PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATAN BERAT
BADAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MALIGANO
KECAMATAN MALIGANO KABUPATEN MUNA
PERIODE JULI 2016
Karya Tulis
PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATAN BERAT
BADAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MALIGANO
KECAMATAN MALIGANO KABUPATEN MUNA
PERIODE JULI 2016
Karya Tulis
PENDEKATAN dalam PENGEMBANGAN KURIKULUM.Grace Ginting
this is the presentation that I've made. mmmm.. hope You like it and I Hope too this Presentation Useful for you.
Me : Grace Clara Lydia Br. Ginting, Students of Universitas Prima Indonesia Medan. :)
PENDEKATAN dalam PENGEMBANGAN KURIKULUM.Grace Ginting
this is the presentation that I've made. mmmm.. hope You like it and I Hope too this Presentation Useful for you.
Me : Grace Clara Lydia Br. Ginting, Students of Universitas Prima Indonesia Medan. :)
Tugas individu perspektif pendidikan Modul 10Septi Dewi
SARANA PRASARANA DAN KETERJANGKAUAN WILAYAH
Seperti yang telah kita ketahui bersama, selain terbatasnya tenaga guru, kendala proses belajar-mengajar yang selama ini ditemukan adalah kurang memadainya sarana dan prasarana penunjang yang ada. Bagi yang kebetulan mengajar di daerah yang secara geografis terpencil, mungkin saat ini Anda merasakan bahwa apa yang disampaikan merupakan kenyataan yang setiap hari Anda temukan. Bagi yang mengajar di tempat yang telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, berikut adalah contoh yang layak untuk direnungkan bagaimana proses pembelajaran yang semestinya dilakukan. Untuk memperjelas pemahaman Anda, perhatikan contoh-contoh berikut ini
METODE PEMBELAJARAN
Beberapa guru mengajarkan bukan bidang yang dikuasainya. Misalnya guru Agama mengajarkan Bahasa Inggris
Masih banyak guru yang mengajar hanya menggunakan model yang itu-itu saja, karena kurang menguasai berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak
Guru mengajar lebih senang dengan caranya sendiri dan kurang memperhatikan yang disenangi anak
Ketidakmerataan Guru
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah salah satu strategi pembelajaran yang berhubungan dengan:
PAKEM
Pembelajaran Kooperatif dan Kolaboratif
Tujuan pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik siswa meningkat, siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya dan pengembangan keterampilan sosial
Pengertian MODEL PEMBELAJARAN KREATIF & PRODUKTIF adalah model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.
R Kolaborasi Modul 1.4 A6_Sesi 1_09.00.pptxkhoirulfuad6
As we all know, cars create pollution, and cause a lot of road deaths and other accidents.
Firstly, cars, as we all know, contribute to most of the pollution in the world.Cars emit a deadly gas that causes illnesses such as bronchitis, lung cancer, and ‘triggers’ off asthma. Some of these illnesses are so bad that people can die from them.
Secondly, the city is very busy. Pedestrians wander everywhere and cars commonly hit pedestrians in the city, which causes them to die. Cars today are our roads biggest killers.
Thirdly, cars are very noisy. If you live in the city, you may find it hard to sleep at night, or concentrate on your homework, and especially talk to someone.
In conclusion, cars should be banned from the city for the reasons listed.
Learning from Television
Traditionally, educators have perceived television as not particularly beneficial to literacy development. Concerns were fueled by findings suggesting that with the introduction of television people spend less time reading books and reading scores decline. As our society is striving to make adjustments to the decline in literacy skills, new ways of learning and teaching are being explored, educators are becoming interested in exploring the educational potential of television. Therefore, the interest in television as an educational medium has increased for several reasons.
First, existing educational television programs that were developed to enhance the literacy development of both children and adults have been quite successful in achieving their intended outcomes. This has been reported in several researches dealing with such things such as television supported distance learning programs from the Open University in Great Britain.
Second, because television is a very accessible medium, it has the potential to reach learners that have not been able to participate in traditional adult literacy programs. Television is accessible both in terms of its technology and in terms of its content. By
1985, 99% of all US households had a least one television set. Moreover, viewers are intimately familiar with the content of television and tend to associate it with pleasurable experience because of its power to entertain
Finally, the development of new visual technologies makes it possible to provide users with more control and interactivity and thus to adapt televised instruction to the needs of a variety of learners and learning styles.
To conclude, many teachers in UK are recently becoming aware to benefit the potential of television programs to support the teaching processes.
Learning from Television
Traditionally, educators have perceived television as not particularly beneficial to literacy development. Concerns were fueled by findings suggesting that with the introduction of television people spend less time reading books and reading scores decline. As our society is striving to make adjustments to the decline in literacy skills, new ways of learning and teaching are being explored, edu
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
1. Tugas Individu
MATA KULIAH
TUGAS AKHIR PROGRAM (TAP)
Oleh
Nama : Wahyuningsih
NIM : 819 768 321
Pokjar : Raha C
Semester : 10 2014.1
UNIVERSITAS TERBUKA
PROGRAM STUDI S1-PGSD
2014
2. Kasus I
Ibu Ayu adalah seorang guru kelas 4 di sebuah SD yang terletak di daerah pegunungan. Dalam
mata pelajaran matematika tentang pecahan, Ibu Ayu menjelaskan cara menjumlahkan pecahan
dengan memberi contoh di papan tulis. Salah satu penjelasannya adalah sebagai berikut:
Ibu Ayu:
"Perhatikan anak-anak, kalau kita menjumlahkan pecahan, penyebutnya harus disamakan
terlebih dahulu, kemudian pembilangnya dijumlahkan. Perhatikan contoh berikut: 1/2 + 1/4 = 2/4
+ 1/4 = 3/4. Perhatikan lagi contoh ini: 1/2 + 1/3 = 3/6 + 2/6 = 5/6. Jadi yang dijumlahnya adalah
pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.Mengerti anak-anak?"
Anak-anak diam, mungkin mereka bingung.
Ibu Ayu:
Pasti sudah jelas, kan. Nah sekarang coba kerjakan soal-soal ini."
Ibu Ayu menulis 5 soal di papan tulis dan anak-anak mengeluarkan buku latihan. Secara
berangsur-angsur mereka mulai mengerjakan soal, namun sebagian besar anak ribut karena tidak
tahu bagaimana cara mengerjakannya. Hanya beberapa anak yang tampak mengerjakan soal,
yang lain hanya menulis soal, dan ada pula yang bertengkar dengan temannya. Selama anak-anak
bekerja Ibu Ayu duduk di depan kelas sambil membaca.
Setelah selesai, anak-anak diminta saling bertukar hasil pekerjaannya. Ibu Ayu meminta seorang
anak menuliskan jawabannya di papan tulis.Tetapi karena jawaban itu salah, Ibu Ayu lalu
menuliskan semua jawaban di papan tulis. Kemudian anak-anak diminta memeriksa pekerjaan
temannya, dan mencocokkan dengan jawaban di papan tulis. Alangkah kecewanya Ibu Ayu
ketika mengetahui bahwa dari 20 anak, hanya seorang yang benar semua, sedangkan seorang lagi
benar 3 soal, dan yang lainnya salah semua.
Pertanyaan Kasus 1
1. Identifikasi 3 kelemahan pembelajaran yang dilakukan Ibu Ayu dalam kasus di atas.
Berikan alasan mengapa itu anda anggap sebagai kelemahan. (skor 6).
3. 2. Jika anda yang menjadi Ibu Ayu, jelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan
anda tempuh untuk mengajarkan pecahan dengan penyebut yang berbeda. Beri alasan
mengapa langkah-langkah itu yang anda tempuh. (skor 15)
JAWABAN KASUS I
1. Tiga (3) kelemahan pembelajaran Ibu Ayu adalah:
a. Ibu Ayu tidak menjelaskan bagaimana menyelesaikan soal secara bertahap,
misalnya pada kasus tersebut tampak Ibu Ayu sama sekali tidak menjelaskan
bagaimana caranya untuk menyamakan penyebut bilangan pecahan. Penjelasannya
terlalu singkat sehingga tidak jelas. Padahal penjelasan yang runtut, jelas dan logis
selangkah demi selangkah diperlukan untuk membuat siswa mudah memahami
penjumlahan pecahan tersebut.
b. Ibu Ayu tidak mengecek pemahaman siswanya dengan baik. Ia hanya menanyakan
"Mengerti anak-anak?". Pertanyaan model ini tidak dapat mengecek pemahaman
siswa. Seharusnya ia menanyakan langkah-langkah menjumlahkan pecahan secara
langsung, misalnya dengan menanyakan, "Mengapa penyebut pada langkah
penjumlahan pecahan itu diubah menjadi 4 dan 6?" dan sebagainya. Pertanyaan
langsung mengarah ke materi pelajaran, bukan menanyakan apakah anak mengerti
atau tidak saja.
c. Ibu Ayu tidak membimbing siswa, setelah memberikan 5 soal latihan, alih-alih
berkeliling memberikan bantuan pada siswa yang membutuhkan, ia malah duduk di
depan kelas (di kursinya) sambil membaca.
2. Jika saya menjadi Ibu Ayu maka langkah-langkah yang akan saya lakukan adalah sebagai
berikut:
KEGIATAN PENDAHULUAN
Melakukan apersepsi
Memberikan motivasi
Menyampaikan tujuan pembelajaran
4. KEGIATAN INTI
Memberikan sebuah contoh soal tentang penjumlahan pecahan yang memiliki
penyebut yang berbeda, misal 1/4 + 1/2
Menyajikan langkah-langkah demi langkah cara menyelesaikan contoh soal tersebut
secara runtut, rinci, jelas, dan logis kepada siswa.
Memberikan sebuah contoh soal lagi, misal 1/3 + 1/4
Meminta siswa untuk berpartisipasi secara bergantian untuk menyelesaikan soal
tersebut selangkah demi selangkah, sembari mengecek pemahaman setiap siswa.
Membantu siswa yang mengalami kesulitan pada langkah-langkah yang dilakukan
untuk menyelesaikan soal tersebut.
Memberi sebuah contoh soal lagi, misalnya 1/2 + 1/5.
Kembali meminta siswa mengerjakan soal tersebut, kali ini secara berpasangan
dengan teman sebangku mereka (teman yang duduk berdekatan) masing-masing.
Meminta siswa mengecek hasil pekerjaan mereka dengan membandingkannya
dengan hasil pekerjaan pasangan lainnya.
Meminta mereka mendiskusikan apabila terdapat perbedaan jawaban, sembari guru
memberikan bimbingan bila diperlukan.
Memberikan soal latihan sebanyak 5 buah contoh soal untuk dikerjakan.
Mengecek jawaban siswa dengan meminta beberapa orang menuliskan jawaban
mereka masing-masing di papan tulis.
memfasilitasi diskusi kelas apabila terdapat perbedaan-perbedaan jawaban siswa.
PENUTUP
Mengajak siswa merefleksi dan menyimpulkan pembelajaran yang telah diikuti.
Memberikan tugas rumah (PR) dan meminta siswa belajar untuk materi pada
pertemuan berikutnya.
5. Kasus II
Ibu Ningsih mengajar di kelas 1 SD 20 Sawerigadi Kecamatan Barangka Kabupaten Muna.
Suatu hari Ibu Ningsih mengajak anak-anak berbincang-bincang mengenai sayur-sayuran yang
banyak dijual di pasar. Anak-anak diminta menyebutkan sayur yang paling disukainya dan
menuliskannya di buku masing-masing.Anak-anak kelihatan gembira dan berlomba
menyebutkan dan menuliskan sayur yang disukainya. Pada akhir perbincangan Ibu Ningsih
meminta seorang anak menuliskan nama sayur yang sudah disebutkan, sedangkan anak-anak lain
mencocokkan pekerjaannya dengan tulisan di papan.
Setelah selesai anak-anak diminta membuat kalimat dengan menggunakan kata-kata yang ditulis
di papan tulis.
Ibu Ningsih
"Anak-anak, lihat kata-kata ini. Ini nama sayur-sayuran. Baca baik-baik, buat kalimat dengan
kata-kata itu ya."
Anak-ank menjawab serentak:
"Ya, Bu."
Kemudian Ibu Ningsih pergi ke mejanya dan memperhatikan apa yang dilakukan anak-anak.
Karena tak seorangpun yang mulai bekerja, Ibu Ningsih kelihatan tidak sabar.
"Cepat bekerja, dan angkat tangan jika sudah punya kalimat." kata Ibu Ningsih dengan suara
keras.Anak-anak kelihatan bingung, namun Ibu Ningsih diam saja dan tetap duduk di kursinya.
Perhatian anak-anak menjadi berkurang, bahkan ada yang mulai mengantuk, dan sebagian mulai
bermain-main. Mendengar suara gaduh, Ibu Ningsih dengan keras menyuruh anak-anak diam
dan menunjuk seorang anak untuk membacakan kalimatnya. Anak yang ditunjuk diam karena
tidak punya kalimat yang akan dibacakan. Ibu Ningsih memanggil kembali dengan suara keras
agar semua anak membuat kalimat.
6. Pertanyaan Kasus II
1. Pendekatan pembelajaran mana yang sebaiknya diterapkan oleh Ibu Ningsih ketika
mengajar tentang sayur-sayuran untuk anak-anak kelas 1? Berikan alasan, mengapa
pendekatan tersebut yang anda anggap sesuai. (skor 3).
2. Kembangkan topik sayur-sayuran yang akan anda sajikan dengan pendekatan yang anda
sebut pada nomor 2 (skor 5)
JAWABAN KASUS II
1. Pendekatan yang sebaiknya digunakan oleh Ibu Ningsih untuk anak-anak kelas 1 ini
adalah pembelajaran terpadu (tematik), karena pemikiran anak-anak kelas 1 masih
bersifat holistik. Selain itu pembelajaran tematik membuat siswa lebih aktif (terlibat aktif
dalam pembelajaran), fleksibel dan sesuai dengan minat dan perkembangan siswa.
2. Apabila kita mengajarkan pembelajaran tematik di kelas 1 dengan tema sayur-sayuran,
maka tema ini dapat dikembangkan untuk membelajarkan siswa pada berbagai mata
pelajaran yang terkait dengan tema itu, misalnya: untuk mata pelajaran bahasa, siswa
dapat diminta menuliskan jenis-jenis sayuran yang biasa mereka jumpai di pasar, untuk
mata pelajaran IPA siswa dapat diajak untuk mengenal bagian-bagian tumbuhan yang
digunakan sebagai sayuran seperti daun, batang, bunga, buah, atau umbi. Pada mata
pelajaran PKn misalnya, guru dapat mengajarkan perilaku jujur dalam kegiatan jual beli
di pasar, serta untuk pelajaran Penjaskes, bahwa untuk tumbuh sehat, kita membutuhkan
zat-zat bergizi berupa vitamin yang terdapat dalam sayur-sayuran yang kita konsumsi.
7. KASUS III
Ibu Ani mengajar di kelas 1 SD. Suatu hari, Ibu Ani membacakan sebuah cerita. Anak-anak
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.Setelah selesai membacakan cerita tersebut, Bu Ani
bertanya kepada anak-anak.
Bu Ani: “Siapa nama anak yang pintar dalam cerita tadi?”
Anak-anak menjawab serentak: “Dewi”.
Bu Ani: “ Bagus sekali anak-anak, sekarang coba tulis nama Dewi di buku masing-masing”.
Semua anak segera menulis.Bu Ani berkeliling mengamati anak-anak menulis. Setelah semua
anak kelihatan selesai menulis, Bu Ani meminta seorang anak maju ke depan untuk menuliskan
kata dewi di papan tulis.
Bu Ani “Siapa yang tulisannya sama dengan yang di papan tulis?”
Semua anak mengangkat tangan. Bu Ani melanjutkan pertanyaan.
Bu Ani: “Dewi tinggal di mana anak-anak? Yang menjawab, angkat tangan”
Semua anak mengangkat tangan.Bu Dewi menunjuk seorang anak.
Tika: “Di desa, Bu”.
Dari jawaban ini, Bu Ani mengajak anak-anak bercerita tentang jenis-jenis tumbuhan yang ada di
desa, tentang sawah, tentang penerangan yang digunakan orang-orang di desa, tentang jual beli
di pasar desa, dan tentang sungai yang airnya sangat jernih dengan ikan-ikan yang berenang hilir
mudik. Cerita itu menjadi menarik karena Bu Ani juga membawa gambar-gambar yan menarik
tentang desa, yang dipajangnya di papan tulis.
8. Pertanyaan:
1. Dilihat dari topik-topik yang dicakup dalam pembelajaran di atas, model pembelajaran apa
yang diterapkan oleh Bu Ani? Jelaskan secara singkat 3 (tiga) karakteristik model
pembelajaran tersebut.
2. Apakah model pembelajaran tersebut sesuai untuk anak kelas I? Dukung jawaban Anda
dengan 3 (tiga) alasan yang terkait dengan perkembangan anak dan teori belajar.
JAWABAN KASUS III
1. Model pembelajaran yang diterapkan oleh Bu Ani adalah model pembelajaran terpadu.
3 (tiga) karakteristik model pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut:
Berpusat pada siswa (student centered). Pada dasarnya pembelajaran terpadu
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa
baik secara individu maupun secara kelompok. Siswa aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus
dikuasainya sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan. Pembelajaran terpadu
mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk semacam
jalinan antarskemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga akan berdampak pada
kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil nyata yang didapat dari segala
konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang
dipelajari, dan mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Dengan ini,
dapat diharapkan kemampuan siswa untuk menerapkan perolehan belajaranya pada
pemecahan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya.
Belajar melaui proses pengalaman langsung. Pada pembelajaran terpadu siswa
diprogramkan untuk terlibat secara langsung pada konsep dan prinsip yang dipelajari
dan memungkinkan siswa belajar dengan melakukan kegiatan secara langsung,
sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa
yang mereka alami, bukan sekedar informasi dari gurunya. Guru lebih banyak
9. bertindak sebagai fasilitator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai.
Sedangkan siswa, berperan sebagaipencari fakta dan informasi untuk
mengembangkan pengetahuannya
Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata. Pada pembelajaran terpadu
dikembangkan pendekatan penemuan terbimbing (discovery inquiry) yang
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran terpadu
dilaksanakan dengan mempertimbangkan minat dan kemampuan siswa sehingga
memungkinkan siswa untuk terus-menerus termotivasi untuk belajar.
Sarat dengan muatan keterkaitan. Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada
pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran
sekaligus, tidak dari sudut pandangnya yang terkotak-kotak sehingga memungkinkan
siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada
gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi dan
menghadapi kejadian yang ada.
Bersifat fleksibel. Pembelajaran terpadu bersifat luwes (fleksibel), dimana guru
dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan
dimana sekolah dan siswa berada.
2. Model pembelajaran yang sesuai untuk anak kelas I adalah pemelajaran terpadu, sebab:
a. Sesuai dengan cara belajar anak. Anak yang duduk di kelas awal SD dalah anak
yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini merupakan masa
perkembangan yang sangat penting dan sering disebut periode emas (the golden
years). Siswa pada usia seperti anak kelas 1 SD masih melihat segala sesuatu sebagai
satu keutuhan, satu keterpaduan (berpikir holistik) dan memahami hubungan antar
konsep secara sederhana. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran
sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan
proses akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk
10. menafsirkan objek). Belajar dimaknai sebagai proses interaksi anak dengan
lingkungannya.
b. Sesuai dengan tahap perkembangan intelektual anak yang berada pada tahap operasi
konkret. Anak-anak belajar dari hal-hal konkret, yakni yang dapat dilihat, dapat
didengar, dapat diraba, dapat dirasa, dan dapat dibaui. Proses pembelajaran masih
bergantung pada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami mereka secara
langsung, di mana hal ini sesuai dengan falsafah belajar bermakna (meaningful
learning). Pembelajaran terpadu mengakomodasi kebutuhan anak untuk belajar dari
hal-hal yang konkret sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ibu Pratiwi. Belajar
bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar
menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang telah dipelajari akan
dipahami dengan baik dan tak mudah dilupakan.
c. Saat proses belajar melalui pembelajaran terpadu, setiap anak, termasuk anak kelas 1
SD, tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi juga
berupa kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman
yang lebih utuh. Ini juga sejalan dengan falsafah konstruktivisme yang menyatakan
bahwa anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek,
fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer
begitu saja dari seorang guru kepada anak.
jajJA