Dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan Pemerintah Negara Indonesia mempunyai kewajiban konstitusional melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam konteks perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tujuan bernegara tersebut diwujudkan dalam bentuk perlindungan data pribadi dari setiap penduduk atau warga negara Indonesia
Beberapa Contoh Kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)Indriyatno Banyumurti
Presentasi tentang Perbuatan yang Dilarang dan Sanksi Pidananya yang ada di dalam UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Serta beberapa contoh kasus yang terjadi di Indonesia
Dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan Pemerintah Negara Indonesia mempunyai kewajiban konstitusional melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam konteks perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tujuan bernegara tersebut diwujudkan dalam bentuk perlindungan data pribadi dari setiap penduduk atau warga negara Indonesia
Beberapa Contoh Kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)Indriyatno Banyumurti
Presentasi tentang Perbuatan yang Dilarang dan Sanksi Pidananya yang ada di dalam UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Serta beberapa contoh kasus yang terjadi di Indonesia
Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Perlindungan privasi dan data pribadi sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi digital di suatu negara, tanpa terkecuali Indonesia. Perlindungan tersebut merupakan faktor penentu akan adanya kepercayaan daring (online trust), yang merupakan hal penting dalam transaksi digital. Privasi dan data pribadi menjadi sebuah hal yang penting karena pengguna dalam jaringan tidak akan melakukan sebuah transaksi digital apabila merasa keamanan akan privasi dan data pribadinya terancam. Salah satu perlindungan privasi dan data pribadi tersebut berkenaan bagaimana data pribadi tersebut akan diproses termasuk data sensitif dari pengguna yang apabila disebarkan ke pihak yang tidak bertanggung jawab akan berpotensi menimbulkan kerugian finansial, bahkan mengancam keamanan dan keselamatan pemiliknya. Ancaman-ancaman yang timbul dari lemahnya perlindungan privasi dan data pribadi tersebut memiliki korelasi garis lurus dengan pertubuhan ekonomi yang dihasilkan dari transaksitransaksi dalam jaringan (online)
1. Apa yang dimaksud dengan Cyber Space, Cyber Crime, Cyber Law, dan apakah hubungan dari ketiganya, Jelaskan!
2. Sebutkan undang-undang yang mengatur tentang Cyber Law di Indonesia!
3. Sebutkan esensi kandungan Cyber Law di Indonesia!
4. Sebutkan Alat Bukti menurut Cyber Law di Indonesia, jelaskan pasal yang mengaturnya!
5. Syarat apakah suatu Alat Bukti dikatakan Sah menurut Cyber Law di Indonesia, jelaskan pasal yang mengaturnya!
Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITEICT Watch
Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITE. Silakan baca juga artikel "Jangan Mau Dibohongi Pake UU ITE!" http://internetsehat.id/2016/12/jangan-mau-dibohongi-pake-uu-ite/
Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Perlindungan privasi dan data pribadi sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi digital di suatu negara, tanpa terkecuali Indonesia. Perlindungan tersebut merupakan faktor penentu akan adanya kepercayaan daring (online trust), yang merupakan hal penting dalam transaksi digital. Privasi dan data pribadi menjadi sebuah hal yang penting karena pengguna dalam jaringan tidak akan melakukan sebuah transaksi digital apabila merasa keamanan akan privasi dan data pribadinya terancam. Salah satu perlindungan privasi dan data pribadi tersebut berkenaan bagaimana data pribadi tersebut akan diproses termasuk data sensitif dari pengguna yang apabila disebarkan ke pihak yang tidak bertanggung jawab akan berpotensi menimbulkan kerugian finansial, bahkan mengancam keamanan dan keselamatan pemiliknya. Ancaman-ancaman yang timbul dari lemahnya perlindungan privasi dan data pribadi tersebut memiliki korelasi garis lurus dengan pertubuhan ekonomi yang dihasilkan dari transaksitransaksi dalam jaringan (online)
1. Apa yang dimaksud dengan Cyber Space, Cyber Crime, Cyber Law, dan apakah hubungan dari ketiganya, Jelaskan!
2. Sebutkan undang-undang yang mengatur tentang Cyber Law di Indonesia!
3. Sebutkan esensi kandungan Cyber Law di Indonesia!
4. Sebutkan Alat Bukti menurut Cyber Law di Indonesia, jelaskan pasal yang mengaturnya!
5. Syarat apakah suatu Alat Bukti dikatakan Sah menurut Cyber Law di Indonesia, jelaskan pasal yang mengaturnya!
Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITEICT Watch
Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITE. Silakan baca juga artikel "Jangan Mau Dibohongi Pake UU ITE!" http://internetsehat.id/2016/12/jangan-mau-dibohongi-pake-uu-ite/
Masukan ict watch pd FGD Tayangan bermuatan SARA dan Terorisme, 21 september ...ICT Watch
Menyikapi perkembangan terkini terkait sebagaimana didiskusikan pada FGD yang diselenggarakan Kominfo tentang pembahasan tayangan video bermuatan SARA dan Terorisme, ICT Watch memberikan masukan resmi secara tertulis, sebagaimana yang bisa dibaca pada file ini.
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...infomagetan
PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI UU 14/2008 TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Disampaikan di MAGETAN,
15 DESEMBER 2011
BIO DATA
Bio Data
TUJUAN UNDANG-UNDANG
UU No. 14 tahun 2008
TUNTUTAN REFORMASI
TUNTUTAN REFORMASI DAN TRANSPARANSI
Jeremy Bentham, filsuf kelahiran Inggris lebih dari 250 tahun lalu menyebutkan:
Berbagai macam penyelewengan sangat mungkin terjadi pada lembaga yg tidak terbuka. Hanya dengan keterbukaan , pengawasan dan keadilan bisa terwujud
Meutghia Ganie Rochman, sosiolog:
Transparansi dan akuntabilitas adalah kata kunci reformasi birokrasi. (Tri Agung K, Kompas21/12/09).
Dari lima sasaran reformasi birokrasi yang pernah digadang-gadang berbagai kalangan, yakni;
1. Birokrasi yang bersih
2.Birokrasi yang efisien dan hemat
3.Birokrasi yang transparan
4.Birokrasi yang melayani, dan
5.Birokrasi yang terdesentralisasi,
Konon baru sasaran yang kelimalah (birokrasi yang terdesentralisasi) yang baru terlaksana.
Secara sederhana dapat dideskripsikan: UU KIP mengatur, bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi publik dari setiap Badan Publik, dan Badan Publik wajib menyediakan dan memberikannya. Apabila masyarakat (selaku pemohon informasi) tidak mendapatkan informasi publik yang dimintanya atau tidak puas atas pelayanan Badan Publik, dapat mengadukannya ke Komisi Informasi. Bahkan meminta keadilan sampai ke Mahkamah Agung. Untuk memudahkan pembahasan mengenai UU KIP ini, paling tidak ada sejumlah pertanyaan teknis;
1. INFORMASI YG BAGAIMANA YG HARUS DISEDIAKAN / DIBERIKAN BADAN PUBLIK?
2. BAGAIMANA PROSEDURNYA?
3. APAKAH SEMUA INFORMASI TERBUKA ATAU ADA PENGECUALIAN? BAGAIMANA
MENENTUKANNYA? SIAPA YG BERHAK MENENTUKAN INFORMASI YG DIKECUALIKAN?
4. APA PERAN KOMISI INFORMASI?
5. APA KRITERIA ATAU SIAPA SAJA YG DISEBUT BADAN PUBLIK?
6. LALU, BAGAIMANA BADAN PUBLIK MENGHADAPI PERMINTAAN INFORMASI DARI
MASYARAKAT DAN SIAPA PEJABAT YG BERTANGGUNGJAWAB?
7. INFORMASI PUBLIK APA SAJA YANG HARUS DIUMUMKAN SECARA BERKALA DAN
WAJIB DISEDIAKAN SETIAP SAAT ?
8.BAGAIMANA MELAKUKAN UJI KONSEKWENSI?
9. BAGAIMANA MELAKSANAKAN BANDING ADMINISTRATIF?
10. BAGAIMANA MENGAJUKAN PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI?
LEMBAGA MEDIASI DAN AJUDIKASI
Keberadaan Komisi Informasi
LEMBAGA MEDIASI DAN AJUDIKASI
Komisi Informasi Pusat dan Provinsi
Komisi Informasi Pusat bertugas:
menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi non litigasi;
menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan
memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta.
3. Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, ...
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITEICT Watch
Catatan dan Usulan Masyarakat Sipil atas RUU Perubahan UU ITE. Naskah ini telah disampaikan pula saat RDPU dengan Komisi I DPR RI, Rabu 3 Februari 2016.
Pengguna media sosial perlu mengetahui bahwa mendistribusikan (mengirimkan/menyebarkan), mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diakses informasi (buatan sendiri atau orang lain) yang mengandung unsur pornografi, berita bohong (hoax), penipuan, pencemaran nama baik, permusuhan, kekarasan (bullying) melalui media sosial atau sistem elektronik lainnya dapat dikenakan hukuman denda maksimum 750 juta/1 milyar dan/atau penjara maksimum 4/6 tahun. Wartawan atau jurnalis yang dilindungi oleh UU Pers juga perlu tahu UU ITE terkait media sosial ini agar tidak menjadi "korban" UU ITE.
Similar to Revisi UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu (20)
Aktivasi 2FA di Media Sosial Lewat PonselICT Watch
Autentikasi Dua Faktor atau Two Factor Authentication (2FA) adalah sebuah metoda untuk menambahkan lapisan keamanan pada akun media sosial kita, selain password
Salah satu contohnya adalah dengan mengirimkan kode khusus melalui SMS ke nomor telepon selular setiap kali ada upaya untuk login ke akun medsos yang kita miliki.
Mengaktifkan 2FA akan mempersulit pihak lain untuk dapat masuk dan mengambil alih / meretas akun kita
Tantangan Perlindungan Privasi dan Keterbukaan InformasiICT Watch
Tantangan Perlindungan Privasi. Indonesia cukup tertinggal dalam diskursus perlindungan hak atas privasi terutama jika melihat kerangka legislasi dari perlindungan hak atas privasi, baik dari segi waktu maupun variasi perlindungannya. Walaupun perlindungan privasi sebenarnya sudah dikenal lama di Indonesia Setidaknya Kitab Undang – Undang Hukum Pidana memuat beberapa pasal tindak pidana yang terkait dengan privasi seperti larangan untuk membuka surat – surat, juga larangan memasuki tanah/properti pribadi, dan tindak pidana lain yang terkait dengan kejahatan jabatan.
Perlindungan Hak Atas Privasi di InternetICT Watch
Perlindungan Hak Atas Privasi di Internet. Isu mengenai pentingnya perlindungan hak atas privasi di Indonesia mulai menguat seiring dengan makin meningkatnya jumlah pengguna telepon seluler dan internet dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah kasus yang mencuat, terutama yang memiliki keterkaitan dengan kebocoran data pribadi seseorang, yang berbuntut pada aksi penipuan, kian menguatkan wacana perihal urgensi penguatan perlindungan hak atas privasi.
Perlindungan Data Pribadi di Indonesia. Usulan Pelembagaan Kebijakan dari Perspektif Hak Asasi Manusia. Meningkatnya pemanfaatan teknologi internet, selain membuka banyak kesempatan dan peluang pengembangan, termasuk kemudahan dalam pertukaran informasi, pada sisi lain juga telah membuka kerawanan baru terjadinya intervensi terhadap privasi. Peredaran data dalam format digital yang tidak lagi mengenal batas ruang dan teritorial menjadikan semakin mudahnya data‐data pribadi seseorang terpapar atau dipindahtangankan secara semena‐mena, tanpa kontrol dari pemilik data.
Privasi dan Keamanan Internet
Kerahasiaan pribadi atau keleluasaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk menutup atau melindungi kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka.
Privasi dan Perlindungan Data Pribadi.
Kerahasiaan pribadi atau keleluasaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk menutup atau melindungi kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka.
Privasi 101 Panduan Memahami Privasi dan Perlindungan DataICT Watch
Privasi 101 Panduan Memahami Privasi, Perlindungan Data dan Surveilans Komunikasi.
Kerahasiaan pribadi atau keleluasaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk menutup atau melindungi kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka.
Untuk file versi pptx (245 MB), pdf (10 MB) dan video clip terkait, silakan unduh di https://s.id/litdigictw | Informasi lebih lanjut silakan hubungi email info@ictwatch.id
Presentasi ini bebas digunakan dengan lisensi Creative Commons BY-NC-SA.
Literasi Digital Cerdas Paham Daring ICT Watch Hoax Hoaks UU ITE Informasi Transaksi Elektronik Ujaran Kebencian Perlindung Anak Child Online Protection Data Pribadi Online Privasi Internet Sehat Indonesia
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)ICT Watch
Dokumentasi #LiveStreaming Rilis Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet https://www.youtube.com/watch?v=Hv161zrCMuo
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar).
I. LATAR BELAKANG 1
II. KOMITMEN GLOBAL SEBAGAI PEDOMAN DASAR 3
A. Landasan Hukum Dan Kebijakan 5
B. Mekanisme Pelaporan 7
C. Perhatian Utama Dalam Skala Nasional 11
D. Program Pendidikan Dan Kesadaran Masyarakat 12
III. ANAK DAN AKTIVITAS DI DUNIA MAYA 13
A. Aktivitas Anak Online Di Indonesia 16
B. Perangkat Yang Digunakan Saat Berinternet 17
C. Motivasi Menggunakan Internet Dan Aktivitas Online 17
IV. KONTEN YANG MENYALAHGUNAKAN ANAK 19
A. Definisi 19
B. Naungan Hukum 22
C. Kajian Regional 23
D. Ketersediaan Alat Dan Instrumen Untuk Investigasi 25
E. Pelatihan Penggunaan Alat Dan Membangun Awareness
(Terhadap Konten Yang Menyalahgunakan Anak) 27
F. Format/Prosedur Pelaporan 29
G. Strategi (Termasuk Hukum) Berkaitan Dengan
Pengurangan Konten Yang Menyalahgunakan Anak 30
V. DAFTAR PRIORITAS NASIONAL DALAM HAL PERLINDUNGAN
ANAK DI RANAH MAYA 34
A. Peta Komprehensif Kebijakan Yang Sudah Tersedia Terkait
Perlindungan Anak Di Ranah Maya 34
B. Fokus Utama Perlindungan Anak Di Ranah Maya Dalam
Skala Nasional 36
C. Program Dan Aktivitas Pemberdayaan Dan
Pendidikan Publik 36
D. Usulan Alur Mekanisme Pelaporan Yang Spesifik 38
E. Pemberdayaan Anak
Masukan ICT Watch pada FGD Kominfo tentang Pembahasan Aplikasi yang Mengandun...ICT Watch
FGD Pembahasan Aplikasi yang Mengandung Konten Penyimpangan Seksual diselenggarakan di kantor kemkominfo, Jl. Medan Merdeka Barat tanggal 14 September 2016. ICT Watch hadir sebagai undangan di antara undangan lain dari berbagai pihak.
kartu status adalah perangkat untuk melatih kemampuan peserta workshop internetsehat dalam hal memilah dan memilih mana status media sosial yang pantas/tidakpantas diposting. Kartu status digunakan dalam kegiatan workshop internetsehat di kalangan pelajar.
Siapa saja boleh mengunduh, memodifikasi, dan menyebarkan kartu status untuk kepentingan literasi digital dan non-komersial.
file download lainnya: bit.ly/kartustatus
Indonesia Internet Sehat on Child Online ProtectionICT Watch
Indonesia INTERNET SEHAT Best Practice on Child Online Protection Education and Awareness. (Sehat means Healty). Presented at the International Telecommunication Union (ITU) - ASEAN Workshop on Child Online Protection, Manila, 13 September 2016.
1. REVISI UU ITE: MEMERDEKAKAN
ATAU MEMBELENGGU?
Oleh: DR. Evita Nursanty, MSc
Anggota Komisi I DPR RI/ Fraksi PDI Perjuangan
2. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
2008 2009 2010 2012 2016
UU No.11/2008
tentang ITE
Disahkan
UU ini sebagai UU yang
pertama di bidang
teknologi informasi dan
transaksi di Indonesia
(pionir)
Kasus Prita Mulyasari
muncul di tahun ini meski
e u ak di 2009 .
Selain kasus Prita juga
muncul kasus Iwan
Piliang, dan Erick J.
Adriansjah
Judicial Review diajukan
oleh Narliswandi Piliang
alias Iwan Piliang.
Dengan putusan MK
No.50/PUU-VI/2008
Kasus Prita Mulyasari
dan Judicial Review di
MK II
Ramai dukungan publik,
u ul Koi u tuk
Prita
Kasus siswa Nur Arafah
Judicial Review di MK
diajukan oleh Edy
Cahyono, PBHI, AJI dll
dengan putusan
No.2PUU-VII/2009
Kasus Lain dan Judicial
Review di MK III
Kasus mahasiswa
Muhammad Wahyu
Muharam, dan kasus
dokter Ira Simatupang
Judicial Review di MK
dilakukan oleh Anggara,
S.H dkk dengan putusan
MK No5/PUU-VIII/2010
Rencana Revisi
Pemerintah SBY
berencana untuk
melakukan revisi UU ITE
namun belum terwujud
dengan menyampaikan
ke DPR.
Kasus penyanyi Bondan
Prakosa, Sandy Hartono,
guru Herrybertus Johan
Julius Calame (2011),
kasus Alexander Aan,
Musni Umar, Yenike
Venta Resti, Mustika
Tahir, Benny Handoko
(2012), dan kasus lain
(2013-2015)
Revisi Terealisasi
Presiden Jokowi pada Selasa
(22/12/2015), melalui surat
bernomor R-79/Pres/12/2015
tertanggal 21 Desember 2015
resmi mengajukan revisi UU ITE
ke DPR.
Judicial Review ke MK oleh Setya
Novanto, menghasilkan putusan
MK No.20/PUU-XIV/2016
Komisi I membentuk Panja dan
masuk Rapat Paripurna
DPR/Pengambilan Keputusan
Tingkat II, tanggal 27 Oktober
2016, menjadi undang-undang
UU ITE resmi berlaku 28
November 2016.
Kronologii
3. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Sekitar 170 Kasus sejak
2008*)
Jumlah Kasus
Hampir seluruhnya
mengenai Pasal 27 ayat
(3)
Pasal
•Facebook : 95 kasus
•Twitter : 21 kasus
•Media Online, Blog: 22 Kasus
•SMS : 7 kasus
•Email: 4 Kasus
•Youtube : 4 kasus
•BBM : 2 kasus
•Path : 2 kasus
•Whatsapp : 2 kasus
Media
Pendalaman Kasus-kasus yang Terjadii
*) Sumber: id.safenetvoice.org/
Setiap Orang dengan sengaja, dan
tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik.
4. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Alasan Revisi UU ITE
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Kasus Prita Mulyasari
(2008-2009)
•Prita ditangkap atas kasus
pencemaran nama baik setelah
menulis email terkait pelayanan
di RS Omni International,
berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi
Elektronik, dengan sanksi pidana
penjara maksimum 6 thn
dan/atau denda maksimal Rp1
miliar.
•Publik membuat kampanye
Koi u tuk Prita da e u tut
UU ITE direvisi.
Kasus Lain dan Uji Materi
di MK (2008-2016)
•Judicial Review diajukan oleh
Narliswandi Piliang alias Iwan
Piliang. Dengan putusan MK
No.50/PUU-VI/2008
•Judicial Review di MK diajukan
oleh Edy Cahyono, PBHI, AJI dll
dengan putusan No.2PUU-
VII/2009
•Judicial Review di MK dilakukan
oleh Anggara, S.H dkk dengan
putusan MK No5/PUU-VIII/2010
•Judicial Review ke MK oleh Setya
Novanto, menghasilkan putusan
MK No.20/PUU-XIV/2016
5. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
(TIK) dan Penggunaannya
• Survei Asosiasi Penyelenggara
Jaringan Internet Indonesia
(APJII) 132,7 juta orang Indonesia
telah terhubung ke internet
• Rata-rata pengakses internet di
Indonesia: 67,2 juta orang atau
50,7 persen mengakses melalui
perangkat genggam dan
komputer; 63,1 juta orang atau
47,6 persen mengakses
dari smartphone; 2,2 juta orang
atau 1,7 persen mengakses
hanya dari komputer.
Penguatan Kewenangan
Pemerintah
• Pemerintah perlu diberikan
kewenangan untuk memutus
akses informasi elektronik yang
dianggap melanggar hukum,
yang diatur oleh UU
• Penguatan ini dalam kerangka
TIK sehat dan penguatan
kebangsaan
Penghormatan Hak
Individu
• Perlunya penguatan UU terkait
penyadapan dalam konteks hak
asasi manusia
• Mencegah multitafsir pasal-pasal
dalam UU
• Perlunya pengaturan hak untuk
dilupakan (right to be forgotten)
6. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Tujuan Pemanfaatan TIK
Mencerdaskan
Kehidupan
Bangsa
Memajukan
kesejahteraan
umum
Rasa aman
Kepastian
Hukum
Keadilan
(Penghormat
an Hak dan
Kebebasan
Orang Lain)
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi
(TIK)
7. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Perkembangan Judicial Review di MK
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK
Putusan MK No.50/PUU-IV/2008 Tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam
bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan
semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai
delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar
selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Putusan MK No.2/PUU-VII/2009
Putusan MK No.5/PUU-VIII/2010 • Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
• Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat
Pasal 31 ayat (4) berbunyi: Kete tua le ih la jut e ge ai tata
cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
de ga Peratura Pe eri tah .
Menurut MK, penyadapan merupakan pelanggaran HAM
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945
sehingga sangat wajar dan sudah sepatutnya negara ingin
menyimpangi hak privasi warga dalam bentuk undang-undang
dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
8. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RIDR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK
Putusan MK No. 20/PUU-
XIV/2016
MK berpandapat bahwa untuk mencegah terjadinya
perbedaan penafsiaran terhadap pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE, Mahkamah harus menegaskan bahwa
setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih
lagi dalam rangka penegakan hukum. MK dalam amar
putusannya menambahkan kata atau frasa
khusus ya terhadap frasa I for asi Elektro ik
dan/atau Dokumen Elektronik sebagai bukti perlu
dipertegas dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE
Pasal 5 ayat (1) dan (2) berbunyi: (1) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang
sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari
alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia
9. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Tiga Alternatif yang Muncul untuk
Pasal 27 ayat (3)
Tetap
• Keinginan untuk tegas.
Bahkan ada kalangan
publik dan fraksi yang
lebih ekstrim meminta
untuk diperberat sanksi
pidananya
Dihapus
• Keinginan kalangan
aktivis LSM
• Tidak mungkin bisa
dilakukan karena akan
menjadi kontraproduktif
dan liar terhadap tujuan
TIK itu sendiri
Direvisi
• Pengurangan hukuman
• Delik aduan
• Revisi di bagian
penjelasan,
menambahkan dengan
mengacu pada
ketentuan Pasal 310 dan
Pasal 311 KUHP
10. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Bagaimana dengan Pasal 28?
• Pasal 28 ayat (2): Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antar golongan (SARA).
• Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal, 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
• Pasal ini tidak masuk dalam substansi yang direvisi sejak awal, dan tidak ada yang
menggugat pasal tersebut sejauh ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki
keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan memang memiliki potensi gejolak
jika rasa kebencian dan pemusuhan berdasarkan SARA dibiarkan. Fraksi-fraksi di DPR
tidak ada yang mempersoalkannya atau mengusulkan revisi.
11. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Dinamika Pembahasan di DPR (1)
• Pemerintah sejak awal membawa konsep pembatasan pasal yang
akan direvisi hanya terbatas, PDI Perjuangan mendukung hal ini.
• Poin Usulan Pemerintah Sejak Awal adalah:
1. Menghapus tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah
karena Putusan MK menyebutkan harus diatur dalam Undang-
Undang,". Dia menjelaskan, Pasal 31 ayat 4 UU ITE menyebutkan
tata cara intersepsi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah
namun Putusan MK menyebutkan harus diatur melalui UU.
2. Menurunkan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik
yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Penurunan hukuman
paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1
miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai
Rp700 juta.
3. Penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310
dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur.
12. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
4. Pemerintah mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE
adalah delik aduan sehingga sebuah kasus hanya bisa diadukan
oleh korban yang bersangkutan.
5. Mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum
acara pidana.
6. Mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai
hukum acara pidana. Poin kelima dan keenam bisa mengefisiensi
prosesnya.
7. Pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan
penyidik Pegawai Negeri Sipil bisa meminta para penyelenggara
konten elektronik sehingga hak masyarakat terlindungi.
Dinamika Pembahasan di DPR (2)
13. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
4. Dalam perkembangan di Panja Revisi UU ITE, fraksi-fraksi pun memiliki
pandangan masing-masing dan bahkan memberikan usulan-usulan baru,
seperti hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Beberapa isu yang
dibahas antara lain: hukum proteksi data private, kedaulatan
data/digital dalam bentuk root server dan single gateway, kewenangan
e lokir atau e uka lokir, i tersepsi da urge si kata peja at
dala pe yidik peja at , ko siste si jari ga ka el da jari ga
irka el ya g di ilai e atasi tek ologi, pe ggu aa istilah
i for asi elektro ik atau tek ologi i for asi, istilah i tegritas data
dan lainnya, kaitan dengan KUHP, kaitan dengan UU No.8 Tahun 1981
terkait penetapan ketua pengadilan negeri dalam tata cara
penggeledahan, dan lain-lain.
5. Berdasarkan hasil Pembahasan di tingkat Rapat Kerja, Panitia Kerja, dan
Timus/Timsin disepakati perubahan terhadap 8 Pasal dan penambahan 2
Pasal.
6. Pasal-pasal yang berubah adalah Pasal 1, Pasal 26, Pasal 31, Pasal 40,
Pasal 43, Pasal 45, serta Penjelasan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 27.
Dinamika Pembahasan di DPR (3)
14. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan
mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan
informasi elektronik dapat diakses yang mengandung penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3),
dilakukan tiga perubahan sebagai berikut:
a.Menambahkan penjelasan terkait istilah "mendistribusikan,
mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik
dapat diakses".
b.Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan,
bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut
mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang
diatur dalam KUHP.
Hasil Akhir Pembahasan
15. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Menurunkan ancaman pidana dengan dua ketentuan,
yakni:
a. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau
pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama
enam tahun menjadi empat tahun. Sementara
penurunan denda dari paling banyak Rp1 miliar menjadi
Rp750 juta.
b. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi
elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi
empat tahun. Pun begitu dengan denda yang dibayarkan,
dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
16. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Pelaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap
dua ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula
mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau
penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi
dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi
Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat
bukti hukum yang sah.
17. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada
Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum
acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan atau penyitaan yang semula harus
mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri
setempat, kini disesuaikan kembali dengan
ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang dulunya harus
meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri
setempat dalam waktu 1x24 jam, kini disesuaikan
kembali dengan ketentuan KUHAP.
18. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU
ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan
tindak pidana teknologi informasi.
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem
Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
• Menambahkan ketentuan mengenai "right to be forgotten" alias hak
untuk dilupakan pada ketentuan Pasal 26 yang terbagi atas dua hal,
yakni:
a. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus konten
informasi elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah
kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan
mekanisme penghapusan informasi elektronik yang sudah tidak
relevan.
19. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Memperkuat peran pemerintah dalam memberikan
perlindungan dari segala jenis gangguan akibat
penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan
menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal
40:
a.Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan
informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b.Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses
dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem
elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap
informasi elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar hukum.
20. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Ringkasan Pasal yang Berubah
Pasal Keterangan
Pasal 1 Penambahan 1 angka, yaitu definisi mengenai Penyelenggara Sistem
Elektronik
Pasal 26 Penambahan 3 ayat, yaitu adanya kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik
dan ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik diatur dalam peraturan pemerintah (hak untuk
dilupakan).
Pasal 31 Perubahan pada ayat (2) dan ayat (3) terkait intersepsi dan penyadapan
Pasal 40 Penambahan 2 ayat, perubahan pada ayat (6), dan Penjelasan ayat (1) terkait
kewajiban Pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan
penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan kewenangan Pemerintah untuk melakukan pemutusan akses
Pasal 43 Perubahan pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8), serta
penambahan satu ayat. Pasal ini mengenai kewenangan Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
21. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Ringkasan Pasal yang Berubah
Pasal Keterangan
Pasal 45 Perubahan, terkait dengan ketentuan pidana terhadap pelanggaran dalam
Pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dan
penegasan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik
merupakan delik aduan.
Pasal 45A dan
Pasal 45B
Penambahan 2 Pasal, yaitu Pasal 45A dan Pasal 45B. Penambahan pasal-
pasal ini terkait teknis penulisan dalam UU
Penjelasan
Pasal 5
Perubahan dalam Penjelasan sebagai implikasi dari Putusan Mahkamah
Konstitusi.
Penjelasan
Pasal 27
Perubahan dalam Penjelasan yang memasukkan definisi dari kata/frasa
mendistribusikan , mentransmisikan , dan frasa membuat dapat
diakses , serta menegaskan bahwa ketentuan mengenai pencemaran
nama baik dan/atau fitnah, serta pemerasan dan/atau pengancaman
mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
22. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Te ta g Right to be Forgotte
• Pasal baru dalam UU ITE: Pasal 26 ayat (3) mengatur hak setiap
Orang untuk meminta Penyelenggara Sistem Elektronik menghapus
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
relevan berdasarkan penetapan pengadilan
• Hak ini dikenal sebagai right to be forgotten atau hak untuk
dilupakan dengan menghapus konten Informasi Elektronik yang
tidak benar, berdasarkan penetapan pengadilan.
• Ketentuan ini nanti masih perlu diatur dalam ketentuan
perundangan dan peraturan pemerintah, sehingga terbuka opsi
untuk lebih mempertajam.
• Indonesia adalah negara pertama di Asia yang menerapkan
ketentuan right to be forgotten. Namun, ketentuan tersebut sudah
diterapkan di negara-negara Eropa sejak tahun 2014.
23. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Te ta g Right to be Forgotte
Pasal Ayat
Pasal 26 (3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah
kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menyediakan mekanisme penghapusan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah
tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam
peraturan pemerintah.
24. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Analisis Hukum Right to e Forgotte
• UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menjamin hak
kebebasan berekspresi seseorang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28E ayat
(2) dan ayat (3). Jaminan konstitusional ini dielaborasi lebih jauh dalam UU No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
• HAM terbagi menjadi dua bagian, yakni HAM yang dapat dibatasi (derogable
rights) dan HAM yang tidak dapat dibatasi (nonderogable rights). Istilah derogable
rights diartikan sebagai hak-hak yang masih dapat ditangguhkan atau dibatasi
(dikurangi) pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu. Sementara itu,
maksud dari istilah non derogable rights adalah hak-hak yang tidak dapat
ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara.
• Selain dari limitasi hak dalam nonderogable rights, maka hak-hak lain yang melekat
pada manusia merupakan hak yang bersifat derogable atau dapat diderogasi atau
dapat dikesampingkan karena adanya kepentingan hukum, kepentingan umum,
atau bahkan karena pelaksanaan hak lainnya atau campuran dari ketiganya. Dalam
hal ini, HAM tidak mutlak sepenuhnya harus ditegakkan, derogable rights dapat
dikesampingkan pelaksanaannya.
25. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Setiap Orang yang memberikan Informasi Elektronik yang tidak benar dapat
dianggap fitnah. Dalam UU ITE dan KUHP, tindakan fitnah merupakan penghinaan
atau pencemaran nama baik yang dianggap sebagai tindak pidana, dan diancam
dengan sanksi pidana. Oleh karena itu, ketentuan right to be forgotten
merupakan perlindungan bagi korban fitnah, diberikan hak untuk meminta
penghapusan akses terhadap Informasi Elektronik yang dianggap tidak benar,
sesuai putusan pengadilan.
• Penghapusan konten dilakukan untuk semua data yang tidak benar di internet
setelah dibuktikan di pengadilan karena bertujuan untuk membersihkan nama baik
seseorang, yang terbukti tidak bersalah di pengadilan. Orang tersebut berhak
mengajukan ke pengadilan agar konten-konten itu tidak dapat diakses, dikeluarkan
dari sistem yang terbuka atau konten-konten itu dihapus. Oleh karena itu, setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan.
• Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa UUD NRI Tahun 1945 memberikan syarat
mutlak bagi adanya pembatasan hak dan kebebasan pribadi seseorang, harus
ditetapkan dengan undang-undang. Oleh karena itu, ketentuan right to be
forgotten sebagaimana diatur dalam UU ITE, secara yuridis formal tidak
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945
26. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Pertanyaan: Apakah Right to e
Forgotten aka e persulit pers?
• Pasal 2 UU No40/1999 tentang Pers
e yatataka : “Kemerdekaan pers adalah
salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
• Pasal 3 ayat (1). Pers nasional mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan kontrol sosial.
• Pasal 5 ayat (2): Pers wajib melayani Hak
Jawab.
• Pasal 6 Pers nasional melaksanakan
peranannya sebagai berikut : (c).
mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar;
• Ketentuan ini memuat kewajiban pers terkait prinsip
keadilan, supremasi hukum, dan pemberitaan yang tepat,
akurat, benar sebagai kewajiban yang melekat.
• Bahwa pers bisa keliru merupakan suatu hal yang logis dan
manusiawi sehingga pers juga punya tanggung jawab yang
sama untuk memberikan keadilan bagi publik yang
diberitakan tidak tepat, tidak akurat dan tidak benar
khususnya yang beredar elektronik.
• Hal ini sejalan dengan pemberian hak untuk dilupakan.
Arti ya right to e forgotte justru e doro g
penguatan pers sebagai pers yang sehat sesuai tugas dan
fungsinya sebagaimana diatur dalam UU Pers.
• Dalam arti hak ini sebaiknya jangan dilihat mempersulit,
tapi bagian dari pelayanan publik. Ini juga akan menjadi
standard baru bahwa selain hak jawab, publik juga punya
hak dilupakan.
Contoh Kasus: Pemberitaan media terkait Komandan Sekolah Staf Komando (Sesko) TNI Letjen TNI
Djadja Suparman yang dikait-kaitkan sejumlah media terkait dengan teror Bom Bali di Kuta pada 12
Oktober 2002. Djadja dituduh, sehingga merasa keberatan dan sangat dirugikan, khususnya bagi istri dan
anak-anaknya. Kasus ini murni kesalahan media, dan sejumlah media sudah menyampaikan permintaan
maaf. Untuk melindungi Djaja, media sebaiknya mencabut semua berita terkait berita tidak benar itu di
media elektronik, berdasarkan penetapan pengadilan.
27. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Pertanyaan Terakhir: Apakah Revisi UU
ITE Ini Memerdekakan atau Malah
Membelenggu?
• Dengan penjelasan tadi, revisi ini justru positif dalam membangun informasi dan
komunikasi yang sehat bagi publik. Keliru menyebut revisi ini membelenggu, sebab
motivasi awalnya adalah justru untuk memperlonggar.
• Aparat tidak lagi dengan mudah menangkap dalam kasus dugaan pencemaran nama
baik.
• Mengakomodir putusan MK tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama
baik dalam bidang ITE bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan
sebagai delik aduan. Penegasan delik aduan ini agar selaras dengan asas kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
• Memberikan perlindungan bagi public yang dirugikan karena transaksi elektronik
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen.
28. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Bijaklah memanfaatkan informasi dan
transaksi elektronik di era digitalisasi ini!