SlideShare a Scribd company logo
REVISI UU ITE: MEMERDEKAKAN
ATAU MEMBELENGGU?
Oleh: DR. Evita Nursanty, MSc
Anggota Komisi I DPR RI/ Fraksi PDI Perjuangan
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
UU ini sebagai UU yang
pertama di bidang
teknologi informasi dan
transaksi di Indonesia
(pionir)
Kasus Prita Mulyasari
muncul di tahun ini meski
“memuncak di 2009”.
Selain kasus Prita juga
muncul kasus Iwan
Piliang, dan Erick J.
Adriansjah
Judicial Review diajukan
oleh Narliswandi Piliang
alias Iwan Piliang.
Dengan putusan MK
No.50/PUU-VI/2008
2008 2009
UU No.11/2008 Kasus Prita Mulyasari
tentang ITE dan Judicial Review di
Disahkan MK II
Ramai dukunganpublik,
muncul “Koin untuk
Prita”
Kasus siswaNur Arafah
Judicial Review di MK
diajukan oleh Edy
Cahyono,PBHI, AJI dll
dengan putusan
No.2PUU-VII/2009
2010
Kasus Lain dan Judicial
Review di MK III
Kasus mahasiswa
Muhammad Wahyu
Muharam, dan kasus
dokter Ira Simatupang
Judicial Review di MK
dilakukanoleh Anggara,
S.H dkk denganputusan
MK No5/PUU-VIII/2010
Pemerintah SBY
berencana untuk
melakukanrevisi UU ITE
namun belum terwujud
dengan menyampaikan
ke DPR.
Kasus penyanyi Bondan
Prakosa,Sandy Hartono,
guru Herrybertus Johan
Julius Calame (2011),
kasus Alexander Aan,
Musni Umar, Yenike
Venta Resti, Mustika
Tahir, Benny Handoko
(2012), dan kasus lain
(2013-2015)
2012 2016
Rencana Revisi Revisi Terealisasi
Presiden Jokowi pada Selasa
(22/12/2015), melalui surat
bernomor R-79/Pres/12/2015
tertanggal 21 Desember 2015
resmi mengajukan revisi UU ITE
ke DPR.
Judicial Review ke MK oleh Setya
Novanto, menghasilkan putusan
MK No.20/PUU-XIV/2016
Komisi I membentuk Panja dan
masuk Rapat Paripurna
DPR/Pengambilan Keputusan
Tingkat II, tanggal 27 Oktober
2016, menjadi undang-undang
UU ITE resmi berlaku 28
November 2016.
Kronologii
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Sekitar 170 Kasus sejak
2008*)
Jumlah Kasus Pasal
•Facebook: 95 kasus
•Twitter : 21 kasus
•Media Online, Blog: 22 Kasus
•SMS : 7 kasus
•Email: 4 Kasus
•Youtube : 4 kasus
•BBM : 2 kasus
•Path : 2 kasus
•Whatsapp : 2 kasus
Media
Pendalaman Kasus-kasus yang Terjadii
*) Sumber: id.safenetvoice.org/
Hampir seluruhnya
mengenai Pasal 27 ayat
(3)
Setiap Orang dengan sengaja, dan
tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Alasan Revisi UU ITE
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Kasus Prita Mulyasari
(2008-2009)
•Prita ditangkap atas kasus
pencemaran nama baik setelah
menulis email terkait pelayanan
di RS Omni International,
berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi
Elektronik, dengan sanksi pidana
penjara maksimum 6 thn
dan/atau denda maksimal Rp1
miliar.
•Publik membuat kampanye
“Koin untuk Prita” dan menuntut
UU ITE direvisi.
Kasus Lain dan Uji Materi
di MK (2008-2016)
•Judicial Review diajukan oleh
Narliswandi Piliang alias Iwan
Piliang. Dengan putusan MK
No.50/PUU-VI/2008
•Judicial Review di MK diajukan
oleh Edy Cahyono, PBHI, AJI dll
dengan putusan No.2PUU-
VII/2009
•Judicial Review di MK dilakukan
oleh Anggara, S.H dkk dengan
putusan MK No5/PUU-VIII/2010
•Judicial Review ke MK oleh Setya
Novanto, menghasilkan putusan
MK No.20/PUU-XIV/2016
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
(TIK) dan Penggunaannya
• Survei Asosiasi Penyelenggara
Jaringan Internet Indonesia
(APJII) 132,7 juta orang Indonesia
telah terhubung ke internet
• Rata-rata pengakses internet di
Indonesia: 67,2 juta orang atau
50,7 persen mengakses melalui
perangkat genggam dan
komputer; 63,1 juta orang atau
47,6 persen mengakses
dari smartphone; 2,2 juta orang
atau 1,7 persen mengakses
hanya dari komputer.
Penguatan Kewenangan
Pemerintah
• Pemerintah perlu diberikan
kewenangan untuk memutus
akses informasi elektronik yang
dianggap melanggar hukum,
yang diatur oleh UU
• Penguatan ini dalam kerangka
TIK sehat dan penguatan
kebangsaan
Penghormatan Hak
Individu
• Perlunya penguatan UU terkait
penyadapan dalam konteks hak
asasi manusia
• Mencegah multitafsir pasal-pasal
dalam UU
• Perlunya pengaturan hak untuk
dilupakan (right to be forgotten)
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Tujuan Pemanfaatan TIK
Mencerdaskan
Kehidupan
Bangsa
Memajukan
kesejahteraan
umum
Rasa aman
Kepastian
Hukum
Keadilan
(Penghormat
an Hak dan
Kebebasan
Orang Lain)
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi
(TIK)
Perkembangan Judicial Review di MK
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK
Putusan MK No.50/PUU-IV/2008 Tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam
bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan
semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai
delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar
selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Putusan MK No.2/PUU-VII/2009
Putusan MK No.5/PUU-VIII/2010 • Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
• Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat
Pasal 31 ayat (4) berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah”.
Menurut MK, penyadapan merupakan pelanggaran HAM
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945
sehingga sangat wajar dan sudah sepatutnya negara ingin
menyimpangi hak privasi warga dalam bentuk undang-undang
dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK
Putusan MK No. 20/PUU-
XIV/2016
MK berpandapat bahwa untuk mencegah terjadinya
perbedaan penafsiaran terhadap pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE, Mahkamah harus menegaskan bahwa
setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih
lagi dalam rangka penegakan hukum. MK dalam amar
putusannya menambahkan kata atau frasa
“khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik sebagai bukti perlu
dipertegas dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE
Pasal 5 ayat (1) dan (2) berbunyi: (1) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang
sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari
alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Tiga Alternatif yang Muncul untuk
Pasal 27 ayat (3)
Tetap
• Keinginan untuk tegas.
Bahkan ada kalangan
publik dan fraksi yang
lebih ekstrim meminta
untuk diperberat sanksi
pidananya
Dihapus
• Keinginankalangan
aktivis LSM
• Tidak mungkin bisa
dilakukan karena akan
menjadi kontraproduktif
dan liar terhadap tujuan
TIK itu sendiri
Direvisi
• Pengurangan hukuman
• Delik aduan
• Revisi di bagian
penjelasan,
menambahkan dengan
mengacu pada
ketentuan Pasal 310 dan
Pasal 311 KUHP
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Bagaimana dengan Pasal 28?
• Pasal 28 ayat (2): Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antar golongan (SARA).
• Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal, 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
• Pasal ini tidak masuk dalam substansi yang direvisi sejak awal, dan tidak ada yang
menggugat pasal tersebut sejauh ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki
keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan memang memiliki potensi gejolak
jika rasa kebencian dan pemusuhan berdasarkan SARA dibiarkan. Fraksi-fraksi di DPR
tidak ada yang mempersoalkannya atau mengusulkan revisi.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Dinamika Pembahasan di DPR (1)
• Pemerintah sejak awal membawa konsep pembatasan pasal yang
akan direvisi hanya terbatas, PDI Perjuangan mendukung hal ini.
• Poin Usulan Pemerintah Sejak Awal adalah:
1. Menghapus tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah
karena Putusan MK menyebutkan harus diatur dalam Undang-
Undang,". Dia menjelaskan, Pasal 31 ayat 4 UU ITE menyebutkan
tata cara intersepsi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah
namun Putusan MK menyebutkan harus diatur melalui UU.
2. Menurunkan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik
yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Penurunan hukuman
paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1
miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai
Rp700 juta.
3. Penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310
dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
4. Pemerintah mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE
adalah delik aduan sehingga sebuah kasus hanya bisa diadukan
oleh korban yang bersangkutan.
5. Mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum
acara pidana.
6. Mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai
hukum acara pidana. Poin kelima dan keenam bisa mengefisiensi
prosesnya.
7. Pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan
penyidik Pegawai Negeri Sipil bisa meminta para penyelenggara
konten elektronik sehingga hak masyarakat terlindungi.
Dinamika Pembahasan di DPR (2)
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
4. Dalam perkembangan di Panja Revisi UU ITE, fraksi-fraksi pun memiliki
pandangan masing-masing dan bahkan memberikan usulan-usulan baru,
seperti hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Beberapa isu yang
dibahas antara lain: hukum proteksi data private, kedaulatan
data/digital dalam bentuk root server dan single gateway, kewenangan
memblokir atau membuka blokir, intersepsi dan urgensi kata “pejabat”
dalam “penyidik pejabat”, konsistensi “jaringan kabel” dan “jaringan
nirkabel” yang dinilai membatasi teknologi, penggunaan istilah
“informasi elektronik” atau “teknologi informasi, istilah “integritas data”
dan lainnya, kaitan dengan KUHP, kaitan dengan UU No.8 Tahun 1981
terkait penetapan ketua pengadilan negeri dalam tata cara
penggeledahan, dan lain-lain.
5. Berdasarkan hasil Pembahasan di tingkat Rapat Kerja, Panitia Kerja, dan
Timus/Timsin disepakati perubahan terhadap 8 Pasal dan penambahan 2
Pasal.
6. Pasal-pasal yang berubah adalah Pasal 1, Pasal 26, Pasal 31, Pasal 40,
Pasal 43, Pasal 45, serta Penjelasan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 27.
Dinamika Pembahasan di DPR (3)
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan
mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan
informasi elektronik dapat diakses yang mengandung penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3),
dilakukan tiga perubahan sebagai berikut:
a.Menambahkan penjelasan terkait istilah "mendistribusikan,
mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik
dapat diakses".
b.Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan,
bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut
mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang
diatur dalam KUHP.
Hasil Akhir Pembahasan
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Menurunkan ancaman pidana dengan dua ketentuan,
yakni:
a. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau
pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama
enam tahun menjadi empat tahun. Sementara
penurunan denda dari paling banyak Rp1 miliar menjadi
Rp750 juta.
b. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi
elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi
empat tahun. Pun begitu dengan denda yang dibayarkan,
dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Pelaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap
dua ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula
mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau
penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi
dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi
Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat
bukti hukum yang sah.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada
Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum
acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan atau penyitaan yang semula harus
mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri
setempat, kini disesuaikan kembali dengan
ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang dulunya harus
meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri
setempat dalam waktu 1x24 jam, kini disesuaikan
kembali dengan ketentuan KUHAP.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU
ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan
tindak pidana teknologi informasi.
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem
Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
• Menambahkan ketentuan mengenai "right to be forgotten" alias hak
untuk dilupakan pada ketentuan Pasal 26 yang terbagi atas dua hal,
yakni:
a. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus konten
informasi elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah
kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan
mekanisme penghapusan informasi elektronik yang sudah tidak
relevan.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Memperkuat peran pemerintah dalam memberikan
perlindungan dari segala jenis gangguan akibat
penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan
menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal
40:
a.Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan
informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b.Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses
dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem
elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap
informasi elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar hukum.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Ringkasan Pasal yang Berubah
Pasal Keterangan
Pasal 1 Penambahan 1 angka, yaitu definisi mengenai “Penyelenggara Sistem
Elektronik”
Pasal 26 Penambahan 3 ayat, yaitu adanya kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik
dan ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik diatur dalam peraturan pemerintah (hak untuk
dilupakan).
Pasal 31 Perubahan pada ayat (2) dan ayat (3) terkait intersepsi dan penyadapan
Pasal 40 Penambahan 2 ayat, perubahan pada ayat (6), dan Penjelasan ayat (1) terkait
kewajiban Pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan
penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan kewenangan Pemerintah untuk melakukan pemutusan akses
Pasal 43 Perubahan pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8), serta
penambahan satu ayat. Pasal ini mengenai kewenangan Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Ringkasan Pasal yang Berubah
Pasal Keterangan
Pasal 45 Perubahan, terkait dengan ketentuan pidana terhadap pelanggaran dalam
Pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dan
penegasan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik
merupakan delik aduan.
Pasal 45A dan
Pasal 45B
Penambahan 2 Pasal, yaitu Pasal 45A dan Pasal 45B. Penambahan pasal-
pasal ini terkait teknis penulisan dalam UU
Penjelasan
Pasal 5
Perubahan dalam Penjelasan sebagai implikasi dari Putusan Mahkamah
Konstitusi.
Penjelasan
Pasal 27
Perubahan dalam Penjelasan yang memasukkan definisi dari kata/frasa
“mendistribusikan”, “mentransmisikan”, dan frasa “membuat dapat
diakses”, serta menegaskan bahwa ketentuan mengenai pencemaran
nama baik dan/atau fitnah, serta pemerasan dan/atau pengancaman
mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Tentang “Right to be Forgotten”
• Pasal baru dalam UU ITE: Pasal 26 ayat (3) mengatur “hak setiap
Orang untuk meminta Penyelenggara Sistem Elektronik menghapus
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
relevan berdasarkan penetapan pengadilan”
• Hak ini dikenal sebagai right to be forgotten atau hak untuk
dilupakan dengan menghapus konten Informasi Elektronik yang
tidak benar, berdasarkan penetapan pengadilan.
• Ketentuan ini nanti masih perlu diatur dalam ketentuan
perundangan dan peraturan pemerintah, sehingga terbuka opsi
untuk lebih mempertajam.
• Indonesia adalah negara pertama di Asia yang menerapkan
ketentuan right to be forgotten. Namun, ketentuan tersebut sudah
diterapkan di negara-negara Eropa sejak tahun 2014.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Tentang “Right to be Forgotten”
Pasal Ayat
Pasal 26 (3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah
kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menyediakan mekanisme penghapusan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah
tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam
peraturan pemerintah.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Analisis Hukum “Right to be Forgotten”
• UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menjamin hak
kebebasan berekspresi seseorang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28E ayat
(2) dan ayat (3). Jaminan konstitusional ini dielaborasi lebih jauh dalam UU No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
• HAM terbagi menjadi dua bagian, yakni HAM yang dapat dibatasi (derogable
rights) dan HAM yang tidak dapat dibatasi (nonderogable rights). Istilah derogable
rights diartikan sebagai hak-hak yang masih dapat ditangguhkan atau dibatasi
(dikurangi) pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu. Sementara itu,
maksud dari istilah non derogable rights adalah hak-hak yang tidak dapat
ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara.
• Selain dari limitasi hak dalam nonderogable rights, maka hak-hak lain yang melekat
pada manusia merupakan hak yang bersifat derogable atau dapat diderogasi atau
dapat dikesampingkan karena adanya kepentingan hukum, kepentingan umum,
atau bahkan karena pelaksanaan hak lainnya atau campuran dari ketiganya. Dalam
hal ini, HAM tidak mutlak sepenuhnya harus ditegakkan, derogable rights dapat
dikesampingkan pelaksanaannya.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Setiap Orang yang memberikan Informasi Elektronik yang tidak benar dapat
dianggap fitnah. Dalam UU ITE dan KUHP, tindakan fitnah merupakan penghinaan
atau pencemaran nama baik yang dianggap sebagai tindak pidana, dan diancam
dengan sanksi pidana. Oleh karena itu, ketentuan “right to be forgotten”
merupakan perlindungan bagi korban fitnah, diberikan hak untuk meminta
penghapusan akses terhadap Informasi Elektronik yang dianggap tidak benar,
sesuai putusan pengadilan.
• Penghapusan konten dilakukan untuk semua data yang tidak benar di internet
setelah dibuktikan di pengadilan karena bertujuan untuk membersihkan nama baik
seseorang, yang terbukti tidak bersalah di pengadilan. Orang tersebut berhak
mengajukan ke pengadilan agar konten-konten itu tidak dapat diakses, dikeluarkan
dari sistem yang terbuka atau konten-konten itu dihapus. Oleh karena itu, setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan.
• Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa UUD NRI Tahun 1945 memberikan syarat
mutlak bagi adanya pembatasan hak dan kebebasan pribadi seseorang, harus
ditetapkan dengan undang-undang. Oleh karena itu, ketentuan right to be
forgotten sebagaimana diatur dalam UU ITE, secara yuridis formal tidak
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Pertanyaan: Apakah “Right to be
Forgotten” akan mempersulit pers?
• Pasal 2 UU No40/1999 tentang Pers
menyatatakan: “Kemerdekaan pers adalah
salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
• Pasal 3 ayat (1). Pers nasional mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan kontrol sosial.
• Pasal 5 ayat (2): Pers wajib melayani Hak
Jawab.
• Pasal 6 Pers nasional melaksanakan
peranannya sebagai berikut : (c).
mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar;
• Ketentuan ini memuat kewajiban pers terkait prinsip
keadilan, supremasi hukum, dan pemberitaan yang tepat,
akurat, benar sebagai kewajiban yang melekat.
• Bahwa pers bisa keliru merupakan suatu hal yang logis dan
manusiawi sehingga pers juga punya tanggung jawab yang
sama untuk memberikan keadilan bagi publik yang
diberitakan tidak tepat, tidak akurat dan tidak benar
khususnya yang beredar elektronik.
• Hal ini sejalan dengan pemberian hak untuk dilupakan.
Artinya “right to be forgotten” justru mendorong
penguatan pers sebagai pers yang sehat sesuai tugas dan
fungsinya sebagaimana diatur dalam UU Pers.
• Dalam arti hak ini sebaiknya jangan dilihat mempersulit,
tapi bagian dari pelayanan publik. Ini juga akan menjadi
standardbaru bahwa selain hak jawab, publik juga punya
hak dilupakan.
Contoh Kasus: Pemberitaan media terkait Komandan Sekolah Staf Komando (Sesko) TNI Letjen TNI
Djadja Suparman yang dikait-kaitkan sejumlah media terkait dengan teror Bom Bali di Kuta pada 12
Oktober 2002. Djadja dituduh, sehingga merasa keberatan dan sangat dirugikan, khususnya bagi istri dan
anak-anaknya. Kasus ini murni kesalahan media, dan sejumlah media sudah menyampaikan permintaan
maaf. Untuk melindungi Djaja, media sebaiknya mencabut semua berita terkait berita tidak benar itu di
media elektronik, berdasarkan penetapan pengadilan.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Pertanyaan Terakhir: Apakah Revisi UU
ITE Ini Memerdekakan atau Malah
Membelenggu?
• Dengan penjelasan tadi, revisi ini justru positif dalam membangun informasi dan
komunikasi yang sehat bagi publik. Keliru menyebut revisi ini membelenggu, sebab
motivasi awalnya adalah justru untuk memperlonggar.
• Aparat tidak lagi dengan mudah menangkap dalam kasus dugaan pencemaran nama
baik.
• Mengakomodir putusan MK tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama
baik dalam bidang ITE bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan
sebagai delik aduan. Penegasan delik aduan ini agar selaras dengan asas kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
• Memberikan perlindungan bagi public yang dirugikan karena transaksi elektronik
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen.
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
• Bijaklah memanfaatkan informasi dan
transaksi elektronik di era digitalisasi ini!
DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI
Terima Kasih

More Related Content

Similar to UU ITE.pptx

Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015
Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015
Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015
SatuDunia
 
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITENaskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
ICT Watch
 
Contoh kasus uu ite
Contoh kasus uu iteContoh kasus uu ite
Contoh kasus uu iteagusjepara
 
Bicara Atau Penjara
Bicara Atau Penjara Bicara Atau Penjara
Bicara Atau Penjara
Damar Juniarto
 
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
fraksi balkon
 
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptxPutu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
RiskiAnanda28
 
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITE
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITECatatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITE
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITE
ICT Watch
 
Cyber crime
Cyber crimeCyber crime
Cyber crimetahmabsi
 
Cyber crime
Cyber crimeCyber crime
Cyber crimetahmabsi
 
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...
infomagetan
 
UU ite
UU iteUU ite
Uu ite(2)
Uu ite(2)Uu ite(2)
Uu ite(2)
era krisdiana
 
Undang-undang ITE
Undang-undang ITEUndang-undang ITE
Undang-undang ITE
Mixon Mixon
 
PTI Part Three.pptx
PTI Part Three.pptxPTI Part Three.pptx
PTI Part Three.pptx
RedyWinatha1
 
Presentasi uu ite yang berkaitan dengan
Presentasi uu ite yang berkaitan denganPresentasi uu ite yang berkaitan dengan
Presentasi uu ite yang berkaitan dengan
FajarAmiludin
 
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Reviewtentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
Ando Medan
 
Menulis News + Press Release
Menulis News + Press ReleaseMenulis News + Press Release
Menulis News + Press Release
Lisa Ramadhanty
 
Diskusi 1.docx
Diskusi 1.docxDiskusi 1.docx
Diskusi 1.docx
SalvinusBala1
 
Tugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danuTugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danu
Danu Putra
 
Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial
Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media SosialAncaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial
Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial
Rusmanto Maryanto
 

Similar to UU ITE.pptx (20)

Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015
Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015
Monitoring kebijakan ict periode januari maret2015
 
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITENaskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
 
Contoh kasus uu ite
Contoh kasus uu iteContoh kasus uu ite
Contoh kasus uu ite
 
Bicara Atau Penjara
Bicara Atau Penjara Bicara Atau Penjara
Bicara Atau Penjara
 
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
 
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptxPutu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
 
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITE
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITECatatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITE
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITE
 
Cyber crime
Cyber crimeCyber crime
Cyber crime
 
Cyber crime
Cyber crimeCyber crime
Cyber crime
 
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...
Materi sosialisasi Komisi Informasi tentang "Keterbukaan Informasi Publik" di...
 
UU ite
UU iteUU ite
UU ite
 
Uu ite(2)
Uu ite(2)Uu ite(2)
Uu ite(2)
 
Undang-undang ITE
Undang-undang ITEUndang-undang ITE
Undang-undang ITE
 
PTI Part Three.pptx
PTI Part Three.pptxPTI Part Three.pptx
PTI Part Three.pptx
 
Presentasi uu ite yang berkaitan dengan
Presentasi uu ite yang berkaitan denganPresentasi uu ite yang berkaitan dengan
Presentasi uu ite yang berkaitan dengan
 
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Reviewtentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
tentang Mahkamah Konstitusi dan Judicial Review
 
Menulis News + Press Release
Menulis News + Press ReleaseMenulis News + Press Release
Menulis News + Press Release
 
Diskusi 1.docx
Diskusi 1.docxDiskusi 1.docx
Diskusi 1.docx
 
Tugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danuTugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danu
 
Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial
Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media SosialAncaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial
Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial
 

Recently uploaded

Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
SardiPasaribu
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
CI kumparan
 
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASICONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
SharonPriscilla3
 
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRIPengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
JabalArfah
 
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
muhammadarsyad77
 
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
HansWijaya13
 
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MKHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HarrySusanto18
 
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Pelita9
 
Presentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptx
Presentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptxPresentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptx
Presentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptx
jokosudarsono2
 
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptxPPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
NinaRahayuBelia
 
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.comSalinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
CI kumparan
 

Recently uploaded (11)

Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
 
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASICONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
 
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRIPengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
 
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
 
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
 
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MKHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
 
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
 
Presentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptx
Presentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptxPresentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptx
Presentation Naskah Akademik RIPPDAMK2.pptx
 
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptxPPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
 
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.comSalinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
 

UU ITE.pptx

  • 1. REVISI UU ITE: MEMERDEKAKAN ATAU MEMBELENGGU? Oleh: DR. Evita Nursanty, MSc Anggota Komisi I DPR RI/ Fraksi PDI Perjuangan
  • 2. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI UU ini sebagai UU yang pertama di bidang teknologi informasi dan transaksi di Indonesia (pionir) Kasus Prita Mulyasari muncul di tahun ini meski “memuncak di 2009”. Selain kasus Prita juga muncul kasus Iwan Piliang, dan Erick J. Adriansjah Judicial Review diajukan oleh Narliswandi Piliang alias Iwan Piliang. Dengan putusan MK No.50/PUU-VI/2008 2008 2009 UU No.11/2008 Kasus Prita Mulyasari tentang ITE dan Judicial Review di Disahkan MK II Ramai dukunganpublik, muncul “Koin untuk Prita” Kasus siswaNur Arafah Judicial Review di MK diajukan oleh Edy Cahyono,PBHI, AJI dll dengan putusan No.2PUU-VII/2009 2010 Kasus Lain dan Judicial Review di MK III Kasus mahasiswa Muhammad Wahyu Muharam, dan kasus dokter Ira Simatupang Judicial Review di MK dilakukanoleh Anggara, S.H dkk denganputusan MK No5/PUU-VIII/2010 Pemerintah SBY berencana untuk melakukanrevisi UU ITE namun belum terwujud dengan menyampaikan ke DPR. Kasus penyanyi Bondan Prakosa,Sandy Hartono, guru Herrybertus Johan Julius Calame (2011), kasus Alexander Aan, Musni Umar, Yenike Venta Resti, Mustika Tahir, Benny Handoko (2012), dan kasus lain (2013-2015) 2012 2016 Rencana Revisi Revisi Terealisasi Presiden Jokowi pada Selasa (22/12/2015), melalui surat bernomor R-79/Pres/12/2015 tertanggal 21 Desember 2015 resmi mengajukan revisi UU ITE ke DPR. Judicial Review ke MK oleh Setya Novanto, menghasilkan putusan MK No.20/PUU-XIV/2016 Komisi I membentuk Panja dan masuk Rapat Paripurna DPR/Pengambilan Keputusan Tingkat II, tanggal 27 Oktober 2016, menjadi undang-undang UU ITE resmi berlaku 28 November 2016. Kronologii
  • 3. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Sekitar 170 Kasus sejak 2008*) Jumlah Kasus Pasal •Facebook: 95 kasus •Twitter : 21 kasus •Media Online, Blog: 22 Kasus •SMS : 7 kasus •Email: 4 Kasus •Youtube : 4 kasus •BBM : 2 kasus •Path : 2 kasus •Whatsapp : 2 kasus Media Pendalaman Kasus-kasus yang Terjadii *) Sumber: id.safenetvoice.org/ Hampir seluruhnya mengenai Pasal 27 ayat (3) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
  • 4. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Alasan Revisi UU ITE DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Kasus Prita Mulyasari (2008-2009) •Prita ditangkap atas kasus pencemaran nama baik setelah menulis email terkait pelayanan di RS Omni International, berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan sanksi pidana penjara maksimum 6 thn dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. •Publik membuat kampanye “Koin untuk Prita” dan menuntut UU ITE direvisi. Kasus Lain dan Uji Materi di MK (2008-2016) •Judicial Review diajukan oleh Narliswandi Piliang alias Iwan Piliang. Dengan putusan MK No.50/PUU-VI/2008 •Judicial Review di MK diajukan oleh Edy Cahyono, PBHI, AJI dll dengan putusan No.2PUU- VII/2009 •Judicial Review di MK dilakukan oleh Anggara, S.H dkk dengan putusan MK No5/PUU-VIII/2010 •Judicial Review ke MK oleh Setya Novanto, menghasilkan putusan MK No.20/PUU-XIV/2016
  • 5. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Penggunaannya • Survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet • Rata-rata pengakses internet di Indonesia: 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan komputer; 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone; 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer. Penguatan Kewenangan Pemerintah • Pemerintah perlu diberikan kewenangan untuk memutus akses informasi elektronik yang dianggap melanggar hukum, yang diatur oleh UU • Penguatan ini dalam kerangka TIK sehat dan penguatan kebangsaan Penghormatan Hak Individu • Perlunya penguatan UU terkait penyadapan dalam konteks hak asasi manusia • Mencegah multitafsir pasal-pasal dalam UU • Perlunya pengaturan hak untuk dilupakan (right to be forgotten)
  • 6. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Tujuan Pemanfaatan TIK Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Memajukan kesejahteraan umum Rasa aman Kepastian Hukum Keadilan (Penghormat an Hak dan Kebebasan Orang Lain) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
  • 7. Perkembangan Judicial Review di MK DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK Putusan MK No.50/PUU-IV/2008 Tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Putusan MK No.2/PUU-VII/2009 Putusan MK No.5/PUU-VIII/2010 • Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. • Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Pasal 31 ayat (4) berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Menurut MK, penyadapan merupakan pelanggaran HAM sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 sehingga sangat wajar dan sudah sepatutnya negara ingin menyimpangi hak privasi warga dalam bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
  • 8. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK Putusan MK No. 20/PUU- XIV/2016 MK berpandapat bahwa untuk mencegah terjadinya perbedaan penafsiaran terhadap pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, Mahkamah harus menegaskan bahwa setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih lagi dalam rangka penegakan hukum. MK dalam amar putusannya menambahkan kata atau frasa “khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai bukti perlu dipertegas dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE Pasal 5 ayat (1) dan (2) berbunyi: (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia
  • 9. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Tiga Alternatif yang Muncul untuk Pasal 27 ayat (3) Tetap • Keinginan untuk tegas. Bahkan ada kalangan publik dan fraksi yang lebih ekstrim meminta untuk diperberat sanksi pidananya Dihapus • Keinginankalangan aktivis LSM • Tidak mungkin bisa dilakukan karena akan menjadi kontraproduktif dan liar terhadap tujuan TIK itu sendiri Direvisi • Pengurangan hukuman • Delik aduan • Revisi di bagian penjelasan, menambahkan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP
  • 10. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Bagaimana dengan Pasal 28? • Pasal 28 ayat (2): Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). • Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal, 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). • Pasal ini tidak masuk dalam substansi yang direvisi sejak awal, dan tidak ada yang menggugat pasal tersebut sejauh ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan memang memiliki potensi gejolak jika rasa kebencian dan pemusuhan berdasarkan SARA dibiarkan. Fraksi-fraksi di DPR tidak ada yang mempersoalkannya atau mengusulkan revisi.
  • 11. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Dinamika Pembahasan di DPR (1) • Pemerintah sejak awal membawa konsep pembatasan pasal yang akan direvisi hanya terbatas, PDI Perjuangan mendukung hal ini. • Poin Usulan Pemerintah Sejak Awal adalah: 1. Menghapus tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah karena Putusan MK menyebutkan harus diatur dalam Undang- Undang,". Dia menjelaskan, Pasal 31 ayat 4 UU ITE menyebutkan tata cara intersepsi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah namun Putusan MK menyebutkan harus diatur melalui UU. 2. Menurunkan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Penurunan hukuman paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1 miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai Rp700 juta. 3. Penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur.
  • 12. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI 4. Pemerintah mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga sebuah kasus hanya bisa diadukan oleh korban yang bersangkutan. 5. Mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum acara pidana. 6. Mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai hukum acara pidana. Poin kelima dan keenam bisa mengefisiensi prosesnya. 7. Pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan penyidik Pegawai Negeri Sipil bisa meminta para penyelenggara konten elektronik sehingga hak masyarakat terlindungi. Dinamika Pembahasan di DPR (2)
  • 13. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI 4. Dalam perkembangan di Panja Revisi UU ITE, fraksi-fraksi pun memiliki pandangan masing-masing dan bahkan memberikan usulan-usulan baru, seperti hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Beberapa isu yang dibahas antara lain: hukum proteksi data private, kedaulatan data/digital dalam bentuk root server dan single gateway, kewenangan memblokir atau membuka blokir, intersepsi dan urgensi kata “pejabat” dalam “penyidik pejabat”, konsistensi “jaringan kabel” dan “jaringan nirkabel” yang dinilai membatasi teknologi, penggunaan istilah “informasi elektronik” atau “teknologi informasi, istilah “integritas data” dan lainnya, kaitan dengan KUHP, kaitan dengan UU No.8 Tahun 1981 terkait penetapan ketua pengadilan negeri dalam tata cara penggeledahan, dan lain-lain. 5. Berdasarkan hasil Pembahasan di tingkat Rapat Kerja, Panitia Kerja, dan Timus/Timsin disepakati perubahan terhadap 8 Pasal dan penambahan 2 Pasal. 6. Pasal-pasal yang berubah adalah Pasal 1, Pasal 26, Pasal 31, Pasal 40, Pasal 43, Pasal 45, serta Penjelasan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 27. Dinamika Pembahasan di DPR (3)
  • 14. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan tiga perubahan sebagai berikut: a.Menambahkan penjelasan terkait istilah "mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses". b.Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan, bukan delik umum. c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP. Hasil Akhir Pembahasan
  • 15. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Menurunkan ancaman pidana dengan dua ketentuan, yakni: a. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama enam tahun menjadi empat tahun. Sementara penurunan denda dari paling banyak Rp1 miliar menjadi Rp750 juta. b. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut- nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi empat tahun. Pun begitu dengan denda yang dibayarkan, dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
  • 16. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Pelaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap dua ketentuan sebagai berikut: a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang. b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
  • 17. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut: a. Penggeledahan atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP. b. Penangkapan penahanan yang dulunya harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
  • 18. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5): a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi. b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi. • Menambahkan ketentuan mengenai "right to be forgotten" alias hak untuk dilupakan pada ketentuan Pasal 26 yang terbagi atas dua hal, yakni: a. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus konten informasi elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. b. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik yang sudah tidak relevan.
  • 19. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40: a.Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang; b.Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
  • 20. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Ringkasan Pasal yang Berubah Pasal Keterangan Pasal 1 Penambahan 1 angka, yaitu definisi mengenai “Penyelenggara Sistem Elektronik” Pasal 26 Penambahan 3 ayat, yaitu adanya kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik dan ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik diatur dalam peraturan pemerintah (hak untuk dilupakan). Pasal 31 Perubahan pada ayat (2) dan ayat (3) terkait intersepsi dan penyadapan Pasal 40 Penambahan 2 ayat, perubahan pada ayat (6), dan Penjelasan ayat (1) terkait kewajiban Pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan kewenangan Pemerintah untuk melakukan pemutusan akses Pasal 43 Perubahan pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8), serta penambahan satu ayat. Pasal ini mengenai kewenangan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
  • 21. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Ringkasan Pasal yang Berubah Pasal Keterangan Pasal 45 Perubahan, terkait dengan ketentuan pidana terhadap pelanggaran dalam Pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dan penegasan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Pasal 45A dan Pasal 45B Penambahan 2 Pasal, yaitu Pasal 45A dan Pasal 45B. Penambahan pasal- pasal ini terkait teknis penulisan dalam UU Penjelasan Pasal 5 Perubahan dalam Penjelasan sebagai implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi. Penjelasan Pasal 27 Perubahan dalam Penjelasan yang memasukkan definisi dari kata/frasa “mendistribusikan”, “mentransmisikan”, dan frasa “membuat dapat diakses”, serta menegaskan bahwa ketentuan mengenai pencemaran nama baik dan/atau fitnah, serta pemerasan dan/atau pengancaman mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
  • 22. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Tentang “Right to be Forgotten” • Pasal baru dalam UU ITE: Pasal 26 ayat (3) mengatur “hak setiap Orang untuk meminta Penyelenggara Sistem Elektronik menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan berdasarkan penetapan pengadilan” • Hak ini dikenal sebagai right to be forgotten atau hak untuk dilupakan dengan menghapus konten Informasi Elektronik yang tidak benar, berdasarkan penetapan pengadilan. • Ketentuan ini nanti masih perlu diatur dalam ketentuan perundangan dan peraturan pemerintah, sehingga terbuka opsi untuk lebih mempertajam. • Indonesia adalah negara pertama di Asia yang menerapkan ketentuan right to be forgotten. Namun, ketentuan tersebut sudah diterapkan di negara-negara Eropa sejak tahun 2014.
  • 23. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Tentang “Right to be Forgotten” Pasal Ayat Pasal 26 (3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. (4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.
  • 24. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Analisis Hukum “Right to be Forgotten” • UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menjamin hak kebebasan berekspresi seseorang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3). Jaminan konstitusional ini dielaborasi lebih jauh dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. • HAM terbagi menjadi dua bagian, yakni HAM yang dapat dibatasi (derogable rights) dan HAM yang tidak dapat dibatasi (nonderogable rights). Istilah derogable rights diartikan sebagai hak-hak yang masih dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu. Sementara itu, maksud dari istilah non derogable rights adalah hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara. • Selain dari limitasi hak dalam nonderogable rights, maka hak-hak lain yang melekat pada manusia merupakan hak yang bersifat derogable atau dapat diderogasi atau dapat dikesampingkan karena adanya kepentingan hukum, kepentingan umum, atau bahkan karena pelaksanaan hak lainnya atau campuran dari ketiganya. Dalam hal ini, HAM tidak mutlak sepenuhnya harus ditegakkan, derogable rights dapat dikesampingkan pelaksanaannya.
  • 25. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Setiap Orang yang memberikan Informasi Elektronik yang tidak benar dapat dianggap fitnah. Dalam UU ITE dan KUHP, tindakan fitnah merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik yang dianggap sebagai tindak pidana, dan diancam dengan sanksi pidana. Oleh karena itu, ketentuan “right to be forgotten” merupakan perlindungan bagi korban fitnah, diberikan hak untuk meminta penghapusan akses terhadap Informasi Elektronik yang dianggap tidak benar, sesuai putusan pengadilan. • Penghapusan konten dilakukan untuk semua data yang tidak benar di internet setelah dibuktikan di pengadilan karena bertujuan untuk membersihkan nama baik seseorang, yang terbukti tidak bersalah di pengadilan. Orang tersebut berhak mengajukan ke pengadilan agar konten-konten itu tidak dapat diakses, dikeluarkan dari sistem yang terbuka atau konten-konten itu dihapus. Oleh karena itu, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan. • Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa UUD NRI Tahun 1945 memberikan syarat mutlak bagi adanya pembatasan hak dan kebebasan pribadi seseorang, harus ditetapkan dengan undang-undang. Oleh karena itu, ketentuan right to be forgotten sebagaimana diatur dalam UU ITE, secara yuridis formal tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945
  • 26. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Pertanyaan: Apakah “Right to be Forgotten” akan mempersulit pers? • Pasal 2 UU No40/1999 tentang Pers menyatatakan: “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. • Pasal 3 ayat (1). Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. • Pasal 5 ayat (2): Pers wajib melayani Hak Jawab. • Pasal 6 Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : (c). mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; • Ketentuan ini memuat kewajiban pers terkait prinsip keadilan, supremasi hukum, dan pemberitaan yang tepat, akurat, benar sebagai kewajiban yang melekat. • Bahwa pers bisa keliru merupakan suatu hal yang logis dan manusiawi sehingga pers juga punya tanggung jawab yang sama untuk memberikan keadilan bagi publik yang diberitakan tidak tepat, tidak akurat dan tidak benar khususnya yang beredar elektronik. • Hal ini sejalan dengan pemberian hak untuk dilupakan. Artinya “right to be forgotten” justru mendorong penguatan pers sebagai pers yang sehat sesuai tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam UU Pers. • Dalam arti hak ini sebaiknya jangan dilihat mempersulit, tapi bagian dari pelayanan publik. Ini juga akan menjadi standardbaru bahwa selain hak jawab, publik juga punya hak dilupakan. Contoh Kasus: Pemberitaan media terkait Komandan Sekolah Staf Komando (Sesko) TNI Letjen TNI Djadja Suparman yang dikait-kaitkan sejumlah media terkait dengan teror Bom Bali di Kuta pada 12 Oktober 2002. Djadja dituduh, sehingga merasa keberatan dan sangat dirugikan, khususnya bagi istri dan anak-anaknya. Kasus ini murni kesalahan media, dan sejumlah media sudah menyampaikan permintaan maaf. Untuk melindungi Djaja, media sebaiknya mencabut semua berita terkait berita tidak benar itu di media elektronik, berdasarkan penetapan pengadilan.
  • 27. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Pertanyaan Terakhir: Apakah Revisi UU ITE Ini Memerdekakan atau Malah Membelenggu? • Dengan penjelasan tadi, revisi ini justru positif dalam membangun informasi dan komunikasi yang sehat bagi publik. Keliru menyebut revisi ini membelenggu, sebab motivasi awalnya adalah justru untuk memperlonggar. • Aparat tidak lagi dengan mudah menangkap dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. • Mengakomodir putusan MK tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang ITE bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan delik aduan ini agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. • Memberikan perlindungan bagi public yang dirugikan karena transaksi elektronik menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen.
  • 28. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI • Bijaklah memanfaatkan informasi dan transaksi elektronik di era digitalisasi ini!
  • 29. DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI Terima Kasih