Teologi Pendidikan: Kewajiban Manusia dan Implikasinya Pada Pendidikan Islam
1. KEWAJIBAN MANUSIA DAN IMPLIKASINYA PADA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh:
Endi Suhendi
(Mahasiswa Program Doktor Penididkan Islam UIN Sunan Gunung Djati)
Abstrak
Secara perinsip manusia diciptakan oleh Allah swt. dengan satu kewajiban
yaitu beribadah kepanya. Ibadah dalam arti keseluruhan, yaitu tunduk dan
patuh pada segala yang diperintahkan oleh Allah dan juga menjauhi segala
yang di larangnya. Selain itu manusia juga punya kewajiban untuk menjaga
keharmonisan hubungan dengan sesama manusia dan alam lingkungannya
dengan cara senantiasa menyambung tali silaturahim, menegakkan amar
ma`ruf nahi munkar, menegakkan keadilan serta dengan menjaga
kelestarian alam lingkungan. Semua kewajiban manusia itu tentunya akan
berimplikasi pada konsep pendidikan Islam, sehingga pendidikan Islam
harus mampu membentuk manusia-manusia yang memiliki karakter
ibadurrahman. Yaitu manusia-manusia yang mampu melaksanakan totalitas
penghambaannya kepada Allah swt. dan mampu menjaga keharmonisan
hubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya.
Kata kunci: Keajiban, manusia, implikasi, pendidikan, Islam
PENDAHULUAN
Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan manusia secara penuh,
dilakukan oleh manusia, antar manusia, dan untuk manusia. Dengan demikian berbicara
tentang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan harus terarah, sehingga hasilnya berupa pengembangan
potensi manusia, yang nantinya dapat berdaya guna dan berhasil guna dan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan pemahaman
yang tepat, utuh, dan komprehensif tentang hakikat manusia. Berbicara hakikat
manusia, maka kita juga akan berbicara tentang kewajiban manusia.
Secara perinsip manusia diciptakan oleh Allah swt. dengan satu kewajiban yaitu
beribadah kepanya. Sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur`an surah Adz Dzariyat
ayat 56:
( ِونُدُبْعَيِل الِإ َسْناإلَو َّنِْاْل ُتْقَلَخ اَمَو٦٥)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Adz Dzariyat [51]: 56)
Kedudukan manusia sebagai hamba Allah dalam ayat tersebut dijelaskan melalui
kalimat liya`buduni, yang terdiri dari kata kerja, subjek dan objek. Penggunaan huruf
lam yang berfungsi sebagai penghubung dan bermakna tujuan atau kegunaan,
2. memberikan kesemata—ataan, bawa jin dan manusia diciptakan hanya untuk
menghamba dan mengabdi kepada Allah swt. Sehingga ayat tersebut bisa berarti:
“Sesungguhnya Aku menciptakan mereka karena urusan mereka untuk beribadah
kepada-Ku, buka karena kebutuhan-Ku atas mereka”, demikian penafsiran Ibnu Katsir.1
MANUSIA DALAM PANDANGAN AL-QUR`AN
Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan Islam, yaitu:
1. Manusia Sebagai Hamba Allah (Abd Allah)
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku
Pencipta karena adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan.2
Bentuk
pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan
perbuatan saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan
dalam surah Bayyinah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus
…,” (QS:98:5).
2. Manusia sebagai al-Nas
Manusia, di dalam al- Qur‟an juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas ini
cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan
masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial.
Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan berpasang-
pasangan seperti dijelaskan dalam surah an- Nisa‟, “Hai sekalian manusia,
bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain
dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS:4:1).
Dari ayat di atas bisa dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang
dalam hidupnya membutuhkan manusia dan hal lain di luar dirinya untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya agar dapat menjadi bagian dari
lingkungan soisal dan masyarakatnya.
1
Menurut Ibnu Abbas, maksud dari kata liya`buduni pada ayat tersebut bermakna supaya mereka
segera menyembah-Ku suka ataupun tidak suka. Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-Azhim, Beirut, Dar
al-Fikr, 1985, jilid 4, hal. 213.
2
Yusuf Qardhawi, Pendidikan dan Madrasah Hasan al-Banna, Jakarta: Bulan Bintang, 1994, hal. 135.
3. 3. Manusia Sebagai Khalifah Allah
Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam surah al-
Baqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS:2: 30), dan surah Shad ayat
26,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”
(QS:38:26).
Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu merupakan
anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia diberikan beban untuk
menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah yang harus
dipertanggungjawabkan.10 Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai wewenang
untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi Kebutuhan hidupnya sekaligus
bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini. Seperti dijelaskan dalam surah al-
Jumu‟ah, “Maka apabila telah selesai shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka
bumi ini dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.” (QS: 62: 10), selanjutnya dalam surah Al- Baqarah disebutkan: “Makan
dan minumlah kamu dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat bencana di atas bumi.” (QS: 2 : 60).
4. Manusia Sebagai Bani Adam
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan dalam
al- Qur‟an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan bukan berasal
dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh Charles Darwin.
Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada nilainilai kemanusiaan.
Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan persaudaraan antar sesama manusia
dan menyatakan bahwa semua manusia berasal dari keturunan yang sama. Dengan
demikian manusia dengan latar belakang sosia kultural, agama, bangsa dan bahasa yang
berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan dengan sama. Dalam surah al-
A‟raf dijelaskan:“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
4. taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu
oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …”
(QS : 7; 26-27).
5. Manusia Sebagai al- Insan
Manusia disebut al- insan dalam al- Qur‟an mengacu pada potensi yang diberikan
Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara (QS:55:4),
kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan lain-
lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia sebagai al- insan juga
mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa). Misalnya dijelaskan dalam surah
Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian rahmat itu
kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.”
(QS: 11:9).
6. Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)
Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai makhluk biologis manusia terdiri
atas unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar (ragawi). Dengan
kata lain manusia adalah makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaedah
umum makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan, serta memerlukan makanan untuk hidup, dan pada akhirnya mengalami
kematian. Dalam al- Qur‟an surah al- Mu‟minūn dijelaskan: “Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari sari pati tanah. Lalu Kami jadikan saripati itu air
mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, dan segumpal daging itu
kemudian Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka Maha Sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.”(QS: 23: 12-14).
KONSEP KEWJIBAN MANUSIA
Ada beberapa kewajiban manusia sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur`an,
antara lain:
1. Beribadah Kepada Allah
Salah satu kewajiban manusia adalah beribadah kepada Allah swt. semata dan
tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Firman Allah swt. Dalam al-
Qur`an surah Al-Baqarah ayat 21:
5. ( َنوُقَّتَت ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َينِذَّلاَو ْمُكَقَلَخ يِذَّلا ُمُكَّبَر اوُدُبْاع َُّاسنال اَهَُّيأ ََي١٢)
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa”, (Q.S. Al Baqarah [2]: 21)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita tentang kewajiban manusia yaitu
beribadah kepada Allah swt. Muhammad Ali Ash-Shabuni memberikan
penjelasan pada ayat tersebut “wahai sekalian manusia beribadahlah kepada Allah
tuhanmu yang telah memeliharamu dan mejadikanmu dari yang sebelumnya tidak
ada, maka beribadahlah kepada-Nya dengan cara mentauhidkan-Nya, bersyukur
kepada-Nya dan mentaati segala aturannya”.3
2. Memelihara Hubungan Baik Dengan Sesama Manusia
Berikutnya kewajiban manusia adalah memelihara hubungan baik dengan
sesama manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah swt. dalam al-
Qur`an surah An-Nisa ayat 1:
ُكَّبَر اوُقَّات َُّاسنال اَهَُّيأ ََياَمُهْنِم َّثَبَو اَهَجْوَز اَهْنِم َقَلَخَو ٍةَدِاحَو ٍسْفَن ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذَّلا ُم
اًيبِقَر ْمُكْيَلَع َناَكََّاَّلل َّنِإ َامَحْاألرَو ِوِب َنوُلَاءَسَت يِذَّلا ََّاَّلل اوُقَّاتَو ًاءَسِنَو اًريِثَكاالَجِر(٢)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (Q.S. An Nisa [4]: 1)
Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb
al-Anshârî:
ًًلُجَر ََّنأَُِّّبنال َالَقَف ِرَّانال َنِم ِِنُدِاعَبُيَو َةَّنَْاْل ِِنُلِخْدُي اَِِب ِِنْ
ِِبَْخأ َِّاَّلل َولُسَر َي : َالَق:ْدَقَل
ِوِب ُكِرْشُت َال ََّاَّلل ُدُبْعَت : َُِّّبنال َالَقَف ُلُجَّالر َادََعأَف ؟ َتْلُق َفْيَك َيِدُى ْدَقَل َالَق َْوأ َقِّفُو
ًئْيَشاَِِب َكَّسَََت ْنِإ : َُِّّبنال َالَق َرَبَْدأ اَّمَلَف َكِِِحَر اَذ ُلِصَتَو َةاَكَّالز ِِتْؤُتَو َة ًَلَّالص ُيمِقُتَو ا
َةَّنَْاْل َلَخَد ِوِب ُتْرََمأ
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam :
“Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan
3
Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwat at-Tafasir, juz 1, hal. 34
6. aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh
telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun
mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung
silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”.
(H.R. Bukhari)
Baik ayat maupun hadits di atas memberi penjelaan kepada kita bahwa
manusia selain diwajibkan untuk beribadah kepada Allah swt. Ia juga
diperintahkan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan sesamanya, yaitu
dengan senantiasa menyambungkan tali silaturahim.
3. Menjaga Kelestarian Alam
Manusia juga diperintahkan untuk senantiasa menjaga dan memelihara
kelestarian alam tempat di mana ia tinggal. Menjaga kelestarian alam adalah
dengan cara mengelolanya dengan baik dan tidak melakukan tindakan-tindakan
yang dapat merusak dan mengganggu kelestarian alam. Dalam Al-Qur`an surah
Al A`raf ayat 56-58 Allah swt. berfirman:
َنِم ٌيبِرَق َِّاَّلل َةَِْحَر َّنِإ اًعَمَطَو اًفْوَخ ُوهُعْادَو اَهًِلحْصِإ َدْعَب ِضْاألر ِِف اوُدِسْفُت الَو
( َنيِنِسْحُمْلا٦٥يِذَّلا َوُىَ)وًاًبَحَس ْتَّلََقأ اَذِإ ََّّتَح ِوِتَِْحَر ْيَدَي َْنيَب اًرْشُب َحََيّ
ِرال ُلِسْرُي
ا ُِجرُُْن َكِلَذَك ِاتَرََّمثال ِّلُك ْنِم ِوِب اَنْجَرَْخأَف َاءَمْلا ِوِب اَنْلَزَْنأَف ٍتِّيَم ٍدَلَبِل ُاهَنْقُس االَقِثىَتْوَمْل
( َنوُرَّكَذَت ْمُكَّلَعَل٦٥َبْلاَ)واًدِكَن الِإ ُجُرََْي ال َثُبَخ يِذَّلاَو ِوِّبَر ِنْذِِِب ُوُتاَبَن ُجُرََْي ُبِّيَّطال ُدَل
( َنوُرُكْشَي ٍمْوَقِل ِتَاآلَي ُفّ
ِرَصُن َكِلَذَك٦٥)
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Dialah yang meniupkan angin
sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga
apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah
yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan
dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil
pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin
Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.
Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang
yang bersyukur”. (Q.S. Al A`raf [7]: 56-58).
7. Allah SWT melarang kepada manusia berbuat kerusakan di bumi, dan
sebaliknya Allah swt. memerintahkan manusia untuk berdo‟a agar menjadi orang
yang baik (muhsinin), kerena rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang
berbuat kebaikan. Penegasan Allah SWT bahwa Dia adalah Tuhan Yang
Mahakuasa yang dapat mengatur angin yang membawa mendung sehingga turun
hujan. Dengan air hujan itu dapat menumbuhkan tanaman-tanaman sehingga
dapat berbuah. Begitu pula dengan hujan itu dapat berguna untuk semua makhluk
yang ada di bumi. Kemahakuasaan Allah itu Dia juga dapat menghidupkan orang-
orang yang telah mati nanti pada hari Kiamat seperti halnya Allah swt.
menghidupkan bumi yang tandus kemudian turun hujan sehingga tumbuh
tanaman-tanamannya dan berbuah. Suruhan agar manusia mau bersyukur atas
nikmat Allah yang diberikan kepadanya, di tanah yang subur akan tumbuh
tanaman yang baik, sedangkan tanah yang tandus tidak akan tumbuh tanamannya
melainkan merana. Hal yang demikian itu sebagai tanda kebesaran Allah SWT.
Pada Al Qur‟an surat Al A‟raf ayat 56 dengan tegas Allah melarang
manusia berbuat kerusakan, baik di darat, di laut, di udara bahkan dimana saja.
Karena kerusakan yang disebabkan ulah manusia itu akan membahayan pada tata
kehidupan manusia sendiri, seperti kerusakan tata lingkungan alam, pencemaran
udara, dan bencana-bencana alam lainnya. Pada surat tersebut Allah disuruh
untuk berdo‟a kepada Allah dan bersyukur atas karunia yang diberikan
kepadanya, sehingga alam yang telah disediakan Allah itu mendatangkan rahmat
dan manfaat serta nikmat yang besar bagi kehidupan manusia dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT, sehingga manusia menjadi makhluk yang
muhsinin.
4. Amar Ma`ruf Nahi Munkar
Kewajiban manusia yang lainnya adalah menegakkan amar ma`ruf nahi
munkar, yaitu mengajak manusia melakukan yang ma`ruf dan mencegah manusia
dari perbuatan yang munkar. Sebagai mana firman Allah swt. dalam Al Qur`an
surah Ali Imran ayat 104:
ىَلِإ َُىنعْدَي ٌةَّمُأ ْمُكْنِم ْهُكَتْل َو( َُىنحِلْفُمْال ُمُه َكِئَلوُأ َو َِركْنُمْال ِهَع َن ْىَهْنَي َو ِوفُرْعَمْبلِب َونُرُمْأَي َو ِْريَخْال٤٠١)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217];
merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran [3]: 104)
8. Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Makna yang dimaksud dari ayat
ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas
untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan
pula atas setiap individu dari umat ini.4
Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam sebuah
hadits dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia
mencegahnya dengan tangannya. Dan jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya. Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian
itu adalah selemah-lemah iman”.
5. Menegakkan Keadilan
Manusia juga mempunyai kewajiban untuk senantiasa menegakkan keadilan
di muka bumi ini. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam al Qur`an surah An
Nisa ayat 135:
ِوَأ ْمُكِسُفَْنأ ىَلَع ْوَلَو ََِِّّلل َاءَدَهُش ِطْسِقْلًِب َنيِامَّوَق اوُنوُك اوُنَآم َينِذَّلا اَهَُّيأ ََيِنْيَدِالَوْلا
ْنِإَو اوُلِدْعَت ْنَأ ىَوَْْلا اوُعِبَّتَت ًلَف اَمِِِب ََلَْوأ َُّاَّللَف اًريِقَف َْوأ اِّيِنَغ ْنُكَي ْنِإ َنيِبَرْاألقَوَْوأ اوُوْلَت
( اًريِبَخ َنوُلَمْعَت اَِِب َناَكََّاَّلل َّنِإَف اوُضِرْعُت٢٣٦)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui
segala apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. An-Nisa [4]: 135)
Melalui ayat di atas Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya
yang mukmin agar senantiasa menegakkan keadilan, dan agar mereka tidak
bergeming dari keadilan itu barang sedikit pun, tidak pula mereka mundur dari
menegakkan keadilan karena Allah hanya karena celaan orang-orang yang
mencela, tidak pula mereka dipengaruhi oleh sesuatu yang membuatnya berpaling
dari keadilan. Hendaklah mereka saling membantu, bergotong royong, saling
mendukung dan tolong-menolong demi keadilan.
6. Saling Tolong Menolong dalam Kebaikan dan Takwa
4
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-Azhim, Beirut, Dar al-Fikr, 1985, jilid 4, hal. 55.
9. Kewajiban manusia berikutnya adalah saling menolong dalam kebaikan,
dalam arti bahwa manusia diwajibkan untuk saling membantu dalam berbuat
kebaikan dan takwa. Sebagaimana firman Allah swt. dalam surah Al-Maidah ayat
2:
َرِائَعَش اوُّلُُِت ال اوُنَآم َينِذَّلا اَهَُّيأ ََيَنيّ
ِآم الَو َدًِلئَقْلا الَو َيْدَْْلا الَو َامَرَْاْل َرَّْهالش الَو َِّاَّلل
َنَش ْمُكَّنَمِرََْي الَو اوُادَطْاصَف ْمُتْلَلَح اَذِإَو ًاًنَوْضِرَو ْمِِِّبَر ْنِم ًلْضَف َنوُغَتْبَي َامَرَْاْل َتْيَبْلاٍمْوَق ُنآ
اَرَْاْل ِدِجْسَمْلا ِنَع ْمُكُّودَص ْنَأىَلَع اوُنَاوَعَت الَو ىَوْقَّالتَو ّ
ِِِبْلا ىَلَع اوُنَاوَعَتَو اوُدَتْعَت ْنَأ ِم
( ِابَقِعْلا ُيدِدَش ََّاَّلل َّنِإ ََّاَّلل اوُقَّاتَو ِانَوْدُعْلاَو ِْاإلْث١)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah,
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al Maidah [5]: 2)
Ibnu Katsir memberikan penjelasan terkait firman Allah: wa ta‟aawanuu
„alal birri wat taqwaa wa laa ta‟aawanuu „alal itsmi wal „udwaani (“dan tolong-
menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa, dan janganlah
kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”) maknanya Allah
memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa tolong
menolong dalam berbuat kebaikan, itulah yang disebut dengan al-birru
[kebajikan]; serta meninggalkan segala bentuk kemungkaran, dan itulah
dinamakan dengan at-taqwa. Allah swt. melarang mereka tolong menolong dalam
hal kebathilan, berbuat dosa dan mengerjakan hal-hal yang haram.
Ibnu Jarir sebagaimana dinuqil oleh Ibnu Katsir berkata: “Al-itsmu [dosa]
berarti meninggalkan apa yang oleh Allah perintahkan untuk mengerjakannya,
sedangkan al‟udwan [permusuhan] berarti melanggar apa yang telah ditetapkan
Allah dalam urusan agama dan melanggar apa yang telah diwajibkan-Nya kepada
kalian dan kepada orang lain.”
Imam Ahmad berkata, dari Anas bin Malik, Rasulullah saw. bersabda:
“Tolonglah saudaramu, baik yang dalam keadaan berbuat dhalim atau didhalimi.”
10. Ditanyakan, “Ya Rasulallah, aku akan menolong orang yang didhalimi, lalu
bagaimana aku akan menolongnya jika ia dalam keadaan berbuat dhalim ?”
Beliau menjawab: “Menghindarkan dan melarangnya dari kedhaliman, itulah
bentuk pertolongan baginya.”
(Hadits yang senanda juga diriwayatkan oleh al-Bukhari sendiri dari
Husyaim. Muslim juga mengeluarkannya dari Anas)
IMPLIKASI KEWAJIBAN MANUSIA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
Kewajiban manusia akan memberikan implikasi pada konsep pendidikan Islam,
karena sejatinya pendidikan itu diperuntukkan bagi manusia itu sendiri. Sehingga
pendidikan Islam harus mampu menjadikan manusia dapat melaksanakan kewajibannya
secara sempurna.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa dalam Islam pendidikan diistilahkan
dengan kata tarbiyah, ta‟lim, tazkiyah, tahdhib, dan sebagainya.5
Namun demikian, dari
beberapa terma tersebut, al-Qur‟an hanya menggunakan kata tarbiyah, ta‟lim, dan
tazkiyah sebagai istilah yang mengacu pada substansi makna pendidikan.
Terma pendidikan yang dikontekskan dengan kata Islam bukan sekedar transmisi
ilmu, pengetahuan, dan teknologi tetapi sekaligus sebagai proses penanaman nilai
karena hakikat pendidikan dalam al-Qur‟an adalah menjadikan manusia bertakwa untuk
mencapai kesuksesan (al-falah), baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Langgulung,
manusia macam mana atau yang bagaimana yang ingin diciptakan melalui pendidikan.6
Berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan dengan argumentasinya masing-
masing banyak dikemukakan para pakar pendidikan Islam. Pendapat tersebut berkisar
pada kenyataan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam adalah menjadikan manusia yang
menyembah atau beribadah dan berserah diri kepada Allah, mengembangkan potensi,
dan menanamkan akhlak mulia. Jalal menyatakan bahwa secara umum, pendidikan
Islam bertujuan pada usaha mempersiapkan sosok penyembah Allah atau „abid, yaitu
manusia yang memiliki sifat-sifat mulia yang diberikan oleh Allah kepada manusia
dengan gelar „ibad al-rahman.7
Begitu juga Mursi, ia berpendapat bahwa tujuan utama
5
Tarbiyah (pendidikan), ta‟lim (pengajaran), tazkiyah (penyucian), dan tahdhib (pengarahan).
6
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial (Jakarta: Gaya
Media Pratama), 100.
7
Jalal, Min al-Usul al-Tarbiyah, 59.
11. pendidikan adalah peningkatan manusia yang menyembah dan mengabdi kepada Allah
dan takut kepadaNya.8
Rumusan-rumusan tujuan pendidikan sebagai mana dikemukakan oleh para ahli
di atas merupakan implikasi dari konsep kewajiban manusia. Kewajiban manusia
adalah beribadah kepada Allah swt. Maka implikasinya pendidikan Islam harus
diarahkan pada pembentukan manusia yang mampu menjalankan ibadah kepada Allah
dengan sempurna dan penuh keikhlasan.
Begitu juga dalam hal kewajiban manusia untuk menjaga hubungan baik dengan
sesamanya, memberikan implikasi bahwa pendidikan Islam harus mampu
mentransformasikan manusia dengan kompetensi sosial yang baik, sehingga dia akan
mampu menjaga keharmonian hubungan dengan sesamanya. Pendidikan Islam juga
harus mampu membentuk manusia yang memiliki kepedulian terhadap alam
lingkungannya sekaligus memiliki kompetensi untuk memelihara dan
memakmurkannya,
Terkait dengan kewajiban menegakkan amar ma`ruf nahi munkar, maka
pendidikan Islam harus mampu mencetak manusia-manusia muslim yang memiliki
kapasitas dan kapabilitas untuk dapat menjalankan amar ma`ruf nahi munkar. Yaitu
manusia-manusia yang memiliki keluasan ilmu dan keberanian untuk mendakwahkan
ilmu yang telah dimilikinya. Begitu juga dalam hal kewajiban menegakkan keadilan,
pendidikan Islam harus memberikan andil yang besar dalam melahirkan manusia-
manusia muslim yang punya keteguhan dalam menegakkan keadilan sehingga rasa
keadilannya tidak akan mudah tergoyahkan oleh apapun.
Manusia juga diwajibkan untuk tolong menolong, maka pendidikan Islam harus
mampu membentuk pribadi-pribadi manusia muslim yang memiliki kepedulian
terhadap sesamanya, peka terhadap lingkungan sosialnya serta memiliki kemurahan hati
untuk dapat saling tolong menolong dengan sesamanya.
PENUTUP
Secara perinsip manusia diciptakan oleh Allah swt. dengan satu kewajiban yaitu
beribadah kepanya. Ibadah dalam arti keseluruhan, yaitu tunduk dan patuh pada segala
yang diperintahkan oleh Allah dan juga menjauhi segala yang di larangnya. Selain itu
manusia juga punya kewajiban untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan sesama
8
Muhammad Munir Mursi, Al-Tarbiyah al-Islamiyyah Usuluha wa Tat}awwuruha fi Bilad al-„Arabiyah
(Kairo: Alam al-Kutub, 1977), 93
12. manusia dan alam lingkungannya dengan cara senantiasa menyambung tali silaturahim,
menegakkan amar ma`ruf nahi munkar, menegakkan keadilan serta dengan menjaga
kelestarian alam lingkungan. Semua kewajiban manusia itu tentunya akan berimplikasi
pada konsep pendidikan Islam, sehingga pendidikan Islam harus mampu membentuk
manusia-manusia yang memiliki karakter ibadurrahman.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Aminah Ahmad. Nazariyah al-Tarbiyah fi al-Qur‟an wa Tatbiqatuha fi „Ahd al-
Rasul „Alaih al-Salah wa al-Salam. Kairo: Dar al-Ma‟ar if, 1985.
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-Azhim, Beirut, Dar al-Fikr, 1985, jilid 4
Jalal, Min al-Usul al-Tarbiyah.
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cet. 3. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-
Ma‟arif, 1980.
Langgulung, Hasan. Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwat at-Tafasir, juz 1
Muhammad Munir Mursi, Al-Tarbiyah al-Islamiyyah Usuluha wa Tat}awwuruha fi
Bilad al-„Arabiyah (Kairo: Alam al-Kutub, 1977).
Muhaimin, et. al. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Mursi, Muhammad Munir. al-Tarbiyah al-Islamiyyah Usuluha wa Tat}awwuruha fi
Bilad al-„Arabiyah. Kairo: Alam al-Kutub, 1977.
Qutub , Sayyid. Fi Dzilal al-Qur‟an, Juz. 15. Beirut: Dar al-Shuruq, 1992. Raharjo,
Dawam (penyunting). Insan Kamil: Konsep Manusia Menurut Islam. Jakarta:
Temprint, 1989.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Qur‟an, al-Karim-Tafsir al-Manar. Mesir: t.p.,
1953.
Shadid, Muhammad. Manhaj al-Qur‟an fi al-Tarbiyah. ttp.: Dar al-Tawzi‟wa al-Nashr
al-Islamiyah, t.t.
Yusuf Qardhawi, Pendidikan dan Madrasah Hasan al-Banna, Jakarta: Bulan Bintang,
1994.