.............................................................................63 3.5 Uji Kuat Tarik Tak Langsung.......................................................................65 3.6 Uji Triaksial..................................................................................................66 3.7 Uji Three Point Bending Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend..........................................68 3.7.1 Peralatan Pengujian...........................................................................68 3.7.2 Persiapan dan Prosedur Pengujian ....................................................69 BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA.............................................70 4.1 Hasil Uji Sifat Fisik......................................................................................70 4.2 Hasil Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ..........................................73 4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ...................................................................75
  • 10. viii 4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung.............................................................80 4.5 Hasil Uji Triaksial ........................................................................................82 4.6 Hasil Uji Fracture Toughness ......................................................................87 4.6.1 Uji Straight Notched Semi-Circular Bend ........................................88 4.6.1.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Straight Notched Semi- Circular Bend ........................................................................................88 4.6.1.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Straight Notched Semi- Circular Bend ........................................................................................92 4.6.1.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Straight Notched Semi- Circular Bend ........................................................................................94 4.6.2 Uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend.........................96 4.6.2.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ...............................................................................96 4.6.2.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ...............................................................100 4.6.2.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ...............................................................102 4.7 Analisis Hubungan Nilai Fracture Toughness Terhadap Sifat Fisik, Sifat Dinamik dan Sifat Mekanik Batuan .................................................................104 4.7.1 Analisis Hubungan Uji Kuat Tekan Uniaksial Terhadap Nilai KIC 104 4.7.2 Analisis Hubungan Uji Kuat Tarik Terhadap Nilai KIC..................106 4.7.3 Analisis Hubungan Uji Sifat Dinamik Batuan Terhadap Nilai KIC 108 4.7.4 Analisis Hubungan Uji Sifat Fisik Batuan Terhadap Nilai KIC ......111 4.7.4.1 Korelasi Densitas Batuan Terhadap Nilai KIC .................111 4.7.4.2 Korelasi Porositas Batuan Terhadap Nilai KIC ................113 4.8 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron Notched Semi- Circular Bend...................................................................................................115 4.9 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I antara Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ...................................................120 4.10 Pemodelan Inisiasi dan Propagasi Rekahan Pada Uji Fracture Toughness Menggunakan Software RS3 1.0......................................................................122 4.10.1 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend............................................................................124
  • 11. ix 4.10.2 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Straight Notched Semi- Circular Bend...................................................................................................129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................135 5.1 Kesimpulan.................................................................................................135 5.2 Saran...........................................................................................................136 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xviii LAMPIRAN......................................................................................................... xxi
  • 12. x DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................6 Gambar 2.1. Penamaan Sistem Rekahan ..............................................................10 Gambar 2.2. Rentang Ukuran Rekahan .................................................................10 Gambar 2.3. Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus Tegangan Tarik ......................................................................................................12 Gambar 2.4. Linear Elastik Fracture Toughness...................................................13 Gambar 2.5. Tipe Dasar Rekahan .........................................................................13 Gambar 2.6. Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing....................16 Gambar 2.7. Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend .................................................................................21 Gambar 2.8. Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ................................................................................................................................21 Gambar 2.9. Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ................................................................................22 Gambar 2.10. Kurva Parameter Tak Berdimensi ..................................................23 Gambar 2.11. Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend ...........26 Gambar 2.12. Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular Bend .......................................................................................................................26 Gambar 2.13. Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi .............28 Gambar 2.14. Komposisi Batuan Secara Umum ...................................................29 Gambar 2.15. Hukum Archimedes ........................................................................32 Gambar 2.16. Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial ................................................................................................................34 Gambar 2.17. Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ..........35 Gambar 2.18. Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial..........37 Gambar 2.19. Penentuan Modulus Elastisitas Sekan.............................................38 Gambar 2.20. Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial .....................................39 Gambar 2.21. Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata........................................39
  • 13. xi Gambar 2.22. Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial ................................................................................................................................40 Gambar 2.23. Model Brazilian Test.......................................................................43 Gambar 2.24. Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb ...................................45 Gambar 2.25. Sketsa Portable Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT) ..............................................................................................................47 Gambar 2.26. Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada Batuan ......48 Gambar 3.1. Spesimen Batugamping.....................................................................52 Gambar 3.2. Spesimen Andesit..............................................................................52 Gambar 3.3. Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1...........................................53 Gambar 3.4. Alat Bor Inti (Coring) .......................................................................53 Gambar 3.5. Proses Pengambilan Coring ..............................................................54 Gambar 3.6. Alat Potong Batuan ...........................................................................54 Gambar 3.7. Proses Pemotongan Batuan ...............................................................55 Gambar 3.8. Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine........................55 Gambar 3.9. Alat Squareness Gauge.....................................................................55 Gambar 3.10. Waterpass........................................................................................56 Gambar 3.11. Penghalusan Contoh Batuan............................................................56 Gambar 3.12. Mesin Potong ..................................................................................57 Gambar 3.13. Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness..........................57 Gambar 3.14. Mesin Gurinda Tangan....................................................................57 Gambar 3.15.Penjenuhan Sampel Batuan..............................................................58 Gambar 3.16. Pompa Vakum.................................................................................59 Gambar 3.17. Desikator .........................................................................................59 Gambar 3.18. Neraca..............................................................................................60 Gambar 3.19. Oven ................................................................................................60 Gambar 3.20. Wadah Berisi Air.............................................................................61 Gambar 3.21. Alat PUNDIT ..................................................................................62 Gambar 3.22. Material Kalibrasi............................................................................63 Gambar 3.23. Pembacaan Waktu Perambatan Gelombang Ultrasonik..................63 Gambar 3.24. Alat Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391 ...............64
  • 14. xii Gambar 3.25. Dial Gauge.......................................................................................64 Gambar 3.26. Pengukuran Dimensi Contoh Batuan..............................................65 Gambar 3.27. Pembacaan Deformasi Aksial dan Lateral .....................................65 Gambar 3.28. Penempatan Batuan Uji Pada Sel Triaksial.....................................67 Gambar 3.29. Proses Pemompaan Oli Pada Sel Triaksial ....................................68 Gambar 3.30. Alat Three Point Bending Pada Mesin Tekan.................................69 Gambar 4.1. Sampel Uji Sifat Fisik .......................................................................71 Gambar 4.2. Sampel Uji Sifat Dinamik .................................................................73 Gambar 4.3. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit...........................................78 Gambar 4.4. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Batugamping..................................79 Gambar 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel Beton ................................79 Gambar 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung..................................................80 Gambar 4.7. Kurva Mohr Coulomb Andesit..........................................................83 Gambar 4.8. Kurva Mohr Coulomb Batugamping.................................................84 Gambar 4.9. Kurva Mohr Coulomb Sampel Beton ...............................................85 Gambar 4.10. Hasil Uji Triaksial Andesit..............................................................86 Gambar 4.11. Hasil Uji Triaksial Batugamping ....................................................86 Gambar 4.12. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton....................................................86 Gambar 4.13. Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan Sampel Beton .........................................................................................................87 Gambar 4.14. Pengujian Three Point Bending Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan Sampel Beton .............................................................88 Gambar 4.15. Hasil Spesimen SNSCB Andesit Setelah Pengujian.......................91 Gambar 4.16. Hasil Spesimen SNSCB Batugamping Setelah Pengujian..............93 Gambar 4.17. Hasil Spesimen SNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian ............95 Gambar 4.18. Hasil Spesimen CCNSCB Andesit Setelah Pengujian ...................99 Gambar 4.19. Hasil Spesimen CCNSCB Batugamping Setelah Pengujian ........101 Gambar 4.20. Hasil Spesimen CCNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian .......103 Gambar 4.21. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai Kuat Tekan Uniaksial...........................................................................................105
  • 15. xiii Gambar 4.22. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai Kuat Tekan Uniaksial...........................................................................................105 Gambar 4.23. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai Kuat Tarik Tak Langsung ....................................................................................107 Gambar 4.24. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai Kuat Tarik Tak Langsung ....................................................................................107 Gambar 4.25. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................110 Gambar 4.26. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................110 Gambar 4.27. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Densitas Natural Batuan.......................................................................................112 Gambar 4.28 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Densitas Natural Batuan .....................................................................................................112 Gambar 4.29. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Porositas Batuan ..................................................................................................114 Gambar 4.30 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Porositas Batuan .................................................................................................................114 Gambar 4.31. Kurva Parameter Tak Berdimensi ................................................116 Gambar 4.32. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Andesit ..............................................................................................................................117 Gambar 4.33. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Batugamping .......................................................................................................118 Gambar 4.34. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Sampel Beton ...................................................................................................................118 Gambar 4.35. Perbandingan Nilai Fraacture Toughness Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend ..............................................................................................................................119 Gambar 4.36. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode CCNSCB antara Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ......................................................121 Gambar 4.37. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode SNSCB antara Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ......................................................121 Gambar 4.38.Contoh Pembebanan Pada Model Spesimen CCNSCB dan SNSCB ..............................................................................................................................121
  • 16. xiv Gambar 4.39.Geometri Model Spesimen Cracked Chevron Notched Semi- Circular Bend ......................................................................................................124 Gambar 4.40. Hasil Pembebanan 10.773 MPa Spesimen CCNSCB Andesit .....125 Gambar 4.41. Hasil Pembebanan 12.119 MPa Spesimen CCNSCB Andesit .....125 Gambar 4.42. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen CCNSCB Andesit .....125 Gambar 4.43. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai Pembebanan Spesimen CCNSCB Andesit ..........................................................126 Gambar 4.44. Hasil Pembebanan 7.315 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping ..............................................................................................................................126 Gambar 4.45. Hasil Pembebanan 8.027 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping ..............................................................................................................................126 Gambar 4.46. Hasil Pembebanan 8.819 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping ..............................................................................................................................127 Gambar 4.47. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai Pembebanan Spesimen CCNSCB Batugamping .................................................127 Gambar 4.48. Hasil Pembebanan 2.450 MPa Spesimen CCNSCB Beton .........128 Gambar 4.49. Hasil Pembebanan 2.756 MPa Spesimen CCNSCB Beton ..........128 Gambar 4.50. Hasil Pembebanan 3.062 MPa Spesimen CCNSCB Beton ..........128 Gambar 4.51. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai Pembebanan Spesimen CCNSCB Beton .............................................................129 Gambar 4.52 .Geometri Model Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend ..............................................................................................................................129 Gambar 4.53. Hasil Pembebanan 14.144 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........130 Gambar 4.54. Hasil Pembebanan 15.192 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........130 Gambar 4.55. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........130 Gambar 4.56. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai Pembebanan Spesimen SNSCB Andesit..............................................................131 Gambar 4.57. Hasil Pembebanan 7.763 MPa Spesimen SNSCB Batugamping .131 Gambar 4.58. Hasil Pembebanan 8.733 MPa Spesimen SNSCB Batugamping..132 Gambar 4.59. Hasil Pembebanan 9.704 MPa Spesimen SNSCB Batugamping..132 Gambar 4.60. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai Pembebanan Spesimen SNSCB Batugamping.....................................................133
  • 17. xv Gambar 4.61. Hasil Pembebanan 3.221 MPa Spesimen SNSCB Beton .............133 Gambar 4.62. Hasil Pembebanan 3.624 MPa Spesimen SNSCB Beton..............133 Gambar 4.63. Hasil Pembebanan 4.027 MPa Spesimen SNSCB Beton..............134 Gambar 4.64. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai Pembebanan Spesimen SNSCB Beton.................................................................134
  • 18. xvi DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995) ................................................................................................................................25 Tabel 2.2. Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi- Circular Bend.........................................................................................................27 Tabel 2.3. Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber..............................36 Tabel 2.4. Nisbah Poisson Batuan .........................................................................41 Tabel 2.5. Kategori Nisbah Poisson Batuan ..........................................................42 Tabel 2.6. Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index.......................44 Tabel 2.7. Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial ............................46 Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Fisik Andesit.................................................................71 Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Fisik Batugamping........................................................71 Tabel 4.3. Hasil Uji Sifat Fisik Sampel Beton.......................................................72 Tabel 4.4. Hasil Uji Sifat Dinamik.........................................................................74 Tabel 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial............................................................76 Tabel 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung......................................................81 Tabel 4.7. Nilai Brittleness Index Batuan ..............................................................81 Tabel 4.8. Hasil Uji Triaksial Andesit ...................................................................83 Tabel 4.9. Hasil Uji Triaksial Batugamping ..........................................................83 Tabel 4.10. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton .......................................................84 Tabel 4.11. Geometri Spesimen SNSCB Andesit..................................................89 Tabel 4.12. Hasil Pengujian SNSCB Andesit........................................................91 Tabel 4.13. Geometri Spesimen SNSCB Batugamping.........................................92 Tabel 4.14. Hasil Pengujian SNSCB Batugamping...............................................93 Tabel 4.15. Geometri Spesimen SNSCB Sampel Beton .......................................94 Tabel 4.16. Hasil Pengujian SNSCB Sampel Beton..............................................95 Tabel 4.17. Geometri Spesimen CCNSCB Andesit...............................................96 Tabel 4.18. Hasil Pengujian CCNSCB Andesit.....................................................99
  • 19. xvii Tabel 4.19. Geometri Spesimen CCNSCB Batugamping....................................100 Tabel 4.20. Hasil Pengujian CCNSCB Batugamping..........................................101 Tabel 4.21. Geometri Spesimen CCNSCB Sampel Beton...................................102 Tabel 4.22. Hasil Pengujian CCNSCB Sampel Beton.........................................103 Tabel 4.23. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB.................................................................................................................104 Tabel 4.24. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ................................................................................................................106 Tabel 4.25. Hasil Uji Sifat Dinamik dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB .109 Tabel 4.26. Hasil Densitas Natural dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ..111 Tabel 4.27. Hasil Porositas dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ...............113 Tabel 4.28. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen CCNSCB dan SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................119 Tabel 4.29. Perbandingan Nilai Gaya Maksimum Spesimen CCNSCB dan SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................120 Tabel 4.30. Properti Material pada Andesit, Batugamping dan Beton ...............122 Tabel 4.31. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend .............................................................................................124 Tabel 4.32. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Andesit ..125 Tabel 4.33. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Batugamping ..............................................................................................................................127 Tabel 4.34. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Beton .....128 Tabel 4.35. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Straight Notched Semi- Circular Bend ......................................................................................................130 Tabel 4.36. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Andesit .....131 Tabel 4.37. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Batugamping ..............................................................................................................................132 Tabel 4.38. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Beton ........134
  • 20. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan. Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh rekahan mikro (micro-fractures), adanya rekahan awal (pre-existing cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang berhubungan dengan kondisi bidang diskontinu, sifat inhomogen serta perbedaan ukuran atau bentuk dan orientasi dari partikel batuan. Rekahan merupakan struktur geologi yang umum ditemukan dalam massa batuan. Rekahan yang mengalami pertumbuhan akan menyebabkan terbaginya struktur massif batuan menjadi beberapa bagian. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian dan peledakan. Oleh karena itu dicarilah estimasi perilaku rekahan dengan dipelajarinya mekanika rekahan batuan. Mekanika rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan bagaimana suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya pembebanan pada material seperti batuan. Konsep mekanika rekahan batuan menggunakan asumsi linear elastic fracture mechanic bahwa material diasumsikan isotropik dan elastik linear. Isotropik dan elastik linear maksudnya adalah karakteristik material sama di setiap arah dan hanya memiliki dua tetapan elastik yakni modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v). Parameter mendasar dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang menunjukkan ketahanan material untuk retak. Nilai fracture toughness merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan (Stress Intensity Factor (SIF)), dimana (SIF) yang menyatakan besarnya tegangan disekitar ujung rekahan akibat adanya gaya yang bekerja. Ketika faktor intensitas tegangan melebihi dari nilai kritisnya (fracture toughness) maka diasumsikan pertumbuhan rekahan akan terjadi (ISRM,
  • 21. 2 1988). (SIF) secara umum dinyatakan sebagai KI,KII, dan KIII yang diperkenalkan sesuai 3 jenis tipe dasar rekahan, yaitu : tipe I sebagai tipe bukaan atau tipe tarikan, tipe II sebagai tipe geser, dan tipe III sebagai tipe sobek ( Irwin,1958 ). Dari ketiga mode rekahan tersebut, tipe I sejauh ini masih dianggap penting utamanya untuk kasus praktik karena paling sederhana dan mudah untuk dianalisis. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang mekanika rekahan lebih difokuskan pada tipe I, meskipun dalam beberapa kasus terjadi di dua tipe dasar rekahan lainnya dan tipe campuran. Terdapat beberapa metode dalam penentuan tipe I fracture toughness batuan. ISRM (International Society for Rock Mechanics) mengeluarkan 4 spesimen standar untuk pengujian fracture toughness tipe I, yaitu : Short Rod (SR) (Ouchterlony, 1988), Chevron Bend (CB) (Ouchterlony, 1988), Cracked Chevron Notched Brazilian Disc (CCNBD) (Xu dan Fowell, 1994 ; Fowell, 1995 ; Wang et al, 2003 ; Iqbal dan Mohanty, 2006,2007 ; Dai et al. 2010,2015) serta Straight Notched Semi Circular Bend (SNSCB) (Dai et al, 2010; Zhou et al, 2012; Dai dan Xia, 2013; Kuruppu et al, 2014). Dalam pengujiannya, nilai fracture toughness dari 4 metode tersebut memiliki hasil yang berbeda meskipun dilakukan untuk tipe batuan yang sama, sehingga diperkenalkan metode-metode lain dalam mengestimasi nilai fracture toughness tipe rekahan I dari batuan salah satunya adalah Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (CCNSCB) (Kuruppu, 1997 ; Chang et al, 2002 ; Dai et al, 2011 ; Wei et al, 2015). Metode tersebut merupakan perpaduan dari metode yang telah dikenalkan oleh ISRM yaitu metode CCNBD dan SNSCB. Metode CCNSCB dan SNSCB memiliki kelebihan dibanding metode lain yaitu dalam hal kemudahan preparasi sampel dan kemudahan dalam pengukuran uji dinamika rekahan karena ukuran sampel yang lebih kecil (Zhou et al, 2012 ; Xu et al, 2015). Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I melalui metode Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan metode Straight Notched Semi-Circular Bend.
  • 22. 3 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain : 1. Mempelajari dan mendapatkan estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I dengan menggunakan metode Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend dan menentukan hubungannya dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik spesimen batuan uji. 2. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh dari spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend. 3. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I dari spesimen andesit, batugamping, dan sampel beton. 1.3 Batasan Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa batasan, yaitu : 1. Contoh batuan uji diasumsikan linear, homogen dan isotropik. 2. Sampel pengujian fracture toughness memiliki diameter sebesar 45mm. 3. Input data sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik di laboratorium. 4. Input data fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh dari uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend. 1.4 Tahapan Penelitian Berikut ini adalah tahap keberjalanan dari penelitian yang dilakukan : 1. Studi Literatur Mencari beberapa literatur terkait pengujian fracture toughness batuan rekahan tipe I melalui buku-buku referensi, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu. 2. Preparasi alat dan spesimen
  • 23. 4  Pengambilan sampel batuan (andesit, dan batugamping)  Pembuatan sampel beton dengan perbandingan 1:1  Preparasi spesimen batu untuk uji sifat fisik dan mekanik.  Preparasi spesimen batu untuk uji Cracked Chevron Notched Semi- Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend  Persiapan peralatan uji sifat fisik (timbangan, desikator, dan oven), uji sifat mekanik (mesin kuat tekan uniaksial, sel uji triaksial), uji sifat dinamik (PUNDIT).  Persiapan peralatan uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point bending) dan uji Straight Notched Semi-Circular Bend (mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point bending). 3. Pengujian di Laboratorium  Mengukur parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi berat natural, berat jenuh, berat gantung, dan berat kering.  Mengukur besarnya tegangan dan deformasi yang terjadi pada uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung (Brazillian), dan uji triaksial, serta mengukur cepat rambat gelombang ultrasonik pada spesimen batuan.  Mengukur besarnya tegangan yang diberikan pada andesit, batugamping, dan sampel beton hingga mengalami rekahan pada uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend 4. Pengolahan Data  Menghitung parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi natural density, dry density, saturated density, apparent specific gravity, true specific gravity, natural water content, saturated water content, degree of saturation, porositas, dan void ratio.  Menghitung parameter-parameter uji sifat mekanik yang meliputi kuat tekan, kuat tarik, kohesi, sudut geser dalam, Modulus Young, dan Poisson’s ratio
  • 24. 5  Menghitung parameter uji sifat dinamik batuan yaitu cepat rambat gelombang ultrasonik.  Menghitung nilai fracture toughness rekahan tipe I spesimen andesit, batugamping, dan sampel beton hasil uji Cracked Chevron Notched Semi- Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend. 5. Analisis Data Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I yang telah diperoleh dari masing-masing uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend yang akan dibandingkan dan dianalisis korelasinya dengan berbagai parameter sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik pada jenis batuan yang berbeda. Selain itu dianalisis pula proses inisiasi dan propagasi rekahan yang terjadi pada dua spesimen tersebut menggunakan pemodelan numerik software RS3 1.0. 6. Kesimpulan dan Saran Menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta memberikan saran agar penelitian kedepannya dapat lebih baik lagi.
  • 25. 6 1.5 Diagram Alir Penelitian Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian Analisis 1. Menentukan hubungan antara nilai fracture toughness rekahan tipe I metode Cracked Chevron Notched Semi- Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend terhadap sifat fisik, dinamik dan mekanik batuan. 2. Perbandingan nilai fracture toughness spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend terhadap spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend 3. Perbandingan nilai fracture toughness mode rekahan I dari spesimen andesit, batugamping dan sampel beton. 4. Pemodelan inisiasi dan propagasi rekahan berdasarkan hasil pengujian fracture toughness Kesimpulan dan Saran 1. KI CCNSCB 2. KI SNSCB *untuk setiap jenis batuan 1. Kuat Tekan 2. Modulus Young 3. Nisbah Poisson 4. Kuat Tarik 5. Sudut Geser Dalam 6. Kohesi 1. Berat Jenis 2. Bobot Isi 3. Kadar Air 4. Porositas 5. Angka Pori 6. Derajat Kejenuhan 1. Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Model inisiasi dan propagasi rekahan fracture toughness Uji Fracture Toughness 1. Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend 2. Straight Notched Semi- Circular Bend Uji Sifat Mekanik 1. Uji UCS 2. Uji Brazilian 3. Uji Triaksial Uji Sifat Fisik Pengukuran berat natural (Wn), berat jenuh (Ww), berat gantung (Ws) dan berat kering (Wo) Uji Sifat Dinamik 1. Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Pemodelan Fracture Toughness Menggunakan software RS3 1.0 Pengujian dan Pemodelan di Laboratorium Pengambilan dan Preparasi Spesimen Uji 1. Pengambilan Sampel Andesit, dan Batugamping 2. Pembuatan Sampel Beton dengan Perbandingan 1:1 3. Preparasi Andesit, Batugamping, dan Sampel Beton untuk : Uji Sifat Fisik, Uji UCS, Uji Brazilian, Uji Triaksial, dan Uji Fracture Toughness Persiapan Alat 1. Persiapan alat three point bending pada mesin tekan Perumusan Masalah  Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I dengan menggunakan metode yang berbeda  Perbandingan nilai fracture toughness pada spesimen uji yang berbeda.  Perbandingan nilai fracture toughness pada batuan uji yang berbeda. Studi Literatur Latar Belakang Nilai fracture toughness dapat ditentukan dengan menggunakan empat macam metode yang telah ditetapkan oleh ISRM. Namun metode-metode tersebut memiliki hasil yang berbeda pada batuan uji yang sama, sehingga diperkenalkan metode baru diluar ISRM seperti Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend.
  • 26. 7 1.6 Sistematika Penulisan Isi laporan tugas akhir berisi lima bab yang akan dijabarkan secara singkat melalui penjelasan di bawah ini. 1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan latarbelakang yang mendasari penelitian, tujuan, ruanglingkup atau batasan penelitian, metode dan diagram alir penelitian, serta sistematika penulisan laporan. 2. Bab II Tinjauan Pustaka, menjelaskan teori-teori yang berkaitan dan mendukung pengerjaan penelitian. 3. Bab III Metodologi Penelitian, menjelaskan metode dan urutan kerja yang digunakan dalam pengerjaan penelitian. 4. Bab IV Pengolahan dan Analisis Data, memaparkan hasil pengolahan data dan analisisnya yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di laboratorium serta analisa melalui pemodelan numerik. 5. Bab V Penutup, memaparkan kesimpulan yang diperoleh dari pengerjaan penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya.
  • 27. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mekanika Rekahan Konsep mekanika rekahan pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci yang memberikan beberapa petunjuk penyebab terjadinya rekahan. Dia melakukan pengukuran terhadap kekuatan besi dan mendapatkan kesimpulan bahwa kekuatan bervariasi terbalik terhadap panjang kawat. Namun hasil tersebut masih berupa pernyataan kualitatif. Pada tahun 1913, Inglis menyatakan bahwa suatu material kaca berbentuk elips akan meregang apabila pada kedua ujungnya ditarik bersamaan. Dia menemukan suatu titik disaat material tersebut mengalami tegangan terbesar, yakni disaat material kaca tersebut retak. Kemudian dia mencoba hal yang sama pada material kaca yang tidak berbentuk elips. Material tersebut ditarik pada kedua ujungnya hingga retak. Dia menyimpulkan bahwa hal terpenting pada retakan kaca tersebut adalah panjang retakan pada arah tegak lurus terhadap arah pembebanan. Inglis adalah orang pertama yang mampu menyingkap hubungan antara pembebanan dengan rekahannya. Pada tahun 1921,Griffith yang merupakan seorang insinyur teknik penerbangan berkebangsaan Inggris, mengeluarkan hubungan kuantitatif antara tegangan rekahan dan ukuran kerusakan berdasarkan analisis lubang elips yang dilakukan oleh Inglis (1913) terhadap ketidakstabilan pertumbuhan rekahan. Griffith menggunakan terori termodinamika 1 untuk memformulasikan sebuah teori rekahan berdasarkan kesetimbangan energi sederhana. Dia menguji kekuatan kawat besi dengan menggunakan dua buah kawat besi dengan jenis dan ukuran yang sama. Salah satu kawat besi diberi goresan-goresan, sedangkan yang lainnya dibiarkan tidak diberi goresan. Dia menarik masing-masing kawat besi hingga
  • 28. 9 mengalami deformasi pertambahan panjang. Hasil percobannya menunjukkan bahwa kawat besi dengan goresan memiliki kekuatan empat kali lebih kecil daripada kawat besi yang dibiarkan tanpa goresan. Griffith menyatakan bahwa jika suatu rekahan tidak memiliki cukup energi untuk membentuk permukaan rekahan yang baru, maka rekahan tersebut akan terpropagasi. Namun pendekatan Griffith tidak cocok dalam aplikasi teknik dan hanya sukses pada material getas dimana tidak terdapat deformasi plastis. Pada 1957, seorang professor Universitas Length, Irwin, melanjutkan penelitian Griffith dengan mempertimbangkan material ductile. Dia mengembangkan konsep laju pelepasan energi, yang dinyatakan dengan notasi G. G mendefinisikan laju dari potensi perubahan energi di sekitar area rekahan pada material linear elastis. Ketika nilai G mencapai nilai kritisnya, Gc, rekahan akan terpropagasi. Kemudian beberapa ilmuan mengganti nilai G dengan simbol K, yang merupakan faktor intensitas tegangan. Konsep ini berhubungan dengan konsep Griffith namun dalam penerapannya lebih berguna untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan aplikasi teknik. Sekitar Tahun 1960, ilmuwan mulai fokus mempelajari plastisitas pada ujung rekahan setalah aspek-aspek fundamental mekanika rekahan dipopulerkan sebelumnya. Pada periode ini beberapa ilmuwan mengembangkan analisis mengenai penyebab terjadi pelengkungan pada ujung rekahan. Di Amerika, Rice (1968) memodelkan deformasi plastis sebagai sifat elastik non-linear dan mengembangkan laju energi yang diberikan pada material tersebut. Dia menemukan suatu integrasi yang dikenal dengan J-Integral dalam memperkirakan laju energi yang dilepaskan. Begitupun di Eropa, seorang ilmuan bernama Wells menemukan bahwa permukaan rekahan akanmengembang sebelum akhirnya hancur. Dari percobaannya itu, dia mengusulkan Crack Tip Opening Displacement sebagai kriteria kehancuran.
  • 29. 10 2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya Konsep kesetimbangan energi berawal dari postulat Griffith (1921) yang mengatakan bahwa terdapat cacat submikroskopik pada setiap material getas yang merupakan permulaan dari rekahan mikro dan akan merambat untuk membentuk rekahan makro yang kemudian membuat material tersebut runtuh. Secara umum rekahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu rekahan mikro, rekahan meso dan rekahan makro (Gambar 2.1). Perbedaan mendasar dari ketiga jenis ini adalah dari segi ukuran. Rekahan mikro berukuran sekitar 1-104 mikron, kemudian kumpulan dari rekahan mikro akan membentuk suatu rekahan meso yang berukuran sekitar ratusan mikron hingga beberapa millimeter, dan terakhir akan terbentuk rekahan makro yang berukuran beberapa millimeter hingga beberapa desimeter (Gambar 2.2). Gambar 2.1 Penamaan Sistem Rekahan (Liu dkk., 2000 dalam Kazerani, Tohid., 2011) Gambar 2.2 Rentang Ukuran Rekahan (Pollard dan Aydin, 1988 dalam Kazerani, Tohid., 2011) Rekahan cabang Rekahan Makro Rekahan mikro Rekahan meso
  • 30. 11 Pada ujung rekahan, konsentrasi tegangan menyebabkan kenaikan tegangan secara lokal hingga lebih besar dari tegangan yang cukup untuk memutus ikatan antar atom. Kondisi ini memungkinkan terjadinya inisiasi rekahan. Namun inisiasi rekahan tidak akan terjadi jika energi yang dibutuhkan tidak melebihi energi untuk menahan inisiasi rekahan yang berasal dari kekuatan kohesi molekular (Whittaker dkk., 1992). Sehingga ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk menyebabkan terjadinya inisiasi rekahan yaitu : 1. Kecukupan Tegangan. Tegangan yang bekerja harus melebihi kekuatan kohesi molecular, yang dapat dicapai dengan konsentrasi tegangan akibat adanya cacat submikroskopik. 2. Kecukupan Energi Adanya energi potensial yang melebihi energi untuk menahan inisiasi rekahan (dalam hal ini energi permukaan)., yang dapat dicapai dengan meningkatkan gaya luar. Teori Griffith telah mampu memberikan perhitungan numerik dalam penentuan pertumbuhan rekahan, namun hal ini hanya fokus pada perubahan energi pertumbuhan rekahan dan mengabaikan proses detail rekahan pada ujung rekahan. Kesetimbangan energi Griffith dinyatakan valid untuk material dengan sedikit deformasi plastis disekitar ujung rekahan. Namun, pada geomaterial seperti batuan dan beton, zona plastis muncul dalam bentuk lain yang biasa disebut zona proses rekah mikro (Fracture Process Zone (FPZ)). FPZ didefinisikan sebagai zona disekitar ujung rekahan dimana terdapat kumpulan rekahan mikro yang akan membentuk rekahan utama. Oleh karena itu beberapa ilmuwan seperti Irwin (1957) menyarankan sedikit memodifikasi formulasi awal dengan mengambil sebagian kecil skala yang memiliki sifat plastis (merupakan bagian Linear Elastic Fracture Mechanics atau LEFM) di area sekitar ujung rekahan dan menyarankan analisis tentang batuan getas dapat dimodifikasi dan diaplikasikan pada batuan sedikit plastis.
  • 31. 12 Gambar 2.3 Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus Tegangan Tarik (Hoagland et al., 1973 dan Whittaker et al., 1992 dalam Kazerani, Tohid., 2011) 2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics Linear Elastic Fracture Mechanics mengasumsikan bahwa material memiliki sifat isotropik dan elastik linear. Maksudnya karakter material sama pada setiap arah dan memiliki dua tetapan yaitu modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v) (Gambar 2.4). Beberapa kondisi rekahan menunjukkan hubungan linear antara tegangan dengan regangan hingga titik terjadinya keruntuhan. Dalam kasus v
  • 32. 13 tersebut Linear Elastic Fracture Mechanics dapat diterapkan hingga pada titik keruntuhan. Terkadang deformasi plastis terjadi sebelum terbentuknya rekahan, untuk peristiwa ini konsep Elastic Plastic Fracture Mechanics harus digunakan. Gambar 2.4 Linear Elastik Fracture Mechanics 2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan Umumnya, ujung rekahan pada material getas yang bersifat linear dan elastik (LEFM) dapat dihadapkan pada tegangan normal (σn), tegangan geser pada bidang (τi), tegangan geser diluar bidang (τ0), maupun kombinasinya. Konfigurasi tegangan yang berbeda pada ujung rekahan akan menyebabkan perbedaan mode dari perpindahan permukaan pada ujung rekahan. Konfigurasi tegangan tunggal yang telah disebutkan akan membentuk tiga tipe dasar rekahan yaitu : rekahan tipe I, rekahan tipe II, dan rekahan tipe III (Gambar 2.5). Gambar 2.5 Tipe Dasar Rekahan (Irwin,1958 dalam Het, K.,2008)
  • 33. 14 Rekahan tipe I biasa disebut sebagai tipe bukaan atau tipe tarikan. Dikatakan demikian karena ujung rekahan dihadapkan pada gaya normal (σ) sehingga muka rekahan terpisah secara simetris dan perpindahan dari muka rekahan tegak lurus terhadap bidang rekahan (Persamaan 2.1) (Backers, 2004). σ K 0 ; τi = τ0 = 0 (2.1) Rekahan tipe II biasa disebut tipe geser, dimana ujung rekahan dihadapkan pada gaya geser pada bidang (τi ) dan muka rekahan akan bergeser menjauhi satu sama lain sehingga perpindahan dari muka rekahan akan berada pada bidang rekahan dan tegak lurus dengan bagian depan rekahan (Persamaan 2.2) (Backers, 2004). τi K0 ; σ = τ0 = 0 (2.2) Rekahan tipe III biasa disebut tipe sobek. Pada kasus ini, ujung rekahan dihadapkan dengan gaya geser di luar bidang (τ0) yang menyebabkan muka rekahan akan bergerak saling menjauhi sehingga perpindahan dari muka rekahan masih dalam bidang rekahan namun sejajar dengan bagian depan rekahan (Persamaan 2.3) (Backers, 2004). τ0 K0 ; σ = τi = 0 (2.3) Kombinasi dari dua ataupun tiga tipe dasar rekahan akan membentuk tipe campuran (mix-mode). 2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan Faktor intensitas tegangan, K, merupakan nilai dari tegangan lokal disekitar rekahan. Faktor ini bergantung pada pembebanan, ukuran rekahan, bentuk rekahan, dan geometri material. Nilai yang dicari adalah tegangan maksimum disekitar rekahan ketika melampaui nilai fracture toughness. Jika nilai K melebihi fracture toughness, maka terjadi inisiasi dan propagasi rekahan.
  • 34. 15 2.2 Fracture Toughness Fracture toughness merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan yang dapat didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menahan inisiasi dan propagasi rekahan. Fracture toughness biasa disimbolkan dengan Kkc dimana huruf k dapat disubtitusikan dengan I, II, atau III yang menunjukkan tipe rekahan saat dilakukan pengujian. Sedangkan huruf c merepresentasikan bahwa fracture toughness merupakan nilai kritis dari K (faktor intensitas tegangan). Dimensi Kkc diberikan pada persamaan 2.4 : 𝑫𝒊𝒎 𝑲 𝒄 = 𝑭𝒐𝒓𝒄𝒆 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 𝟐 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝑳 −𝟑 𝟐 = 𝑺𝒕𝒓𝒆𝒔𝒔 𝒙 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝒂 𝒎 (2.4) Hubungan antara faktor intensitas tegangan, laju pembebanan dan geometri spesimen menghasilkan metode yang umum digunakan untuk melakukan pengukuran fracture toughness. 2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness Sebagai properti material, fracture toughness tentunya memiliki beberapa kegunaan, salah satu diantaranya yaitu pada rekahan hidraulik. 2.2.1.1 Rekahan Hidrolik Rekahan hidrolik adalah sebuah teknik yang diaplikasikan untuk membuat sebuah rekahan yang dirambatkan dari lubang bor ke blok batuan. Pada sistem ini sebuah fluida dipompakan kedalam lubang bor, hingga tekanan dari fluida mencapai batas terbentuknya rekahan batuan maka peristiwa inilah yang disebut sebagai rekahan hidrolik (Gambar 2.6)
  • 35. 16 Gambar 2.6 Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing (climatecolab.org, 2016) Metode ini biasanya digunakan untuk meningkatkan laju produksi dari air, minyak, dan gas bumi dari formasi reservoar. Di dunia pertambangan teknik rekahan hidrolik dapat digunakan pada pembukaan muka terowongan tambang bawah tanah. Kegunaan niai fracture toughness pada rekahan hidraulik adalah untuk mengestimasi seberapa besar massa total fluida yang harus diinjeksikan ke dalam rekahan serta mengestimasi seberapa besar panjang rekahan yang terbentuk akibat perambatan fluida yang dipompakan pada batuan. 2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian Kegunaan nilai fracture toughness pada fragmentasi batuan dengan penggalian adalah untuk memprediksi besarnya gaya potong yang diperlukan selama proses penggalian (Fc) melalui gigi gali drag pick pada dua kondisi mode yang berbeda yaitu tipe A dan tipe B (Deliac,1988 dalam Whittaker, B.N, 1992). 2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan Nilai fracture toughness dapat digunakan untuk memprediksi jumlah rekahan yang berasal dari dinding lubang tembak (Grady,1982 dalam Whittaker, B.N, 1992). Selain itu nilai fracture toughness juga dapat digunakan untuk memprediksi ukuran fragmen yang tercipta berdasarkan energy regangan dan kesetimbangan energi rekahan permukaan.
  • 36. 17 2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Tipe Rekahan Mode 1 Untuk menentukan nilai faktor intensitas tegangan kritis pada tipe rekahan yang berbeda yaitu KI, KII dan KIII, berbagai macam metode percobaan laboratorium telah dikembangkan. Mayoritas metode tersebut dikembangkan untuk menganalisi mode rekahan I. ISRM (International Society of Rock Mechanics) telah mengeluarkan 4 (empat) metode standar yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai fracture toughness (Backers, 2004). 1. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Short Rod 2. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Chevron Bend 3. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Cracked Chevron Notched Brazilian Disc 4. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Semi Circular Bend 21 3 4
  • 37. 18 Meskipun keempat metode tersebut sudah diusulkan oleh ISRM, namun nilai fracture toughness yang dihasilkannya berbeda-beda. Faktor utama yang diduga menyebabkan hal tersebut antara lain, pengaruh dari ukuran spesimen, geometri spesimen, serta sifat anisotropi pada batuan. Oleh karena itu terus dikembangkan metode baru guna mendapatkan hasil fracture toughness yang sesuai. Secara umum metode-metode yang dikembangkan dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan bentuk spesimennya yaitu grup I spesimen berbentuk silinder, grup II spesimen berbentuk disk, dan grup III spesimen berbentuk setengah disk (Alkilicgil, C., 2010). Beberapa metode penentuan fracture toughness yang telah dikembangkan diluar metode ISRM dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Single Edge Notched Beam (ASTM) 2. Straight Edge Cracked Round Bar Bending Method (Ouchterlony, 1982) 3. Double Cantilever Beam (ISO, 2001) 4. Compact Tension (ASTM,2000) 5. Double Torsion Test ( Henry , 1977) 6. Burst Test Specimen (Johnson, 1973) 7. Semi Circle Specimen (Chong, 1984) 8. Direct Indentantion Method 9. Modified Ring Test (Thiercelin & Roegiers, 1986) 10. Brazilian Disc Specimen (Guo et al, 1993) 11. Radial Crack Ring Specimen ( Shiryaev & Kotkis, 1982) 12. Flattened Brazilian Disc Method (Wang and Xing, 1999) 13. Chevron Notched Semi-Circular Bending Method (Kuruppu, 1997) 14. Diametral Compression Test (Szendi-Horvath, 1980)
  • 38. 19 1 2 3 4 5 6 7 8
  • 40. 21 2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend pertama kali diperkenalkan oleh Kuruppu (1997). Dia melakukan pemodelan elemen hingga 3D untuk mendapatkan faktor intensitas tegangan pada ujung rekahan spesimen CCNSCB sebagai fungsi panjang rekahan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada bagian tengah sampel dimana rekahan tersebut akan membentuk bentuk “V” sesuai sudut yang telah diperhitungkan sebelumnya (Gambar 2.7 dan 2.8). Gambar 2.7 Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (Kuruppu, 1997 dalam Ayatollahi, M. R., et al.,2013) Gambar 2.8 Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (Fowell,1995 dalam Mingdao,W., et al., 2015) a1 a1 a0 B
  • 41. 22 Gambar 2.9 Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (Outcherlony,1988 dan Fowell,1995) dalam Mingdao, W., et al., 2015 Selanjutnya untuk memenuhi parameter standar geometri spesimen, maka parameter seperti ketebalan spesimen (B), jari-jari spesimen (R), jari-jari alat potong diamond (Rs), jarak rekahan awal (a0), jarak rekahan akhir (a1) harus dikonversikan menjadi parameter tak berdimensi seperti pada persamaan 2.5 : 𝜶 𝟎 = 𝒂 𝟎 𝑹 (2.5) 𝜶 𝟏 = 𝒂 𝟏 𝑹 𝜶 𝑩 = 𝑩 𝑹 𝜶 𝑺 = 𝑹 𝑺 𝑹
  • 42. 23 Gambar 2.10 Kurva Parameter Tak Berdimensi (Fowell, 1995 dalam Alkilicgil,C.,2010) Mengacu pada kurva Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 (Gambar 2.10), maka parameter tak berdimensi pada persamaan 2.5, harus tercakup dalam batas validitas geometri spesimen, yang dijelaskan pada persamaan 2.6 : α1 ≥ 0.4 Garis 0 (2.6) α1 ≥ αb / 2 Garis 1 αb ≤ 1,04 Garis 2 α1 ≤ 0,8 Garis 3 αb ≥ 1,1729 x (α1)1.666 Garis 4 αb ≥ 0,44 Garis 5 Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend menggunakan persamaan 2.7 : 𝑲 𝑰𝑪 = 𝑭 𝒕 𝑹 𝒀∗ (2.7)
  • 43. 24 𝒀∗ = 𝑲 𝑰 𝑭 𝒕 𝑹 Keterangan : KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚) F = Gaya Maksimum (MN) R = Jari-jari sampel (m) t = Ketebalan sampel (m) Y* = Normalisasi faktor intensitas tegangan KI = Faktor intensitas tegangan ditentukan dengan analisis numerik (𝑀𝑃𝑎 𝑚) Selain menggunakan analisis numerik, nilai normalisasi faktor intensitas tegangan dapat diketahui melalui persamaan yang diturunkan oleh Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 untuk uji Cracked Chevron Notched Brazilian Disc yang dituliskan dalam persamaan 2.8: 𝒀∗ = 𝒖 . 𝒆 𝒗.𝜶 𝟏 (2.8) Dimana u dan v merupakan parameter yang mengacu pada nilai α0 dan αb. Persamaan 2.8 diatas dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 2.9 : 𝐥𝐧 𝒀∗ = 𝒗 . 𝜶 𝟏 + 𝐥𝐧 𝒖 (2.9) Selanjutnya Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 membuat tabel parameter tak berdimensi berdasarkan hasil analisis terhadap persamaan 2.8 dan 2.9 dan melakukan proyeksi kurva hasil analisis tersebut dan didapatkan parameter tak berdimensi untuk spesimen CCNBD dalam tabel 2.1. Untuk parameter geometri lainnya yang tidak terdapat dalam tabel, harus dilakukan interpolasi linear terhadap data tersebut.
  • 44. 25 Tabel 2.1 Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995) 2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend Straight Notched Semi Circular Bend atau biasa dikenal Semi-Circular Bend spesimen pertama diperkenalkan oleh Chong dan Kuruppu (1984). Kemudian Lim et al (1994), melakukan penelitian lebih jauh dalam penentuan fracture toughness
  • 45. 26 dari material batuan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada bagian tengah sampel yang berbentuk lurus (Gambar 2.11 dan 2.12). Gambar 2.11 Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend (Chong dan Kuruppu, 1984 dalam Alkilicgil,C.,2010) Gambar 2.12 Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular Bend (Khan dan Al-Shaeya, 2000 dalam Het, K.,2008)
  • 46. 27 Tabel 2.2 Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend Parameter Geometri Nilai Diameter Spesimen (D) Lebih besar dari 10 kali ukuran butir terbesar atau 76 mm Ketebalan (B) Lebih besar dari 0.4 D atau 30mm Panjang rekahan (a) 0.4 ≤ a/R (=α) ≤0.6 Lebar penyangga (s) 0.5 ≤ s/2R ≤ 0.8 Tebal rekahan (t) 0.1 ≤ t ≤ 0.8 cm Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Straight Notched Semi- Circular Bend menggunakan persamaan 2.10 : 𝑲 𝑰𝑪 = 𝑭 𝝅𝒂 𝑫𝒕 𝒀 𝑰 (2.10) 𝒀 𝑰 = −𝟏, 𝟐𝟗𝟕 + 𝟗, 𝟓𝟏𝟔 𝒔 𝟐𝑹 − 𝟎, 𝟒𝟕 + 𝟏𝟔, 𝟒𝟓𝟕 𝒔 𝟐𝑹 𝜶 + 𝟏, 𝟎𝟏𝟕 + 𝟑𝟒, 𝟒𝟎𝟏 𝒔 𝟐𝑹 𝜶 𝟐 Dimana 𝛂= 𝒂/𝑹 (2.11) YI pada persamaan 2.11 merupakan faktor intensitas tegangan yang didapat dari metode elemen hingga dengan asumsi kondisi tegangan bidang yang dilakukan oleh Kuruppu (1997). Selain persamaan yang dikeluarkan oleh Kuruppu tersebut ternyata sudah ada sebelumnya penelitian mengenai normalisasi faktor intensitas tegangan yang dilakukan oleh Tutlouglu dan Keles (2011) dan Lim et al (1994). Berdasarkan analisis elemen hingga, Lim et al (1994) mengeluarkan persamaan mengenai normalisasi faktor intensitas tegangan dengan menggunakan persamaan polynomial orde lima seperti pada persamaan 2.12 : 𝒀 𝑰 = 𝑺 𝑹 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗𝜶 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒𝜶 𝟐 + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔𝜶 𝟑 − 𝟏𝟔𝟓𝟎𝜶 𝟒 + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗𝜶 𝟓 (2.12) Keterangan : KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚) F = Gaya Maksimum (MN)
  • 47. 28 a = Panjang rekahan awal (m) D = Diameter sampel (m) t = Ketebalan sampel (m) α = a/R YI = Parameter tak berdimensi faktor intensitas tegangan bergantung pada a/R , dan dihitung berdasarkan model numerik Gambar 2.13 Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi (Lim et al, 1994)
  • 48. 29 2.5 Uji Sifat Fisik Batuan Sifat fisik merupakan karekteristik dasar batuan yang mempengaruhi perilaku batuan. Perbedaan komposisi padatan, air dan udara dari setiap batuan menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku tersebut yang pada akhirnya berkaitan erat dengan kekuatan batuan saat dilakukan pengujian sifat mekanik (Gambar 2.14). Gambar 2.14 Komposisi Batuan Secara Umum (Craig, R.F, 2004 dalam Alkilicgil, 2010) Parameter-parameter sifat fisik yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi :  Bobot Isi Bobot isi merupakan perbandingan antara massa batuan terhadap volume total batuan tersebut. Batuan pada umumnya tidak hanya tersusun oleh massa padat, namun juga mengandung gas dan air. Massa gas dan air biasanya mengisi ruang kosong didalam batuan yang berupa pori-pori dan rekahan. Pada kondisi natural spesimen batuan yang padat biasanya mengandung gas dan air. Pada kondisi jenuh, gas pada spesimen batuan dikeluarkan dan ruang kosong diisi oleh air, sehingga spesimen batuan yang padat diharapkan hanya mengandung air. Proses tersebut dinamakan penjenuhan yang dilakukan didalam tabung desikator yang kedap udara. Apabila spesimen batuan yang jenuh tersebut ditimbang didalam air maka
  • 49. 30 akan didapat nilai berat gantung dari spesimen batuan. Sedangkan pada spesimen batuan yang kering, kandungan air diuapkan dengan cara dipanaskan didalam oven. Dengan proses pengeringan ini diharapkan spesimen batuan yang padat hanya mengandung gas didalam ruang kosongnya. Bobot isi dibedakan menjadi tiga yaitu : 1. Bobot isi natural (natural density) Bobot isi natural menyatakan perbandingan antara massa batuan pada kondisi natural terhadap volume total batuan. 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒏𝒂𝒕𝒖𝒓𝒂𝒍 = 𝑾 𝒏 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔 (2.13) 2. Bobot isi kering (dry density) Bobot isi kering menyatakan perbandingan antara massa batuan pada kondisi kering terhadap volume total batuan. 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 = 𝑾 𝑶 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔 (2.14) 3. Bobot isi jenuh (saturated density) Bobot isi jenuh menyatakan perbandingan antara massa batuan pada kondisi jenuh terhadap volume total batuan. 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝑾 𝒘 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔 (2.15)  Berat jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada batuan dengan bobot isi air yang dapat menyatakan seberapa berat batuan apabila dibandingkan dengan air. Berat jenis dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Berat jenis asli (true specific gravity) Berat jenis asli menyatakan berat jenis sebenarnya dari batuan karena merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada batuan dengan bobot isi air. 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒂𝒔𝒍𝒊 = ( 𝑾 𝒐 𝑾 𝒐− 𝑾 𝒔 ) 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓 (2.16)
  • 50. 31 2. Berat jenis semu (apparent specific gravity) Berat jenis semu merupakan perbandingan antara bobot isi batuan pada kondisi kering dengan bobot air. Berat jenis semu serupa dengan bobot isi kering batuan. 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒔𝒆𝒎𝒖 = ( 𝑾 𝒐 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔 ) 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓 (2.17)  Kadar air Kadar air merupakan perbandingan antara massa dalam batuan dengan massa total batuan. Kadar air dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Kadar air asli (natural water content) Kadar air asli merupakan perbandingan antara massa air pada kondisi batuan natural terhadap massa padatan dalam batuan. 𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒂𝒔𝒍𝒊 = 𝑾 𝒏− 𝑾 𝒐 𝑾 𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.18) 2. Kadar air jenuh (saturated water content) Kadar air jenuh merupakan perbandingan antara massa air pada kondisi jenuh terhadap massa padatan dalam batuan. 𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒐 𝑾 𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.19)  Derajat kejenuhan (degree of saturation) Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara kadar air natural dengan kadar air jenuh. Hal ini menyatakan seberapa banyak air yang terkandung dalam batuan natural jika dibandingkan dengan jumlah maksimum air yang dapat mengisi batuan. 𝑫𝒆𝒓𝒂𝒋𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉𝒂𝒏 = 𝑾 𝒏− 𝑾 𝒐 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.20)  Porositas (porosity) Porositas merupakan perbandingan antara volume pori yang ada pada batuan terhadap volume total batuan. 𝑷𝒐𝒓𝒐𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒐 𝑾 𝒘− 𝑾 𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.21)  Angka pori (void ratio)
  • 51. 32 Angka pori merupakan perbandingan antara volume pori yang ada dalam batuan terhadap volume padatan dalam batuan. 𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝒑𝒐𝒓𝒊 = 𝒏 𝟏−𝒏 (2.22) Volume dari contoh batuan yang diuji tidak didapatkan dari mengukur geometri sampel, hal ini disebabkan geometri sampel yang diperoleh tidak sepenuhnya rata pada seluruh permukaan sehingga akan menghasilkan pengukuran yang dapat dikatakan bias. Maka untuk itu digunakan Hukum Archimedes (Gambar 2.15) yang menyatakan bahwa : “Setiap benda yang ditenggelamkan sebagian atau keseluruhan kedalam fluida, akan mengalami terapung keatas oleh gaya yang sama dengan berat dari fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut (Archimedes of Syracuse)” Gambar 2.15 Hukum Archimedes (Tanjung,2014) Perbandingan densitas benda terhadap densitas fluida menghasilkan persamaan 2.24: 𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 (𝝆𝒃) 𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑨𝒊𝒓 (𝝆𝒂) = 𝑾𝒃 𝑽𝒃 𝑾𝒂 𝑽𝒂 = 𝑾𝒃 𝑾𝒂 𝒙 𝑽𝒂 𝑽𝒃 (2.24) Wa Wb Wbs FA Dari gambar didapat : FA = Wa Wbs = Wb - FA Wbs = Wb - Wa Wa = Wb - Wbs (2.23)
  • 52. 33 Densitas benda yang dibenamkan relatif terhadap densitas fluida dapat dihitung tanpa melakukan perhitungan terhadap volumenya, maka dengan memasukkan persamaan 2.23 kedalam persamaan 2.24 sehingga didapatkan persamaan 2.25 : 𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 𝝆𝒃 = 𝑾𝒃 𝑾𝒃−𝑾𝒃𝒔 𝒙 𝝆𝒂 (2.25) Dimana : Wa = Berat air (massa) Wb = Berat benda (massa) Fa = Gaya apung (Archimedes Bouyancy) Wbs = Berat benda semu (massa) b = Densitas benda a = Densitas air Vb = Volume benda Va = Volume air 2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan Pengujian sifat mekanik merupakan pengujian yang berbeda dengan pengujian sifat fisik karena uji ini bersifat destructive test. Pada umumnya pengujian sifat mekanik akan dilakukan setelah pengujian sifat fisik dilakukan atau dapat pula dilakukan bersamaan apabila sampel batuan yang diambil di lapangan cukup banyak. Sama halnya dengan pengujian sifat fisik, dalam pengujian sifat mekanik perlu dilakukan preparasi sampel batuan uji agar sesuai dengan bentuk batuan yang disyaratkan. Apabila pengujian mensyaratkan batuan berbentuk bongkah maka sampel batuan yang diperoleh akan dipotong dengan menggunakan alat pemotong batu sehingga diperoleh geometri yang diinginkan sesuai dengan persyaratan pengujian. Sedangkan apabila pengujian mesyaratkan geometri batuan berbentuk silinder maka sampel batuan yang berbentuk bongkah akan dibor dengan
  • 53. 34 menggunakan alat bor inti (coring) dengan ukuran diameter tertentu sehingga diperoleh geometri batuan yang diinginkan sesuai dengan persyaratan pengujian. 2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial Uji kuat tekan bertujuan untuk mengukur kuat tekan uniaksial sebuah contoh batuan dalam geometri yang beraturan baik dalam bentuk silinder, balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap contoh batuan berbentuk silinder untuk mendapatkan parameter nilai kuat tekan batuan (σc ), Modulus Young (E) dan Nisbah Poisson (v) dari kurva tegangan-regangan. Menurut ISRM (1981), syarat contoh batu uji berbentuk silinder adalah perbandingan L/D antara 2,5 hingga 3 dan untuk ukuran diameter (D) tidak kurang dari ukuran NX, yaitu kurang lebih 54mm. Contoh batuan yang memiliki L/D > 2,5 akan mempunyai nilai UCS lebih kecil dan lebih cepat mengalami keruntuhan dibandingkan contoh batuan yang memiliki L/D <2. Untuk kondisi contoh dengan L/D = 1 kondisi tegangan akan saling bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan (Gambar 2.16). Gambar 2.16 Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)
  • 54. 35 Faktor perbedaan jenis batuan, kondisi rekahan awal (pre-existing cracks) pada contoh batuan uji, dan mekanisme sistem alat kuat tekan yang digunakan untuk pengujian akan menghasilkan tipe pecah contoh batuan uji yang bervariasi antara lain kataklasis, axial splitting, pecahan kerucut (cone failure), homogenous shear, homogenous shear corner to corner, kombinasi axial dan local shear, splintery onion leaves dan buckling (Gambar 2.17). Berikut ini adalah ilustrasi tipe pecah contoh batuan hasil uji kuat tekan uniaksial. Gambar 2.17 Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014) 2.6.1.1 Kuat Tekan Uniaksial Nilai kuat tekan uniaksial dinyatakan dengan persamaan 2.26 : 𝝇 𝒄 = 𝑭 𝑨 (2.26) Keterangan :
  • 55. 36 σc = Kuat tekan uniaksial contoh batuan (MPa) F = Gaya yang bekerja saat contoh batuan hancur (KN) A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm2 ) Tabel 2.3 Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber (Rai dkk., 2014)
  • 56. 37 Gambar 2.18 Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014) 2.6.1.2 Modulus Young Modulus Young atau modulus elastisitas adalah ukuran kemampuan batuan untuk mempertahankan kondisi elastisnya. Modulus elastisitas diperoleh melalui uji kuat tekan uniaksial dan didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan yang diberikan terhadap suatu material pada salah satu sumbu terhadap regangan yang dialami sepanjang sumbu tersebut. Pada uji kuat tekan uniaksial, contoh batuan yang diberi tekanan akan mengalami beberapa tahap deformasi yakni deformasi elastik dan deformasi plastik. Nilai modulus Young diturunkan dari kemiringan kurva tegangan-regangan pada bagian linear karena pada saat itulah contoh batuan mengalami deformasi elastik. Persamaan 2.27 digunakan untuk mencari nilai Modulus Young :
  • 57. 38 𝑬 = ∆𝝇 ∆𝜺 𝒂 (2.27) 𝜺 = ∆𝒍 𝒍 Keterangan : E = Modulus Young (MPa) ∆σ = Perbedaan tegangan (MPa) ∆ɛ = Perbedaan regangan ∆l = Perubahan panjang contoh batuan (mm) l = Panjang awal contoh batuan (mm) Dalam menentukan modulus Young, terdapat 3 cara yaitu : 1. Modulus Young Sekan (Secant Young’s Modulus (Es )) Modulus Young yang diukur dari tegangan = 0 sampai nilai tegangan tertentu, biasanya 50% σc (Gambar 2.19). Gambar 2.19 Penentuan Modulus Elastisitas Sekan (Rai dkk., 2014)
  • 58. 39 2. Modulus Young Tangen (Tangent Young’s Modulus (Et)) Modulus Young yang diukur pada tingkat tegangan = 0 sampai nilai tegangan tertentu, biasanya 50% σyp (Gambar 2.20) Gambar 2.20 Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial (Rai dkk., 2014) 3. Modulus Young rata-rata (Average Young’s Modulus (Eav)) Modulus Young yang diukur dari rata-rata kemiringan kurva atau bagian linear yang terbesar dari kurva yaitu dari closing crack hingga tegangan sebesar σyp (Gambar 2.21). Gambar 2.21 Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata (Rai dkk., 2014)
  • 59. 40 2.6.1.3 Nisbah Poisson (v) Nisbah Poisson (v) adalah nilai mutlak dari perbandingan antara regangan lateral terhadap regangan aksial. Jika suatu material di regangkan pada satu arah, maka material tersebut cenderung mengkerut (dan jarang, mengembang) pada dua arah lainnya. Sebaliknya jika suatu material ditekan, maka material tersebut akan mengembang (dan jarang, mengkerut) pada dua arah lainnya (Gambar 2.22). Gambar 2.22 Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014) 𝒗 = 𝜺𝒍 𝜺 𝒂 = ∆𝒅 𝒅 ∆𝒍 𝒍 (2.28) Keterangan : v = Nisbah poisson ɛl = Regangan lateral ɛa = Regangan aksial
  • 60. 41 ∆d = Perubahan diameter batuan uji (mm) d = Diameter awal batuan uji (mm) ∆l = Perubahan panjang batuan uji (mm) l = Panjang awal batuan uji (mm) Tabel 2.4 Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk, 2014 )
  • 61. 42 Tabel 2.5 Kategori Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk 2014 ) 2.6.2 Uji Kuat Tarik Kuat tarik merupakan nilai tegangan maksimum yang dikembangkan oleh suatu contoh material dalam suatu pengujian tarikan yang dilakukan untuk memecah batuan dibawah kondisi tertentu. Dalam mekanika batuan, pengetahuan mengenai kuat tarik batuan penting untuk menganalisis kekuatan batuan dan kestabilan dari atap dan kubah (dome) dari lubang bukaan bawah tanah pada zona tarik batuan. Pengujian kuat tarik batuan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu uji kuat tarik langsung dan uji kuat tarik tidak langsung (brazilian). Namun uji kuat tarik yang lebih banyak digunakan adalah tipe kuat tarik tidak langsung (brazilian) (Gambar 2.23). Hal ini terkait dengan beberapa kendala yang biasa dihadapi saat melakukan uji kuat tarik langsung, misalnya kesulitan dalam melakukan penjepitan (gripping) sehingga dipertanyakan bagaimana cara menempelkan contoh pada pegangan tanpa merusak permukaan contoh, maupun membuat beban yang bekerja berada pada posisi paralel dengan sumbu contoh batuan. Nilai Poisson Ratio (v) Kategori 0  v  0.1 Sangat Rendah 0.1  v  0.2 Rendah 0.2  v  0.3 Medium 0.3  v  0.4 Tinggi 0.4  v  0.5 Sangat Tinggi
  • 62. 43 Gambar 2.23 Model Brazilian Test (Rai dkk., 2014) Pada uji brazillian digunakan contoh batuan berbentuk lempeng silinder yang diberikan tekanan pada sisi luarnya agar contoh mengalami failure digaris diameternya. Menurut ISRM (1988), kuat tarik contoh batuan dapat dihitung dengan persamaan 2.29: 𝝇 𝒕 = 𝟐𝑭 𝝅𝑫𝒕 (2.29) Keterangan : σt = Kuat tarik (MPa) F = Beban atau gaya tarik yang menyebabkan contoh batuan hancur (N) D = Diameter contoh batuan (mm) T = Ketebalan contoh batuan (mm) Perbandingan antara nilai UCS dan UTS, sering disebut sebagai Brittleness Index (BI) yang bermanfaat untuk memperkirakan kinerja suatau alat gali. Rai, dkk (2014) membuat sebuah klasifikasi batuan berdasarkan Brittleness Index dalam tabel 2.7 berikut :
  • 63. 44 Tabel 2.6 Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index (Rai dkk., 2014) 2.6.3 Uji Triaksial Uji triaksial digunakan untuk menentukan kekuatan batuan dibawah tiga komponen tegangan melalui persamaan kriteria keruntuhan Mohr- Coulomb yang dituliskan pada persamaan 2.30 berikut : 𝝉 = 𝒄 + 𝝇 𝒏 𝐭𝐚𝐧 ∅ (2.30) Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr-Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut :  Kurva intrinsik (Strength Envelope)  Kohesi (c)  Tegangan normal (σn)  Sudut gesek dalam ()
  • 64. 45 Gambar 2.24 Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Rai dkk., 2014) Pada uji ini, contoh batuan dimasukkan ke dalam sel triaksial, lalu diberikan tekanan pemampatan (σ3) dan dibebani secara aksial (σ1) hingga runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (σ2=σ3). Sel triaksial yang digunakan merujuk pada alat triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman (1911) dalam Rai, dkk, 2014. Di dalamnya terdapat fluida bertekanan yang dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik, berfungsi sebagai tekanan pemampatan (σ3) yang diberikan pada contoh batuan. Untuk mencegah masuknya fluida pemampatan kedalam contoh batuan, contoh batuan dibungkus dengan selubung karet. Hal ini harus dilakukan karena masuknya fluida kedalam contoh batuan dapat mempengaruhi pengujian karena contoh batuan akan mengalami tekanan pori. Griggs dan Handin (1960) dalam Rai, dkk, 2014 menjelaskan bahwa ada lima tipe deformasi (Tabel 2.8) yang secara umum sering terbentuk pada pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial, yaitu : Tipe 1 menunjukkan deformasi getas yang ditandai oleh bentuk runtuh atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang
  • 65. 46 sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya ikatan antar butir dalam contoh batuan karena tarikan. Tipe 2 menunjukkan deformasi getas, namun sudah terlihat adanya deformasi plastik sebelum contoh batuan runtuh yaitu ditandai dengan adanya belahan berbentuk kerucut dengan arah aksial maupun arah lateral. Tipe 3 menujukkan bentuk transisi dari getas ke ductile. Penambahan tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh dalam keadaan geser. Tipe 4 menunjukkan deformasi ductile dimana contoh batuan sudah mulai bersifat plastis diiringi dengan kenaikan tekanan pemampatan Tipe 5 menunjukkan kondisi sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan puncaknya apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali Tabel 2.7 Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial (Griggs dan Handin, 1960 dalam Rai, dkk, 2014) Menurut Rai, dkk (2014) hasil uji triaksial dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : tekanan pemampatan, tekanan pori, temperature, laju
  • 66. 47 deformasi, bentuk dan dimensi contoh batuan, dan pengaruh sifat anisotropik batuan. 2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan 2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Uji cepat rambat gelombang ultrasonik merupakan uji sifat dinamik batuan yang bersifat non-destruktif. Gelombang ultrasonik termasuk dalam kelompok getaran mekanik yang melibatkan gaya-gaya mekanik selama melakukan penjalaran dalam suatu medium. Fenomena ini terlihat pada perubahan panjang gelombang, jika gelombang tersebut dijalarkan pada medium yang berbeda elastisitasnya. Gambar 2.25 Sketsa Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT) (Rai dkk., 2014) Parameter yang didapat pada uji ini adalah cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu tempuh gelombang yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan menggunakan Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT) (Gambar 2.25). Kecepatan rambat gelombang ultrasonik ditentukan melalui persamaan 2.31 berikut : 𝑽 𝒑 = 𝑳 𝒕 𝒑 (2.31)
  • 67. 48 Keterangan : L = Panjang contoh batuan yang diuji (m) tp = Waktu tempuh gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan (detik) Vp = Cepat rambat gelombang ultrasonik (m/detik) Besar kecilnya cepat rambat gelombang dipengaruhi oleh rongga atau ruang kosong yang terdapat dalam contoh batuan. Semakin banyak ruang kosong, maka semakin kecil nilai cepat rambat gelombangnya. Lama & Vukuturi (1978) dalam Rai, dkk, 2014 menemukan bahwa kecepatan rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi beberapa faktor yaitu : tipe batuan, komposisi dan ukuran butir, bobot isi, kandungan air, porositas, temperature, kehadiran bidang lemah.  Komposisi dan Ukuran Butir Adanya rongga pada batuan menyebabkan penurunan cepat rambat gelombang ultrasonik dan ukuran butir merupakan salah satu faktor penentu rongga dalam batuan. Ukuran butir yang besar menyebabkan ukuran rongga dalam batuan menjadi besar dan sebaliknya ukuran butir kecil mengurangi ukuran rongga pada batuan (lihat Gambar 2.26). Gambar 2.26 Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada Batuan (Tanjung , 2014)
  • 68. 49  Bobot Isi Semakin tinggi bobot isi batuan menandakan semakin rapat batuan tersebut. Gelombang ultrasonik akan merambat lebih cepat pada media yang lebih rapat. Maka semakin tinggi bobot isi, cepat rambat gelombang ultrasonik akan semakin cepat.  Porositas Semakin tinggi porositas batuan, maka semakin sulit bagi gelombang ultrasonik untuk merambat didalamnya. Sehingga dalam pembacaannya, cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi lebih rendah. Batuan dengan porositas tinggi menandakan banyaknya udara atau air di dalamnya, rongga yang berisi udara atau air ini yang menyebabkan cepat rambat gelombang ultrasonik menurun.  Tipe Batuan Tiap tipe batuan memiliki mineral penyusun yang berbeda baik jenisnya maupun persentasenya dan tiap mineral yang berbeda ini menghasilkan cepat rambat gelombang ultrasonik yang berbeda juga. Hal ini bisa terjadi karena tiap mineral memiliki bobot isi yang berbeda. Ramana dan Venkatanarayana (1973) dalam Rai, dkk, 2014 dalam penelitiannya menemukan bahwa cepat rambat gelombang ultrasonik meningkat seiring dengan peningkatan persentase hornblende dan cepat rambat gelombang ultrasonik menurun seiring dengan peningkatan persentase kuarsa. Jika dikorelasikan dengan bobot isi, maka bobot isi hornblende lebih besar daripada bobot isi kuarsa.  Anisotropi Cepat rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi oleh orientasi bidang perlapisan. Cepat rambat gelombang ultrasonik akan lebih tinggi jika berjalan paralel dengan bidang perlapisan dan akan lebih rendah bila tegak lurus bidang perlapisan. Hal ini terjadi karena saat gelombang ultrasonik berjalan tegak lurus dengan perlapisan,
  • 69. 50 maka sebagian dari gelombang tersebut dipantulkan oleh bidang perlapisan ini.  Kandungan Air Nilai porositas yang tinggi tidak selalu membuat nilai pembacaan cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi rendah. Jika rongga ini terisi oleh air, maka cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi tinggi. Hal ini terjadi karena air sebagai zat cair memiliki kepadatan yang jauh lebih tinggi daripada udara. Maka dari itu, cepat rambat gelombang ultrasonik pada batuan dengan porositas yang tinggi sangat bergantung dari kandungan air dari batuan tersebut.  Suhu Berkaitan dengan kandungan air pada batuan, suhu yang lebih tinggi bisa menguapkan air yang terdapat di dalam rongga batuan. Hal ini menyebabkan turunnya kandungan air di dalam batuan sehingga bisa mengurangi cepat rambat gelombang ultrasonik dalam batuan.  Tekanan Semakin tinggi tekanan maka cepat rambat gelombang ultrasonik akan semakin tinggi. Ini terjadi karena tekanan memungkinkan terjadinya penutupan rekahan-rekahan yang ada pada batuan.  Bidang Lemah Kehadiran bidang lemah juga ikut menurunkan cepat rambat gelombang ultrasonik. Hal ini karena bidang lemah cenderung ,menyisakan ruang kosong di dalam batuan.
  • 70. 51 BAB III METODE PENELITIAN Pengujian dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengujian dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) jenis sampel batuan yaitu andesit, batugamping, dan sampel beton. Pengujian meliputi preparasi sampel batuan, uji sifat fisik batuan, uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tidak langsung (brazilian), uji triaksial, uji cepat rambat gelombang ultrasonik, uji three point bending untuk spesimen cracked chevron notched semi-circular bend dan straight notched semi-circular bend. 3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan Batuan yang digunakan untuk pengujian pada awalnya masih berbentuk bongkah (boulder). Agar dapat diperoleh bentuk sesuai ukuran yang diinginkan untuk keperluan pengujian laboratorium, maka batuan tersebut harus dipersiapkan sedemikian hingga dapat digunakan dalam pengujian. Andesit diperoleh dari daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.1). Batugamping diperoleh dari daerah Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.2). Sedangkan untuk sampel beton dibuat di laboratorium dengan perbandingan pasir yang sebelumnya sudah diayak pada ayakan 20 mesh dan semen sebesar 1:1 pada pipa paralon sehingga langsung berbentuk silinder (Gambar 3.3). Preparasi contoh meliputi pengeboran inti (coring) (Gambar 3.4 dan 3.5), pemotongan serta penghalusan contoh batuan (Gambar 3.6 hingga 3.11). Hal ini dilakukan agar pengujian sesuai dengan standar ISRM (International Society of Rock Mechanics).
  • 71. 52 Gambar 3.1 Spesimen Batugamping Gambar 3.2 Spesimen Andesit
  • 72. 53 Gambar 3.3 Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1 3.1.1 Pengeboran Inti (Coring) Pengeboran inti dilakukan menggunakan alat bor dengan mata bor berlapis intan yang mempunyai diameter 45mm (Gambar 3.4 dan 3.5). adapun proses pengeboran inti sebagai berikut : 1. Peletakan blok batuan pada alat bor 2. Mengunci dan mengamankan posisi blok batuan yang akan dibor 3. Proses pengeboran. Blok batuan dibor sembari air dialirkan untuk mengurangi panas akibat gesekan mata bor dengan batuan sekaligus untuk mengurangi debu yang timbul akibat pengeboran. Gambar 3.4 Alat Bor Inti (Coring)
  • 73. 54 Gambar 3.5 Proses Pengambilan Coring 3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan Pemotongan bertujuan agar diperoleh ukuran batuan sesuai dengan yang diinginkan (Gambar 3.6 dan 3.7). Adapun prosedur pemotongan contoh batuan adalah : 1. Menandai panjang spesimen yang akan dipotong. 2. Peletakan batuan pada posisinya. 3. Batuan dikunci agar aman saat dilakukan pemotongan serta diperoleh hasil yang akurat. 4. Pemotongan batuan dilakukan dengan hati-hati dan perlahan pada bagian yang sudah ditandai. 5. Pemotongan disertai pemberian air untuk mengurangi panas yang timbul akibat gesekan antara disk potong dengan batuan. Gambar 3.6 Alat Potong Batuan
  • 74. 55 Gambar 3.7 Proses Pemotongan Batuan 3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan Permukaan contoh batuan dihaluskan agar didapat permukaan alas yang rata sehingga saat pengujian distribusi tegangan yang dikenakan rata pada seluruh permukaan bidang kontak yang menyebabkan hasil pengukuran dapat akurat (Gambar 3.8 hingga 3.11).. Gambar 3.8 Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine Gambar 3.9 Alat Squareness Gauge
  • 75. 56 Gambar 3.10 Waterpass 3.11 Penghalusan Contoh Batuan 3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend Hasil dari pengeboran inti dengan diameter 45mm dilakukan pemotongan dengan panjang 0,4 D untuk spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend dan 0,5 D untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Kemudian hasil potongan tersebut dipotong menjadi dua bagian sama besar pada titik tengah sehingga menghasilkan 2 (dua) bagian sama besar (Gambar 3.13). Contoh batuan uji yang telah menjadi setengah lingkaran dilanjutkan dengan pembuatan rekahan pada titik tengah sepanjang 0,5 jari-jari dari contoh batuan untuk spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend dan 0,6 jari-jari untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Rekahan dibuat dengan rentang lebar sekitar 3-5 mm untuk kedua spesimen. Khusus untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend , rekahan yang dibentuk berupa rekahan awal (a1) dan selanjutnya akan dibentuk rekahan berbentuk “V” dengan
  • 76. 57 mempertimbangkan parameter tak berdimensi yang dikembangkan oleh Fowell (1995). Pembuatan rekahan berbentuk “V” dilakukan dengan menggunakan mesin potong (Gambar 3.12) ,gergaji besi dan gerinda tangan (Gambar 3.14). Gambar 3.12 Mesin Potong Gambar 3.13 Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness Gambar 3.14 Mesin Gerinda Tangan Selanjutnya setiap contoh batuan diberikan tanda pada bagian alasnya dengan perbandingan S/2R yaitu 0,7 untuk spesimen Cracked Chevron