”Studi Perubahan Pemanfaatan Ruang Terhadap Kearifan Lokal Masyarakat Kabupaten Bulukumba (Studi Kasus: Pelaksanaan Upacara Adat Maccera’ Binanga)” adalah judul penelitian yang coba penulis angkat. Hal ini didasari bahwa pentingnya kearifan lokal dipertahankan sebagai branding city sebuah kota. Selain dari itu kearifan lokal yang ada di Kelurahan Bentenge Kabupaten Bulukumba, tidak dilaksanakan lagi karena tempat pelaksanaan yang telah berubah fungsi. Untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pemanfaatan ruang dan faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kearifan lokal tersebut, maka digunakanlah analisis crosstab.
Dari hasil proses analisis penelitian dan penilaian responden ditemukan bahwa perubahan pemanfaatan ruang berpengaruh terhadap kearifan lokal masyarakat. Adapun faktor pengaruh terhadap pelaksanaan upacara adat Maccera’ Binanga yakni terjadinya perubahan pemanfaatan ruang yang berkembang menjadi bangunan-bangunan komersil di wilayah penelitian. Sebagai rekomendasi, dalam aspek penataan ruang agar kiranya pemerintah lebih konsisten dalam pemanfaatan ruang kota dengan tetap memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) yang berada di Kelurahan Bentenge sehingga mampu memberikan kesan positif pada masyarakat lokal di Kelurahan Bentenge. Agar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulukumba dapat direvisi, untuk sekiranya kawasan pesisir Kelurahan Bentenge dimasukkan pada RTRW sebagai Kawasan Heritage (Budaya). Perlunya partisipasi masyarakat yang berada di sekitar daerah-daerah pembangunan untuk diajak open discussion sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikarenakan kurangnya komunikasi pemerintah-masyarakat lokal.
Kata kunci : Ruang, Kearifan Lokal, Maccera’ Binanga, Kelurahan Bentenge.
Dukungan bagi pengelolaan sampah 3 r berbasis masyarakatOswar Mungkasa
bahan presentasi disajikan oleh Susmono dalam Lokakarya Persampahan Berbasis Masyarakat di Jakarta tanggal 16-17 Januari 2008. Lokakarya diselenggarakan oleh Jejaring AMPL
”Studi Perubahan Pemanfaatan Ruang Terhadap Kearifan Lokal Masyarakat Kabupaten Bulukumba (Studi Kasus: Pelaksanaan Upacara Adat Maccera’ Binanga)” adalah judul penelitian yang coba penulis angkat. Hal ini didasari bahwa pentingnya kearifan lokal dipertahankan sebagai branding city sebuah kota. Selain dari itu kearifan lokal yang ada di Kelurahan Bentenge Kabupaten Bulukumba, tidak dilaksanakan lagi karena tempat pelaksanaan yang telah berubah fungsi. Untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pemanfaatan ruang dan faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kearifan lokal tersebut, maka digunakanlah analisis crosstab.
Dari hasil proses analisis penelitian dan penilaian responden ditemukan bahwa perubahan pemanfaatan ruang berpengaruh terhadap kearifan lokal masyarakat. Adapun faktor pengaruh terhadap pelaksanaan upacara adat Maccera’ Binanga yakni terjadinya perubahan pemanfaatan ruang yang berkembang menjadi bangunan-bangunan komersil di wilayah penelitian. Sebagai rekomendasi, dalam aspek penataan ruang agar kiranya pemerintah lebih konsisten dalam pemanfaatan ruang kota dengan tetap memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) yang berada di Kelurahan Bentenge sehingga mampu memberikan kesan positif pada masyarakat lokal di Kelurahan Bentenge. Agar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulukumba dapat direvisi, untuk sekiranya kawasan pesisir Kelurahan Bentenge dimasukkan pada RTRW sebagai Kawasan Heritage (Budaya). Perlunya partisipasi masyarakat yang berada di sekitar daerah-daerah pembangunan untuk diajak open discussion sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikarenakan kurangnya komunikasi pemerintah-masyarakat lokal.
Kata kunci : Ruang, Kearifan Lokal, Maccera’ Binanga, Kelurahan Bentenge.
Dukungan bagi pengelolaan sampah 3 r berbasis masyarakatOswar Mungkasa
bahan presentasi disajikan oleh Susmono dalam Lokakarya Persampahan Berbasis Masyarakat di Jakarta tanggal 16-17 Januari 2008. Lokakarya diselenggarakan oleh Jejaring AMPL
Biotani Bahari Indonesia turut menandatangani petisi ini, dan hadir sejenak dalam diskusi Pakar dengan tema Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria di Hotel Bidakara pada Kamis, 7 Februari 2013
Keadilan Agraria, Forum
Strategi Inovasi BUMDes Dalam Meningkatkan Potensi dan Kesejahteraan Masyarakat Desa di Masa Adapatasi Kebiasaan Baru (Studi Kasus Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara)
Biotani Bahari Indonesia turut menandatangani petisi ini, dan hadir sejenak dalam diskusi Pakar dengan tema Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria di Hotel Bidakara pada Kamis, 7 Februari 2013
Keadilan Agraria, Forum
Strategi Inovasi BUMDes Dalam Meningkatkan Potensi dan Kesejahteraan Masyarakat Desa di Masa Adapatasi Kebiasaan Baru (Studi Kasus Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara)
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
1. DINAMIKA KONFLIK TANAH ULAYAT MASYARAKAT ADAT
DI KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
(Studi Kasus Desa Simangambat Jae Kecamatan Simangambat
Kabupaten Padang Lawas Utara)
Presented By
Mukhrizal Effendi
PRA-UJIAN TERTUTUP
PROGRAM DOKTOR STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN, 23 JULI 2019
2. 2
Nama : Mukhrizal Effendi
Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat/--/--/--
Profesi : Dosen
Pendidikan : Sarjana Program Studi Ilmu Administrasi Negara UISU
Magister Studi Pembangunan USU
Pengalaman:
1. Ketua Program Studi Akuntansi UNISLA | 2014-2018
2. Wakil Ketua MPC ADI Kabupaten Labuhanbatu | 2015-2019
3. Ketua Seksi Ekonomi dan Pengembangan Usaha PRDB | 2017-2022
4. Ketua Program Studi Manajemen UNISLA | 2018-sekarang
Karya Ilmiah:
1. Evaluasi Kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Studi
Pada Perusahaan Daerah Pasar Petisah Kota Medan). Tesis. 2009
2. Pengaruh Penataan Organisasi tehadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Publik Universitas Dharmawangsa.
Edisi 2 Juni 2017.
3. Role of Customary Institution in Conflict Resolution of The Rights on Customary Comunal Land:
Study on Communal Land Conflict in Simangambat Jae Village Simangambat District of Padang
Lawas Utara Regency, 2nd ICOSOP, Grand Aston, Desember 2017.
4. Peran BUMDes Terhadap Pengembangan Ekonomi Desa di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Balitbang Labura. 2018
5. Optimalisasi Sinergitas Pemerintah Daerah dan Masyarakat Desa dalam Pengelolaan Pariwisata
di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Balitbang Labura. 2018
PROFIL PENELITI
3. LATAR BELAKANG
Kabupaten Padang Lawas Utara mempunyai wilayah yang sebahagian masih berstatus tanah ulayat. Tak
jarang pula menimbulkan konflik tanah ulayat yang terjadi antar masyarakat adat dihadapkan dengan
agenda-agenda pembangunan yang bukan berasal dari keinginannya, melainkan menghadirkan pihak
perkebunan dan munculnya peran negara. Isu “land reform” hadir sebagai ajang untuk memaksa untuk
melepaskan tanah ulayat dan hak ulayat diwariskan secara turun temurun dari leluhur. Diperparah lagi
masyarakat adat secara individu maupun kelompok masyarakat mengalami kriminalisasi seperti diusir, rumah
terbakar dan bahkan ada pula yang mendekam di penjara karena alasan mempertahankan kelangsungan
hidup dan menjaga kelestarian budaya.
3
4. Ketidakpuasan inilah yang mendesak masyarakat adat yang mayoritas Marga Hasibuan menuntut negara
(Pusat/Daerah), bahkan pihak perkebunan untuk mengembalikan dan mengklaim tanah ulayat dan hak-hak
ulayat mereka. Di satu sisi ternyata tanah-tanah ulayat yang dikuasai oleh masyarakat adat sudah menjadi
milik mereka karena diberikan oleh pemerintah berdasarkan tanah negara kepada perseorangan ataupun
badan usaha, sehingga terjadi pembebasan tanah ulayat. Di sisi lain, masyarakat adat tidak memiliki bukti-
bukti kepemilikan tanah yang lengkap. Meskipun tanah-tanah tersebut sudah berpuluh-puluh tanah dikuasai
dan diolah serta ditanami tanaman umur panjang oleh masyarakat adat.
Meskipun telah diperjuangkan sejak lama, sulit terwujud karena ada regulasi yang membatasi akses tersebut.
Oleh karena itu, isu kunci dalam studi ini adalah bagaimana masyarakat adat mengklaim dirinya sebagai
masyarakat adat berjuang membuka akses atas tanah ulayat dan hak-hak ulayat. Salah satu forum yang
berperan memperjuangkan akses tersebut adalah pemangku adat (Panusunan Bulung). Konflik tanah ulayat
dalam penelitian ini adalah pemangku-pemangku kepentingan yang berhubungan dan memainkan peran
penting dalam mendistribusikan tanah dibandingkan dengan forum-forum lain, seperti BPN, KLHK dan lain-
lain.
4
5. Berdasarkan permasalahan ini diharapkan menjadi sebuah penelitian ilmiah mengenai konflik tanah ulayat
yang diawali oleh adanya pembebasan tanah ulayat. Sehubungan dengan uraian diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “DINAMIKA KONFLIK TANAH ULAYAT MASYARAKAT ADAT DI
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA (Studi Kasus Desa Simangambat Jae Kecamatan Simangambat
Kabupaten Padang Lawas Utara)”.
5
6. 1. Bagaimana dinamika konflik tanah ulayat masyarakat adat di Kabupaten Padang Lawas
Utara?
2. Mengapa masyarakat adat menolak pembebasan tanah ulayat yang beralih fungsi menjadi
Kawasan Tetap Hutan Negara atau Register 40 Paluta di Desa Simangambat Jae
Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara?
3. Bagaiman peran tokoh adat/hatobangon/ulama/cerdik/pandai, ketua adat, kepala desa,
LSM, LBH dan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tanah ulayat, serta politik agraria
dalam melindungi hak-hak ulayat terhadap tanah ulayat masyarakat adat?
4. Bagaimana model penyelesaian konflik tanah ulayat masyarakat adat di Desa Simangambat
Jae Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara?
PERUMUSAN MASALAH
6
7. 1. Untuk mengetahui bagaimana dinamika konflik tanah ulayat masyarakat adat di Kabupaten Padang
Lawas Utara.
2. Untuk menguraikan penyebab masyarakat adat menolak pembebasan tanah ulayat yang beralih fungsi
menjadi Kawasan Tetap Hutan Negara atau Register 40 Paluta di Desa Simangambat Jae Kecamatan
Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara.
3. Untuk mengetahui peran tokoh adat/hatobangon/ulama/cerdik/pandai, ketua adat, kepala desa, LSM,
LBH dan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tanah ulayat, serta politik agraria dalam melindungi
hak-hak ulayat terhadap tanah ulayat masyarakat adat.
4. Untuk menemukan model penyelesaian konflik tanah ulayat masyarakat adat di Desa Simangambat Jae
Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara.
TUJUAN PENELITIAN
7
8. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi pengetahuan terhadap
program studi pembangunan, khsususnya mengenai konflik tanah ulayat dan model penyelesaian
konflik hak-hak ulayat atas tanah ulayat di Desa Simangambat Jae Kecamatan Simangambat
Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah
Kabupaten Padang Lawas Utara dan masyarakat adat Marga Hasibuan dalam menyelesaikan konflik
tanah ulayat dengan merujuk pada hukum nasional, kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang berlaku di
Desa Simangambat Jae Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara.
MANFAAT PENELITIAN
8
9. PENELITIAN TERDAHULU
9
No Nama Judul Hasil Penelitian
1 Solistis Po Dachi (2016) penyelesaian Sengketa Pembebasan
Tanah Ulayat Untuk Pembangunan
Bandar Udara Silambo Kabupaten Nias
Selatan Provinsi Sumatera Utara
Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah sengketa tanah adalah
dengan melakukan musyawarah, hingga saat ini tidak dapat diselesaikan.
Masyarakat di Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama dan Desa
Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo meminta ganti rugi atas tanah
tersebut karena mereka menganggap tanah itu adalah tanah hak adat
sebagai sumber kehidupan. Namun setelah diteliti, pihak BPN Kabupaten
Nias Selatan menyebutkan sebagian tanah Bandara Udara Silambo
Kabupaten Nias Selatan adalah tanah negara. Pada kasus pembebasan
pembangunan Bandar Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan tersebut,
selain faktor surat-surat tanah yang belum jelas status kepemilikannya, hal
ini juga berkenaan dengan kompensasi atas tanah tersebut
2 Edy Ikhsan (2013) Konflik tanah ulayat dan pluralisme
hukum: hilangnya ruang hidup orang
melayu deli
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan hukum dan konflik
agraria di perkebunan Deli, Sumatera Utara adalah muara dari persoalan
sejarah dan politik kolonial, pada zaman sesudah kemerdekaan sampai
masa kini. Ada berbagai cara penyelesaian konflik agraria yang dapat
diidentifikasi dalam masyarakat yaitu membawa sengketa ke pengadilan,
menyelesaikan dengan cara negosiasi dan mediasi, atau bahkan
menyelesaikan dengan cara menggunakan kekerasan melalui perang
tanding.
10. 10
Lanjutan…
No Nama Judul Hasil Penelitian
3 Saturnino, M.
Borras Jr and
Jennifer, C.
Franco (2012)
Global Land Grabbing and
Trajectories of Agrarian Change:
A preliminary Analysis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan tanah telah
mejadi fase yang merujuk pada terungkapnya transaksi tanah
komersial nasional, terutama di sektor prouksi dan ekspor
makanan, pakan ternak, biofuel, kayu dan mineral. Ada 2 (dua)
dimensi penguasaan tanah yaitu politik perubahan penggunaan
lahan dan perubahan properti kurang mengeksplorasi dalam
literatur, berupa untuk kesenjangan tersebut dengan menawarkan
analisis awal melalui pendekatan analitis yang menyarankan
beberapa tipologi sebagai langkah menuju yang lebih lengkap dan
pemahaman yang lebih baik dari politik perampasan tanah global.
4 Sule, Abass
Iyanda (2014)
Communal Land Aquistion and
Valution for compensation in
Nigeria
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan yang berlaku
berdasarkan UU tidak menjamin kompensasi yang memadai. Oleh
karena itu, rekomendasi amandemen hadir penggunaan Land Act of
Nigeria untuk mencerminkan realitas kepemilikan hal dan metode
transparan penilaian untuk kompensasi.
11. 1. Tempat Penelitian
Alasan peneliti memilih Desa Simangambat Jae Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas
Utara Utara sebagai lokasi penelitian adalah berdasarkan keterangan key person yang memberikan
arahan bahwa desa tersebut sering terjadi konflik dan masih berstatus tanah ulayat, diperkuat lagi
metode penyelesaian konflik tanah ulayat yang dipilih masyarakat adat adalah model pemecahan
secara alternatif (diluar pengadilan) yang dilakukan oleh Kepala Desa atau pemangku adat melalui
upaya mediasi berdasarkan hukum adat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak proposal disetujui akhir bulan November 2016 sampai dengan Juli
2019.
3. Subjek Penelitian: 1) Pemerintah Kab. Paluta, 2) DPRD Kab. Paluta, 3) Kakan BPN Tapsel, 4)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 5) Camat Simangambat, 6) Kepala Desa Simangambat
Jae, 7) Kelompok Tani, 8) Tokoh masyarakat, 9) masyarakat dan 10) pihak KPKS Bukit Harapan.
METODE PENELITIAN
11
12. 4. Teknik Pengumpulan Data: Wawancara mendalam (in-depth interview), Studi Dokumentasi
dan Observasi.
5. Jenis dan Sumber Data: Data primer, dan Data sekunder,.
6. Model Analisis Data: Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis
interaktif Miles M.B. Huberman dan A.M. Saldana, J (2014:31-33) yakni metode analisis
yang digunakan untuk proses analisis terhadap data yang diperoleh dari lapangan dan
bergerak timbal balik secara kontiniu selama penelitian berlangsung, dengan memadukan
secara interaktif dan sirkuler antara pengumpulan data (data collection), kondensasi data
(data condensation), penyajian data (data display) dan kemudian bagaimana penarikan
kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification).
12
13. KERANGKA BERPIKIR
13
Masyarakat Adat
Marga Hasibuan
Novelty
Hubungan ekonomi yang
dilandasi oleh kepentingan
ekonomi atas lahan yang
dikelola PT. Torganda
Penyelesaian konflik melalui
Mediasi dalam Rapat Dengan
Pendapat Masyarakat Adat
membentuk Forum
Masyarakat Adat Luhat
Huristak, Simangambat dan
Ujung Gading
Masyarakat adat menuntut
KLHK ke PTUN hingga MK
KPKS
Bukit Harapan
Tanah
Ulayat
Eksekusi Register 40 Paluta
atas dasar izin operasional
pengelolaan Kelapa Sawit
berbadan hukum Koperasi
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan
Penyelesaian konflik tanah ulayat yang
ideal melalui mediasi lembaga adat yang
disandarkan pada kearifan lokal,
melibatkan unsur dalian na tolu sebab
tanah ulayat ibarat ulos na sora ni buruk
(boru tulang)
Badan Pertanahan Nasional
Berdasarkan Surat yang diterbitkan BPN
Nomor 590.207/2/1989 tanggal 10
Februari 1989 berbunyi:
1. Tanah hak milik adat diperoleh secara
turun temurun kepemilikannya;
2. Tanah/hak ulayat; dan
3. Tanah yang langsung dikuasai oleh
Negara sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 3 & 5 UUPA.
Belum pernah temu gelang
persoalan tapal batas
14. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
14
A. MASYARAKAT ADAT MENOLAK TANAH ULAYAT BERALIH FUNGSI MENJADI KTHN
1. Konflik antara Luhat Simangambat dengan Kesultanan Kotapinang dan Kesultanan Siak
Luhat Simangambat dahulu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Japadang Hasibuan (Sultan
Sampe Dibata), beliau mangkat tahun 1874 setelah itu terjadi perselisihan batas wilayah antar Kesultan
Kotapinang dan Kesultanan Siak menyerobot tanah Luhat Simangambat. Upaya penyelesaian konflik
terjadi tahun 1929 dimana Kesultanan Siak mengundang Kesultanan Kotapinang dan pihak Luhat
Simangambat (Alm. Sultan Mahodum Hasibuan, Alm. Patuan Bosar Hasibuan dan unsur dalian na tolu)
hasil pertemuan tersebut adalah kesepakatan untuk menetapkan batas wilayah yang dituangkan dalam
Peta (konflik horizontal).
2. Konflik Tanah Ulayat antara Masyarakat Adat dengan Kepala Desa
Konflik tahun 1997 dipicu oleh Kepala Desa Ujung Gading Jae dan Kepala Desa Ujung Gading Julu
memperjualbelikan tanah ulayat kepada pihak luar demi kepentingan pribadi tanpa izin dari masyarakat
adat (konflik vertikal).
15. 3. Konflik Tanah Ulayat antara Masyarakat Adat dengan Pihak Perkebunan (KPKS Bukit Harapan)
Mengingat tanah ulayat masyarakat adat yang telah diserahkan dan dikelola oleh KPKS Bukit Harapan
untuk menanam kelapa sawit sesuai dengan konsesi yang dituangkan dalam akte notaris setelah
musyawarah antara masyarakat adat dengan pihak perkebunan, maka dilanjutkan dengan “pesta adat”
yang pada Agustus dan Desember 1998 dengan menyerahkan pago-pago dan membagi keuntungan
dari hasil kepada para peserta plasma PIR dengan cara membentuk kelompok tani. Mengingat tanah
ulayat yang telah dihuni oleh mayoritas Marga Hasibuan melihat dan merasa belum juga memperoleh
kejelasan status untuk tanah ulayat sehingga masyarakat adat merasa diingkari oleh pihak perkebunan
(konflik horizontal).
4. Konflik Tanah Ulayat antara Masyarakat Adat dengan Negara
Perlu diketahui bahwa masuknya Dirut PT. Torganda ke Register 40 Paluta untuk mengelola lahan adat,
berdasarkan undangan dari para tokoh adat yang mengajak kerjasama sebagai mitra untuk membangun
tanah ulayat dan menjadi perkebunan dengan perjanjian yang diawali dengan penyerahan pago-pago
dan kesepakatan membentuk kelompok tani. Pada tahun 2004 Pemerintah mempertanyakan izin prinsip
kepada pihak perkebunan yang mengelola lahan Register 40 Padang Lawas Utara dengan berbadan
hukum “Koperasi”, sehingga pemerintah (negara) mengambil langkah hukum yakni dengan melakukan
embargo kepada pihak perkebunan yang dinyatakan sebagai Kawasan Tetap Hutan Negara di atas
tanah ulayat, menandakan ada persyaratan yang bersifat membatasi ruang hukum adat dan hak-hak
ulayat. Nasib tanah ulayat yang dipergunakan untuk lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh
pihak perkebunan berstatus adalah tanah negara dan tanah ulayat. Sementara akibat pihak perkebunan
15
16. B. PERAN TOKOH ADAT/HATOBANGON/ULAMA/CERDIK/PANDAI, KETUA ADAT, KEPALA DESA,
LSM, LBH DAN PEMERINTAH DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK TANAH ULAYAT DAN MODEL
PENYELESAIAN KONFLIK TANAH ULAYAT, SERTA POLITIK AGRARIA DALAM MELINDUNGI HAK-
HAK ULAYAT TERHADAP TANAH ULAYAT
1. Peran Masyarakat Adat dalam Menyelesaikan Konflik Tanah Ulayat
Upaya penyelesaian konflik tanah ulayat yang dipilih oleh masyarakat adat memilih mediasi yang
dilakukan oleh Pemangku Adat Tanah Ulayat Luhat Simangambat karena masih memiliki keterkaitan
dengan budaya dan alam.
2. Peran Kepala Adat dalam menyelesaikan Konflik Tanah Ulayat
Melakukan mediasi antar masyarakat adat dengan pihak perkebunan untuk mencapai kesepakatan,
terbukti dengan diadakannya “pesta adat” dan penyerahan ingot-ingot dan membentuk kelompok tani
yang sebagian besar anggotanya adalah masyarakat adat.
3. Peran Kepala Desa dalam menyelesaikan Konflik Tanah Ulayat
Menolak rencana eksekusi lahan Register 40 Paluta mendapat perlawanan dari 61 Kepala Desa dari 3
Luhat, yakni Luhat Huristak, Luhat Ujung Gading dan Luhat Simangambat dan 2 Kabupaten.
16
17. 4. Peran Pemerintah (Negara) dalam Menyelesaikan Konflik Tanah Ulayat
Untuk menghindari terjadinya konflik pertanahan, maka pihak BPN berdasarkan UUPA memberikan
pengakuan (bersyarat) terhadap eksistensi tanah ulayat dan hak ulayat sepanjang menurut kenyataan
masih ada, tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan tidak bertentangan dengan UU.
17
18. C. MODEL PENYELESAIAN KONFLIK TANAH ULAYAT DI DESA SIMANGAMBAT JAE KECAMATAN
SIMANGAMBAT KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
1. Penyelesaian Konflik Tanah Ulayat Secara Adat
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model penyelesaian yang dilakukan melalui lembaga adat.
Masyarakat menggunakan mediasi secara teori, dimana proses penyelesaian cenderung seperti
peradilan, tetapi hakim yang memutuskan perkara tersebut diambil dari perangkat pemerintah, yaitu
Polisi dan melibatkan LBH.
2. Penyelesaian Konflik Tanah Ulayat Menurut BPN
Keberadaan status tanah di Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan pernah ditanyakan kepada pihak BPN
Kabupaten Tapanuli Selatan melalui surat Nomor 590.207/2/1989 pada tanggal 10 Februari 1989 yang
isi surat tersebut menyatakan bahwa:
a) status kepemilikan tanah di kabupaten Tapsel adalah sebagai berikut: tanah hak milik adat, yang
dapat secara turun temurun kepemilikannya,
b) Tanah/hak ulayat
c) Selanjutnya dapat diterangkan bahwa kepemilikan adat di daerah kabupaten Tapsel masih ada dan
diakui sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 dan 5 UUPA
d) Sebagai tindak lanjut terhadap permohonan masyarakat pengajuan permohonan penerbitan
sertifikat tanah terhadap plasma yang dikelola oleh KPKS Bukit Harapan, maka Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Tapanuli Selatan mengirimkan surat dengan Nomor: 346/5/2002 pada tanggal
3 Mei 2002, perihal permohonan ketegasan tapal batas register 40 (Kawasan Hutan Padang
Lawas) Kabupaten Tapanuli Selata kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera
Utara.
18
19. D. POLITIK AGRARIA MELINDUNGI HAK-HAK ULAYAT ATAS TANAH ULAYAT
1. Upaya Masyarakat Adat Menyelesaikan Litigasi
Tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak konsisten dan membangkitkan amarah
masyarakat adat. Pemilik lahan yang tergabung dalam KPKS Bukit Harapan dan PARSUB mengugat
perdata ke Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Kejaksaan
dan Kepala Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
2. Upaya Masyarakat Adat Menyelesaikan Non Litigasi
Melakukan upaya penyelesaian konflik yang diarahkan pada suatu kesepakatan yang kooperatif untuk
menghindari konflik sehingga terjadi win-win solution.
19
20. TEMUAN PENELITIAN
20
1. Secara garis besar masyarakat adat Marga Hasibuan adalah masyarakat agraris, berdasarkan
komunikasi dengan beberapa orang warga adat, pihak perkebunan, BPN, DPRD Kab. Paluta dan unsur
dalian na tolu, maka peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat adat sangat dekat dengan alamnya,
adapun bentuk konflik yang terjadi antar masyarakat adat dengan pihak perkebunan disebut konflik
horizontal, sedangkan konflik yang terjadi antar masyarakat adat dengan negara disebut konflik vertikal
memperebutkan status tanah ulayat. Pihak perkebunan yang melibatkan masyarakat adat dan diklaim
negara sebagai KTHN, ternyata bukan Register 40 Paluta, tetapi tanah ulayat.
2. Penyelesaian konflik tanah ulayat yang ideal melalui mediasi lembaga adat yang disandarkan pada
kearifan lokal, melibatkan unsur dalian na tolu sebab tanah ulayat ibarat ulos na sora ni buruk (boru
tulang).
21. PENUTUPAN
21
1. KESIMPULAN
Tanah ulayat masyarakat adat Marga Hasibuan ternyata masih mengenal istilah hak ulayat, dimana
kewenangan penguasaan atas tanah tersebut di pegang oleh Kepala Desa atau Pemangku Adat Tanah
Ulayat Luhat Simangambat. Pada hak ulayat tersebut diakui pula hak atas tanah perseorangan dan hak
komunal. Namun, apabila tanah tersebut ditelantarkan, maka tanah tersebut akan kembali menjadi hak
komunal yang dilindungi oleh hak-hak ulayat dan Kepala Desa atau Pemangku Adat, hal ini
menyebabkan timbulnya konflik tanah ulayt dikarenakan adanya legal pluralisme dalam pengakuan dan
proses pembebasan tanah ulayat yang terjadi akibatkan konsesi yang dikendalikan oleh Kepala Desa
atau Pemangku Adat, terbukti dari kegiatan tersebut menjadi penyalahgunaan kekuasaan akibat jual beli
dibawah tangan.
2. IMPLIKASI TEORI
Berdasarkan fakta secara gamblang bahwa peran Kepala Desa menjembatani masyarakat adat dalam
kepengurusan tanah ulayat dan hak ulayat sepanjang sejarah etnis Batak memiliki andil. Saat terjadi
benturan kepentingan antara masyarakat adat dengan pihak lain upaya yang dilakukan adalah mediasi.