2. Model Pembelajaran Jurisprudential Inquiry
Pengertian dan Konsep
Model pembelajaran Yurisprudensial dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shaver dari
Harvard. Model ini didasari pada pemahaman bahwa setiap orang memiliki pandangan dan
prioritas yang berbeda, dengan nilai-nilai sosial yang saling berhadapan. Untuk memecahkan
masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan pandangan ini, setiap anggota masyarakat dituntut
untuk mampu berbicara dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Model Yurisprudensial memiliki potensi untuk digunakan dalam bidang studi yang membahas isu-
isu kebijakan umum atau berkaitan dengan kebijaksanaan umum, termasuk yang berkenaan
dengan isu-isu atau konflik moral dalam kehidupan sehari-hari.
Model ini dapat melatih siswa untuk:
• Peka terhadap permasalahan sosial
• Mengambil sikap secara bijak
• Mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid
Model pembelajaran Yurisprudensial merupakan model yang efektif untuk melatih siswa agar
dapat berpikir kritis, berargumentasi dengan logis, dan mengambil sikap yang bijak dalam
menghadapi isu-isu sosial.
3. Berikut adalah langkah-langkah dalam
model pembelajaran Yurisprudensial:
1. Orientasi masalah: Guru menjelaskan isu atau masalah yang akan dibahas.
2. Identifikasi masalah: Siswa mengidentifikasi berbagai aspek dari isu atau m
asalah tersebut.
3. Berpendapat: Siswa mengemukakan pendapat mereka tentang isu atau mas
alah tersebut.
4. Mempertahankan pendapat: Siswa mempertahankan pendapat mereka den
gan argumentasi yang relevan dan valid. Guru memberikan pertanyaan-perta
nyaan konfrontatif kepada siswa tentang sikapnya. Siswa diuji konsistensi sik
apnya dengan mempertahankan sikap dengan argumennya.
5. Penentuan ulang dalam berpendapat: Siswa mempertimbangkan kembali p
endapat mereka setelah mendengarkan argumen dari orang lain.
6. Menguji pendapat: Guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunaka
n untuk mendukung sikap relevan atau valid. Siswa menguji pendapat merek
a dengan menerapkannya pada situasi atau kasus tertentu.
4. Sistem Sosial
Kerangka kerja Yurisprudensial dibangun dengan asumsi bahwa dialog hangat akan
tercipta, dan situasinya akan menjadi lebih demokratis dengan pandangan kritis dan
pemikiran yang setara dari setiap orang. Suasana sosial yang kondusif akan tercipta
untuk analisis kritis terhadap nilai-nilai yang terbuka. Guru berperan penting dalam
menekankan jalannya dialog dengan enam operasi yang memimpin dan bertanggung
jawab untuk menjadikan debat solid dan isu dieksplorasi secara mendalam.
Sistem Pendukung
Sumber dokumen yang fokus pada situasi permasalahan dan website yang
mendukung.
Prinsip Reaksi
Guru menjamin iklim intelektual dalam diskusi sehingga semua pandangan yang
diungkapkan siswa dihormati oleh siswa lain. Guru memelihara kekuatan intelektual
dalam debat secara kontinu yang menekankan pada enam langkah kerangka
yurispudensial. Guru harus tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi
posisi, dan mempromosikan sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di
depan kelas.
5. Dampak Pengiring
Secara tidak langsung siswa diajarkan untuk:
•Menghayati dan mengamalkan sikap peduli (toleran dan damai), responsif,
proaktif serta menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai p
ermasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial.
Dampak Instruksional
Model pembelajaran Yurisprudensial dirancang untuk mengajarkan secara la
ngsung:
•Penghargaan terhadap pluralisme
•Pemahaman fakta-fakta masalah sosial
•Kemampuan berpartisipasi dan kesediaan untuk melakukan tindakan sosial
•Komitmen terhadap peranan orang lain dan kemampuan untuk berdialog
•Kemampuan menganalisis isu-isu sosial
•Kemampuan menalar, mengolah, dan menyajikan informasi secara efektif, k
ritis, dan solutif dalam memecahkan permasalahan
6. Kelebihan Model
1.Memotivasi siswa untuk aktif menganalisis sebuah kasus sehingga tidak
mudah menentukan sikap dan menyimpulkan tanpa dasar.
2.Memotivasi siswa untuk berdebat secara aktif dan memberi argumen logi
s dan rasional, sehingga meningkatkan kemampuan verbal siswa.
3.Mengembangkan keterbukaan dan menghargai perbedaan pendapat.
4.Mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa tentang sebuah kasu
s.
5.Banyak isu sosial yang berkembang dalam masyarakat sehingga model i
ni mudah diterapkan untuk setiap kompetensi dasar.
Kekurangan Model
1.Membutuhkan implementasi yang cukup lama karena perubahan metode
pembelajaran sebelumnya yang tidak menuntut keaktifan siswa.
2.Sulit untuk mengarahkan argumentasi siswa pada awalnya karena tidak s
emua siswa mempunyai pengetahuan yang cukup sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi debat kusir.
7. Implikasi Model Pembelajaran Jurisprudential Inquiry
Guru dapat menerapkan model ini dalam kompetensi dasar etika dan kode
etik profesi humas. Guru memberikan suatu kasus ataupun isu yang terkait
dengan etika dan kode etik profesi humas. Contoh kasus dapat diambil dari
kejadian nyata yang terdapat di suatu perusahaan.
Setelah itu siswa akan mengidentifikasi fakta-fakta dalam kasus tersebut ya
ng berkaitan dengan kebijakan publik ataupun kontroversi yang ada di mas
yarakat. Ketika siswa sudah mengambil posisi dan berargumen, guru dapat
menggunakan gaya kontraktif untuk menguji posisi dari siswa. Siswa akan
memperbaiki dan mengkualifikasi posisinya. Selanjutnya, guru dapat mendi
skusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pernyata
an sikap tersebut relevan dan sah.
Model pembelajaran Jurisprudential Inquiry memiliki banyak manfaat untuk
siswa, seperti meningkatkan keterampilan berpikir kritis, kemampuan berko
munikasi, dan pemahaman tentang etika dan moral. Namun, penerapan m
odel ini juga memiliki beberapa tantangan yang perlu di addressed.
8. Adopting To Individual Difference David Hunt
BERADAPTASI DENGAN PERBEDAAN INDIVIDU: seorang guru harus memiliki sikap adaptif
Artinya setelah pengamatan saat proses pembelajaran guru harus mempunyai kerangka kerja unt
uk memahami cara mrespons siswa terhadap situasi yg ada dihadapan mereka. Kerangka kerja ini
juga memberikan panduan untuk mengadaptasi lingkungan agar perbedaan individu dapat diman
faatkan dan bukan menjadi penghalang dalam proses pembelajaran.
Guru harus mampu mengetahui tingkat kompleksitas kognitif peserta didik (kompleksitas system
pemrosesan informasi) kemudian kita mengeksplorasi implikasinya terhadap identifikasi lingkung
an pelatihan yang optimal. setelah teridentifikasi tingkat kemampuan siswa tersebut maka kita ha
rus memilih dan memodifikasi model-model pengajaran yang sesuai. Semakin tepat model nya se
makin banyak pembelajaran yag terjadi.
9. EMPAT TINGKAT KOMPLEKSITAS/ KEMAMPUAN INTEGRATIF
INDIVIDU MENURUT SCHROEDER, DRIVER, STREUFERT
1. KOMPLEKSITAS RENDAH
2. KOMPLEKSITAS SEDANG
3. KOMPLEKSITAS YANG CUKUP TINGGI
4. KOMPLEKSITAS TINGGI
10. LINGKUNGAN YANG OPTIMAL PROSEDUR TERBAIK UNTUK MENDORONG SESEORANG AGA
R BERKEMBANG MENUJU KOMPLEKSITAS DAN FLEKSIBILITAS ADALAH DENGAN MENCOC
OKKAN TAHAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ORANG TERSEBUT PADA LINGKUNGAN YA
NG DISESUAIKAN DENGAN KARAKTERISTIK TAHAP TERSEBUT. BERIKUT KAMI TUNJUKAN
SECARA UMUM LINGKUNGAN PELATIHAN YANG SESUAI :
1. TINGKAT SATU INDIVIDU EVALUATIF: LINGKUNGAN YG OPTIMAL
2. PADA TINGKAT DUA:LINGKUNGAN YANG OPTIMAL
3. PADA TINGKAT TIGA: LINGKUNGAN YANG OPTIMAL
4. SUDAH BAIK DALAM ORIENTASI TUGAS DAN HUBUNGAN INTERPERSONAL. DAPAT BE
RADAPTASI DENGAN PERUBAHAN SITUASI DAN INFORMASI BARU. DAPAT BERNEGO
SIASI DENGAN ATURAN YG AKAN MENGONTROL PRILAKU. DAPAT BEKERJA DENGAN
ORANGLAIN DAN BERNEGOSIASI UNTUK MEMECAHKAN MASALAH YANG ABSTRAK.