3. Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi, peradangan atau
pengikisan. Pada lapisan lambung terdapat kelenjar yang fungsinya untuk menghasilkan asam
lambung dan juga enzim pencernaan. Lapisan lambung dilindungi oleh lendir yang tebal sehingga
tidak terjadi iritasi pada lapisan tersebut. Saat lendir tersebut hilang, iritasi bisa terjadi pada
lambung.
Gangguan pencernaan ini dibagi menjadi dua berdasarkan jangka waktu perkembangan
gejalanya.
1. Gastritis akut (berkembang secara cepat dan tiba-tiba)
2. Kronis (perkembangannya secara perlahan)
4. Penyebab Gastritis
Gastritis ditandai dengan adanya luka atau cedera pada penghalang berlapis lendir yang
melindungi dinding perut memungkinkan cairan pencernaan merusak lapisan perut. Berikut
adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan gastritis, di antaranya:
• Infeksi bakteri H. pylori.
• Efek samping konsumsi obat untuk mengurangi gejala peradangan secara berkala
• Stres.
• Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
• Penyalahgunaan obat-obatan.
• Reaksi autoimun.
• Pertambahan usia.
• Infeksi bakteri dan virus.
• Penyakit Crohn.
• Penyakit HIV/AIDS.
• Refluks empedu.
• Anemia pernisiosa.
• Muntah kronis.
5. Faktor Risiko Gastritis
Berikut ini adalah faktor risiko gastritis,
antara lain:
• Konsumsi makanan dengan kadar pengawet dan
garam yang tinggi berlebihan.
• Konsumsi makanan berlemak dan berminyak
berlebihan.
• Konsumsi makanan asam dan pedas berlebihan.
• Konsumsi alkohol berlebihan dan dalam jangka
panjang.
• Kondisi medis tertentu yang bisa menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menurun.
• Penggunaan narkoba dan zat-zat berbahaya lainnya.
• Kebiasaan merokok.
6. Gejala Gastritis
Berikut adalah beberapa gejala umum dari
gastritis, antara lain:
• Panas dan juga nyeri yang menggerogoti
dalam lambung.
• Hilang nafsu makan.
• Cepat merasa kenyang saat makan.
• Perut kembung.
• Cegukan.
• Mual.
• Muntah.
• Sakit perut.
• Gangguan saluran cerna.
• BAB dengan tinja berwarna hitam pekat.
• Muntah darah.
Ketika gastritis terjadi,
ada pengidapnya yang
merasakan gejalanya dan
ada juga yang tidak.
7. Diagnosis Gastritis
Diagnosis gastritis dilakukan dengan wawancara keluhan, riwayat medis dan
melakukan pemeriksaan fisik. Selain itu, tes napas, darah, atau tinja untuk
mendeteksi bakteri H. pylori. Jika dibutuhkan, dokter juga mungkin akan
melakukan beberapa pemeriksaan tambahan seperti:
• Endoskopi saluran cerna bagian atas. Untuk memeriksa peradangan di
kerongkongan, lambung, dan duodenum. Dokter mungkin juga akan
mengambil sampel kecil, atau biopsi, dari lapisan perut.
• Rangkaian tes upper gastrointestinal. Pemeriksaan ini melibatkan
pengambilan sinar-X dari saluran pencernaan setelah menelan larutan barium.
8. Pengobatan Gastritis
Pengobatan untuk gangguan pencernaan ini akan tergantung dari penyebab yang
mendasarinya. Jika seseorang mengalami gastritis akibat penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) atau obat lain, menghindari obat tersebut mungkin cukup untuk
meredakan gejala. Jika pengidap gastritis merasa bahwa obat yang diresepkan dokter
menyebabkan gastritis, bicarakan dengan dokter sebelum menghentikan atau mengubah
dosisnya.
Sementara itu, jika gastritis disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter biasanya akan
meresepkan antibiotik untuk mengatasinya. Selain antibiotik, beberapa jenis obat lain
juga dapat digunakan untuk mengobati gastritis:
• Obat penghambat tingkat histamin pada tubuh.
• Obat penghambat produksi asam lambung.
11. Pengertian Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akibat
bakteri Salmonella typhi. Penyakit infeksi ini umumnya
menular melalui makanan atau minuman yang tercemar
feses atau urine penderita.
12. Penyebab Demam Tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini
dapat masuk dan berkembang di dalam usus setelah seseorang
mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja
atau urine penderita demam tifoid.
Salmonella typhi juga dapat menular dari penderita yang sudah
tidak bergejala, tetapi masih membawa bakteri tersebut. Hal ini
terjadi karena penyembuhan belum dilakukan secara total sehingga
Salmonella typhi masih tersisa di dalam usus dan dapat menular ke
orang lain.
13. Faktor risiko
demam tifoid
•Mengunjungi atau bekerja di daerah yang
tinggi kasus demam tifoid
•Melakukan kontak langsung dengan
penderita demam tifoid
•Tinggal di lingkungan yang kotor dan
bersanitasi buruk
•Bekerja sebagai tenaga kesehatan yang
menangani penderita demam tifoid
•Mengonsumsi sayur-sayuran atau buah-
buahan yang tidak dicuci bersih
•Menggunakan toilet yang sama dengan
penderita dan tidak mencuci tangan
setelahnya
•Mengonsumsi makanan laut dari air yang
terkontaminasi bakteri
•Melakukan seks melalui mulut (oral sex)
dengan penderita demam tifoid
14. Gejala Tifoid
● Demam yang meningkat secara
bertahap hingga mencapai 39–40°C
● Sakit kepala
● Nyeri otot
● Lelah dan lemas
● Keringat berlebih
● Batuk kering
● Hilang nafsu makan
● Berat badan menurun
● Sakit perut
● Sembelit
● Ruam kemerahan di kulit
● Pembengkakan di perut
● Linglung atau mengigau
● Halusinasi
● Diare
● Menggigil
● Tubuh terasa sangat lelah
● Sulit berkonsentrasi
● BAB berdarah
Gejala awal Gejala jika penyakit
memburuk
15. Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan lanjutan, yaitu:
• Tes darah, urin, dan tinja, untuk mendeteksi keberadaan bakteri Salmonella typhi
• Aspirasi sumsum tulang, untuk lebih memastikan keberadaan bakteri Salmonella typhi
dari hasil tes darah, urin, dan tinja, tetapi tes ini jarang dilakukan
• Tes Widal, untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi
• Tes TUBEX TF, untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi dengan
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan tes Widal
Diagnosis Tifoid
16. Pengobatan Tifoid
Pengobatan demam tifoid dilakukan tergantung pada tingkat
keparahannya. Jika demam tifoid terdeteksi lebih awal dan
hanya menimbulkan gejala ringan, pasien dapat melakukan
perawatan mandiri di rumah. Umumnya, dokter akan
memberikan beberapa obat-obatan tipes berikut:
1. Antibiotik, seperti ciprofloxacin, ceftriaxone, dan
azithromycin, untuk mengatasi infeksi bakteri, yang harus
diminum selama 2−3 minggu.
2. Obat penurun demam, seperti paracetamol.
17. Pencegahan Tifoid
Selain dengan vaksin, ada beberapa upaya pencegahan lainnya
yang dapat dilakukan, yaitu:
• Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
• Menghindari konsumsi buah dan sayuran mentah yang tidak
dicuci dengan air bersih
• Memastikan air yang akan diminum telah direbus hingga
matang
• Menghindari konsumsi makanan mentah atau belum matang
sempurna
• Membatasi konsumsi jajanan dan minuman yang dijual di
pinggir jalan