Menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang dimana efek vasokonstriksinya menghilang.
Setelah diistirahatkan beberapa hari, efek vasokonstriksi akan timbul kembali.
1. Dokumen ini membahas berbagai jenis obat anti jamur topikal seperti griseofulvin, imidazole, triazole, tolnaftat, tolsiklat, nistatin, dan beberapa anti jamur topikal lainnya.
2. Mekanisme kerja, indikasi, efek samping, dan sediaan dari masing-masing obat anti jamur topikal dijelaskan secara singkat.
3. Informasi mengenai asal, kimia, aktivitas anti jamur, dan far
Dokumen tersebut membahas beberapa jenis dermatitis, termasuk definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Jenis-jenis dermatitis yang dijelaskan antara lain dermatitis numularis, dermatitis kontak alergika, neurodermatitis, dishidrosis, dermatitis atopi, dan dermatitis kontak iritan.
Pasien mengalami demam dan bintik-bintik merah di seluruh tubuh setelah minum obat yang diberikan dokter untuk demam. Gejala semakin parah hingga pasien dirawat di rumah sakit. Dokter mendiagnosis pasien mengalami eritroderma yang kemungkinan disebabkan oleh reaksi alergi terhadap obat.
Dokumen ini membahas tentang dermatitis dan eczema, termasuk penyebabnya, gejalanya, lokasi ruam yang umum, faktor pemberat, kapan pasien harus dirujuk, dan pengobatan farmakologis seperti emolien, antipruritik, antihistamin, dan kortikosteroid dengan kekuatan yang berbeda beserta petunjuk pemakaiannya.
1. Dokumen ini membahas berbagai jenis obat anti jamur topikal seperti griseofulvin, imidazole, triazole, tolnaftat, tolsiklat, nistatin, dan beberapa anti jamur topikal lainnya.
2. Mekanisme kerja, indikasi, efek samping, dan sediaan dari masing-masing obat anti jamur topikal dijelaskan secara singkat.
3. Informasi mengenai asal, kimia, aktivitas anti jamur, dan far
Dokumen tersebut membahas beberapa jenis dermatitis, termasuk definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Jenis-jenis dermatitis yang dijelaskan antara lain dermatitis numularis, dermatitis kontak alergika, neurodermatitis, dishidrosis, dermatitis atopi, dan dermatitis kontak iritan.
Pasien mengalami demam dan bintik-bintik merah di seluruh tubuh setelah minum obat yang diberikan dokter untuk demam. Gejala semakin parah hingga pasien dirawat di rumah sakit. Dokter mendiagnosis pasien mengalami eritroderma yang kemungkinan disebabkan oleh reaksi alergi terhadap obat.
Dokumen ini membahas tentang dermatitis dan eczema, termasuk penyebabnya, gejalanya, lokasi ruam yang umum, faktor pemberat, kapan pasien harus dirujuk, dan pengobatan farmakologis seperti emolien, antipruritik, antihistamin, dan kortikosteroid dengan kekuatan yang berbeda beserta petunjuk pemakaiannya.
Obat-obatan yang dapat mengurangi hipersensitivitas tipe lambat meliputi kortikosteroid seperti triamcinolone, mometasone, dan prednisone. Kortikosteroid memiliki sifat anti-inflamasi dan dapat menekan peradangan dengan menghambat migrasi leukosit dan pelepasan mediator peradangan.
Dokumen tersebut membahas tentang erupsi obat, yang didefinisikan sebagai respons berlebihan terhadap obat pada dosis normal. Erupsi obat dapat terjadi karena mekanisme imunologis maupun non-imunologis, dengan manifestasi klinis berupa ruam atau kelainan kulit lain. Diagnosis memerlukan riwayat obat yang dikonsumsi pasien beserta gejala klinisnya, sementara pengobatan berfokus pada menghentikan pengg
Laporan kasus ini membahas sindrom Stevens Johnson pada seorang wanita berusia 29 tahun yang dirujuk ke poliklinik kulit dengan keluhan munculnya gelembung berisi cairan, lepuh, dan ruam merah yang gatal dan menjalar selama 5 hari. Pasien juga memiliki riwayat epilepsi. Pemeriksaan fisik menunjukkan lesi kulit eritematosa dengan plak, skuama, erosi, dan deskuamasi. Diagnosis sindrom Stevens Johnson ditegakkan
Dokumen ini membahas penanganan kerutan wajah secara noninvasif menggunakan modalitas topikal dan tindakan kosmetik. Beberapa pilihan modalitas noninvasif yang dibahas meliputi produk kosmeceutikal seperti asam alfa-hidroksi, asam polihidroksi, pelembap, retinoid topikal, antioksidan, dan peptida. Dokumen ini juga menjelaskan mekanisme kerja dan manfaat dari berbagai pilihan tersebut d
Makalah ini membahas tentang obat kulit dermantologikum, yang meliputi pengertian obat kulit dermantologikum sebagai obat yang diberikan secara topikal untuk mengobati gangguan kulit, serta macam-macam obat kulit dermantologikum seperti antibiotik, antijamur, antiradang, dan lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang mata kuliah farmakologi yang membahas obat antibiotik dan anti jamur. Dokumen tersebut menjelaskan pengertian, golongan, mekanisme kerja, dan manfaat dari obat antibiotik dan anti jamur beserta contoh-contoh obatnya.
Seminar Presntation Treatment Of Melasma.pptxLutfiMK
Acquired pigmentary disorder that occurs mainly in women (more than 90% of cases) of all racial and ethnic groups, but particularly affects those with Fitzpatrick skin types IV–VI
Acquired bilateral symmetrical hypermelonosis
Irregular light to gray brown macule and patch
Ill defined margin
Involved sun exposure area
Distribution of melasma-
Central facial pattern (63%) : cheek, forehead, nose, chin
Malar pattern (21%) : cheek, nose
Mandibular pattern (16%) :chin
Udara masuk melalui hidung, melewati faring, laring, trakea dan bronkus. Dari bronkus udara masuk ke paru-paru melalui bronkiolus. Udara akan berakhir di alveolus, di sinilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigen akan diserap oleh darah dan karbondioksida akan dikeluarkan melalui hembusan nafas.
Obat-obatan yang dapat mengurangi hipersensitivitas tipe lambat meliputi kortikosteroid seperti triamcinolone, mometasone, dan prednisone. Kortikosteroid memiliki sifat anti-inflamasi dan dapat menekan peradangan dengan menghambat migrasi leukosit dan pelepasan mediator peradangan.
Dokumen tersebut membahas tentang erupsi obat, yang didefinisikan sebagai respons berlebihan terhadap obat pada dosis normal. Erupsi obat dapat terjadi karena mekanisme imunologis maupun non-imunologis, dengan manifestasi klinis berupa ruam atau kelainan kulit lain. Diagnosis memerlukan riwayat obat yang dikonsumsi pasien beserta gejala klinisnya, sementara pengobatan berfokus pada menghentikan pengg
Laporan kasus ini membahas sindrom Stevens Johnson pada seorang wanita berusia 29 tahun yang dirujuk ke poliklinik kulit dengan keluhan munculnya gelembung berisi cairan, lepuh, dan ruam merah yang gatal dan menjalar selama 5 hari. Pasien juga memiliki riwayat epilepsi. Pemeriksaan fisik menunjukkan lesi kulit eritematosa dengan plak, skuama, erosi, dan deskuamasi. Diagnosis sindrom Stevens Johnson ditegakkan
Dokumen ini membahas penanganan kerutan wajah secara noninvasif menggunakan modalitas topikal dan tindakan kosmetik. Beberapa pilihan modalitas noninvasif yang dibahas meliputi produk kosmeceutikal seperti asam alfa-hidroksi, asam polihidroksi, pelembap, retinoid topikal, antioksidan, dan peptida. Dokumen ini juga menjelaskan mekanisme kerja dan manfaat dari berbagai pilihan tersebut d
Makalah ini membahas tentang obat kulit dermantologikum, yang meliputi pengertian obat kulit dermantologikum sebagai obat yang diberikan secara topikal untuk mengobati gangguan kulit, serta macam-macam obat kulit dermantologikum seperti antibiotik, antijamur, antiradang, dan lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang mata kuliah farmakologi yang membahas obat antibiotik dan anti jamur. Dokumen tersebut menjelaskan pengertian, golongan, mekanisme kerja, dan manfaat dari obat antibiotik dan anti jamur beserta contoh-contoh obatnya.
Seminar Presntation Treatment Of Melasma.pptxLutfiMK
Acquired pigmentary disorder that occurs mainly in women (more than 90% of cases) of all racial and ethnic groups, but particularly affects those with Fitzpatrick skin types IV–VI
Acquired bilateral symmetrical hypermelonosis
Irregular light to gray brown macule and patch
Ill defined margin
Involved sun exposure area
Distribution of melasma-
Central facial pattern (63%) : cheek, forehead, nose, chin
Malar pattern (21%) : cheek, nose
Mandibular pattern (16%) :chin
Udara masuk melalui hidung, melewati faring, laring, trakea dan bronkus. Dari bronkus udara masuk ke paru-paru melalui bronkiolus. Udara akan berakhir di alveolus, di sinilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigen akan diserap oleh darah dan karbondioksida akan dikeluarkan melalui hembusan nafas.
Mesotherapy employs multiple microinjections of pharmaceutical medications, amino acids, vitamins and others into the mesoderm. It was first described in 1952 as a way to treat various skin conditions. The document discusses mesotherapy protocols and ingredients for hair loss, facial rejuvenation, pigmentation, localized fat reduction and cellulite treatment. It provides details on injection sites, depths and techniques. A new technique called mesoporation is also introduced which allows solutions to penetrate the skin without needles using controlled electrical pulses.
remove the outer layers of skin to improve overall skin function and enhance appearance.
helps to stimulate cell renewal, and regenerate a healthier epidermis and dermis.
Superficial peels have few risks of complications
Cysteamine is a naturally occurring antioxidant that has been shown to have depigmenting effects. A new stabilized form of cysteamine has been developed that is utilizable for topical treatment. Clinical studies found stabilized 5% cysteamine cream was more effective at reducing melasma than modified Kligman's formula, similar in efficacy to tranexamic acid mesotherapy but better tolerated, and similar in efficacy to 4% hydroquinone cream. Stabilized cysteamine demonstrates significant effectiveness and safety in treating melasma and can be considered a first-line non-hydroquinone treatment option.
Topical corticosteroids are common medications prescribed for skin problems encountered in the primary care or dermatology clinic settings. As skin conditions comprise of around 20% of cases seen in primary care, this article written to guide readers, especially non-dermatologists on the appropriate potency of topical corticosteroids to be chosen for skin problems of patients and to list the side effects both local and systemic.
Many skin conditions are treated with topical corticosteroids. This includes eczema, psoriasis, lichen sclerosus, lichen planus, nodular prurigo, discoid lupus erythematosus and vitiligo; to name a few. There are variety of factors to consider when choosing a topical corticosteroid including the correct potency based on severity of clinical presentation, age group of patients, parts of the body affected, and the balance between benefits versus side effects.
More importantly, is the need for accurate clinical diagnosis to ensure the correct use for the indication of topical corticosteroid and the need to exclude primary or secondary skin infection prior to prescription. Microscopic examination of skin scraping with potassium hydroxide can help in identifying superficial fungal skin infection as the condition may be worsened by the use of topical corticosteroid. As skin conditions comprise of one fifth of the cases seen in primary care, this article will offer guidelines to readers on the proper choice of corticosteroid for dermatological conditions commonly seen by clinicians.
Cysteamine is an aminothiol naturally present in human body cells as an antioxidant resulting from the degradation of Coenzyme A.
Cysteamine hydrochloride is known for its potent depigmenting effect since 1960's when Chavin tested it through injecting cysteamine into the black goldfish skin. 2 Other in vitro and animal in vivo studies showed the higher depigmenting efficacy of this cysteamine compared to hydroquinone.
However, rapid oxidation and very offensive odor made it difficult for topical use.
An innovative technology has now been released to stabilize and deodorize cysteamine. Cysteamine thus became utilizable for the first time in a topical product.
Stabilized cysteamine has demonstrated significant effectiveness for the treatment of melasma by two double-blind randomized and vehicle control clinical studies, showing both greater reduction in mMASI score and melanin index compared to placebo.
Steroid topikal bekerja dengan cara antiinflamasi, imunosupresif, anti-proliferatif, dan vasokonstriksi pada berbagai sel kulit. Potensi steroid topikal bergantung pada molekul spesifik, jumlah yang mencapai sel target, penyerapan melalui kulit, dan formulasi. Steroid topikal efektif untuk dermatosis inflamasi seperti dermatitis atopic dan psoriasis, sedangkan kurang efektif untuk kondisi noninflamasi se
Sehat dan Cantik di masa pandemic dengan herbal (1).pptxLutfiMK
Jamu atau obat tradisional telah dipercaya ratusan tahun dalam penanganan berbagai penyakit. Karena itu setiap ada penyakit yang mewabah, obat tradisional selalu menjadi pertimbangan untuk menjadi salah satu jawaban dalam penanggulanganya. Ketika wabah COVID-19 menyebar pertama kali, Pemerintah Cina secara resmi langsung menetapkan beberapa jenis obat tradisionalnya untuk dipakai sebagai terapi komplementer dan kemudian para ahli di China melakukan uji klinik beberapa obat tradisionalnya untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan.
Selain itu jamu atau obat tradisional juga menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari penularan.
Apakah jamu atau obat tradisional terbukti ampuh dalam membantu pencegahan dan pengobatan COVID-19?
This document provides guidance on properly substantiating claims, preparing accurate ingredient lists and labels, and understanding regulatory requirements for cosmetic products. It emphasizes that any clinical or efficacy claims must be backed by specific evidence for the materials used. Ingredient lists must use INCI names and be in descending order of concentration above 1%. Label information must include accurate product identification, contents and directions for use. Product claims and marketing should accurately reflect the formulations and evidence on hand to meet regulatory standards.
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
1. Takifilaksis
• Menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian
obat yang berulang-ulang dimana efek vasokonstriksinya menghilang.
• Setelah diistirahatkan beberapa hari, efek vasokonstriksi akan timbul
kembali.
2. Produk kombinasi
• Kombinasi steroid dan antijamur topikal harus digunakan dengan
hati-hati, diindikasikan untuk infeksi jamur kulit yang meradang;
penggunaan jangka panjang (> 2 minggu) dapat mengurangi
respon imun lokal memperburuk infeksi jamur.
• Kombinasi kortikosteroid-antibiotik topikal harus jarang digunakan,
dan jangka pendek (3 kali sehari selama 1 minggu untuk area kecil
dermatitis yang terinfeksi), untuk mengurangi risiko resistensi
antimikroba.
3. Efek samping
Terjadi bila:
1. Penggunaan steroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan steroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat
atau penggunaan secara oklusif.
4. Efek samping:
• Atrofi
• Strie atrofise
• Telangiektasis
• Purpura
• Dermatosis akneiformis
• Hiptertrikosis setempat
• Hipopigmentasi
• Dermatitis perioral
• Menghambat penyembuhan
ulkus
• Infeksi mudah terjadi dan
meluas
• Gambaran klinis penyakit infeksi
menjadi kabur
9. Pencegahan efek samping
• Efek samping sistemik jarang terjadi, agar aman: jangan melebihi 30
gram sehari tanpa oklusi.
• Kulit bayi: steroid topikal lemah.
• Lesi akut: steroid topikal lemah.
• Lesi subakut: steroid topikal sedang.
• Lesi kronis dan tebal: steroid topikal kuat, bila lesi membaik frekuensi
pengolesan dikurangi atau diganti dengan steroid topikal
sedang/lemah.
• Penggunaan secara oklusi jangan lebih dari 12 jam sehari dan terbatas
pada lesi yang resisten.
10. • Daerah lipatan dan wajah: steroid topikal sedang/lemah.
• Steroid topikal jangan digunakan untuk infeksi bakterial, jamur, virus
dan skabies.
• Penggunaan di sekitar mata hendaknya berhati-hati menghidari
timbulnya glaukoma dan katarak.
• Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, maksimal 10 mg per
kali.
11. Steroid topikal pada kehamilan
• Steroid topikal potensi ringan dan sedang dapat digunakan dengan
aman selama kehamilan.
• Perhatian harus digunakan untuk steroid topikal yang poten dan
ultrapoten yang digunakan di area yang luas atau di bawah oklusi,
yang sebagian akan diserap secara sistemik.
• Laporan tentang bayi berat lahir rendah yang terpajan steroid topikal
dosis tinggi tidak dianggap disebabkan oleh pengobatan tersebut.
12. Penyalahgunaan steroid topikal sebagai krim kosmetik
• Penyalahgunaan steroid topikal dalam krim kecantikan dikarenakan
memiliki hasil instan dan murah, mudah didapat, diterima secara
sosial dan popular (glowing, kinclong).
• Hal ini akan menyebabkan timbulnya 'dermatitis steroid’: pada
awalnya pasien mendapat respons yang luar biasa dan hampir ajaib
terkait permasalahan kosmetiknya, pada aplikasi selanjutnya akan
timbul ruam dan fenomena rebound yang menyebabkan mereka
berkonsultasi dengan dokter.
14. Kasus lain akibat penggunaan skincare yang sedang
popular, beberapa bulan kemudian timbul eritema
yang persisten.
15. Pengobatan dermatitis steroid:
• Wajah merah yang rusak akibat steroid topikal adalah salah satu tantangan
terapeutik yang paling sulit bagi dokter kulit. Barrier kulit yang rusak
membuat pasien tidak toleran terhadap pengobatan topikal apapun.
• Pasien dengan gejala berat biasanya diberikan azitromisin oral 500 mg
dalam bentuk ‘pulse dose’ mingguan (tiga tablet per minggu selama 8
minggu) atau doksisiklin/minosiklin oral 100 mg sekali sehari selama 6-8
minggu.
• Metronidazol topikal, antagonis kalsineurin seperti tacrolimus dan
pimecrolimus digunakan untuk kasus yang lebih ringan atau sebagai
adjuvant dengan obat sistemik untuk kasus yang parah.
16. Kesimpulan
• Steroid topikal bisa menjadi sekutu atau musuh saat diresepkan
dokter untuk pengobatan kelainan kulit.
• Protokol penggunaan steroid topikal yang tepat harus
mempertimbangkan potensi steroid, usia pasien, tingkat keparahan
dermatosis, dan preferensi pasien.
• Dokter perawatan primer harus mengerti tentang indikasi, manfaat
dan risiko efek samping steroid topikal sebelum meresepkan untuk
pasiennya.
17. Sumber
• Eichenfield LF, Tom WL, Chamlin SL, Feldman SR, Hanifin JM, Simpson EL, et al.
Guidelines of care for the management of atopic dermatitis: section 1. Diagnosis
and assessment of atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol 2014; 70(2): 338-51.
• Hajar T, Leshem YA, Hanifin JM, Nedorost ST, Lio PA, Paller AS, et al. A systematic
review of topical corticosteroid withdrawal (“steroid addiction”) in patients with
atopic dermatitis and other dermatoses. J Am Acad Dermatol 2015; 72(3): 541-9.
• Gonzalez‐Moles MA, Bravo M, Gonzalez‐Ruiz L, Ramos P, Gil‐Montoya JA.
Outcomes of oral lichen planus and oral lichenoid lesions treated with topical
corticosteroid. Oral Dis 2018; 24(4): 573-9.
• Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam Physician 2009;
79(2): 135-40
• Horrocks S, Coast J. Patient choice: an exploration of primary care dermatology
patients’ values and expectations of care. Quality in Primary Care 2007; 15(4):
185-93.