Dokumen tersebut membahas tentang perlindungan hak penyandang disabilitas di Indonesia, termasuk dasar hukum, definisi, masalah, dan harapan Ombudsman RI untuk memajukan pelayanan bagi penyandang disabilitas. Dokumen ini menyoroti pentingnya pendekatan inklusif dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam pelayanan publik.
1. Disabilitas dan Hak Pelayanan Publik
Hery Susanto
Anggota Ombudsman RI
Jakarta, 27 Mei 2021
2. A. Tentang Ombudsman RI
• 2000: didirikan Komisi Ombudsman Nasional (KON) melalui
Keputusan Presiden No. 44/200 Tentang Komisi Ombudsman Nasi
onal oleh Presiden Abdurahman Wahid, beranggotakan 9 orang.
Bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik oleh pme
rintah.
• 2008: UU No. 37/2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia
disahkan. Ombudsman RI adalah lembaga negara yang berfungsi
mengawasi pelayanan publik.
• 2010: Ombudsman RI dibentuk, dengan 5 Perwakilan.
• 2017: Terbentuk Perwakilan Ombudsman di 34 Provinsi (vertikal)
3. PASAL 1 ANGKA 1 UU NO. 37/2008
Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik
baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan
Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan
yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapat-an dan belanja daerah.
4. B. Pengertian Disabilitas
Penyandang disabilitas adalah setiap orang
yang mengalami keterbatasn fisik, intelektual, mental
atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
hambatan dan kesulitasn untuk berpartisipasi secara
penuh dan efektif dengan warga negara lainya
berdasarkan kesamaan hak.
5. C. Dasar Hukum Perlindungan Disabilitas
1. UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
2. PP Nomor 52 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas,
3. PP Nomor 70 Tahun 2019 Tentang Perencanaan,
Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelind
ungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
4. PP Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Akomodasi yang Layak Bagi
Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
5. PP Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Akomodasi yang Layak untuk
Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
6. C. Dasar Hukum Perlindungan Disabilitas
6. PP Nomor 42 Tahun 2020 Tentang Aksesibilitas Terhadap
Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana
bagi Penyandang Disabilitas.
7. PP Nomor 60 Tahun 2020 Tentang Unit Layanan Disabilitas
Bidang Ketenagakerjaan.
8. Perpres Nomor 67 Tahun 2020 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberian Penghargaan dan Penghormatan, Pelindungan, dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
9. Perpres Nomor 68 Tahun 2020 Tentang Komisi Nasional
Disabilitas.
10. Perpres Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Traktat
Marrakesh untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi
bagi Penyandang Disabilitas Netra, Gangguan Penglihatan, atau
Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak
8. Contoh Pelayanan Disabilitas Mental (ODGJ)
⁻ Ruang perawatan atau rehabilitasu umumnya masih berupa teralis
besi dan mayoritas aktivitas (termasuk aktivitas pribadi-mandi, bua
ng air, dll) dilakukan didalam ruang tsb.
⁻ Kebersihan ruang rawat/teralis belum terjamin.
⁻ Terdapat over-capacity.
⁻ Belum ada “Standar Pelayanan” penanganan warga binaan.
⁻ Pengobatan/ Tenaga Medis belum secara intensif tersedia.
⁺ Telah ada pemisahan antara laki-laki/perempuan, ODGJ berat/ringan.
⁺ Pemisahan “socio treatment (ODGJ bisa berbaur diluar sel) dengan
“medication treatment”.
⁺ Fasilitas makan 3x sehari, tempat tidur dan perlengkapan,
pemeliharaan fisik dan kesehatan, pemriksaan berkala oleh dokter,
pemberian obat-obatan.
⁺ Bimbingan fisik, mental, sosial, religi, pelatih keterampilan dan
resosialisasi
⁺ Kegiatan outing, rekreasi, olahraga, dll.
⁺ Terdapat pelayanan Daycare (berada didalam panti), Homecare (diluar
panti), Tim Reaksi Cepat (ODG dilingkungan masyarakat)
9. Contoh Advokasi Ombudsman terhadap Disabilitas
1. Penetapan kuota CPNS 2018 bagi disabilitas dan hak
disabilitas untuk dapat melamar pada formasi umum;
2. Advokasi kasus Drg. Romi Syupfa Ismael dalam
penerimaan CPNS Kab. Solok Selatan tahun 2019;
3. Supervisi terhadap pelayanan Balai Rehabilitas Sosial
bagi disabilitas (Palamartha Sukabumi, Galuh Bekasi,
Wyataguna Bandung, dsb);
4. Advokasi pemasungan, penyiksaan dan penyekapan
kaum disabilitas yang dilakukan oleh pihak tidak
bertanggungjawab (pesantren, LKS, keluarga dll)
10. E. Problem Pemenuhan Hak Disabilitas
1. Penerimaan CPNS dan Pegawai BUMN belum memenuhi
kuota 2% bagi disabilitas;
2. Terbatasnya fasilitas dan akses pendidikan inklusi;
3. Tidak tersedianya sarana publik yang ramah disabilitas
(Transportasi, Perkantoran, dll);
4. Penegakan hukum yang masih lemah dalam pelaksanaan
peraturan tentang disabilitas;
5. Minimnya kesadaran pejabat pemerintah (pusat dan daerah)
dan publik tentang perlakuan ramah disabilitas;
6. Data disabilitas yang tumpang tindih (Kemsos, Kemkes, dll)
7. Program rehabilitasi dan pendampingan sosial belum
merata;
8. Pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron dalam program
rehabilitasi, pemberdayaan dan perlindungan kpd disabilitas
11. Sejak tahun 2013, Ombudsman RI melaksanakan Survei Kepatuhan yang bertujuan untuk
mendorong Instansi Penyelenggaraan Pelayanan Publik menjalankan amanat dalam Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Terdapat indikator yang digunakan
dalam mengukur kepatuhan Instansi Penyelenggara terhadap standar pelayanan publik di
dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Termasuk di dalamnya
adalah penyelenggaraan pelayanan publik bagi masyarakat berkebutuhan khusus, salah
satunya tentunya kelompok Penyandang Disabilitas.
F. Survei Kepatuhan ORI
76.86%
67.79%
64.60%
44.91% 43.88%
Kementerian Lembaga Negara Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kota
Ketersediaan Layanan Khusus Bagi Pengguna Berkebutuhan Khusus
12. Berdasarkan hasil Survei Ombudsman, dapat disimpulkan bahwa penyelenggara
pelayanan publik di Indonesia belum memberikan pelayanan kepada Penyandang
Disabilitas sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Tentu hal ini merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah Indonesia untuk
mendorong penyelenggara layanan lebih peka terhadap pemberian pelayanan bagi
Penyandang Disabilitas.
Hasil survei tersebut ditegaskan pula oleh Dwiyanto, 2010 bahwa kemampuan birokrasi
untuk menerjemahkan pelayanan terkadang masih minin, karena selama ini birokrasi
hanya menerjemahkan bahwa layanan yang wajib diberikan kepada masyarakat adalah
yang bersifat standar dan umum. Akibatnya mereka tidak akan bisa responsive
memenuhi pelayanan publik bagi masyarakat berkebutuhan khusus.
Untuk itu, diperlukan pemahaman yang sama oleh penyelenggara pelayanan publik
tentang kedudukan Penyandang Disabilitas dalam pelayanan publik dengan
menggunakan pendekatan inklusif bagi Penyandang Disabilitas dalam pelayanan publik
di Indonesia.
13. G. Harapan Ombudsman
• Agar Kementerian Sosial dan pihak berwenang lainnya untuk
mempunyai data terpadu penyandang disabilitas secara nasional;
• Aksesibilitas pendidikan inklusi agar dipersiapkan dan diberikan secara
merata;
• Dipenuhinya hak kuota 2% bagi disabilitas diberikan dalam penerimaan
CPNS dan pegawai BUMN, BUMD dan swasta;
• Pelayanan rehabilitasi dan pemberdayaan perlu diperbanyak dan merata
di seluruh Indonesia;
• Kemensos melakukan pengawasan dan pemberdayaan terdapat semua
Balai Rehabilitasi, Panti dan LKS (Lembaga Kesejahteraan Sosial) agar t
erstandar dalam pelayanan dan program;
• Pemenuhan hak disabilitas dan pelayanan kesejahteraan sosialnya agar
disosialisasikan secara massif agar dipatuhi dan dilaksanakan;
14. H. Penutup
Ombudsman RI akan melakukan pengawasan dalam proses
pendataan, program rehabilitasi dan pemenuhan hak dasar
disabilitas lainnya dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1. Kesiapan pemerintah dalam pelaksanaan peraturan perundang-
undangan terkait hak disabilitas;
2. Penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran regulasi terkait
disabilitas;
3. Penyelenggaraan pelayanan publik yang ramah dan
terpenuhinya hak terhadap disabilitas;
4. Program pemerintah terkait pendidikan inklusi dan
pemberdayaan keterampilan kelompok disabilitas.