1. BAB III
TRIAXIAL
3.3.1 Tujuan Percobaan Uji Triaxial
Untuk menentukan kekuatan suatu batuan dibawah tekanan triaxial yang
menghasilkan kuat geser (shear strength), nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam
(ø)
3.3.1.1Pengujian Triaxial Batuan
Pengujian ini adalah salah satu pengujian yang terpenting di dalam
mekanika batuan untuk menentukan tekanan batuan di bawah tekanan triaxial.
Perconto yang digunakan pada uji ini berbentuk silinder dengan syarat-syarat
contoh uji sama dengan pengujian kuat tekan. Dari hasil pengujian triaxial yang
dilakukan dapat ditentukan parameter-parameter yang menunjukkan kekuatan
batuan, diantarnya adalah :
Nilai tegangan puncak (1) yang didapatkan dari hasil uji batuan
dengan nilai tegangan keliling (3) yang berbeda-beda.
Strength envelope curve (kurva selubung kekuatan batuan), dari
kurva ini dapat menentukan parameter kekuatan batuan yaitu :
1. Kuat geser batuan (shear strength)
2. Sudut geser dalam (ø)
3. Kohesi (C)
3.3.2 Landasan Teori
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial,
diberi tekanan pemampatan (σ3), dan dibebani secara aksial (σ1), sampai runtuh.
Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan
(σ3= σ1).
Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial
yang dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911. Di dalam apparatus ini,
tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan (σ3 ) yang diberikan
2. kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik
dan dijaga agar selalu konstan.
Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji
triaksial adalah criteria Mohr-Coulomb. Hasil pengujian triaksial kemudian diplot
kedalam kurva Mohr- Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter
kekuatan batuan sebagai berikut:
Strength envelope (kurva intrinsik)
Kuat geser (Shear strength)
Kohesi (C)
Sudut geser dalam (φ)
Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang
mengendalikan uji ini. Namun dengan perkembangan teknologi masa kini sudah
memungkinkan untuk mengendalikan uji ini melalui kontrol beban atau deformasi
yang dialami contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo,
regangan aksial dan tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian
ini, digunakan mesin tekan Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial:
1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
dalam uji triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh
saat pengujian triaksial selalu lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh
batuan runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena
adanya penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan
pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan
pemampatannya adalah nol (zero confining pressure), sehingga tegangan aksial
batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada batuan
marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh
batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile.
2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang
tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6).
Dapat disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan
batuan.
3. 3. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan
batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva
tegangan diferensial (deviatoric stress,
σ3-σ1) – regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500
MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat
batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0
C batuan hampir seluruhnya
ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap
tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperature
diabaikan.
4. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan
batuan. Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961,
Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju
deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan limestone dan
gabbro solenhofen.
5. Bentuk dan Dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan
uniaxial bentuk silinder.
Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh
batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu,
semakin besar contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut
akan berkurang.
Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d)
diketahui akan mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan
akan menurun seiring dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap
diameter contoh batuan ( /d). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat
tekan uniaksial, perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang
umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan
yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.
4. 6. Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial
Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh
dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture.
Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan
pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah dan laju deformasi yang
besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan
yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri,
Lama & Saluja, 1974).
Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang
dialami batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka
mendapati lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat
diberi tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut.
Tipe 1
menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau
pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang
sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya
ikatan antarbutir dalam contoh batuan karena tarikan.
Tipe 2
menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi plastis
sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan
pemampatan). Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah aksial
menunjukkan terjadinya tegangan kompresif, sedangkan belahan kerucut
akan memiliki arah lateral ketika terjadi tegangan tarik.
Tipe 3
sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan
tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in shear.
Shear runtuh terjadi ketika butiran yang terikat berpindah sepanjang
bidang geser. Proses ini terjadi secara perlahan dari tarikan (tension) dan
berakhir dengan geseran (shear).
Tipe 4
Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai
terdeformasi secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh
batuan sudah mulai bersifat plastis.
5. Tipe 5
Apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh batuan akan
bersifat sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan
puncaknya.
3.3.3 Alat dan bahan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian Triaxial diantaranya adalah :
1. Mesin Kuat Tekan
2. Bearing Plate
3. Ruber Jacket
4. Sistem hidrolik untuk memberikan tegangan keliling pada conto saat
pengujian.
3.3.4 Prosedur
Prosedur pengujian Triaxial diantaranya sebagai berikut :
1. Contoh batuan yang digunakan dalam uji ini disiapkan dengan ukuran
dimensi panjang minimal dua kali diameter percontoh.
2. Masukkan batuan percontoh kedalam rubber jacket, setelah
dimasukkan keruber jacket kemudian contoh dimasukkan kedalam
silinder besi yang berfungsi untuk menahan tegangan keliling untuk
diberikan kepada contoh uji, contoh uji kemudian ditutup oleh flat dan
dipasangkan di mesi uji kuat tekan.
3. Spesimen ditempatkan diantara plat baja dan diatur agar tepat
dengan palt form, mesin dinyalakan sehingga spesimen tepat berada
diantara plat baja
4. Skala pengukuran beban harus ditetapkan pada keadaan netral.
5. Baca jarum penunjuk pembebanan pada axial dial gauge per 30 detik.
6. Pemberian pembebanan dilakukan sedikit demi sedikit hingga
specimen pecah.
7. Pembebanan dihentikan setelah specimen mengalami pecah dan
hasilnya dibuat sketsa bentuk pecah serta catat sudut pecahnya..
6. 3.3.5 Rumus yang digunakan
1. Regangan = Perpendekan Axial x 0,01 / Lo
2. σ1 = Beban + Tekanan Samping (σ3)
3. σ1-σ3 = bebann – bebann-1 / A0
7. DAFTAR PUSTAKA
Januar, Indra, 2012, Triaxial Error! Hyperlink reference not valid.. Diakses
tanggal 12 Maret 2014 (online).
Rendy, 2011, “Pendahuluan Geologi Mekanika”, http://primaedu.wordpress.
com/2011/08/05/ pendahuluan-geologimekanika/. Diakses tanggal 12
Maret 2014 (online).
Fitra, Kurniawan , 2010, “UJI Triaxial”, http://geologiunpad 2010
wordpress.com/2011/10/24/pendahuluan-geologi-struktur/. Diakses
tanggal 12 Maret 2014 (online).