3. Korupsi
Lord Acton mengungkapkan bahwa “Power tends to
corrupt, and absolute power corrupts absolutely”
bahwa “Kekuasaan cenderung korupsi, kekuasaan
yang absolute pasti korupsi.” Peningkatan korupsi
sebagai akibat dari pergeseran nilai dalam masyarakat
dan ketidaksepahaman dengan falsafah nilai bangsa.
4. Korupsi pada dasarnya bermula dari
kebiasaan (habit) yang tidak disadari
oleh setiap aparat, seperti kebiasaan
menerima upeti, hadiah, atau fasilitas
tertentu, yang akhirnya berkembang
menjadi korupsi yang merugikan
keuangan negara.
7. Lanjutan
Penyuapan
(Bribery)
Embezzlement Fraud
memberi dan menerima suap, baik
dalam bentuk uang maupun barang,
dengan tujuan mempengaruhi
keputusan atau tindakan seseorang
dalam posisi kekuasaan.
tindakan penipuan dan pencurian
sumber daya yang dilakukan oleh
pihak-pihak tertentu yang
mengelola sumber daya tersebut,
baik dalam skala publik maupun
dalam skala tertentu seperti dana
perusahaan.
tindakan kejahatan ekonomi yang
melibatkan penipuan (trickery of
swindle). Termasuk dalan proses
manipulasi atau mendistorsi
informasi dan fakta dengan tujuan
mengambil keuntungan pribadi
atau perusahaan.
8. Extortion Favouristism atau
pilih kasih
Pelanggaran Hukum
dan Kerugian Negara
tindakan meminta uang atau
sumber daya lainnya dengan cara
paksa atau intimidasi, biasanya
dilakukan oleh pihak yang memiliki
kekuasaan, termasuk mafia lokal
atau regional.
mekanisme penyalahgunaan
kekuasaan yang berimplikasi pada
pemberian perlakuan istimewa
atau privatisasi sumber daya
kepada pihak-pihak tertentu.
Melibatkan tindakan melanggar
hukum yang berlaku dan
merugikan keuangan atau
kepentingan negara secara umum.
Lanjutan
9. Kerahasiaan (Korupsi
Berjama'ah)
Komisi
(Commission)
Penyalahgunaan Wewenang
(Abuse of Discretion)
tindakan korupsi yang dilakukan
secara kolektif atau dalam skala
besar dengan melibatkan
beberapa pihak.
Tindakan memberikan atau
menerima pembayaran ilegal
dalam bentuk komisi atas jasa
atau bantuan dalam mendapatkan
kesepakatan bisnis atau proyek
tertentu.
tindakan penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang yang
dimiliki oleh seseorang atau
sebuah institusi dengan cara yang
tidak sesuai dengan aturan atau
norma yang berlaku.
Lanjutan
10. Bisnis Orang Dalam
(Insider Trading)
Nepotisme
(Nepotism)
Sumbangan Ilegal (Illegal
Contribution)
tindakan memanfaatkan informasi
rahasia atau insider untuk
melakukan perdagangan saham
atau aset keuangan lainnya
dengan tujuan memperoleh
keuntungan pribadi.
tindakan memberikan perlakuan
istimewa atau keuntungan kepada
keluarga atau kerabat dalam hal
pengangkatan atau promosi di
dalam suatu organisasi atau
institusi.
tindakan memberikan atau menerima
sumbangan atau kontribusi yang
melanggar hukum atau aturan yang
berlaku, biasanya dalam bentuk uang
atau fasilitas lainnya sebagai imbalan
untuk mendapatkan keuntungan
tertentu.
Lanjutan
11. Menurut F.Frandi ada 7
bentuk pola korupsi
Pola
Konvensional
Pola Kuintansi
Fiktif
Merupakan pola penggunaan uang
dari kantor atau instansi
pemerintah/swasta secara
langsung untuk kepentingan
pribadi.
pola ini lebih dikenal oleh masyarakat
luas dengan istilah Manipulasi atau
Penyelewengan. Umumnya pola
seperti ini lebih banyak mengandalkan
pada buku kuitansi dalam rangka
menghadapi petugas inspektorat,
audit, maupun pajak . Kasus seperti ini
boleh dibilang umum dilakukan oleh
kantor-kantor pemerintah, swasta,
maupun BUMN
12. Pola Komisi Pola Upeti
pola yang memberikan sejumlah uang
diluar konteks aturan perda/perundang
undangan yang berlaku kepada
seseorang yang dianggap telah
berperan aktif membantu melancarkan
praktek korupsi yang dilakukan. Jumlah
uang yang yang di berikan bervariasi
tergantung kesepakatan kedua pihak
baik berupa nilai total maupun berupa
persen.
Komisi, meski berupa hadiah barang,
termasuk Hadiah lebaran, Natal dan Tahun
Baru – asalnya selalu dari relasi dan selalu
dihitung sesuai dengan persentase nilai
transaksi yang telah atau akan dilakukan.
Upeti meski juga bisa berupa uang maupun
barang . Tujuannya bisa macam-macam,
misalnya saja agar kondite tetap terjaga baik.
Supaya kedudukan aman, tidak digeser atau
dimutasikan ke tempat yang “kering”.
Lanjutan
13. Pola Menjegal Order
Pola yang dilakukan dengan
mengambil/merebut suatu
pekerjaan/job order dari
orang/perusahaan lain untuk
dikerjakan sendiri untuk
mendapatkan keuntungan yang
lebih besar atau diberikan kepada
pihak lain dengan meminta
sejumlah imbalan yang digunakan
untuk kepentingan pribadi dan tidak
ada batasan mengenai besar
kecilnya suatu pekerjaan tersebut.
14. Lanjutan
Pola Penyalahgunaan
Wewenang
Pola Perusahaan
Rekanan
Pola ini sering disebut sebagai
pungli atau suap, terjadi ketika
petugas atau pegawai negeri
dengan gaji kecil namun memiliki
wewenang besar, menerima
pemberian untuk memperlancar
proses atau layanan yang
seharusnya dilakukan secara adil
dan tanpa imbalan.
pola yang dilakukan dengan cara
tebang pilih terhadap perusahaan
atau badan usaha yang mampu
memberikan keuntungan pribadi yang
lebih besar kepada pelaku korupsi.
baik dalam bentuk materi maupun
dalam bentuk hubungan kekerabatan
seperti keluarga, maupun teman.
15. Kesimpulan
Korupsi di Indonesia tidak hanya terbatas pada kalangan masyarakat
bawah, melainkan lebih banyak dilakukan oleh kalangan menengah ke
atas dengan penyalahgunaan kekuasaan sebagai faktor utama. Praktik
korupsi ini memunculkan berbagai pola seperti penyuapan,
penyalahgunaan wewenang, embezzlement, fraud, pola konvensional,
kuintansi fiktif, komisi, upeti, menjegal order, dan lainnya, yang merugikan
negara dan masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan
tindakan pencegahan dan penindakan yang komprehensif serta
partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.