SlideShare a Scribd company logo
1 of 153
1
DAFTAR ISI
MEMADUKAN INFRASTRUKTUR ATASI KESENJANGAN WILAYAH
Nirwono Joga 4
MEMPERERAT HUBUNGAN INDONESIA-ARAB SAUDI
Mohamad Bawazeer 7
EKONOMI WEEKEND HUSBAND
Rhenald Kasali 10
RUPIAH DAN DEFISIT MIGAS
Hardy R Hermawan 14
PETANI DAN KEDAULATAN PANGAN
Khudori 17
IF YOU DIE POOR, IT’S YOUR FAULT
Lukas Setia Atmaja 20
NOBEL EKONOMI 2015: KONSUMSI DALAM EKONOMI
Firmanzah 22
SETAHUN NAWACITA
Bambang Soesatyo 25
HARUSKAH BERPIJAK PADA UKM?
Candra Fajri Ananda 29
MEMELIHARA OPTIMISME EKONOMI-POLITIK
Fachry Ali 32
KINERJA JOKOWI-JK DI TAHUN SULIT
Elfindri 36
TURISME DAN TOUR DE SINGKARAK
Sapta Nirwandar 39
INSPIRASI DARI PRANCIS
Rhenald Kasali 43
JOKOWI-JK DAN EKONOMI INDONESIA
Jahen F Rezki 47
SENI MENJINAKKAN RISIKO ALA SUN TZU
Lukas Setia Atmaja 50
DAYA UNGKIT APBN 2016
2
Firmanzah 52
APBN, PMN BUMN & PEMBANGUNAN
Sunarsip 55
BERDANSA DENGAN SI GAJAH
Ahmad Qisa’i 58
JURUS BARU DIPLOMASI JEPANG
Tirta N Mursitama 61
MENAKAR HARAPAN PADA INDIA
Dinna Wisnu 64
MENAHAN PENURUNAN DAYA BELI
Aunur Rofiq 67
POLITIK ANGGARAN DI TENGAH BENCANA
Bambang Soesatyo 70
ALON-ALON WATON SUGIH
Lukas Setia Atmaja 74
EKONOMI MELAMBAT, PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN
MENINGKAT
Kusfiardi 76
DESA LUMBUNG WIRAUSAHA
Dedi Purwana ES 78
SIMALAKAMA PROYEK KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG
Edwin Sinaga 81
POSISI INDONESIA DALAM LIBERALISASI KERJASAMA TPP
Bhima Yudhistira Adhinegara 84
CARA BODOH PILIH SAHAM
Lukas Setia Atmaja 87
NASIONALISME HERBAL
Yuswohady 89
APBN 2016 TERPASUNG PENERIMAAN?
Candra Fajri Ananda 92
SISTEM PEMBAYARAN DI ERA KENAIKAN SUKU BUNGA THE FED
Achmad Deni Daruri 96
DUGAAN HANKY-PANKY DI PETRAL
Bambang Soesatyo 99
3
BONGKAR MAFIA MIGAS
Fahmy Radhi 102
MEMBINGKIS PESAN UNTUK G-20
Dinna Wisnu 105
PERLUKAH BUMN DISUNTIK PMN?
Adler Haymans Manurung 109
PARADIGMA BARU DALAM APBN 2016
Khudori 112
KOTA PARIS
Sapta Nirwandar 116
BENCANA BUY HIGH SELL LOW
Lukas Setia Atmaja 119
MARKETING VS SALES
Yuswohady 121
SETENGAH ABAD FREEPORT DI PAPUA
Bambang Soesatyo 123
INDONESIA-AUSTRALIA
Dinna Wisnu 126
MARKETING VS FINANCE
Yuswohady 130
CARA PINTAR PILIH SAHAM 1.0
Lukas Setia Atmaja 132
BIROKRASI UJUNG TOMBAK PEREKONOMIAN
Candra Fajri Ananda 134
MENTERI PENGHUBUNG DAN MASALAH INVESTASI
Dinna Wisnu 138
START-UP DAN TENAGA KERJA
Jahen F Rezki 141
MENGUNDURKAN DIRI
Rhenald Kasali 144
MEA: DARATAN VS KEPULAUAN
Wibowo Hadiwardoyo 148
MENARIK INVESTOR DI KAWASAN PERBATASAN
Prima Yulia Nugraha 151
4
Memadukan Infrastruktur Atasi Kesenjangan
Wilayah
Koran SINDO
12 Oktober 2015
Infrastruktur merupakan salah satu prasyarat utama tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan.
Keberadaan infrastruktur sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial
karena infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik bagi dunia
usaha maupun bagi sosial kemasyarakatan. Dengan infrastruktur yang memadai, biaya
produksi, transportasi, komunikasi, dan logistik semakin murah, jumlah produksi meningkat,
laba usaha meningkat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Ketersediaan infrastruktur juga mempercepat pemerataan pembangunan melalui
pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan
antarwilayah sehingga mendorong investasi yang baru, lapangan kerja baru, dan
meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Konektivitas antarpenduduk suatu
negara juga semakin dekat dan membuka isolasi bagi masyarakat yang terbelakang.
Beberapa hasil studi menyebutkan hasil pembangunan infrastruktur memiliki peran di
antaranya sebagai katalisator antara proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir serta
memiliki peranan sebagai social overhead capital. Infrastruktur dipandang sebagai modal
memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan infrastruktur mampu menciptakan
lapangan kerja dan memiliki multiplier effect kepada industri.
Bahkan, dengan kebijakan dan komitmen yang tepat, selain menjadi salah satu pendorong
pertumbuhan ekonomi nasional, pembangunan infrastruktur diyakini dapat membantu
mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antarkawasan maupun
antarwilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang
semuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Seorang ahli ekonomi pembangunan Rosentein-Rodan misalnya sejak lama telah
mengampanyekan pentingnya pembangunan infrastruktur secara besar-besaran sebagai pilar
pembangunan ekonomi yang dikenal kemudian dengan nama big-push theory.
Urgensi keberadaan infrastruktur tersebut diimplikasikan terhadap tiga hal pokok: (1)
menjadi lokomotif pergerakan barang/jasa; (2) mengurangi biaya produksi/distribusi; dan (3)
mempercepat koneksi pembangunan antargeografis. Faktor infrastruktur ini juga menjadi
5
salah satu penjelas keberhasilan ekonomi negara-negara maju seperti Jepang, Amerika
Serikat, dan Eropa.
Infrastruktur yang Terpadu
Pentingnya keberadaan infrastruktur mendorong pemerintah kembali memprioritaskan
pembangunan infrastruktur. Tahun depan (2016) misalnya, pemerintah telah menetapkan
tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) ”Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk
Meletakkan Fondasi Pembangunan yang Berkualitas”.
Tema tersebut menegaskan komitmen pemerintah tentang pembangunan infrastruktur yang
merupakan fondasi menuju pembangunan yang berkualitas. Akan tetapi penekanan terhadap
pembangunan infrastruktur tidak sekadar dipahami sebagai pembangunan fisik infrastruktur
(output) seperti pembangunan infrastruktur jalan, bendungan, waduk. Yang lebih penting dari
itu, meminjam istilah pakar pembangunan infrastruktur wilayah Ir Sutami, pembangunan
infrastruktur bukan hanya kegiatan construction tapi juga development.
Dengan demikian, dalam setiap pembangunan yang perlu dipikirkan juga adalah outcome dan
impact-nya. Jangan sampai investasi triliunan yang telah dibenamkan untuk pembangunan
infrastruktur sia-sia. Tidak dapat dirasakan dan manfaatnya bagi masyarakat. Dalam kerangka
itulah, berdasarkan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 pemerintah telah membentuk
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW).
Sebagai salah satu badan baru di Kementerian PUPR, BPIW mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan
infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Keberadaan BPIW diharapkan dapat
mengatasi tantangan pembangunan infrastruktur yang semakin kompleks. Disparitas
antarwilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta urbanisasi yang meningkat enam kali dalam empat
dekade (1975-2015) yang diikuti persoalan perkotaan seperti urban sprawl dan penurunan
kualitas lingkungan merupakan contoh kompleksnya tantangan pembangunan.
Tantangan lainnya adalah belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di darat dan laut
serta pengembangan kota maritim/pantai dan pemanfaatan sumber daya yang belum optimal
dalam mendukung kedaulatan pangan dan kemandirian energi. Hadirnya BPIW Kementerian
PUPR merupakan sebuah inovasi kelembagaan untuk menghadapi tantangan pembangunan
yang semakin kompleks tadi.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut BPIW sebagai ”Bappenasnya Kementerian
PUPR” yang akan memastikan pembangunan infrastruktur betul-betul bertujuan mengurangi
ketimpangan antarwilayah, mendorong pengembangan wilayah, dan memperkuat integrasi
wilayah dalam NKRI.
6
Sebagai badan perencana keterpaduan infrastruktur PUPR yang baru terbentuk, tanggung
jawab yang diemban BPIW tentu tidak ringan. BPIW harus intensif membangun sinergi dan
komunikasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) agar kualitas perencanaan
yang disusun dan dirumuskan lebih tajam dan lebih realistis.
Selain itu, masyarakat menunggu terobosan-terobosan BPIW agar tidak menjadi badan
perencana menara gading yang hanya menghasilkan dokumen-dokumen perencanaan tanpa
pernah bisa dieksekusi.
NIRWONO JOGA
Koordinator Kemitraan Kota Hijau
7
Mempererat Hubungan Indonesia-Arab Saudi
Koran SINDO
13 Oktober 2015
Indonesia, yang merupakan mayoritas penduduknya muslim, bahkan terbesar di dunia,
merupakan mitra yang strategis bagi Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya.
Secara historis dan religius, hubungan baik Indonesia dan Arab Saudi setidaknya dilandasi
oleh berbagai persamaan kepentingan dan budaya. Arab Saudi misalnya termasuk salah satu
negara yang amat mendukung kemerdekaan Indonesia. Saat Indonesia masih dijajah Belanda,
ulama-ulama Arab Saudi banyak memberikan inspirasi kepada para ulama dan kaum
cendekia Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Dalam beberapa kasus Arab Saudi
memberikan dukungan politik kepada Indonesia dan mendukung posisi Indonesia pada
forum-forum internasional.
Dalam perjalanannya, hubungan baik Indonesia Arab Saudi terjalin semakin erat pada era
Presiden Soekarno dan Raja Faisal dan kini diteruskan oleh Presiden Joko Widodo. Walau
sempat mengalami pasang surut, secara umum hubungan bilateral ini terus membaik.
Kendati hubungan kedua negara pernah diterpa beberapa kasus yang kemudian menyebar
menjadi persoalan politik seperti kasus pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, dari tahun ke
tahun hubungan Indonesia-Arab Saudi selalu mengalami peningkatan, baik di bidang
ekonomi, politik, pendidikan, maupun budaya.
Kerja sama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia-Arab Saudi
merupakan bidang kerja sama yang mengalami perkembangan pesat. Sejak lama Arab Saudi
menjadi tujuan utama warga negara Indonesia dalam menuntut ilmu. Memang harus diakui
bahwa hubungan di bidang pendidikan dan kebudayaan ini sangat berkontribusi dalam
membangun hubungan antarkedua negara. Hal ini karena budaya diplomasi Arab Saudi
secara umum dijalankan secara informal, baik itu diplomasi politik, ekonomi, maupun
investasi bersifat sangat personal (kekeluargaan) dan lebih mengandalkan pada kepercayaan.
Diplomasi yang berjalan lebih mengikuti pola persahabatan dan pola hubungan keluarga serta
bersifat informal. Keberhasilan dunia kampus misalnya untuk memberikan anugerah
kehormatan berupa doctor honoris causa (Dr HC) kepada Raja Abdullah hendaknya dapat
diapresiasi dan dipahami sebagai langkah strategis untuk menopang diplomasi politik
Indonesia. Keberhasilan misi diplomasi Indonesia-Arab Saudi sangat ditentukan dengan
kualitas kerja sama pendidikan dan budaya. Lewat kerja sama ini, diharapkan akan terbangun
persepsi positif tentang Indonesia.
8
***
Dalam perspektif hubungan internasional, Indonesia memiliki posisi yang strategis terhadap
Arab Saudi. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan Indonesia
selalu bersikap proaktif dalam memberikan dukungan politik dan solusi atas konflik-konflik
yang terjadi di Timur Tengah. Diplomasi ekonomi harus diakui belum tersentuh secara
maksimal, ekspor Indonesia ke Saudi Arabia baru sekitar 1.6% dari total ekspor Indonesia.
Sudah saatnya posisi strategis ini dimanfaatkan melalui kerja sama yang berdampak optimal
dalam kerangka membangun hubungan bilateral di bidang ekonomi antarkedua negara.
Apalagi kedua negara telah memiliki peluang kerjasama besar di berbagai bidang dan isu
strategis, di luar isu pengiriman tenaga kerja serta haji yang selama ini mendominasi
hubungan kedua negara.
Sebagai anggota G-20 yang sedang mengalami pertumbuhan pesat, kedua negara dapat saling
memanfaatkan potensi yang ada. Kunjungan Presiden Jokowi ke Arab Saudi beberapa waktu
lalu layak untuk memperoleh apresiasi. Sambutan hangat dari Pemerintah Arab Saudi kepada
Presiden Jokowi memberikan kesan yang mendalam bagi siapa pun yang mengikuti dan
menyaksikan kunjungan ini dan memberikan sinyal penting tentang kedekatan hubungan
kedua negara.
Selama di Arab Saudi, selain menerima kunjungan kehormatan Presiden Islamic
Development Bank (IDB) dan Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI), juga mengikuti
sambutan kenegaraan dan menerima penghargaan King Abdulaziz Medal di Istana Al Salam
Diwam Maliki. Pemberian Star of the Order of King Abdulaziz Al-Saud Medal kepada Joko
Widodo di Istana Al-Salam Diwan Malaki merupakan bentuk apresiasi yang luar biasa dari
Kerajaan Arab Saudi kepada Presiden dan Pemerintah Republik Indonesia. Medali itu
merupakan Order of Merit tertinggi bagi pemimpin negara sahabat.
Kunjungan kenegaraan ini memberikan sinyal positif perkembangan kedua negara untuk
saling meningkatkan kerja sama di berbagai sektor. Komunikasi harus terus dilakukan untuk
bisa mengimplementasikan berbagai bentuk kerja sama ekonomi dan bisnis yang telah
disepakati. Indonesia-Arab Saudi memiliki kerangka kerja sama dalam bentuk Sidang Komisi
Bersama yang terbentuk sejak 1982 untuk memperkuat hubungan bilateral dalam berbagai
area termasuk kerja sama perdagangan dan investasi.
Indonesia kini sedang giat-giatnya membangun infrastruktur, termasuk di sektor energi yang
membutuhkan dana investasi besar. Sebab itu, dalam kondisi hubungan yang hangat ini,
sudah seharusnya kita menyiapkan perangkat modus kerja sama yang tidak hanya condong
kepada pola G to G, skema B to B. Terobosan baru pola people to people perlu segera dimulai
melalui saling kunjung di antara pelaku bisnis dan pejabat terkait. IDB telah menyampaikan
komitmennya untuk membantu dalam merealisasi proyek-proyek kerja sama kedua
negara. Dalam konteks ini, IDB berharap dapat segera dilakukan reaktivasi dan revitalisasi
kerja sama Kadin Indonesia dan Kadin negara-negara Arab.
9
Arab Saudi merupakan salah satu mitra dagang Indonesia terpenting di kawasan Teluk. Pada
2014 nilai perdagangan kedua negara kembali meningkat mencapai USD8,67 miliar, dengan
nilai ekspor Indonesia sebesar USD2,15 miliar dan impor USD6,51 miliar (Indonesia defisit
sebesar USD4,36 miliar merupakan besarnya impor bahan bakar minyak dari Arab Saudi).
Nilai investasi Arab Saudi di Indonesia mencapai 29,3 juta dolar AS di paruh pertama 2015.
Arab Saudi juga merupakan pasar yang besar untuk produk halal sehingga harus
dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bisa menembus pasar Arab Saudi. Indonesia harus bisa
memanfaatkan akses lebih besar untuk memasuki pasar produk halal Arab Saudi dan kawasan
Timur Tengah lainnya.
Potensi ekspor produk halal Indonesia ke Timur Tengah memiliki prospek yang bagus. Hal
ini dapat dibuktikan dengan dilihat semakin meningkatnya ekspor Indonesia ke pasar Timur
Tengah. Menurut laporan Global State of Islamic Economic, permintaan produk halal dunia
akan mengalami pertumbuhan sebesar 9,5% dalam enam tahun ke depan yaitu dari USD2
triliun pada 2013 menjadi USD3,7 triliun pada 2019. Pasar halal disadari telah menjadi ceruk
pasar yang sangat menarik untuk digarap oleh pelaku industri baik di segmen barang maupun
jasa.
Angka ini menunjukkan potensi pasar pada produk halal yang besar, yang seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk yaitu muslim
terbesar di dunia yang juga menjadi salah satu anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
MOHAMAD BAWAZEER
Ketua Kadin Komite Timur Tengah dan OKI
10
Ekonomi Weekend Husband
15-10-2015
Saya punya banyak kolega yang bekerja di Jakarta, sementara anak dan istrinya tinggal di
Bandung. Setiap akhir pekan, ia akan pulang ke Bandung dan baru kembali lagi ke Jakarta,
Senin pagi. Lantaran pola hidupnya yang seperti itu, di kantornya ia mendapat julukan
weekend husband. Mungkin kalau yang menjalani pola hidup seperti itu adalah sang istri,
julukannya menjadi weekend wife.
Ketika mendengar gagasan tentang kereta cepat Jakarta–Bandung, mata kolega saya berbinar.
Bayangkan, jarak Jakarta–Bandung dan sebaliknya bisa ditempuh hanya dalam tempo sekitar
30 menit. Itu kalau non-stop. Baiklah kita tambahkan dengan waktu yang dihabiskan untuk
berhenti di beberapa stasiun, menjadi 50 menit. Itu pun masih oke. Akan jauh lebih cepat
daripada orang Bekasi yang berdesak-desakan lewat jalan tol ke Jalan Sudirman–Thamrin.
Ini berbeda dengan teman lain yang biasa melihat kereta barang angkutan logistik di Amerika
Serikat. Kawan lulusan Amerika Serikat itu biasa menyaksikan kereta api lewat dengan
rangkaian gerbong panjang, yang ternyata hanya pengangkut barang. Dia memimpikan kereta
logistik yang bisa menggantikan truk-truk kontainer yang terlihat ngos-ngosan mendaki jalan
tol Cipularang dan memicu kemacetan. Maka, ketika mendengar kereta cepat hanya untuk
penumpang, ia pun geregetan.
Adapun si weekend husband langsung berhitung, membandingkan harga tiket Jakarta–
Bandung (PP) dengan biaya untuk sewa rumah di Jakarta, ongkos pergi ke tempat kerja, plus
biaya lain-lain. Termasuk biaya psikologis hidup jauh dari anak-istri. Kesimpulannya, kalau
harga tiketnya terjangkau, ia bakal meninggalkan tempat kos papan atasnya di Jakarta dan
memilih tinggal di Bandung. Ia akan pensiun sebagai weekend husband.
Anda tahu berapa banyak penghuni Jakarta yang menjadi weekend husband atau weekend
wife? Jumlahnya ribuan!
Hitungan Ekonomi dan Disruption
Lalu, tambahkan itu semua dengan ribuan penumpang lain yang pergi karena berbagai
urusan. Jumlahnya tentu juga ribuan. Bahkan bisa menjadi puluhan ribu karena daya tarik
yang bakal diciptakan. Termasuk kaum muda yang bakal memanfaatkan industri kreatif yang
diimpikan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di sekitar Gedebage atau wisata pengobatan
herbal di kota baru Walini.
Kalikan jumlah calon penumpang tersebut dengan harga tiket. Kemudian bandingkan hitung-
11
hitungan tersebut dengan investasi pembangunan kereta cepat. Kita bisa menghitung kapan
tercapai break event point dan kapan modal investasinya bisa kembali. Hitung-hitungan
model inilah yang banyak berkembang di masyarakat ketika mereka mengevaluasi model
bisnis dari kereta Jakarta–Bandung.
Jumlah penumpang diperkirakan di bawah target, harga tiketnya kalau Rp200.000, mungkin
masih kemahalan. Kesimpulannya: bisnis ini tidak layak; muncul rekomendasi: tutup saja.
Ada yang menyimpulkan bahwa bisnis ini bakal menyeret BUMN dalam jurang
kebangkrutan. Jadi, lebih baik alihkan saja dananya untuk membangun jalan tol atau proyek-
proyek lain. Masalahnya, dana ini bukan dana APBN, melainkan kerja sama bisnis swasta
asing dengan BUMN.
Ada juga yang mempersoalkan mengapa memilih mitra usaha dari Tiongkok yang
menawarkan bunga lebih mahal? Tiongkok menawarkan pinjaman 40 tahun dengan bunga
2%, sedangkan Jepang hanya 0,1%. Saya perlu mengajari Anda tentang tarif bunga. Hati-hati.
Kelihatannya 0,1% itu murah, tapi itu dalam yen. Tentu kita jangan gegabah, sebab angka
0,1% itu harus kita ukur swap rate-nya (untuk menghadapi gejolak perubahan kurs). Dan
kalau di-swap ke dalam dolar akan menjadi sekitar 2,36%. Adapun tawaran Tiongkok adalah
2% dalam USD. Begitu cara kita membandingkannya.
Selain itu model bisnis Tiongkok dan Jepang totally different. Yang satu tak ada value
creation-nya karena hanya point-to point proyek kereta api yang bakal klop ditangani satu
perusahaan saja: PT KAI. Itulah tawaran Jepang. Kereta cepat baru itu dibangun dalam jalur
kereta yang lama. Adapun yang satunya dijalankan dengan konsep sinergi BUMN dan value
creation yang utuh. Dibuat di badan jalan tol sehingga selain PT KAI, pemegang sahamnya
adalah PT Jasamarga. Lalu ia akan menembus kawasan perkebunan milik BUMN PTPN VIII
yang sudah punya planning untuk membuat kota baru sejak 2009, tetapi mangkrak karena tak
ada akses. Itulah kota baru Walini.
Nilai investasinya menjadi jauh lebih mahal karena ia bukan hanya mendatangkan investor
untuk membangun akses (kereta cepat), tetapi juga terminal of destination yang merupakan
kawasan kegiatan ekonomi (permukiman, pendidikan, industri, kesehatan, dan
sebagainya). Perhatikanlah rute dan exit gate-nya, ia dimulai dari jalan tol (Halim–Jakarta)
dan berakhir di dekat pintu tol (Gedebage–Bandung).
Makanya agak membingungkan kalau ada yang bisa membandingkan biayanya tanpa
membandingkan business model-nya yang 100% berbeda. Atau mengatakan studi
kelayakannya sama dan plagiat. Bagaimana mungkin Anda memplagiat kalau jalurnya beda,
business model-nya berbeda, dan semuanya tidak sama?
Tapi, baiklah, namanya juga perubahan, sudah pasti ada kekuatan disruption-nya. Pelaku
utama ekonomi bisa berubah, berbagi porsi. Dari dominasi Jepang kini harus berbagi dengan
Tiongkok, lalu menjadi kekuatan ekonomi BUMN. Dari sekadar proyek menjadi value
creation.
12
Di dalam kawasan juga ada yang terancam. Bisa saja menimpa trayek Cipaganti yang sudah
memiliki ribuan kendaraan. Mungkin juga kedai-kedai siap saji asing yang marak di rest area
jalan tol. Tapi, jangan lupa, disruption juga menjanjikan ribuan bisnis baru di TOD (terminal
of destination)-nya. Namun perhitungan konvensionalnya kebanyakan orang ya begitulah,
pakai break event point dan IRR dalam bisnis point to point. Terlalu mudah melihat
kenirlabaannya dalam semata-mata urusan transportasi publik yang tak dikaitkan dengan
value creation yang dihasilkannya.
Maka, saya bisa mengerti kalau masyarakat kemudian diajak bertanya-tanya, mengapa
pembangunan kereta cepat ini tidak berada di bawah Kementerian Perhubungan, yang sehari-
hari memang mengurusi masalah transportasi point to point, melainkan di bawah
Kementerian BUMN?
Menciptakan Value
Cara pandang konvensional yang hanya menghitung nilai proyek tanpa value creation-nya
bisa keliru dan membuat bangsa kita tidak maju. Kita berpura-pura menuding bangsa kita
yang mulai pintar sebagai korup dan bodoh. Padahal banyak engineer kita yang mulai
memakai jurus kewirausahaan, yang tak bisa lagi dibodoh-bodohi asing.
Benar harga tiket Rp200.000 itu kemahalan dan jumlah penumpangnya yang kalau tak
mencapai target bisa membuat BUMN kita bangkrut. Hitungan itu benar kalau ia hanya
dihitung sebagai bisnis point-to point tanpa mengukur dan mengambil nilai tambahnya. Jadi
kalau itu dikelola BUMN kita mestinya memandang lebih dari sekadar urusan transportasi.
Satu sisi ia adalah agent of development, di sisi lain ia adalah kontributor keuntungan bagi
negara. Ya, mereka dituntut menyumbangkan dividennya ke dalam APBN.
Pasar Indonesia yang begitu besar, yang unsur C (consumption-nya) begitu kuat ini akan kita
persembahkan kepada siapa kalau bukan bagi bangsa sendiri? Pilihannya adalah
memberikannya kepada asing (produsen automotif) atau mereka berbagi dalam usaha
patungan dengan kita? Semua tentu boleh berbagi, hidup berdampingan. Maklum nilai
investasinya besar sekali. Jadi saya lebih suka menyebut urusan ini sebagai economy of value
creation. Apa itu?
Dalam literatur ekonomi, value creation adalah fondasi dari setiap bisnis. Itulah alasannya
kita menumbuhkan kewirausahaan. Bahkan itulah yang sudah lama kita nantikan, birokrasi
dengan spirit kewirausahaan. Birokrasi jangan cuma menghabiskan anggaran, jangan hanya
belanja saja, melainkan pikirkan dan wariskan value-nya bagi bangsa agar menjadi kegiatan
ekonomi yang produktif. Bukan sekadar ada, nice to have but then poor maintenance!
Ya, itulah yang selama ini kita saksikan. Fasilitas publik hanya bagus kalau ia masih baru
saja. Setelah itu tak ada perawatannya lalu menjadi rumah hantu yang kumuh, bau pesing,
dan tak diminati publik. Kita lalu berpura-pura tak tahu bahwa semua perawatan butuh biaya.
Kenyamanan itu ada biayanya dan publik bersedia membayarnya kalau pelayanannya baik.
13
Value creation itulah yang mendasari berdirinya setiap perusahaan. Mereka menciptakan
value, lalu men-deliver-nya melalui cara-cara yang seefektif dan seefisien mungkin. Kalau ini
terjadi, pada gilirannya masyarakat, stakeholders (bukan hanya shareholders), dan
perusahaan bakal sama-sama untung, lapangan kerja tumbuh, fiskal kita sehat karena
pengusaha serta konsumen membayar pajak, dan kesejahteraan meningkat.
Banyak perusahaan di Indonesia yang dalam mengelola bisnisnya sudah masuk ke ranah
ini. Tengoklah Astra International. Ia tak hanya memasarkan automotif, tetapi men-deliver
value dalam asuransi untuk kendaraan yang ia jual, bengkel perawatan, derek, suku cadang
dan aksesori lainnya. Tengoklah Podomoro yang tak hanya menjual apartemen, tetapi juga
membangun mal dan memungut service charge untuk keamanan, parkir, listrik, air, dan
sambungan internet.
Siapa yang akan memungut value, itulah yang akan keluar sebagai pemenang. Begitulah
bisnis hidup, tumbuh, memberi manfaat, dan menggerakkan perekonomian. Demikianlah
para weekend husband dan weekend wife. Mereka juga bukan hanya pekerja dalam arti
pencari nafkah bagi keluarga. Mereka juga value creator yang menjanjikan hidup berkeluarga
yang lebih indah, kalau juga dapat menikmati layanan hidup modern yang valuable. Para
perencana kota pun perlu memikirkan public happiness through value creation.
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
14
Rupiah dan Defisit Migas
Koran SINDO
15 Oktober 2015
Seperti dibelai angin surga, kesegaran sesaat menghampiri perekonomian negeri ini pada
pekan silam. Selama 7 hingga 9 Oktober 2015 rupiah menunjukkan penguatan berarti.
Jumat (9/10) sore, Bloomberg melaporkan, perdagangan rupiah ditutup di level
Rp13.412/USD. Level tersebut merupakan kenaikan 475 poin dibanding penutupan
perdagangan sehari sebelumnya, di posisi Rp13.887/USD. Jika dihitung selama sepekan,
sampai Senin (12/10) rupiah mengalami penguatan tertinggi di dunia, senilai 8,16%. Padahal,
sebelumnya rupiah ambruk dan menyentuh level Rp14.700/USD–melemah 15,30% sejak
awal tahun–dan merupakan pelemahan terdalam sejak 1998.
Terang saja penguatan rupiah patut disyukuri kendati itu tidak berarti banyak. Penguatan jelas
lebih disebabkan faktor eksternal. Rilis data perekonomian Amerika Serikat, medio pekan
silam, yang menunjukkan masih tingginya pengangguran di sana, menyiratkan belum
pulihnya ekonomi Amerika.
Pasar lantas meyakini, suku bunga The Fed (Bank Sentral Amerika) masih belum akan
dinaikkan hingga waktu lebih lama dari perkiraan. Maka itu, dolar bertebaran kembali dari
kandangnya menuju pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah pun lantas
menguat. Sentimen eksternal ini rupanya lebih mujarab ketimbang aksi Bank Indonesia (BI)
yang melakukan operasi pasar untuk stabilisasi rupiah.
BI melaporkan cadangan devisa pada akhir September tercatat tinggal USD101,7 miliar.
Turun dari posisi sebulan sebelumnya yang mencapai USD105,3 miliar. Penurunan tersebut,
selain ditujukan untuk pembayaran utang, juga dipakai untuk stabilisasi rupiah. Namun,
sepanjang kurun September 2015 rupiah malah melemah hampir 4%. Untungnya, BI terus
menggelontorkan cadangan dolar hingga lewat pekan pertama Oktober 2015. Kali ini aksi BI
bersambut dengan rilis data ekonomi Amerika tadi sehingga dampaknya lebih signifikan.
Rupiah pun seketika berotot.
Di Bursa Efek Indonesia (BEI) harga saham sejumlah emiten yang sudah mulai murah juga
membuat banyak investor asing–yang terpengaruh sentimen di Amerika–tertarik untuk
kembali melantai di Jakarta. Maka itu, saham-saham seperti Astra Agro Lestari (AALI),
Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) mencatatkan
kenaikan harga yang berarti. Ada pula aksi korporasi oleh PT HM Sampoerna yang
mencatatkan right issue senilai Rp21 triliun.
15
Gongnya adalah pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi III oleh pemerintahan Presiden
Joko Widodo. Kendati belum bisa dipastikan efeknya dan masih punya time lag yang cukup
panjang, pengumuman ini dianggap turut mendorong sentimen positif atas penguatan mata
uang Republik.
Memasuki awal pekan yang baru, situasi sepertinya sudah kembali ”normal”. Data
Bloomberg mencatat, pada Senin (12/10) pagi rupiah dibuka melemah 20 poin atau 0,15% ke
posisi Rp13.432/USD. Pada sore harinya, Bloomberg mencatat, rupiah memang kembali
menguat. Tapi, sudah seadanya–hanya 0,03%–ke level Rp13.408/USD. Pada Selasa sore
rupiah kembali melemah ke angka Rp13.638/USD.
Alhasil, ibarat prajurit di medan perang, perekonomian Indonesia harus siap-siap kembali
tiarap, bertahan menghindari desingan peluru lawan. Amunisi kita terbatas. Di depan mata
saja sudah akan ada dua kali pertemuan Federal Open Market Committee The Fed pada
Oktober dan Desember 2015. Dari situ ada kemungkinan suku bunga The Fed akan
dinaikkan. Rupiah tetap dalam ancaman.
***
Fundamental rupiah memang rentan. Rupiah sudah melemah lebih dari empat tahun. Pada 2
Agustus 2011 rupiah mencatatkan penguatan di level Rp8.460/USD. Setelahnya mata uang
kita terus lunglai hingga posisi saat ini. Pelemahan yang berlangsung selama lebih dari empat
tahun jelas menyiratkan masalah besar.
Iman Sugema, dalam sebuah konferensi pers oleh INDEF pekan silam, menyebutkan,
depresiasi berkepanjangan biasanya terkait dengan memburuknya fundamental nilai tukar
yaitu neraca pembayaran alias balance of payment (BOP). Faktor eksternal berperan
membuat keadaan menjadi lebih buruk belaka. BOP mencerminkan pasokan dan permintaan
valuta asing di sebuah negara.
Bruno Solnik (2000) menyatakan, BOP merupakan variabel utama untuk menyusun
pemodelan ekonomi atas nilai tukar. Kita tahu, BOP meliputi neraca transaksi berjalan plus
neraca transaksi modal dan finansial. Selama empat tahun terakhir tekanan muncul pada
neraca transaksi berjalan. Pada 2013 defisit neraca transaksi berjalan mencapai USD29,11
miliar. BOP kala itu minus USD7,36 miliar.
Pada kuartal kedua 2015 defisit transaksi berjalan mencapai USD4,48 miliar atau 2,05% atas
PDB. Lantas, BOP pada Q2-2015 terhitung defisit USD2,93 miliar. Defisit BOP dipengaruhi
kuat oleh defisit perdagangan migas, utamanya minyak. Sejak September 2011 transaksi
migas kita tekor sehingga menekan BOP. Pada kuartal kedua 2015 defisit migas tercatat
USD2,12 miliar. Angka ini setara dengan 47,32% defisit neraca transaksi berjalan. Defisit
migas pada Q2-2015 juga mencapai 72,35% defisit BOP.
16
Alhasil, untuk membuat BOP surplus lantas mendorong penguatan nilai tukar rupiah
sehingga keseimbangan BOP tercipta pada posisi kurs yang lebih baik, diperlukan upaya
menghentikan defisit migas. Selama ini defisit migaslah yang membuat permintaan valas
menjadi sangat tinggi. Toshiki Kanamori dan Zhijun Zhao (2006) menegaskan, jika
permintaan valas lebih tinggi dari pasokannya, BOP akan defisit dan harga mata uang
domestik akan melemah.
Untuk mengatasi defisit migas, tak ada cara lain, kita harus mengurangi konsumsi bahan
bakar minyak (BBM). Usulan mengembangkan kilang minyak di dalam negeri demi
mengurangi impor BBM sepertinya tidak akan cukup mengurangi defisit migas secara
signifikan karena konsumsi BBM tidak akan terkoreksi. Begitupun upaya menaikkan harga
BBM yang selama ini terbukti tidak cukup memangkas konsumsi BBM.
Pemerintah harus ”memaksa” konsumen untuk mengubah konsumsi energinya dari BBM ke
jenis energi lain seperti gas atau batu bara yang lebih murah dari BBM, banyak terdapat di
dalam negeri, sehingga tidak akan mengakibatkan defisit migas yang menekan BOP.
Konversi dari BBM ke BBG untuk sektor transportasi dan pembangkit listrik serta konversi
dari BBM ke batubara untuk pembangkit dan industri tak bisa ditawar lagi.
Pemerintah mestinya punya kemampuan untuk itu. Pasar energi merupakan pasar yang
dikuasai penjual dan pemerintah punya akses sepenuhnya untuk mengatur pasokan.
Konsumen hanya bisa menerima jenis energi yang sudah diatur pemerintah. Keberhasilan
konversi minyak tanah ke LPG bersubsidi yang digarap pemerintahan SBY-JK beberapa
tahun lalu membuktikan sinyalemen itu. Sudah saatnya pemerintah menggulirkan program
konversi energi dalam skala lebih luas.
Sejak dicanangkan nyaris sepuluh tahun silam, upaya konversi BBM ke BBG transportasi
tidak pernah berjalan optimal. SPBG yang terbangun tak sampai 20 unit–sementara jumlah
SPBU sudah hampir 6.000 unit. Padahal, program konversi BBM kendaraan bermotor
mendapat sambutan baik–terbukti dari banyaknya kendaraan yang bersedia memakai
converter untuk bisa menggunakan BBG. Regulasi, infrastruktur, dan penyusunan skala
bisnis atas program ini memang tak pernah serius digarap.
Akan jadi bermakna jika konversi energi BBM ke BBG dan batubara masuk dalam Paket
Kebijakan Ekonomi IV yang akan digulirkan pekan ini. Keren jika di sana ada aturan yang
bisa mendorong iklim investasi yang oke, aturan tentang harga gas asal, harga gas end user,
dan standardisasi harga jual untuk SPBG. Apalagi jika pemerintah menetapkan kebijakan
terhadap produksi kendaraan yang menggunakan BBG. Pun, pastikan pembangunan
pembangkit listrik menggunakan BBG, setidaknya batu bara. Dengan begitu, kita bisa
berharap rupiah menguat secara fundamental.
HARDY R HERMAWAN
Alumni Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB; Wartawan MNC Media
17
Petani dan Kedaulatan Pangan
Koran SINDO
16 Oktober 2015
Hari Pangan Sedunia, 16 Oktober 2015, diperingati dengan mengusung tema “Pemberdayaan
Petani sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan”.
Tema ini amat tepat untuk menggambarkan persoalan petani dan pertanian Indonesia
kontemporer. Beban yang dipikul sektor pertanian kian berat. Di satu sisi sektor ini
menampung lebih sepertiga tenaga kerja. Di sisi lain bertahun-tahun sektor pertanian tumbuh
rendah.
Sektor manufaktur yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja jauh panggang dari api.
Akibat surplus tenaga kerja kemiskinan menumpuk di sektor pertanian. BPS mencatat, dari
jumlah penduduk miskin 28,59 juta orang, Maret 2015, sebanyak 62,75% tinggal di desa
yang sebagian besar petani.
Sebagai produsen pangan petani jadi kelompok paling terancam rawan pangan. Lahan
pertanian kian sempit dan kelelahan. Keuntungan pertanian on farm belum menjanjikan,
produktivitas aneka pangan melandai, diversifikasi pangan gagal, jumlah penduduk kian
banyak, sementara karena deraan kemiskinan konversi lahan pertanian berlangsung kian
masif.
Bukan hanya lahan, petani pun terancam punah. Menurut Sensus Pertanian 2013, selama satu
dekade terakhir jumlah keluarga petani menurun 5 juta, dari 31,17 jadi 26,13 juta. Pertanian
dijauhi karena tak menjanjikan kesejahteraan dan masa depan. Menurut BPS, pendapatan
rumah tangga tani dari usaha di sektor pertanian rerata Rp12,4 juta/tahun atau Rp1 juta/bulan.
Pendapatan ini hanya menopang sepertiga kebutuhan. Sisanya disumbang dari kegiatan di
luar pertanian seperti ngojek, berdagang, dan jadi pekerja kasar. Fakta ini menunjukkan tidak
ada lagi “masyarakat petani” yakni mereka yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian
besar kebutuhan hidupnya dicukupi dari kegiatan itu.
Pertanian juga dijauhi tenaga kerja muda terdidik. Menurut Sensus Pertanian 2013, lebih
sepertiga pekerja sektor pertanian berusia lebih 54 tahun. Pertanian terancam gerontrokrasi.
Ini terjadi karena pertanian mengalami destruksi sistemis di semua lini: di on farm, off farm,
serta industri dan jasa pendukung.
Otonomi daerah dan desentralisasi membuat Kementerian Pertanian tidak punya “tangan dan
kaki” di daerah. Ditambah sikap pemerintah daerah yang tidak memandang penting pertanian
membuat sektor pertanian rapuh di segala lini.
18
Sejak 2007 Indonesia defisit perdagangan pangan. Impor pangan melesat lebih cepat
ketimbang ekspor sehingga defisit cenderung melebar. Laju permintaan pangan di Indonesia
sebesar 4,87% per tahun tak mampu dikejar oleh kemampuan produksi domestik.
Indeks keamanan pangan Indonesia, seperti diukur dalam Global Food Security Index, terus
merosot: dari posisi ke-62 dari 105 negara (skor antara 0-100) pada 2012 anjlok ke posisi ke-
74 dari 109 negara pada 2015. Kedaulatan pangan Indonesia kian rapuh dan rentan oleh
fluktuasi harga pangan dunia dan perubahan iklim ekstrem yang sulit diantisipasi.
Instabilitas harga pangan selalu berulang akibat dominasi orientasi pasar dalam kebijakan
pangan. Hampir semua komoditas pangan, kecuali beras, diserahkan pada mekanisme pasar.
Instrumen stabilisasi amat terbatas. Ini tidak hanya menggerus daya beli warga, tapi membuat
inflasi melambung dan sulit dikendalikan.
***
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji menempatkan pertanian pada
posisi penting guna mengembalikan kedaulatan pangan. Ini ditempuh lewat sejumlah langkah
yaitu membagikan 9 juta ha lahan ke petani, menambah kepemilikan lahan dari 0,3 ha jadi 2
ha, membangun irigasi/embung, mencetak 1 juta ha lahan baru, mendirikan bank pertanian,
dan mendorong industri pengolahan.
Langkah ini tak cukup guna membangun kedaulatan pangan. Agar berdaulat pangan,
pertama-tama petani sebagai pelaku utama harus berdaulat. Petani berdaulat bila memiliki
tanah, bukan penggarap, apalagi buruh. Karena itu, pertama, untuk menjamin tegaknya
kedaulatan pangan, akses dan kontrol petani pada sumber daya penting (tanah, air, benih,
teknologi, dan finansial) harus dijamin lewat reforma agraria.
Kedua, sumber daya penting harus dikelola seoptimal mungkin guna memproduksi aneka
pangan sesuai keragaman hayati dan kearifan lokal. Kebijakan ini harus ditopang perluasan
lahan pangan, perbaikan infrastruktur, pembenahan sistem informasi harga, pasar, dan
teknologi. Perluasan lahan merupakan keniscayaan karena ketersediaan lahan pangan per
kapita Indonesia amat sempit, hanya 359 meter2 untuk sawah (451 m2 bila digabung lahan
kering), jauh dari Vietnam (960 m2), Thailand (5.226 m2), Cina (1.120 m2).
Ketiga, perlindungan petani terhadap sistem perdagangan yang tidak adil. Dalam lingkup
sosial-ekonomi negara perlu menjamin struktur pasar yang jadi fondasi pertanian, baik
domestik maupun dunia, merupakan pasar yang adil. Liberalisasi kebablasan musti dikoreksi.
Lalu dikembangkan perdagangan adil buat petani dengan mengadopsi harga pantas (fair
price): harga break even point (BEP), plus asuransi gagal panen (50% dari BEP), tabungan
masa depan, dan tabungan pengembangan usaha (masing-masing 10% dari
BEP). Perdagangan adil membuat petani berdaya karena mereka punya asuransi dan dana
investasi.
19
Keempat, mengembalikan fungsi negara sebagai stabilisator harga pangan strategis. Caranya,
merevitalisasi Bulog dengan memperluas kapasitasnya. Bulog tidak hanya mengurus beras,
tetapi juga mengelola sejumlah komoditas penting lain disertasi instrumen stabilisasi yang
lengkap seperti cadangan, harga (atas dan bawah), pengaturan impor (waktu dan kuota), dan
anggaran yang memadai. Impor komoditas pangan pokok yang semula diserahkan swasta
bisa dikembalikan sebagian atau seluruhnya pada Bulog. Ini akan mengeliminasi kuasa
swasta dalam mengontrol harga dan mereduksi praktik rente.
Agar peta jalan kedaulatan pangan berjalan, perlu dua syarat: anggaran memadai dan
kelembagaan yang powerful. Selama ini reformasi pertanian dipinggirkan. Politik
pembangunan dan anggaran menjauh dari pertanian. Pertanian dinilai tidak lagi penting.
Kelembagaan yang mengurus pangan dibubarkan. Padahal, sejarah negara-negara maju
seperti AS, Jepang, dan yang lain mengajarkan tidak ada negara yang ekonominya maju dan
stabil tanpa ditopang pertanian. Meskipun ekonomi mereka sudah bergantung pada pertanian,
tidak serta-merta pertanian ditinggalkan. Justru pertanian diperkuat dengan anggaran dan
aneka perundangan. Pertanian ditaruh di tempat terhormat: sebagai persoalan bangsa. Untuk
berdaulat pangan, Jokowi-JK harus menempatkan pangan dan pertanian sebagai persoalan
bangsa.
KHUDORI
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat
20
If You Die Poor, It’s Your Fault
18-10-2015
Aminah Cendrakasih. Ia adalah artis Indonesia yang paling sering nampang di layar bioskop
dan TV di era 1950-an hingga 1980-an. Ia sudah membintangi lebih dari 80 film dan
sinetron.
Mungkin anda masih ingat perannya sebagai Emak dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
Sayangnya, di usia senja Aminah mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan kala sakit
menderanya hingga lumpuh dan buta, ia kesulitan membayar biaya pengobatan.
Antoine Walker. Seorang pemain basket profesional di AS. Selama 11 tahun menjadi bintang
di Liga NBA, ia mendulang duit hingga Rp1,3 triliun. Namun baru beberapa tahun pensiun
sebagai pemain, ia dinyatakan bangkrut dengan meninggalkan banyak utang. Apa yang
salah? Ternyata Antoine Walker sangat boros. Uangnya habis untuk membeli barang
konsumtif, berjudi dan berpesta pora.
Banyak kisah yang mirip dengan nasib si Emak-nya Si Doel atau Antoine Walker. Saat rezeki
lancar, mereka kurang bijak dalam mengelola duit. Mereka inginnya ”muda foya-foya, tua
kaya raya, mati masuk surga.” Mereka lupa bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini.
Kemasyhuran bisa hilang. Kekayaan bisa menguap dengan amat cepat. Jabatan di perusahaan
bisa hilang atau berakhir. Mereka lupa bahwa hidup ini adalah sebuah siklus. Lahir, balita,
remaja, dewasa, tua dan mati.
Mereka lupa untuk berinvestasi dengan baik. Mengapa harus berinvestasi? Karena di masa
mendatang kita pasti membutuhkan uang. Yang tidak pasti adalah apakah di masa mendatang
kita masih bisa berpenghasilan untuk tetap eksis.
Mungkin sebagian orang pernah berandai-andai. Misalnya, andaikan nama belakang mereka
adalah Gates, Buffett, Trump, Salim, Bakrie, Hartono, Wijaya, Halim, dan sederet nama
keluarga tajir lainnya. Maka, kita tidak perlu bekerja karena bakal mendapat warisan yang
cukup untuk hidup sekian turunan. Namun, sayangnya mereka tidak bisa memilih untuk
menjadi anak siapa. Dan, ini bukan kesalahan mereka bahwa mereka dilahirkan miskin.
Seperti kata bijak dari Bill Gates, ”If you are born poor, it is not your fault. But, if you die
poor, it is your fault.” Kita tidak bisa memilih awal petualangan hidup kita, namun
setidaknya kita bisa menentukan isi dan ending-nya.
Kadang binatang bisa lebih bijaksana daripada manusia. Ambil contoh beruang es.
Bagaimana beruang es bisa bertahan menghadapi cuaca ekstrem di kutub utara? Ia sengaja
makan sebanyak-banyaknya saat musim panas. Setiap hari ia bekerja keras menangkap ikan
21
salmon yang kaya gizi dan lemak. Tubuhnya ia timbuni lemak sebanyak-banyaknya. Selama
musim dingin, beruang es hanya tidur-tiduran karena tidak ada makanan yang bisa didapat.
Semua danau dan sungai membeku. Lemak di tubuhnya itulah yang membuat ia bisa bertahan
hingga musim panas berikutnya. Sejak kecil beruang es telah diajari untuk bisa survive, yakni
sadar untuk menimbun lemak dan membangun keterampilan menangkap ikan salmon.
Manusia juga mengalami ”musim panas” yang panjang, yakni saat berusia 18 hingga 56
tahun. Usia produktif untuk bekerja keras mengumpulkan ”lemak”. Selewat 56 tahun, pada
umumnya manusia mulai memasuki ”musim dingin.” Tubuh mulai merasakan proses
degenerasi. Sakit penyakit mulai bermunculan, dan celakanya sakit itu mahal. Jika tidak
memiliki asuransi kesehatan, biaya untuk berobat bisa membunuh lebih cepat daripada
penyakitnya. Asuransi kesehatan pun pada umumnya ada batas usianya, hingga 65 tahun.
Di ”musim dingin” kita mulai kehilangan penghasilan dari bekerja. Oleh karena itu, hidup
sebaiknya direncanakan dengan rapi, walau ada ungkapan ”hidup mengalir sajalah seperti
air.” Dan yang paling penting untuk direncanakan adalah masalah keuangan. Intinya, kita
harus bisa mengestimasi kebutuhan di masa mendatang dan berapa jumlah dana yang harus
diinvestasikan saat ini dan secara berkala.
Jumlah dana yang harus diinvestasikan juga tergantung berapa besar imbal hasil
investasi. Semakin besar imbal hasil investasi, semakin sedikit jumlah dana yang harus
diinvestasi. Misalnya, untuk memiliki dana sebesar Rp1 miliar sepuluh tahun mendatang,
berapa uang yang harus diinvestasikan hari ini? Tergantung pada pilihan investasinya. Jika
memilih deposito bank dengan bunga 8% per tahun, kita perlu dana Rp460 juta. Jika
berinvestasi pada properti yang menawarkan imbal hasil 15% setahun, kita membutuhkan
Rp250 juta hari ini. Namun jika kita bisa berbisnis, atau berinvestasi pada saham yang
memberikan keuntungan 25% setahun, kita hanya butuh Rp110 juta.
Kata “investasi” mudah diucapkan, namun sulit dijalankan. Uang yang kita miliki
sekarang selalu menggoda untuk segera dibelanjakan. Gadget terbaru atau beli obligasi?
Wisata ke Eropa atau beli saham? Mobil mewah atau beli properti? Investasi, seperti kita
belajar bermain bulutangkis atau musik, harus terus dilatih. Semakin disiplin dalam belajar
dan berlatih, semakin cepat mahir. Beruang es yang sadar dan terampil berinvestasi lemak
semoga memberi kita inspirasi.
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
22
Nobel Ekonomi 2015: Konsumsi dalam
Ekonomi
19-10-2015
Nobel Ekonomi 2015 diberikan kepada Angus Deaton, 69, profesor ekonomi dari Princeton
University. Keputusan Komite Seleksi hadiah nobel ”Royal Swedish Academy of Science”
didasarkan oleh karya Angus Deaton atas analisisnya tentang ”konsumsi, kemiskinan, dan
kesejahteraan”.
Pria kelahiran Skotlandia ini dianggap berjasa menjelaskan hubungan bagaimana individu
atau rumah tangga mendistribusikan uang belanja mereka di antara pilihan konsumsi yang
ada; berapa banyak penghasilan masyarakat yang dibelanjakan dan ditabung; serta
pengukuran tingkat kemiskinan yang tepat.
Selain itu juga, kontribusinya dalam menganjurkan metodologi di tingkat mikro tentang
penggunaan data ekonomi di tingkat rumah tangga, dan bukan agregat nasional, mampu
menjelaskan secara baik keterkaitan antara tingkat penghasilan, kemiskinan, dan asupan
kalori.
Saya melihat penelitian dan publikasi Angus Deaton menggambarkan perubahan paradigma
bagaimana kita harus menempatkan konsumsi, penghasilan, dan produksi dalam sistem
ekonomi. Berbeda dengan ekonom pada masa sebelumnya yang menitikberatkan pada sisi
produksi dan pendapatan, Angus Deaton melihat sisi lain bagaimana sistem perekonomian
berjalan.
Pendekatan (proxy) yang digunakan Angus Deaton bukan menginvestigasi produksi atau
pendapatan, tetapi konsumsi sebagai fokus pembahasan (demand side). Ekonom sebelumnya
menganggap konsumsi sebagai turunan dari fungsi pendapatan dan dianggap konstan.
Anggapan bahwa perilaku konsumsi dan pilihan-pilihan individu dapat dijelaskan melalui
perubahan agregasi pendapatan di tingkat nasional dianggap keliru oleh Angus Deaton.
Ekonom seperti Keynes pada era 1930-an menganggap bahwa derajat perubahan belanja
konsumen diasumsikan konstan seiring dengan perubahan pendapatan yang diterima. Pada
1950 dan 1960-an, Milton Friedman menganggap bahwa volatilitas pendapatan (income)
lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi. Individu dan rumah tangga diasumsikan lebih
mampu melakukan penyesuaian (adjustment) pada konsumsi dibandingkan dengan
pendapatan.
Pendekatan ini dikenal sebagai permanent income hypothesis. Individu atau rumah tangga
23
akan menyisihkan sebagian pendapatan dalam bentuk tabungan sebagai antisipasi
ketidakpastian pendapatan mereka. Secara agregat konsumsi masyarakat menjadi lebih stabil
dibandingkan dengan pendapatan mereka.
Inilah yang dibantah oleh Angus Deaton dengan menggunakan data di tingkat mikroekonomi
justru menemukan perubahan konsumsi jauh lebih besar dan sangat sensitif dibandingkan
dengan pola perubahan pendapatan masyarakat. Dihadapkan pada situasi sulit atau jelang
krisis ekonomi, individu atau rumah tangga akan menyesuaikan pola konsumsi dan belanja
mereka secara drastis.
Sebaliknya, apabila individu atau rumah tangga melihat ada potensi pendapatan lebih besar
pada masa depan, pola konsumsi hari ini bisa berubah menyesuaikan ekspektasi pendapatan
pada masa mendatang. Hal ini membuat pola belanja dan konsumsi di masyarakat lebih
sensitif, volatile, dan unpredictable dibandingkan dengan pergerakan perubahan
pendapatan. Dari sisi ini kita lantas bisa memahami mengapa aspek psikologis seperti
sentimen, optimisme, dan keyakinan konsumen menjadi hal penting dan dijadikan rujukan
untuk mendeteksi tumbuh-tidaknya perekonomian suatu negara.
***
Penetapan Angus Deaton sebagai peraih Nobel Ekonomi 2015 juga memiliki pesan yang kuat
bagi perekonomian dunia saat ini. Banyak negara yang mulai fokus pada penguatan konsumsi
domestik. Negara seperti Cina yang mengalami tekanan ekonomi akibat pelambatan pasar
ekspor melakukan shifting arah kebijakan pada penguatan konsumsi domestik. Tidak dapat
diandalkannya pasar ekspor menyulitkan menyerap output produksi dan mengancam
munculnya persoalan yang lebih besar seperti penurunan margin keuntungan korporasi,
ancaman perumahan atau PHK karyawan, penurunan pendapatan pajak negara, dan kenaikan
angka kemiskinan. Komite Seleksi Hadiah Nobel sepertinya ingin menyampaikan kepada
masyarakat dunia bahwa perilaku konsumsi perlu menjadi fokus bagi pengambil kebijakan
selain mendorong sisi produksi (supply side).
Kontribusi penting Angus Deaton lainnya adalah mengaitkan antara penghasilan dan
pengukuran tingkat kemiskinan di suatu negara. Penelitian bersamanya dengan Subramanian
(1996) menjadi salah satu kontribusi penting Angus Deaton dalam menganalisis pola
konsumsi dan kebutuhan kalori di kelompok masyarakat miskin, terutama di negara
berpenghasilan rendah. Penelitian ini penting dalam keterkaitannya menginvestigasi pola
kebutuhan kalori dan kualitas hidup melalui kecukupan asupan kalori. Selain itu juga,
pemetaan akan hal ini akan sangat membantu bagi para pengambil kebijakan untuk menyusun
program intervensi pengentasan kemiskinan.
Pendekatan yang disarankan dari perspektif ini, dan diterapkan di banyak negara, adalah
peningkatan asupan nutrisi akan banyak membantu pencegahan akan kelaparan, peningkatan
kualitas gizi, dan pengentasan kemiskinan. Program seperti beras untuk rakyat miskin
24
(raskin) yang saat ini menjadi beras untuk keluarga sejahtera menjadi salah satu bentuk
implementasi kebijakan hasil rekomendasi dari perspektif ini.
Bagi Indonesia, terdapat beberapa hal yang dapat kita jadikan refleksi dari terpilihnya Angus
Deaton sebagai peraih Nobel Ekonomi 2015. Pertama, saat pemerintah saat ini mendorong
sisi pasokan (supply-side) melalui pembangunan infrastruktur dan industrialisasi, hal ini perlu
dilakukan tanpa melupakan penguatan sisi konsumsi masyarakat. Selain lebih sensitif dan
volatile, konsumsi rumah tangga dan swasta di Indonesia berkontribusi antara 54-56%
terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional.
Perlambatan ekonomi nasional yang saat ini terjadi juga disebabkan oleh konsumsi
masyarakat yang melambat. Kebijakan yang mendorong terjaganya daya beli masyarakat dan
terus memompa optimisme bagi konsumen domestik akan sangat membantu bergairahnya
dunia usaha dalam negeri di tengah perlambatan pertumbuhan ekspor dunia.
Kedua, bertambahnya angka kemiskinan 860.000 jiwa dalam kurun waktu September 2014-
Maret 2015 menuntut perhatian khusus dari para pengambil kebijakan untuk segera
mengambil kebijakan intervensi. Perspektif Angus Deaton yang menyarankan agar para
pengambil kebijakan melihat data yang lebih mikro atas pola konsumsi masyarakat miskin
dapat menjadi rujukan penetapan kebijakan yang dibutuhkan.
Tidak hanya menggunakan data yang bersifat makro, tetapi data berdasarkan provinsi, pulau,
gender, pekerjaan, perkotaan-perdesaan, dan latar belakang keluarga serta pendidikan akan
sangat berguna bagi penyusunan program-program pengentasan kemiskinan.
Ketiga, distribusi pendapatan berdasarkan faktor-faktor seperti demografi, gender,
kewilayahan, profesi, latar belakang pendidikan, dan siklus ekonomi perlu terus dipetakan
untuk mengantisipasi peningkatan angka ketimpangan (inequality). Intervensi kebijakan
untuk mengurangi ketimpangan akan lebih tepat dan terukur apabila setiap pengambil
kebijakan masuk ke kedalaman data dan tidak hanya menggunakan data yang bersifat
agregasi dan nasional.
Angus Deaton mengajari dan menunjukkan kepada kita semua bahwa meskipun terdapat
optimisme pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan. Hal ini perlu diikuti oleh
intervensi kebijakan yang lebih tepat sasaran. Pemanfaatan data mikro akan sangat membantu
kita semua dalam memotret sekaligus mengembangkan kebijakan untuk mengatasi persoalan-
persoalan ekonomi, kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI
25
Setahun Nawacita
Koran SINDO
19 Oktober 2015
Sembilan program prioritas atau Nawacita seharusnya menjadi penunjuk arah pembangunan
nasional di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf
Kalla. Namun, tepat setahun usia pemerintahan kedua pemimpin itu, ke mana bangsa dan
negara ini akan melangkah sama sekali tidak jelas.
Jokowi-JK menawarkan Nawacita sebagai jalan perubahan, sekaligus melanjutkan semangat
perjuangan serta cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat
secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Nawacita
yang dijanjikan kedua pemimpin masih bisa dibaca pada berbagai dokumen publik.
Ketika situasi negara aman dan terkendali seperti sekarang ini, perhatian publik tentu terfokus
pada kinerja ekonomi pemerintah. Pada dokumen Nawacita, target pembangunan ekonomi itu
setidaknya tercantum pada poin 3 (Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan); poin 6 (Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa
maju dan bangkit bersama bangsa Asia lainnya); dan poin 7 (Mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik).
Jokowi-JK coba merealisasikan komitmen membangun dari pinggiran (poin 3) dengan
kebijakan Alokasi Dana Desa sebesar Rp20 triliun pada 2015 ini. Namun, tentang
peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing (poin 6), serta mewujudkan kemandirian
ekonomi (poin 7) memang patut diperdebatkan.
Niat meningkatkan produktivitas dan daya saing sebenarnya sudah dimentahkan oleh Jokowi-
JK sendiri, ketika keduanya menaikkan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) pada
November 2014. Langkah ini menyebabkan biaya produksi naik. Dampak ikutannya adalah
naiknya harga barang dan tarif jasa. Ketika upah tidak ikut dinaikkan, yang terjadi berikutnya
adalah menurunnya konsumsi masyarakat.
Kalau biaya produksi tinggi, sangat sulit untuk memompa produktivitas masyarakat. Apalagi,
suku bunga di dalam negeri pun masih terbilang sangat tinggi. Karena biaya produksi yang
mahal itu, masyarakat enggan merealisasikan kegiatan-kegiatan produktif. Pertama, karena
daya saingnya pasti rendah menghadapi produk impor. Kedua, tidak ada yang mau
berspekulasi ketika permintaan pasar sedang lesu. Karena itu, KUR (Kredit usaha rakyat)
sekalipun tidak diminati komunitas pengusaha kecil.
26
Dalam Paket Kebijakan Ekonomi II dan III yang diumumkan baru-baru ini, Jokowi-JK coba
menurunkan biaya produksi dalam negeri. Langkah yang dipilih adalah menurunkan harga
energi. Namun, keadaan sudah cukup memburuk. Pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah
terjadi di berbagai sektor usaha. Lagipula, upaya menurunkan biaya produksi itu tidak akan
efektif jika tidak diikuti dengan penurunan suku bunga.
Cita-cita Jokowi-JK mewujudkan kemandirian di bidang ekonomi (poin 7) mulai
dipertanyakan. Pasalnya, pemerintahan sekarang ini benar-benar mengandalkan kekuatan
asing. Pada sejumlah proyek infrastruktur strategis, Jokowi-JK mengundang kehadiran modal
asing. Dalam sejumlah lawatan keluar negeri, Presiden Jokowi lebih mengedepankan aspek
promosi investasi dan mengundang modal asing. Hasilnya, Cina sudah memberi komitmen
investasi hingga USD100 miliar (sekitar Rp1.300 triliun) untuk mendanai proyek
infrastruktur di Indonesia.
Cina setidaknya sudah memenangkan dua proyek besar. Pertama, proyek pembangkit listrik
hidro di Tanjung Selor, Kalimantan Utara. Proyek pembangkit listrik senilai USD17,8 miliar
ini berkapasitas 6.080 MW. Nota kesepahaman kerja sama proyek ini ditandatangani
Presiden Jokowi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Beijing, November 2014.
Proyek kedua yang sempat heboh adalah kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek bernilai Rp73
triliun ini akan dibiayai oleh Bank Pembangunan Cina (CDB). Cina mengalahkan Jepang,
karena Beijing mau memenuhi persyaratan yang diajukan Indonesia. Syarat itu tidak
menggunakan APBN dan Cina tidak meminta jaminan dari Pemerintah RI.
Dari perjalanannya ke Timur Tengah, Presiden juga mendapatkan komitmen investasi.
Perusahaan minyak nasional Arab Saudi, Aramco, menunjukkan minat membangun kilang
minyak di Indonesia senilai USD10 miliar.
Kabinet Bermasalah
Kalau nantinya akan begitu banyak modal asing yang mewarnai perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi nasional, Indonesia sesungguhnya tidak mandiri. Ekonomi Indonesia
tumbuh dan berkembang berkat ikatan dengan modal asing.
Ikatan itu tidak gratis. Kalau investasi Cina terpenuhi semua, akan ada belasan ribu pekerja
Cina yang masuk Indonesia. Di mana kemandirian ekonomi itu?
Nawacita Jokowi-JK juga menjanjikan pemerintahan yang efektif. Janji itu terbaca pada poin
2 (Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan
konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga
perwakilan).
27
Fakta berbicara lain. Baru beberapa bulan memerintah, masyarakat sudah merasakan
pemerintahan ini belum sepenuhnya efektif. Dalam konteks Nawacita, pemerintah dalam
beberapa peristiwa telah mangkir dari tugas ”membangun tata kelola pemerintahan bersih,
efektif, demokratis, dan terpercaya.”
Dalam pengelolaan kehidupan politik terkait kepartaian, terjadi campur tangan ala negara
kekuasaan totaliter, seperti yang dialami Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly seakan tak mampu memahami kedudukannya,
apakah orang partai yang subjektif ataukah pejabat pengelola kehidupan kepartaian yang
objektif dalam suatu sistem politik yang demokratis.
Dalam bidang ekonomi, ada beberapa indikator yang menggambarkan rendahnya efektivitas
itu. Mulai dari lonjakan harga beras pada periode Februari-Maret 2015 yang kemudian
berlanjut dengan kelangkaan daging sapi pasca Idul Fitri tahun ini. Gambarannya semakin
buruk ketika masyarakat melihat fakta tentang penyerapan anggaran yang sangat lamban,
ditambah dengan faktor kejatuhan (depresiasi) rupiah yang membuat banyak orang cemas.
Dalam bidang ketatanegaraan, Presiden dan Wapres tampak keteteran. Kisruh KPK versus
Polri yang berlarut-larut menumbuhkan kesan bahwa Presiden tidak mampu mengendalikan
sepak terjang pimpinan beberapa institusi negara. Kesan ini kemudian terkonfirmasi oleh
disharmoni anggota Kabinet Kerja, yang justru terjadi beberapa hari setelah reshuffle
kabinet.
Menteri Koordinator mengkritik program yang menjadi prioritas Presiden. Sang Menko pun
mendapat perlawanan dari para menteri dan seorang direktur BUMN. Ada menteri yang
menantang Wapres berdebat. Dalam kasus perpanjangan kontrak Freeport, para menteri
kembali melancarkan perang kata-kata.
Apa yang sedang terjadi di tubuh Kabinet Kerja akhir-akhir ini sungguh sulit dipahami dan
kegaduhan pun tak terhindarkan. Semua ini menjadi tontonan masyarakat. Harap
digarisbawahi oleh Presiden bahwa kali ini, kegaduhan itu justru bersumber dari Istana,
tepatnya dari Kabinet Kerja yang dikomandani sendiri oleh Presiden Jokowi.
Wajar jika kemudian publik curiga, Istana tengah memainkan manajemen konflik karena
kegaduhan itu dibiarkan berlarut-larut. Persoalannya bukan semata-mata siapa yang paling
benar dan siapa yang salah. Keprihatinan banyak kalangan lebih tertuju pada soal soliditas
kabinet yang sudah barang tentu sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan Presiden
Jokowi.
Manajemen konflik di tubuh kabinet kerja bisa menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat
pada umumnya, dan dunia usaha pada khususnya. Contohnya, dalam kasus proyek
pembangkit listrik 35.000 MW. Investor sempat ragu dan mempertanyakan kepastian tentang
target daya. Soalnya, seorang menko mengatakan paling realistis untuk lima tahun ke depan
adalah target 16.000 MW, sementara presiden bersikukuh pada target 35.000 MW.
28
Nawacita yang dijanjikan Jokowi-JK memang ideal sebagai penunjuk arah pembangunan
nasional. Namun, beberapa fakta yang sudah tersaji di ruang publik dalam setahun
belakangan ini melahirkan persepsi bahwa pembangunan nasional terkesan tanpa arah.
BAMBANG SOESATYO
Sekretaris Fraksi Partai Golkar/Anggota Komisi III DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin
Indonesia
29
Haruskah Berpijak pada UKM?
20-10-2015
Satu tahun berlalu bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dengan segala
dinamikanya. Ketidakberuntungan mengikuti pemerintahan ini saat harus menggunakan
APBN peninggalan pemerintahan sebelumnya, yang sangat jauh untuk semangat Nawa Cita
yang diusungnya.
Selanjutnya, perubahan nomenklatur anggaran sebagai konsekuensi perubahan nama
kementerian, yang ternyata tidak secara cepat diikuti oleh perubahan regulasi, sehingga
sampai dengan April 2015 permasalahan itu baru terselesaikan. Dampaknya, penyerapan
anggaran pada kementerian dan lembaga (K/L) sangat parah, bahkan beberapa L/K hanya
mampu menyerap di bawah 5% pada semester I.
Berikutnya problem eksternal ekonomi yang cukup parah menghantam ketahanan
perekonomian, sehingga memojokkan perekonomian dalam negeri. Perlambatan
perekonomian dunia berdampak pada perekonomian Indonesia. Depresiasi rupiah,
perlambatan investasi dan ekspor merupakan indikasi dampak perlambatan perekonomian
global terhadap perekonomian Indonesia.
Data BPS menunjukkan bahwa secara kumulatif nilai ekspor Indonesia semester I 2015 turun
sebesar 11,86% dibandingkan dengan periode yang sama di 2014. Sementara, nilai rupiah
yang mengalami depresiasi selama beberapa bulan terakhir berdampak pada kenaikan biaya
produksi bagi industri-industri yang bergantung pada bahan baku impor. Di sisi lain,
perlambatan ekonomi global juga berdampak pada turunnya realisasi PMA pada semester
I/2015, di mana realisasi PMA pada periode tersebut turun sebesar 2,5%.
Melihat perkembangan perekonomian Indonesia yang terus tertekan, maka pemerintah
meresponsnya dengan mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi. Dalam konteks
analisis makro, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, mulai paket kebijakan
ekonomi jilid I sampai dengan jilid IV pada intinya adalah pro-bisnis. Melalui paket
kebijakan tersebut diharapkan tercipta iklim usaha yang kondusif sehingga mendorong
kenaikan investasi dan ekspor. Kemudian, dampak akhir dari kebijakan ekonomi yang
dilakukan adalah stabilitas perekonomian.
Paket kebijakan ekonomi jilid I sampai dengan IV memiliki fokus dan tujuan yang lebih
spesifik. Pada paket kebijakan ekonomi jilid IV terdapat salah satu kebijakan yang bertujuan
menguatkan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Instrumen penguatan
UMKM ini melalui peningkatan KUR pada perorangan atau pekerja yang melakukan
kegiatan usaha produktif dan penguatan pembiayaan UKM oleh Lembaga Pembiayaan
30
Ekspor Indonesia. Langkah penguatan UKM ini merupakan suatu kebijakan yang tepat,
karena UKM memiliki peranan yang strategis di dalam perekonomian Indonesia.
UKM dan Ekonomi Nasional
Peranan strategis UMKM dalam perekonomian dapat dilihat dari beberapa indikator seperti
kontribusi dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja. Jumlah UMKM yang
mencapai lebih dari 56 juta unit mampu menyumbang PDB nasional sekitar 59% dan
menyerap tenaga kerja sekitar 110 juta tenaga kerja.
Dari sisi ekspor, berdasarkan data DJPEN Kemendag menunjukkan bahwa selama tahun
2014 ekspor UMKM menyumbang sekitar 16% (USD23 miliar) dari total ekspor non-migas.
Berdasarkan data-data tersebut membuktikan bahwa UMKM memiliki andil besar dalam
menyangga perekonomian nasional.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah kembali fokus memperkuat fondasi
perekonomian dengan penguatan UMKM sebagai dasar kebijakan yang mampu memicu
penyelesaian permasalahan perekonomian di Indonesia. Permasalahan klasik yang dihadapi
oleh UMKM sampai saat ini adalah lemahnya akses permodalan, akses pemasaran,
rendahnya kualitas produksi, SDM yang kurang berkualitas, dan akses penggunaan
teknologi.
Dalam konteks global, UMKM dalam waktu dekat ini harus menghadapi pemberlakuan
ASEAN Economic Community (AEC), yang menuntut akselerasi peningkatan daya saing
UMKM. Dalam rangka peningkatan daya saing UMKM Indonesia, pemerintah dapat belajar
dari beberapa pengalaman negara lain di dalam mengembangkan UMKM-nya.
Di beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, dan Cina, pemerintahnya membangun pusat-
pusat pelatihan dan pengembangan teknologi bagi UMKM. Lembaga-lembaga ini semacam
inkubator bisnis bagi wirausahawan baru, di mana mereka mendapatkan dukungan pelatihan,
permodalan, teknologi, sampai dengan pemasaran. Di Indonesia hal ini sudah dilakukan
dengan pengembangan inkubator bisnis di beberapa perguruan tinggi.
Di samping itu, pola pengembangan UMKM di beberapa negara lain yang dapat diadaptasi
adalah membangun keterkaitan (production linkages) UMKM dengan industri menengah-
besar. Selanjutnya, dukungan terhadap penggunaan bahan baku lokal harus ditingkatkan.
Pembatasan impor bahan mentah dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan penggunaan
bahan baku lokal pada UMKM.
Fokus dan Kurangi Kegaduhan
Program-program pembangunan UMKM pemerintahan Jokowi-JK memerlukan penajaman
dan aksi yang lebih lugas, terkait dengan permasalahan dan tantangan UMKM. Penyelesaian
UMKM tidak hanya tanggung jawab satu kementerian, tetapi beberapa kementerian dituntut
31
untuk berkoordinasi dan fokus pencapaian target.
Dirigen atas kerja yang terorkestra sangat diperlukan saat ini, permasalahan yang tidak perlu
jangan dengan murah dijual ke media, kegaduhan itu akan semakin menjauhkan kita dari
fokus penyelesaian permasalahan dan semakin menjauhkan dari cita-cita mulia yang
dicanangkan di awal pemerintahan.
CANDRA FAJRI ANANDA
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
32
Memelihara Optimisme Ekonomi-Politik
20-10-2015
Dalam beberapa tulisan di berbagai media massa, saya menciptakan frasa post-elite leader
(pemimpin pasca elite) untuk Joko Widodo. Mengapa? Karena, sejak kemerdekaan hingga
periode Susilo Bambang Yudhoyono, pemimpin puncak nasional didominasi elite Jakarta.
Kemunculan Jokowi sejak dua tahun lalu, dan terpatrikan sebagai calon presiden pada 2014,
pada esensinya adalah kehadiran mengejutkan karena wong cilik berhasil merebut tempat
yang selama ini ”dimiliki” raksasa-raksasa Jakarta. Keberhasilannya meraih kursi presiden,
dengan demikian, menandai datangnya zaman baru dalam sejarah politik Indonesia.
Kini, bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah Jokowi berusia satu tahun. Apa yang
bisa dicatat? Mungkin, sifat post-elite leader Jokowi bisa dijadikan perspektif. Memasuki
Jakarta, Jokowi adalah ”kelinci” di tengah kawanan ”gajah”. Ia hadir sendiri dan secara resmi
bergantung pada kumpulan ”gajah”, para pemilik partai-partai politik.
Maka itu, meski mendapat dukungan riil rakyat di dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014,
Jokowi harus sangat akomodatif terhadap aspirasi partai-partai politik dalam menyusun
kabinet. Kecuali di sektor ekonomi, wajah kabinet Jokowi agak berselera parpol. Bukankah
bahkan jaksa agung sekalipun berasal dari parpol? Dalam konteks inilah kita melihat format
politik tipikal post-elite leader.
Tanpa mengontrol satu pun partai politik, Jokowi dan Kalla tiba-tiba menemukan diri
”minoritas” baik dalam ”politik parpol” maupun ”politik parlemen”. Di sini Jokowi harus
mampu mengimbangi ”tekanan” parpol pendukungnya. Dan, ini bukan ringan, terutama jika
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang harus dilihat. Yang terakhir ini bukan
saja terbesar dalam koalisi pendukungnya, melainkan juga memiliki tokoh kharismatik:
Megawati Soekarnoputri. Tokoh ini bahkan tak terlawankan oleh seluruh elite parpol di
Indonesia.
Dalam konteks kedua, kendati didukung seluruh anggota DPR koalisinya, toh Jokowi dan
Kalla bukan pemegang ”kata putus” di dalam ”politik parlemen”. Maka itu, keduanya lebih
bersifat pasif dalam ”politik parlemen” daripada aktif. Kesan minoritas ini kian terasa jika
dipertimbangkan betapa tak ada pengaruh Jokowi-Kalla atas kecenderungan koalisi partai-
partai oposisi di parlemen. Pertanyaannya, bagaimanakah Jokowi menetralisasikan semua
ini?
Saya kira, inilah fakta politik yang dihadapi oleh, terutama, Jokowi, dalam bulan-bulan
pertama pemerintahannya. Kemelut KPK-Polri, yang bekas-bekasnya terasa hingga kini, dan
33
penciptaan kantor baru yakni kepala Staf Kepresidenan, haruslah dilihat sebagai usahanya
memperlihatkan jati diri politiknya.
Mengambil risiko ”faksionalisme Istana”, Jokowi ”nekat” menggoreskan jati dirinya dalam
politik nasional dengan menggeser posisi Jenderal (Pol) Budi Gunawan kepada Jenderal (Pol)
Badrodin Haiti dan menunjuk Jenderal (Pur) Luhut Panjaitan sebagai kepala Staf
Kepresidenan.
Lalu, dengan menempatkan Teten Masduki menggantikan Luhut untuk pos yang
ditinggalkannya, dalam reshuffle kabinet pertama, maka ”warna Jokowi” mulai terlihat dalam
mozaik percaturan politik nasional. Warna ini kian keureng (bahasa Betawi: nyata) ketika
Partai Amanat Nasional (PAN) secara terbuka menyatakan dukungan kepada pemerintah.
Jalan ini relatif mulus karena, di luar banyak perkiraan orang, dinamika ”politik parlemen”
tidak seperti yang diduga sebelumnya. Setidak-tidaknya, hingga saat ini, sifat post-elite
leader Jokowi mampu mengisi relung tersendiri dalam mozaik politik elite tingkat nasional.
***
Tetapi, bagaimana dengan masalah ekonomi? Di sini kita harus melihat bahwa kendatipun
tak menyebut sedikit pun, gagasan ekonomi Jokowi adalah ”Keynesian economics”. Berasal
dari nama ekonom Inggris, John Maynard Keynes, ”Keynesian economics” adalah pandangan
atau kebijakan ekonomi tentang pentingnya negara dalam perekonomian.
Frasa ”negara harus hadir” dalam konsep kampanye Jokowi jelas memperlihatkan
kecenderungan ini. Lebih dari sebelumnya, sumber daya negara harus dialokasikan ”secara
politik”, dalam arti tidak mengikuti mekanisme pasar. Adakah kendala dalam
membumikannya? Terutama dalam situasi perekonomian global dewasa ini, proses
pembumiannya menghadapi kendala struktural.
Lepas dari berbagai hal lainnya, politik-ekonomi negara secara struktural terkait dengan
dinamika ekonomi global. Dengan asumsi bahwa tak satu pun mampu berdiri sendiri
(berdikari) secara ekonomi, maka negara, tanpa kecuali, harus mengintegrasikan diri ke
dalam hukum ekonomi yang berlaku secara internasional.
Di dalam cakupan internasional ini, setiap kebijakan yang diambil tingkat nasional
mengandung trade off tertentu. Usaha membangun infrastruktur secara besar-besaran,
misalnya, berpotensi menimbulkan kerugian neraca berjalan (current account deficits). Ini
karena impor bahan-bahan material tak terhindarkan dalam pembangunan itu.
Karena permintaan ekspor sedang lesu seperti dewasa ini, current account deficits terjalin
erat dengan berkurangnya cadangan devisa dan, karenanya, sensitif terhadap pelarian modal
(capital flight). Tanpa pendapatan (revenue) dari peningkatan ekspor, current account deficits
menciptakan ketakpercayaan investor asing dan domestik bahwa negara mampu membayar
34
utang. Ini kian rumit karena sebagian besar transaksi impor dilakukan dalam dolar Amerika
Serikat (AS).
Di bawah ancaman current account deficits dan ringkihnya cadangan devisa, serta
menurunnya pendapatan ekspor, tekanan terhadap devaluasi mata uang nasional (rupiah)
menjadi semakin besar. Akibatnya, di samping ihwal disebutkan di atas, inflasi menghadang.
Mengapa? Karena, di samping core inflation (inflasi inti), tingkat harga cenderung naik
akibat imported inflation. Yakni, harga barang-barang dan jasa impor yang meningkat akibat
penggunaan transaksi di dalam mata uang asing, terutama dolar AS, dalam keadaan rupiah
yang melemah.
Setahun pemerintah Jokowi-Kalla telah berhadapan dengan soal ekonomi pelik ini. Maka itu,
negara tidak otonom mengartikulasikan kehendaknya. Dalam konteks moneter, misalnya,
kedaulatan negara, seperti juga terjadi di perekonomian berkembang lainnya, bergantung
kebijakan moneter the Federal Reserves (Bank Sentral AS). Berita tentang rencana the Fed
menaikkan suku bunga saja mendorong pelarian modal dan devaluasi rupiah. Di sini kita
melihat usaha membumikan gagasan ”kehadiran negara” di dalam perekonomian secara
struktural terkendala.
Apakah Jokowi-Kalla bisa keluar dari ”jebakan” struktural ekonomi global ini? Jawabannya
”ya”, melalui peningkatan efektivitas badan usaha milik negara (BUMN). Bagaimana
ceritanya? Pukul 21.35, Rabu, 3 Oktober 2012, running text Metro TV berbunyi: ”TNI akan
prioritaskan pembelian alusista dari produk dalam negeri.” Teks berusia tiga tahun lalu ini
adalah tindakan afirmasi dalam perekonomian.
Tetapi, teks yang sama juga clue (petunjuk) bahwa BUMN adalah jangkar perekonomian di
tengah ”badai globalisasi”. Bukan saja karena produsen senjata itu adalah PT Pindad, salah
satu BUMN, melainkan daya artikulasi BUMN berpotensi menyangga perekonomian
nasional.
Usaha Menteri BUMN Rini Soemarno mensinergikan BUMN Indonesia dan Tiongkok
membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung adalah contoh program pembangunan
infrastruktur dilakukan tanpa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Di samping
membuka sejarah baru ”kerja sama global BUMN”, menyerap tenaga kerja berbuah
peningkatan daya beli, adanya unsur ”asing” dalam investasi ini konstruktif mengamankan
devisa dan kestabilan rupiah.
Efek selanjutnya, di bawah Jokowi-Kalla, BUMN bisa menjadi ”gerakan” peningkatan
demand (kebutuhan) mata uang domestik dengan mengharuskan pembayaran ekspor
produknya di dalam rupiah. Ini bukan khayal. Proses produksi sebagian besar BUMN sektor
ekstraktif dan pertanian tak banyak mengandung impor.
Maka itu, kombinasi sinergi ”global” BUMN dan kewajiban transaksi ekspor dalam rupiah
memberikan sumbangan kokohnya pijakan kaki perekonomian nasional dalam gelombang
35
globalisasi yang kian tak stabil itu. Kesimpulannya, secara politik, setahun pemerintah
Jokowi-Kalla ditandai kian terasanya warna Jokowi dalam mozaik politik nasional.
Secara ekonomi masih problematik. Otonomi artikulasi negara secara struktural terjebak
sistem global, yang efek destruktifnya berpengaruh terhadap legitimasi politik rezim ini.
Namun, jika perspektif optimisme ingin dipertimbangkan, jebakan ini relatif bisa dihindari
dengan mengembangkan imajinasi kreatif kinerja BUMN.
FACHRY ALI
Penulis adalah Salah Satu Pendiri Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU
Indonesia)
36
Kinerja Jokowi-JK di Tahun Sulit
Koran SINDO
21 Oktober 2015
Tepat pada 20 Oktober 2015 kemarin, umur pemerintahan Jokowi-JK genap 1 tahun.
Sebagaimana sebuah isi kandungan, dia tidak lagi dinyatakan sebagai seorang bayi, tetapi
sudah menjadi anak. Bayi sangat rentan atas dunia luar selama tahun pertama dan kemudian
semakin kuat setelah usia 1 tahun beradaptasi. Begitu juga pemerintahan Jokowi-JK.
Apa yang menarik dari perjalanan 1 tahun pertama pemerintahan? Tidak saja kinerja selama
satu tahun yang dapat dilihat secara kuantitatif, tetapi juga bagaimana mendudukkan fondasi
ekonomi sehingga selama empat tahun yang akan datang akan dapat dicapai secara
meyakinkan.
Komponen Makro
Memang pertumbuhan ekonomi, selama 1 tahun terakhir menurun dibandingkan dengan
capaian pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Capaian angka 4,6% sebenarnya sudah
jauh lebih baik dibandingkan dengan capaian ekonomi oleh negara-negara Asia Tenggara
lainnya.
Itu pun pertumbuhan ekonomi masih relatif induced, kejadiannya tidak terlalu banyak
disebabkan dampak APBN secara autonomus. Mengingat APBN sendiri relatif tertunda
implementasinya, katakan proyek-proyek pemerintah baru terasa setelah kuartal kedua
berjalan. Ini disebabkan tidak terlalu cepat mengisi pos-pos pemerintahan, mulai eselon 1
sampai eselon 3. Pos-pos yang ditetapkan dengan penuh keraguan dan sedikit klikisme.
Memang tidak mudah memperkirakan apa saja yang berubah selama satu tahun terakhir.
Empat hal dapat dilihat. Pertama kinerja ekspor Indonesia. Kalau pada tahun-tahun
sebelumnya ekspor Indonesia diuntungkan karena harga internasional membaik, kali ini
selain harga melemah, kinerja ekspor Indonesia juga menurun.
Menurut laporan bulanan BPS, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-September
2015 mencapai USD 115,1 miliar atau menurun 13,29% bila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2014, demikian juga ekspor non-migas mencapai USD100,7 miliar atau
menurun 7,87%. Hampir seluruh jenis ekspor mengalami penurunan, tidak terkecuali untuk
tujuan ekspor.
37
Yang menarik adalah ekspor perhiasan mengalami kenaikan yang tinggi. Secara implisit
dapat dipahami bahwa sekalipun resesi, jika memiliki kekuatan dalam hal industri kreatif,
Indonesia masih dapat memiliki pangsa pasar yang baik.
Kedua, selain pelemahan dari permintaan dunia terhadap komoditas primer Indonesia,
pembatasan-pembatasan tenaga kerja ke luar negeri, khususnya pembantu rumah tangga ke
Timur Tengah telah pula mengurangi jumlah remittances ke Indonesia. Apalagi pemulangan
tenaga kerja pembantu rumah tangga, jelas akan menyebabkan sumber penerimaan yang
berasal dari remittances menjadi semakin langka.
Sikap terhadap pentingnya ekspor tenaga kerja Indonesia, untuk level 1 dan 2, sebenarnya
tidak perlu dikhawatirkan. Filipina, dengan banyaknya jumlah migrasi tenaga kerja muda,
telah memperkuat mata uang peso dari mata uang dolar Amerika Serikat. Filipina masih
relatif kuat pertumbuhan ekonominya saat ini.
Ketiga, dapat dilihat pelemahan rupiah yang volatil dan tidak mudah ditebak. Mengingat
masa-masa kritis nilai tukar melemah hingga minggu pertama bulan Oktober, berbagai seri
kebijakan paket ekonomi jilid 1-4 tampaknya sedikit bisa mengatasi pelemahan
rupiah. Memang majalah Economist (Oktober, 2015) mengungkap bahwa paket kebijakan
ekonomi tersebut masih relatif tidak jelas bentuk implementasinya.
Keempat, bagaimana tentang kesejahteraan? Salah satu data yang dapat dilihat untuk menilai
kesejahteraan adalah bagaimana nilai upah buruh tani. Nilai nominal upah buruh tani
meningkat dari September 2014 ke September 2015 sebesar 4,2%. Dengan kondisi inflasi
yang ada, sebenarnya upah riil yang diterima buruh tani menurun kesejahteraannya sekitar
3,1% dari September sebelumnya.
Penurunan nilai riil upah buruh sebenarnya merupakan sebagian indikasi awal terhadap
semakin melemahnya permintaan akan tenaga kerja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) jelas
akan semakin meningkat. Para pencari kerja baru jelas akan semakin meningkat dan
dikhawatirkan jumlah anak muda yang idleness bisa meningkat. Kalau di Amerika Serikat
kenaikan angka pengangguran dan idleness bagi anak muda merupakan beban sosial yang
tinggi, mengingat mereka tidak akan membayar pajak, dan pemasukan pajak bisa menjadi
berkurang.
Infrastruktur
Memang ketika masa sulit dialami negara, faktor cuaca musim panas yang berkepanjangan di
daerah Jawa dan kabut asap yang sudah memakan waktu dua bulan di Sumatera dan
Kalimantan menambah daftar sulit untuk pemulihan ekonomi.
Kondisi alam yang tidak menentu masih dapat diupayakan dengan mendorong proyek-proyek
infrastruktur dan energi. Ground breaking jalan lintas Sumatera, peresmian berbagai proyek
Kawasan Tujuan Wisata; seperti Kawasan Mandeh, di Sumatera Barat, diperkirakan akan
38
dapat meningkatkan ketersediaan lapangan kerja untuk tenaga buruh lepas dan konstruksi.
APBN untuk infrastruktur sangat penting. Apalagi banyaknya upaya untuk merayu para
investor khususnya untuk pembangkit listrik tenaga uap dan pembuatan ruas jalan komersial.
Sayang skema investasi dengan model turn key project akan membuat pasar tenaga kerja
domestik relatif gigit jari. Sebaiknya aturan pembatasan tenaga kerja segera diselesaikan dan
tentunya upaya untuk mengaktifkan community college menjadi sangat penting untuk
memacu keperluan tenaga kerja berketerampilan.
Sudah saatnya pemerintahan Jokowi-JK untuk memilih strategi substitusi impor, khususnya
menyelesaikan impor pangan, ketimbang hanya memilih strategi orientasi ekspor. Sangat
mungkin kita memilih dan mengadopsi kedua strategi itu ketimbang menggenjot ekspor saja.
Jika ekspor yang menjadi pilihan, industri dalam negeri semestinya juga perlu tumbuh dan
berkembang semakin baik.
ELFINDRI
Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Andalas
39
Turisme dan Tour de Singkarak
Koran SINDO
21 Oktober 2015
Untuk yang ketujuh kalinya event akbar balap sepeda Tour de Singkarak (TdS) Sumatera
Barat digelar kembali pada 3-11 Oktober 2015 dengan 9 etape yang berjarak total 1.182 km
melintasi 18 kota dan kabupaten di seluruh Sumatera Barat. Orang Sumatera Barat
menyebutnya sebagai ”Baralek Gadang”.
TdS merupakan salah satu lomba balap sepeda yang bergengsi dan terfavorit di Asia menurut
Asian Cycling Confederation (ACC), yang penyelenggaraannya sudah masuk dalam kalender
resmi Union Cyclist International (UCI). Lebih dari itu walaupun baru berusia tujuh tahun
TdS telah mampu mencapai peringkat ke-5 dari sisi jumlah penonton terbanyak, setelah Tour
de France, Giro d’Italia, Vuelta A Espana, dan Santos Tour de Under.
TdS 2015 ini diikuti oleh 21 tim dengan partisipasi sebanyak 22 negara. Pada tahun ini ikut
serta juga para pembalap dari Eropa (Prancis, Spanyol, Belanda, Belgia bahkan Rusia), di
samping dari Iran, Australia, dan Jepang. Tentunya juga turut serta para pembalap sepeda
terbaik di Indonesia yang diwakili oleh tim Pegassus Continental Cycling Team, Tim
Nasional Indonesia BSP, Kentucky Fried Chicken, dan Banyuwangi Racing Team.
Secara keseluruhan, jumlah pembalap ditambah dengan para ofisial tim bisa dihitung sekitar
lebih dari 600 orang, belum lagi dari panitia pusat dan daerah serta rekan-rekan wartawan
internasional, nasional dan lokal diperkirakan lebih dari 1000 orang yang terlibat dalam
pelaksanaan TdS 2015 ini. Kehadiran sejumlah orang ini tentu memberikan dampak ekonomi
bagi setiap daerah yang dikunjungi.
TdS-Sport Tourism
Sejak awal TdS diselenggarakan sebagai kegiatan sport tourism yang berarti kegiatan TdS ini
tidak serta-merta hanya untuk aktivitas olahraga sepeda, tetapi sekaligus mempromosikan
daerah dan kota, terutama objek wisata yang dilalui TdS.
Setiap kali start dan finish peserta selalu disuguhi kesenian lokal dan kuliner khas dari
daerah-daerah tersebut. Kesempatan ini juga merupakan ajang bagi para seniman daerah itu
untuk berpartisipasi menampilkan karya-karyanya. Melalui acara TdS ini mereka tampil lebih
bangga karena event ini bertaraf internasional. Demikian juga dengan kuliner, karya-karya
industri kreatif yang banyak dijual sekitar arena finis maupun start, tentu ini memberikan
dampak langsung penambahan pendapatan bagi masyarakat dari 18 kabupaten dan kota yang
dilalui TdS.
40
Masih banyak destinasi/objek wisata yang belum diketahui maupun yang mempunyai daya
tarik yang luar biasa serta keunikannya baik alam maupun dari aspek budayanya. Beberapa
contoh yang dapat diceritakan yaitu Kabupaten Sijunjung mempunyai alam yang indah, bila
kita berkunjung ke Sijunjung di situ kita bisa melihat keindahan bukit batu yang menjulang
tinggi di tengah-tengahnya mengalir sungai, seperti yang kita bisa lihat di Grand Canyon di
USA. Di Sijunjung juga ada warisan budaya yang berupa rumah adat Minang yang masih
sangat asli dan hingga kini disebut sebagai ”Desa Adat Padang Ranah” yang di mana
dijadikan tempat start etape ke-3 TdS.
Belum lagi Kabupaten Pasaman, start TdS yang sangat unik di garis khatulistiwa, juga
tempat kelahiran tokoh pahlawan Perang Padri Tuanku Imam Bonjol. Selanjutnya ada Kelok
44, disebut the most exciting etape karena hanya ada satu-satunya di dunia ditunjang dengan
keindahan pemandangan alam yang luar biasa dan eksotisme Danau Maninjau yang berkabut.
Masih banyak lagi keunikan-keunikan yang masih terpendam yang dapat dikembangkan lagi
bagi wisatawan lokal, nasional dan internasional.
Demikian juga pada kuliner Sumatera Barat yang lebih dikenal dengan masakan Padang, di
setiap daerah kaya sekali dengan kuliner beraneka rasa, dengan olahan yang sangat berselera
”tasty”. Beberapa yang bisa kita rasakan antara lain bebek cabe hijau, rendang, sayur pakis,
dan yang tak kalah enaknya kalio jariang.
Dampak TdS bagi Masyarakat
Persoalan dampak TdS ini selalu ditanyakan oleh pengamat, ada yang mempertanyakan
seberapa besar dampak TdS ini dibandingkan dengan dana yang sudah dikeluarkan terutama
APBN dan APBD.
TdS ini sejak awal diselenggarakan pada 2009, untuk promosi destinasi daerah Sumbar yang
sangat menurun kunjungan wisatanya, setelah kejadian gempa dan tsunami yang telah
memorak-porandakan terutama hotel-hotel dan restoran di Kota Padang, sehingga
menciptakan stigma ”kekhawatiran dan ketakutan” berwisata ke Sumbar. Event seperti TdS
memberikan semangat kembali berwisata ke Sumbar.
Nah, untuk lebih afdol beberapa angka di bawah ini memperlihatkan tren yang naik bila pada
2010 hanya ada sekitar 27.000 wisatawan mancanegara, pada 2014 telah mencapai 56.000
wisatawan mancanegara ada pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 20% (2010-2014),
relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang mencapai 9% dan rata-rata
dunia yang hanya 4,5%.
Wisatawan Nusantara kedatangan pada 2010 mencapai 4,5 juta, di tahun 2013 telah mencapai
6,8 juta ada pertumbuhan sekitar 9% (2010-2013) yang lumayan tinggi. Demikian juga
dengan tenaga kerja langsung di bidang pariwisata yang pada 2010 sekitar 2.644 tenaga kerja
dan pada 2014 sebanyak 4076 tenaga kerja dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 12%
(2010-2014).
41
Selain itu, jumlah kamar hotel yang terus tumbuh setiap tahunnya, pada 2011 jumlah kamar
yang tersedia di Sumatera Barat sebanyak 5.437 kamar dan pada 2015 tumbuh 8.336 kamar.
Demikian juga dengan jumlah penerbangan yang menuju Sumatera Barat, pada 2010 jumlah
penerbangan mencapai 21 dan pada 2015 meningkat menjadi 35 penerbangan.
Belum lagi dari sektor penerimaan pajak di sektor pariwisata (hotel, restoran dan hiburan)
tahun 2009 mencapai Rp15 miliar dan pada 2013 meningkat mencapai Rp35 miliar. Selain
itu, news value yang dihasilkan dari penyelenggaraan TdS ini juga terus meningkat, pada
2012 news value yang dihasilkan mencapai Rp91 miliar dan pada 2014 meningkat hingga
mencapai Rp150 miliar.
Selain itu, TdS juga mendorong peningkatan pembangunan infrastruktur berupa perbaikan
jalan yang dampaknya juga dapat dinikmati langsung oleh masyarakat Sumbar. Dampak lain
yang juga sangat penting dan dilupakan adalah adanya sinergitas serta komitmen yang tinggi
dari semua pihak dari pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota
(termasuk SKPD terkait) demikian juga jajaran pengamanan terutama polisi untuk
mengamankan jalannya TdS dan suksesnya acara, dengan kata lain dengan TdS bisa
memperlancar koordinasi antar instansi.
Tantangan TdS
Tantangan yang utama TdS seperti pariwisata pada umumnya yaitu sarana-prasarana,
aksesibilitas yang masih perlu ditingkatkan. Terutama belum tersedianya hotel-hotel di
kabupaten/kota yang dilalui, hanya di Kota Padang dan Kota Bukittinggi saja yang sudah
mempunyai hotel yang cukup memadai, sementara di kota-kota lain masih belum memadai.
Hal ini yang menyebabkan memerlukannya transfer untuk para pembalap dari di tempat finis
yang relatif jauh dan cukup menguras tenaga bagi para pembalap. Salah satunya dari tempat
finis yang terdapat di Kabupaten Solok Selatan yang harus ditransfer menuju Kota
Bukittinggi, yang jarak tempuhnya relatif sangat jauh.
Demikian juga rekan-rekan wartawan juga sempat merasakan prasarana berupa koneksi
internet yang masih belum memadai karena masih ada beberapa daerah yang belum bisa
menerima jaringan internet. Juga dari segi fasilitas makanan khusus untuk pembalap, ke
depannya diharapkan harus bisa disesuaikan dengan kebutuhan para pembalap.
Tantangan lainnya ialah dibutuhkannya sistem buka-tutup pemanfaatan jalan raya bagi
kepentingan TdS sehingga lebih efisien dan tidak terlalu mengganggu aktivitas sebagian
masyarakat, namun pada umumnya masyarakat sudah memahami dan memaklumi apabila
ada diselenggarakannya TdS bisa merelakan jalannya digunakan berjam-jam untuk kegiatan
TdS.
Kiranya di samping aspek penyelenggaraan acara, ke depannya diharapkan juga partisipasi
bagi para atlet pembalap daerah untuk ikut dalam penyelenggaraan TdS. Dari itu semua, TdS
42
merupakan promosi destinasi pariwisata di Sumatera Barat terutama bagi daerah-daerah yang
selama ini destinasi/objek wisatanya belum terkenal sehingga diharapkan TdS merupakan
investasi yang akan dirasakan manfaatnya secara langsung pada waktu event itu
diselenggarakan dan yang bersifat promosi dan mempunyai dampak jangka panjang bagi
pembangunan kepariwisataan di Sumatera Barat. Yang pada akhirnya dapat memberikan
kontribusi kepada perekonomian masyarakat Sumatera Barat. Amin.
SAPTA NIRWANDAR
Chairman Tour de Singkarak
43
Inspirasi dari Prancis
22-10-2015
Bangsa yang besar selalu bekerja keras mengolah masalah menjadi kekuatan dengan
perubahan dan lompatan yang jauh ke depan. Semakin besar masalahnya, semakin jauh
lompatannya. Mereka punya cara berpikir maju, bukan melulu memagari diri dan merasa tak
mampu.
Bangsa yang besar itu tak pernah mengajarkan bahwa berhemat itu pangkal kaya, melainkan
kerja keraslah pangkal segala kemajuan. Hemat itu pangkal pedit (pelit, kikir), bahkan bisa
menjadi bangsa penakut dan senang menakut-nakuti.
Apalagi zaman sekarang sudah borderless dan era financial leverage pula. Maksud saya,
modal kecil saja bisa di-leverage menjadi besar asalkan kita bisa dipercaya dan mau berbagi
kue. Negeri ini tahunya modal itu cuma equity yang ada di buku, padahal ada banyak cara
memperbesar modal tanpa keluar uang dan jaminan negara.
Sebaliknya, orang yang pelit kalau memimpin tak mau berbagi kue. Bawaannya curiga terus.
Merasa kalah dan dirugikan kalau harus berbagi. Perhatikanlah, kita ribut melulu karena
ditakut-takuti mereka yang tak mengerti rahasia bangsa kaya. Bangsa kaya itu membangun
infrastruktur besar-besaran, karena begitu infrastruktur dibuka, yang diuntungkan pertama-
tama bukanlah pengusahanya, melainkan rakyatnya. Soal kuenya, bagi-bagilah yang adil.
Perang Yom Kippur Mengubah Prancis
Saya ajak Anda melihat Prancis. Pada 1973, negara itu menghadapi krisis energi yang sangat
serius. Penyebabnya, negara-negara Arab secara mendadak menghentikan penjualan minyak.
Mereka marah karena Prancis mendukung Israel dalam Perang Yom Kippur, perang antara
Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dimotori Mesir dan Suriah. Akibatnya,
pembangkit listrik Prancis pun kekurangan pasokan energi dan menghentikan operasinya.
Pada saat itu, PLN mereka, Electricite de France (EDF), mengoperasikan tiga jenis
pembangkit, yakni tenaga nuklir, minyak, gas, dan batu bara. Porsi pembangkit tenaga nuklir
masih terbatas. Pembangkit listrik tenaga batu bara juga hanya mampu menghasilkan listrik
berkapasitas 1.000 megawatt (MW). Untuk mengoperasikan pembangkit itu, setiap hari EDF
mesti membakar 10.000 ton batu bara yang dipasok dari tambang di Lorraine, daerah di
Prancis yang berbatasan dengan Belgia, Jerman, dan Luksemburg. Tapi, ini pun belum
cukup.
44
Boleh dibilang 70% lebih pasokan listrik Prancis diperoleh dari pembangkit bertenaga
minyak. Maka, langkah koalisi negara-negara Arab menghentikan penjualan minyak betul-
betul memukul Prancis.
Kurangnya pasokan listrik membuat negeri ini krisis, ekonominya lumpuh. Orang tua cemas
karena anak-anaknya tak bisa belajar dengan baik, rumah sakit tak bisa melakukan operasi
dan menyimpan vaksin karena mesin pendingin mati. Banyak perusahaan tutup, PHK di
mana-mana, konsumsi masyarakat menurun, dan pengangguran membubung. Pada 1975 saja
ada 900.000-an penduduk Prancis yang jadi pengangguran. Dua tahun kemudian jumlah
pengangguran mencapai 1,1 juta atau sekitar 5% dari total penduduk Prancis.
Akibatnya aksi demo dan mogok kerja yang menuntut perbaikan kesejahteraan terjadi di
mana-mana. Kalau sudah demikian, rakyat baru menuntut perubahan. Insinyur, ekonom, dan
akademisi dipaksa berpikir kembali sampai ditemukan solusi. Bukan seperti di negeri ini.
Setiap kali ada masalah, selalu panggil politisi. Akibatnya makin susah kita karena solusinya
cuma soal kekuasaan dan jabatan.
Membangun PLTN
Sebetulnya pada tahun itu Pemerintah Prancis tengah menyiapkan pembangunan dua
pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Fessenheim, sekitar 1,5 km dari perbatasan
Jerman. Hanya PLTN itu belum beroperasi. Krisis tersebut mendorong Perdana Menteri
Prancis ketika itu, Pierre Messmer, mengambil langkah radikal yang dikenal dengan sebutan
Messmer Plan.
Messmer memerintahkan EDF untuk membangun PLTN dalam jumlah besar. Slogan PM
Messmer ketika itu adalah ”kita tidak punya minyak, tapi kita punya banyak gagasan”. Jika
semula Prancis hanya akan membangun dua PLTN, Messmer memerintahkan EDF untuk
menambah 32 unit lagi. Jadi total ada 34 pembangkit yang mereka bangun sekaligus.
Mereka juga sempat ribut soal uangnya, tapi untuk masalah itu mereka percayakan pada
ahlinya. Mereka menggunakan financial leverage dan melibatkan pihak swasta. Kata mereka
kepada saya di sebuah kampus yang sejuk di luar kota Paris, jangankan 35.000 MW, kalau
mau berbagi kue, Indonesia hari ini bisa punya 100.000 MW tambahan energi baru agar
semua daerah perbatasannya terang-benderang.
Tapi mereka bilang, ajari dulu politisi, penegak hukum, dan para ekonomnya cara berhitung
ilmu keuangan modern agar jangan tersesat dan curiga terus. Tahu itu pangkal kepercayaan,
kata mereka. It’s all started with mindset.
Selanjutnya mereka tunjukkan, dalam perjalanannya, EDF terus menambah jumlah
pembangkitnya. Kini Prancis mengoperasikan tak kurang dari 58 PLTN yang dikategorikan
sebagai yang teraman di dunia. Untuk menopang operasional PLTN tersebut, EDF mesti
mendidik ribuan karyawan dan teknisi dengan tingkat disiplin yang sangat tinggi. Mereka
45
dididik untuk siap menghadapi tiga kondisi, yakni normal, normal dengan gangguan skala
kecil, dan dalam kondisi bencana.
Gajinya juga dibuat tinggi agar tidak bergejolak. Berbeda benar dengan di sini. Semakin
digaji besar semakin jadi hedonis dan ingin berpolitik. Mungkin karena menjadi politisi di
sini terkesan duit dan kekuasaannya unlimited. Bisa memarah-marahi menteri dan CEO. Di
Prancis, politisi amat dibatasi kekuasaannya. Omongannya juga tidak asbun.
Tapi membangun pembangkit listrik dan infrastruktur serta menyiapkan SDM-nya
membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Rata-rata empat tahun. Maka, tak aneh jika selama
beberapa tahun ke depan Prancis masih menghadapi masa-masa yang sulit akibat
keterbatasan tenaga listrik. Ekonominya stagnan beberapa tahun sampai pembangkit itu
berfungsi.
Namun ada saatnya menanam, ada saatnya pula menuai. Ketika satu per satu pembangkit
tersebut beroperasi, krisis energi di Prancis pun mulai teratasi. Pabrik-pabrik kembali
beroperasi dan ekonomi Prancis pun menggeliat. Kini, kita semua tahu, Prancis tumbuh
sebagai salah satu negara maju di Eropa dan dunia.
Saat ini, sekitar 75% dari pasokan listrik Prancis ditopang PLTN. Sisanya dipasok dari
pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, angin, dan energi baru terbarukan (EBT). Prancis
tak lagi mengoperasikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Kereta sebagai Backbone
Apa inspirasi yang bisa kita petik dari cerita tadi? Salah satu masalah terbesar kita adalah
transportasi. Potretnya sangat timpang. Di kota-kota besar kemacetannya menggila.
Sementara di daerah-daerah pinggiran, layanan transportasi sangat terbatas. Imbasnya ke
mana-mana. Di antaranya biaya logistik kita menjadi sangat mahal.
Salah satu layanan transportasi itu adalah kereta. Mestinya kita sejak dulu menjadikan kereta
sebagai backbone transportasi publik sebagaimana dilakukan negara-negara maju.
Kenyataannya berkat lobi-lobi dari industri automotif, itu tidak terjadi.
Kini saatnya Indonesia mengoreksi diri. Bahkan sekaligus merancang lompatan dengan
membangun infrastruktur secara besar-besaran di hampir semua pulau besar kita. Tentu kita
perlu listrik yang lebih banyak di berbagai pelosok daerah, pelabuhan laut dalam, kapal-kapal
bertonase besar yang mau singgah di sini, serta birokrasi yang agile dan bersih. Kita juga
tahu ada rencana kereta cepat Jakarta-Bandung. Semua itu butuh kerja sama swasta dan
entrepreneur muda agar ekonomi bergerak dan kuenya terbagi.
Saya perlu mengingatkan bahwa modal itu bukan cuma equity yang ada di buku perusahaan
saat ini. Equity itu terbatas dan hanya cocok bagi negara yang sudah benar-benar kaya.
Katakanlah Qatar atau negara-negara Timur Tengah. Adapun kita?
46
Jadi sesungguhnya ada banyak cara melakukan leveraging yang sehat. Risikonya juga bisa
di-swap. Semoga pengalaman Prancis dapat menginspirasi kita untuk berani melakukan
lompatan jauh ke depan. Bukankah kita adalah bangsa yang besar?
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
47
Jokowi-JK dan Ekonomi Indonesia
29-10-2015
Satu tahun telah usai sejak Joko Widodo dilantik sebagai presiden ketujuh Republik
Indonesia dan Jusuf Kalla diangkat selaku wakil presiden ke-12 Republik Indonesia.
Ingar-bingar pesta pemilu Indonesia yang berlangsung secara semarak setahun yang lalu
membuat roda politik dan kehidupan bermasyarakat menjadi sangat dinamis. Hal ini tentu
sangat positif karena diharapkan bisa membuat pemerintahan ini bisa berjalan dan bekerja
dengan maksimal.
Besarnya ekspektasi masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-JK menyebabkan pemerintah
juga dituntut untuk melakukan percepatan pelaksanaan program pemerintah yang sejatinya
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Dalam periode pertama dari lima tahun pemerintahan Jokowi-JK, kita bisa melihat bahwa
fokus utama dari pemerintahan ini di sisi ekonomi adalah upaya untuk menggenjot
perekonomian melalui percepatan pembangunan infrastruktur serta mendukung iklim
perekonomian domestik. Hal ini tertuang dalam agenda prioritas Jokowi-JK, Nawacita.
Dua poin penting yang menyangkut sisi ekonomi dari agenda tersebut, pertama,
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Turunan dari
agenda ini adalah keinginan Jokowi-JK untuk membangun infrastruktur sepanjang 2000 km,
memperbaiki jalan, membangun 10 pelabuhan baru, 10 bandara baru, dan 10 kawasan
industri baru, serta beberapa kebijakan lainnya.
Poin kedua yang berkaitan dengan ekonomi adalah mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dalam agenda ini
pemerintah berusaha untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui kebijakan perbaikan
irigasi yang rusak dan jaringan irigasi di 3 juta hektare sawah, 1 juta hektare lahan baru di
luar Pulau Jawa, peningkatan efisiensi BUMN, dan berbagai kebijakan lainnya.
Di atas kertas, harapan yang ditulis dalam Nawacita terdengar sangat hebat dan jika bisa
berjalan dengan baik, tentunya manfaat yang diperoleh bagi masyarakat Indonesia akan
sangat besar. Tetapi, program-program ini baru bisa dilihat dampaknya pada jangka panjang.
Itu pun jika semua janji tersebut benar-benar diimplementasikan oleh pemerintah.
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah seperti peningkatan belanja infrastruktur,
penerapan Dana Desa, dan kebijakan pemerintah lainnya sulit memberikan manfaat instan
pada perekonomian. Manfaatnya baru akan terasa mungkin pada akhir pemerintahan Jokowi-
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab
Hubungan Indonesia-Arab

More Related Content

Similar to Hubungan Indonesia-Arab

ppt raull teori pembangunan.pptx
ppt raull teori pembangunan.pptxppt raull teori pembangunan.pptx
ppt raull teori pembangunan.pptxRaulGonzalez98900
 
Kebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-India
Kebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-IndiaKebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-India
Kebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-IndiaEdy Wardoyo
 
6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt
6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt
6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.pptKennedi Sembiring
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahunbramantiyo marjuki
 
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi NasionalPemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi NasionalDadang Solihin
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013Zaqi Silverano
 
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdfPPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdfAggraAfg24
 
Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016
Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016
Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016Kartika Dwi Rachmawati
 
Sosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad Sadikin
Sosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad SadikinSosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad Sadikin
Sosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad SadikinMuhamad Sadikin
 
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomiPembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomiIra Kusuma
 
peluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesiapeluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesiaMohammad Nawawi
 
BRAFOPMK Edisi APRIL 2022
BRAFOPMK Edisi APRIL 2022BRAFOPMK Edisi APRIL 2022
BRAFOPMK Edisi APRIL 2022MajalahBRAFOPMK
 
Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045
Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045
Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045Ridho Fitrah Hyzkia
 
Astro AWANI: Media & Kesejahteraan Sosial
Astro AWANI: Media & Kesejahteraan SosialAstro AWANI: Media & Kesejahteraan Sosial
Astro AWANI: Media & Kesejahteraan SosialShahrul Izwan Naser
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI imam shofwan
 
Tugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdf
Tugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdfTugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdf
Tugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdfTiaradewi50
 
PANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNAN
PANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNANPANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNAN
PANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNANBernopvida PM
 

Similar to Hubungan Indonesia-Arab (20)

ppt raull teori pembangunan.pptx
ppt raull teori pembangunan.pptxppt raull teori pembangunan.pptx
ppt raull teori pembangunan.pptx
 
Kebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-India
Kebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-IndiaKebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-India
Kebijakan Jokowi dan Hubungan Indonesia-India
 
6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt
6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt
6a49f_GOOD__GOVERNANCE__NEW_.ppt
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi NasionalPemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 4 2013
 
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdfPPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
 
Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016
Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016
Tingkat investasi di indonesia tahun 2012-2016
 
Sosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad Sadikin
Sosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad SadikinSosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad Sadikin
Sosio-Ekonomi Indonesia by Muhamad Sadikin
 
Msp03sosped
Msp03sospedMsp03sosped
Msp03sosped
 
Msp03sosped
Msp03sospedMsp03sosped
Msp03sosped
 
Pemb u rakyat
Pemb u rakyatPemb u rakyat
Pemb u rakyat
 
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomiPembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
 
peluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesiapeluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesia
 
BRAFOPMK Edisi APRIL 2022
BRAFOPMK Edisi APRIL 2022BRAFOPMK Edisi APRIL 2022
BRAFOPMK Edisi APRIL 2022
 
Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045
Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045
Paparan menteri ppn/kepala bappenas - sosialisasi visi indonesia 2045
 
Astro AWANI: Media & Kesejahteraan Sosial
Astro AWANI: Media & Kesejahteraan SosialAstro AWANI: Media & Kesejahteraan Sosial
Astro AWANI: Media & Kesejahteraan Sosial
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
 
Tugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdf
Tugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdfTugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdf
Tugas Teori Pembangunan pdf_20220422_220247_0000.pdf
 
PANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNAN
PANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNANPANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNAN
PANCASILA SEBAGAI PRAMUNIAGA PEMBANGUNAN
 

Recently uploaded

MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...OknaRyana1
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxRito Doank
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptatiakirana1
 

Recently uploaded (19)

MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
 

Hubungan Indonesia-Arab

  • 1. 1 DAFTAR ISI MEMADUKAN INFRASTRUKTUR ATASI KESENJANGAN WILAYAH Nirwono Joga 4 MEMPERERAT HUBUNGAN INDONESIA-ARAB SAUDI Mohamad Bawazeer 7 EKONOMI WEEKEND HUSBAND Rhenald Kasali 10 RUPIAH DAN DEFISIT MIGAS Hardy R Hermawan 14 PETANI DAN KEDAULATAN PANGAN Khudori 17 IF YOU DIE POOR, IT’S YOUR FAULT Lukas Setia Atmaja 20 NOBEL EKONOMI 2015: KONSUMSI DALAM EKONOMI Firmanzah 22 SETAHUN NAWACITA Bambang Soesatyo 25 HARUSKAH BERPIJAK PADA UKM? Candra Fajri Ananda 29 MEMELIHARA OPTIMISME EKONOMI-POLITIK Fachry Ali 32 KINERJA JOKOWI-JK DI TAHUN SULIT Elfindri 36 TURISME DAN TOUR DE SINGKARAK Sapta Nirwandar 39 INSPIRASI DARI PRANCIS Rhenald Kasali 43 JOKOWI-JK DAN EKONOMI INDONESIA Jahen F Rezki 47 SENI MENJINAKKAN RISIKO ALA SUN TZU Lukas Setia Atmaja 50 DAYA UNGKIT APBN 2016
  • 2. 2 Firmanzah 52 APBN, PMN BUMN & PEMBANGUNAN Sunarsip 55 BERDANSA DENGAN SI GAJAH Ahmad Qisa’i 58 JURUS BARU DIPLOMASI JEPANG Tirta N Mursitama 61 MENAKAR HARAPAN PADA INDIA Dinna Wisnu 64 MENAHAN PENURUNAN DAYA BELI Aunur Rofiq 67 POLITIK ANGGARAN DI TENGAH BENCANA Bambang Soesatyo 70 ALON-ALON WATON SUGIH Lukas Setia Atmaja 74 EKONOMI MELAMBAT, PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN MENINGKAT Kusfiardi 76 DESA LUMBUNG WIRAUSAHA Dedi Purwana ES 78 SIMALAKAMA PROYEK KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG Edwin Sinaga 81 POSISI INDONESIA DALAM LIBERALISASI KERJASAMA TPP Bhima Yudhistira Adhinegara 84 CARA BODOH PILIH SAHAM Lukas Setia Atmaja 87 NASIONALISME HERBAL Yuswohady 89 APBN 2016 TERPASUNG PENERIMAAN? Candra Fajri Ananda 92 SISTEM PEMBAYARAN DI ERA KENAIKAN SUKU BUNGA THE FED Achmad Deni Daruri 96 DUGAAN HANKY-PANKY DI PETRAL Bambang Soesatyo 99
  • 3. 3 BONGKAR MAFIA MIGAS Fahmy Radhi 102 MEMBINGKIS PESAN UNTUK G-20 Dinna Wisnu 105 PERLUKAH BUMN DISUNTIK PMN? Adler Haymans Manurung 109 PARADIGMA BARU DALAM APBN 2016 Khudori 112 KOTA PARIS Sapta Nirwandar 116 BENCANA BUY HIGH SELL LOW Lukas Setia Atmaja 119 MARKETING VS SALES Yuswohady 121 SETENGAH ABAD FREEPORT DI PAPUA Bambang Soesatyo 123 INDONESIA-AUSTRALIA Dinna Wisnu 126 MARKETING VS FINANCE Yuswohady 130 CARA PINTAR PILIH SAHAM 1.0 Lukas Setia Atmaja 132 BIROKRASI UJUNG TOMBAK PEREKONOMIAN Candra Fajri Ananda 134 MENTERI PENGHUBUNG DAN MASALAH INVESTASI Dinna Wisnu 138 START-UP DAN TENAGA KERJA Jahen F Rezki 141 MENGUNDURKAN DIRI Rhenald Kasali 144 MEA: DARATAN VS KEPULAUAN Wibowo Hadiwardoyo 148 MENARIK INVESTOR DI KAWASAN PERBATASAN Prima Yulia Nugraha 151
  • 4. 4 Memadukan Infrastruktur Atasi Kesenjangan Wilayah Koran SINDO 12 Oktober 2015 Infrastruktur merupakan salah satu prasyarat utama tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Keberadaan infrastruktur sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial karena infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik bagi dunia usaha maupun bagi sosial kemasyarakatan. Dengan infrastruktur yang memadai, biaya produksi, transportasi, komunikasi, dan logistik semakin murah, jumlah produksi meningkat, laba usaha meningkat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Ketersediaan infrastruktur juga mempercepat pemerataan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan antarwilayah sehingga mendorong investasi yang baru, lapangan kerja baru, dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Konektivitas antarpenduduk suatu negara juga semakin dekat dan membuka isolasi bagi masyarakat yang terbelakang. Beberapa hasil studi menyebutkan hasil pembangunan infrastruktur memiliki peran di antaranya sebagai katalisator antara proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir serta memiliki peranan sebagai social overhead capital. Infrastruktur dipandang sebagai modal memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan infrastruktur mampu menciptakan lapangan kerja dan memiliki multiplier effect kepada industri. Bahkan, dengan kebijakan dan komitmen yang tepat, selain menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pembangunan infrastruktur diyakini dapat membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antarkawasan maupun antarwilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang semuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Seorang ahli ekonomi pembangunan Rosentein-Rodan misalnya sejak lama telah mengampanyekan pentingnya pembangunan infrastruktur secara besar-besaran sebagai pilar pembangunan ekonomi yang dikenal kemudian dengan nama big-push theory. Urgensi keberadaan infrastruktur tersebut diimplikasikan terhadap tiga hal pokok: (1) menjadi lokomotif pergerakan barang/jasa; (2) mengurangi biaya produksi/distribusi; dan (3) mempercepat koneksi pembangunan antargeografis. Faktor infrastruktur ini juga menjadi
  • 5. 5 salah satu penjelas keberhasilan ekonomi negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Infrastruktur yang Terpadu Pentingnya keberadaan infrastruktur mendorong pemerintah kembali memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Tahun depan (2016) misalnya, pemerintah telah menetapkan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) ”Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Meletakkan Fondasi Pembangunan yang Berkualitas”. Tema tersebut menegaskan komitmen pemerintah tentang pembangunan infrastruktur yang merupakan fondasi menuju pembangunan yang berkualitas. Akan tetapi penekanan terhadap pembangunan infrastruktur tidak sekadar dipahami sebagai pembangunan fisik infrastruktur (output) seperti pembangunan infrastruktur jalan, bendungan, waduk. Yang lebih penting dari itu, meminjam istilah pakar pembangunan infrastruktur wilayah Ir Sutami, pembangunan infrastruktur bukan hanya kegiatan construction tapi juga development. Dengan demikian, dalam setiap pembangunan yang perlu dipikirkan juga adalah outcome dan impact-nya. Jangan sampai investasi triliunan yang telah dibenamkan untuk pembangunan infrastruktur sia-sia. Tidak dapat dirasakan dan manfaatnya bagi masyarakat. Dalam kerangka itulah, berdasarkan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 pemerintah telah membentuk Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW). Sebagai salah satu badan baru di Kementerian PUPR, BPIW mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Keberadaan BPIW diharapkan dapat mengatasi tantangan pembangunan infrastruktur yang semakin kompleks. Disparitas antarwilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta urbanisasi yang meningkat enam kali dalam empat dekade (1975-2015) yang diikuti persoalan perkotaan seperti urban sprawl dan penurunan kualitas lingkungan merupakan contoh kompleksnya tantangan pembangunan. Tantangan lainnya adalah belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di darat dan laut serta pengembangan kota maritim/pantai dan pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan pangan dan kemandirian energi. Hadirnya BPIW Kementerian PUPR merupakan sebuah inovasi kelembagaan untuk menghadapi tantangan pembangunan yang semakin kompleks tadi. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut BPIW sebagai ”Bappenasnya Kementerian PUPR” yang akan memastikan pembangunan infrastruktur betul-betul bertujuan mengurangi ketimpangan antarwilayah, mendorong pengembangan wilayah, dan memperkuat integrasi wilayah dalam NKRI.
  • 6. 6 Sebagai badan perencana keterpaduan infrastruktur PUPR yang baru terbentuk, tanggung jawab yang diemban BPIW tentu tidak ringan. BPIW harus intensif membangun sinergi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) agar kualitas perencanaan yang disusun dan dirumuskan lebih tajam dan lebih realistis. Selain itu, masyarakat menunggu terobosan-terobosan BPIW agar tidak menjadi badan perencana menara gading yang hanya menghasilkan dokumen-dokumen perencanaan tanpa pernah bisa dieksekusi. NIRWONO JOGA Koordinator Kemitraan Kota Hijau
  • 7. 7 Mempererat Hubungan Indonesia-Arab Saudi Koran SINDO 13 Oktober 2015 Indonesia, yang merupakan mayoritas penduduknya muslim, bahkan terbesar di dunia, merupakan mitra yang strategis bagi Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya. Secara historis dan religius, hubungan baik Indonesia dan Arab Saudi setidaknya dilandasi oleh berbagai persamaan kepentingan dan budaya. Arab Saudi misalnya termasuk salah satu negara yang amat mendukung kemerdekaan Indonesia. Saat Indonesia masih dijajah Belanda, ulama-ulama Arab Saudi banyak memberikan inspirasi kepada para ulama dan kaum cendekia Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Dalam beberapa kasus Arab Saudi memberikan dukungan politik kepada Indonesia dan mendukung posisi Indonesia pada forum-forum internasional. Dalam perjalanannya, hubungan baik Indonesia Arab Saudi terjalin semakin erat pada era Presiden Soekarno dan Raja Faisal dan kini diteruskan oleh Presiden Joko Widodo. Walau sempat mengalami pasang surut, secara umum hubungan bilateral ini terus membaik. Kendati hubungan kedua negara pernah diterpa beberapa kasus yang kemudian menyebar menjadi persoalan politik seperti kasus pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, dari tahun ke tahun hubungan Indonesia-Arab Saudi selalu mengalami peningkatan, baik di bidang ekonomi, politik, pendidikan, maupun budaya. Kerja sama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia-Arab Saudi merupakan bidang kerja sama yang mengalami perkembangan pesat. Sejak lama Arab Saudi menjadi tujuan utama warga negara Indonesia dalam menuntut ilmu. Memang harus diakui bahwa hubungan di bidang pendidikan dan kebudayaan ini sangat berkontribusi dalam membangun hubungan antarkedua negara. Hal ini karena budaya diplomasi Arab Saudi secara umum dijalankan secara informal, baik itu diplomasi politik, ekonomi, maupun investasi bersifat sangat personal (kekeluargaan) dan lebih mengandalkan pada kepercayaan. Diplomasi yang berjalan lebih mengikuti pola persahabatan dan pola hubungan keluarga serta bersifat informal. Keberhasilan dunia kampus misalnya untuk memberikan anugerah kehormatan berupa doctor honoris causa (Dr HC) kepada Raja Abdullah hendaknya dapat diapresiasi dan dipahami sebagai langkah strategis untuk menopang diplomasi politik Indonesia. Keberhasilan misi diplomasi Indonesia-Arab Saudi sangat ditentukan dengan kualitas kerja sama pendidikan dan budaya. Lewat kerja sama ini, diharapkan akan terbangun persepsi positif tentang Indonesia.
  • 8. 8 *** Dalam perspektif hubungan internasional, Indonesia memiliki posisi yang strategis terhadap Arab Saudi. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan Indonesia selalu bersikap proaktif dalam memberikan dukungan politik dan solusi atas konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah. Diplomasi ekonomi harus diakui belum tersentuh secara maksimal, ekspor Indonesia ke Saudi Arabia baru sekitar 1.6% dari total ekspor Indonesia. Sudah saatnya posisi strategis ini dimanfaatkan melalui kerja sama yang berdampak optimal dalam kerangka membangun hubungan bilateral di bidang ekonomi antarkedua negara. Apalagi kedua negara telah memiliki peluang kerjasama besar di berbagai bidang dan isu strategis, di luar isu pengiriman tenaga kerja serta haji yang selama ini mendominasi hubungan kedua negara. Sebagai anggota G-20 yang sedang mengalami pertumbuhan pesat, kedua negara dapat saling memanfaatkan potensi yang ada. Kunjungan Presiden Jokowi ke Arab Saudi beberapa waktu lalu layak untuk memperoleh apresiasi. Sambutan hangat dari Pemerintah Arab Saudi kepada Presiden Jokowi memberikan kesan yang mendalam bagi siapa pun yang mengikuti dan menyaksikan kunjungan ini dan memberikan sinyal penting tentang kedekatan hubungan kedua negara. Selama di Arab Saudi, selain menerima kunjungan kehormatan Presiden Islamic Development Bank (IDB) dan Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI), juga mengikuti sambutan kenegaraan dan menerima penghargaan King Abdulaziz Medal di Istana Al Salam Diwam Maliki. Pemberian Star of the Order of King Abdulaziz Al-Saud Medal kepada Joko Widodo di Istana Al-Salam Diwan Malaki merupakan bentuk apresiasi yang luar biasa dari Kerajaan Arab Saudi kepada Presiden dan Pemerintah Republik Indonesia. Medali itu merupakan Order of Merit tertinggi bagi pemimpin negara sahabat. Kunjungan kenegaraan ini memberikan sinyal positif perkembangan kedua negara untuk saling meningkatkan kerja sama di berbagai sektor. Komunikasi harus terus dilakukan untuk bisa mengimplementasikan berbagai bentuk kerja sama ekonomi dan bisnis yang telah disepakati. Indonesia-Arab Saudi memiliki kerangka kerja sama dalam bentuk Sidang Komisi Bersama yang terbentuk sejak 1982 untuk memperkuat hubungan bilateral dalam berbagai area termasuk kerja sama perdagangan dan investasi. Indonesia kini sedang giat-giatnya membangun infrastruktur, termasuk di sektor energi yang membutuhkan dana investasi besar. Sebab itu, dalam kondisi hubungan yang hangat ini, sudah seharusnya kita menyiapkan perangkat modus kerja sama yang tidak hanya condong kepada pola G to G, skema B to B. Terobosan baru pola people to people perlu segera dimulai melalui saling kunjung di antara pelaku bisnis dan pejabat terkait. IDB telah menyampaikan komitmennya untuk membantu dalam merealisasi proyek-proyek kerja sama kedua negara. Dalam konteks ini, IDB berharap dapat segera dilakukan reaktivasi dan revitalisasi kerja sama Kadin Indonesia dan Kadin negara-negara Arab.
  • 9. 9 Arab Saudi merupakan salah satu mitra dagang Indonesia terpenting di kawasan Teluk. Pada 2014 nilai perdagangan kedua negara kembali meningkat mencapai USD8,67 miliar, dengan nilai ekspor Indonesia sebesar USD2,15 miliar dan impor USD6,51 miliar (Indonesia defisit sebesar USD4,36 miliar merupakan besarnya impor bahan bakar minyak dari Arab Saudi). Nilai investasi Arab Saudi di Indonesia mencapai 29,3 juta dolar AS di paruh pertama 2015. Arab Saudi juga merupakan pasar yang besar untuk produk halal sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bisa menembus pasar Arab Saudi. Indonesia harus bisa memanfaatkan akses lebih besar untuk memasuki pasar produk halal Arab Saudi dan kawasan Timur Tengah lainnya. Potensi ekspor produk halal Indonesia ke Timur Tengah memiliki prospek yang bagus. Hal ini dapat dibuktikan dengan dilihat semakin meningkatnya ekspor Indonesia ke pasar Timur Tengah. Menurut laporan Global State of Islamic Economic, permintaan produk halal dunia akan mengalami pertumbuhan sebesar 9,5% dalam enam tahun ke depan yaitu dari USD2 triliun pada 2013 menjadi USD3,7 triliun pada 2019. Pasar halal disadari telah menjadi ceruk pasar yang sangat menarik untuk digarap oleh pelaku industri baik di segmen barang maupun jasa. Angka ini menunjukkan potensi pasar pada produk halal yang besar, yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk yaitu muslim terbesar di dunia yang juga menjadi salah satu anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). MOHAMAD BAWAZEER Ketua Kadin Komite Timur Tengah dan OKI
  • 10. 10 Ekonomi Weekend Husband 15-10-2015 Saya punya banyak kolega yang bekerja di Jakarta, sementara anak dan istrinya tinggal di Bandung. Setiap akhir pekan, ia akan pulang ke Bandung dan baru kembali lagi ke Jakarta, Senin pagi. Lantaran pola hidupnya yang seperti itu, di kantornya ia mendapat julukan weekend husband. Mungkin kalau yang menjalani pola hidup seperti itu adalah sang istri, julukannya menjadi weekend wife. Ketika mendengar gagasan tentang kereta cepat Jakarta–Bandung, mata kolega saya berbinar. Bayangkan, jarak Jakarta–Bandung dan sebaliknya bisa ditempuh hanya dalam tempo sekitar 30 menit. Itu kalau non-stop. Baiklah kita tambahkan dengan waktu yang dihabiskan untuk berhenti di beberapa stasiun, menjadi 50 menit. Itu pun masih oke. Akan jauh lebih cepat daripada orang Bekasi yang berdesak-desakan lewat jalan tol ke Jalan Sudirman–Thamrin. Ini berbeda dengan teman lain yang biasa melihat kereta barang angkutan logistik di Amerika Serikat. Kawan lulusan Amerika Serikat itu biasa menyaksikan kereta api lewat dengan rangkaian gerbong panjang, yang ternyata hanya pengangkut barang. Dia memimpikan kereta logistik yang bisa menggantikan truk-truk kontainer yang terlihat ngos-ngosan mendaki jalan tol Cipularang dan memicu kemacetan. Maka, ketika mendengar kereta cepat hanya untuk penumpang, ia pun geregetan. Adapun si weekend husband langsung berhitung, membandingkan harga tiket Jakarta– Bandung (PP) dengan biaya untuk sewa rumah di Jakarta, ongkos pergi ke tempat kerja, plus biaya lain-lain. Termasuk biaya psikologis hidup jauh dari anak-istri. Kesimpulannya, kalau harga tiketnya terjangkau, ia bakal meninggalkan tempat kos papan atasnya di Jakarta dan memilih tinggal di Bandung. Ia akan pensiun sebagai weekend husband. Anda tahu berapa banyak penghuni Jakarta yang menjadi weekend husband atau weekend wife? Jumlahnya ribuan! Hitungan Ekonomi dan Disruption Lalu, tambahkan itu semua dengan ribuan penumpang lain yang pergi karena berbagai urusan. Jumlahnya tentu juga ribuan. Bahkan bisa menjadi puluhan ribu karena daya tarik yang bakal diciptakan. Termasuk kaum muda yang bakal memanfaatkan industri kreatif yang diimpikan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di sekitar Gedebage atau wisata pengobatan herbal di kota baru Walini. Kalikan jumlah calon penumpang tersebut dengan harga tiket. Kemudian bandingkan hitung-
  • 11. 11 hitungan tersebut dengan investasi pembangunan kereta cepat. Kita bisa menghitung kapan tercapai break event point dan kapan modal investasinya bisa kembali. Hitung-hitungan model inilah yang banyak berkembang di masyarakat ketika mereka mengevaluasi model bisnis dari kereta Jakarta–Bandung. Jumlah penumpang diperkirakan di bawah target, harga tiketnya kalau Rp200.000, mungkin masih kemahalan. Kesimpulannya: bisnis ini tidak layak; muncul rekomendasi: tutup saja. Ada yang menyimpulkan bahwa bisnis ini bakal menyeret BUMN dalam jurang kebangkrutan. Jadi, lebih baik alihkan saja dananya untuk membangun jalan tol atau proyek- proyek lain. Masalahnya, dana ini bukan dana APBN, melainkan kerja sama bisnis swasta asing dengan BUMN. Ada juga yang mempersoalkan mengapa memilih mitra usaha dari Tiongkok yang menawarkan bunga lebih mahal? Tiongkok menawarkan pinjaman 40 tahun dengan bunga 2%, sedangkan Jepang hanya 0,1%. Saya perlu mengajari Anda tentang tarif bunga. Hati-hati. Kelihatannya 0,1% itu murah, tapi itu dalam yen. Tentu kita jangan gegabah, sebab angka 0,1% itu harus kita ukur swap rate-nya (untuk menghadapi gejolak perubahan kurs). Dan kalau di-swap ke dalam dolar akan menjadi sekitar 2,36%. Adapun tawaran Tiongkok adalah 2% dalam USD. Begitu cara kita membandingkannya. Selain itu model bisnis Tiongkok dan Jepang totally different. Yang satu tak ada value creation-nya karena hanya point-to point proyek kereta api yang bakal klop ditangani satu perusahaan saja: PT KAI. Itulah tawaran Jepang. Kereta cepat baru itu dibangun dalam jalur kereta yang lama. Adapun yang satunya dijalankan dengan konsep sinergi BUMN dan value creation yang utuh. Dibuat di badan jalan tol sehingga selain PT KAI, pemegang sahamnya adalah PT Jasamarga. Lalu ia akan menembus kawasan perkebunan milik BUMN PTPN VIII yang sudah punya planning untuk membuat kota baru sejak 2009, tetapi mangkrak karena tak ada akses. Itulah kota baru Walini. Nilai investasinya menjadi jauh lebih mahal karena ia bukan hanya mendatangkan investor untuk membangun akses (kereta cepat), tetapi juga terminal of destination yang merupakan kawasan kegiatan ekonomi (permukiman, pendidikan, industri, kesehatan, dan sebagainya). Perhatikanlah rute dan exit gate-nya, ia dimulai dari jalan tol (Halim–Jakarta) dan berakhir di dekat pintu tol (Gedebage–Bandung). Makanya agak membingungkan kalau ada yang bisa membandingkan biayanya tanpa membandingkan business model-nya yang 100% berbeda. Atau mengatakan studi kelayakannya sama dan plagiat. Bagaimana mungkin Anda memplagiat kalau jalurnya beda, business model-nya berbeda, dan semuanya tidak sama? Tapi, baiklah, namanya juga perubahan, sudah pasti ada kekuatan disruption-nya. Pelaku utama ekonomi bisa berubah, berbagi porsi. Dari dominasi Jepang kini harus berbagi dengan Tiongkok, lalu menjadi kekuatan ekonomi BUMN. Dari sekadar proyek menjadi value creation.
  • 12. 12 Di dalam kawasan juga ada yang terancam. Bisa saja menimpa trayek Cipaganti yang sudah memiliki ribuan kendaraan. Mungkin juga kedai-kedai siap saji asing yang marak di rest area jalan tol. Tapi, jangan lupa, disruption juga menjanjikan ribuan bisnis baru di TOD (terminal of destination)-nya. Namun perhitungan konvensionalnya kebanyakan orang ya begitulah, pakai break event point dan IRR dalam bisnis point to point. Terlalu mudah melihat kenirlabaannya dalam semata-mata urusan transportasi publik yang tak dikaitkan dengan value creation yang dihasilkannya. Maka, saya bisa mengerti kalau masyarakat kemudian diajak bertanya-tanya, mengapa pembangunan kereta cepat ini tidak berada di bawah Kementerian Perhubungan, yang sehari- hari memang mengurusi masalah transportasi point to point, melainkan di bawah Kementerian BUMN? Menciptakan Value Cara pandang konvensional yang hanya menghitung nilai proyek tanpa value creation-nya bisa keliru dan membuat bangsa kita tidak maju. Kita berpura-pura menuding bangsa kita yang mulai pintar sebagai korup dan bodoh. Padahal banyak engineer kita yang mulai memakai jurus kewirausahaan, yang tak bisa lagi dibodoh-bodohi asing. Benar harga tiket Rp200.000 itu kemahalan dan jumlah penumpangnya yang kalau tak mencapai target bisa membuat BUMN kita bangkrut. Hitungan itu benar kalau ia hanya dihitung sebagai bisnis point-to point tanpa mengukur dan mengambil nilai tambahnya. Jadi kalau itu dikelola BUMN kita mestinya memandang lebih dari sekadar urusan transportasi. Satu sisi ia adalah agent of development, di sisi lain ia adalah kontributor keuntungan bagi negara. Ya, mereka dituntut menyumbangkan dividennya ke dalam APBN. Pasar Indonesia yang begitu besar, yang unsur C (consumption-nya) begitu kuat ini akan kita persembahkan kepada siapa kalau bukan bagi bangsa sendiri? Pilihannya adalah memberikannya kepada asing (produsen automotif) atau mereka berbagi dalam usaha patungan dengan kita? Semua tentu boleh berbagi, hidup berdampingan. Maklum nilai investasinya besar sekali. Jadi saya lebih suka menyebut urusan ini sebagai economy of value creation. Apa itu? Dalam literatur ekonomi, value creation adalah fondasi dari setiap bisnis. Itulah alasannya kita menumbuhkan kewirausahaan. Bahkan itulah yang sudah lama kita nantikan, birokrasi dengan spirit kewirausahaan. Birokrasi jangan cuma menghabiskan anggaran, jangan hanya belanja saja, melainkan pikirkan dan wariskan value-nya bagi bangsa agar menjadi kegiatan ekonomi yang produktif. Bukan sekadar ada, nice to have but then poor maintenance! Ya, itulah yang selama ini kita saksikan. Fasilitas publik hanya bagus kalau ia masih baru saja. Setelah itu tak ada perawatannya lalu menjadi rumah hantu yang kumuh, bau pesing, dan tak diminati publik. Kita lalu berpura-pura tak tahu bahwa semua perawatan butuh biaya. Kenyamanan itu ada biayanya dan publik bersedia membayarnya kalau pelayanannya baik.
  • 13. 13 Value creation itulah yang mendasari berdirinya setiap perusahaan. Mereka menciptakan value, lalu men-deliver-nya melalui cara-cara yang seefektif dan seefisien mungkin. Kalau ini terjadi, pada gilirannya masyarakat, stakeholders (bukan hanya shareholders), dan perusahaan bakal sama-sama untung, lapangan kerja tumbuh, fiskal kita sehat karena pengusaha serta konsumen membayar pajak, dan kesejahteraan meningkat. Banyak perusahaan di Indonesia yang dalam mengelola bisnisnya sudah masuk ke ranah ini. Tengoklah Astra International. Ia tak hanya memasarkan automotif, tetapi men-deliver value dalam asuransi untuk kendaraan yang ia jual, bengkel perawatan, derek, suku cadang dan aksesori lainnya. Tengoklah Podomoro yang tak hanya menjual apartemen, tetapi juga membangun mal dan memungut service charge untuk keamanan, parkir, listrik, air, dan sambungan internet. Siapa yang akan memungut value, itulah yang akan keluar sebagai pemenang. Begitulah bisnis hidup, tumbuh, memberi manfaat, dan menggerakkan perekonomian. Demikianlah para weekend husband dan weekend wife. Mereka juga bukan hanya pekerja dalam arti pencari nafkah bagi keluarga. Mereka juga value creator yang menjanjikan hidup berkeluarga yang lebih indah, kalau juga dapat menikmati layanan hidup modern yang valuable. Para perencana kota pun perlu memikirkan public happiness through value creation. RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 14. 14 Rupiah dan Defisit Migas Koran SINDO 15 Oktober 2015 Seperti dibelai angin surga, kesegaran sesaat menghampiri perekonomian negeri ini pada pekan silam. Selama 7 hingga 9 Oktober 2015 rupiah menunjukkan penguatan berarti. Jumat (9/10) sore, Bloomberg melaporkan, perdagangan rupiah ditutup di level Rp13.412/USD. Level tersebut merupakan kenaikan 475 poin dibanding penutupan perdagangan sehari sebelumnya, di posisi Rp13.887/USD. Jika dihitung selama sepekan, sampai Senin (12/10) rupiah mengalami penguatan tertinggi di dunia, senilai 8,16%. Padahal, sebelumnya rupiah ambruk dan menyentuh level Rp14.700/USD–melemah 15,30% sejak awal tahun–dan merupakan pelemahan terdalam sejak 1998. Terang saja penguatan rupiah patut disyukuri kendati itu tidak berarti banyak. Penguatan jelas lebih disebabkan faktor eksternal. Rilis data perekonomian Amerika Serikat, medio pekan silam, yang menunjukkan masih tingginya pengangguran di sana, menyiratkan belum pulihnya ekonomi Amerika. Pasar lantas meyakini, suku bunga The Fed (Bank Sentral Amerika) masih belum akan dinaikkan hingga waktu lebih lama dari perkiraan. Maka itu, dolar bertebaran kembali dari kandangnya menuju pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah pun lantas menguat. Sentimen eksternal ini rupanya lebih mujarab ketimbang aksi Bank Indonesia (BI) yang melakukan operasi pasar untuk stabilisasi rupiah. BI melaporkan cadangan devisa pada akhir September tercatat tinggal USD101,7 miliar. Turun dari posisi sebulan sebelumnya yang mencapai USD105,3 miliar. Penurunan tersebut, selain ditujukan untuk pembayaran utang, juga dipakai untuk stabilisasi rupiah. Namun, sepanjang kurun September 2015 rupiah malah melemah hampir 4%. Untungnya, BI terus menggelontorkan cadangan dolar hingga lewat pekan pertama Oktober 2015. Kali ini aksi BI bersambut dengan rilis data ekonomi Amerika tadi sehingga dampaknya lebih signifikan. Rupiah pun seketika berotot. Di Bursa Efek Indonesia (BEI) harga saham sejumlah emiten yang sudah mulai murah juga membuat banyak investor asing–yang terpengaruh sentimen di Amerika–tertarik untuk kembali melantai di Jakarta. Maka itu, saham-saham seperti Astra Agro Lestari (AALI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) mencatatkan kenaikan harga yang berarti. Ada pula aksi korporasi oleh PT HM Sampoerna yang mencatatkan right issue senilai Rp21 triliun.
  • 15. 15 Gongnya adalah pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi III oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kendati belum bisa dipastikan efeknya dan masih punya time lag yang cukup panjang, pengumuman ini dianggap turut mendorong sentimen positif atas penguatan mata uang Republik. Memasuki awal pekan yang baru, situasi sepertinya sudah kembali ”normal”. Data Bloomberg mencatat, pada Senin (12/10) pagi rupiah dibuka melemah 20 poin atau 0,15% ke posisi Rp13.432/USD. Pada sore harinya, Bloomberg mencatat, rupiah memang kembali menguat. Tapi, sudah seadanya–hanya 0,03%–ke level Rp13.408/USD. Pada Selasa sore rupiah kembali melemah ke angka Rp13.638/USD. Alhasil, ibarat prajurit di medan perang, perekonomian Indonesia harus siap-siap kembali tiarap, bertahan menghindari desingan peluru lawan. Amunisi kita terbatas. Di depan mata saja sudah akan ada dua kali pertemuan Federal Open Market Committee The Fed pada Oktober dan Desember 2015. Dari situ ada kemungkinan suku bunga The Fed akan dinaikkan. Rupiah tetap dalam ancaman. *** Fundamental rupiah memang rentan. Rupiah sudah melemah lebih dari empat tahun. Pada 2 Agustus 2011 rupiah mencatatkan penguatan di level Rp8.460/USD. Setelahnya mata uang kita terus lunglai hingga posisi saat ini. Pelemahan yang berlangsung selama lebih dari empat tahun jelas menyiratkan masalah besar. Iman Sugema, dalam sebuah konferensi pers oleh INDEF pekan silam, menyebutkan, depresiasi berkepanjangan biasanya terkait dengan memburuknya fundamental nilai tukar yaitu neraca pembayaran alias balance of payment (BOP). Faktor eksternal berperan membuat keadaan menjadi lebih buruk belaka. BOP mencerminkan pasokan dan permintaan valuta asing di sebuah negara. Bruno Solnik (2000) menyatakan, BOP merupakan variabel utama untuk menyusun pemodelan ekonomi atas nilai tukar. Kita tahu, BOP meliputi neraca transaksi berjalan plus neraca transaksi modal dan finansial. Selama empat tahun terakhir tekanan muncul pada neraca transaksi berjalan. Pada 2013 defisit neraca transaksi berjalan mencapai USD29,11 miliar. BOP kala itu minus USD7,36 miliar. Pada kuartal kedua 2015 defisit transaksi berjalan mencapai USD4,48 miliar atau 2,05% atas PDB. Lantas, BOP pada Q2-2015 terhitung defisit USD2,93 miliar. Defisit BOP dipengaruhi kuat oleh defisit perdagangan migas, utamanya minyak. Sejak September 2011 transaksi migas kita tekor sehingga menekan BOP. Pada kuartal kedua 2015 defisit migas tercatat USD2,12 miliar. Angka ini setara dengan 47,32% defisit neraca transaksi berjalan. Defisit migas pada Q2-2015 juga mencapai 72,35% defisit BOP.
  • 16. 16 Alhasil, untuk membuat BOP surplus lantas mendorong penguatan nilai tukar rupiah sehingga keseimbangan BOP tercipta pada posisi kurs yang lebih baik, diperlukan upaya menghentikan defisit migas. Selama ini defisit migaslah yang membuat permintaan valas menjadi sangat tinggi. Toshiki Kanamori dan Zhijun Zhao (2006) menegaskan, jika permintaan valas lebih tinggi dari pasokannya, BOP akan defisit dan harga mata uang domestik akan melemah. Untuk mengatasi defisit migas, tak ada cara lain, kita harus mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Usulan mengembangkan kilang minyak di dalam negeri demi mengurangi impor BBM sepertinya tidak akan cukup mengurangi defisit migas secara signifikan karena konsumsi BBM tidak akan terkoreksi. Begitupun upaya menaikkan harga BBM yang selama ini terbukti tidak cukup memangkas konsumsi BBM. Pemerintah harus ”memaksa” konsumen untuk mengubah konsumsi energinya dari BBM ke jenis energi lain seperti gas atau batu bara yang lebih murah dari BBM, banyak terdapat di dalam negeri, sehingga tidak akan mengakibatkan defisit migas yang menekan BOP. Konversi dari BBM ke BBG untuk sektor transportasi dan pembangkit listrik serta konversi dari BBM ke batubara untuk pembangkit dan industri tak bisa ditawar lagi. Pemerintah mestinya punya kemampuan untuk itu. Pasar energi merupakan pasar yang dikuasai penjual dan pemerintah punya akses sepenuhnya untuk mengatur pasokan. Konsumen hanya bisa menerima jenis energi yang sudah diatur pemerintah. Keberhasilan konversi minyak tanah ke LPG bersubsidi yang digarap pemerintahan SBY-JK beberapa tahun lalu membuktikan sinyalemen itu. Sudah saatnya pemerintah menggulirkan program konversi energi dalam skala lebih luas. Sejak dicanangkan nyaris sepuluh tahun silam, upaya konversi BBM ke BBG transportasi tidak pernah berjalan optimal. SPBG yang terbangun tak sampai 20 unit–sementara jumlah SPBU sudah hampir 6.000 unit. Padahal, program konversi BBM kendaraan bermotor mendapat sambutan baik–terbukti dari banyaknya kendaraan yang bersedia memakai converter untuk bisa menggunakan BBG. Regulasi, infrastruktur, dan penyusunan skala bisnis atas program ini memang tak pernah serius digarap. Akan jadi bermakna jika konversi energi BBM ke BBG dan batubara masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi IV yang akan digulirkan pekan ini. Keren jika di sana ada aturan yang bisa mendorong iklim investasi yang oke, aturan tentang harga gas asal, harga gas end user, dan standardisasi harga jual untuk SPBG. Apalagi jika pemerintah menetapkan kebijakan terhadap produksi kendaraan yang menggunakan BBG. Pun, pastikan pembangunan pembangkit listrik menggunakan BBG, setidaknya batu bara. Dengan begitu, kita bisa berharap rupiah menguat secara fundamental. HARDY R HERMAWAN Alumni Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB; Wartawan MNC Media
  • 17. 17 Petani dan Kedaulatan Pangan Koran SINDO 16 Oktober 2015 Hari Pangan Sedunia, 16 Oktober 2015, diperingati dengan mengusung tema “Pemberdayaan Petani sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan”. Tema ini amat tepat untuk menggambarkan persoalan petani dan pertanian Indonesia kontemporer. Beban yang dipikul sektor pertanian kian berat. Di satu sisi sektor ini menampung lebih sepertiga tenaga kerja. Di sisi lain bertahun-tahun sektor pertanian tumbuh rendah. Sektor manufaktur yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja jauh panggang dari api. Akibat surplus tenaga kerja kemiskinan menumpuk di sektor pertanian. BPS mencatat, dari jumlah penduduk miskin 28,59 juta orang, Maret 2015, sebanyak 62,75% tinggal di desa yang sebagian besar petani. Sebagai produsen pangan petani jadi kelompok paling terancam rawan pangan. Lahan pertanian kian sempit dan kelelahan. Keuntungan pertanian on farm belum menjanjikan, produktivitas aneka pangan melandai, diversifikasi pangan gagal, jumlah penduduk kian banyak, sementara karena deraan kemiskinan konversi lahan pertanian berlangsung kian masif. Bukan hanya lahan, petani pun terancam punah. Menurut Sensus Pertanian 2013, selama satu dekade terakhir jumlah keluarga petani menurun 5 juta, dari 31,17 jadi 26,13 juta. Pertanian dijauhi karena tak menjanjikan kesejahteraan dan masa depan. Menurut BPS, pendapatan rumah tangga tani dari usaha di sektor pertanian rerata Rp12,4 juta/tahun atau Rp1 juta/bulan. Pendapatan ini hanya menopang sepertiga kebutuhan. Sisanya disumbang dari kegiatan di luar pertanian seperti ngojek, berdagang, dan jadi pekerja kasar. Fakta ini menunjukkan tidak ada lagi “masyarakat petani” yakni mereka yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar kebutuhan hidupnya dicukupi dari kegiatan itu. Pertanian juga dijauhi tenaga kerja muda terdidik. Menurut Sensus Pertanian 2013, lebih sepertiga pekerja sektor pertanian berusia lebih 54 tahun. Pertanian terancam gerontrokrasi. Ini terjadi karena pertanian mengalami destruksi sistemis di semua lini: di on farm, off farm, serta industri dan jasa pendukung. Otonomi daerah dan desentralisasi membuat Kementerian Pertanian tidak punya “tangan dan kaki” di daerah. Ditambah sikap pemerintah daerah yang tidak memandang penting pertanian membuat sektor pertanian rapuh di segala lini.
  • 18. 18 Sejak 2007 Indonesia defisit perdagangan pangan. Impor pangan melesat lebih cepat ketimbang ekspor sehingga defisit cenderung melebar. Laju permintaan pangan di Indonesia sebesar 4,87% per tahun tak mampu dikejar oleh kemampuan produksi domestik. Indeks keamanan pangan Indonesia, seperti diukur dalam Global Food Security Index, terus merosot: dari posisi ke-62 dari 105 negara (skor antara 0-100) pada 2012 anjlok ke posisi ke- 74 dari 109 negara pada 2015. Kedaulatan pangan Indonesia kian rapuh dan rentan oleh fluktuasi harga pangan dunia dan perubahan iklim ekstrem yang sulit diantisipasi. Instabilitas harga pangan selalu berulang akibat dominasi orientasi pasar dalam kebijakan pangan. Hampir semua komoditas pangan, kecuali beras, diserahkan pada mekanisme pasar. Instrumen stabilisasi amat terbatas. Ini tidak hanya menggerus daya beli warga, tapi membuat inflasi melambung dan sulit dikendalikan. *** Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji menempatkan pertanian pada posisi penting guna mengembalikan kedaulatan pangan. Ini ditempuh lewat sejumlah langkah yaitu membagikan 9 juta ha lahan ke petani, menambah kepemilikan lahan dari 0,3 ha jadi 2 ha, membangun irigasi/embung, mencetak 1 juta ha lahan baru, mendirikan bank pertanian, dan mendorong industri pengolahan. Langkah ini tak cukup guna membangun kedaulatan pangan. Agar berdaulat pangan, pertama-tama petani sebagai pelaku utama harus berdaulat. Petani berdaulat bila memiliki tanah, bukan penggarap, apalagi buruh. Karena itu, pertama, untuk menjamin tegaknya kedaulatan pangan, akses dan kontrol petani pada sumber daya penting (tanah, air, benih, teknologi, dan finansial) harus dijamin lewat reforma agraria. Kedua, sumber daya penting harus dikelola seoptimal mungkin guna memproduksi aneka pangan sesuai keragaman hayati dan kearifan lokal. Kebijakan ini harus ditopang perluasan lahan pangan, perbaikan infrastruktur, pembenahan sistem informasi harga, pasar, dan teknologi. Perluasan lahan merupakan keniscayaan karena ketersediaan lahan pangan per kapita Indonesia amat sempit, hanya 359 meter2 untuk sawah (451 m2 bila digabung lahan kering), jauh dari Vietnam (960 m2), Thailand (5.226 m2), Cina (1.120 m2). Ketiga, perlindungan petani terhadap sistem perdagangan yang tidak adil. Dalam lingkup sosial-ekonomi negara perlu menjamin struktur pasar yang jadi fondasi pertanian, baik domestik maupun dunia, merupakan pasar yang adil. Liberalisasi kebablasan musti dikoreksi. Lalu dikembangkan perdagangan adil buat petani dengan mengadopsi harga pantas (fair price): harga break even point (BEP), plus asuransi gagal panen (50% dari BEP), tabungan masa depan, dan tabungan pengembangan usaha (masing-masing 10% dari BEP). Perdagangan adil membuat petani berdaya karena mereka punya asuransi dan dana investasi.
  • 19. 19 Keempat, mengembalikan fungsi negara sebagai stabilisator harga pangan strategis. Caranya, merevitalisasi Bulog dengan memperluas kapasitasnya. Bulog tidak hanya mengurus beras, tetapi juga mengelola sejumlah komoditas penting lain disertasi instrumen stabilisasi yang lengkap seperti cadangan, harga (atas dan bawah), pengaturan impor (waktu dan kuota), dan anggaran yang memadai. Impor komoditas pangan pokok yang semula diserahkan swasta bisa dikembalikan sebagian atau seluruhnya pada Bulog. Ini akan mengeliminasi kuasa swasta dalam mengontrol harga dan mereduksi praktik rente. Agar peta jalan kedaulatan pangan berjalan, perlu dua syarat: anggaran memadai dan kelembagaan yang powerful. Selama ini reformasi pertanian dipinggirkan. Politik pembangunan dan anggaran menjauh dari pertanian. Pertanian dinilai tidak lagi penting. Kelembagaan yang mengurus pangan dibubarkan. Padahal, sejarah negara-negara maju seperti AS, Jepang, dan yang lain mengajarkan tidak ada negara yang ekonominya maju dan stabil tanpa ditopang pertanian. Meskipun ekonomi mereka sudah bergantung pada pertanian, tidak serta-merta pertanian ditinggalkan. Justru pertanian diperkuat dengan anggaran dan aneka perundangan. Pertanian ditaruh di tempat terhormat: sebagai persoalan bangsa. Untuk berdaulat pangan, Jokowi-JK harus menempatkan pangan dan pertanian sebagai persoalan bangsa. KHUDORI Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat
  • 20. 20 If You Die Poor, It’s Your Fault 18-10-2015 Aminah Cendrakasih. Ia adalah artis Indonesia yang paling sering nampang di layar bioskop dan TV di era 1950-an hingga 1980-an. Ia sudah membintangi lebih dari 80 film dan sinetron. Mungkin anda masih ingat perannya sebagai Emak dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Sayangnya, di usia senja Aminah mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan kala sakit menderanya hingga lumpuh dan buta, ia kesulitan membayar biaya pengobatan. Antoine Walker. Seorang pemain basket profesional di AS. Selama 11 tahun menjadi bintang di Liga NBA, ia mendulang duit hingga Rp1,3 triliun. Namun baru beberapa tahun pensiun sebagai pemain, ia dinyatakan bangkrut dengan meninggalkan banyak utang. Apa yang salah? Ternyata Antoine Walker sangat boros. Uangnya habis untuk membeli barang konsumtif, berjudi dan berpesta pora. Banyak kisah yang mirip dengan nasib si Emak-nya Si Doel atau Antoine Walker. Saat rezeki lancar, mereka kurang bijak dalam mengelola duit. Mereka inginnya ”muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga.” Mereka lupa bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Kemasyhuran bisa hilang. Kekayaan bisa menguap dengan amat cepat. Jabatan di perusahaan bisa hilang atau berakhir. Mereka lupa bahwa hidup ini adalah sebuah siklus. Lahir, balita, remaja, dewasa, tua dan mati. Mereka lupa untuk berinvestasi dengan baik. Mengapa harus berinvestasi? Karena di masa mendatang kita pasti membutuhkan uang. Yang tidak pasti adalah apakah di masa mendatang kita masih bisa berpenghasilan untuk tetap eksis. Mungkin sebagian orang pernah berandai-andai. Misalnya, andaikan nama belakang mereka adalah Gates, Buffett, Trump, Salim, Bakrie, Hartono, Wijaya, Halim, dan sederet nama keluarga tajir lainnya. Maka, kita tidak perlu bekerja karena bakal mendapat warisan yang cukup untuk hidup sekian turunan. Namun, sayangnya mereka tidak bisa memilih untuk menjadi anak siapa. Dan, ini bukan kesalahan mereka bahwa mereka dilahirkan miskin. Seperti kata bijak dari Bill Gates, ”If you are born poor, it is not your fault. But, if you die poor, it is your fault.” Kita tidak bisa memilih awal petualangan hidup kita, namun setidaknya kita bisa menentukan isi dan ending-nya. Kadang binatang bisa lebih bijaksana daripada manusia. Ambil contoh beruang es. Bagaimana beruang es bisa bertahan menghadapi cuaca ekstrem di kutub utara? Ia sengaja makan sebanyak-banyaknya saat musim panas. Setiap hari ia bekerja keras menangkap ikan
  • 21. 21 salmon yang kaya gizi dan lemak. Tubuhnya ia timbuni lemak sebanyak-banyaknya. Selama musim dingin, beruang es hanya tidur-tiduran karena tidak ada makanan yang bisa didapat. Semua danau dan sungai membeku. Lemak di tubuhnya itulah yang membuat ia bisa bertahan hingga musim panas berikutnya. Sejak kecil beruang es telah diajari untuk bisa survive, yakni sadar untuk menimbun lemak dan membangun keterampilan menangkap ikan salmon. Manusia juga mengalami ”musim panas” yang panjang, yakni saat berusia 18 hingga 56 tahun. Usia produktif untuk bekerja keras mengumpulkan ”lemak”. Selewat 56 tahun, pada umumnya manusia mulai memasuki ”musim dingin.” Tubuh mulai merasakan proses degenerasi. Sakit penyakit mulai bermunculan, dan celakanya sakit itu mahal. Jika tidak memiliki asuransi kesehatan, biaya untuk berobat bisa membunuh lebih cepat daripada penyakitnya. Asuransi kesehatan pun pada umumnya ada batas usianya, hingga 65 tahun. Di ”musim dingin” kita mulai kehilangan penghasilan dari bekerja. Oleh karena itu, hidup sebaiknya direncanakan dengan rapi, walau ada ungkapan ”hidup mengalir sajalah seperti air.” Dan yang paling penting untuk direncanakan adalah masalah keuangan. Intinya, kita harus bisa mengestimasi kebutuhan di masa mendatang dan berapa jumlah dana yang harus diinvestasikan saat ini dan secara berkala. Jumlah dana yang harus diinvestasikan juga tergantung berapa besar imbal hasil investasi. Semakin besar imbal hasil investasi, semakin sedikit jumlah dana yang harus diinvestasi. Misalnya, untuk memiliki dana sebesar Rp1 miliar sepuluh tahun mendatang, berapa uang yang harus diinvestasikan hari ini? Tergantung pada pilihan investasinya. Jika memilih deposito bank dengan bunga 8% per tahun, kita perlu dana Rp460 juta. Jika berinvestasi pada properti yang menawarkan imbal hasil 15% setahun, kita membutuhkan Rp250 juta hari ini. Namun jika kita bisa berbisnis, atau berinvestasi pada saham yang memberikan keuntungan 25% setahun, kita hanya butuh Rp110 juta. Kata “investasi” mudah diucapkan, namun sulit dijalankan. Uang yang kita miliki sekarang selalu menggoda untuk segera dibelanjakan. Gadget terbaru atau beli obligasi? Wisata ke Eropa atau beli saham? Mobil mewah atau beli properti? Investasi, seperti kita belajar bermain bulutangkis atau musik, harus terus dilatih. Semakin disiplin dalam belajar dan berlatih, semakin cepat mahir. Beruang es yang sadar dan terampil berinvestasi lemak semoga memberi kita inspirasi. LUKAS SETIA ATMAJA Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
  • 22. 22 Nobel Ekonomi 2015: Konsumsi dalam Ekonomi 19-10-2015 Nobel Ekonomi 2015 diberikan kepada Angus Deaton, 69, profesor ekonomi dari Princeton University. Keputusan Komite Seleksi hadiah nobel ”Royal Swedish Academy of Science” didasarkan oleh karya Angus Deaton atas analisisnya tentang ”konsumsi, kemiskinan, dan kesejahteraan”. Pria kelahiran Skotlandia ini dianggap berjasa menjelaskan hubungan bagaimana individu atau rumah tangga mendistribusikan uang belanja mereka di antara pilihan konsumsi yang ada; berapa banyak penghasilan masyarakat yang dibelanjakan dan ditabung; serta pengukuran tingkat kemiskinan yang tepat. Selain itu juga, kontribusinya dalam menganjurkan metodologi di tingkat mikro tentang penggunaan data ekonomi di tingkat rumah tangga, dan bukan agregat nasional, mampu menjelaskan secara baik keterkaitan antara tingkat penghasilan, kemiskinan, dan asupan kalori. Saya melihat penelitian dan publikasi Angus Deaton menggambarkan perubahan paradigma bagaimana kita harus menempatkan konsumsi, penghasilan, dan produksi dalam sistem ekonomi. Berbeda dengan ekonom pada masa sebelumnya yang menitikberatkan pada sisi produksi dan pendapatan, Angus Deaton melihat sisi lain bagaimana sistem perekonomian berjalan. Pendekatan (proxy) yang digunakan Angus Deaton bukan menginvestigasi produksi atau pendapatan, tetapi konsumsi sebagai fokus pembahasan (demand side). Ekonom sebelumnya menganggap konsumsi sebagai turunan dari fungsi pendapatan dan dianggap konstan. Anggapan bahwa perilaku konsumsi dan pilihan-pilihan individu dapat dijelaskan melalui perubahan agregasi pendapatan di tingkat nasional dianggap keliru oleh Angus Deaton. Ekonom seperti Keynes pada era 1930-an menganggap bahwa derajat perubahan belanja konsumen diasumsikan konstan seiring dengan perubahan pendapatan yang diterima. Pada 1950 dan 1960-an, Milton Friedman menganggap bahwa volatilitas pendapatan (income) lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi. Individu dan rumah tangga diasumsikan lebih mampu melakukan penyesuaian (adjustment) pada konsumsi dibandingkan dengan pendapatan. Pendekatan ini dikenal sebagai permanent income hypothesis. Individu atau rumah tangga
  • 23. 23 akan menyisihkan sebagian pendapatan dalam bentuk tabungan sebagai antisipasi ketidakpastian pendapatan mereka. Secara agregat konsumsi masyarakat menjadi lebih stabil dibandingkan dengan pendapatan mereka. Inilah yang dibantah oleh Angus Deaton dengan menggunakan data di tingkat mikroekonomi justru menemukan perubahan konsumsi jauh lebih besar dan sangat sensitif dibandingkan dengan pola perubahan pendapatan masyarakat. Dihadapkan pada situasi sulit atau jelang krisis ekonomi, individu atau rumah tangga akan menyesuaikan pola konsumsi dan belanja mereka secara drastis. Sebaliknya, apabila individu atau rumah tangga melihat ada potensi pendapatan lebih besar pada masa depan, pola konsumsi hari ini bisa berubah menyesuaikan ekspektasi pendapatan pada masa mendatang. Hal ini membuat pola belanja dan konsumsi di masyarakat lebih sensitif, volatile, dan unpredictable dibandingkan dengan pergerakan perubahan pendapatan. Dari sisi ini kita lantas bisa memahami mengapa aspek psikologis seperti sentimen, optimisme, dan keyakinan konsumen menjadi hal penting dan dijadikan rujukan untuk mendeteksi tumbuh-tidaknya perekonomian suatu negara. *** Penetapan Angus Deaton sebagai peraih Nobel Ekonomi 2015 juga memiliki pesan yang kuat bagi perekonomian dunia saat ini. Banyak negara yang mulai fokus pada penguatan konsumsi domestik. Negara seperti Cina yang mengalami tekanan ekonomi akibat pelambatan pasar ekspor melakukan shifting arah kebijakan pada penguatan konsumsi domestik. Tidak dapat diandalkannya pasar ekspor menyulitkan menyerap output produksi dan mengancam munculnya persoalan yang lebih besar seperti penurunan margin keuntungan korporasi, ancaman perumahan atau PHK karyawan, penurunan pendapatan pajak negara, dan kenaikan angka kemiskinan. Komite Seleksi Hadiah Nobel sepertinya ingin menyampaikan kepada masyarakat dunia bahwa perilaku konsumsi perlu menjadi fokus bagi pengambil kebijakan selain mendorong sisi produksi (supply side). Kontribusi penting Angus Deaton lainnya adalah mengaitkan antara penghasilan dan pengukuran tingkat kemiskinan di suatu negara. Penelitian bersamanya dengan Subramanian (1996) menjadi salah satu kontribusi penting Angus Deaton dalam menganalisis pola konsumsi dan kebutuhan kalori di kelompok masyarakat miskin, terutama di negara berpenghasilan rendah. Penelitian ini penting dalam keterkaitannya menginvestigasi pola kebutuhan kalori dan kualitas hidup melalui kecukupan asupan kalori. Selain itu juga, pemetaan akan hal ini akan sangat membantu bagi para pengambil kebijakan untuk menyusun program intervensi pengentasan kemiskinan. Pendekatan yang disarankan dari perspektif ini, dan diterapkan di banyak negara, adalah peningkatan asupan nutrisi akan banyak membantu pencegahan akan kelaparan, peningkatan kualitas gizi, dan pengentasan kemiskinan. Program seperti beras untuk rakyat miskin
  • 24. 24 (raskin) yang saat ini menjadi beras untuk keluarga sejahtera menjadi salah satu bentuk implementasi kebijakan hasil rekomendasi dari perspektif ini. Bagi Indonesia, terdapat beberapa hal yang dapat kita jadikan refleksi dari terpilihnya Angus Deaton sebagai peraih Nobel Ekonomi 2015. Pertama, saat pemerintah saat ini mendorong sisi pasokan (supply-side) melalui pembangunan infrastruktur dan industrialisasi, hal ini perlu dilakukan tanpa melupakan penguatan sisi konsumsi masyarakat. Selain lebih sensitif dan volatile, konsumsi rumah tangga dan swasta di Indonesia berkontribusi antara 54-56% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional. Perlambatan ekonomi nasional yang saat ini terjadi juga disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang melambat. Kebijakan yang mendorong terjaganya daya beli masyarakat dan terus memompa optimisme bagi konsumen domestik akan sangat membantu bergairahnya dunia usaha dalam negeri di tengah perlambatan pertumbuhan ekspor dunia. Kedua, bertambahnya angka kemiskinan 860.000 jiwa dalam kurun waktu September 2014- Maret 2015 menuntut perhatian khusus dari para pengambil kebijakan untuk segera mengambil kebijakan intervensi. Perspektif Angus Deaton yang menyarankan agar para pengambil kebijakan melihat data yang lebih mikro atas pola konsumsi masyarakat miskin dapat menjadi rujukan penetapan kebijakan yang dibutuhkan. Tidak hanya menggunakan data yang bersifat makro, tetapi data berdasarkan provinsi, pulau, gender, pekerjaan, perkotaan-perdesaan, dan latar belakang keluarga serta pendidikan akan sangat berguna bagi penyusunan program-program pengentasan kemiskinan. Ketiga, distribusi pendapatan berdasarkan faktor-faktor seperti demografi, gender, kewilayahan, profesi, latar belakang pendidikan, dan siklus ekonomi perlu terus dipetakan untuk mengantisipasi peningkatan angka ketimpangan (inequality). Intervensi kebijakan untuk mengurangi ketimpangan akan lebih tepat dan terukur apabila setiap pengambil kebijakan masuk ke kedalaman data dan tidak hanya menggunakan data yang bersifat agregasi dan nasional. Angus Deaton mengajari dan menunjukkan kepada kita semua bahwa meskipun terdapat optimisme pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan. Hal ini perlu diikuti oleh intervensi kebijakan yang lebih tepat sasaran. Pemanfaatan data mikro akan sangat membantu kita semua dalam memotret sekaligus mengembangkan kebijakan untuk mengatasi persoalan- persoalan ekonomi, kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan. PROF FIRMANZAH PhD Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI
  • 25. 25 Setahun Nawacita Koran SINDO 19 Oktober 2015 Sembilan program prioritas atau Nawacita seharusnya menjadi penunjuk arah pembangunan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, tepat setahun usia pemerintahan kedua pemimpin itu, ke mana bangsa dan negara ini akan melangkah sama sekali tidak jelas. Jokowi-JK menawarkan Nawacita sebagai jalan perubahan, sekaligus melanjutkan semangat perjuangan serta cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Nawacita yang dijanjikan kedua pemimpin masih bisa dibaca pada berbagai dokumen publik. Ketika situasi negara aman dan terkendali seperti sekarang ini, perhatian publik tentu terfokus pada kinerja ekonomi pemerintah. Pada dokumen Nawacita, target pembangunan ekonomi itu setidaknya tercantum pada poin 3 (Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan); poin 6 (Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa Asia lainnya); dan poin 7 (Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik). Jokowi-JK coba merealisasikan komitmen membangun dari pinggiran (poin 3) dengan kebijakan Alokasi Dana Desa sebesar Rp20 triliun pada 2015 ini. Namun, tentang peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing (poin 6), serta mewujudkan kemandirian ekonomi (poin 7) memang patut diperdebatkan. Niat meningkatkan produktivitas dan daya saing sebenarnya sudah dimentahkan oleh Jokowi- JK sendiri, ketika keduanya menaikkan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) pada November 2014. Langkah ini menyebabkan biaya produksi naik. Dampak ikutannya adalah naiknya harga barang dan tarif jasa. Ketika upah tidak ikut dinaikkan, yang terjadi berikutnya adalah menurunnya konsumsi masyarakat. Kalau biaya produksi tinggi, sangat sulit untuk memompa produktivitas masyarakat. Apalagi, suku bunga di dalam negeri pun masih terbilang sangat tinggi. Karena biaya produksi yang mahal itu, masyarakat enggan merealisasikan kegiatan-kegiatan produktif. Pertama, karena daya saingnya pasti rendah menghadapi produk impor. Kedua, tidak ada yang mau berspekulasi ketika permintaan pasar sedang lesu. Karena itu, KUR (Kredit usaha rakyat) sekalipun tidak diminati komunitas pengusaha kecil.
  • 26. 26 Dalam Paket Kebijakan Ekonomi II dan III yang diumumkan baru-baru ini, Jokowi-JK coba menurunkan biaya produksi dalam negeri. Langkah yang dipilih adalah menurunkan harga energi. Namun, keadaan sudah cukup memburuk. Pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah terjadi di berbagai sektor usaha. Lagipula, upaya menurunkan biaya produksi itu tidak akan efektif jika tidak diikuti dengan penurunan suku bunga. Cita-cita Jokowi-JK mewujudkan kemandirian di bidang ekonomi (poin 7) mulai dipertanyakan. Pasalnya, pemerintahan sekarang ini benar-benar mengandalkan kekuatan asing. Pada sejumlah proyek infrastruktur strategis, Jokowi-JK mengundang kehadiran modal asing. Dalam sejumlah lawatan keluar negeri, Presiden Jokowi lebih mengedepankan aspek promosi investasi dan mengundang modal asing. Hasilnya, Cina sudah memberi komitmen investasi hingga USD100 miliar (sekitar Rp1.300 triliun) untuk mendanai proyek infrastruktur di Indonesia. Cina setidaknya sudah memenangkan dua proyek besar. Pertama, proyek pembangkit listrik hidro di Tanjung Selor, Kalimantan Utara. Proyek pembangkit listrik senilai USD17,8 miliar ini berkapasitas 6.080 MW. Nota kesepahaman kerja sama proyek ini ditandatangani Presiden Jokowi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Beijing, November 2014. Proyek kedua yang sempat heboh adalah kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek bernilai Rp73 triliun ini akan dibiayai oleh Bank Pembangunan Cina (CDB). Cina mengalahkan Jepang, karena Beijing mau memenuhi persyaratan yang diajukan Indonesia. Syarat itu tidak menggunakan APBN dan Cina tidak meminta jaminan dari Pemerintah RI. Dari perjalanannya ke Timur Tengah, Presiden juga mendapatkan komitmen investasi. Perusahaan minyak nasional Arab Saudi, Aramco, menunjukkan minat membangun kilang minyak di Indonesia senilai USD10 miliar. Kabinet Bermasalah Kalau nantinya akan begitu banyak modal asing yang mewarnai perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional, Indonesia sesungguhnya tidak mandiri. Ekonomi Indonesia tumbuh dan berkembang berkat ikatan dengan modal asing. Ikatan itu tidak gratis. Kalau investasi Cina terpenuhi semua, akan ada belasan ribu pekerja Cina yang masuk Indonesia. Di mana kemandirian ekonomi itu? Nawacita Jokowi-JK juga menjanjikan pemerintahan yang efektif. Janji itu terbaca pada poin 2 (Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan).
  • 27. 27 Fakta berbicara lain. Baru beberapa bulan memerintah, masyarakat sudah merasakan pemerintahan ini belum sepenuhnya efektif. Dalam konteks Nawacita, pemerintah dalam beberapa peristiwa telah mangkir dari tugas ”membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.” Dalam pengelolaan kehidupan politik terkait kepartaian, terjadi campur tangan ala negara kekuasaan totaliter, seperti yang dialami Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly seakan tak mampu memahami kedudukannya, apakah orang partai yang subjektif ataukah pejabat pengelola kehidupan kepartaian yang objektif dalam suatu sistem politik yang demokratis. Dalam bidang ekonomi, ada beberapa indikator yang menggambarkan rendahnya efektivitas itu. Mulai dari lonjakan harga beras pada periode Februari-Maret 2015 yang kemudian berlanjut dengan kelangkaan daging sapi pasca Idul Fitri tahun ini. Gambarannya semakin buruk ketika masyarakat melihat fakta tentang penyerapan anggaran yang sangat lamban, ditambah dengan faktor kejatuhan (depresiasi) rupiah yang membuat banyak orang cemas. Dalam bidang ketatanegaraan, Presiden dan Wapres tampak keteteran. Kisruh KPK versus Polri yang berlarut-larut menumbuhkan kesan bahwa Presiden tidak mampu mengendalikan sepak terjang pimpinan beberapa institusi negara. Kesan ini kemudian terkonfirmasi oleh disharmoni anggota Kabinet Kerja, yang justru terjadi beberapa hari setelah reshuffle kabinet. Menteri Koordinator mengkritik program yang menjadi prioritas Presiden. Sang Menko pun mendapat perlawanan dari para menteri dan seorang direktur BUMN. Ada menteri yang menantang Wapres berdebat. Dalam kasus perpanjangan kontrak Freeport, para menteri kembali melancarkan perang kata-kata. Apa yang sedang terjadi di tubuh Kabinet Kerja akhir-akhir ini sungguh sulit dipahami dan kegaduhan pun tak terhindarkan. Semua ini menjadi tontonan masyarakat. Harap digarisbawahi oleh Presiden bahwa kali ini, kegaduhan itu justru bersumber dari Istana, tepatnya dari Kabinet Kerja yang dikomandani sendiri oleh Presiden Jokowi. Wajar jika kemudian publik curiga, Istana tengah memainkan manajemen konflik karena kegaduhan itu dibiarkan berlarut-larut. Persoalannya bukan semata-mata siapa yang paling benar dan siapa yang salah. Keprihatinan banyak kalangan lebih tertuju pada soal soliditas kabinet yang sudah barang tentu sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan Presiden Jokowi. Manajemen konflik di tubuh kabinet kerja bisa menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada umumnya, dan dunia usaha pada khususnya. Contohnya, dalam kasus proyek pembangkit listrik 35.000 MW. Investor sempat ragu dan mempertanyakan kepastian tentang target daya. Soalnya, seorang menko mengatakan paling realistis untuk lima tahun ke depan adalah target 16.000 MW, sementara presiden bersikukuh pada target 35.000 MW.
  • 28. 28 Nawacita yang dijanjikan Jokowi-JK memang ideal sebagai penunjuk arah pembangunan nasional. Namun, beberapa fakta yang sudah tersaji di ruang publik dalam setahun belakangan ini melahirkan persepsi bahwa pembangunan nasional terkesan tanpa arah. BAMBANG SOESATYO Sekretaris Fraksi Partai Golkar/Anggota Komisi III DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
  • 29. 29 Haruskah Berpijak pada UKM? 20-10-2015 Satu tahun berlalu bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dengan segala dinamikanya. Ketidakberuntungan mengikuti pemerintahan ini saat harus menggunakan APBN peninggalan pemerintahan sebelumnya, yang sangat jauh untuk semangat Nawa Cita yang diusungnya. Selanjutnya, perubahan nomenklatur anggaran sebagai konsekuensi perubahan nama kementerian, yang ternyata tidak secara cepat diikuti oleh perubahan regulasi, sehingga sampai dengan April 2015 permasalahan itu baru terselesaikan. Dampaknya, penyerapan anggaran pada kementerian dan lembaga (K/L) sangat parah, bahkan beberapa L/K hanya mampu menyerap di bawah 5% pada semester I. Berikutnya problem eksternal ekonomi yang cukup parah menghantam ketahanan perekonomian, sehingga memojokkan perekonomian dalam negeri. Perlambatan perekonomian dunia berdampak pada perekonomian Indonesia. Depresiasi rupiah, perlambatan investasi dan ekspor merupakan indikasi dampak perlambatan perekonomian global terhadap perekonomian Indonesia. Data BPS menunjukkan bahwa secara kumulatif nilai ekspor Indonesia semester I 2015 turun sebesar 11,86% dibandingkan dengan periode yang sama di 2014. Sementara, nilai rupiah yang mengalami depresiasi selama beberapa bulan terakhir berdampak pada kenaikan biaya produksi bagi industri-industri yang bergantung pada bahan baku impor. Di sisi lain, perlambatan ekonomi global juga berdampak pada turunnya realisasi PMA pada semester I/2015, di mana realisasi PMA pada periode tersebut turun sebesar 2,5%. Melihat perkembangan perekonomian Indonesia yang terus tertekan, maka pemerintah meresponsnya dengan mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi. Dalam konteks analisis makro, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, mulai paket kebijakan ekonomi jilid I sampai dengan jilid IV pada intinya adalah pro-bisnis. Melalui paket kebijakan tersebut diharapkan tercipta iklim usaha yang kondusif sehingga mendorong kenaikan investasi dan ekspor. Kemudian, dampak akhir dari kebijakan ekonomi yang dilakukan adalah stabilitas perekonomian. Paket kebijakan ekonomi jilid I sampai dengan IV memiliki fokus dan tujuan yang lebih spesifik. Pada paket kebijakan ekonomi jilid IV terdapat salah satu kebijakan yang bertujuan menguatkan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Instrumen penguatan UMKM ini melalui peningkatan KUR pada perorangan atau pekerja yang melakukan kegiatan usaha produktif dan penguatan pembiayaan UKM oleh Lembaga Pembiayaan
  • 30. 30 Ekspor Indonesia. Langkah penguatan UKM ini merupakan suatu kebijakan yang tepat, karena UKM memiliki peranan yang strategis di dalam perekonomian Indonesia. UKM dan Ekonomi Nasional Peranan strategis UMKM dalam perekonomian dapat dilihat dari beberapa indikator seperti kontribusi dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja. Jumlah UMKM yang mencapai lebih dari 56 juta unit mampu menyumbang PDB nasional sekitar 59% dan menyerap tenaga kerja sekitar 110 juta tenaga kerja. Dari sisi ekspor, berdasarkan data DJPEN Kemendag menunjukkan bahwa selama tahun 2014 ekspor UMKM menyumbang sekitar 16% (USD23 miliar) dari total ekspor non-migas. Berdasarkan data-data tersebut membuktikan bahwa UMKM memiliki andil besar dalam menyangga perekonomian nasional. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah kembali fokus memperkuat fondasi perekonomian dengan penguatan UMKM sebagai dasar kebijakan yang mampu memicu penyelesaian permasalahan perekonomian di Indonesia. Permasalahan klasik yang dihadapi oleh UMKM sampai saat ini adalah lemahnya akses permodalan, akses pemasaran, rendahnya kualitas produksi, SDM yang kurang berkualitas, dan akses penggunaan teknologi. Dalam konteks global, UMKM dalam waktu dekat ini harus menghadapi pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC), yang menuntut akselerasi peningkatan daya saing UMKM. Dalam rangka peningkatan daya saing UMKM Indonesia, pemerintah dapat belajar dari beberapa pengalaman negara lain di dalam mengembangkan UMKM-nya. Di beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, dan Cina, pemerintahnya membangun pusat- pusat pelatihan dan pengembangan teknologi bagi UMKM. Lembaga-lembaga ini semacam inkubator bisnis bagi wirausahawan baru, di mana mereka mendapatkan dukungan pelatihan, permodalan, teknologi, sampai dengan pemasaran. Di Indonesia hal ini sudah dilakukan dengan pengembangan inkubator bisnis di beberapa perguruan tinggi. Di samping itu, pola pengembangan UMKM di beberapa negara lain yang dapat diadaptasi adalah membangun keterkaitan (production linkages) UMKM dengan industri menengah- besar. Selanjutnya, dukungan terhadap penggunaan bahan baku lokal harus ditingkatkan. Pembatasan impor bahan mentah dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan penggunaan bahan baku lokal pada UMKM. Fokus dan Kurangi Kegaduhan Program-program pembangunan UMKM pemerintahan Jokowi-JK memerlukan penajaman dan aksi yang lebih lugas, terkait dengan permasalahan dan tantangan UMKM. Penyelesaian UMKM tidak hanya tanggung jawab satu kementerian, tetapi beberapa kementerian dituntut
  • 31. 31 untuk berkoordinasi dan fokus pencapaian target. Dirigen atas kerja yang terorkestra sangat diperlukan saat ini, permasalahan yang tidak perlu jangan dengan murah dijual ke media, kegaduhan itu akan semakin menjauhkan kita dari fokus penyelesaian permasalahan dan semakin menjauhkan dari cita-cita mulia yang dicanangkan di awal pemerintahan. CANDRA FAJRI ANANDA Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
  • 32. 32 Memelihara Optimisme Ekonomi-Politik 20-10-2015 Dalam beberapa tulisan di berbagai media massa, saya menciptakan frasa post-elite leader (pemimpin pasca elite) untuk Joko Widodo. Mengapa? Karena, sejak kemerdekaan hingga periode Susilo Bambang Yudhoyono, pemimpin puncak nasional didominasi elite Jakarta. Kemunculan Jokowi sejak dua tahun lalu, dan terpatrikan sebagai calon presiden pada 2014, pada esensinya adalah kehadiran mengejutkan karena wong cilik berhasil merebut tempat yang selama ini ”dimiliki” raksasa-raksasa Jakarta. Keberhasilannya meraih kursi presiden, dengan demikian, menandai datangnya zaman baru dalam sejarah politik Indonesia. Kini, bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah Jokowi berusia satu tahun. Apa yang bisa dicatat? Mungkin, sifat post-elite leader Jokowi bisa dijadikan perspektif. Memasuki Jakarta, Jokowi adalah ”kelinci” di tengah kawanan ”gajah”. Ia hadir sendiri dan secara resmi bergantung pada kumpulan ”gajah”, para pemilik partai-partai politik. Maka itu, meski mendapat dukungan riil rakyat di dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, Jokowi harus sangat akomodatif terhadap aspirasi partai-partai politik dalam menyusun kabinet. Kecuali di sektor ekonomi, wajah kabinet Jokowi agak berselera parpol. Bukankah bahkan jaksa agung sekalipun berasal dari parpol? Dalam konteks inilah kita melihat format politik tipikal post-elite leader. Tanpa mengontrol satu pun partai politik, Jokowi dan Kalla tiba-tiba menemukan diri ”minoritas” baik dalam ”politik parpol” maupun ”politik parlemen”. Di sini Jokowi harus mampu mengimbangi ”tekanan” parpol pendukungnya. Dan, ini bukan ringan, terutama jika Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang harus dilihat. Yang terakhir ini bukan saja terbesar dalam koalisi pendukungnya, melainkan juga memiliki tokoh kharismatik: Megawati Soekarnoputri. Tokoh ini bahkan tak terlawankan oleh seluruh elite parpol di Indonesia. Dalam konteks kedua, kendati didukung seluruh anggota DPR koalisinya, toh Jokowi dan Kalla bukan pemegang ”kata putus” di dalam ”politik parlemen”. Maka itu, keduanya lebih bersifat pasif dalam ”politik parlemen” daripada aktif. Kesan minoritas ini kian terasa jika dipertimbangkan betapa tak ada pengaruh Jokowi-Kalla atas kecenderungan koalisi partai- partai oposisi di parlemen. Pertanyaannya, bagaimanakah Jokowi menetralisasikan semua ini? Saya kira, inilah fakta politik yang dihadapi oleh, terutama, Jokowi, dalam bulan-bulan pertama pemerintahannya. Kemelut KPK-Polri, yang bekas-bekasnya terasa hingga kini, dan
  • 33. 33 penciptaan kantor baru yakni kepala Staf Kepresidenan, haruslah dilihat sebagai usahanya memperlihatkan jati diri politiknya. Mengambil risiko ”faksionalisme Istana”, Jokowi ”nekat” menggoreskan jati dirinya dalam politik nasional dengan menggeser posisi Jenderal (Pol) Budi Gunawan kepada Jenderal (Pol) Badrodin Haiti dan menunjuk Jenderal (Pur) Luhut Panjaitan sebagai kepala Staf Kepresidenan. Lalu, dengan menempatkan Teten Masduki menggantikan Luhut untuk pos yang ditinggalkannya, dalam reshuffle kabinet pertama, maka ”warna Jokowi” mulai terlihat dalam mozaik percaturan politik nasional. Warna ini kian keureng (bahasa Betawi: nyata) ketika Partai Amanat Nasional (PAN) secara terbuka menyatakan dukungan kepada pemerintah. Jalan ini relatif mulus karena, di luar banyak perkiraan orang, dinamika ”politik parlemen” tidak seperti yang diduga sebelumnya. Setidak-tidaknya, hingga saat ini, sifat post-elite leader Jokowi mampu mengisi relung tersendiri dalam mozaik politik elite tingkat nasional. *** Tetapi, bagaimana dengan masalah ekonomi? Di sini kita harus melihat bahwa kendatipun tak menyebut sedikit pun, gagasan ekonomi Jokowi adalah ”Keynesian economics”. Berasal dari nama ekonom Inggris, John Maynard Keynes, ”Keynesian economics” adalah pandangan atau kebijakan ekonomi tentang pentingnya negara dalam perekonomian. Frasa ”negara harus hadir” dalam konsep kampanye Jokowi jelas memperlihatkan kecenderungan ini. Lebih dari sebelumnya, sumber daya negara harus dialokasikan ”secara politik”, dalam arti tidak mengikuti mekanisme pasar. Adakah kendala dalam membumikannya? Terutama dalam situasi perekonomian global dewasa ini, proses pembumiannya menghadapi kendala struktural. Lepas dari berbagai hal lainnya, politik-ekonomi negara secara struktural terkait dengan dinamika ekonomi global. Dengan asumsi bahwa tak satu pun mampu berdiri sendiri (berdikari) secara ekonomi, maka negara, tanpa kecuali, harus mengintegrasikan diri ke dalam hukum ekonomi yang berlaku secara internasional. Di dalam cakupan internasional ini, setiap kebijakan yang diambil tingkat nasional mengandung trade off tertentu. Usaha membangun infrastruktur secara besar-besaran, misalnya, berpotensi menimbulkan kerugian neraca berjalan (current account deficits). Ini karena impor bahan-bahan material tak terhindarkan dalam pembangunan itu. Karena permintaan ekspor sedang lesu seperti dewasa ini, current account deficits terjalin erat dengan berkurangnya cadangan devisa dan, karenanya, sensitif terhadap pelarian modal (capital flight). Tanpa pendapatan (revenue) dari peningkatan ekspor, current account deficits menciptakan ketakpercayaan investor asing dan domestik bahwa negara mampu membayar
  • 34. 34 utang. Ini kian rumit karena sebagian besar transaksi impor dilakukan dalam dolar Amerika Serikat (AS). Di bawah ancaman current account deficits dan ringkihnya cadangan devisa, serta menurunnya pendapatan ekspor, tekanan terhadap devaluasi mata uang nasional (rupiah) menjadi semakin besar. Akibatnya, di samping ihwal disebutkan di atas, inflasi menghadang. Mengapa? Karena, di samping core inflation (inflasi inti), tingkat harga cenderung naik akibat imported inflation. Yakni, harga barang-barang dan jasa impor yang meningkat akibat penggunaan transaksi di dalam mata uang asing, terutama dolar AS, dalam keadaan rupiah yang melemah. Setahun pemerintah Jokowi-Kalla telah berhadapan dengan soal ekonomi pelik ini. Maka itu, negara tidak otonom mengartikulasikan kehendaknya. Dalam konteks moneter, misalnya, kedaulatan negara, seperti juga terjadi di perekonomian berkembang lainnya, bergantung kebijakan moneter the Federal Reserves (Bank Sentral AS). Berita tentang rencana the Fed menaikkan suku bunga saja mendorong pelarian modal dan devaluasi rupiah. Di sini kita melihat usaha membumikan gagasan ”kehadiran negara” di dalam perekonomian secara struktural terkendala. Apakah Jokowi-Kalla bisa keluar dari ”jebakan” struktural ekonomi global ini? Jawabannya ”ya”, melalui peningkatan efektivitas badan usaha milik negara (BUMN). Bagaimana ceritanya? Pukul 21.35, Rabu, 3 Oktober 2012, running text Metro TV berbunyi: ”TNI akan prioritaskan pembelian alusista dari produk dalam negeri.” Teks berusia tiga tahun lalu ini adalah tindakan afirmasi dalam perekonomian. Tetapi, teks yang sama juga clue (petunjuk) bahwa BUMN adalah jangkar perekonomian di tengah ”badai globalisasi”. Bukan saja karena produsen senjata itu adalah PT Pindad, salah satu BUMN, melainkan daya artikulasi BUMN berpotensi menyangga perekonomian nasional. Usaha Menteri BUMN Rini Soemarno mensinergikan BUMN Indonesia dan Tiongkok membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung adalah contoh program pembangunan infrastruktur dilakukan tanpa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Di samping membuka sejarah baru ”kerja sama global BUMN”, menyerap tenaga kerja berbuah peningkatan daya beli, adanya unsur ”asing” dalam investasi ini konstruktif mengamankan devisa dan kestabilan rupiah. Efek selanjutnya, di bawah Jokowi-Kalla, BUMN bisa menjadi ”gerakan” peningkatan demand (kebutuhan) mata uang domestik dengan mengharuskan pembayaran ekspor produknya di dalam rupiah. Ini bukan khayal. Proses produksi sebagian besar BUMN sektor ekstraktif dan pertanian tak banyak mengandung impor. Maka itu, kombinasi sinergi ”global” BUMN dan kewajiban transaksi ekspor dalam rupiah memberikan sumbangan kokohnya pijakan kaki perekonomian nasional dalam gelombang
  • 35. 35 globalisasi yang kian tak stabil itu. Kesimpulannya, secara politik, setahun pemerintah Jokowi-Kalla ditandai kian terasanya warna Jokowi dalam mozaik politik nasional. Secara ekonomi masih problematik. Otonomi artikulasi negara secara struktural terjebak sistem global, yang efek destruktifnya berpengaruh terhadap legitimasi politik rezim ini. Namun, jika perspektif optimisme ingin dipertimbangkan, jebakan ini relatif bisa dihindari dengan mengembangkan imajinasi kreatif kinerja BUMN. FACHRY ALI Penulis adalah Salah Satu Pendiri Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU Indonesia)
  • 36. 36 Kinerja Jokowi-JK di Tahun Sulit Koran SINDO 21 Oktober 2015 Tepat pada 20 Oktober 2015 kemarin, umur pemerintahan Jokowi-JK genap 1 tahun. Sebagaimana sebuah isi kandungan, dia tidak lagi dinyatakan sebagai seorang bayi, tetapi sudah menjadi anak. Bayi sangat rentan atas dunia luar selama tahun pertama dan kemudian semakin kuat setelah usia 1 tahun beradaptasi. Begitu juga pemerintahan Jokowi-JK. Apa yang menarik dari perjalanan 1 tahun pertama pemerintahan? Tidak saja kinerja selama satu tahun yang dapat dilihat secara kuantitatif, tetapi juga bagaimana mendudukkan fondasi ekonomi sehingga selama empat tahun yang akan datang akan dapat dicapai secara meyakinkan. Komponen Makro Memang pertumbuhan ekonomi, selama 1 tahun terakhir menurun dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Capaian angka 4,6% sebenarnya sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan capaian ekonomi oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya. Itu pun pertumbuhan ekonomi masih relatif induced, kejadiannya tidak terlalu banyak disebabkan dampak APBN secara autonomus. Mengingat APBN sendiri relatif tertunda implementasinya, katakan proyek-proyek pemerintah baru terasa setelah kuartal kedua berjalan. Ini disebabkan tidak terlalu cepat mengisi pos-pos pemerintahan, mulai eselon 1 sampai eselon 3. Pos-pos yang ditetapkan dengan penuh keraguan dan sedikit klikisme. Memang tidak mudah memperkirakan apa saja yang berubah selama satu tahun terakhir. Empat hal dapat dilihat. Pertama kinerja ekspor Indonesia. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya ekspor Indonesia diuntungkan karena harga internasional membaik, kali ini selain harga melemah, kinerja ekspor Indonesia juga menurun. Menurut laporan bulanan BPS, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-September 2015 mencapai USD 115,1 miliar atau menurun 13,29% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014, demikian juga ekspor non-migas mencapai USD100,7 miliar atau menurun 7,87%. Hampir seluruh jenis ekspor mengalami penurunan, tidak terkecuali untuk tujuan ekspor.
  • 37. 37 Yang menarik adalah ekspor perhiasan mengalami kenaikan yang tinggi. Secara implisit dapat dipahami bahwa sekalipun resesi, jika memiliki kekuatan dalam hal industri kreatif, Indonesia masih dapat memiliki pangsa pasar yang baik. Kedua, selain pelemahan dari permintaan dunia terhadap komoditas primer Indonesia, pembatasan-pembatasan tenaga kerja ke luar negeri, khususnya pembantu rumah tangga ke Timur Tengah telah pula mengurangi jumlah remittances ke Indonesia. Apalagi pemulangan tenaga kerja pembantu rumah tangga, jelas akan menyebabkan sumber penerimaan yang berasal dari remittances menjadi semakin langka. Sikap terhadap pentingnya ekspor tenaga kerja Indonesia, untuk level 1 dan 2, sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Filipina, dengan banyaknya jumlah migrasi tenaga kerja muda, telah memperkuat mata uang peso dari mata uang dolar Amerika Serikat. Filipina masih relatif kuat pertumbuhan ekonominya saat ini. Ketiga, dapat dilihat pelemahan rupiah yang volatil dan tidak mudah ditebak. Mengingat masa-masa kritis nilai tukar melemah hingga minggu pertama bulan Oktober, berbagai seri kebijakan paket ekonomi jilid 1-4 tampaknya sedikit bisa mengatasi pelemahan rupiah. Memang majalah Economist (Oktober, 2015) mengungkap bahwa paket kebijakan ekonomi tersebut masih relatif tidak jelas bentuk implementasinya. Keempat, bagaimana tentang kesejahteraan? Salah satu data yang dapat dilihat untuk menilai kesejahteraan adalah bagaimana nilai upah buruh tani. Nilai nominal upah buruh tani meningkat dari September 2014 ke September 2015 sebesar 4,2%. Dengan kondisi inflasi yang ada, sebenarnya upah riil yang diterima buruh tani menurun kesejahteraannya sekitar 3,1% dari September sebelumnya. Penurunan nilai riil upah buruh sebenarnya merupakan sebagian indikasi awal terhadap semakin melemahnya permintaan akan tenaga kerja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) jelas akan semakin meningkat. Para pencari kerja baru jelas akan semakin meningkat dan dikhawatirkan jumlah anak muda yang idleness bisa meningkat. Kalau di Amerika Serikat kenaikan angka pengangguran dan idleness bagi anak muda merupakan beban sosial yang tinggi, mengingat mereka tidak akan membayar pajak, dan pemasukan pajak bisa menjadi berkurang. Infrastruktur Memang ketika masa sulit dialami negara, faktor cuaca musim panas yang berkepanjangan di daerah Jawa dan kabut asap yang sudah memakan waktu dua bulan di Sumatera dan Kalimantan menambah daftar sulit untuk pemulihan ekonomi. Kondisi alam yang tidak menentu masih dapat diupayakan dengan mendorong proyek-proyek infrastruktur dan energi. Ground breaking jalan lintas Sumatera, peresmian berbagai proyek Kawasan Tujuan Wisata; seperti Kawasan Mandeh, di Sumatera Barat, diperkirakan akan
  • 38. 38 dapat meningkatkan ketersediaan lapangan kerja untuk tenaga buruh lepas dan konstruksi. APBN untuk infrastruktur sangat penting. Apalagi banyaknya upaya untuk merayu para investor khususnya untuk pembangkit listrik tenaga uap dan pembuatan ruas jalan komersial. Sayang skema investasi dengan model turn key project akan membuat pasar tenaga kerja domestik relatif gigit jari. Sebaiknya aturan pembatasan tenaga kerja segera diselesaikan dan tentunya upaya untuk mengaktifkan community college menjadi sangat penting untuk memacu keperluan tenaga kerja berketerampilan. Sudah saatnya pemerintahan Jokowi-JK untuk memilih strategi substitusi impor, khususnya menyelesaikan impor pangan, ketimbang hanya memilih strategi orientasi ekspor. Sangat mungkin kita memilih dan mengadopsi kedua strategi itu ketimbang menggenjot ekspor saja. Jika ekspor yang menjadi pilihan, industri dalam negeri semestinya juga perlu tumbuh dan berkembang semakin baik. ELFINDRI Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Andalas
  • 39. 39 Turisme dan Tour de Singkarak Koran SINDO 21 Oktober 2015 Untuk yang ketujuh kalinya event akbar balap sepeda Tour de Singkarak (TdS) Sumatera Barat digelar kembali pada 3-11 Oktober 2015 dengan 9 etape yang berjarak total 1.182 km melintasi 18 kota dan kabupaten di seluruh Sumatera Barat. Orang Sumatera Barat menyebutnya sebagai ”Baralek Gadang”. TdS merupakan salah satu lomba balap sepeda yang bergengsi dan terfavorit di Asia menurut Asian Cycling Confederation (ACC), yang penyelenggaraannya sudah masuk dalam kalender resmi Union Cyclist International (UCI). Lebih dari itu walaupun baru berusia tujuh tahun TdS telah mampu mencapai peringkat ke-5 dari sisi jumlah penonton terbanyak, setelah Tour de France, Giro d’Italia, Vuelta A Espana, dan Santos Tour de Under. TdS 2015 ini diikuti oleh 21 tim dengan partisipasi sebanyak 22 negara. Pada tahun ini ikut serta juga para pembalap dari Eropa (Prancis, Spanyol, Belanda, Belgia bahkan Rusia), di samping dari Iran, Australia, dan Jepang. Tentunya juga turut serta para pembalap sepeda terbaik di Indonesia yang diwakili oleh tim Pegassus Continental Cycling Team, Tim Nasional Indonesia BSP, Kentucky Fried Chicken, dan Banyuwangi Racing Team. Secara keseluruhan, jumlah pembalap ditambah dengan para ofisial tim bisa dihitung sekitar lebih dari 600 orang, belum lagi dari panitia pusat dan daerah serta rekan-rekan wartawan internasional, nasional dan lokal diperkirakan lebih dari 1000 orang yang terlibat dalam pelaksanaan TdS 2015 ini. Kehadiran sejumlah orang ini tentu memberikan dampak ekonomi bagi setiap daerah yang dikunjungi. TdS-Sport Tourism Sejak awal TdS diselenggarakan sebagai kegiatan sport tourism yang berarti kegiatan TdS ini tidak serta-merta hanya untuk aktivitas olahraga sepeda, tetapi sekaligus mempromosikan daerah dan kota, terutama objek wisata yang dilalui TdS. Setiap kali start dan finish peserta selalu disuguhi kesenian lokal dan kuliner khas dari daerah-daerah tersebut. Kesempatan ini juga merupakan ajang bagi para seniman daerah itu untuk berpartisipasi menampilkan karya-karyanya. Melalui acara TdS ini mereka tampil lebih bangga karena event ini bertaraf internasional. Demikian juga dengan kuliner, karya-karya industri kreatif yang banyak dijual sekitar arena finis maupun start, tentu ini memberikan dampak langsung penambahan pendapatan bagi masyarakat dari 18 kabupaten dan kota yang dilalui TdS.
  • 40. 40 Masih banyak destinasi/objek wisata yang belum diketahui maupun yang mempunyai daya tarik yang luar biasa serta keunikannya baik alam maupun dari aspek budayanya. Beberapa contoh yang dapat diceritakan yaitu Kabupaten Sijunjung mempunyai alam yang indah, bila kita berkunjung ke Sijunjung di situ kita bisa melihat keindahan bukit batu yang menjulang tinggi di tengah-tengahnya mengalir sungai, seperti yang kita bisa lihat di Grand Canyon di USA. Di Sijunjung juga ada warisan budaya yang berupa rumah adat Minang yang masih sangat asli dan hingga kini disebut sebagai ”Desa Adat Padang Ranah” yang di mana dijadikan tempat start etape ke-3 TdS. Belum lagi Kabupaten Pasaman, start TdS yang sangat unik di garis khatulistiwa, juga tempat kelahiran tokoh pahlawan Perang Padri Tuanku Imam Bonjol. Selanjutnya ada Kelok 44, disebut the most exciting etape karena hanya ada satu-satunya di dunia ditunjang dengan keindahan pemandangan alam yang luar biasa dan eksotisme Danau Maninjau yang berkabut. Masih banyak lagi keunikan-keunikan yang masih terpendam yang dapat dikembangkan lagi bagi wisatawan lokal, nasional dan internasional. Demikian juga pada kuliner Sumatera Barat yang lebih dikenal dengan masakan Padang, di setiap daerah kaya sekali dengan kuliner beraneka rasa, dengan olahan yang sangat berselera ”tasty”. Beberapa yang bisa kita rasakan antara lain bebek cabe hijau, rendang, sayur pakis, dan yang tak kalah enaknya kalio jariang. Dampak TdS bagi Masyarakat Persoalan dampak TdS ini selalu ditanyakan oleh pengamat, ada yang mempertanyakan seberapa besar dampak TdS ini dibandingkan dengan dana yang sudah dikeluarkan terutama APBN dan APBD. TdS ini sejak awal diselenggarakan pada 2009, untuk promosi destinasi daerah Sumbar yang sangat menurun kunjungan wisatanya, setelah kejadian gempa dan tsunami yang telah memorak-porandakan terutama hotel-hotel dan restoran di Kota Padang, sehingga menciptakan stigma ”kekhawatiran dan ketakutan” berwisata ke Sumbar. Event seperti TdS memberikan semangat kembali berwisata ke Sumbar. Nah, untuk lebih afdol beberapa angka di bawah ini memperlihatkan tren yang naik bila pada 2010 hanya ada sekitar 27.000 wisatawan mancanegara, pada 2014 telah mencapai 56.000 wisatawan mancanegara ada pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 20% (2010-2014), relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang mencapai 9% dan rata-rata dunia yang hanya 4,5%. Wisatawan Nusantara kedatangan pada 2010 mencapai 4,5 juta, di tahun 2013 telah mencapai 6,8 juta ada pertumbuhan sekitar 9% (2010-2013) yang lumayan tinggi. Demikian juga dengan tenaga kerja langsung di bidang pariwisata yang pada 2010 sekitar 2.644 tenaga kerja dan pada 2014 sebanyak 4076 tenaga kerja dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 12% (2010-2014).
  • 41. 41 Selain itu, jumlah kamar hotel yang terus tumbuh setiap tahunnya, pada 2011 jumlah kamar yang tersedia di Sumatera Barat sebanyak 5.437 kamar dan pada 2015 tumbuh 8.336 kamar. Demikian juga dengan jumlah penerbangan yang menuju Sumatera Barat, pada 2010 jumlah penerbangan mencapai 21 dan pada 2015 meningkat menjadi 35 penerbangan. Belum lagi dari sektor penerimaan pajak di sektor pariwisata (hotel, restoran dan hiburan) tahun 2009 mencapai Rp15 miliar dan pada 2013 meningkat mencapai Rp35 miliar. Selain itu, news value yang dihasilkan dari penyelenggaraan TdS ini juga terus meningkat, pada 2012 news value yang dihasilkan mencapai Rp91 miliar dan pada 2014 meningkat hingga mencapai Rp150 miliar. Selain itu, TdS juga mendorong peningkatan pembangunan infrastruktur berupa perbaikan jalan yang dampaknya juga dapat dinikmati langsung oleh masyarakat Sumbar. Dampak lain yang juga sangat penting dan dilupakan adalah adanya sinergitas serta komitmen yang tinggi dari semua pihak dari pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota (termasuk SKPD terkait) demikian juga jajaran pengamanan terutama polisi untuk mengamankan jalannya TdS dan suksesnya acara, dengan kata lain dengan TdS bisa memperlancar koordinasi antar instansi. Tantangan TdS Tantangan yang utama TdS seperti pariwisata pada umumnya yaitu sarana-prasarana, aksesibilitas yang masih perlu ditingkatkan. Terutama belum tersedianya hotel-hotel di kabupaten/kota yang dilalui, hanya di Kota Padang dan Kota Bukittinggi saja yang sudah mempunyai hotel yang cukup memadai, sementara di kota-kota lain masih belum memadai. Hal ini yang menyebabkan memerlukannya transfer untuk para pembalap dari di tempat finis yang relatif jauh dan cukup menguras tenaga bagi para pembalap. Salah satunya dari tempat finis yang terdapat di Kabupaten Solok Selatan yang harus ditransfer menuju Kota Bukittinggi, yang jarak tempuhnya relatif sangat jauh. Demikian juga rekan-rekan wartawan juga sempat merasakan prasarana berupa koneksi internet yang masih belum memadai karena masih ada beberapa daerah yang belum bisa menerima jaringan internet. Juga dari segi fasilitas makanan khusus untuk pembalap, ke depannya diharapkan harus bisa disesuaikan dengan kebutuhan para pembalap. Tantangan lainnya ialah dibutuhkannya sistem buka-tutup pemanfaatan jalan raya bagi kepentingan TdS sehingga lebih efisien dan tidak terlalu mengganggu aktivitas sebagian masyarakat, namun pada umumnya masyarakat sudah memahami dan memaklumi apabila ada diselenggarakannya TdS bisa merelakan jalannya digunakan berjam-jam untuk kegiatan TdS. Kiranya di samping aspek penyelenggaraan acara, ke depannya diharapkan juga partisipasi bagi para atlet pembalap daerah untuk ikut dalam penyelenggaraan TdS. Dari itu semua, TdS
  • 42. 42 merupakan promosi destinasi pariwisata di Sumatera Barat terutama bagi daerah-daerah yang selama ini destinasi/objek wisatanya belum terkenal sehingga diharapkan TdS merupakan investasi yang akan dirasakan manfaatnya secara langsung pada waktu event itu diselenggarakan dan yang bersifat promosi dan mempunyai dampak jangka panjang bagi pembangunan kepariwisataan di Sumatera Barat. Yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi kepada perekonomian masyarakat Sumatera Barat. Amin. SAPTA NIRWANDAR Chairman Tour de Singkarak
  • 43. 43 Inspirasi dari Prancis 22-10-2015 Bangsa yang besar selalu bekerja keras mengolah masalah menjadi kekuatan dengan perubahan dan lompatan yang jauh ke depan. Semakin besar masalahnya, semakin jauh lompatannya. Mereka punya cara berpikir maju, bukan melulu memagari diri dan merasa tak mampu. Bangsa yang besar itu tak pernah mengajarkan bahwa berhemat itu pangkal kaya, melainkan kerja keraslah pangkal segala kemajuan. Hemat itu pangkal pedit (pelit, kikir), bahkan bisa menjadi bangsa penakut dan senang menakut-nakuti. Apalagi zaman sekarang sudah borderless dan era financial leverage pula. Maksud saya, modal kecil saja bisa di-leverage menjadi besar asalkan kita bisa dipercaya dan mau berbagi kue. Negeri ini tahunya modal itu cuma equity yang ada di buku, padahal ada banyak cara memperbesar modal tanpa keluar uang dan jaminan negara. Sebaliknya, orang yang pelit kalau memimpin tak mau berbagi kue. Bawaannya curiga terus. Merasa kalah dan dirugikan kalau harus berbagi. Perhatikanlah, kita ribut melulu karena ditakut-takuti mereka yang tak mengerti rahasia bangsa kaya. Bangsa kaya itu membangun infrastruktur besar-besaran, karena begitu infrastruktur dibuka, yang diuntungkan pertama- tama bukanlah pengusahanya, melainkan rakyatnya. Soal kuenya, bagi-bagilah yang adil. Perang Yom Kippur Mengubah Prancis Saya ajak Anda melihat Prancis. Pada 1973, negara itu menghadapi krisis energi yang sangat serius. Penyebabnya, negara-negara Arab secara mendadak menghentikan penjualan minyak. Mereka marah karena Prancis mendukung Israel dalam Perang Yom Kippur, perang antara Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dimotori Mesir dan Suriah. Akibatnya, pembangkit listrik Prancis pun kekurangan pasokan energi dan menghentikan operasinya. Pada saat itu, PLN mereka, Electricite de France (EDF), mengoperasikan tiga jenis pembangkit, yakni tenaga nuklir, minyak, gas, dan batu bara. Porsi pembangkit tenaga nuklir masih terbatas. Pembangkit listrik tenaga batu bara juga hanya mampu menghasilkan listrik berkapasitas 1.000 megawatt (MW). Untuk mengoperasikan pembangkit itu, setiap hari EDF mesti membakar 10.000 ton batu bara yang dipasok dari tambang di Lorraine, daerah di Prancis yang berbatasan dengan Belgia, Jerman, dan Luksemburg. Tapi, ini pun belum cukup.
  • 44. 44 Boleh dibilang 70% lebih pasokan listrik Prancis diperoleh dari pembangkit bertenaga minyak. Maka, langkah koalisi negara-negara Arab menghentikan penjualan minyak betul- betul memukul Prancis. Kurangnya pasokan listrik membuat negeri ini krisis, ekonominya lumpuh. Orang tua cemas karena anak-anaknya tak bisa belajar dengan baik, rumah sakit tak bisa melakukan operasi dan menyimpan vaksin karena mesin pendingin mati. Banyak perusahaan tutup, PHK di mana-mana, konsumsi masyarakat menurun, dan pengangguran membubung. Pada 1975 saja ada 900.000-an penduduk Prancis yang jadi pengangguran. Dua tahun kemudian jumlah pengangguran mencapai 1,1 juta atau sekitar 5% dari total penduduk Prancis. Akibatnya aksi demo dan mogok kerja yang menuntut perbaikan kesejahteraan terjadi di mana-mana. Kalau sudah demikian, rakyat baru menuntut perubahan. Insinyur, ekonom, dan akademisi dipaksa berpikir kembali sampai ditemukan solusi. Bukan seperti di negeri ini. Setiap kali ada masalah, selalu panggil politisi. Akibatnya makin susah kita karena solusinya cuma soal kekuasaan dan jabatan. Membangun PLTN Sebetulnya pada tahun itu Pemerintah Prancis tengah menyiapkan pembangunan dua pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Fessenheim, sekitar 1,5 km dari perbatasan Jerman. Hanya PLTN itu belum beroperasi. Krisis tersebut mendorong Perdana Menteri Prancis ketika itu, Pierre Messmer, mengambil langkah radikal yang dikenal dengan sebutan Messmer Plan. Messmer memerintahkan EDF untuk membangun PLTN dalam jumlah besar. Slogan PM Messmer ketika itu adalah ”kita tidak punya minyak, tapi kita punya banyak gagasan”. Jika semula Prancis hanya akan membangun dua PLTN, Messmer memerintahkan EDF untuk menambah 32 unit lagi. Jadi total ada 34 pembangkit yang mereka bangun sekaligus. Mereka juga sempat ribut soal uangnya, tapi untuk masalah itu mereka percayakan pada ahlinya. Mereka menggunakan financial leverage dan melibatkan pihak swasta. Kata mereka kepada saya di sebuah kampus yang sejuk di luar kota Paris, jangankan 35.000 MW, kalau mau berbagi kue, Indonesia hari ini bisa punya 100.000 MW tambahan energi baru agar semua daerah perbatasannya terang-benderang. Tapi mereka bilang, ajari dulu politisi, penegak hukum, dan para ekonomnya cara berhitung ilmu keuangan modern agar jangan tersesat dan curiga terus. Tahu itu pangkal kepercayaan, kata mereka. It’s all started with mindset. Selanjutnya mereka tunjukkan, dalam perjalanannya, EDF terus menambah jumlah pembangkitnya. Kini Prancis mengoperasikan tak kurang dari 58 PLTN yang dikategorikan sebagai yang teraman di dunia. Untuk menopang operasional PLTN tersebut, EDF mesti mendidik ribuan karyawan dan teknisi dengan tingkat disiplin yang sangat tinggi. Mereka
  • 45. 45 dididik untuk siap menghadapi tiga kondisi, yakni normal, normal dengan gangguan skala kecil, dan dalam kondisi bencana. Gajinya juga dibuat tinggi agar tidak bergejolak. Berbeda benar dengan di sini. Semakin digaji besar semakin jadi hedonis dan ingin berpolitik. Mungkin karena menjadi politisi di sini terkesan duit dan kekuasaannya unlimited. Bisa memarah-marahi menteri dan CEO. Di Prancis, politisi amat dibatasi kekuasaannya. Omongannya juga tidak asbun. Tapi membangun pembangkit listrik dan infrastruktur serta menyiapkan SDM-nya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Rata-rata empat tahun. Maka, tak aneh jika selama beberapa tahun ke depan Prancis masih menghadapi masa-masa yang sulit akibat keterbatasan tenaga listrik. Ekonominya stagnan beberapa tahun sampai pembangkit itu berfungsi. Namun ada saatnya menanam, ada saatnya pula menuai. Ketika satu per satu pembangkit tersebut beroperasi, krisis energi di Prancis pun mulai teratasi. Pabrik-pabrik kembali beroperasi dan ekonomi Prancis pun menggeliat. Kini, kita semua tahu, Prancis tumbuh sebagai salah satu negara maju di Eropa dan dunia. Saat ini, sekitar 75% dari pasokan listrik Prancis ditopang PLTN. Sisanya dipasok dari pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, angin, dan energi baru terbarukan (EBT). Prancis tak lagi mengoperasikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Kereta sebagai Backbone Apa inspirasi yang bisa kita petik dari cerita tadi? Salah satu masalah terbesar kita adalah transportasi. Potretnya sangat timpang. Di kota-kota besar kemacetannya menggila. Sementara di daerah-daerah pinggiran, layanan transportasi sangat terbatas. Imbasnya ke mana-mana. Di antaranya biaya logistik kita menjadi sangat mahal. Salah satu layanan transportasi itu adalah kereta. Mestinya kita sejak dulu menjadikan kereta sebagai backbone transportasi publik sebagaimana dilakukan negara-negara maju. Kenyataannya berkat lobi-lobi dari industri automotif, itu tidak terjadi. Kini saatnya Indonesia mengoreksi diri. Bahkan sekaligus merancang lompatan dengan membangun infrastruktur secara besar-besaran di hampir semua pulau besar kita. Tentu kita perlu listrik yang lebih banyak di berbagai pelosok daerah, pelabuhan laut dalam, kapal-kapal bertonase besar yang mau singgah di sini, serta birokrasi yang agile dan bersih. Kita juga tahu ada rencana kereta cepat Jakarta-Bandung. Semua itu butuh kerja sama swasta dan entrepreneur muda agar ekonomi bergerak dan kuenya terbagi. Saya perlu mengingatkan bahwa modal itu bukan cuma equity yang ada di buku perusahaan saat ini. Equity itu terbatas dan hanya cocok bagi negara yang sudah benar-benar kaya. Katakanlah Qatar atau negara-negara Timur Tengah. Adapun kita?
  • 46. 46 Jadi sesungguhnya ada banyak cara melakukan leveraging yang sehat. Risikonya juga bisa di-swap. Semoga pengalaman Prancis dapat menginspirasi kita untuk berani melakukan lompatan jauh ke depan. Bukankah kita adalah bangsa yang besar? RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 47. 47 Jokowi-JK dan Ekonomi Indonesia 29-10-2015 Satu tahun telah usai sejak Joko Widodo dilantik sebagai presiden ketujuh Republik Indonesia dan Jusuf Kalla diangkat selaku wakil presiden ke-12 Republik Indonesia. Ingar-bingar pesta pemilu Indonesia yang berlangsung secara semarak setahun yang lalu membuat roda politik dan kehidupan bermasyarakat menjadi sangat dinamis. Hal ini tentu sangat positif karena diharapkan bisa membuat pemerintahan ini bisa berjalan dan bekerja dengan maksimal. Besarnya ekspektasi masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-JK menyebabkan pemerintah juga dituntut untuk melakukan percepatan pelaksanaan program pemerintah yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Dalam periode pertama dari lima tahun pemerintahan Jokowi-JK, kita bisa melihat bahwa fokus utama dari pemerintahan ini di sisi ekonomi adalah upaya untuk menggenjot perekonomian melalui percepatan pembangunan infrastruktur serta mendukung iklim perekonomian domestik. Hal ini tertuang dalam agenda prioritas Jokowi-JK, Nawacita. Dua poin penting yang menyangkut sisi ekonomi dari agenda tersebut, pertama, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Turunan dari agenda ini adalah keinginan Jokowi-JK untuk membangun infrastruktur sepanjang 2000 km, memperbaiki jalan, membangun 10 pelabuhan baru, 10 bandara baru, dan 10 kawasan industri baru, serta beberapa kebijakan lainnya. Poin kedua yang berkaitan dengan ekonomi adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dalam agenda ini pemerintah berusaha untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui kebijakan perbaikan irigasi yang rusak dan jaringan irigasi di 3 juta hektare sawah, 1 juta hektare lahan baru di luar Pulau Jawa, peningkatan efisiensi BUMN, dan berbagai kebijakan lainnya. Di atas kertas, harapan yang ditulis dalam Nawacita terdengar sangat hebat dan jika bisa berjalan dengan baik, tentunya manfaat yang diperoleh bagi masyarakat Indonesia akan sangat besar. Tetapi, program-program ini baru bisa dilihat dampaknya pada jangka panjang. Itu pun jika semua janji tersebut benar-benar diimplementasikan oleh pemerintah. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah seperti peningkatan belanja infrastruktur, penerapan Dana Desa, dan kebijakan pemerintah lainnya sulit memberikan manfaat instan pada perekonomian. Manfaatnya baru akan terasa mungkin pada akhir pemerintahan Jokowi-