1. S E J A R A H P E M B U ATA N K E R I S D I
S U M E N E P
KERIS
2. SEJARAH PEMBUATAN KERIS DI
SUMENEP
Keris merupakan senjata tikam golongan belati yg berasal dari Jawa yang memiliki ragam fungsi budaya yang
dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata
tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, sering kali bilahnya berkelok-kelok, dan
banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai
bilah.
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel atau peperangan,[6] sekaligus sebagai benda
pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam
berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
Keris telah terdaftar dan diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia yang
berasal dari Indonesia sejak 2005.
3. Desa Aeng Tong-tong yang berada di Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Madura memiliki pesona
menarik dengan aneka ragam potensi. Sehingga tidak heran jika desa ini masuk dalam 50 desa wisata terbaik
dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.
Salah satu potensi yang dimiliki Desa Wisata Aeng Tong-tong adalah sentra kerajinan keris. Keahlian
memproduksi keris ini diperoleh masyarakat setempat secara turun temurun.
Keris telah hadir sejak abad ke-19 dan menjadi senjata pamungkas para prajurit kala itu. Hingga
kini keris masih terus dilestarikan oleh masyarakat Desa Aeng Tong-tong.
Bahkan, pada tahun 2014, desa ini dinobatkan oleh UNESCO sebagai satu-satunya desa wisata dengan empu
keris terbanyak di dunia.
Desa Wisata Aeng Tong-tong memiliki galeri khusus keris yang menjadi ruang untuk menampilkan produk-
produk keris. Di sana juga ditampilkan keris dari para leluhur yang telah berusia 300 tahun. Menurut data di
tahun tersebut, ada sekitar 600 empu dan pandai besi di Sumenep yang sebagian besar di antaranya berasal
dari Desa Aeng Tong Tong.
Membuat keris merupakan hal yang diwariskan turun-temurun sejak zaman nenek moyang yaitu masa
Kerajaan Sumenep. Dahulu keris digunakan sebagai senjata untuk melawan musuh, namun seiring
berjalannya waktu, fungsi keris pun berubah.
Pelestarian budaya berkelanjutan karena anak usia sekolah dasar (SD) di tempat ini sudah mulai menekuni
cara pembuatan keris. Saat ini keris asal Desa Aeng Tong-tong dibuat untuk memenuhi pesanan para
kolektor keris baik dalam negeri maupun mancanegara. Selain menjadi koleksi atau suvenir, keris juga
digunakan dalam rangkaian adat tertentu.
4. Dengan demikian, tentunya keris hadir sebagai Icon di Sumenep memiliki sejarah serta makna yang begitu
dalam dan melegenda.
Meski belum ditemui sumber tertulis yang dapat menjelaskan secara rinci tentang asal-usul keris di
Kabupaten Sumenep.
Namun, setidaknya dalam tradisi lisan disebutkan, keris hadir di Sumenep sebelum abad ke 15 masehi,
tepatnya pada abad ke 14 masehi.
Saat itu bersamaan dengan bangkitnya kerajaan Majapahit, pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang
berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389 masehi.
Menurut sejarah Sumenep, empu pembuat keris yang sangat terkenal adalah empu
Kelleng dari Keraton Songennep atau Sumenep saat ini.
Kiai atau Empu Kelleng dikenal sebagai empu atau sang pembuat keris terkenal dengan khasiat dan
keampuhannya yang luar biasa.
5. Proses Pembuatan Keris
Mengutip dari buku Keris dalam Perspektif Keilmuan (2011) oleh Waluyo Wijayatno dan Unggul Sudrajat, keris
dibuat dari bahan dasar besi, baja, serta bahan pamor. Keris dibuat dengan cara ditempa berulang-ulang kali, lalu
dibuat berlapis-lapis.
Tak sembarang orang bisa membuat keris. Seorang yang ahli dalam pembuatan keris disebut Empu. Para empu
tidak asal menempa besi panas, mereka juga harus berpengalaman dan paham mengenai seluk-beluk tentang
keris.
Setidaknya dibutuhkan ribuan lapisan untuk menciptakan keris berkualitas terbaik. Selain itu, untuk bisa
mendapat ketajaman keris, pada bagian tengah disisipkan lapisan baja. Setelah itu, keris akan terus ditempa dan
diberi lapisan, supaya lebih kuat.
Setelah proses penempaan, pembuatan keris dilanjutkan dengan pembentukan bilah dan proses kinatah (ukir
besi). Kemudian dilanjutkan dengan proses warangka atau pembuatan sarung keris dari bahan kayu. Hingga
proses terakhir adalah mewarangi atau campuran cairan arsenik dengan air jeruk nipis yang dioleskan atau
dicelupkan ke keris.
Panjangnya proses pembuatan, tidak heran jika satu keris rata-rata bisa memakan waktu hingga 2-6 bulan. Hal
ini tergantung pada kesulitan dari ukiran serta bentuk keris yang dibuat.
6. Keris dipandang sebagai benda istimewa, mengingat cara pembuatannya pun cukup rumit. Mulai dari
pemilihan besi, kemudian proses menempa dengan pemanasan hingga menjadi bentuk yang diinginkan.
Dilanjutkan dengan penghalusan dengan gerinda, serta menambahkan tembaga atau emas yang akan diukir
sesuai pesanan. Terakhir adalah proses penyepuhan agar muncul warna keris yang diinginkan.
Selain membuat keris, Desa Wisata Aeng Tong-tong juga menghelat ritual pencucian keris dan ziarah kubur
kepada leluhur empu yang disebut dengan Penjamasan Keris. Biasanya ritual dilakukan bersama dengan
pesta rakyat yang diramaikan dengan kesenian tradisional setempat. Karena keunikannya, tak heran Desa
Wisata Aeng Tong-tong masuk 50 besar desa wisata terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI)
2022.
7. Desa Aeng Tong Tong Sumenep
Meskipun dikenal sebagai desa pembuat keris, makna nama Aeng Tong Tong yang melekat pada desa
tersebut tidak sama sekali berhubungan dengan keris.
Dalam bahasa Madura (Sumenep), kata Aeng memiliki arti air, sedangkan Tong Tong artinya, yakni
menjinjing.
Dinamakan Aeng Tong Tong, karena dulunya warga harus menjinjing ember yang berisi air dari luar desa
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Keris Aeng Tong Tong memang dari jaman dahulu sudah terkenal tidak hanya dalam negeri, tetapi juga
hingga luar negeri.
Hanya saja selama itu pula tidak ada bukti resmi dari pemerintah, dan baru pada tahun 2018, secara resmi
Pemerintah Kabupaten Sumenep mengakui Aeng Tong Tong sebagai desa pengrajin keris.
Zaman dulu, keris buatan warga Desa Aeng Tong Tong digunakan di Keraton Sumenep. Sampai
sekarang keris-keris Keraton Sumenep masih tersimpan.
Tak hanya itu, tiap tahun di Desa Aeng Tong Tong juga selalu diadakan ritual jamasan buat menjaga
supaya keris peninggalan Keraton Sumenep tetap awet.
Terdapat tiga jenis keris yang dikerjakan warga Desa Aeng Tong Tong, yakni keris yang dibuat untuk sekadar
memenuhi kebutuhan pasar, keris yang dibuat berdasar pesanan pedagang, dan keris untuk para kolektor.
Harga keris yang paling murah adalah keris untuk kebutuhan pasar, berkisar Rp 100.00 sampai Rp 300.000.
Sedangkan, yang paling mahal adalah keris untuk para kolektor. Harganya ke atas dari Rp 1 juta, bahkan bisa
mencapai Rp 10 atau ratusan juta.
8. Berawal dari Empu Kelleng
Keahlian warga Desa Aeng Tong Tong membuat keris tak lepas dari keberadaan empu Kelleng yang hidup di
awal abad ke-13 di Kerajaan Sumenep.
Empu Kelleng kemudian menurunkan ilmunya yang mumpuni kepada anak angkatnya yang bernama Joko
Tole. Akhirnya, Empu Kelleng dan Joko Tole dipercaya sebagai empu sakti yang memiliki keahlian lengkap
sebagai empu pembuat keris dari Sumenep.
Di Pulau Madura terdapat cerita tutur yang menunjukkan betapa erat hubungan antara suku Madura dengan
keris. Konon terdapat kepercayaan, apabila seorang perempuan sedang hamil, suaminya harus berusaha
membuat sebilah keris yang nantinya diberikan kepada si anak.
Besi yang akan dibuat keris diletakkan di bawah tempat tidur. Sang ayah harus menjalankan tirakat, misalnya
berpuasa, untuk mendapatkan petunjuk Tuhan. Jika petunjuk sudah diperoleh, potongan besi itu harus
diletakkan di tempat ramai, misalnya pasar.
Jika potongan besi itu tidak terlihat oleh siapapun, besi itu dapat diproses menjadi keris. Jika gagal, tirakat
harus dilanjutkan lagi sampai berhasil. Besi itulah yang dinamakan “besi calon”, bahan untuk membuat keris.
Sumenep membranding daerahnya sebagai kota Keris, seperti yang tampak dalam gambar. Sumenep
memang memiliki banyak empu. Mereka kebanyakan bermukim di desa Aeng Tong Tong.