Artikel ini membahas perkembangan pemahaman semiotik dari pemikiran strukturalis hingga pasca strukturalis. Pada pemikiran strukturalis, tanda dipandang sebagai sesuatu yang terstruktur dengan adanya penanda dan petanda. Para pasca strukturalis kemudian mengembangkan konsep ini dengan memperkenalkan konotasi. Artikel ini juga menjelaskan hubungan antara semiotik dan kebudayaan di mana fenomena budaya dilihat sebag
Slide ini berisi materi tentang semilogi Roland Barthes, yang merupakan pengembangan semiologi Ferdinand De Saussure. dalam semiologi ini ada istilah denotasi, konotasi, dan mitos
Pengertian Semiotika
Secara Estimologis
Istilah semiotika berasal dari kata Yunani; Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya: asap menandai adanya api.
Lebih jelas lagi, kita banyak mengenal tanda-tanda dalam kehidupan berkeluarga dan masyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah ada tetangga yang memasang janur maka itu petanda ada ‘hajatan’ perkawinan, tetapi bila terpasang bendera warna kuning di depan rumah dan sudut jalan maka itu pertanda ada kematian.
Secara Terminologis
Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.
Jadi, kesimpulan dari pengertian semiotika ini adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, ilmu yang mempelajari tentang tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan.
Pengantar semiotika: Ferdinand De Saussure dan Charles Sanders PeirceToto Haryadi
Pengantar semiotika sebagai teori dalam melakukan interpretasi karya visual. Semiotika yang akan dibahas fokus pada semiologi Saussure dan semiotika Peirce.
Pada slide ini juga dijelaskan perbedaan konsep semiologi Saussure dengan konsep semiotika Peirce, sehingga bisa memilih salah satu teori sesuai dengan karya yang dianalisis serta sesuai dengan kebutuhannya
Slide ini berisi materi tentang semilogi Roland Barthes, yang merupakan pengembangan semiologi Ferdinand De Saussure. dalam semiologi ini ada istilah denotasi, konotasi, dan mitos
Pengertian Semiotika
Secara Estimologis
Istilah semiotika berasal dari kata Yunani; Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya: asap menandai adanya api.
Lebih jelas lagi, kita banyak mengenal tanda-tanda dalam kehidupan berkeluarga dan masyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah ada tetangga yang memasang janur maka itu petanda ada ‘hajatan’ perkawinan, tetapi bila terpasang bendera warna kuning di depan rumah dan sudut jalan maka itu pertanda ada kematian.
Secara Terminologis
Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.
Jadi, kesimpulan dari pengertian semiotika ini adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, ilmu yang mempelajari tentang tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan.
Pengantar semiotika: Ferdinand De Saussure dan Charles Sanders PeirceToto Haryadi
Pengantar semiotika sebagai teori dalam melakukan interpretasi karya visual. Semiotika yang akan dibahas fokus pada semiologi Saussure dan semiotika Peirce.
Pada slide ini juga dijelaskan perbedaan konsep semiologi Saussure dengan konsep semiotika Peirce, sehingga bisa memilih salah satu teori sesuai dengan karya yang dianalisis serta sesuai dengan kebutuhannya
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...YuliaKartika6
Presentasi ini merupakan pemenuhan tugas evaluasi akhir semester mata kuliah Pengantar Filsafat ilmu oleh Sigit Sardjono, Dr,M.Ec.
Dimana berisi sekumpulan pertanyaan dan jawaban berbagai materi Filsafat Ilmu dengan sudut pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...YuliaKartika6
Presentasi ini merupakan pemenuhan tugas evaluasi akhir semester mata kuliah Pengantar Filsafat ilmu oleh Sigit Sardjono, Dr,M.Ec.
Dimana berisi sekumpulan pertanyaan dan jawaban berbagai materi Filsafat Ilmu dengan sudut pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
1. BAB I
MEMANDANG FENOMENA BUDAYA DENGAN KACAMATA
SEMIOTIK
Benny H. Hoed
Semiotik merupakan ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.
Jika berbicara tentang semiotik, maka tidak akan lepas dari pengaruh teori tanda
dikotomi De Saussure yakni signifiant (signifier, ing; penanda, ind) sebagai bentuk
suatu tanda dan signifiant (signifier, ing; penanda, ind) sebagai makna dari bentuk
suatu tanda. Yang dimaksud tanda menurut Saussure ialah apa yang ada dalam
kehidupan manusia yang kita lihat sebagai bentuk dalam pikiran kita (citra tentang
bunyi bahasa) dan mempunyai makna tertentu. Tanda tersebut terstuktur dalam
kognsi manusia. Contohnya jika kita sedang memikirkan ’pohon’ maka akan
terbentuk dalam kognisi konsep pohon itu sendiri. Itulah yang dinamakan tanda.
Dalam hal ini hubungan antara tanda dan maknanya bersifat konvensi sosial bukan
bersifat pribadi.
Dalam bab ini dijelaskan bahwa semiotik dipandang dari dua sudut yaitu
semiotik struktural dan semiotik pragmatis. Pada semiotik struktural, tanda
merupakan suatu yang terstruktur dalam kognisi manusia dalam bermasyarakat.
Penggunaan tanda didasari oleh kaidah-kaidah yang disebut dengan parole. Kaidah
tersebut yang akan menentukan praktik dalam kehidupan yang disebut dengan
langue. Pada semiotik struktur ini juga dikenal dengan dikotomis yang berarti tanda
memiliki dua sisi yaitu prnanda dan petanda. Tokoh yang mengikuti semiotik
struktural ini yaitu Roland Barthes. Namun ia mengembangkan dikotomis Saussure
ini dengan konsep sintagme dan sistem sebagai dasar dari mengkaji kebudayaan
sebagai tanda. Sintagme didasari atas teori hubungan sintagmatik Saussure. Barthes
melihat bahwa suatu susunan didasari hubungan sintagmatik yang mempunyai unsur-
unsurnya sendiri dalam tempatnya masing-masing. Selain itu Barthes juga
mengembangkan model dikotomis petanda yang lebih dinamis dengan mengenalkan
konsep denotasi dan konotasi akibat pengembangan makna petanda. Selain Barthes
2. tokoh yang juga mengembangkan semiotik stuktural yaitu Derrida. Deridda yang
terkenal dengan dekonstruksinya berpendapat bahwa tanda tidak bersifat statis
melainkan dinamis yang dapat dimaknai oleh siapa saja, dalam situasi apa, tanda itu
digunakan dan proses pemaknaan suatu tanda tersebut dapat ditunda.
Semiotik pragmatis bersumber pada teori semiotik yang dikemukakan oleh
Peirce. Semiotik yang dipandang sebagai struktur dan bersifat dikotomis yang
dikemukakan oleh Saussure, dilihat oleh Peirce bukanlah suatu struktur melainkan
suatu proses kognitif dan bersifat trikotomis. Trikotomi tersebut adalah
representament yaitu sesuatu yang bersifat inderawi atau material yang berfungsi
sebagai tanda. Kehadiranya kemudian membangkitkan interpretant, yakni suatu
tanda yang ekuivalen dengannya, di dalam benak seorang interpreter. Lalu muncul
object yang diacu oleh tanda, atau sesuatu yang kehadirannya digantikan tanda.
Proses pemaknaan suatu tanda ini bersifat tidak terbatas dan kadar penafsiran
semakin lama semakin tinggi. Penafsiran seseorang terhadap suatu objek dapat
berbeda-beda tergantung pada apa yang ada di dalam kognisi seseorang. Suatu objek
dimaknai oleh seseorang berdasarkan juga pada pikiran dan pengalaman seseorang.
Dalam semiotik pragmatis ini dikenal tokoh Danesi dan Perron. Menurut Danesi dan
Perron tujuan semiotik ialah memahami tanda serta membangun pengetahuan tentang
sesuatu dalam kehidupan manusia atas dasar kemampuan kognitif.
Lain halnya dengan Barthes, Derrida, Danesi, dan Perron yang
mengembangkan semiotik struktural atau semiotik pragmatik, Umberto Eco
mengkaji kedua semiotik tersebut baik itu struktural dan pragmatik. Hal yang
pertama mengenai tersebut yaitu semiotik komunikasi yang melihat tanda sebagai
alat komunikasi antara pengirim dan penerima tanda dan yang kedua yaitu semiotik
signifikasi yang menitikberatkan pada produksi tanda itu sendiri. Dalam pemaknaan
tanda ini, Eco mengemukakan bahwa dalam memaknai suatu tanda sebenarnya si
penerima tanda telah memproduksi tanda baru. Pada dasarnya, produksi tanda yang
dikemukakan Eco merupakan suatu tindakan fisik yang tersiri dari empat jenis, yaitu:
recognition (pengenalan tanda), onstension (penunjukan dengan cara
memperlihatkan contoh), replica (secara vektoral, dengan stilisasi, dan gabungan
keduanya atau stimuli yang terprogram), dan invention (tanda yang diciptakan
3. dengan stimuli terprogram, kongruensi, proyeksi, dan grafis). Eco juga menyangkal
pendapat Peirce yang mengatakan bahwa proses semiosis atau pemaknaan bersifat
tidak terbatas, ia berpendapat bahwa proses semiosis akan berhenti ketika manusia
dibatasi prinsip-prinsip supra individual atau jika dalam konteks kebudayaan adalah
kaidah-kaidah dalam kebudayaan yang menentukan sekaligus membatasi seseorang
untuk melakukan proses pemaknaan dalam pikiran manusia.
Dalam perkembangannya, semiotik kini dijadikan perangkat teori yang
digunakan untuk mengkaji kebudayaan manusia. Dengan didasari teori tanda De
Saussure, Barthes menggunakan teori itu untuk menjelaskan bagaimana kehidupan
masyarakat yang didominasi oleh konotasi. Konotasi yang merupakan perluasan dari
petanda jika sudah mengakar di suatu masyarakat akan menjadi mitos. Mitos
seringkali ditanggapi oleh masyarakat menjadi hal yang wajar padahal mitos tersebut
merupakan hasil dari konotasi yang sudah melekat dengan mantap di masyarakat.
Dengan menggunakan semiotik sebagai perangkat untuk memahami kebudayaan,
kita melihat kebudayaan sebagai suatu sistem tanda yang berkaitan satu sama lain
dengan memahami makna yang ada didalamnya.
Danesi dan Perron mengemukakan tiga ranah yang berkaitan dalam penelitian
semiotik yaitu yang pertama apa yang diserap manusia dari lingkungan sekitarnya
(the world) yang berkaitan dengan pancaindranya kemudian yang kedua melalui
representasi berkembang kegiatan di dalam pikiran dan yang ketiga bila hal tersebut
dilakukan dalam kehidupan sosial akan menjadi suatu kebudayaan. Ketiga hal
tersebut didasari oleh teori Peirce mengenai proses representasi dan representamen.
Dalam ranah yang ketiga, proses pemaknaan suatu tanda bersifat sosial yang artinya
pemaknaan tanda tersebut sudah berlaku secara sosial atau disebut sebagai ”the
signifying order”
4. Pendapat pribadi
Pada artikel ini, dijelaskan bahwa pemahaman akan semiotik berkembang
dari pemikiran strukturalis hingga pasca strukturalis. Pada pemikiran strukturalis,
tanda dipandang sebagai sesuatu yang terstruktur, tanda bersifat dikotomis dengan
adanya aspek penanda dan petanda. Para pasca strukturalis kemudian
mengembangkan prinsip ini dengan pengembangan segi petanda sehingga kita
mengenal konsep konotasi. Konotasi yang dikembangan oleh Barthes didasari oleh
pemahaman masyarakat yang jika melihat suatu tanda tidak hanya mengaitkannya
dengan makna dasarnya namun juga dikaitkan dengan konsep kebudayaannya, latar
belakang pengetahuanmya, dan pengalamannya akan suatu tanda. Derrida bahkan
berpendapat bahwa suatu pemahaman akan tanda dapat ditunda untuk menemukan
makna lain atau makna baru serta hubungan antara penanda dan petanda dapat
berubah-ubah sesuai kehendak pemakai tanda, ruang, dan waktu.
Jadi dapat dikatakan relasi antara penanda dan petanda dalam ilmu semiotik
berkembang dari struktural higga pasca struktural. Jika pada struktural hubungan
tersebut dinilai statis dan makna suatu tanda hanya merupakan otonomi pemberi
tanda maka pada pasca struktural hal tersebut sudah berkembang. Hubungan antara
penanda dan petanda bersifat dinamis dan pembaca tanda pun juga memiliki otonomi
dalam memberikan suatu pemaknaan sehingga makna dinyatakan tidak lagi tunggal.
Hubungan antara semiotik dan kebudayaan yaitu semiotik melihat suatu
fenomena budaya sebagai suatu tanda yang memiliki makna. Terdapat proses
semiosis ketika kita melihat fenomena budaya dengan memaknai fenomena,
kehidupan, dan aktifitas sosial budaya dalam masyarakat. Pemaknaan budaya melalui
semiotik dapat berbeda-beda pada tiap individu karena dipengaruhi oleh
pengetahuan, pengalaman, dan latar belakang individu itu sendiri terhadap suatu
’tanda’.
5. TEORI KEBUDAYAAN
TUGAS LAPORAN BACAAN
Dosen: Prof. Dr. Benny H. Hoed
”Memandang Fenomena Budaya dengan Kacamata
Semiotik” dalam Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya
Benny H. Hoed
OKTARI ANELIYA
1206335685
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2013