SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
1
PENGAJIAN JUMAT PETANG BA’DA MAGHRIB
KAJIAN HADITS TEMATIK
MASJID MARGO RAHAYU NAMBURAN KIDUL YOGYAKARTA
“Perempuan Dikhitan, Wajibkah? “
Dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah
dinyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Fithrah itu ada lima, atau ada lima fithrah yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis." (HR
Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz VII, hal. 206, hadits no. 5889; HR Muslim,
juz I, hal. 152, hadits no. 620, dari Abu Hurairah r.a.)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang
komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk
hal-hal yang sepele yang menjadi naluri kebiasaan manusia.
Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan
untuk berkhitan, karena secara logika bisa dipahami, khitan merupakan
bagian dari kebersihan (thahârah). Tetapi tidak demikian bagi perempuan,
banyak kalangan terutama tenaga medis yang melarang khitan bagi
perempuan. Sementara itu sebagian kalangan berpendapat bahwa khitan
bagi perempuan harus dilakukan. Oleh karenanya, masalah khitan bagi
perempuan perlu mendapatkan kejelasan secara tuntas dan menyeluruh.
Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan,
ada yang mengatakan sunnah, dan ada yang mengatakan mubah. Sedangkan
menurut al-Syafi’i hukumnya wajib, seperti hukum khitan bagi laki-laki
sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi.
Pendapat yang melarang khitan perempuan sebetulnya tidak
memiliki dalil syar’i, kecuali hanya sekadar melihat bahwa khitan perempuan
adalah menyakitkan korban (perempuan). Sementara hadits yang
menjelaskan khitan perempuan (hadits Abu Dawud) tidak
menunjukkan taklîf disamping juga keshahihannya diragukan. Padahal ada
kaedah ushul yang menyatakan bahwa ‘adam al-dalîl laisa bi dalîl (tidak
adanya dalil bukan merupakan suatu dalil).
2
Adapun pendapat yang mengatakan sunnah, berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
‫ﷺ‬
“Dari Abu al-Malih bin Usamah, dari Ayahnya: “Sungguh Nabi SAW bersabda:
Khitan itu hukumnya sunnah bagi para lelaki dan kemuliaan bagi para
perempuan.” (HR Ahmad dari Usamah bin 'Umair bin 'Amir, Musnad
Ahmad ibn Hanbal, juz V, hal. 75, hadits no. 20738)
Kata sunnah yang dikehendaki di sini bukan berarti lawan
kata wajib. Sebab kata sunnah apabila dipakai dalam sebuah hadits, maka
tidak dimaksud sebagai lawan kata wajib. Namun lebih menunjukkan
persoalan membedakan antara hukum laki-laki dan perempuan. Dengan
begitu, arti kata sunnah dan kata makrumah dalam hadits tersebut maksudnya
adalah laki-laki lebih dianjurkan berkhitan dibanding perempuan. Sehingga
bisa jadi artinya adalah laki-laki sunnah berkhitan dan perempuan mubah.
Atau wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Atau laki-laki
dianjurkan mengumumkan khitannya, baik dalam walîmah al-khitân atau
undangan, sedangkan perempuan justru yang baik dirahasiakan, tidak perlu
diekspose atau disebarluaskan.
Sebagaimana disampaiakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath
al-Bâriy Syarh Shahîh al-Bukhâriy,
‫ﷺ‬
3
4
“Fithrah itu ada lima, atau lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan,
mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak,
memotong kuku, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Al-Mawardi berkata: “Mengkhitan perempuan yaitu memotong
kulit yang ada di bagian atas vagina, yaitu tempat masuknya alat kelamin
pria yang berbentuk seperti biji atau seperti jengger ayam jantan. Bagian
yang wajib dipotong adalah kulit yang timbul ke atas, bukan memotongnya
habis. Abu Dawud telah meriwayatkan hadits Ummu ‘Athiyah: “Sungguh
seorang perempuan akan berkhitan di Madinah, lalu Nabi SAW bersabda
padanya: “Jangan engkau potong habis, sebab hal itu lebih baik bagi seorang
perempuan.” Lalu Abu Dawud berkata: “Hadits itu bukan hadits kuat.” Saya
(Ibn Hajar al-‘Asqalani) berpendapat, hadits itu punya dua syahid (penguat)
dari hadits Anas dan hadits Ummu Aiman. Lalu dari hadits Abu al-Syaikh
dalam Kitab al-‘Aqiqah, hadits lain dari al-Dhahak bin Qais dalam riwayat al-
Baihaqi. Al-Nawawi berkata: “Khitan laki-laki disebut dengan
istilah i’dzar dengan dzal yang dititik satu, sementara khitan perempuan
disebut khafzh dengankha’ dan zha’ yang dititik satu. Sedangkan Abu Syamah
menyatakan bahwa pendapat ahli bahasa memutuskan keduanya
disebut i’dzar, dan khafzh dikhususkan bagi perempuan. Abu ‘Ubaidah
berkata: “Perempuan dan laki-laki beri’dzar (berkhitan). Saya
mengi’dzar mereka berdua, maksudnya khatantuhuma (saya mengkhitan
keduanya) dan akhtantuhuma (saya mengkhitan keduanya), dalam wazan dan
maknanya. Al-Jauhari berkata: “Mayoritas diucapkan khafzhat al-
jariyah (seorang perempuan berkhitan.)” Ia berkata: “Orang Arab
menyangka bahwa seorang anak laki-laki ketika lahir pada saat muncul
bintang qamar, qulfah (kulit ujung penis)nya melebar, sehingga seperti sudah
dikhitan.” Ulama Syafi’iyah menghukumi orang yang lahir dalam keadaan
sudah terkhitan sunnah menjalankan pisau di bagian khitan tanpa
memotongnya. Abu Syamah berkata: “Mayoritas anak yang lahir dalam
keadaan begitu, khitannya tidak sempurna, hanya ujung penis yang terlihat.
Bila begitu, maka ia wajib menyempurnakan khitannya. Dalam kitab al-
Madkhal, Syaikh Abu Abdillah bin al-Hajj menyampaikan, hukum khitan
perempuan masih diperselisihkan. Apakah mereka semua dikhitan atau
dibedakan antara perempuan timur dikhitan dan perempuan barat tidak,
sebab tidak adanya sisa bagian yang disyariatkan dipotong di vagina mereka,
berbeda dengan wanita timur. Ia berkata: “Ulama yang punya pendapat
seorang anak laki-laki yang lahir dalam keadaan terkhitan sunnah
5
menjalankan pisau di tempat khitannya karena mematuhi perintah syari’ah,
berpendapat begitu pula bagi seorang anak perempuan. Dan ulama yang
tidak berpendapat begitu, maka tidak menghukumi sunnah menjalankan
pisau di tempat khitan seorang perempuan.” Al-Syafi’i dan
mayoritas Ashhabnya berpendapat atas kewajiban khitan, bukan
keempat fithrah lainnya yang disebutkan dalam hadits bab ini. Dari Ahmad
dan sebagian ulama Malikiyah diriwayatkan menghukumi wajib. Dari Abu
Hanifah menghukumi wajib namun bukan fardhu. Diriwayatkan pula
darinya, hukum khitan itu sunnah yang berdosa bila ditinggalkan. Pada satu
pendapat ashhab Syafi’iyah dinyatakan bahwa khitan tidak wajib bagi
perempuan. Pendapat ini disampaikan – pula -- oleh penulis kitab al-Mughni.
Begitu pula keterangan dalam Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi
r
6
“Fitrah itu ada lima macam, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di
sekitar kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut
bulu ketiak.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra.)
Sabda Nabi SAW: “Fitrah itu ada lima macam.” kemudian beliau
menjelaskannya, beliau berkata:“Yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di
sekitar kemaluan, memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan
mencukur kumis.” Dan dalam hadits lain: “Sepuluh perkaratermasuk fithrah,
yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, menghirup air ke hidung,
memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut rambut ketiak, mencukut rambut
sekitar kemaluan, dan memercikkan air pada kemaluan untuk menghilangkan was-
was.” Mash’ab berkata: “Yang kesepuluh telah terlupakan kecuali bila
7
maksudnya adalah berkumur.” Sedangkan sabda Nabi SAW: “Fitrah itu ada
lima macam.” maknanya adalah lima perkara yang termasuk fitrah, seperti
dalam riwayat lain, yaitu: “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah.” Sebenarnya
macam fitrah itu tidak hanya sepuluh, dan Nabi SAW telah
menyinggungnya dengan sabda beliau: “Sepuluh perkara yang termasuk
fithrah.” Wallâhu a’lam.
Sementara makna fitrah sendiri diperselisihkan. Abu Sulaiman al-
Khaththabi berkata: “Mayoritas ulama berpendapat, makna fitrah adalah
sunnah. Demikian disampaikan oleh sekelompok ulama selain al-
Khaththabi. Mereka berkata: “Maksudnya, fitrah itu termasuk sunnah para
nabi -shalawatullah ‘alaihim wa al-salam-. Menurut satu pendapat fitrah
diartikan sebagai ajaran agama. Lalu mayoritas fitrah di atas menurut ulama
hukumnya tidak wajib. Sebagiannya diperselisihkan hukum wajibnya, seperti
khitan, berkumur dan menghirup air ke hidung. Dan bisa saja perkara wajib
disebut bersama dengan perkara sunnah, seperti firman Allah
Swt.: “Kalian makanlahbuahnya ketika berbuah, dan berikan haknya saat hari
panennya.” Memberikan hak (zakat) hukumnya wajib, dan hukum
memakannya tidak wajib. Wallâhu a’lam.
Adapun perincian hukumnya, maka khitan wajib menurut Imam
Syafi’i dan ulama banyak. Sunnah menurut Malik dan mayoritas ulama.
Menurut al-Syafi’i wajib khitan itu bagi semua laki-laki dan perempuan.
Kemudian yang wajib bagi laki-laki adalah memotong semua kulit yang
menutupkhasyafah (ujung penis) sehingga terlihat semuanya, sementara bagi
wanita adalah memotong sebagian kecil kulit yang berada di vagina bagian
atas. Pendapat al-Shahih dalam madzhab kita yang disetujui mayoritas ulama
Syafi’iyah menyatakan, khitan itu boleh dilakukan semasa kecil, dan tidak
wajib. Kita juga mempunyai satu pendapat Ashhab yang menyatakan khitan
itu wajib atas wali, yakni mengkhitan anak kecilnya sebelum mencapai usia
baligh. Terdapat pula pendapat Ashhâb yang mengharamkan khitan sebelum
mencapai usia 10 tahun. Ketika kita memutuskan dengan pendapat al-
shahih, maka disunnahkan mengkhitan pada hari ketujuh dari kelahiran.
Adakah hari kelahiran dihitung menjadi bagian dari tujuh hari itu? atau
tanpa menghitung hari kelahiran? Dalam masalah ini ada dua
pendapat Ashhab. Pendapat yang kuat adalah menghitung hari kelahiran
menjadi bagian tujuh hari tersebut.
Dan begitu juga dalam Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab
8
Sedangkan khitan perempuan, maka ketahuilah, bahwa tempat
masuknya penis adalah tempat keluarnya haidh, anak dan mani. Di atas
(bagian vagina) yang menjadi tempat masuknya penis terdapat lubang seperti
lubang alat kelamin pria yang menjadi saluran kencing perempuan. Di
antara saluran kencing dan tempat masuknya penis tersebut terdapat kulit
tipis. Di atas saluran kencing perempuan itu terdapat kulit tipis seperti daun
yang terletak di antara dua bibir vagina. Dua bibir vagina tersebut menutupi
semua bagian-bagian tersebut. Kulit tipis di atas saluran kencing itulah yang
sebagiannya dipotong saat khitan. Dan itulah khitan perempuan.
Maka khitan perempuan dilakukan dengan cara menghilangkan
sebagian kecil kulit ari yang menutupi klitoris, bukan membuangnya sama
sekali. Bahkan Rasulullah SAW justru mengingatkan agar tidak berlebihan
dalam memotong, sebagaimana terungkap dalam hadits Ummu ‘Athiyah al-
Anshariyah di atas.
Adapun waktu khitan bagi perempuan yang paling baik adalah hari
ketujuh dari kelahirannya. Ulama berbeda pendapat tentang penetapan
hitungan hari ketujuh. Ada yang berpendapat hari pertama kelahiran
dihitung satu hari, dan ini pendapat yang kuat, sementara itu, ada yang
menganggap hari pertama tidak dihitung.
(Dikutip dan diselaraskan dari http://mutakhorij-
assunniyyah.blogspot.com/2013/02/perempuan-dikhitan-wajibkan.html,
dari Sumber: NU Online)

More Related Content

What's hot

9 perbedaan karomah dan sihir
9 perbedaan karomah dan sihir9 perbedaan karomah dan sihir
9 perbedaan karomah dan sihirSai Nudin
 
Power point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmuPower point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmunisahanan86
 
Biogfafi nabi abdurrahman bin auf
Biogfafi nabi abdurrahman bin aufBiogfafi nabi abdurrahman bin auf
Biogfafi nabi abdurrahman bin aufNurAisah23
 
Bukti kebenaran al quran
Bukti kebenaran al quranBukti kebenaran al quran
Bukti kebenaran al quranHelmon Chan
 
Studi Kitab Hadits Abu Dawud
Studi Kitab Hadits Abu DawudStudi Kitab Hadits Abu Dawud
Studi Kitab Hadits Abu DawudIntan El-Durroty
 
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari MuslimKumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari MuslimDarminto WS
 
Haid, nifas dan istihadhah
Haid, nifas dan istihadhahHaid, nifas dan istihadhah
Haid, nifas dan istihadhahsutanhasbullah
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahMarhamah Saleh
 
Aqidah akhlak kelas 5 sem 1
Aqidah akhlak kelas 5 sem 1Aqidah akhlak kelas 5 sem 1
Aqidah akhlak kelas 5 sem 1pentcr
 
Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3Ahmad Zainuddin
 
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptxmengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptxBadiSuprio
 
Bab 1 memahami akidah islam
Bab 1 memahami akidah islamBab 1 memahami akidah islam
Bab 1 memahami akidah islammarisaphega
 
Doa sehari hari.docx
Doa sehari hari.docxDoa sehari hari.docx
Doa sehari hari.docxindahsepti13
 
Pengurusan jenazah powerpoint
Pengurusan jenazah powerpointPengurusan jenazah powerpoint
Pengurusan jenazah powerpointNenk Ajalah
 

What's hot (20)

Bab 1 dalil aqli dan naqli
Bab 1 dalil aqli dan naqliBab 1 dalil aqli dan naqli
Bab 1 dalil aqli dan naqli
 
9 perbedaan karomah dan sihir
9 perbedaan karomah dan sihir9 perbedaan karomah dan sihir
9 perbedaan karomah dan sihir
 
Power point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmuPower point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmu
 
Biogfafi nabi abdurrahman bin auf
Biogfafi nabi abdurrahman bin aufBiogfafi nabi abdurrahman bin auf
Biogfafi nabi abdurrahman bin auf
 
naskh wa mansukh
naskh wa mansukhnaskh wa mansukh
naskh wa mansukh
 
Bukti kebenaran al quran
Bukti kebenaran al quranBukti kebenaran al quran
Bukti kebenaran al quran
 
Studi Kitab Hadits Abu Dawud
Studi Kitab Hadits Abu DawudStudi Kitab Hadits Abu Dawud
Studi Kitab Hadits Abu Dawud
 
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari MuslimKumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
 
Fiqh seputar wanita
Fiqh seputar wanitaFiqh seputar wanita
Fiqh seputar wanita
 
Haid, nifas dan istihadhah
Haid, nifas dan istihadhahHaid, nifas dan istihadhah
Haid, nifas dan istihadhah
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
 
Aqidah akhlak kelas 5 sem 1
Aqidah akhlak kelas 5 sem 1Aqidah akhlak kelas 5 sem 1
Aqidah akhlak kelas 5 sem 1
 
Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3
 
Shohih Bukhori
Shohih BukhoriShohih Bukhori
Shohih Bukhori
 
Tafsir ayat shalawat
Tafsir ayat shalawatTafsir ayat shalawat
Tafsir ayat shalawat
 
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptxmengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
 
Imam Bukhari
Imam BukhariImam Bukhari
Imam Bukhari
 
Bab 1 memahami akidah islam
Bab 1 memahami akidah islamBab 1 memahami akidah islam
Bab 1 memahami akidah islam
 
Doa sehari hari.docx
Doa sehari hari.docxDoa sehari hari.docx
Doa sehari hari.docx
 
Pengurusan jenazah powerpoint
Pengurusan jenazah powerpointPengurusan jenazah powerpoint
Pengurusan jenazah powerpoint
 

Similar to Khitan Perempuan (20)

Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Aman antropologi
Aman antropologiAman antropologi
Aman antropologi
 
Khitan untuk Perempuan
Khitan untuk PerempuanKhitan untuk Perempuan
Khitan untuk Perempuan
 
Makalah katoba adat muna
Makalah  katoba  adat munaMakalah  katoba  adat muna
Makalah katoba adat muna
 
Makalah katoba suku muna
Makalah katoba suku munaMakalah katoba suku muna
Makalah katoba suku muna
 
Makalah khitan adat muna
Makalah  khitan adat munaMakalah  khitan adat muna
Makalah khitan adat muna
 
Makalah khitan adat muna
Makalah  khitan adat munaMakalah  khitan adat muna
Makalah khitan adat muna
 
Makalah khitan adat muna
Makalah  khitan adat munaMakalah  khitan adat muna
Makalah khitan adat muna
 
Makalah khitan adat muna
Makalah  khitan adat munaMakalah  khitan adat muna
Makalah khitan adat muna
 
Makalah katoba suku muna
Makalah katoba suku munaMakalah katoba suku muna
Makalah katoba suku muna
 
Makalah katoba adat muna
Makalah  katoba  adat munaMakalah  katoba  adat muna
Makalah katoba adat muna
 
Makalah katoba adat muna
Makalah  katoba  adat munaMakalah  katoba  adat muna
Makalah katoba adat muna
 
Makalah katoba adat muna
Makalah  katoba  adat munaMakalah  katoba  adat muna
Makalah katoba adat muna
 
Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )
 
Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )
 
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'manAnta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
 
Agama (2)
Agama (2)Agama (2)
Agama (2)
 
Al Qawaid Al Fiqhiyah
Al Qawaid Al FiqhiyahAl Qawaid Al Fiqhiyah
Al Qawaid Al Fiqhiyah
 
ushul fiqh
ushul fiqhushul fiqh
ushul fiqh
 
Panduan kurban praktis
Panduan kurban praktisPanduan kurban praktis
Panduan kurban praktis
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 
Ketika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkacaKetika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkacaMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 
Ketika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkacaKetika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkaca
 

Khitan Perempuan

  • 1. 1 PENGAJIAN JUMAT PETANG BA’DA MAGHRIB KAJIAN HADITS TEMATIK MASJID MARGO RAHAYU NAMBURAN KIDUL YOGYAKARTA “Perempuan Dikhitan, Wajibkah? “ Dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah dinyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Fithrah itu ada lima, atau ada lima fithrah yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis." (HR Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz VII, hal. 206, hadits no. 5889; HR Muslim, juz I, hal. 152, hadits no. 620, dari Abu Hurairah r.a.) Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hal-hal yang sepele yang menjadi naluri kebiasaan manusia. Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan untuk berkhitan, karena secara logika bisa dipahami, khitan merupakan bagian dari kebersihan (thahârah). Tetapi tidak demikian bagi perempuan, banyak kalangan terutama tenaga medis yang melarang khitan bagi perempuan. Sementara itu sebagian kalangan berpendapat bahwa khitan bagi perempuan harus dilakukan. Oleh karenanya, masalah khitan bagi perempuan perlu mendapatkan kejelasan secara tuntas dan menyeluruh. Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan, ada yang mengatakan sunnah, dan ada yang mengatakan mubah. Sedangkan menurut al-Syafi’i hukumnya wajib, seperti hukum khitan bagi laki-laki sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi. Pendapat yang melarang khitan perempuan sebetulnya tidak memiliki dalil syar’i, kecuali hanya sekadar melihat bahwa khitan perempuan adalah menyakitkan korban (perempuan). Sementara hadits yang menjelaskan khitan perempuan (hadits Abu Dawud) tidak menunjukkan taklîf disamping juga keshahihannya diragukan. Padahal ada kaedah ushul yang menyatakan bahwa ‘adam al-dalîl laisa bi dalîl (tidak adanya dalil bukan merupakan suatu dalil).
  • 2. 2 Adapun pendapat yang mengatakan sunnah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: ‫ﷺ‬ “Dari Abu al-Malih bin Usamah, dari Ayahnya: “Sungguh Nabi SAW bersabda: Khitan itu hukumnya sunnah bagi para lelaki dan kemuliaan bagi para perempuan.” (HR Ahmad dari Usamah bin 'Umair bin 'Amir, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz V, hal. 75, hadits no. 20738) Kata sunnah yang dikehendaki di sini bukan berarti lawan kata wajib. Sebab kata sunnah apabila dipakai dalam sebuah hadits, maka tidak dimaksud sebagai lawan kata wajib. Namun lebih menunjukkan persoalan membedakan antara hukum laki-laki dan perempuan. Dengan begitu, arti kata sunnah dan kata makrumah dalam hadits tersebut maksudnya adalah laki-laki lebih dianjurkan berkhitan dibanding perempuan. Sehingga bisa jadi artinya adalah laki-laki sunnah berkhitan dan perempuan mubah. Atau wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Atau laki-laki dianjurkan mengumumkan khitannya, baik dalam walîmah al-khitân atau undangan, sedangkan perempuan justru yang baik dirahasiakan, tidak perlu diekspose atau disebarluaskan. Sebagaimana disampaiakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bâriy Syarh Shahîh al-Bukhâriy, ‫ﷺ‬
  • 3. 3
  • 4. 4 “Fithrah itu ada lima, atau lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah) Al-Mawardi berkata: “Mengkhitan perempuan yaitu memotong kulit yang ada di bagian atas vagina, yaitu tempat masuknya alat kelamin pria yang berbentuk seperti biji atau seperti jengger ayam jantan. Bagian yang wajib dipotong adalah kulit yang timbul ke atas, bukan memotongnya habis. Abu Dawud telah meriwayatkan hadits Ummu ‘Athiyah: “Sungguh seorang perempuan akan berkhitan di Madinah, lalu Nabi SAW bersabda padanya: “Jangan engkau potong habis, sebab hal itu lebih baik bagi seorang perempuan.” Lalu Abu Dawud berkata: “Hadits itu bukan hadits kuat.” Saya (Ibn Hajar al-‘Asqalani) berpendapat, hadits itu punya dua syahid (penguat) dari hadits Anas dan hadits Ummu Aiman. Lalu dari hadits Abu al-Syaikh dalam Kitab al-‘Aqiqah, hadits lain dari al-Dhahak bin Qais dalam riwayat al- Baihaqi. Al-Nawawi berkata: “Khitan laki-laki disebut dengan istilah i’dzar dengan dzal yang dititik satu, sementara khitan perempuan disebut khafzh dengankha’ dan zha’ yang dititik satu. Sedangkan Abu Syamah menyatakan bahwa pendapat ahli bahasa memutuskan keduanya disebut i’dzar, dan khafzh dikhususkan bagi perempuan. Abu ‘Ubaidah berkata: “Perempuan dan laki-laki beri’dzar (berkhitan). Saya mengi’dzar mereka berdua, maksudnya khatantuhuma (saya mengkhitan keduanya) dan akhtantuhuma (saya mengkhitan keduanya), dalam wazan dan maknanya. Al-Jauhari berkata: “Mayoritas diucapkan khafzhat al- jariyah (seorang perempuan berkhitan.)” Ia berkata: “Orang Arab menyangka bahwa seorang anak laki-laki ketika lahir pada saat muncul bintang qamar, qulfah (kulit ujung penis)nya melebar, sehingga seperti sudah dikhitan.” Ulama Syafi’iyah menghukumi orang yang lahir dalam keadaan sudah terkhitan sunnah menjalankan pisau di bagian khitan tanpa memotongnya. Abu Syamah berkata: “Mayoritas anak yang lahir dalam keadaan begitu, khitannya tidak sempurna, hanya ujung penis yang terlihat. Bila begitu, maka ia wajib menyempurnakan khitannya. Dalam kitab al- Madkhal, Syaikh Abu Abdillah bin al-Hajj menyampaikan, hukum khitan perempuan masih diperselisihkan. Apakah mereka semua dikhitan atau dibedakan antara perempuan timur dikhitan dan perempuan barat tidak, sebab tidak adanya sisa bagian yang disyariatkan dipotong di vagina mereka, berbeda dengan wanita timur. Ia berkata: “Ulama yang punya pendapat seorang anak laki-laki yang lahir dalam keadaan terkhitan sunnah
  • 5. 5 menjalankan pisau di tempat khitannya karena mematuhi perintah syari’ah, berpendapat begitu pula bagi seorang anak perempuan. Dan ulama yang tidak berpendapat begitu, maka tidak menghukumi sunnah menjalankan pisau di tempat khitan seorang perempuan.” Al-Syafi’i dan mayoritas Ashhabnya berpendapat atas kewajiban khitan, bukan keempat fithrah lainnya yang disebutkan dalam hadits bab ini. Dari Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah diriwayatkan menghukumi wajib. Dari Abu Hanifah menghukumi wajib namun bukan fardhu. Diriwayatkan pula darinya, hukum khitan itu sunnah yang berdosa bila ditinggalkan. Pada satu pendapat ashhab Syafi’iyah dinyatakan bahwa khitan tidak wajib bagi perempuan. Pendapat ini disampaikan – pula -- oleh penulis kitab al-Mughni. Begitu pula keterangan dalam Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi r
  • 6. 6 “Fitrah itu ada lima macam, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra.) Sabda Nabi SAW: “Fitrah itu ada lima macam.” kemudian beliau menjelaskannya, beliau berkata:“Yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis.” Dan dalam hadits lain: “Sepuluh perkaratermasuk fithrah, yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, menghirup air ke hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut rambut ketiak, mencukut rambut sekitar kemaluan, dan memercikkan air pada kemaluan untuk menghilangkan was- was.” Mash’ab berkata: “Yang kesepuluh telah terlupakan kecuali bila
  • 7. 7 maksudnya adalah berkumur.” Sedangkan sabda Nabi SAW: “Fitrah itu ada lima macam.” maknanya adalah lima perkara yang termasuk fitrah, seperti dalam riwayat lain, yaitu: “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah.” Sebenarnya macam fitrah itu tidak hanya sepuluh, dan Nabi SAW telah menyinggungnya dengan sabda beliau: “Sepuluh perkara yang termasuk fithrah.” Wallâhu a’lam. Sementara makna fitrah sendiri diperselisihkan. Abu Sulaiman al- Khaththabi berkata: “Mayoritas ulama berpendapat, makna fitrah adalah sunnah. Demikian disampaikan oleh sekelompok ulama selain al- Khaththabi. Mereka berkata: “Maksudnya, fitrah itu termasuk sunnah para nabi -shalawatullah ‘alaihim wa al-salam-. Menurut satu pendapat fitrah diartikan sebagai ajaran agama. Lalu mayoritas fitrah di atas menurut ulama hukumnya tidak wajib. Sebagiannya diperselisihkan hukum wajibnya, seperti khitan, berkumur dan menghirup air ke hidung. Dan bisa saja perkara wajib disebut bersama dengan perkara sunnah, seperti firman Allah Swt.: “Kalian makanlahbuahnya ketika berbuah, dan berikan haknya saat hari panennya.” Memberikan hak (zakat) hukumnya wajib, dan hukum memakannya tidak wajib. Wallâhu a’lam. Adapun perincian hukumnya, maka khitan wajib menurut Imam Syafi’i dan ulama banyak. Sunnah menurut Malik dan mayoritas ulama. Menurut al-Syafi’i wajib khitan itu bagi semua laki-laki dan perempuan. Kemudian yang wajib bagi laki-laki adalah memotong semua kulit yang menutupkhasyafah (ujung penis) sehingga terlihat semuanya, sementara bagi wanita adalah memotong sebagian kecil kulit yang berada di vagina bagian atas. Pendapat al-Shahih dalam madzhab kita yang disetujui mayoritas ulama Syafi’iyah menyatakan, khitan itu boleh dilakukan semasa kecil, dan tidak wajib. Kita juga mempunyai satu pendapat Ashhab yang menyatakan khitan itu wajib atas wali, yakni mengkhitan anak kecilnya sebelum mencapai usia baligh. Terdapat pula pendapat Ashhâb yang mengharamkan khitan sebelum mencapai usia 10 tahun. Ketika kita memutuskan dengan pendapat al- shahih, maka disunnahkan mengkhitan pada hari ketujuh dari kelahiran. Adakah hari kelahiran dihitung menjadi bagian dari tujuh hari itu? atau tanpa menghitung hari kelahiran? Dalam masalah ini ada dua pendapat Ashhab. Pendapat yang kuat adalah menghitung hari kelahiran menjadi bagian tujuh hari tersebut. Dan begitu juga dalam Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab
  • 8. 8 Sedangkan khitan perempuan, maka ketahuilah, bahwa tempat masuknya penis adalah tempat keluarnya haidh, anak dan mani. Di atas (bagian vagina) yang menjadi tempat masuknya penis terdapat lubang seperti lubang alat kelamin pria yang menjadi saluran kencing perempuan. Di antara saluran kencing dan tempat masuknya penis tersebut terdapat kulit tipis. Di atas saluran kencing perempuan itu terdapat kulit tipis seperti daun yang terletak di antara dua bibir vagina. Dua bibir vagina tersebut menutupi semua bagian-bagian tersebut. Kulit tipis di atas saluran kencing itulah yang sebagiannya dipotong saat khitan. Dan itulah khitan perempuan. Maka khitan perempuan dilakukan dengan cara menghilangkan sebagian kecil kulit ari yang menutupi klitoris, bukan membuangnya sama sekali. Bahkan Rasulullah SAW justru mengingatkan agar tidak berlebihan dalam memotong, sebagaimana terungkap dalam hadits Ummu ‘Athiyah al- Anshariyah di atas. Adapun waktu khitan bagi perempuan yang paling baik adalah hari ketujuh dari kelahirannya. Ulama berbeda pendapat tentang penetapan hitungan hari ketujuh. Ada yang berpendapat hari pertama kelahiran dihitung satu hari, dan ini pendapat yang kuat, sementara itu, ada yang menganggap hari pertama tidak dihitung. (Dikutip dan diselaraskan dari http://mutakhorij- assunniyyah.blogspot.com/2013/02/perempuan-dikhitan-wajibkan.html, dari Sumber: NU Online)