Survei menunjukkan pelayanan kependudukan di Surakarta belum memadai untuk disabilitas. Fasilitas seperti akses ramp dan toilet tidak ramah disabilitas. Ini melanggar peraturan inklusi disabilitas. Rekomendasi termasuk mendesain gedung pelayanan agar mudah diakses dan melibatkan disabilitas dalam perencanaan.
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
AKSESIBILITAS
1. A. Kontemplasi
Perjuangan isu disabilitas masih mengalami timbul tenggelam dalam agenda
setting kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah. Telah banyak peraturan baik
tingkat pusat dan daerah yang mengatur pemenuhan hak disabilitas, akan tetapi
implementasi di lapangan terlihat sekedar menggugurkan kewajiban para
penyelenggara pelayanan publik. Efekivitas dan dampak dari pemenuhan hak belum
optimal dirasakan kelompok disabilitas.
Bahwa saat ini ada sekitar
3.000 disabilitas di Kota
Surakarta1. Setiap hari mereka
akan bersinggungan dengan
pelayanan publik, dari jalan
raya, pelayanan perkantoran,
pendidikan, layanan kesehatan
dan hampir semua bentuk
pelayanan publik barang, jasa dan administrasi. Meskipun angka Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kota Surakarta mengalami fluktuatif, akan tetapi hal ini
layak tetap mendapatkan prioritas dalam rencana pembangunan Pemkot Surakarta
untuk memenuhi hak kesetaraan bagi mereka bukan sekedar menggugurkan kewajiban
pemerintah.
Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang mendeklarasikan sebagai kota
ramah difable. Salah satu implementasinya adalah memberi ruang pada proses
perencanaan. Selain itu Kota Surakarta menjadi pusat rehabilitas difabel.
Sayangnya aksesbilitas kaum difabel dalam menikmati kesetaraan masih jauh
dari harapan.
1
Harian Solopos, 20 Agustus 2013
Vol. I / September 2013
2. 2
B. Analisis Konteks : Kebijakan dan
Komitmen Daerah
Keberadaan Perda No. 2/2008
tentang Kesetaraan Difabel adalah
jaminan atas hak bagi kelompok
disabilitas di Kota Surakarta. Dalam
implementasinya, telah ada petunjuk
pelaksanaan yang dituangkan dalam
Perwali No 9/2013.
Pelayanan publik di Kota
Surakarta dengan segudang
penghargaan yang telah diraihnya
ternyata belum dirasakan memuaskan
bagi kaum disabilitas. Tahun 2013 kali
ini, Kota Surakarta juga tengah
mengejar penghargaan kota ramah
difabel Internasional. Akan tetapi masih
ada hal-hal kecil yang masih ada kurang
optimal.
Isu disabilitas dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Pemerintah Kota
Surakarta dalam analisis isu-isu
strategis tidak mengemban kebutuhan
disabilitas. Dalam Analisis SWOT
(Strength, Weaknesses, Opportunities
and Threats) bidang fisik sarana dan
prasarana dalam RPJMD Kota
Surakarta Tahun 2010-2015 tidak
menyebutkan secara gambalang
mengenai pemerataan dan terpenuhinya
aksesbilitas fisik bagi kaum disabilitas
pada bangunan-bangunan umum.
Namun, Pemerintah Kota Surakarta
cenderung memprioritaskan analisis
pertumbuhan ekonomi dan branding
image dari sisi tata ruang kota demi
menarik minat investor dan wisatawan.
Dari sisi anggaran, juga nihil
anggaran bagi difabel dalam program
prioritas Musyawarah Rencana
Pembangunan Kota (Musrenbangkot)
2013, menjadi salah satu indikator hal
tersebut.
Perda Kota Surakarta No 2 Tahun
2008 tentang Kesetaraan Difabel telah
mengamanatkan bahwa penyandang
disabilitas berhak memperoleh
kesempatan yang setara dalam
pelayanan publik, penyelenggaraan
pemerintah daerah, rehabilitasi dan
pembangunan fasilitas layanan umum.
Pelayanan hak difabel yang pertama
adalah aksesibilitas fisik.
Aksesibilitas fisik sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 11 huruf a
Perda No 2 Tahun 2008 meliputi
pelayanan yang terkait dengan
perencanaan dan peruntukan
pembangunan kawasan kota serta
fasilitas publik.
Tidak perlu jauh-jauh kita melihat
fakta di lapangan mencari contoh pro
disabilitas dalam aksesibilitas pada
bangunan umum atau jalan umum serta
angkutan umum. Kondisi bangunan unit
pelayanan publik di salah satu
kompleks Balai Kota Surakarta ternyata
sangat jauh dari potret ramah
disabilitas. Kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil
menjadi cerminan dari
ketidakberdayaan Pemkot Surakarta
memenuhi hak disabilitas untuk
mendapatkan kesetaraan dalam
menikmati fasilitas layanan publik.
3. 3
C. Hasil Kajian : Kualitas dan Kepuasan
Survei CLeM (Community Led Monitoring) PATTIRO Surakarta pada tiga
bidang layanan dasar, di unit layanan administrasi kependudukan kepuasan
masyarakat paling rendah dibanding dua bidang layanan lainnya menyangkut
ketersediaan sarana pelayanan bagi kelompok berkebutuhan khusus.
Hasil survey CLeM (Community Led Monitoring) yang dilakukan oleh
PATTIRO Surakarta bersama komunitas mitranya mendapati hasil temuan bahwa
bidang layanan di administrasi kependudukan 53% pengguna layanannya merasa
belum merasakan pelayanan yang memadai dalam hal penyediaan fasilitas bagi
kelompok khusus. Penyedia layanan jasa administrasi kependudukan di tingkat
kecamatan yang menjadi unit lokasi survei ini turut mengakui bahwa mereka belum
mampu mengimplementasikan layanan khusus seperti amanat pasal 29 Undang-
Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kondisi bangunan kantor
Dispendukcapil Kota Surakarta yang
berada di lantai 2 gedung BPMPT
sangat menyulitkan bagi penyandang
disabilitas. Selain Perda dan Perwali
Kota Surakarta tentang kesetaraan
disabilitas, Undang-Undang No 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik yang kemudian juga diturunkan oleh Kota Surakarta dalam Perda Pelayanan
Publik Kota Surakarta No 12 Tahun 2012 memperkuat amanat adanya pelayanan
khusus bagi masyarakat kelompok rentan tak lain adalah disabilitas, lansia,
perempuan hamil dan anak-anak.
Seharusnya telah tersedia dengan baik adanya akses jalan masuk kursi roda
berupa ramp ramp yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas dengan kondisi
infrastruktur ramp yang memang layak dan aman digunakan, baik itu di bangunan
publik lingkup Balai Kota maupun kantor pemerintahan di kecamatan dan kelurahan.
Selain ittu belum adanya petunjuk dengan tulisan Braille masih menyulitkan
penyandang disabilitas mengakses informasi pelayanan, toilet yang sensitif terhadap
para kelompok berkebutuhan khusus nampak belum ada, padahal hal-hal seperti ini
4. 4
juga bagian dari pelayanan publik yang masyarakat butuhkan tanpa adanya
diskriminasi.
Kondisi sarana prasarana yang ada diperparah dengan pelayanan petugas yang
belum pro disabilitas. Keterbatasan kemampuan SDM yang mampu melayani
tunawicara, tunarungu dan akses informasi bagi tuna netra membuat sulit penyandang
disabilitas menyambangi lokasi unit layanan untuk menyelesaikan urusan
kependudukannya seorang diri. Asas kemandirian seperti yang dirumuskan oleh
Perda Kesetaraan Difabel menjadi tidak terpenuhi, karena penyandang disabilitas
menjadi belum mampu melepaskan diri dari lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat ketika mereka datang ke lokasi pelayanan publik.
D. Analisis Hasil Kajian
Faktor sebab dari temuan di atas, adalah sebagai berikut :
1. Sikap penyelenggara layanan publik yang memahami makna pelayanan
publik hanya masih diperuntukan bagi non-disabilitas.
2. Pelaksanaan pembangunan fisik fasilitas pelayanan publik melupakan
aspirasi dan kebutuhan penyandang disabilitas. Pemerintah kita masih
memfokuskan penilaian pada desain arsitektur dan rancang bangun yang
layak bagi kepentingan orang normal dengan mengambil sudut pandang
orang normal.
3. Masih minimnya pelibatan penyandang disabilitas dalam studi
kelayakan proyek dan analisis dampak lingkungan bersama pemerintah
dan investor atau pemenang tender proyek.
4. Alokasi anggaran yang masih sangat minim bagi aksesibilitas
penyandang disabilitas.
E. Rekomendasi
Melihat dari hal di atas, maka direkomendasikan kepada Pemerintah Kota
Surakarta untuk :
1. Ke depan dalam membuat rencana pembangunan gedung pelayanan
publik, termasuk salah satu diantaranya kantor Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil agar ditempatkan dalam lantai 1 dan mudah diakses
oleh semua kalangan, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
2. Pembangunan gedung pelayanan publik tersebut wajib menyediaan
pelayanan khusus, yakni loket-loket pelayanan yang hanya digunakan
5. 5
untuk melayani kelompok berkebutuhan khusus, ramah dan
memudahkan akses mereka dalam pelayanan publik.
3. Perwali No 9 Tahun 2013 sebagai Petunjuk Pelaksanaan Perda
Kesetaraan Difabel harus implementatif. Pasal 3 dalam Perwali
tersebut, menyangkut aksesibilitas fisik, pengadaan sarana dan prasarana
umum yang menunjang disabilitas harus betul-betul dapat dilaksanakan
oleh seluruh penyelenggara pelayanan publik dan tata pemerintahan
Kota Surakarta.
4. Pasal 6 Perwali Kesetaraan Difabel juga harus implementatif betul,
aksesibilitas fisik menjadi syarat mengajukan IMB terutama bangunan
yang diakses oleh publik.
5. Perlu segara melakukan langkah-langkah memaksimalkan aksesibilitas
bagi disabilitas perlu dilakukan dalam agenda ke depan, yakni dengan
pelibatan kelompok disabilitas perlu untuk dilakukan demi mendengar
aspirasi, pengalaman dan kebutuhan mereka. Hal ini telah diamanatkan
dalam Pasal 30 dan 31 Perwali Kesetaraan Difabel, bahwa penyandang
disabilitas diikutsertakan dalam Musrenbang dan perencanaan
pembangunan aksesibilitas fisik.
6. Branding image adalah penting, akan tetapi hal yang terpenting adalah
melaksanakan perencanaan yang matang dan berpihak pada semua
pihak.
Didukung oleh: