Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
SHOCK
1. BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Shock ialah suatu keadaan yang di sebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume udara dengan ruang suasana vaskuler .
Gejala-gejalanya ialah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena, terutama vena-
vena superfisial, pernafasan dangkal, nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah , oliguria dan
kadang-kadang di setai muntah yang berwarna seperti air kopi akibat perdarahan lambung
(hematemesis.
Apabila keadaan terus progresif, maka penderita menjadi apatik, kemudian stupor, coma
dan akhirnya dapat meninggal.
Pada permulaan shock dalam tubuh timbul berbagi usaha untuk mengkompensasi dan
mengurangi akibat-akibat menurunnya volume darah dengan jalan menguncupkan
(vasokontraksi) arteriol-ateriol yang terjadi secara secara neurogen atau humoral. Hal ini dapat
berlangsung karena terdapat prossoreceptor pada berbagai tempat tertentu (glomus caroticus) dan
hormone adrenalin yang di kelurkan oleh kelenjar adrenal. Pada permulaan shock (intinal stage)
yang di tibulkan secara eksperimental, dapat di temukan vaseoxcitor material (VEM) dalam
darah.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari shock
2. Untuk mengetahui penyebab dari shock
3. Untuk mengetahui patogenesis dari shock
4. Untuk mengaetahui perubahan morphologic pada shock
5. Untuk mengetahui Respons baroreseptor terhadap shock
C. Rumusan
1. Apa yang di maksud dari shock ?
2. Jelaskan penyebab dari shock!
3. Jelaskan pathogenesis dari shock !
4. Jelaskan perubahan marfologic dari shock !
5. Jelaskan respons baroreseptor trhadap shock !
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shock
Shock ialah suatu keadaan yang di sebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume udara dengan ruang suasana vaskuler .
Shock adalah kolapsnya tekanan darah arteri sistemik. Pada penurunan tekanan darah
yang berat, aliran darah tidak dapat secara adekuat memenuhi kebutuhan energi jaringan dan
organ. Selain itu tubuh berespons dengan mengalihkan darah menjauhi sebagiab besar jaringan
dn organ agar organ-orga vital yaitu jantung, otak dan paru-paru menerima cukup darah
2. Jaringan dan organ yang terpaksa kekurangan darah tersebut dapat mengalami gangguan,
terutama ginjal, saluran cerna, dan kulit. Apabila individu yang bersangkutan dapat selamat dari
syok tersebut, sering terjadi gagal ginjal, ulkus saluran cerna, dan kerusakan kulit.
Shock sebenarnya suatu keadaan yang terdiri atas kumpulan gejala, jadi suatu sindrom, dan dapat
bersifat primer primer atau sekunder ( true shock )
1. Shock primer
Pada shock primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vaskuler membasar karena
vasodilatasi yang asalnya neurogen
Ruang kapiler yang membesar mengakibatkan darah seolah-olah di tarik dari sirkulasi umum dan
segera masuk ke dalam kapiler dan venula alat-alat dalam (viscera).
Peristiwa ini sering terjadi pada orang yang mengalami kecelakaan keras, rasa sangat nyeri atau
rangsang yang berasal dari jaringan rusak. Juga dapat di sebabkan rasa nyeri yang sangat keras
pada beberapa penyakit tertentu seperti radang akut pankreas, hernia incarcerata, atau oleh
reaksi-reaksi emosi seperti keadaan takut yang mendadak, kesusahan yang sangat, karena
melihat keadaan yang mengerikan seperti orang yang tidak bisa melihat darah banyak akibat luka
besar. Penderita menjadi sangat pucat, pingsan, sangat lemah, denyut nadi kecil dan cepat, di
setai tekanan darah yang rendah.
Biasanya shock hanya sebentar saja, kecuali apabila terdapat trauma yang keras, perdarahan,
dalam hal ini dapat menyebabkan shock sekunder.
2. Shock sekunder
Pada shock sekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan, yang menyebabkan defisiensi
sirkulasi perifer di setai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang berkurang,
hemokonsentrasi dan fungsi gunjal yang terganggu. Sirkulasi yang berkurang terjadi segera
setelah terkena kerusakan, tetapi baru beberapa waktu sesudahnya. Oleh karena itu di sebut
shock sekunder atau delayed shock.
Gejala-gejalanya ialah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena, terutama vena-vena
superfisial, pernafasan dangkal, nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah , oliguria dan
kadang-kadang di setai muntah yang berwarna seperti air kopi akibat perdarahan lambung
(hematemesis.
Apabila keadaan terus progresif, maka penderita menjadi apatik, kemudian stupor, coma dan
akhirnya dapat meninggal.
B. Penyebab shock
Tekanan darah bergantung pada produk antara curah jantung (Kecepatan denyut jantung
x volume sekuncup. Dan TPR. Dengan demikian, segala sesuatu yang menyebabkan gangguan
kecepatan drnyut jantung, volume sekuncup, atau TPR dapat menyebabkan syok. Terdapat enam
penyebab utama syok, diantaranya :
1. Shock Kardiogenetik
Dapat timbul setelah kolapsnya curah jantung, yang sering terjadi akibat infark miokardium,
fibrilasi, atau gagal jantung kongestif
2. Shock Hipovolemik
Dapat timbul apabila terjadi kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun drastis. Perdarahan dan dehidrasi dapat menyebabkan syok hipovolemik.
3. Shock Anafilaktik
Dapat timbul setelah suatu respons alergi luas yang berkaitan dengan degranulasi sel mast dan
pelepasan mediator- mediator peradangan misalnya histamin dan prostaglandin. Mediator-
mediatot ini mencetuskan vasodilatasi luas sehingga TPR dan tekanan darah turun secara drastis.
3. 4. Shock septik
Dapat terjadi pada infeksi sistemik masif dan pelepasan mediator-mediator peradangan
vasoaktif. Zat-zat ini menyebabkan vasodilatasi sistemik sehinnga TPR dan tekanan darah
kolaps. Shock septik dapat terjadi pada infeksi oleh bakteri hematogen, atau akibat keluarnya isi
saluran cerna ke dalam tubuh karena perforasi saluran cerna atau pecahnya usus buntu. Sebagian
bakteri berlaku sebagai superantigen yang mampu merangsang secara cepat timbulnya shock
septik
5. Shock Neurogenik
Dapat terjadi karena hilangnya tonu vaskular secara mendadak di seluruh tubuh. Shock
neurogenik dapat di timbulkan oleh cedera otak yang mengenai pusat kardiovaskular di otak,
cedera kordaspinalis, atau anestesis umum yang dalam. Shock ini juga dapat terjadi akibat
letupan rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan dnyut jantung dan
menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Salah satu conth adalah pingsan mendadak
akibat gangguan emosional.
6. Shock Luka bakar
Timbul setelah luka bakar berat yang mengenai hampir seluruh luas permukaan tubuh. Shock
luka bakar adalah kombinasi antara Shock yang di sebabkan pelepasan sistemik mediator-
mediator vasodilatasi yang menyebabkan penurunan TPR, dan berkurangnya volume darah
akibat perembasan darah melalui membran kapiler yang secara mendadak bocor.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan ini adalah :
a. Faktor yang menyebabkan bertambahnya kapasitas ruang susunan vaskuler
b. Faktor yang menyebabkan berkurangnya volume darah
C. Patogenesis Shock
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disaparitas antara volume darah dan volume ruang
darah ialah :
1. Volume darah berkurang akibat permeabilitas kapiler yang bertambah secara menyeluruh,
sehingga cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan kemudian masuk ke dalam jaringan. Akibat
keluarnya cairan maka terjadilah pengentalan (hemokonsentrasi) darah.
2. Volume darah yang berkurang akibat darah menghilang secara langsung pada luka-luka
akibat suatu pembedahan, atau menghilangnya cairan akibat diare dan muntah-muntah yag
banyak.
3. Volume darah yang mengalir berkurang akibat pelebaran kapiler dan venula pada alat-alat
dalam, sehingga darah seolah-olah di tarik atau diisap dari sirkulasi oleh pembuluh-pembuluh
yang melebar, sehingga darah yang menglir kembali ke dalam jantung berkurang. Cardiac output
dan volume darah yang beredar dalam sirkulasi pun berkurang
Bila volume darah berkurang, maka jumlah darah yang megalir dalam jaringan pun
menjadi sedikit, sehingga mengakibatkan anoxia jaringan. Akibat anoxia, kapiler darah menjadi
rusak, terjadi atoni, dilatasi disertai permabilitas yang bertambah.
Selain itu terjadi pula statis dalam pembuluh –pembuluh, sehingga maki banyak darah
meresap keluar dari perdarahan, dengan demikian terjadilah circulus vitiosus sehingga
disaparitas antara volume darah dan ruang makin lama makin besar.
Jika shock berlangsung terus, maka akhirnya tercapai suatu stadium yang tidak dapat
pulih meskipum di beri pengobatan yang adekuwat, yaitu dinamai ’irreversible stage of shock’.
4. Pada permulaan shock dalam tubuh timbul berbagi usaha untuk mengkompensasi dan
mengurangi akibat-akibat menurunnya volume darah dengan jalan menguncupkan
(vasokontraksi) arteriol-ateriol yang terjadi secara secara neurogen atau humoral. Hal ini dapat
berlangsung karena terdapat prossoreceptor pada berbagai tempat tertentu (glomus caroticus) dan
hormone adrenalin yang di kelurkan oleh kelenjar adrenal. Pada permulaan shock (intinal stage)
yang di tibulkan secara eksperimental, dapat di temukan vaseoxcitor material (VEM) dalam
darah.
Faktor ini berasal dari berasal dari ginjal yang hipoksik dan dapat mempercepat reaksi
arteriol terhadap adrenalin.
Bila usaha kompensasi tidak berhasil sehingga terjadi stadium dekompensasi
(decompensatory stage of shock ) dan di sertai hipotensi yang terus menerus maka VEM tidak
dibentuk lagi dan muncullah suatu factor lain, yaitu vasodepressor material (VDM). Zat yang di
bentuk oleh hati, limpa dan otot-otot dan di buahi Inaktif pada hati.
Tetapi pada stadium dekomprensasi, hati menjadi hipotoksis, karena itu tidak dapat
mengaktifkan VDM. Jadi VDM makin bertimbun dalam darah. VDM menyebabkan pembuluh
darah menjadi refrakter, artinya tidak memberikan respons, terhadap adrenalin, sehingga ruang
darah tetap besar. Inilah yang mengakibatkan disaparitas antara ruang dan volume darah,
sehingga shock makin progresif dan menjadi irreversible.
Pada percobaan binatang juga dapat ditemukan suatu factor lain yang bersipat bakteril
dan berhubungan dengan shock ireversibel, berupa toksin yang dilepaskan dalam darah dan
menimbulkan kolaps pembuluh darah. Pada shock traumatik dianggap bahwa dalam darah
terdapat zat tertentu, yang terjadi akibat autolysis jaringan, bersal dari daerah yang terkena
trauma. Zat ini bersipat toksik dan menyebabkan permeabilita kapiler bertambah. Hal ini
ditambahkan lagi dengan pengaruh neurogen akibat rasa nyeritik misalnya ditemukan pada
keadaan yan dimana crusn syndrome”, yang terjadi pada penderita yang menderita kerusakan
keras akibat kecelakaan pada anggota tubuh. Terkenal ialah korban erangan udara pada waktu
perang dengan kerusakan pada otot-otot.
Pada luka bakar yang luas dibentuk berbagai substansi tertentu akibat kerusakan jaringan
yang terkena dan elain itu terjadi pula kehilangan plasma. Pada pembedahan, shock mungkin
terjadi karena kombinasi dari pad anestesi ( akibatnya), kehilagan plasma/darah, reaksi emosionil
dan zat yang dibentuk oleh trauma lebih. Mengenai shock akibat pendarahan telah disinggung
terlebih dahulu. Juga ditemukan banyk kesamaan akibat perdarahan dan shock. Memng shock
sekunder dapat di perkera oleh perdarahan, oleh karena itu sering digunakan istilah shock
hemoragik. Shock juga dapat terjadi akibat infeksi yang keras seperti pada pepsis, dan
dinamakan shock septik. Shock akibat defisiensi fungsi jantung dinamai shock kardial.
Dapat terjadi karena misalnya terdapat penyimoanan areria coronaria, sehinga terjadi
infark myocard, sehingga terjadi infark myocard. Karena muka output jantung berkurang, darah
yang mengalir berkurang, sehingga terjadi anoxia jaringan.
D. Perubahan Morfologic
Perubahan-perubahan akibat shock biasanya terdiri atas ganggun sirkulasi,
degenerasi dan nekrosis pada ber bagai alat tubuh. Perubahan akibat gangguan sitkulasi berupa
hiperemi dalam kapiler dan vena alat-alat tubuh dalam thorax dan abdomen, petechiae dalam
rongga-rongga serosa dan edema alat-alat lain. Paru-paru sangat sembab dan terbendung, kadan-
kadang diperkeras lagikarena tibul pneumonia sekunder atau terminal.
Alat-alat saluran cerna juga heperemik, sembab, kadang-kadang diseetai perdarahan atau
tukak-tukak. Dalam rongga saluran pencernaan mungkin dapat ditemukan cairan merah atau
5. coklat akibat perdarahan lambung. Pada alat-alat dalam dapat ditemukan berbagai tingkat
degenerasi dan nekrosis, terutama ginjal, hati, jantung dan kelenjar adrenal. Sarang-sarang
nekrosis juga ditemukan pada kelenjar limfe, limpa dan pancreas.
E. Respons baroreseptor terhadap shock
Pada permulaan shock, reflex-refleks baroreseptor di aktifkan dan tubuh mencoba
mengkompensasi penurunan tekanan darah yang drastic. Apabila penyebab shock terus
berlangsung, maka kompensasi menjadi tidak adekuat dan kemunduran kondisi berbgai organ
akan terus berlanjut termasuk paru, jantung dan otak. Dengan memburuknya keadaan jantung
dan paru, timbulah lingkaran setan. Oksigenisasi dan curah jantung secara progresif menurun dan
syok menjadi semakin buruk sehingga dalam waktu singkat menjadi irre4versibel. Syok
irreversible menyebabkan kematian.
F. Gambaran Klinis
Manifestasi spesifik akan bergantung pada peyebab syok, tetapi semua, kecuali syok
neurogenik, akan mencakup :
· Kulit yang dingin dan lembab
· Pucat
· Peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernafasan
· Penurunan drastic tekanan darah
· Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang
normal
· atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
G. Komplikasi
· Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan
· Sindrom distress pernafasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia
· Koogulasi intravascular diseminta akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
H. Penatalaksanaan
· Penyebab shock harus diidentifikasi dan di atasi apabial mungkin
· Perlu dilakukan penggantian volume plasma, kecuali untuk shock kardiogenik. Bahan
yang digunakan sebagai pengganti bergantung pada penyebab shock.
· Mungkin di perlukan suplemen oksigen atau ventilasi artificial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
6. 1) Bullock BL dan PP Rosendhal (1992), Pathopisiologi (ed ke-3). Philadelpia, JB Lippincot
Company
2) Burt MJ, JW Halliday, dan LW Powell (1993) . Iron and coronary heart disease. British
Medical Journal 307, 575, 573
3) Furchgott RF (1983). Role of endhotelium in responses of vascular smooth musle.
Circulation Research 53, 557-573
7. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan
cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok paling
sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut
akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi
akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama
perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic
abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam
jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini
adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah
terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang
timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah
memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok
hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk memperlambat
pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara
pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II
untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa
perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi
pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma
yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam
perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi,
peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul
pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok, patofisiologi
terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi kllinis syock, jenis-jenis syock,
penatalaksanaan syock
8. BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Syok
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen baik
dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga terjadi
defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab
substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam
kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi
(Candido, 1996)
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan. Keadaan ini disebabkan
oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam sirkulasi kapiler. Kekurangan
oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat tubuh merupakan
indikator dari tingkat berat- ringannya syock
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala
syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat
berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan
penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme
terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah
syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien
yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma
pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada
pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
B. Stadium Syock
1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis normal, dioshalik
meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin
dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2
dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan memburuk,
terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah asidisif yang
bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas
jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga
terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan
memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi
klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
9. 3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian walau sirkulasi
dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.
C. Tanda Dan Gejala
1. Sistem Kardiovaskuler
· Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
· Nadi cepat dan halus.
· Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
· Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
· CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan
hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan
diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5–1
ml/kg/jam).
D. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma
tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu, Perubahan suhu,
Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. menurunnya urin out put
3. meningkatnya keeping darah
4. asidosis metabolic
5. hyperglikemi
E. Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok
hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga
abdomen
10. a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang penyebab lain
yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok misalnya terjadi pada : patah tulang
panjang, rupture spleen, hematothorak, diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok
hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan karena:
meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada
aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan
tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif
dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat
perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi
kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem
major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem
neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah
(dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara
subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang
lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
c. Tahap Syok Hipovolemik
1) Tahap I :
· terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
· terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih dapat
dipertahankan
2) Tahap II :
· terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
· tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
3) Tahap III
· bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
· terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepat
· terjadi iskemik pada organ
· terjadi ekstravasasi cairan
11. 2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah
jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju
nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang
jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan
kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun
bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner &
Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner,
disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati,
kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang mengklasifikasikan
penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :
· Penyakit jantung iskemik (IHD)
· Obat-obatan yang mendepresi jantung
· Gangguan Irama Jantung.
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat
pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik
yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot
pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
· Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
· Pernapasan cheyne stokes
· Batuk-batuk
12. · Sianosis
· Suara serak
· Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
· Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
· BMR mungkin naik
· Kelainan pada foto rontgen
d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang,
sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang
dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
· Electrocardiogram (ECG)
· Sonogram
· Scan jantung
· Kateterisasi jantung
· Roentgen dada
· Enzim hepar
· Elektrolit oksimetri nadi
· AGD
· Kreatinin
· Albumin / transforin serum
· HSD
3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah
tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko
syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2)
syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3)
syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih
jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
13. 1) Syock Neurogenik
a) Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau
anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh
pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara
spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma
kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan
hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
b) Etiologi
· Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
· Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
· Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
· Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
· Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat
dan cepat berwarna kemerahan.
2) Syock anafilaktik
a) Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa
sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai
hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala
dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah
membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi
sistemik
3) Syok Septik
14. a) Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk
membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci
tangan secara menyeluruh
b) Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.
Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai
efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c) Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia
menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan terjadi
shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60%
disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing
merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah
luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis
adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas sp
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan
pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
· Demam
· Berkeringat
· Sakit kepala
· Nyeri otot
G. Penatalaksanaan Syock
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah,
untuk jantung (oksigen deliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan saturasi
oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Membebaskan jalan nafas.
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
c. Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
a. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
· pasang akses vaskuler secepatnya.
· resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois secepatnya
(< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah dan perfusi perifer baik.
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid atau kristoloid.
therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai unsur.
b. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa
menambah konsumsi oksigen miocard.
· Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
15. · Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
· Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
· Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
· Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan tekanan
pembuluh darah sitemik.
16. BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
a. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
b. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
d. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
e. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
f. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
g. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
h. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur
i. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
j. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
k. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
l. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
m. Sangat kehausan
n. Mual, muntah
o. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningkat, nitrogen
urea serum meningkat
p. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
q. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
1) Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
o Tekanan darah dalam batas normal
o Haluaran urine normal
o Kulit hangat dan kering
o Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
2) Rencana tindakan
o Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
17. o Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstremitas
memudahkan sirkulasi
o Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah lengkap, plasmanat,
tambahan volume
o Ukur intake dan output setiap jam
o Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter bila haluaran
urine kurang dari 30 ml/jam
o Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta tanda toksisitas
o Pertahankan klien hangat dan kering
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Curah jantung dalam batas normal
o Perbaikan mental
2) Rencana tindakan
o Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan meninggikan kepala
tempat tidur 30 – 60 derajat
o Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
o Pantau EKG secara kontinu
o Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
o Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
o Berikan oksigen sesuai dengan terapi
o Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
o Pertahankan klien hangat dan kering
o Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
o Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
o Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan kriteria :
o Klien bernafas tanpa kesulitan
o Paru-paru bersih
o Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
2) Rencana tindakan
o Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
o Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
o Pantau seri AGDA
o Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
o Lakukan penghisapan bila ada indikasi
Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
18. d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
1) Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
o Klien mengungkapkan penurunan ansietas
o Klien tenang dan relaks
o Klien dapat beristirahat dengan tenang
2) Rencana tindakan
o Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
o Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang ringkas bila klien
tidak memahaminya
o Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
o Antisipasi kebutuhan klien
o Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
o Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika kondisi klien
memungkinkan
o Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
o Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
19. BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala
syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita
pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai
keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya
serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)
B. Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat
professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang
mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan
segera kepada pasien yang mengalami syock.
20. DAFTAR PUSTAKA
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London:
Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed,
Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders
Co. 1995 ; 441 - 499.
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C,
Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 - 1002.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah:
Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 - September 1,
1996 ; 1 - 4.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam
buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.