Dokumen tersebut membahas beberapa teori tentang budaya dan pendekatan penelitian budaya, yaitu: 1) Teori budaya sebagai sistem makna yang melandasi perilaku, 2) Teori fenomenologi yang melihat perilaku sebagai ekspresi makna internal, 3) Teori etnometodologi yang menganalisis ekspresi sehari-hari untuk memahami kerangka berpikir, dan 4) Teori interaksionisme simbolik yang menekankan bahwa tindakan dipengaruhi mak
perspektif ontologi, epistemologi, dan aksiologiislam daroini
Menggali ilmu pengetahuan sebagai landasan dalam berfikir dengan konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi, sebagai pertanyaan ketika pola fikir anda mengamati sebuah aktifitas yang sering disebut apa, bagaimana dan kemana ilmu tersebut. Hakekat ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari berbagai jenis. Sedangkan Epistimologi dengan menggunakan rumusan, kerangka serat hipotesis dengan dilengkapi kessimpulan sebagai kajian akhir akan manfaat dari ilmu. Aksiologi sebagai salah satu ilmu untuk mengaplikasikan dari ilmu yang telah didapatkan, dengan berdasarkan tiga golongan tersebut manusia menggunakan ilmu dengan lebih bermanfaat.
perspektif ontologi, epistemologi, dan aksiologiislam daroini
Menggali ilmu pengetahuan sebagai landasan dalam berfikir dengan konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi, sebagai pertanyaan ketika pola fikir anda mengamati sebuah aktifitas yang sering disebut apa, bagaimana dan kemana ilmu tersebut. Hakekat ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari berbagai jenis. Sedangkan Epistimologi dengan menggunakan rumusan, kerangka serat hipotesis dengan dilengkapi kessimpulan sebagai kajian akhir akan manfaat dari ilmu. Aksiologi sebagai salah satu ilmu untuk mengaplikasikan dari ilmu yang telah didapatkan, dengan berdasarkan tiga golongan tersebut manusia menggunakan ilmu dengan lebih bermanfaat.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani terdiri dari 2 suku kata, yaitu Philos dan Sophia. Philos biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. Sophia dapat diartikan kebijaksanaan atau kearifan. Dengan demikian dapat dikatakan “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan.
Menjadi bijaksana berarti berusaha mendalami hakikat sesuatu. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam – dalamnya, baik mengenai hakikatnya, fungsinya, ciri – cirinya, kegunaannya, masalah – masalahnya serta pemecahan – pemecahan terhadap masalah – masalah itu.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani terdiri dari 2 suku kata, yaitu Philos dan Sophia. Philos biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. Sophia dapat diartikan kebijaksanaan atau kearifan. Dengan demikian dapat dikatakan “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan.
Menjadi bijaksana berarti berusaha mendalami hakikat sesuatu. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam – dalamnya, baik mengenai hakikatnya, fungsinya, ciri – cirinya, kegunaannya, masalah – masalahnya serta pemecahan – pemecahan terhadap masalah – masalah itu.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
Filosofi penelitian kualitatif
1. 1. Teori tentang budaya:
a. Teori budaya yang memandang budaya sebagai suatu
sistem atau organisasi makna yang diyakini dan
menjadi dasar perilaku masyarakat yang berkaitan
dengan nilai baik – buruk, berharga – tidak
berharga, benar – salah.
b. Teori budaya yang berkaitan dengan adaptasi
masyarakat terhadap lingkungannya (budi dan daya)
yang berkaitan dengan teknologi.
Buadaya sbg sisitem makna meyakini bahwa
keberadaannya berlapis-lapis, apa yang tampak diluar itu
baru merupakan penggambaran eksplisit seperti halnya
cermin pada bbg budaya material. Dibalik lapisan luar
tersebut terdapat lapisan tengah yang berkaitaan dengan
nilai2 baik – buruk, benar -0 salah, dan berharha – tidak
berharga. Setelah lapisan tengah ada lapisan inti yang
pada dasarnya berupa kepercayaan atau anggapan2 dasar
tentang keberadaan manusia itu sendiri.
2. Karena budaya masyarakat menampakkan diri
secara berlapis, maka lapisan demi lapisan
perlu dibuka untuk memahaminya. Oleh karena
itu diperlukan pendekatan penelitian yang
bergerak tidak hanya dipermukaan (surface
behavior), tetapi menukik hingga ketingkat
paling dalam (tacid knowledge).
Peneliti budaya lazim mengatakan:
The ethnographer observers behavor, but goes
beyond it to inquire about the meaning of that
behavior.
The ethnographer see artifacts and natural
objects, but goes beyond them to discover what
meaning assign to chose object.
The ethnogapher observer and records emotional
states, but goes beyond them to discover the meaning
of fear, anxiety, anger, and other feeling.
3. 2. Teori fenomenologi:
Apa yang tampak dipermukaan, termasuk pola
perilaku manusia sehari-hari hanyalah suatu gejala
atau fenomena dari dari apa yang tersembunyi di
kepala sang pelaku. Perilaku tersebut baru bisa
dipahami manakala dapat diuangkap apa yang
tersembunyi di dalam kepala tersebut. Realitas apa
yang dilakukan seseorang bersifat subyektif dan
maknawi dan bergantung pada
persepsi, pemahaman, pengertian dan anggapan2
seseorang. Disitulah letak kunci jawaban terhadap
apa yang terekspresi dalam perilaku.
4. 3. Teori etnometodologi:
Teori ini serupa dengan teori fenomenologi. Teori ini
berargumen bahwa ungkapan sehari-hari, isi percakapan
sehari-hari bisa dijadikaan indikasi bagaimana kerangka
berpikir beserta asumsi-asumsi mereka di dalam
memahami, menafsirkan, dan menyikapi berbagai hal yang
dihadapi.
Diaykini bahwa cara kerja ilmuan dalam melakukan
observasi dan menafsirkan sebuah fenomena berlangsung
dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat, dan
itu dilakukan siapa pun juga, termasuk orang awam
sekalipun. Itu dimungkinkan oleh adanya basis
perbendaharaan metodologi yang berupa kerangka
pemikiran, asumsi, dalil, dan teori sehari-hari.
Basis perbendaharaan tsb akan muncul kepermukaan (sbg
acuan) di dalam
mengamati, menafsirkan, mengkonstruksikan, dan
menyikapi bbg hal yang mereka hadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Sesuai pemikiran teori etnometodologi, maka
sangat mementingkan analisis percakapan
beserta ekspresi-ekspresi indeksikal yang
muncul ditingkat interaksi.
Karena itu untuk memahami apa yang
dikatakan informan perlu proses observasi
terhadap percakapan sehari-hari ditingkat
interkasi sehingga terpahami bagaimana
sesungguhnya susunan struktur dalam yang
menjadi kerangka pikir, dalil, teori serta
asumsi mereka di dalam
memahami, mengkonstruksi dan menyikapi
suatu hal.
6. 4. Teori interaksionisme simbolik:
Teori ini memiliki tiga premis utama:
a. Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar
makna yang diberikan kepada sesuatu itu.
b. Makna ttg sesuatu itu diperoleh, dibentuk dan
direvisi melalui proses interaksi dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Pemaknaan thd sesuatu dalam bertindak atau
berinteraksi tidaklah berlangsung
mekanistik, melainkan melibatkan proses
interpretasi yang bersifat situasional.
7. Atas dasar itu, tindakan manusia tidak dapat
disederhanaakan sbg akibat dari tuntutan struktur
sosial yang melekat pada diri seseorang seperti
status, peran, dsb.
Manusia bukanlah robot yang dapat difeintah
sekehendak yang memberi perintah karena dia akan
selalu berpikir atas dasar kesadaran, interpretasi dan
makna perilakunya.
Tindakan masyarakat tidaklah mekenistik.