Makalah ini membahas tentang qiyas sebagai salah satu metode ijtihad untuk menetapkan hukum yang belum jelas dalam Alquran dan Hadis. Qiyas dilakukan dengan membandingkan kasus yang belum jelas hukumnya dengan kasus lain yang sudah diatur hukumnya berdasarkan persamaan alasan hukum (illat). Makalah ini menjelaskan pengertian, kedudukan, jenis-jenis, dan prosedur qiyas menurut pandangan ul
Qiyas merupakan salah satu metode penggalian hukum Islam yang digunakan untuk menetapkan hukum bagi peristiwa-peristiwa yang tidak terdapat nashnya dalam Alquran dan Hadis. Qiyas dilakukan dengan membandingkan kasus yang belum diatur dengan kasus yang sudah diatur berdasarkan kesamaan alasan hukum (illat). Metode ini diterima oleh kebanyakan mazhab, sedangkan mazhab Zahiri dan Syi'ah Imam
Makalah ini membahas tentang istihsan sebagai salah satu metode berijtihad. Istihsan didefinisikan sebagai berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat. Makalah ini juga membahas macam-macam istihsan, dasar hukum istihsan menurut al-Qur'an dan hadis, serta pendapat ulama tentang kehujjahan istihs
Qiyas merupakan salah satu metode penggalian hukum Islam yang digunakan untuk menetapkan hukum bagi peristiwa-peristiwa yang tidak terdapat nashnya dalam Alquran dan Hadis. Qiyas dilakukan dengan membandingkan kasus yang belum diatur dengan kasus yang sudah diatur berdasarkan kesamaan alasan hukum (illat). Metode ini diterima oleh kebanyakan mazhab, sedangkan mazhab Zahiri dan Syi'ah Imam
Makalah ini membahas tentang istihsan sebagai salah satu metode berijtihad. Istihsan didefinisikan sebagai berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat. Makalah ini juga membahas macam-macam istihsan, dasar hukum istihsan menurut al-Qur'an dan hadis, serta pendapat ulama tentang kehujjahan istihs
Dokumen tersebut membahas tentang konsep asbab al-nuzul yaitu sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. Asbab al-nuzul dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni ayat yang sebab turunnya harus diketahui untuk penetapan hukum yang tepat, dan ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui seperti ayat-ayat kisah. Ayat dapat turun sebagai reaksi ter
1. Tugas akhir semester mata kuliah Ushul Fiqh membahas daftar pertanyaan dan jawaban mengenai konsep-konsep dasar ilmu Ushul Fiqh seperti dalil-dalil syara', hubungan antara Al Qur'an dan Sunnah, serta qiyas.
Ringkasan dokumen tersebut dalam 3 kalimat atau kurang:
Sejarah penghimpunan hadits dimulai sejak masa Rasulullah SAW hingga masa tabi'in, dengan perkembangan yang berbeda pada setiap masa khalifah. Kodifikasi hadits dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz atas perintahnya.
Maslahah Mursalah adalah kemaslahatan yang tidak ditetapkan secara pasti oleh syariat untuk mewujudkannya dan tidak ada dalil syara' yang memerintahkan atau mengabaikannya. Beberapa ulama seperti Imam Maliki menggunakan maslahah mursalah sebagai dalil hukum karena kemaslahatan manusia selalu berkembang sesuai perkembangan kebutuhan, sedangkan Imam Syafi'i menolaknya k
Dokumen tersebut membahas sumber-sumber hukum Islam yang disepakati dan tidak disepakati, termasuk penjelasan singkat mengenai masing-masing sumber hukum seperti Al-Quran, Hadis, Ijma, Qiyas, dan lainnya.
Qaedah fiqh adalah perkara penting yang boleh membantu ummah dalah membuat keputusan dengan baik dan menghampiri ajaran Islam. Ianya adalah petunjuk dan pertimbangan yang asal dari alQuran dan Sunnah Nabi saw
Ta'lim Mutaalim - Bab 1 - Hakikat Ilmu, Fiqih dan Keutamaannya - Bagian 1Fatkul Amri
Dokumen tersebut membahas tentang keutamaan ilmu tauhid dan fiqih yang harus dipelajari terlebih dahulu karena tanpanya seseorang dapat terjerumus pada kesalahan dalam melakukan ibadah. Ia juga menjelaskan arti ilmu hal yang membahas tauhid dan fiqih dari berbagai keadaan dan kondisi, serta merekomendasikan pendidikan di pesantren yang mengintegrasikan pendidikan agama dan umum.
Para ulama memberikan perhatian besar terhadap pengetahuan tentang asbabun nuzul untuk menafsirkan Al-Quran. Beberapa ulama terkenal yang mengkhususkan diri dalam bidang ini meliputi Ali bin Madini, Al-Wahidi, Al-Ja'bari, Ibn Hajar Al-Atsqolani, dan As-Suyuti. Pedoman utama dalam mengetahui asbabun nuzul adalah riwayat sahih dari Rasulullah SAW atau sahabat. Pengetahuan asbabun nuzul mem
Makalah ini membahas tentang manthuq dan mafhum dalam tafsir Al-Qur'an. Manthuq didefinisikan sebagai arti yang ditunjukkan oleh lafaz, sedangkan mafhum adalah arti yang dipahami dari ayat meskipun tidak secara langsung. Makalah ini menjelaskan pengertian dan macam-macam dari manthuq dan mafhum serta mafhum muwafaqah dan mukhalafah.
Periode keemasan tasyri' pada abad ke-2 hingga ke-4 Masehi ditandai dengan tumbuhnya kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, dan kodifikasi ilmu-ilmu agama seperti fiqh, ushul fiqh, hadis, dan tafsir. Lahirlah karya-karya klasik dan imam-imam madzhab utama seperti Imam Malik, Syafi'i, Hanafi, dan Ahmad bin Hambal.
Makalah ini membahas tentang qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam. Terdiri dari pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Pembahasan mencakup pengertian qiyas, rukun-rukunnya, dalil kehujjaannya, macam-macam qiyas, keraguan penolak qiyas, dan syarat-syarat qiyas.
Makalah ini membahas tentang metode ijtihad dalam hukum Islam. Ijtihad didefinisikan sebagai pengerahan maksimal untuk menemukan hukum syara' dari dalil-dalil yang ada. Ijtihad wajib dilakukan karena keterbatasan nash al-Quran dan Sunnah. Syarat menjadi mujtahid antara lain menguasai al-Quran, hadis, bahasa Arab, dan ilmu ushul fiqh. Terdapat beberapa metode ijtihad seperti ij
Dokumen tersebut membahas tentang konsep asbab al-nuzul yaitu sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. Asbab al-nuzul dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni ayat yang sebab turunnya harus diketahui untuk penetapan hukum yang tepat, dan ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui seperti ayat-ayat kisah. Ayat dapat turun sebagai reaksi ter
1. Tugas akhir semester mata kuliah Ushul Fiqh membahas daftar pertanyaan dan jawaban mengenai konsep-konsep dasar ilmu Ushul Fiqh seperti dalil-dalil syara', hubungan antara Al Qur'an dan Sunnah, serta qiyas.
Ringkasan dokumen tersebut dalam 3 kalimat atau kurang:
Sejarah penghimpunan hadits dimulai sejak masa Rasulullah SAW hingga masa tabi'in, dengan perkembangan yang berbeda pada setiap masa khalifah. Kodifikasi hadits dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz atas perintahnya.
Maslahah Mursalah adalah kemaslahatan yang tidak ditetapkan secara pasti oleh syariat untuk mewujudkannya dan tidak ada dalil syara' yang memerintahkan atau mengabaikannya. Beberapa ulama seperti Imam Maliki menggunakan maslahah mursalah sebagai dalil hukum karena kemaslahatan manusia selalu berkembang sesuai perkembangan kebutuhan, sedangkan Imam Syafi'i menolaknya k
Dokumen tersebut membahas sumber-sumber hukum Islam yang disepakati dan tidak disepakati, termasuk penjelasan singkat mengenai masing-masing sumber hukum seperti Al-Quran, Hadis, Ijma, Qiyas, dan lainnya.
Qaedah fiqh adalah perkara penting yang boleh membantu ummah dalah membuat keputusan dengan baik dan menghampiri ajaran Islam. Ianya adalah petunjuk dan pertimbangan yang asal dari alQuran dan Sunnah Nabi saw
Ta'lim Mutaalim - Bab 1 - Hakikat Ilmu, Fiqih dan Keutamaannya - Bagian 1Fatkul Amri
Dokumen tersebut membahas tentang keutamaan ilmu tauhid dan fiqih yang harus dipelajari terlebih dahulu karena tanpanya seseorang dapat terjerumus pada kesalahan dalam melakukan ibadah. Ia juga menjelaskan arti ilmu hal yang membahas tauhid dan fiqih dari berbagai keadaan dan kondisi, serta merekomendasikan pendidikan di pesantren yang mengintegrasikan pendidikan agama dan umum.
Para ulama memberikan perhatian besar terhadap pengetahuan tentang asbabun nuzul untuk menafsirkan Al-Quran. Beberapa ulama terkenal yang mengkhususkan diri dalam bidang ini meliputi Ali bin Madini, Al-Wahidi, Al-Ja'bari, Ibn Hajar Al-Atsqolani, dan As-Suyuti. Pedoman utama dalam mengetahui asbabun nuzul adalah riwayat sahih dari Rasulullah SAW atau sahabat. Pengetahuan asbabun nuzul mem
Makalah ini membahas tentang manthuq dan mafhum dalam tafsir Al-Qur'an. Manthuq didefinisikan sebagai arti yang ditunjukkan oleh lafaz, sedangkan mafhum adalah arti yang dipahami dari ayat meskipun tidak secara langsung. Makalah ini menjelaskan pengertian dan macam-macam dari manthuq dan mafhum serta mafhum muwafaqah dan mukhalafah.
Periode keemasan tasyri' pada abad ke-2 hingga ke-4 Masehi ditandai dengan tumbuhnya kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, dan kodifikasi ilmu-ilmu agama seperti fiqh, ushul fiqh, hadis, dan tafsir. Lahirlah karya-karya klasik dan imam-imam madzhab utama seperti Imam Malik, Syafi'i, Hanafi, dan Ahmad bin Hambal.
Makalah ini membahas tentang qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam. Terdiri dari pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Pembahasan mencakup pengertian qiyas, rukun-rukunnya, dalil kehujjaannya, macam-macam qiyas, keraguan penolak qiyas, dan syarat-syarat qiyas.
Makalah ini membahas tentang metode ijtihad dalam hukum Islam. Ijtihad didefinisikan sebagai pengerahan maksimal untuk menemukan hukum syara' dari dalil-dalil yang ada. Ijtihad wajib dilakukan karena keterbatasan nash al-Quran dan Sunnah. Syarat menjadi mujtahid antara lain menguasai al-Quran, hadis, bahasa Arab, dan ilmu ushul fiqh. Terdapat beberapa metode ijtihad seperti ij
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara syariat, fikih, dan hukum Islam. Syariat berasal dari ajaran Allah, fikih merupakan interpretasi ulama terhadap syariat berdasarkan ijtihad, sedangkan hukum Islam adalah peraturan yang mengikat bagi umat Islam. Dokumen ini juga membedah klasifikasi hukum Islam dalam bidang ibadah dan muamalah serta peranan akal dan wahyu dalam pembentukan hukum Islam di mana keduanya dip
Dokumen tersebut membahas tentang Syariah, Fikih, dan Hukum Islam. Syariah berasal dari Allah sebagai pedoman kehidupan umat Islam, Fikih merupakan interpretasi hukum Syariah oleh ulama berdasarkan ijtihad, sedangkan Hukum Islam adalah perundang-undangan yang lebih statis yang mengatur kehidupan umat Islam. Dokumen ini juga membahas tentang peranan akal dan wahyu dalam pembentukan hukum Islam, di mana wahyu
Dokumen tersebut membahas tentang Ushul Fiqh. Secara singkat, Ushul Fiqh adalah ilmu yang mempelajari cara menyimpulkan hukum-hukum syariah dari sumber-sumbernya seperti Al-Quran dan Hadis, serta membedakannya dengan ilmu Fiqh yang membahas langsung hukum-hukum syariah. Ushul Fiqh berfokus pada metode para ulama dalam berijtihad.
salah satu metode yang digunakan dalam menentukan suatu hukum berdasarkan kesungguhan atau kemampuan akal seseorang. Ijtihad juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.
Makalah ini membahas tentang ijtihad dalam agama Islam. Ijtihad didefinisikan sebagai pengerahan seluruh kemampuan oleh seorang ahli fiqih untuk memperoleh pengertian terhadap suatu hukum syara'. Makalah ini menjelaskan ruang lingkup ijtihad, syarat menjadi mujtahid, tingkatan mujtahid, serta sebab perbedaan pendapat para imam madzhab.
Makalah ini membahas tentang pengertian hukum Islam meliputi syariah, fiqh, ushul fiqh, mazhab, fatwa, dan qaul. Juga membahas Islam sebagai sumber norma hukum dan etika, mazhab utama dalam hukum Islam, pendekatan hukum Islam, dan kontribusi pendekatan hukum Islam dalam studi Islam.
Makalah ini membahas tentang hakim, mahkum fih, dan mahkum alaih. Hakim adalah Allah sebagai pembuat hukum syara' secara hakiki. Mahkum fih adalah perbuatan manusia sebagai objek hukum. Mahkum alaih adalah mukallaf yang harus memenuhi syarat kemampuan memahami hukum dan keahlian untuk dituntut.
Makalah ini membahas tentang ijtihad, termasuk pengertian, dasar hukum, syarat-syarat, dan objek yang diperbolehkan dan dilarang dalam ijtihad. Ijtihad adalah upaya untuk menggali hukum Islam melalui interpretasi Al-Quran dan Hadis. Dasar hukumnya adalah ayat Al-Quran dan hadis tentang Mu'adz bin Jabal. Syarat menjadi mujtahid adalah menguasai bahasa Arab dan pengetahuan luas tentang Al-Q
Makalah ini membahas tentang ijtihad, termasuk pengertian, dasar hukum, syarat-syarat, dan objek yang diperbolehkan dan dilarang dalam ijtihad. Ijtihad adalah upaya untuk menggali hukum Islam melalui interpretasi Al-Quran dan Hadis. Dasar hukumnya adalah ayat Al-Quran dan hadis tentang Mu'adz bin Jabal. Syarat menjadi mujtahid adalah menguasai bahasa Arab dan pengetahuan luas tentang Al-Q
Maqashid Syari'ah dan metode ijtihad saling berhubungan erat. Metode ijtihad seperti qiyas, istihsan, al-mashlahat al-mursalat, dan saddu al-zari'at semuanya berusaha menemukan kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan, yang merupakan tujuan utama dari Maqashid Syari'ah. Para ulama menggunakan berbagai metode ijtihad ini untuk menetapkan hukum agar selalu sejalan dengan p
Similar to Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter) (20)
Dokumen tersebut membahas tentang definisi kepemimpinan, perbedaan antara sex dan gender, serta persamaan hak dan martabat perempuan dalam Islam berdasarkan beberapa ayat Al-Quran."
Makalah ini membahas tentang sistem manajemen basis data. Terdapat penjelasan mengenai pengertian database dan database management system, konsep basis data, peran basis data, keunggulan dan kelemahan penggunaan basis data, fungsi penyusunan basis data, manfaat penggunaan database management system, tipe file database management system, dan keamanan basis data.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam pada masa Ibnu Khaldun, termasuk biografi, karya-karya, dan pemikiran ekonominya seperti teori produksi, nilai, uang, harga, dan distribusi.
2. Ibnu Khaldun dianggap sebagai bapak ekonomi Islam karena mengemukakan teori-teori ekonomi yang logis dan realistis sebelum Adam Smith dan David Ric
Teks tersebut membahas sejarah dan pengertian asuransi dalam perspektif syariah Islam. Ia menjelaskan bahwa asuransi awalnya dikenal oleh kaum Babilonia, kemudian berkembang di Romawi, Yunani, dan Inggris. Pada awalnya dilarang oleh gereja karena unsur riba, tetapi kemudian berubah menjadi asuransi. Cendekiawan muslim kemudian mengembangkan asuransi syariah tanpa unsur haram. As
Sejarah pemikiran ekonomi islam masa khulafa ar rasyidinMiftah Iqtishoduna
Dokumen tersebut meringkas kebijakan ekonomi pada masa kepemimpinan empat khalifah Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi pengaturan zakat, pajak, pengelolaan baitul mal, serta pendistribusian pendapatan negara.
Makalah ini membahas konsep uang dalam perspektif ekonomi Islam dengan membandingkannya dengan pandangan ekonomi konvensional. Uang didefinisikan sebagai alat tukar yang mengalir (flow concept) dan merupakan barang publik, bukan modal pribadi. Fungsi utamanya adalah sebagai alat tukar dan pengukur nilai, bukan sarana penyimpanan nilai seperti dalam pandangan konvensional.
Makalah ini membahas cara Rasulullah Muhammad SAW dalam melakukan manajemen pemasaran dengan menggunakan pendekatan 4S (Mind Share, Market Share, Heart Share, dan Soul Share). Rasulullah SAW melakukan segmentasi pasar, targeting, dan positioning yang tepat dalam mencapai Mind Share. Untuk mencapai Market Share, Rasulullah SAW menerapkan diferensiasi, bauran pemasaran, dan penjualan yang efektif. Rasulullah SAW juga mampu membangun Heart Share melalui branding, pro
Makalah ini membahas tentang hukum perdagangan dalam Islam, mulai dari pengertian jual beli, rukun-rukun jual beli, syarat-syarat jual beli, dan macam-macam jual beli yang dijelaskan melalui ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi."
Makalah ayat dan hadits ekonomi - harta dan hak kepemilikanMiftah Iqtishoduna
Makalah ini membahas tentang pengertian harta dan hak kepemilikan dalam pandangan Islam. Harta didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berharga dan bersifat materi yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan manusia. Kedudukan harta dalam Islam adalah sebagai kebutuhan pokok namun juga sebagai cobaan. Hak kepemilikan terkait dengan harta yang sah dimiliki seseorang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
Bank dan lembaga keuangan - kegiatan mengalokasikan danaMiftah Iqtishoduna
Dokumen tersebut membahas tentang pengalokasian dana oleh bank dan lembaga keuangan, termasuk definisi pengalokasian dana, jenis-jenis kredit, tujuan dan fungsi kredit, serta unsur-unsur penting dalam kredit seperti kepercayaan dan jaminan.
Pancasila merupakan ideologi dasar Indonesia yang terdiri dari lima sila. Tujuan mempelajari Pancasila adalah membentuk karakter warga negara yang memiliki jiwa kebangsaan serta mampu mewujudkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan Pancasila juga bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional dan dinamis serta berpandangan luas bagi mahasiswa.
Paper ini bertujuan untuk menganalisis pencemaran udara akibat pabrik aspal. Analisis ini akan fokus pada emisi udara yang dihasilkan oleh pabrik aspal, dampak kesehatan dan lingkungan dari emisi tersebut, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
Laporan Pembina Pramuka SD dalam format doc dapat anda jadikan sebagai rujukan dalam membuat laporan. silakan download di sini https://unduhperangkatku.com/contoh-laporan-kegiatan-pramuka-format-word/
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka.
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka.
1. i
MAKALAH USHUL FIQH
“KEDUDUKAN QIYAS”
Dosen Pengampu : Dr. Ali Trigiyatno, M. Ag
Disusun oleh :
1. Miftahuddin (2013002009)
2. Tri Hadi Susanto (2013002005)
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
STIE MUHAMMADIYAH PEKALONGAN
2013/2014
2. ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta
Hidayah-Nya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kedudukan Qiyas” yang mana pembahasannya meliputi : Pengertian Qiyas,
Kedudukan dan Kehujjahan Qiyas, Penolak dan Penerima Qiyas, Rukun Qiyas
serta Macam-macam Qiyas.
Makalah ini dapat kami susun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
nilai Mata Kuliah Ushul Fiqh pada salah satu Mata Kuliah Program Studi
Ekonomi Islam di STIE Muhammadiyah Pekalongan. Tak Luput makalah ini
dapat terselesaikan berkat bantuan serta dorongan dari Orangtua, Dosen
Pengampu dan Teman-teman seperjuangan, Dalam Penyusunan Makalah kami
mengambil referensi dari buku-buku Ushul Fiqh seperti Karya Muhammad Abu
Zahrah, Amir Syarifuddin, Rachmat Syafe’i, Drs. H. Moh Rifa’i serta 5% dari
Penelusuran Internet.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat kekurangan, Oleh karena itu
semua kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Kami harapkan guna
perbaikan selanjutnya. Akhirnya Penyusun berharap kiranya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.,
Pekalongan, Maret 2014
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I.................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................................................. 1
Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
Tujuan Penulisan............................................................................................................. 2
BAB II................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN..................................................................................................................... 3
Pengertian Qiyas............................................................................................................. 3
Kedudukan dan Kehujjahan Qiyas .................................................................................. 5
Penolak dan Penerima Qiyas ........................................................................................ 11
Rukun Qiyas .................................................................................................................. 13
Macam-Macam Qiyas ................................................................................................... 14
BAB III................................................................................................................................ 17
PENUTUP........................................................................................................................... 17
Kesimpulan.................................................................................................................... 17
Daftar Pustaka................................................................................................................... 18
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sebagai Umat Islam dalam kehidupan sehari-hari ada aturan yang
mengatur segala aktivitas kita. Semua ada batasan-batasan tertentu serta aturan
aturan dalam menjalankannya. Dan semua aturan serta batasan hukum yang
mengatur Umat Islam didasarkan pada Alqur’an dan Sunnah.
Banyak peristiwa atau kejadian yang belum jelas hukumnya, Karena di
dalam Alqur’an dan Sunnah tidak dijumpai atau ditetapkan secara jelas
hukumnya. Oleh sebab itu diperlukanlah sebuah cara atau metode yang dapat
menyingkap dan memperjelas bahkan menentukan suatu Hukum.
Dulu ketika masa Rasulullah semua permasalahan yang timbul mudah
diatasi karena dapat langsung ditanyakan kepada Rasulullah, tetapi dimasa
sekarang jikalau ada permasalahan yang timbul bahkan banyak sekali
permasalahan yang timbul yang tidak kita temukan dalam Alqur’an maupun
Sunnah. Di sini para Ulama’ melakukan pendekatan yang sah yaitu dengan Ijtihad
dan salah satu ijtihad itu adalah dengan Qiyas.
Qiyas merupakan suatu cara penggunaan pendapat untuk menetapkan
suatu hukum terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang belum jelas atau yang
tidak dijelaskan secara jelas dalam Alqur’an dan Sunnah.
Dasar pemikiran Qiyas itu adalah adanya kaitan yang erat antara hukum dengan
sebab. Hampir setiap Hukum di luar bidang ibadah dapat diketahui alasan rasional
ditetapkannya hukum itu oleh Allah. Illat adalah patokan utama dalam
menetapkan hukum atau permasalahan, Objek masalah adalah sesuatu yang tidak
memiliki Nash. Atas dasar Keyakinan tersebut bahwa tidak ada yang luput dari
Hukum Allah, Maka setiap Muslim meyakini setiap peristiwa atau kasus yang
terjadi pasti ada hukumnya.
5. 2
Dari paparan latar belakang di atas, Serta mengingat banyak mahasiswa yang
masih belum memahami sepenuhnya mengenai Sumber Hukum Qiyas, Maka dari
itu kami akan membahas tentang Qiyas sekaligus memenuhi tugas mata kuliah
Ushul Fiqh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Qiyas ?
2. Bagaimana Kedudukan dan Kehujjahan Qiyas ?
3. Siapa Penolak dan Penerima Qiyas ?
4. Apa Saja Rukun-Rukun Qiyas?
5. Apa Saja Macam-Macam Qiyas ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui secara detail mengenai Qiyas.
2. Untuk mengetahui Kedudukan dan Kehujjahan Qiyas.
3. Untuk mengetahui Penolak dan Penerima Qiyas.
4. Untuk mengetahui Rukun-Rukun Qiyas.
5. Untuk Mengetahui Macam-Macam Qiyas.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut Ulama’ Ushul fiqh ialah menerangkan hukum sesuatu yang
tidak ada nashnya dalam Alqur’an dan Hadits dengan cara membandingkan
dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga
membuat definisi lain : Qiyas ialah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash
hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan
‘illat hukum.1
Ada beberapa definisi menurut para ulama tentang pengertian qiyas
diantaranya yaitu: 2
1. Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan
hukum.
2. Qadhi Abu Bakar
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya
disebabkan ada hal yang sama antara keduanya.
1
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2012), hlm 336.
2
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm 144-147
7. 4
3. Ibnu Subkhi dalam Jam’u al-Jawami’
Menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena
kesamaannya dalam ‘illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan
(mujtahid).
4. Abu Hasan al-Bashri
Menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada “furu’” karena keduanya sama
dalam ‘illat hukum menurut mujtahid.
5. Al-Baidhawi
Menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu lain yang diketahui
karena keduanya berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan ulama yang
menetapkan.
6. Shaadru al-Syari’ah
Merentangkan (menjangkaukan) hukum dari ashal kepada furu’ karena ada
kesatuan ‘illat yang tidak mungkin dikenal dengan pemahaman lughowi semata.
Dengan cara qiyas itu berarti para mujtahid telah mengembalikan
ketentuan hukum sesuatu kepada sumbernya Alqur’an dan Hadits. Sebab hukum
islam, kadang tersurat jelas dalam nash Alqur’an atau Hadits, kadang juga bersifat
implisit-analogik terkandung dalam nash tersebut. Mengenai Qiyas ini Imam
Syafi’i mengatakan: “Setiap peristiwa pasti ada kepastian hukum dan umat islam
wajib melaksanakannya. Akan tetapi jika tidak ada ketentuan hukumnya yang
pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad. Dan ijtihad itu
adalah Qiyas.”
Jadi Hukum Islam itu ada kalanya dapat diketahui melalui bunyi nash,
yakni Hukum-hukum yang secara tegas tersurat dalam Alqur’an dan Hadits, ada
kalanya harus digali melalui kejelian memahami makna dan kandungan nash.
Yang demikian itu dapat diperoleh melalui pendekatan qiyas.
8. 5
Sebagaimana di terangkan, bahwa qiyas berarti mempertemukan sesuatu
yang tidak ada nash hukumnya dengan hal lain yang yang ada nash hukumnya
karena ada persamaan illat hukum. Dengan demikian qiyas itu hal yang fitri dan
ditetapkan berdasarkan penalaran yang jernih, sebab asas qiyas adalah
menghubungkan dua masalah secara analogis berdasarkan persamaan sebab dan
sifat yang membentuknya. Apabila pendekatan analogis itu menemukan titik
persamaan antara sebab-sebab dan sifat-sifat antara dua masalah tersebut, maka
konsekuensinya harus sama pula hukum yang ditetapkan.3
B. Kedudukan dan Kehujjahan Qiyas
Sebagian para ulama’ fiqh dan para pengikut madzab yang empat sependapat
bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan
hukum ajaran islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian
atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar.
Hanya sebagian kecil para ulama’ yang tidak membolehkan pemakaian qiyas
sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzab Dzahiri dan
Madzab Syi’ah.
Ulama’ Zahiriyah berpendapat bahwa secara logika qiyas memang boleh
tetapi tidak ada satu nashpun dalam ayat Alqur’an yang menyatakan wajib
memakai qiyas.
Ulama’ Syi’ah Imamiyah dan An-Nazzam dari Mu’tazilah menyatakan
bahwa qiyas tidak bisa dijadikan landasan hukum dan tidak wajib diamalkan
karena mengamalkan qiyas sebagai sesuatu yang bersifat mustahil menurut akal.
Mereka mengambil dalil QS. Al Hujurat: 1
3
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2012), hlm 336-337.
9. 6
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. “
Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah,
ialah al-Qur’an dan Al-Hadits serta perbuatan sahabat yaitu:
a. Dalil Alqur’an
Allah SWT memberi petunjuk bagi penggunaan qiyas dengan cara
menyamakan dua hal sebagaimana dalam surat Yasin (36), ayat 78-79:
78. Dan ia membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa kepada
kejadiannya, ia berkata : “ siapakah yang dapat menghidupkan Tulang
belulang yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah : “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali
yang pertama dan Dia maha mengetahui tentang segala makhluk.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyamakan kemampuan-Nya
menghidupkan tulang belulang yang telah berserakan dikemudian hari dengan
kemampuan-Nya dalam menciptakan tulang belulang pertama kali. Hal ini
berarti bahwa Allah menyamakan menghidupkan tulang tersebut kepada
penciptaan pertama kali.
Allah menyuruh menggunakan qiyas sebagaimana dipahami dari beberapa
ayat Alqur’an, seperti dalam surat Al-Hasyr (59), ayat 2 :
11. 8
perbuatan seperti perbuatan orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan
memperoleh azab yang serupa. Dari penjelmaan ayat di atas dapat dipahamkan
bahwa orang boleh menetapkan suatu hukum syara’ dengan cara melakukan
perbandingan, persamaan atau qiyas.
Firman Allah dalam surat An-Nisa’ (4) ayat 59:
.
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu
kepada Rasul dan ulil amri (orang-orang yang mengurus urusan) di antaramu.
Jika kamu berselisih paham tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah dan Rasul.”
Perintah menaati Allah berarti perintah mengikuti hukum Alqu’an,
perintah menaati Rasul berarti perintah untuk melaksanakan hukum yang
terdapat dalam Sunnah dan perintah menaati ulil amri berarti perintah
mengikuti hukum hasil ijma’ ulama. Sedangkan kata-kata akhir (Jika kamu
berselisih paham tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan
Rasul), berarti perintah untuk mengikuti qiyas dalam hal-hal terdapat
perbedaan. Ini memberi penjelasan bahwa pengembalian itu berlaku atas
perintah Allah dan Rasul. Tidak mungkin dikatakan bahwa kata “ruju’” itu
berarti mengembalikan kepada Alqur’an dan Sunnah, karena ruju’ kepada
qiyas itu berlaku setelah adanya perbedaan pendapat sedangkan perintah
mengamalkan Alqur’an dan Sunnah tanpa disangkutkan kepada adanya
perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat di antar umat islam tentang hukum
12. 9
syara’ jarang terjadi pada sesuatu yang telah ditetapkan dengan nash Alqur’an
dan Sunnah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang dimaksud
perbedaan pendapat dalam ayat di atas adalah tentang hukum yang tidak
terdapat dalam nash syara’.arti ayat itu adalah suruhan untuk menghubungkan
kepada Alqur’an dan Sunnah dengan cara pemikiran mendalam untuk mencari
kesamaannya dengan yang ada pada nash syara’. Kesamaan itu hanya dapat
diketahui melalui penggunann nalar (ra’yu).
b. Dalil Sunnah
Di antara dalil sunnah yang dikemukakan Jumhur Ulama’ sebagai argumentasi
bagi penggunaan qiyas adalah:
Hadits mengenai percakapan Nabi dengan Muaz ibn Jabal, saat ia diutus ke
Yaman untuk menjadi penguasa di sana. Nabi bertanya, “dengan cara apa
engkau menetapkan hukum seandainya kepadamu diajukan sebuah perkara?
“Muaz menjawab, “Saya menetapkan hukum berdasarkan kitab Allah”.
Nabi bertanya lagi, “Bila engkau tidak menemukan hukumnya dalam kitab
Allah?” Jawab Muaz, “Dengan sunnah Rasul.” Nabi bertanya lagi, “ kalau
dalm Sunah juga engkau tidak menemukannya?” Muaz menjawab, “Saya
akan menggunakan ijtihad denga nalar (ra’yu) saya.” Nabi bersabda, “segala
puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq kepada utusan Rasul Allah
dengan apa yang diridhoi Rasul Allah.”
Hadits tersebut merupakan dalil sunnah yang kuat, menurut jumhur Ulama’,
tentang kekuatan qiyas sebagai dalil Syara’
Nabi memberi petunjuk kepada sahabatnya tentang penggunaan qiyas
dengan membandingkan antara dua hal, kemudian mengambil keputusan
atas perbandingan tersebut. Dalam Hadits dari Ibnu ‘Abbas menurut riwayat
An-Nasa’i Nabi bersabda: “Bagaimana pendapatmu bila bapakmu berutang,
apakah engkau akan membayarnya?” Dijawab oleh si penanya (al-
13. 10
Khatasamiyah), “ya, memang.” Nabi Berkata, “Utang terhadap Allah lebih
patut untuk dibayar.”
Hadits di atas adalah tanggapan atas persoalan si penanya yang bapaknya
bernazar untuk haji tetapi meninggal dunia sebelum sempat mengerjakan
haji. Ditanyakannya kepada Nabi dengan ucapannya, “Bagaimana kalau
saya yang menghajikan bapak saya itu?” Keluarlah jawaban Nabi seperti
tersebut di atas.
Dalam hadits itu, Nabi memberikan taqrir (pengakuan) kepada sahabatnya
yang menyamakan utang kepada Allah, yaitu haji lebih patut untuk dibayar.
Dalil ini menurut jumhur ulama’ cukup kuat sebagai alasan penggunaan
qiyas.
c. Atsar Shahabi
Adapun argumentasi jumhur ulama’ berdasarkan atsar sahabat dalam
penggunaan qiyas, adalah :
Surat Umar Ibn Khattab kepada Abu Musa Al-Asy’ari sewaktu diutus
menjadi qodhi di Yaman. Umar berkata :
Putuskanlah Hukum berdasarkan kitab Allah. Bila kamu tidak
menemukannya, maka putuskan berdasarkan sunnah Rasul. Jika juga kamu
peroleh di dalam sunnah, berijtihadlah dengan menggunakan ra’yu.
Pesan Umar dilanjutkan dengan :
Ketahuilah kesamaan dan keserupaan: Qiyas-kanlah segala urusan waktu
itu.
Bagian pertama atsar ini menjelaskan suruhan menggunakan ra’yu pada
waktu tidak menemukan jawaban dalam Alqur’am maupun Sunnah,
sedangkan bagian akhir atsar shahabi itu secara jelas menyuruh titik
14. 11
perbandingan dan kesamaan di antara dua hal dan menggunakan qiyas bila
menemukan kesamaan.
Para Sahabat Nabi banyak menetapkan pendapatnya berdasarkan qiyas.
Contoh yang popular adalah kesepakatan sahabat mengangkat Abu bakar
menjadi khalifah pengganti Nabi. Mereka menetapkannya dengan dasar
qiyas, yaitu karena Abu bakar pernah ditunjuk Nabi menggantikan beliau
nmenjadi imam shalat jamaah sewaktu beliau sakit. Hal ini dijadikan alasan
untuk mengangkat abu bakar menjadi khalifah. Para sahabat berkata: “Nabi
telah menunjukkannya menjadi pemimpin urusan agama kita, kenapa kita
tidak memilihnya untuk memimpin urusan dunia kita.”
Kedudukan abu bakar sebagai khalifah diqiyas-kan kepada kedudukannya
sebagai imam shalat jamaah. Ternyata argumen ini dipahami semua sahabat
(yang hadir dalam pertemuan itu), sehingga mereka sepakat untuk
mengangkat abu bakar dengan cara tersebut.4
C. Penolak dan Penerima Qiyas
Berhubung qiyas merupakan aktivitas aqal, maka ada beberapa ulama’ yang
berselisih paham dengan ulama’ jumhur, yakni mereka tidak mempergunakan
qiyas. Di kalangan ahli fiqh dalam hal qiyas ini, terdapat tiga kelompok sebagai
berikut :
1. Kelompok Jumhur, yang mempergunakan qiyas sebagai dasar hukum pada
hal-hal yang tidak jelas nash baik dalam Alqur’an, Sunnah, Pendapat sahabat
maupun ijma’ ulama. Hal itu dilakukan dengan tidak berlebihan dan
melampaui batas.
Mereka Menggunakan Dalil :
4
Prof. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm 177-187.
15. 12
78. Dan ia membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa kepada
kejadiannya, ia berkata : “ siapakah yang dapat menghidupkan Tulang
belulang yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah : “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali
yang pertama dan Dia maha mengetahui tentang segala makhluk.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyamakan kemampuan-Nya
menghidupkan tulang belulang yang telah berserakan di kemudian hari dengan
kemampuan-Nya menciptakan tulang belulang pertama kali.
Kelompok Zahiriyah menolak argumentasi ini, mereka mengatakan bahwa
Allah tidak pernah menyatakan bahwa Ia mengembalikan tulang belulang oleh
karena ia menciptakannya pertama kali.
2. Madzab Zhahiriyah dan Syi’ah Imamiyah, yang sama sekali tidak
mempergunakan qiyas. Madzab zhahiriyah tidak mengakui adanya ‘illat nash
dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash, termasuk menyingkap
alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan
‘illat. Mereka membuang semua itu jauh-jauh dan sebaliknya, mereka
menetapkan suatu hukum hanya dari teks nash semata. Dengan demikian
mereka mempersempit kandungan lafadz, tidak mau memperluas wawasan
untuk mengenali tujuan legislasi Islam. Mereka terpaku pada bagian “luar” dari
teks semata.
Mereka menggunakan dalil :
16. 13
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. “
Ayat ini menurut mereka melarang seseorang untuk beramal dengan sesuatu
yang tidak ada dalam al-Qur'an dan sunah Rasul. Mempedomani qiyas
merupakan sikap beramal dengan sesuatu diluar al-Qur'an dan sunnah Rasul,
dan karenanya dilarang
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas yang berusaha berbagai
hal karena persamaan ‘illat. Bahkan dalam kodisi dan masalah tertentu,
kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsish dari keumuman dalil
Alqur’an dan Sunnah.5
D. Rukun Qiyas
Berdasarkan definisi bahwa qiyas ialah mempersamakan hukum suatu
peristiwa yang tidak ada nashnya dengan hukum suatu peristiwa yang ada nashnya
karena ‘illat serupa. Maka rukun qiyas ada empat macam, yaitu :
1. Ashl (Pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada Nashnya yang dijadikan
tempat mengqiyaskan, sedangkan menurut hukum teolog adalah suatu Nash
syara’ yang menunjukkan ketentuan hukum, dengan kata lain suatu Nash yang
menjadi Dasar Hukum. Ashl disebut Maqis ‘Alaih (yang dijadika tempat
mengqiyaskan), Mahmul ‘Alaih (tempat membandingkan) atau Musyabbah bih
(tempat menyerupakan).
2. Far’u (Cabang), yaitu peristiwa yang tidak ada nashnya. Far’u itulah yang
dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Ia disebut juga maqis
(yang dianalogikan) dan musyabbah (yang diserupakan).
3. Hukum Ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu Nash.
5
Prof Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2012), hlm 339-340
17. 14
4. ‘Illat, yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah ashl
mempuyai suatu hukum. Dan dengan sifat itu pula terdapat cabang sehingga
hukum cabang itu disamakanlah dengan hukum ashl.6
E. Macam-Macam Qiyas
1. Qiyas Aulawy
Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum. Dan antara
hukum asal dan hukum yang disamakan (furu’) dan hukum cabang memiliki
hukum yang lebih utama daripada hukum yang ada pada al-asal. Misalnya:
berkata kepada kedua orang tua dengan mengatakan “uh”, “eh”, “busyet” atau
kata-kata lain yang semakna dan menyakitakan itu hukumnya haram, sesuai
dengan firman allah SWT QS. Al-Isra’ (17) : 23.
Artinya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
6
Prof. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm 87-88.
18. 15
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (lemah lembut)”.
(QS. Al-Isra’ : 23)
2. Qiyas Musawy
Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum dan sama
antara hukum yang ada pada al-ashl maupun hukum yang ada pada al-far’u
(cabang). Contohnya, keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman
Allah Surat An-Nisa’ (4):10.
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka)".
Dapat mengqiyaskan bahwa segala bentuk kerusakan atau kesalahan pengelolaan
atau salah menejemen yang menyebabkan hilangnya harta tersebut juga dilarang
seperti memakan harta anak yatim tersebut.
3. Qiyas Adna
Qiyas adna yaitu adanya hukum far’u lebih lemah bila dirujuk dengan
hukum al-ashlu. Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum
dalam hal riba fadl (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar
menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah kasus
ini ‘illat hukumnya adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan
yang bisa dimakan dan ditakar.7
7
Drs. H. Moch Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1978),
hlm 44-45
20. 17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Qiyas menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam
Alqur’an dan Hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash.
Dengan cara qiyas itu berarti para mujtahid telah mengembalikan
ketentuan hukum sesuatu kepada sumbernya Alqur’an dan Hadits. Sebab hukum
islam, kadang tersurat jelas dalam nash Alqur’an atau Hadits, kadang juga bersifat
implisit-analogik terkandung dalam nash tersebut.
Sebagian para ulama’ fiqh dan para pengikut madzab yang empat sependapat
bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan
hukum ajaran islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian
atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar.
Hanya sebagian kecil para ulama’ yang tidak membolehkan pemakaian qiyas
sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzab Dzahiri dan
Madzab Syi’ah.
21. 18
Daftar Pustaka
Abu Zahrah, Muhammad. 2012. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.
Rifa’i, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT Karya Toha Putra
Semarang.
Wikipedia. “Qiyas”. 16 Maret 2104. http://en.wikipedia.org/wiki/Qiyas.
22. 19
Biografi Pemakalah
Nama : Miftahuddin
Tempat dan Tanggal Lahir : Pekalongan, 5 April 1994.
Alamat : Wonoyoso Gg. 3 Buaran Pekalongan.
Motto : Belajarlah!, karena sesungguhnya Ilmu akan menjadi
penghias bagi Ahlinya.
Nama : Tri Hadi Susanto
Tempat dan Tanggal Lahir : Pekalongan, 10 April 1988.
Alamat : Landung Sari Gg. 2 Pekalongan.
Motto : Tiada keyakinanlah yang membuat orang takut
menghadapi tantangan dan Saya percaya pada Saya
sendiri.