1. Periode pembinaan hukum Islam dimulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan berakhir pada abad pertama Hijriyah.
2. Para sahabat mulai berijtihad dalam menafsirkan nash-nash hukum Alquran dan Hadits untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul.
3. Isu politik kekhalifahan menjadi masalah penting yang dihadapi umat Islam pasca wafat Nabi, di mana Abu Bakar kemudian dipilih menjadi khalif
Kisah para sahabat yang sholeh selalu bisa dijadikan pelajaran dalam kehidupan kita. Dalam Power Point diceritakan tentang Abu Bakar Assyiddiq keturunannya,kelebihannya dan bagaimana beliau jadi kahlifah
Kisah para sahabat yang sholeh selalu bisa dijadikan pelajaran dalam kehidupan kita. Dalam Power Point diceritakan tentang Abu Bakar Assyiddiq keturunannya,kelebihannya dan bagaimana beliau jadi kahlifah
Perpindahan Ibu Kota Dinasti Abbasiyah Dari Kuffah Ke Baghdad.Hikmah Didirikannya Dinasti Abbasiyah.Perjalanan Hidup Abul Abbas As-Saffah
itu yang dirangkum dalam ppt ini supaya bisa lbih spesifik lagi untuk memahaminya.
dua misi terpenting nabi muhammad. yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai penyempurna akhlak manusia. saya rangkum sedemikian rupa saya harap ini dapat bermanfaat
Perpindahan Ibu Kota Dinasti Abbasiyah Dari Kuffah Ke Baghdad.Hikmah Didirikannya Dinasti Abbasiyah.Perjalanan Hidup Abul Abbas As-Saffah
itu yang dirangkum dalam ppt ini supaya bisa lbih spesifik lagi untuk memahaminya.
dua misi terpenting nabi muhammad. yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai penyempurna akhlak manusia. saya rangkum sedemikian rupa saya harap ini dapat bermanfaat
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
2. A. KONDISI HUKUM ISLAM PADA
MASA KHULAFA’UR RASYIDIN DAN
PERKEMBANGANNYA
Periode Khulafa’ur Rasyidin ini dimulai sejak wafatnya
Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H
atau 632 M, dan diakhiri pada akhir abad pertama Hijriyah
(11 – 41 H atau 632 – 661 M). Menurut para ahli sejarah
islam, periode ini adalah periode penafsiran undang –
undang dan terbukanya pintu – pintu Istinbath Hukum
dalam kejadian – kejadian yang tidak ada nash hukumnya.
Dari pemuka – pemuka sahabat timbullah banyak
pendapat dalam menafsirkan nash – nash hukum dalam al
– Quran dan al – Hadits yang dapat dipandang sebagai
pandangan yuridis bagi penafsiran – penafsiran nash serta
sebagai penjelasannya.
3. Setelah wafatnya Nabi, umat islam menghadapi
banyak masalah. Hal ini dikarenakan semakin
meluasnya pemerintahan islam hingga melampaui
semenanjung Arabiyah, itu juga tentunya membawa
dampak yang begitu besar bagi perkembangan
pemikiran umat islam pada masa itu. Berbagai macam
permasalahan yang timbul dikarenakan vakumnya
pemerintahan dan karena perluasan wilayah islam
semakin memaksa para sahabat untuk benar – benar
berijtihad dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut. Secara umum permasalahan – permasalahan
itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa aspek,
yaitu:
4. 1. Aspek Politik
a. Kekhalifahan Abu Bakar (11 – 13 H atau 632 – 634 M)
Masalah yang paling urgen di kalangan umat islam pasca
wafatnya Nabi SAW adalah masalah politik, terutama masalah
imamah atau kekhalifahan. Dalam masa kevakuman
pemerintahan ini, masyarakat islam membutuhkan sosok
pemimpin baru, karena tanpa kehadiran seorang pemimpin
baru, wilayah kekuasaan islam yang telah membentang sampai
wilayah sebagian besar jazirah Arab, akan dengan mudah hancur
atau terpecah – belah kembali, di samping kekhawatiran adanya
serangan dari bangsa – bangsa lain, seperti dari bangsa Romawi
dan Persia, sehingga stabilitas keamanan umat islam saat itu
terancam.
5. Namun yang menjadi persoalan adalah bahwa Nabi
Muhammad di akhir hayatnya tidak meninggalkan
wasiat tentang siapa yang akan meneruskan
perjuangannya menjadi khalifah dan menyebarkan
agama islam ke seluruh Dunia. Hal ini kemudian
menjadi tanda tanya sekaligus tugas terbesar bagi
umat islam saat itu terutama para Sahabat Nabi Saw,
Meskipun ada satu riwayat bahwa Nabi Saw telah
menulis sebuah wasiat untuk menjadikan Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah pertama, namun kemudian
dicegah oleh Umar bin Khattab
6. Sampai akhirnya muncullah suatu peristiwa bersejarah
yang terkenal dengan sebutan “Tsaqifah”. Peristiwa ini
terjadi di Madinah, tepatnya di daerah Tsaqifah dengan
penduduk sekitarnya adalah mayoritas keturunan suku
‘Aus dan suku Khazraj yang secara historis telah menjadi
musuh bebuyutan semenjak pra-islam.
Beralih ke masalah Tsaqifah, pada peristiwa ini, kedua suku
itu serasa dikembalikan kembali ke adat jahiliyah mereka,
untuk saling bertarung dan bermusuhan kembali
walaupun dalam diri mereka telah tertanam nilai – nilai
islam yang menjunjung tinggi perdamaian dan
persaudaraan. Bagi mereka, bila Nabi Muhammad telah
wafat berarti tidak ada lagi seorang pendamai di antara
mereka, sehingga hal itu membuat mereka bermusuhan
kembali.
7. Pada saat itu datanglah para sahabat dekat Nabi
Muhammad SAW, yang dipimpin oleh Abu Bakar dan
Umar. Umar dan sahabat lainnya kemudian langsung
memproklamirkan Abu Bakar dari golongan Muhajirin
sebagai Pengganti Nabi sebagai Khalifah Umat Islam.
tentu saja hal ini tidak di setujui oleh kaum anshor,
yaitu kedua suku ‘Aus dan Khazraj, karena menurut
mereka, mereka tidak lebih baik dari golongan anshor.
8. Namun, meskipun demikian, ternyata pada akhirnya
kedua suku itu - dikatakan - menyetujui Abu Bakar
sebagai khalifah pengganti Nabi SAW. Namun
sebenarnya tindakan mereka yang turut membai’at
Abu Bakar sebagai khalifah pertama tidak lebih
hanyalah sebuah perfect disguise (Pura – pura yang
sempurna).
Fakta sejarah telah membuktikan bahwa dipilihnya
Abu Bakar saat itu sebagai seorang Khalifah
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
9. Dari segi Nasab, Abu Bakar yang merupakan
keturunan dari bani Taim, keturunan suku Quraisy,
nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin
Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’adalah bin Taim. Bani
Taim adalah satu dari dua belas cabang suku Quraisy.
Sekelompok suku minoritas yang tidak memihak kubu
manapun itu ternyata telah dianggap sebagai mediator
bagi suku ‘Aus dan Khazraj yang membutuhkan
seorang pemimpin yang tidak berasal dari kelompok
mereka. Apakah pemimpin itu bernama Abu Bakar
atau Abu Jahal atau siapapun, bagi mereka itu
bukanlah hal yang penting, karena saat itu mereka
sedang mempertaruhkan suatu hal yang sangat besar,
yaitu kelangsungan hidup kedua suku mereka.
10. Hal lain yang mendukung pengangkatan Abu Bakar
Sebagai Khalifah saat itu adalah bahwa saat itu
beliaulah yang paling sepuh di antara para sahabat
terdekat. Pada masa sebelum pembai’atannya sebagai
khalifah, Abu Bakar juga berpidato kepada Kaum
Anshor yang berbunyi : “Sesungguhnya orang – orang
Arab tidak mengakui kekuasaan ini kecuali untuk
orang – orang Quraisy”. Setelah 2 tahun memerintah
(11 – 13 H) akhirnya Abu Bakar menghembuskan
Nafasnya yang terakhir pada bulan Jumadil Akhir 13 H
atau 634 M, setelah sebelumnya mewasiatkan Umar
sebagai Khalifah Penerusnya.
11. b. Kekhalifahan Umar bin Khattab
(13 – 23 H atau 634 – 643 M)
Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza dari bani
Adi bin Ka’ab. Bani Ka’ab juga termasuk keturunan
Quraisy. Dalam Islam, sebenarnya masalah – masalah
kekhalifahan yang termasuk masalah keduniawian
harus melalui ijma’ atau musyawarah. Sebagaimana
firman Allah ( األمر في وشاورهم.) Namun agaknya dalam
pengangkatan Umar bin Khattab ini terjadi sedikit
permainan Politik di tangan kaum Quroisy.
12. Sebuah makalah yang ditulis oleh Henri Lammens
yang berjudul Kelompok Politik Tiga Orang
(triumvirat) Abu Bakar, Umar bin Khattab dan abu
Ubaidah, yang menceritakan keakraban mereka
bertiga sejak awal masuk islam, dalam peperangan,
hingga kepergiannya ke pertemuaan saqifah tanpa
memberitahu sahabat lainnya termasuk Ali bin Abi
Thalib, untuk mengajukan Abu Bakar sebagai Khalifah
Pertama, ternyata tidak berhenti sampai di sini saja,
persekongkolan politik mereka berlanjut hingga saat
pemberian wasiat Abu Bakar kepada Umar di tengah –
tengah sahabat yang lain sebagai khalifah
penggantinya.
13. Meskipun Abu Bakar beralasan agar tidak terjadi
konflik politik lagi seperti dahulu, namun sebagai
manusia berjiwa Arab yang menjunjung kesukuan
Quraisy, tentu saja dia tidak ingin masyarakat islam
dipimpin oleh selain Suku Quraisy, sehingga dia
kemudian berinisiatif untuk mewariskan
kekhalifahannya kepada Umar bin Khattab.
Berbeda dengan Abu Bakar yang tidak terlalu suka
dengan Politik, Umara’ adalah sosok sahabat yang
memiliki naluri negarawan atau jiwa nasionalis yang
besar, arif akan liku – liku kekuasaan dan lebih paham
tentang bagaimana caranya menangani penduduk
Arab yang berjiwa pengembala yang keras.
14. Umar bukanlah prajurit yang hebat di medan peperangan,
bila dibandingkan dengan Ali bin Abi Thalib atau Hamzah,
namun dalam mengatasi kemelut politik ini, dia termasuk
pemberani yang sedia juga menerjang bahaya. Ia malah
berani menghapus kalimat adzan ( العمل خير على حيا) yang
artinya : “marilah melakukan amal yang baik”, konon
untuk mengarahkan semangat perang jihad dan agar lebih
memompa semangat kaum muslimin yang disebarkan ke
berbagai penjuru, ia juga berani menambahkan kalimat
( النوم من خير الصالة) yang artinya : ”Shalat itu lebih baik
daripada tidur”, dia juga orang pertama yang menjuluki
didrinya sebagai Amiru al – mukminin, orang pertama
yang membuat Penanggalan Islam atau Kalender Hijriyah
yang dimulai awal Hijrah Nabi Muhammad SAW,
memelopori perluasan masjidil haram, membentuk kantor
pemerintahan, mata uang dan masih banyak lagi
15. Kekhalifahannya berakhir setelah kematian syahidnya
akibat sebuah konspirasi politik yang dirancang oleh
musuh – musuh islam, terutama kalangan Yahudi dan
Persia, yang sangat membencinya karena pada
kekhalifahannya, Kekaisaran Persia telah dihilangkan
dari muka Bumi. Beliau Mati syahid terkena tikaman
belati beracun saat sedang melakukan sholat subuh,
oleh seorang mantan budak Persia, Abu Lu’luah al –
Majusi.
16. Namun karena sahabat terdekat seperjuangannya
telah meninggal dunia, maka dia pun mewasiatkan
tampuk kekhalifahannya pada 6 orang sahabat yang
termasuk dalam orang – orang yang akan masuk surga
berdasarkan hadits Rasulullah, yaitu : Utsman bin
Affan, Ali bin abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdur
Rahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqosh. Kepada 6
orang ini umar berwasiat untuk memilih salah satu di
antara mereka sebagai khalifah penerusnya. Umar bin
Khattab Wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H atau 643 M
dan memerintah selama 10 tahun lamanya.
17. c. Kekhalifahan Utsman bin Affan
(23 – 35 H atau 644 – 656 M)
Dia bernama Utsman bin Affan bin Abi ’Ash bin
Umayyah bin Abdu Syams, berasal dari bani
Umayyah. Setelah kematian Umar, para sahabat enam
yang ditunjuknya ternyata sama – sama tidak
berhasrat untuk menjadi khalifah, satu persatu di
antara mereka mengundurkan diri hingga akhirnya
hanya tinggal Utsman dan Ali, kemudian mereka pun
mengadakan voting (pengambilan suara) di mana
mereka bertanya pada penduduk muslim setempat,
manakah yang mereka pilih sebagai khalifah, Utsman
atau Ali.
18. Dia dibai’at sebagai khalifah saat berusia 70 tahun.
Pada masa pemerintahannya jumlah kekayaan kaum
muslimin sangat banyak sekali dan dia melihat bahwa
banyak gubernur – gubernur yang kurang cakap
memerintah dijadikan gubernur, sehingga yang terjadi
adalah korupsi dan penggelapan uang Negara, hingga
akhirnya dia memutuskan untuk mengganti gubernur
– gubernur yang tidak kompetitif tersebut dengan
gubernur – gubernur baru, yang tentu saja berasal dari
keturunan bani Umayyah.
19. Permainan politik ini tentu saja diprotes oleh mantan
gubernur – gubernur di berbagai daerah tersebut, hal
ini dimanfaatkan oleh seorang yahudi, Abdullah bin
Saba’ untuk menyebarkan fitnah di kalangan umat
islam Mesir, Kufah dan Bashrah, yang pada prinsipnya
bahwa Utsman telah merebut hak Ali bin Abi Thalib
sebagai seorang khalifah, maka pasukan pemberontak
dari Mesir, Kuffah dan Bashrah secara bersamaan
datang bersama – sama menyerbu Madinah untuk
mendebat Khalifah, namun Ali yang mengetahui hal
ini segera menenagkan mereka dan menjelaskan
duduk persoalannya, sehingga mereka sadar dan
kemudian kembali ke masing – masing daerah.
20. Namun lagi-lagi Abdullah bin Saba’ membuat surat
fitnah atas nama khalifah, Ali dan Aisyah yang di
dalamnya berisi tulisan bahwa khalifah akan
mengundurkan diri dan Ali akan jadi Khalifah,
barangsiapa yang tidak setuju, maka dia akan
dibunuh. Maka mereka pun kembali ke Madinah dan
mengepung kediaman khalifah, hal ini dimanfaatkan
sangat baik oleh Abdullah bin saba’ yang kemudian
mengisukan kedatangan pasukan pembela khalifah
dari berbagai daerah, para pemberontak ini pun
khawatir hingga akhirnya mereka mendesak masuk ke
rumah khalifah Utsman dan kemudian membunuhnya
pada saat dia sedang membaca al – Quran mushaf
Utsmaninya.
21. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa yang
membunuh Utsman adalah al – Ghafiqi. Khalifah
Utsman wafat pada bulam Dzulhijjah tahun 35 H atau
656 M, usia kekuasaannya adalah 12 tahun. Salah satu
kebijakan Utsman selama memerintah adalah
penyatuan bacaan al – Quran dalam satu mushaf
setelah khawatir terjadinya perbedaan cara baca dalam
qiroah sab’ah, kemudian menamainya dengan Rasm
Utsmani dan membakar al – Quran yang lainnya
untuk memelihara persamaan bacaan di antara kaum
muslimin yang pada saat itu sudah sangat luas sekali
kekuasaannya.
22. d. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
(35 – 40 H atau 656 – 661 M)
Namanya Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib,
sepupu Rasulullah, keturunan Quraisy. Dia dibaiat
menjadi khalifah bukan atas kemauan sendiri, namun
karena kemauan para sahabat lain karena
kekhawatiran mereka mengenai konflik yang sedang
terjadi di kalangan umat islam. Ali bukanlah orang
yang pandai dalam hal politik, dia lebih dikenal
sebagai sosok “pintu ilmu” dan juga seorang
pemberani dan tangkas sebagai prajurit dalam medan
perang, banyak orang yang terbunuh di tangannya,
termasuk paman, kakek dan saudara Mu’awiyah yang
ketiganya meninggal akibat pedang Ali.
23. Namun tanpa sadar hal itu malah membuat Ali seolah
– olah sedang menumbuhkan musuh – musuh di
sekelilingnya, seperti Mu’awiyah yang saat itu sangat
membencinya. Ali terbunuh oleh seorang Khawarij
yang bernama Abdurrahman bin Muljam pada saat
akan melaksanakan shalat subuh. Peristiwa ini dipicu
oleh adanya peristiwa pemberontakan sampai perang
jamal antara Ali dan Aisyah serta Mu’awiyah, yang
dikonspirasi oleh Mu’awiyah sebagai usaha balas
dendamnya atas darah keluarganya yang tewas di
tangan Ali bin Abi Thalib. Peristiwa pembunuhan ini
terjadi pada bulan Ramadhan tahun 40 H atau 661 M.
Dengan meninggalnya Ali bin Abu Thalib berakhirlah
periode khulafaur Rasyidin yang kenudian dilanjutkan
oleh periode Bani Umayyah.
24. 2. Aspek Fiqih
Semakin luasnya wilayah islam, maka perkembangan
ijtihad para sahabat pun semakin besar, hal ini disebabkan
munculnya masalah – masalah baru terkait dengan budaya
bangsa era itu sendiri, sebagaimana yang kita ketahui
daerah Makkah mempunyai keberbedaan budaya dengan
daerah Mesir.
Namun justru hal inilah yang kemudian semakin
memperkaya Tsarwah Fiqhiyyah umat islam pada zaman
tersebut. Fiqih atau penggalihan hukum islam pada
periode Khulafa’ur Rasyidin ini terasa sangat hidup dan
semarak. Beberapa ikhtilaf mulai muncul, meskipun lebih
kecil dibanding periode berikutnya, seiring dengan
perkembangan fiqih itu sendiri.
25. Selain periwayatan hadits yang sangat ketat, pada
periode ini ijtihad seringkali dilakukan secara jama’i
sehingga ruang ijtihad yang begitu luas itu jarang
menimbulkan ikhtilaf. Pada periode ini fatwa – fatwa
dan masa’il fiqih belum ditulis seperti juga sunnah.
Kendati demikian, kita mulai dapat
mengklasifikasikan kaidah – kaidah ushuliyah dan
metode ijtihad yang digunakan oleh fuqaha’ sahabat
dalam melakukan ijtihad. Dalam banyak hal, fatwa-
fatwa dan masa’il fiqhiyah itu memang masih
bercampur dengan dalil – dalil dan kaidah – kaidah
Istidlal.
26. B. SUMBER - SUMBER TASYRI’
1. Al – Quran
Al – Quran adalah sumber primer dalam penggalian atau
pembentukan hukum islam, apakah itu pada masa Nabi,
Sahabat, Tabi’in hingga sekarang peran al – Quran sebagai
Sumber Hukum Islam Pertama atau primer yang wajib
didahulukan daripada sumber hukum lainnya. Al – Quran
adalah kalam Allah yang diimplementasikan dalam bentuk
kalam insan yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW
bertahap – tahap sesuai dengan permasalahan yang terjadi
di sekitar Nabi pada masa itu, atau permasalahan yang
ditanyakan kepada Nabi, atau hal – hal lainnya yang belum
diketahui manusia.
27. Pengimplementasian al – Quran dalam bentuk kalam
insan ini terjadi karena Sang Pemilik Kalam (Allah
swt) menghendaki agar kalamNya dapat dipahami
untuk dijadikan sebuah pedoman, disebarkan,
diajarkan kepada seluruh umat manusia. Sehingga jika
hal ini yang dinginkan maka tentu saja didalam kalam
Insan tersebut harus memuat unsur – unsur esensial
yang dapat diterima dan diterapkan di berbagai space,
time and people di seluruh dunia.
28. 2. Al – Hadits
Bila ada suatu masalah hukum yang tidak terdapat
pada al – Quran, maka selanjutnya para sahabat selalu
mengembalikan permasalahan hukum tersebut
kepada al – Hadits selaku sumber hukum kedua
(Sekunder). Hal ini juga berlaku umum untuk seluruh
masa perkembangan hukum islam. Pada masa
Khulafa’ur Rasyidin, proses Takhrijul Hadits Listinbatil
Hukmi benar – benar diawasi dengan sangat ketat,
agar tidak ada satupun hadits yang diriwayatkan oleh
perowi dalam keadaan maudhu’ atau dibuat – buat.
Bahkan sahabat Abu bakar dan Umar pun
mensyaratkan para perowi untuk menyebutkan para
rijalul haditsnya ketika meriwayatkan suatu hadits
tertentu.
29. 3. Ijtihad Sahabat
Jika dalam suatu permasalahan yang muncul itu tidak
ditemukan hukumnya dalam al – Quran maupun
Hadits, maka para sahabat pun berijtihad dengan
menggunakan Ro’yu atau buah pemikiran mereka.
Ijtihad adalah mencurahkan segenap kesungguhan
dalam penggalian hukum syar’i yang bersumber dari
al – Quran dan Hadits yang telah ditetapkan sebagai
dalil hukum. Ijtihad yang dilakukan para sahabat
dalam periode ini biasanya menggunakan metode
ijma’ atau qiyas, baru kemudian maslahah.
30. Ijma’ terjadi secara jama’i terhadap suatu
permasalahan, namun pada masa ini ijma’ tidak harus
dalam suatu acara yang formal namun bisa berbentuk
diskusi atau tanya jawab antara dua orang sahabat atau
lebih, yang walaupun biasanya masing – masing punya
metode sendiri – sendiri sehingga jarang sekali terjadi
penyatuan pendapat, namun perbedaan ini tidak
sampai menimbulkan konflik di kalangan umat islam
itu sendiri, hal ini malah mampu menambah tsarwah
fiqhiyyah mereka.
31. C. SEBAB – SEBAB IKHTILAF PADA
MASA SAHABAT
Sebab – sebab ikhtilaf yang terjadi pada masa
pemerintahan para sahabat sangatlah banyak, yang akan
kami sebutkan sebagai berikut :
1. Perbedaan dalam memahami nash al-Quran dan Hadits.
Hal ini disebabkan karena ketidak jelasan batasan antara
pengertian nash dan perbedaan persepsi di kalangan
sahabat, seperti lafadz ( القرء) dalam firman Allah Ta’ala
( قروء ثالثة بأنفسهن يتربصن والمطلقة) Umar dan ibnu Mas’ud
mengartikan bahwa ( القرء) bermakna haid, sedangkan Zaid
bin Tsabit mengartikannya dengan suci, dan tiap-tiap
pendapat memiliki argument yang menguatkannya
masing-masing.
32. 2. Munculnya dua persoalan yang merujuk pada dua
nash yang saling berlawanan.
Para fuqoha pun sepakat bahwa masalah seperti ini
harus diselesaikan dengan beberapa tahapan atau
metode sebagai berikut :
Mencari benang merah antara kedua ayat tersebut,
bila tidak ditemukan maka menggunakan metode
kedua.
Metode At-Tarjih yaitu mengunggulkan satu nash
hukum dengan nash hukum lainnya karena ada dalil
yang menguatkannya, bila tidak ditemukan dalil yang
menguatkannya maka dipakailah metode ketiga.
33. Metode Nasakh yaitu hukum nash yang pertama
dihapus oleh hukum nash kedua yang datang
belakangan. Contohnya masalah iddah wanita hamil
yang ditinggal mati suaminya, apakah dia beriddah
hamil atau beriddah kematian suaminya?. Dalam al-
Quran disebutkan :“…Dan perempuan-perempuan
yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya..”. (QS. At-Thalaq :
4). Di ayat lain disebutkan : “Orang-orang yang
meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-
Baqarah : 234).
34. Dalam hal ini Ibnu Abbas mencari benang merah dari
kedua nash di atas dan beliau kemudian berpendapat
bahwa iddahnya adalah masa iddah yang paling lama
dari dua masa iddah tersebut, sedangkan Ibnu Mas’ud
hukum ayat pertama menghapus hukum ayat kedua,
maksudnya meskipun belum 40 bulan 10 hari jika
sudah melahirkan maka berakhirlah masa iddahnya,
hal ini diperkuatnya dengan hadits nabi yang
menerangkan bahwa nabi mengizinkan Subai’ah al-
Aslamiyah untuk menikah lagi setelah melahirkan
anaknya beberapa hari semenjak kematian suaminya.
35. 3. Sebagian fuqoha’ memutuskan suatu peristiwa
berdasarkan pengetahuannya dari sunnah, sementara yang
lain belum mendapatkannya atau menganggapnya tidak
memenuhi syarat untuk disebut sebagai hadits shahih.
Contoh: Perbedaan pendapat antara Ali bin Abi Thalib
dengan Ibnu Mas’ud dalam masalah maskawin (mahar)
wanita yang ditinggal mati suaminya sebelum mengadaka
hubungan suami istri. Hal itu juga disebabkan karena pada
zaman tersebut sunnah atau hadits-hadits Nabi belum
dibukukan, maka tingkat kuantitas hadits yang didapat
dan dihafal oleh para sahabat juga relatif beda antara satu
dan yang lain, tergantung seberapa seringnya mereka
berinteraksi langsung dengan Rasulullah SAW semasa
hidupnya, atau kepada para sahabat periwayat hadits.
36. 4. Perbedaan kaidah dan metode ijtihad dari para fuqoha’.
Yang kemudian memunculkan beberapa perbedaan
penggunaan kaidah dan metode ini, dan muncullah
beberapa perbedaan pendapat dalam satu persoalan yang
sama, yang sebenarnya hal ini akan mampu memperkaya
tsarwah fiqhiyyah. Contohnya perbedaan penentuan illat
hukum. Ini terjadi ketika seorang sahabat ingin
mengetahui sebab suatu peristiwa hukum.
Contoh: Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa nabi
Muhammad SAW mempercepat langkah ketika tawaf
dengan lari-lari kecil, kemudian sebagian besar sahabat
berkata: ”lari-lari kecil ketika tawaf itu sunnah”. Ibnu
Abbas berkata: ” tidak sunnah”. Langkah nabi dipercepat
karena orang musyrik menghina orang islam yang
kelihatan loyo ketika berthawaf. Ketegaran langkah itu
ditunjukkan oleh Nabi SAW agar tidak dikatakan loyo.
37. 5. Mungkin ini yang paling penting, yaitu bahwa
kebebasan dan kesungguhan para fuqoha dalam
melakukan ijtihad terhadap berbagai masalah yang
mereka hadapi. Kebebasan dan kesungguhan itulah
yang menjadi sumber konseptualisasi dan
redinamisasi fiqih periode ini.