Metode pendekatan sosial dalam pembangunan partisipatif melibatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek kegiatan melalui tahapan pendekatan seperti memotivasi, mengumpulkan informasi, menentukan prioritas, membuat rencana jangka pendek dan panjang, serta melaksanakan dan mengevaluasi program bersama masyarakat. Pendekatan ini bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kemandirian mereka dalam pemb
Teknik terapan pra dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat meliputi pemetaan, penelusuran wilayah, dan aktivitas keseharian. Pemetaan digunakan untuk membuat peta desa bersama masyarakat untuk mengenali potensi dan masalah. Penelusuran wilayah melibatkan pengamatan langsung di lapangan untuk melengkapi informasi dari pemetaan. Aktivitas keseharian menggambarkan alokasi waktu masyarakat untuk mema
Suplemen Materi “Agenda Setting dan Perumusan Kebijakan”
Diklat Analisis Kebijakan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta, 4-5 Maret 2013
Konsep Demografi, Teori Kependudukan dan Penerapan di Beberapa NegaraCut Endang Kurniasih
Dokumen tersebut membahas tentang konsep demografi, sejarah perkembangan ilmu demografi, teori-teori penduduk, dan pembagian ilmu demografi. John Graunt dikenal sebagai bapak demografi karena telah melakukan analisis kematian dan kelahiran menggunakan data catatan kematian. Beberapa teori penduduk yang dijelaskan adalah teori Malthusian, Neo-Malthusian, Marxist, dan Fisiologi. Demografi dibagi men
Metode pendekatan sosial dalam pembangunan partisipatif melibatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek kegiatan melalui tahapan pendekatan seperti memotivasi, mengumpulkan informasi, menentukan prioritas, membuat rencana jangka pendek dan panjang, serta melaksanakan dan mengevaluasi program bersama masyarakat. Pendekatan ini bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kemandirian mereka dalam pemb
Teknik terapan pra dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat meliputi pemetaan, penelusuran wilayah, dan aktivitas keseharian. Pemetaan digunakan untuk membuat peta desa bersama masyarakat untuk mengenali potensi dan masalah. Penelusuran wilayah melibatkan pengamatan langsung di lapangan untuk melengkapi informasi dari pemetaan. Aktivitas keseharian menggambarkan alokasi waktu masyarakat untuk mema
Suplemen Materi “Agenda Setting dan Perumusan Kebijakan”
Diklat Analisis Kebijakan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta, 4-5 Maret 2013
Konsep Demografi, Teori Kependudukan dan Penerapan di Beberapa NegaraCut Endang Kurniasih
Dokumen tersebut membahas tentang konsep demografi, sejarah perkembangan ilmu demografi, teori-teori penduduk, dan pembagian ilmu demografi. John Graunt dikenal sebagai bapak demografi karena telah melakukan analisis kematian dan kelahiran menggunakan data catatan kematian. Beberapa teori penduduk yang dijelaskan adalah teori Malthusian, Neo-Malthusian, Marxist, dan Fisiologi. Demografi dibagi men
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya agenda setting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Agenda setting melibatkan proses mengenali masalah dan menentukan prioritas, yang merupakan tahap awal penting dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai alat bantu yang dapat digunakan dalam mengenali masalah kebijakan secara lebih mendalam dan sistemik.
Dokumen tersebut membahas tentang definisi demografi sebagai ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk beserta bagaimana jumlah penduduk berubah akibat kelahiran, kematian, migrasi, dan penuaan. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai ukuran yang digunakan dalam demografi seperti bilangan, rate, rasio, proporsi, dan konstanta beserta contoh-conto
Morfologi Kota Jakarta berkembang dari kota pelabuhan Sunda Kelapa menjadi ibu kota kolonial Batavia dengan pola jalan grid dan kanal, kemudian mengalami ekspansi dengan dibangunnya Koningsplein. Pada masa Orde Baru, Ali Sadikin membangun infrastruktur untuk mengembangkan Jakarta menjadi kota modern.
Dokumen tersebut membahas tentang perencanaan partisipatif menurut Dadang Solihin. Secara singkat, perencanaan partisipatif adalah proses perencanaan yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam berbagai tahapan perencanaan mulai dari perumusan, pelaksanaan hingga evaluasi."
PEL adalah pembangunan daerah yang berfokus pada peningkatan keterlibatan masyarakat lokal dan pengusaha dalam mengelola sumber daya alam dan manusia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal. PEL dilaksanakan melalui ke
"Embrio Membangun Sistem Inovasi Pemerintah Daerah"
Disampaikan pada FGD “Inovasi Pelayanan Publik Menjamin Terwujudnya Pelayanan Prima”
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI
JAKARTA. 2 AGUSTUS 2016
Oleh: Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara
LAN-RI Jl. Veteran No. 10 Jakarta
http://inovasi.lan.go.id
Tiga masalah utama dalam pembangunan wilayah di Indonesia adalah (1) ketimpangan ekonomi antar wilayah yang menyebabkan tingkat kesejahteraan yang berbeda, (2) kualitas SDM yang rendah karena pendidikan dan kesehatan yang kurang memadai, dan (3) berkurangnya kualitas lingkungan akibat deforestasi dan kerusakan ekosistem.
Dokumen tersebut membahas konsep dan ukuran-ukuran migrasi penduduk. Beberapa poin penting yang dijelaskan adalah definisi migrasi sebagai perpindahan permanen antar wilayah, sumber data migrasi seperti sensus dan survei, serta ukuran-ukuran seperti migrasi parsial, masuk, keluar, neto dan bruto beserta contoh perhitungannya.
Dokumen Sustainable Development Goals (SDGs)Muh Saleh
Dokumen hasil tujuan pembangunan berkelanjutan. Dokumen ini merupakan terjemahan dari Outcome Transforming Our World : The 2030 Agenda for Suistainable Development
Ruang Lingkup, Prinsip dan Pendekatan Perencanaan Pembangunan Daerah Dadang Solihin
Dokumen tersebut membahas profil Dr. Dadang Solihin dan berisi materi tentang perencanaan pembangunan daerah, termasuk regulasi, tahapan, dokumen perencanaan, serta peran para pelaku pembangunan.
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019People Power
HD dapat diberikan di hutan produksi dan atau hutan lindung yang tidak dibebani hak/izin pemanfaatan hutan lain ( seperti IUPHHK-HA, IUPHHK-HT), berada dalam wilayah desa yang bersangkutan atau dalam satu kesatuan lansekap (bentang alam) untuk pertimbangan kelestarian ekosistem;
Dokumen tersebut membahas mengenai pentingnya peningkatan alokasi belanja untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Saat ini, alokasi belanja yang tersedia masih sangat terbatas sehingga hanya mampu menangani kebakaran di Kota Pontianak dan sekitarnya saja, padahal wilayah tanggung jawabnya meliputi seluruh provinsi. Dokumen ini menganalisis bahwa diperlukan peningkatan alokasi belanja
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya agenda setting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Agenda setting melibatkan proses mengenali masalah dan menentukan prioritas, yang merupakan tahap awal penting dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai alat bantu yang dapat digunakan dalam mengenali masalah kebijakan secara lebih mendalam dan sistemik.
Dokumen tersebut membahas tentang definisi demografi sebagai ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk beserta bagaimana jumlah penduduk berubah akibat kelahiran, kematian, migrasi, dan penuaan. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai ukuran yang digunakan dalam demografi seperti bilangan, rate, rasio, proporsi, dan konstanta beserta contoh-conto
Morfologi Kota Jakarta berkembang dari kota pelabuhan Sunda Kelapa menjadi ibu kota kolonial Batavia dengan pola jalan grid dan kanal, kemudian mengalami ekspansi dengan dibangunnya Koningsplein. Pada masa Orde Baru, Ali Sadikin membangun infrastruktur untuk mengembangkan Jakarta menjadi kota modern.
Dokumen tersebut membahas tentang perencanaan partisipatif menurut Dadang Solihin. Secara singkat, perencanaan partisipatif adalah proses perencanaan yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam berbagai tahapan perencanaan mulai dari perumusan, pelaksanaan hingga evaluasi."
PEL adalah pembangunan daerah yang berfokus pada peningkatan keterlibatan masyarakat lokal dan pengusaha dalam mengelola sumber daya alam dan manusia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal. PEL dilaksanakan melalui ke
"Embrio Membangun Sistem Inovasi Pemerintah Daerah"
Disampaikan pada FGD “Inovasi Pelayanan Publik Menjamin Terwujudnya Pelayanan Prima”
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI
JAKARTA. 2 AGUSTUS 2016
Oleh: Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara
LAN-RI Jl. Veteran No. 10 Jakarta
http://inovasi.lan.go.id
Tiga masalah utama dalam pembangunan wilayah di Indonesia adalah (1) ketimpangan ekonomi antar wilayah yang menyebabkan tingkat kesejahteraan yang berbeda, (2) kualitas SDM yang rendah karena pendidikan dan kesehatan yang kurang memadai, dan (3) berkurangnya kualitas lingkungan akibat deforestasi dan kerusakan ekosistem.
Dokumen tersebut membahas konsep dan ukuran-ukuran migrasi penduduk. Beberapa poin penting yang dijelaskan adalah definisi migrasi sebagai perpindahan permanen antar wilayah, sumber data migrasi seperti sensus dan survei, serta ukuran-ukuran seperti migrasi parsial, masuk, keluar, neto dan bruto beserta contoh perhitungannya.
Dokumen Sustainable Development Goals (SDGs)Muh Saleh
Dokumen hasil tujuan pembangunan berkelanjutan. Dokumen ini merupakan terjemahan dari Outcome Transforming Our World : The 2030 Agenda for Suistainable Development
Ruang Lingkup, Prinsip dan Pendekatan Perencanaan Pembangunan Daerah Dadang Solihin
Dokumen tersebut membahas profil Dr. Dadang Solihin dan berisi materi tentang perencanaan pembangunan daerah, termasuk regulasi, tahapan, dokumen perencanaan, serta peran para pelaku pembangunan.
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019People Power
HD dapat diberikan di hutan produksi dan atau hutan lindung yang tidak dibebani hak/izin pemanfaatan hutan lain ( seperti IUPHHK-HA, IUPHHK-HT), berada dalam wilayah desa yang bersangkutan atau dalam satu kesatuan lansekap (bentang alam) untuk pertimbangan kelestarian ekosistem;
Dokumen tersebut membahas mengenai pentingnya peningkatan alokasi belanja untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Saat ini, alokasi belanja yang tersedia masih sangat terbatas sehingga hanya mampu menangani kebakaran di Kota Pontianak dan sekitarnya saja, padahal wilayah tanggung jawabnya meliputi seluruh provinsi. Dokumen ini menganalisis bahwa diperlukan peningkatan alokasi belanja
Dokumen tersebut membahas tentang kehutanan masyarakat di Indonesia, termasuk capaian target, tantangan, dan langkah ke depan. Capaian target kehutanan masyarakat pada RPJMN 2010-2014 baru tercapai sekitar 17,5% dari target semula karena berbagai kendala seperti proses perizinan yang rumit dan kapasitas lembaga masyarakat. Pemerintah menargetkan luasan hutan yang dikelola masyarakat meningkat menjadi 12,7
Peraturan Menteri ini merupakan revisi penggabungan dari kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat mengenai Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat dan Kemitraan.
For discussion about this subject, please contact us
Dokumen tersebut berisi ringkasan anggaran Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2016, mencakup program, kegiatan dan anggaran masing-masing unit organisasi di bawah Dinas Kehutanan seperti unit inventarisasi dan pemetaan hutan serta unit penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Dokumen tersebut berisi daftar usulan program 6 desa di Kabupaten Kuburaya yang mencakup berbagai bidang seperti kebakaran, pertanian, kesehatan dan pendidikan. Program-program tersebut diusulkan oleh berbagai kelompok masyarakat seperti PKK, Karang Taruna, dan kelompok tani.
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2Sani Saragih
Dokumen tersebut merangkum perjalanan usulan penetapan Hutan Desa di Desa Segamai dan Serapung, Kabupaten Pelalawan, Riau. Mulai dari telaahan kelayakan areal, pengajuan surat usulan oleh desa dan dinas terkait, hingga diterbitkannya berbagai surat keputusan Menteri Kehutanan yang menetapkan areal Hutan Desa.
Analisis APBD KKR 2015-2016 menunjukkan peningkatan pendapatan dan belanja daerah KKR dari tahun ke tahun namun diikuti dengan kenaikan defisit anggaran. Pendapatan daerah didorong kenaikan pada pendapatan asli daerah dan lainnya meskipun dana perimbangan masih menyumbang terbesar. Belanja tidak langsung meningkat karena alokasi dana desa.
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)Rusman R. Manik
IKraR atau Indeks Kesejahteraan Rakyat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat, keberhasilan pembangunan yang inklusif, dan ketersediaan akses terhadap pemenuhan hak-hak dasar rakyat di Indonesia dengan mempertimbangkan 3 dimensi yaitu keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan demokrasi dan kepemerintahan yang diukur melalui 22 indikator.
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten BantulRusman R. Manik
Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) di Kabupaten Bantul belum berkinerja optimal meskipun pemerintah daerah telah berupaya meningkatkannya. Dokumen ini merekomendasikan empat kegiatan untuk meningkatkan kinerja LKD yaitu meningkatkan partisipasi masyarakat, merevitalisasi kebijakan pembangunan, meningkatkan alokasi anggaran, dan memperkuat peran LKD dalam perencanaan pembangunan desa.
advokasi merupakan suatu usaha yang sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan kebijakan publik secara bertahap-maju, melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi dalam sistem yang berlaku.
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di IndonesiaRusman R. Manik
Teks tersebut membahas konsep kesejahteraan sosial dan pembangunan sosial di Indonesia berdasarkan UU 11/2009 dan berbagai teori. Pembangunan sosial didefinisikan sebagai proses perubahan sosial terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kapasitas individu, kelompok, dan kelembagaan serta menciptakan kemandirian. Strateginya meliputi pemberdayaan, pembangunan kelembaga
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan SosialRamlanNugraha3
Perhutanan sosial bertujuan agar masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat mengelola hutan dengan legal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kelestarian hutan. Partisipasi masyarakat menjadi dibutuhkan agar tujuan perhutanan sosial dapat tercapai.
Panduan ini memberikan informasi tentang program Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengelola hutan secara lestari melalui 5 skema pengelolaan hutan oleh masyarakat. Panduan ini juga menjelaskan peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi pengajuan dan pelaksanaan Perhutanan Sosial serta pengakuan Hutan Adat oleh masyarakat hukum adat.
Dokumen tersebut memberikan panduan singkat tentang program Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengelola hutan secara berkelanjutan. Program ini memungkinkan masyarakat untuk mengelola hutan negara seluas 12,7 juta hektar dengan 5 skema pengelolaan hutan yang berbeda. Pemerintah daerah diminta untuk memfasilitasi pelaksanaan program ini.
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaHabibullah
Tiga kalimat:
1. Artikel ini menganalisis pola pemanfaatan lahan dan sumber daya alam oleh masyarakat di empat desa sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas di Kabupaten Batanghari, Jambi.
2. Hasilnya menunjukkan bahwa kebanyakan masyarakat mengembangkan komoditas karet, meskipun ada kendala sosial-ekonomi seperti ketergantungan pada tengkulak dan lemahnya peran KUD
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
Pandangan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan Terhadap Pola
Pemanfaatan Ruang di Sumatera Selatan.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Hutan & Lahan yang Baik di Sumsel.
WBH SUMSEL- WALHI SUMSEL- PINUS SUMSEL- FITRA SUMSEL – SPORA INSTITUTE
LBH PALEMBANG - IMPALM – AMAN SUMSEL- JMG SUMSEL – FKMPH SUSMEL – MHI SUMSEL – KOBAR9 - RIMBA INSTITUTE - DEPATI INSTITUTE - KHATULISTIWA HIJAU – KKDB BANYUASIN – FMS KIP BANYUASIN -PMP2D BANYUASIN - KPPM MUBA - LSM PBB MUBA – FORUM SILAMPARI MURA – LPLH MURA – YAYASAN BAKAU OKI – P3LH OKI – FORUM KONTAMINASI MUARA ENIM.
Notulen rapat konsultasi publik FSC Controlled Wood dan HCVF yang diadakan di Perum Perhutani KPH Nganjuk memberikan informasi mengenai peserta rapat, susunan acara, dan ringkasan hasil diskusi. Diskusi menyimpulkan komitmen Perum Perhutani dalam melibatkan stakeholder dan mengedepankan pendekatan sosial dalam pengelolaan hutan.
Tulisan ini bisa di jadikan sumber pustaka dan menambawah wawasan bagi setiap orang untuk mempelajari tentang, lingkungan, hutan dan biodeversity di papua indonesia
Dokumen tersebut membahas pengelolaan lahan gambut kritis di Kalimantan Tengah dengan penanaman tanaman karet dan jelutung untuk merehabilitasi lahan serta mengurangi ancaman kebakaran. Proyek pilot dilakukan di Pulang Pisau dengan menanam 10 ha karet dan 10 ha jelutung dengan melibatkan masyarakat. Hasilnya, penanaman karet dan jelutung di lahan gambut merupakan solusi untuk pemanfaatan lahan dan pencegahan kebakaran hut
Notulen rapat konsultasi publik FSC Controlled Wood dan HCVF di Perum Perhutani KPH Nganjuk membahas peserta rapat, susunan acara, dan resume rapat yang mencakup pembukaan, sambutan, materi konsultasi publik, tanggapan/saran, dan kesimpulan. Tanggapan dan saran stakeholder tertulis dari undangan dan langsung mencakup topik pengelolaan hutan, konservasi, dan kerjasama dengan masyarakat.
Lokasi Pembangunan Kawasan Agropolitan Panggungharjo ini berada diatas tanah Kas Desa Panggungharjo yang berada diwilayah pedukuhan Sawit dan Kweni dengan luas sekitar 10 Ha. Kawasan Agropolitan Panggungharjo merupakan Kawasan Terpadu yang meliputi : Wisata, Bisnis, Budidaya, Tempat Pendidikan-Pelatihan-Penelitian (teknik dan manajemen). Posisi Geografis Desa Panggungharjo yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang merupakan ‘pintu gerbang utama’ memasuki Kabupaten Bantul, merupakan kawasan strategis untuk pengembangan kegiatan ekonomi-bisnis berbasis perdesaan.
Posisi Desa Panggungharjo sebagai Juara Lomba Desa Nasional 2014, yang merupakan salah satu tujuan utama kegiatan study banding dan tempat pembelajaran dari Desa-Desa diseluruh indonesia. Dari sisi sumberdaya manusia di Desa Panggungharjo mencapai Indeks Pendidikan 69,55 ditahun 2013, berada jauh diatas indeks pendidikan nasional yang pada tahun 2012 yang hanya sebesar 62,90. Hal ini merupakan bukti kekuatan dan kemampuan warga Panggungharjo dalam mengelola dan mengembangkan aset Kawasan Agropolitan ini.
Policy Brief ini di buat sebagai bahan advokasi mendorong isu perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Kalimantan Barat dalam Dokumen RPJMD Kalimantan Barat Tahun 2019 - 2023.
Dokumen tersebut membahas tentang peran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam mendukung program Perhutanan Sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. KPH memiliki peran penting meliputi pembinaan, pendampingan teknis, monitoring, dan mengontrol pelaksanaan berbagai skema Perhutanan Sosial sesuai dengan perencanaan KPH. Namun demikian, terdapat kendala seperti keterbatasan dana
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)Kurniawan Saputra
Dokumen ini membahas perlunya restrukturisasi kelembagaan di bidang agraria dan lingkungan hidup untuk meningkatkan koordinasi dan memberikan akses yang lebih baik kepada petani. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain pembentukan Menteri Koordinator Agraria dan Lingkungan Hidup serta penataan kembali peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga terkait seperti Kementerian Kehutanan dan BPN.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui penyusunan peraturan daerah, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembangunan daerah serta pengelolaan aset daerah dan pelayanan publik. Masyarakat berhak berpartisipasi dengan menyampaikan aspirasi dan masukan dalam proses tersebut. Pemerintah daerah harus mem
Keputusan Bupati Kubu Raya membentuk tim koordinasi, kelompok kerja, dan sekretariat percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Kabupaten Kubu Raya. Tim terdiri atas berbagai dinas terkait dan organisasi masyarakat sipil, dengan tugas mengkoordinasikan program dan kegiatan untuk mencapai target SDGs di bidang kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan.
Buku ini membahas hasil penilaian keterbukaan informasi badan publik sektor tata kelola hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner self-assessment dan penilaian website resmi badan publik. Hasilnya digunakan untuk memperoleh gambaran kepatuhan dan keterbukaan informasi badan publik, serta memberikan pemeringkatan berdasarkan tingkat keterbukannya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur tentang pengelolaan aset desa, mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset desa. Kepala Desa bertanggung jawab atas pengelolaan aset desa dan dibantu oleh Sekretaris Desa dan petugas/
Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur tentang pedoman pembangunan desa yang mencakup perencanaan pembangunan desa jangka menengah dan tahunan, pelaksanaan pembangunan di bidang pemerintahan desa, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat desa.
Peraturan ini mengatur tentang pengelolaan keuangan desa di Indonesia. Secara garis besar, peraturan ini menetapkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat serta dilakukan secara tertib dan disiplin anggaran. Peraturan ini juga mengatur tentang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa, s
Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur tentang pemilihan kepala desa secara langsung oleh rakyat. Pemilihan dapat dilakukan secara serentak satu kali atau bergelombang dengan interval maksimal 2 tahun. Persiapan pemilihan meliputi pembentukan panitia pemilihan, penetapan daftar pemilih tetap, dan penyusunan anggaran. Tahapan pemilihan terdiri dari pencalonan, pemungutan suara, dan penetap
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Terdapat ketentuan tentang pembentukan Desa yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, melalui pemekaran atau penggabungan Desa. Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah dilakukan melalui proses sosialisasi, musyawarah Desa, pembentukan
alah satu ketentuan penting dari Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa adalah hadirnya Dana Desa yang bersumber dari APBN.Dana Desa merupakan bentuk kongkrit pengakuan Negara terhadap hak asal-usul Desa dan kewenangan lokal berskala Desa. Dana Desa diharapkan dapat memberi tambahan energi bagi Desa dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan Desa, menuju Desa yang mandiri dan sejahtera. Begitu penting dan strategisnya Dana Desa, sehingga wajar apabila Dana Desa mendapat perhatian sangat besar dari publik, karena nilai nominalnya yang relatif besar. Sementara banyak pihak yang merasa waswas terhadap kompetensi dan kapabilitas perangkat Desa dalam pengelolaan dana tersebut.
Dokumen tersebut memberikan pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2015. Pedoman tersebut mencakup sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, prinsip-prinsip penyusunan APBD, dan kebijakan terkait pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur tentang kedudukan, jenis, penataan, dan ketentuan umum Desa di Indonesia. Undang-undang ini bertujuan untuk memberikan pengakuan hukum dan pengaturan terhadap Desa serta memajukan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Desa.
Peraturan ini mengatur tentang pedoman penegasan batas daerah di darat dan laut secara sistematis dan terkoordinasi untuk menciptakan kepastian hukum wilayah administrasi. Penegasan batas daerah di darat dilakukan melalui penyiapan dokumen, pelacakan, pengukuran, dan pembuatan peta batas. Sedangkan penegasan batas di laut dilakukan secara kartometrik dengan menentukan garis pantai, mengukur batas,
Peraturan Menteri ini mengatur tentang pedoman kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Dokumen ini menjelaskan ruang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul desa dan desa adat serta kriteria dan bidang-bidang kewenangan lokal berskala desa di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Dokumen tersebut berisi peraturan tentang pedoman tata tertib dan mekanisme pengambilan keputusan musyawarah desa yang mencakup ketentuan umum, tata cara penyiapan musyawarah desa, dan tata tertib pelaksanaan musyawarah desa. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pelaksanaan musyawarah desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel.
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...Muhammad Nur Hadi
Jurnal "Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ayat 26 dan 32 dan Surah Al-Hujurat Ayat 13), Ditulis oleh Muhammmad Nur Hadi, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadist di UIN SUSKA RIAU.
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
Policy Brief perhutanan sosial
1. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
P O L I C Y B R I E F
URGENSI ANGGARAN
DAERAH UNTUK
MENURUNKAN ANGKA
DEFORESTRASI DAN
PENCAPAIAN TARGET
PERHUTANAN SOSIAL DI
KALBAR
URGENSI ANGGARAN
DAERAH UNTUK
MENURUNKAN ANGKA
DEFORESTRASI DAN
PENCAPAIAN TARGET
PERHUTANAN SOSIAL DI
KALBAR
RPJMN 2015-2019 menargetkan perhutanan sosial di
Kalimantan Barat seluas 2,1 juta hektar. Banyak studi yang
menunjukan manfaat perhutanan sosial, seperti terjaganya
kelestarian dan keberlangsungan manfaat
hutan melalui pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan,
Penambahan stok karbon. Melalui
perhutanan sosial, pemerintah tidak perlu
mengalokasikan belanja untuk rehabilitasi
hutan dan lahan, mengingat pengelolaan
perhutanan sosial oleh masyarakat,
dengan mengedepankan kearifan lokal,
dapat menjaga kelestarian fungsi
kawasan.
Pentingnya perhutanan sosial juga
berdampak langsung pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat sekitar hutan.
Hal ini cukup beralasan ketika sebagian
besar manfaat hutan hanya dinikmati oleh
pihak lain diluar masyarakat sekitar hutan.
Padahal, pola dan karakteristik hidup
masyarakat sekitar hutan memiliki
ketergantungan tinggi terhadap hutan.
Banyak studi yang menunjukkan manfaat
ekonomi secara signifikan yang dihasilkan
melalui pengelolaan perhutanan sosial.
Semisal, Hasil studi Siti Zunariyah (2002)
yang menunjukkan bahwa pengelolaan
Hutan Desa di Kab. Kulon Progo yang
menunjukkan Net Percent Value (NPV)1
pada pengelolaan di Hutan Produksi
berkisar 2,1 juta per hektar per tahun
hingga 9,3 juta per hektar per tahun.
Sedangkan pengelolaan pada Hutan
Lindung memiliki NPV sebesar 436 ribu
per hektar per tahun hingga 3,4 juta per hektar per tahun.
Pada studi yang lain, (Motoku dkk, 2014) menunjukkan
bahwa pengelolaan Hutan mangrove di Sulawesi Tengah
memiliki manfaat ekonomi lebih dari 1 milyar per tahun
dikawasan seluas 230 hektar.
Keberadaan perhutanan sosial merupakan upaya
optimalisasi potensi hutan untuk dikelola
secara arif dan lestari. Untuk mendukung
pencapaian tujuan nasional, maka penting
bagi tiap daerah, termasuklah Kalimantan
Barat, untuk meninjau ulang pelaksanaan
pembangunan disektor kehutanan.
Beranjak dari banyaknya manfaat
pengelolaan hutan oleh masyarakat, JARI dan
kalangan masyarakat sipil lainnya
berpandangan bahwa pengelolaan hutan yang
lestari dan berkelanjutan tidak dapat lagi
disandarkan pada kekuatan swasta yang
selama ini terbukti secara dominan telah
menghasilkan kerusakan hutan yang parah
akibat dari konsep developmentalism yang
tidak terkontrol. Karena itu sudah saatnya,
pengelolaan hutan diberikan ruang yang
seluasnya kepada masyarakat untuk
mendapatkan akses dan hak untuk mengelola
hutan yang selama ini dekat dengan
kehidupan dan kebudayaan mereka. JARI
memandang bahwa hal in sejalan dengan
prinsip TRI SAKTI PEMBANGUNAN
Pemerintahan JOKOWI -JK . Karena itu
Perhutanan sosial diyakni merupakan
manifestasi dari konsep tersebut dimana
masyarakat mendapat pengakuan atas hak
terhadap hutan (berdaulat di bidang politik),
untuk mendapatkan kesejahteraan melalui
hutan tanpa bertumpu pada kekuatan modal
besar (berdikari di bidang ekonomi) dan tetap
menjalankan kearifan lokal dalam
melestarikan hutan (berkepribadian dalam kebudayaan).
Karena itu target perhutanan sosial yang telah ditetapkan
oleh Pemerintahan JOKOWI-JK harus diapresiasi dan
1
Selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon
faktor. Dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini.
PENDAHULUAN
“Melalui
perhutanan
sosial,
pemerintah
tidak perlu
mengalokasikan
belanja untuk
rehabilitasi
hutan dan
lahan,
mengingat
pengelolaan
perhutanan
sosial oleh
masyarakat,
dengan
mengedepankan
kearifan lokal,
dapat menjaga
kelestarian
fungsi
kawasan”
2. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
diupayakan secara kuat oleh
seluruh komponen . Baik
Pemerintah daerah maupun
pusat juga oleh kalangan
masyarakat sipil dan stake-
holder lainnya. Dalam konteks
mandatory, hal ini jelas sebagai
provinsi yang memiliki potensi
hutan yang luas, maka target
2,1 juta hektar membutuhkan
kerja keras pemerintahan Kali-
mantan Barat untuk men-
capainya.
Target perhutanan sosial
seluas 2,1 juta hektar membu-
tuhkan kerja keras bagi peme-
rintahan Kalimantan Barat.
Luas kawasan yang dicadang-
kan untuk perhutanan sosial
(Hutan Desa, Hutan Kemasya-
rakatan, dan Hutan Tanaman
Rakyat) baru mencapai
11,83% dari target, yaitu se-
luas 265,5 ribu hektar (detail
lokasi, target, dan capaian perhutanan sosial dapat dilihat
pada lampiran 1). Angka tersebut terbatas pada
pencadangan kawasan untuk perhutanan sosial, dan
pastinya mengalami penyusutan untuk kawasan yang telah
memiliki izin pengelolaan. Hanya sebesar 1% atau seluas
15,4 ribu hektar kawasan yang telah memperoleh izin
pengelolaan pada skema perhutanan sosial. Perlunya
penanganan cepat terhadap perhutanan sosial, disamping
alasan ekonomis, ekologis, dan kualitas hidup masyarakat,
juga untuk menghindari habisnya masa berlaku PAK di Kab.
Kayong Utara seluas 15,5 ribu hektar. Hal tersebut terjadi
akibat terbatasnya kemampuan dalam pendampingan dan
fasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Dorongan untuk
memperluas perhutanan sosial bukannya tidak beralasan.
Kondisi ini beranjak dari tingginya laju deforestasi dan
luasnya lahan kritis di Kalimantan Barat. Rata-rata
deforestasi pertahun sejak 2003-2012 di Kalimantan Barat
sekitar 71 ribu hektar per tahun. Tingginya angka
deforestasi diperparah dengan luasnya lahan kritis. Pada
tahun 2014, berdasarkan statistik kehutanan Kalimantan
Barat 2014, luas lahan kritis yang teridentifikasi adalah
seluas 1.271.985 Ha.
Beranjak dari tingginya
angka pengurangan tutu-
pan hutan dan luasnya
lahan rusak, maka doro-
ngan untuk memperluas
kawasan perhutanan sosial
menjadi penting. Permasa-
lahannya, penanganan la-
han kritis bernasib sama
dengan upaya mendorong
perhutanan sosial. Jika me-
ngacu pada program ta-
hunan sebagai turunan dari
Renstra Dinas Kehutanan
Kalimantan Barat, hanya
terbatas pada penyediaan
bibit dan mendorong kepe-
dulian masyarakat dalam
perlindungan dan peles-
tarian hutan. Penyediaan
bibit pun sangat terbatas,
yaitu sekitar 1500-an bibit
per tahun. Jika dirata-
ratakan, maka luasan lahan yang dapat ditanami pada bibit
tersebut, adalah sekitar 3,75 s.d 4 hektar.
Jika mengacu pada peraturan perundangan sebelum
terbitnya UU No. 23/ 2014, penanganan lahan kritis peme-
rintah provinsi terbatas pada rehabilitasi hutan dan lahan
pada Taman Hutan Raya2
. Namun saat, kewenangan ter-
sebut bertambah. Tak hanya Tahura, namun pula Lahan
Kritis diluar kawasan hutan negara, yaitu seluas 604.602
Ha. Jika tetap mempertahankan pola penanganan seperti
sebelumnya, maka kontribusi per tahun hanya sebesar
sebesar 0,00062% dari total luas lahan kritis diluar
kawasan hutan.
2
Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 35 ayat (2)
Gambar 1. Realisasi dan Target Perhutanan Sosial Kalimantan
Barat
“Target Perhutanan Sosial
Kalbar baru mencapai 11,83%
dari target RPJMN”
ALOKASI ANGGARAN VS ANCAMAN LAHAN KRITIS
Rendahnya capaian pada Perhutanan Sosial dan Reha-
bilitasi Lahan Kritiis dipengaruhi oleh rendahnya alokasi
belanja per tahun untuk urusan kehutanan. Alokasi belanja
pada Dinas Kehutanan cenderung menga-
lami penurunan pada tiap APBD Peruba-
han. Meskipun disaat bersamaan, terjadi
kenaikan ruang fiskal yang diakibatkan oleh
meningkatnya pendapatan, dan berakibat
pada perubahan total belanja daerah.
Gambar 2 menunjukkan peningkatan
pendapatan dan bertambahnya ruang fiskal
pada tiap APBD Perubahan tidak ber-
dampak pada peningkatan belanja urusan
kehutanan. Justru sebaliknya, pada tiap kali
perubahan APBD justru mengakibatkan
berkurangnya belanja urusan kehutanan.
Kondisi ini menunjukkan adanya pengabai-
an terhadap urusan kehutanan ditingkat
Pemerintah Provinsi.
Cenderung menurunnya alokasi belan-
ja untuk urusan kehutanan, diperparah dengan besarnya
alokasi untuk belanja tidak langsung. Hal tersebut secara
otomatis mengakibatkan terbatasnya penggunaan belanja
langsung.
Gambar 2. Persentase perubahan dari APBDM ke APBDP
3. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Gambar 4. Komposisi Pengunaan Belanja urusan Kehutanan
Lebih dari separuh belanja pertahun pada Dinas Kehu-
tanan diperuntukkan pada Belanja Tak Langsung. Hal ini
berakibat pada semakin rendahnya porsi belanja untuk pen-
capaian tujuan program yang dialokasikan melalui Belanja
Langsung. Belum lagi, tidak seluruh alokasi pada Belanja
Langsung diperuntukkan pada pencapaian tujuan program.
Sekitar 40% dari total belanja langsung diperuntukkan bagi
kepentingan operasional kantor ataupun dikenal dengan
belanja generik.
Berdasarkan gambar 4, dapat terlihat bahwa keterbata-
san alokasi belanja untuk urusan kehutanan, tidak sepe-
nuhnya diperuntukkan bagi pencapaian tujuan. Hanya
sekitar 27% dari total alokasi belanja yang diperuntukkan
bagi pencapaian tujuan rencana strategis Dinas Kehutanan.
ALOKASI BELANJA MINIMAL UNTUK MENDORONG PERHUTANAN SOSIAL
Dalam pandangan JARI, skema perhutanan sosial yang
saat ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat dengan
banyaknya usulan untuk mendapatkan akses pengelolaan
hutan, menunjukkan bahwa ada keyakinan yang besar dari
masyarakat sekitar hutan yang selama ini mendapatkan
manfaat yang berlimpah dari hutan dengan
hak pengelolaan yang dimiliki, maka akan
terjadi peningkatan pendapatan yang
berujung pada peningkatan kesejahteraan
dan martabat yang siginifikan dari hutan.
Karena itu jelas mereka memiliki kepen-
tingan yang kuat agar hutan tetap lestari
dan berkelanjutan. Dalam konteks yang
lebih makro, Pemerintah daerah juga ber-
kepentingan dengan perhutanan sosial,
baik dalam kepentingan yang pragmatis
(mendapatkan insentif dari diversifikasi
produk hutan yan non-timber minded)
maupun yang substantif (peningkatan
indeks pembangunan manusia dan
pertumbuhan ekonomi lokal).
Untuk itu maka menjadi penting dalam
melihat sejauhmana komitmen pemerintah
daerah dalam mendorong perhutanan sosi-
al yang kami batasi pada dua skema yakni hutan desa dan
hutan kemasyarakatan. Karena itu berdasarkan kewena-
ngan dan konsepsi program kerja yang dimiliki oleh Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, maka analisis ang-
garan yang ideal untuk skema perhutanan sosial adalah
sebagai berikut :
Hutan Desa (HD)
Alokasi belanja pada Hutan Desa berada pada “Kegiatan
Fasilitasi Pembentukan Pengelolaan Pembangunan Hutan
Desa.” Nominal belanja yang diperuntukkan pada kegiatan
ini cenderung mengalami penurunan, meskipun pada saat
bersamaan nominal belanja pada Dinas Kehutanan
mengalami peningkatan.
Jika dirata-ratakan sejak 2013, biaya yang diperuntukkan
dalam melakukan fasilitasi sekitar Rp. 30,3 juta per tahun.
Jumlah tersebut diharuskan untuk memfasilitasi 65,9 ribu
hektar hutan desa yang telah memperoleh SK Penetapan
Areal Kerja (PAK). Maka, biaya riil yang diperuntukkan dalam
memfasilitasi hutan desa hanya sebesar Rp. 459 per
hektar3
. Tentunya angka tersebut sangat kecil jika
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari hasil
Hutan Desa.
Namun, jumlah tersebut mampu mendorong 4 usulan
Hutan Desa memperoleh Izin HPHD (Hak Pengelolaan Hu-
tan Desa). Artinya alokasi sebesar Rp. 30,3 juta per tahun
Gambar 5. Alokasi Belanja Dinas Kehutanan dan Kegiatan
Fasilitasi Hutan Desa
“Biaya riil yang
diperuntukkan
dalam
memfasilitasi
hutan desa
hanya sebesar
Rp. 459 per
hektar”
mampu memfasilitasi seluas 7.040 hektar untuk mem-
peroleh HPHD. Maka angka minimal yang dibutuhkan ada-
lah sebesar Rp. 4.300 per hektar4
.
Untuk mendorong percepatan agar lahan 65,9 ribu
hektar yang telah memperoleh PAK, namun belum memiliki
HPHD, dibutuhkan anggaran sebesar Rp.
283,5 juta5
. Jumlah tersebut ditambah
pula dengan jumlah usulan HD yang di-
asumsikan memperoleh PAK, yaitu
sebesar Rp. 302.5 juta6
. Sehingga to-
tal untuk memperoleh HPHD dari kawa-
san yang telah memperoleh PAK dan
usulan desa terhadap pengelolaan Hutan
Desa adalah sekitar Rp. 586 juta.
Dari jumlah 586 juta tersebut, sebesar
Rp. 131.795.000 harus dapat
dikucurkan pada tahun 2016. Hal ini
mengingat masa berlaku PAK hanya 2
tahun dan usulan yang telah memperoleh
PAK ditahun 2014 seluas 22,2 ribu hektar
dan 2015 seluas 8,5 ribu hektar.
Keseluruhan angka diatas hanya untuk
melakukan fasilitasi dalam memperoleh
HPHD bagi usulan yang telah mempero-
leh PAK. Namun, masih terdapat seluas 70.350 hektar
usulan HD yang belum memperoleh PAK. Jika diasumsikan
kegiatan pendampingan untuk memperoleh PAK sama
dengan fasilitasi dalam memperoleh HPHD, maka biaya
yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 302.5 juta7
.
3
Diperoleh melalui (rata-rata belanja pertahun)/(PAK-HPHD)
4
Diperoleh melalui (rata-rata belanja pertahun)/(HPHD)
5
Diperoleh melalui (HPHD-PAK) x 4.300
6
Diasumsikan usulan HD telah memperoleh PAK, maka (Usulan
HD-(PAK + HPHD) x 4.300)
7
Diperoleh melalui (Usulan HD-(PAK + HPHD) x 4.300)
4. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Sebelum diberlakukannya UU No. 23/2014, kewenangan
provinsi sangat terbatas. Mengacu pada Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.88/Menhut-II/2014. Pada pasal 8 ayat (6),
fasilitasi yang dilakukan dalam pengusulan areal kerja HKm
Gambar 7. Komposisi Status HKm
Gambar 8. Logika Alokasi Belanja Hutan Kemasyarakatan
8
Diperoleh melalui (PAK-IUPHKm) x 4.300
9
Diperoleh melalui (usulan HKm-(PAK+IUPHKm) x 4.300
10
Diperoleh melalui (usulan HKm-(IUPHKm) x 4.300
Mengacu pada hasil perhitungan diatas, maka belanja
minimal yang perlu dialokasikan untuk fasilitasi dan pen-
dampingan adalah sebesar Rp. 888,6 juta untuk lahan
seluas 136,2 ribu hektar atau 6% dari target perhutanan
sosial pada RPJMN.
Gambar 6. Logika Alokasi Belanja Hutan Desa
merupakan kewenangan Bupati/Walikota. Pemerintah pro-
vinsi, dapat terlibat, namun keberadaannya bukan meru-
pakan kewajiban (pasal 11 ayat 4).
Hingga 2016, luas hutan kemasyarakatan yang telah
memperoleh izin pengelolaan (IUPHKm) adalah seluas
8.900 hektar, atau 26% dari total usulan HKm yang seluas
33,7 ribu hektar. Diakibatkan keterbatasan kewenangan
tersebut, maka tidak dapat dilacak apakah keberadaan 8,9
ribu hektar IUPHHKm tersebut merupakan kontribusi pe-
merintah provinsi ataukah pemerintah kabupaten. Perma-
salahannya, berdasarkan UU No. 23/2014, Pemerintah
Kabupaten tidak lagi memiliki kewenangan dalam
perhutanan sosial, dan dipindahkan ke Pemerintah Provinsi.
Jika diasumsikan bahwa belanja perhektar pada HKm
sama dengan belanja fasilitasi HD, maka biaya yang
dibutuhkan untuk memfasilitasi wilayah yang telah
memperoleh PAK namun belum memperoleh IUPHKm
adalah seluas Rp. 2,7 juta8
. Namun terdapat pula seluas
24 ribu hektar usulan yang belum memperoleh PAK. Jika
diasumsikan luas usulan tersebut telah memperoleh PAK,
maka total biaya fasilitasi HKm adalah sebesar Rp. 104
juta9
untuk 24 ribu hektar HKm. Sehingga total biaya
fasilitasi HKm untuk memperoleh IUPHKm adalah sebesar
Rp. 106,7 juta10
untuk lahan seluas 24,8 ribu hektar, atau
seluas 1% dari target perhutanan sosial pada RPJMN.
Namun, sebelum 24 ribu hektar HKm tersebut
memperoleh PAK, dibutuhkan pendampingan dan
pematangan bagi masyarakat yang mengusulkan HKm.
Diasumsikan pula, bahwa nominal belanja perhektar sama
dengan belanja yang digunakan pada HD, yaitu sebesar
Rp. 4.300 per hektar. Sehingga jumlah yang dibutuhkan
untuk mendorong usulan masyarakat dalam memperoleh
PAK adalah sebesar Rp. 104 juta. Total biaya yang
dibutuhkan untuk perwujudan perhutanan sosial melalui
HKm adalah sebesar Rp. 210,5 juta.
Total biaya yang
dibutuhkan untuk
perwujudan perhutanan
sosial melalui HKm adalah
sebesar Rp. 210,5 juta
5. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Belanja Minimal Perhutanan Sosial
Berdasarkan kajian diatas, jika hanya menindaklanjuti
usulan yang sudah ada pada HD (Rp. 888,6 juta) dan HKm
(Rp. 201,5 juta), maka total belanja yang dibutuhkan adalah
sekitar Rp. 1 milyar. Jumlah tersebut hanya mampu
menangani 161 ribu hektar atau hanya sebesar 8% dari
target perhutanan sosial di Kalimantan Barat. Jika
diasumsikan bahwa sebesar 161 ribu hektar tersebut telah
memperoleh izin pengelolaan, ditambah dengan
perhutanan sosial yang saat ini telah memperoleh izin
pengelolaan, maka total luas wilayah perhutanan sosial
adalah 177 ribu hektar. Setidaknya dibutuhkan sekitar
1,9 juta hektar atau 11 kali lipat untuk mencapai target
RPJMN. Sehingga total yang biaya minimal yang dibutuhkan
hingga 2019, adalah sekitar Rp. 12 milyar11
. Angka
tersebut belum memasukkan kegiatan yang mendorong
masyarakat untuk mengusulkan perhutanan sosial.
11
Diperoleh melalui 11 milyar untuk 1,9 juta hektar target yang
belum diusulkan + 1 milyar pada luas yang telah diusulkan
ALOKASI BELANJA MINIMAL REHABILITASI LAHAN KRITIS
Pada RPJMN 2015-2019, dalam konteks rehabilitasi lahan
kritis, target nasional pertahun yang ingin dicapai adalah
5,5 juta hektar (kumulatif). Jika target tersebut
disandingkan dengan daftar lahan kritis secara nasional,
luas lahan kritis di Kalbar adalah 4% dari total lahan kritis
secara nasional12
. Secara sederhana, target akumulatif yang
harus ditangani kalbar hingga 2015 adalah seluas 220 ribu
hektar. Meskipun angka tersebut tidak dapat menutupi
luasan lahan kritis di Kalimantan Barat, namun dalam rangka
mendukung kebijakan nasional, target RPJMN dapat
menyelesaikan seluas 17% dari total lahan kritis13
.
12
Statistik BPDAS 2014
13
Luas lahan kritis di Kalbar, berdasarkan Statistik Kehutanan
Kalimantan Barat 2014 adalah seluas 1.271.985 hektar yang
terbagi menjadi 667.383 Ha didalam kawasan hutan, dan 604.602
Ha diluar kawasan hutan negara
14
Asumsi jarak antar bibit yang ditanam adalam 5 x 5 meter, dan
hasil diperoleh melalui 1500 bibit x 25 m2
15
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian
Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pasal 9 ayat (3)
yang menjelaskan bahwa penanaman 1.600 bibit/hektar untuk
hutan dan lahan kategori kritis dan sangat kritis (prioritas I),
ataupun 1.100 bibit/hektar untuk hutan dan lahan kategori agak
kritis (prioritas II). Untuk kawasan mangrove membutuhkan bibit
yang lebih banyak, yaitu 3.300 batang/hektar untuk prioritas I,
dan 6.000 batang u
ntuk prioritas II.
16
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2013 pasal 5
ayat (1)
17
Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 35 ayat (2)
18
Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 34 ayat (1)
Terbatasnya peran dalam penanganan lahan kritis
diakibatkan rendahnya alokasi belanja pertahunnya.
Pengelompokkan kegiatan yang masuk pada kategori
rehabilitasi hutan dan lahan yang ada pada Dinas Kehutanan
terbatas pada koordinasi, monitoring, dan evaluasi.
Outputnya, terbatas pada penyediaan bibit dan mendorong
kepedulian masyarakat dalam perlindungan dan pelestarian
hutan.
Ironisnya, penyediaan bibit pun sangat terbatas, yaitu
sekitar 1500 bibit per tahun. Jika dirata-ratakan, maka
luasan lahan yang dapat ditanami pada bibit tersebut,
adalah sekitar 3,75 hektar14
per tahun.
Jika dalam 1 tahun, maka kontribusi penanganan lahan
kritis oleh Dinas Kehutanan hanya seluas 3,75 Ha pertahun,
maka upaya penyelesaian yang dilakukan hanya sebesar
0,00062% dari total luas lahan kritis pertahun. Bahkan,
jika mengacu pada Permenhut No. P.9/Menhut-II/201315
1500 bibit hanya dapat diperuntukkan bagi 1-2 Hektar.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka untuk menangani lahan
kritis diluar kawasan hutan, dibutuhkan waktu ratusan ribu
tahun (161.227 tahun). Kecilnya kontribusi dinas kehutanan
provinsi, memungkinkan akan semakin menjadi lebih kecil
ketika rehabilitasi hutan dan lahan tidak hanya sebatas pada
kegiatan pembibitan dan persemaian, namun juga perlu
dilakukan aktivitas lanjutan, seperti (1) penanaman, (2)
pemeliharaan tanaman, (3) pengamanan, dan (4) kegiatan
pendukung16
.
Disamping itu, pengadaan bibit sebagaimana yang
dijelaskan diatas hanya diakomodir oleh dua kegiatan, yaitu
(1) kegiatan Pengelolaan Lokasi Pengembangan Tanaman
Unggulan Lokal, dan (2) Kegiatan Pengelolaan Persemaian
Dinas Kehutanan Prov. Kalbar. Rata-rata alokasi belanja
yang diperuntukkan bagi dua kegiatan tersebut sebesar
Rp. 115.772.000 untuk pengadaan dan persemaian bibit.
Jumlah rata-rata belanja tersebut, jika dibagi dengan jumlah
bibit yang tersedia, yaitu sebesar Rp. 77.181 untuk
penyediaan dan penyemaian 1 batang bibit. Ironisnya, bibit
tersebut tidak dipersiapkan untuk penanganan rehabilitasi
Rendahnya Kemampuan dalam
Penanganan Lahan Kritis
hutan dan lahan secara langsung oleh Dinas Kehutanan,
melainkan untuk kebutuhan pihak lain yang membutuhkan
untuk kepentingan studi, riset, ataupun penanaman yang
berada diluar kendali Dinas Kehutanan Provinsi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kontribusi yang dilakukan
Dinas Kehutanan terhadap rehabilitasi hutan dan
lahan sangat kecil, yaitu hanya sebesar 0,00062%.
Kecilnya kontribusi yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan
Provinsi diakibatkan oleh terbatasnya kewenangan yang
dimilki. Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 76
tahun 2008, Pemerintah Provinsi hanya dapat
melakukan rehabilitasi hutan dan lahan pada
Taman Hutan Raya17
. Dan kegiatan yang dilakukan
tersebut hanya sebatas kegiatan pendukung untuk
pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan18
. Pelaksana
rehabilitasi hutan dan lahan berada pada pemerintah pusat
(kawasan hutan konservasi kecuali taman hutan raya),
pemerintah kabupaten/kota (kawasan hutan produksi dan
hutan lindung yang tidak dibebani hak atau izin), dan
pemegang izin.
Berdasarkan ketentuan tersebut, keterbatasan kewe-
nangan pada pemerintah provinsi berakibat pada kecilnya
kontribusi untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini
berakibat pula pada terbatasnya alokasi belanja yang
diperuntukkan pada penangan urusan tersebut.
Kontribusi penanganan lahan
kritis hanya seluas 3,75 Ha
pertahun
6. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Jika mengacu pada UU No. 23 tahun 2014, terjadi
penambahan kewenangan pada Pemerintah Provinsi dalam
urusan kehutanan. Dalam konteks rehabilitasi lahan,
pemerintah provinsi berkewajiban melakukan Pelaksanaan
rehabilitasi di luar kawasan hutan negara. Jika sebelumnya
pemerintah Kabupaten memiliki kewenangan serupa dalam
kawasan hutan skala kabupaten, kewenangan tersebut
dialihkan pada pemerintahan provinsi.
Perubahan kewenangan dalam penanganan lahan kritis
membutuhkan perumusan ulang terhadap alokasi belanja
penanganan lahan kritis. Jumlah yang selama ini
dialokasikan untuk penanganan masih sangat rendah. Jika
mengacu pada Permenhut No. P.26/Menhut-II/2009
tentang Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman
Industri dan Hutan Tanaman Rakyat, untuk biaya terendah
kegiatan penanaman (termasuklah (1) persemaian dan
pembibitan, (2) persiapan lahan, dan (3) penanaman)
adalah sebesar Rp. 5.320.40019
. Biaya tersebut tidak
termasuk kegiatan pemeliharaan, perlindungan, dan
pengamanan hutan dan lahan.
Rumusan Biaya Minimal Penanganan Lahan Kritis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, target
akumulatif yang harus ditangani kalbar hingga 2015
(mengacu pada target capaian RPJMN) adalah seluas 220
ribu hektar. Ataupun 17% dari total lahan kritis dapat diatasi
hingga 2019.
Anggap saja target 220 ribu hektar tersebut dibagi
penanganannya antara Pemerintah Pusat (lahan kritis
didalam kawasan hutan) dan pemerintah provinsi (diluar
kawasan hutan), sehingga masing-masing memiliki target
110 ribu hektar hingga 2019. Tersisa waktu 3 tahun untuk
mencapai target tersebut, sehingga target tahunan yang
harus dipenuhi oleh pemerintah provinsi adalah 36,7 ribu
hektar. Jika menggunakan standar biaya penanaman,
dengan jumlah minimal per hektar adalah Rp. 5.320.400,
maka biaya yang perlu dialokasikan pertahun adalah Rp.
195 milyar per tahun.
19
Biaya terendah sebesar Rp. 5.320.400 dan tertinggi adalah Rp.
7.315.551
REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. Mendudukan konsep pemahaman bahwa urusan
kehutanan (yang merupakan urusan pilihan) bukan
lagi dianggap sebagai urusan yang bukan
prioritas seperti yang dipahami oleh mainstream,
Namun menjadi prioritas karena memang urusan pilihan
lebih karena karakter wilayah dan secara nyata telah
memberikan dampak yang dashyat (bencana alam,
hilangnya sumber daya ekonomi dsb) yang ditimbulkan
dari kerusakan hutan.
2. Banyaknya masyarakat sekitar hutan yang memiliki
hukum adat namun tidak memiliki / berkurangnya
wilayah adat mereka karena tergerus oleh ekspansi
lahan yang diakibatkan oleh pemilik konsesi, hendaknya
menjadi peluang untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai
adat melalui pengakuan terhadap hak atas pengelolaan
hutan yang mandiri dan berkelanjutan
3. Melakukan review terhadap rencana kerja tahunan
untuk program perhutanan sosial di Dinas kehutanan
yang hanya setiap tahunnya menargetkan 2 skema
perhutanan sosial yakni 1 hutan desa dan 1 hutan
kemasyarakatan yang mendapatkan hak pengeloaan
menjadi 20 pada tahun 2017 mendatang
4. Perlunya alokasi belanja sebesar 283,5 juta ditahun
2016 dan 302,5 juta ditahun berikutnya, untuk
melakukan fasilitasi Hutan Desa yang telah memperoleh
SK PAK agar memperoleh HPHD. Hal ini dapat
dialokasikan pada APBD Perubahan 2016 ,
mengingat adanya masa kadaluarsa status
penetapan areal kerja hutan desa yang jika tidak
segera diproses akan berpengaruh terhadap
proses pengurusan perizinannya.
5. Perlunya alokasi belanja sebesar 302,5 juta ditahun
2016, untuk melakukan pendampingan terhadap usulan
Hutan Desa agar memperoleh SK PAK
6. Perlunya alokasi belanja sebesar 2,7 juta ditahun 2016
dan 104 ditahun berikutnya untuk meningkatkan sta-
tus HKm yang telah memperoleh PAK menjadi IUPHKm
7. Perlunya alokasi belanja sebesar 104 juta ditahun 2016
untuk melakukan pendampingan terhadap usulan HKm
agar memperoleh SK PAK
8. Perlunya pendampingan secara aktif dalam mendorong
perhutanan sosial dari Pemerintah Daerah dalam
mencapai target perhutanan sosial yang diamanahkan
oleh RPJMN
9. Perlu alokasi belanja sebesar 195 milyar per tahun untuk
rehabilitasi lahan kritis
SUMBER
1. APBDM dan APBDP Provinsi Kalimantan Barat 2013,
2014, 2015, dan 2016
2. Statistik Kehutanan Kalimantan Barat 2014
3. Statistik BPDAS 2014
4. Perkembangan Hutan Desa di Kalimantan Barat 2016,
Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
5. Perkembangan Hutan Kemasyarakatan di Kalimantan
Barat 2015, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
6. Luas Pencandangan dan Luas Realisasi Penerbitan
IUPHHK-HTR 2016, Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Barat
7. Lampiran RPJMN 2015-2019
8. RKP Pusat 2016
9. Siti Zunariyah (2002), Analisa Ekonomi Dan Finansial
Pengelolaan Hutan desa Di kabupaten Kulon Progo DIY,
http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/
RegionalStudies/ Analisa%20Ekonomi%20Finansial
%20Pengelolaan %20Hutan%20Desa.pdf, diakses pada
20 Mei 2016
10. Abner Widoyo Motoku, Syukur Umar, Bau Toknok
(2014), Nilai Manfaat Hutan Mangrove Di Desa Sausu
Peore Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong,
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/
WartaRimba/article/view/3619/2622, diakses pada 20
Mei 2016
7. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Lampiran1.TargetdanCapaianPerhutananSosial